Kolestistis
Kolestistis
ABSTRAK
Kolesistitis kronis adalah kondisi peradangan kronis pada kandung
empedu yang berkelanjutan yang mengakibatkan disfungsi mekanis atau fisiologis
pengosongannya. Dua bentuk kolesistitis kronis adalah kalkulus (terjadi dalam
kasus kolelitiasis), dan akalkulus (tanpa batu empedu). Namun sebagian besar
kasus kolesistitis kronis berkaitan dengan kolelitiasis.
Penyakit batu empedu sangat umum terjadi. Sekitar 10-20% dari populasi
dunia akan mengembangkan batu empedu di beberapa titik dalam hidup mereka
dan sekitar 80% dari mereka tidak menunjukkan gejala. Ada sekitar 500.000
kolesistektomi yang dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat untuk penyakit
kandung empedu. Insiden pembentukan batu empedu meningkat setiap tahun
seiring bertambahnya usia. Lebih dari seperempat wanita yang berusia lebih dari
60 tahun akan memiliki batu empedu.
Kolesistitis kronis diperkirakan terjadi karena serangan berulang dari
kolesistitis subakut/akut atau dari iritasi mekanis yang persisten pada dinding
kandung empedu oleh batu empedu. Kolesistitis kronis ditandai dengan adanya
penebalan dinding kandung empedu, ditemukannya batu empedu/cairan empedu
yang mengental, fibrosis pada dinding kandung empedu, dan dinding kandung
empedu yang berkontraksi. USG, CT dan MRI semuanya memungkinkan
visualisasi langsung dari dinding kandung empedu yang normal dan menebal.
i
RADIOLOGICAL FINDINGS IN CHRONIC CHOLECYSTITIS
Igar Satwika1, Damayanti Sekarsari1
1. Radiology Department, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia
ABSTRACT
Chronic cholecystitis is a chronic inflammatory condition of the
gallbladder that continues to cause dysfunction or physiological emptying. Two
forms of chronic cholecystitis are calculus (occurs in cases of cholelithiasis), and
acalculus (without gallstones). However, most cases of chronic cholecystitis are
associated with cholelithiasis.
Gallstone disease is very common. 10-20% of the world's population will
develop gallstones at some point in their life and about 80% of them are
asymptomatic. There are approximately 500,000 cholecystectomies performed
annually in the United States for gallbladder disease. Stone formation increases
every year with age. More than a quarter of women over the age of 60 will have
gallstones.
Chronic cholecystitis is thought to result from repeated attacks of
subacute/acute cholecystitis or from persistent irritation of the gallbladder wall by
gallstones. Cholecystitis is characterized by thickening of the gallbladder wall, the
presence of thickened gallstones, fibrosis of the gallbladder wall, and contraction
of the gallbladder wall. Ultrasound, CT and MRI allow direct visualization of the
normal and thickened gallbladder wall.
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 Kolesistitis Kronis....................................................................................2
2.1.1 Definisi...............................................................................................2
2.1.2 Epidemiologi......................................................................................2
2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko.................................................................3
2.1.4 Patogenesis & Patofisiologi...............................................................3
2.1.5 Manifestasi Klinis..............................................................................5
2.1.6 Diagnosis............................................................................................5
2.2 Gambaran USG pada Kolesistitis Kronis.............................................7
2.3 Gambaran CT-scan pada Kolesistitis Kronis.....................................10
2.4 Gambaran MRI pada Kolesistitis Kronis...........................................12
BAB III RANGKUMAN.....................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15
iii
DAFTAR GAMBAR
dengan kolelitiasis....................................................................................................9
iv
BAB I
PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2 Epidemiologi
Epidemiologi kolesistitis kronis sebagian besar paralel dengan
kolelitiasis. Data spesifik tentang penyakit ini terbatas.2
2
Penyakit batu empedu sangat umum terjadi. Sekitar 10-20% dari
populasi dunia akan mengembangkan batu empedu di beberapa titik dalam
hidup mereka dan sekitar 80% dari mereka tidak menunjukkan gejala. Ada
sekitar 500.000 kolesistektomi yang dilakukan setiap tahun di Amerika
Serikat untuk penyakit kandung empedu. Insiden pembentukan batu
empedu meningkat setiap tahun seiring bertambahnya usia. Lebih dari
seperempat wanita yang berusia lebih dari 60 tahun akan memiliki batu
empedu. Di Amerika Serikat, sekitar 14 juta wanita dan 6 juta pria dengan
rentang usia 20 hingga 74 tahun memiliki batu empedu. Obesitas
meningkatkan kemungkinan batu empedu, terutama pada wanita karena
peningkatan sekresi kolesterol bilier. Di sisi lain, pasien dengan penurunan
berat badan drastis atau puasa memiliki kemungkinan batu empedu yang
lebih tinggi akibat stasis bilier. Selain itu, ada juga hubungan hormonal
dengan batu empedu. Estrogen telah terbukti menghasilkan peningkatan
kolesterol empedu serta penurunan kontraktilitas kandung empedu. Wanita
usia reproduksi atau yang menggunakan kontrasepsi yang mengandung
estrogen memiliki peningkatan dua kali lipat dalam pembentukan batu
empedu dibandingkan dengan pria. Orang dengan penyakit kronis seperti
diabetes juga mengalami peningkatan pembentukan batu empedu serta
berkurangnya kontraktilitas dinding kandung empedu akibat neuropati.2
3
- Obesitas
- Penurunan berat badan yang cepat
- Kehamilan
- Usia lanjut
- Orang Indian Hispanik atau Pima
4
empedu yang sangat kental. Temuan ini merupakan prekursor untuk batu
empedu dan terbentuk dari peningkatan garam bilier atau empedu yang
stasis. Berbagai spesies bakteri dapat ditemukan pada 11% hingga 30%
kasus. Sinus Rokitansky-Aschoff menonjol pada 90% kasus kolesistitis
kronis yang merupakan herniasi sinus intraluminal akibat peningkatan
tekanan yang mungkin berkaitan dengan saluran Luschka.2
Mukosa kandung empedu juga dapat menunjukkan berbagai tingkat
inflamasi. Limfosit T adalah sel imun yang umum yang ditemukan, lalu
diikuti oleh sel plasma dan histiosit. Selain itu, perubahan metaplastik juga
dapat dilihat. Biasanya terdapat hipertrofi muskularis mukosa dengan
berbagai derajat fibrosis dan elastosis mural. Varian di mana deposisi
kalsium dan fibrosis hialin menyebabkan penipisan difus dinding kandung
empedu disebut kolesistitis hialinisasi/kandung empedu porselen (karena
konsistensinya yang rapuh).2
5
2.1.6 Diagnosis
Pada kolesistitis kronis, pemeriksaan laboratorium memiliki hasil
yang tidak spesifik dan tidak sensitif dalam menegakkan diagnosis.
Berbeda dengan kolesistitis akut, nilai leukosit dan tes fungsi hati pada
kolesistitis kronis cenderung normal. Namun pengujian laboratorium dasar
berupa panel metabolik, fungsi hati, dan hitung darah lengkap harus
dilakukan.2
Kolesistitis kronis ditandai dengan adanya penebalan dinding
kandung empedu, ditemukannya batu empedu/cairan empedu yang
mengental, fibrosis pada dinding kandung empedu, dan dinding kandung
empedu yang berkontraksi.9
USG, CT dan MRI semuanya memungkinkan visualisasi langsung
dari dinding kandung empedu yang normal dan menebal. Secara
tradisional, USG digunakan sebagai teknik pencitraan awal untuk
mengevaluasi pasien dengan dugaan penyakit kandung empedu, karena
sensitivitasnya yang tinggi dalam mendeteksi batu kandung empedu,
sifatnya real-time, kecepatan dan portabilitasnya. Sedangkan CT sering
digunakan untuk mengevaluasi nyeri perut akut dan seringkali merupakan
modalitas pertama untuk mendeteksi penebalan dinding kandung empedu,
atau dapat digunakan sebagai tambahan untuk sonografi yang tidak
meyakinkan atau untuk menentukan tingkat keparahan penyakit.3,4
Pemeriksaan diagnostik pertama yang disarankan adalah USG
kuadran kanan atas. Pemeriksaan non-invasif ini dapat secara akurat
mengevaluasi kandung empedu untuk menilai tingkat penebalan dinding
atau peradangan. USG juga membantu dalam mengevaluasi adanya batu
empedu atau cairan empedu yang mengental. Selain itu, pemeriksaan CT
dengan kontras intravena juga dapat menilai adanya kolelitiasis,
peningkatan redaman empedu, dan penebalan dinding kandung empedu.
