Anda di halaman 1dari 20

TINJAUAN PUSTAKA 1

GAMBARAN RADIOLOGIS PADA KOLESISTITIS KRONIS

Pembimbing: dr. I Wayan Murna Sp.Rad(K).


Penyaji: dr. Igar Satwika

Disampaikan Dalam Rangka


Program Pendidikan Dokter Spesialis Radiologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo
Jakarta 2022
GAMBARAN RADIOLOGIS PADA KOLESISTITIS KRONIS
Igar Satwika1, I Wayan Murna
1. Departemen Radiologi, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia

ABSTRAK
Kolesistitis kronis adalah kondisi peradangan kronis pada kandung
empedu yang berkelanjutan yang mengakibatkan disfungsi mekanis atau fisiologis
pengosongannya. Dua bentuk kolesistitis kronis adalah kalkulus (terjadi dalam
kasus kolelitiasis), dan akalkulus (tanpa batu empedu). Namun sebagian besar
kasus kolesistitis kronis berkaitan dengan kolelitiasis.
Penyakit batu empedu sangat umum terjadi. Sekitar 10-20% dari populasi
dunia akan mengembangkan batu empedu di beberapa titik dalam hidup mereka
dan sekitar 80% dari mereka tidak menunjukkan gejala. Ada sekitar 500.000
kolesistektomi yang dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat untuk penyakit
kandung empedu. Insiden pembentukan batu empedu meningkat setiap tahun
seiring bertambahnya usia. Lebih dari seperempat wanita yang berusia lebih dari
60 tahun akan memiliki batu empedu.
Kolesistitis kronis diperkirakan terjadi karena serangan berulang dari
kolesistitis subakut/akut atau dari iritasi mekanis yang persisten pada dinding
kandung empedu oleh batu empedu. Kolesistitis kronis ditandai dengan adanya
penebalan dinding kandung empedu, ditemukannya batu empedu/cairan empedu
yang mengental, fibrosis pada dinding kandung empedu, dan dinding kandung
empedu yang berkontraksi. USG, CT dan MRI semuanya memungkinkan
visualisasi langsung dari dinding kandung empedu yang normal dan menebal.

Kata kunci: CT, