Sebuah novel
Miranda
25 Jam
Penulis:
Miranda Kirana
Penyunting
Desain Sampul dan Tata Letak:
Miranda
Tahun:
2018, Desember 1
30 hlm.
Dan juga.....
Terima kasih untuk diri sendiri,
Yang sekali lagi izinkan satu cerita tiba untuk memeluk.
PROLOG
CHAPTER 1
Selalu ada satu,
Yangf menjadi kunci,
Pembuka mimpi-mimpi,
Yang tak pernah berani diterbangkan,
Yang sayap-sayapnya tak dapat dikepakkan
Kecuali oleh kehadirannya.
“Aku takjub sama alam. Semua orang yang ada di sini bisa merasa
tenang, bahkan bisa merasa sembuh sama apa pun yang
dideritanya.” Aku menyesap teh panas milikku pelan.
“Iya, aku setuju. Di sini, aku merasa punya ruang yang luas banget
untuk aku, untuk kita.”
mata kenanga menyapu pemandangan perbukitan di dedapnnya,
dengan hiasan lampu kota yang gemerlap dari atas bukit.
“HEI, kau sudah bangun?” Raisa bertanya dari dapur saat aku
baru saja menuruni tangga.
“Tentu saja aku sudah bangun. I’m a morning person.”
baru pukul 7 pagi Raisa sudah ada di dapur dengan beberapa
bahan masakan.
“Kau sedang apa?”
“Aku sedang mebuatkanmu telur acak dan sandwich kacang
merah.”
“sandwich kacang merah?”
“Ya, badanmu yang tegap itu terlihat tidak sehat.
Ototmu terlihat melembek. Hanya bagian tangan yang terlihat
kencang karena kau banyak mengerjakan pekerjaan di pastry
menggunakan tangan saat membuat adonan. Kau butuh asupan
makanan sehat. Bersyukurlah kau tinggal dengan ki.”
Tapi lagi-lagi,
Laut dan langitnya,
Akan tetap di sana,
Untuk memberi wahyu-wahyu,
Lewat desir-desir ayat,
Atau ayat-ayat duka.
SETIAP HARI, pergi dan pulang dari Chemistree, aku seudah
tidak pernah bersama Raisa dan Freddie. Membuat kami semakin
asing satu sama lain. Raisa pun tidak berbuat banyak atau bahkan
berani untuk bertanya padaku lebih lanjut perihal kami yang
akhirnya menjadi seperti ini.
Terkadang aku pun seperti kehilangan dirinya, tapi setelah aku
pahami, aku hanya kehilangan sebuah momen yang dulu, bukan
kehilangan Raisa, hanya merindukan keadaan yang baik-baik saja
dengannya. Hal ini yang selalu aku tancapkan dalam kepalaku.
CHAPTER II
Awal Cerita
Kita telah sampai pada permulaan,
Yang kata beberapa orang,
Adalah tempat semua diawali.
“Suaminya Kak Lia mau dateng?” mata Alanta yang sudah tak lagi
menangis sekarang justru berbinar-binar mendengar nama mas
Adrian-Suami kak Lia. “Wah gile mau dong ikutan, liat yang bening-
bening gitu kan lumayan buat cuci mata.”
Cling. Suara notifikasi dari salah satua aplikasi pesan di
handphoneku berbunyi.
Bunda