Kandung empedu dapat tampak distensi atau berkontraksi, namun,
peradangan perikolesistik dan pengumpulan cairan biasanya tidak ada.
Distensi kandung empedu dan peningkatan peningkatan jaringan hati yang
6
berdekatan lebih mendukung kolesistitis akut, sedangkan
hiperenhancement dinding kandung empedu lebih sering terlihat pada
penyakit kronis. USG dan CT sudah cukup untuk sampai pada diagnosis
akhir.2
Pemeriksaan MRI adalah alternatif pada pasien yang tidak dapat
menjalani CT scan karena masalah radiasi atau adanya cedera ginjal. Tes
diagnostik pilihan untuk mengkonfirmasi kolesistitis kronis adalah
skintigrafi hepatobilier atau hepatobiliary iminodiacetic acid (HIDA) scan
dengan cholecystokinin (CCK). Temuan skintigrafi yang paling umum
adalah visualisasi kandung empedu yang tertunda (antara 1-4 jam) dan
peningkatan waktu transit bilier ke usus yang tertunda. Pelacak
disuntikkan secara intravaskular dan terkonsentrasi di kandung empedu.
CCK kemudian diberikan dan persentase pengosongan kandung empedu
(ejection fraction/EF) dihitung. EF di bawah 35% pada batas waktu 15
menit dianggap sebagai kandung empedu diskinetik dan menunjukkan
kolesistitis kronis.2
7
dalam keadaan postprandial menunjukkan penebalan kandung empedu semu
(pseudothickening).10
8
Gambar 3. USG pada seorang wanita 49 tahun dengan kolesistitis kronis. Pasien
ini telah berpuasa semalaman, sehingga penebalan dinding tidak menunjukkan
kontraksi fisiologis. Sonogram longitudinal kandung empedu menunjukkan
sedikit penebalan dinding (panah) dan batu non-obstruksi intraluminal.10
9
Gambar 5. USG kuadran kanan atas sagital menunjukkan kandung empedu yang
berkontraksi, sekunder akibat fibrosis, dengan kolelitiasis.
10
Gambar 7. CT dengan kontras menunjukkan dinding kandung empedu yang
normal sebagai tepi tipis jaringan lunak yang meningkat.10
11
Gambar 9. Seorang pria 65 tahun dengan kolesistitis kronis. Gambar CT
menunjukkan batu empedu dan kandung empedu distensi. Namun, gambar CT
fase arteri (kiri) tidak menunjukkan peningkatan hiperenhancement hati yang
berdekatan di sekitar kantong empedu. Peningkatan penebalan dinding kandung
empedu atau lurik mural juga tidak terlihat.11
12
Gambar 10. Kolesistitis kronis pada wanita 47 tahun dengan nyeri kuadran kanan
atas. Pada T1-weighted aksial (a), fat saturated T2-weighted (b), gadolinium-
enhanced fat saturated arterial phase (c), dan fase vena portal (d). Dinding
kandung empedu menebal dan bertingkat. Tunika muskularis tampak hipointens
pada gambar T1-weighted (panah di a) dan hiperintens pada gambar T2-weighted
(panah di b) karena edema. Dinding kandung empedu meningkat secara homogen
dan progresif dari fase arteri ke fase vena porta. Tunika muskularis tetap relatif
kurang terlihat pada gambar yang ditingkatkan kontras (panah di c dan d).7
13
BAB III
RANGKUMAN
14
DAFTAR PUSTAKA
15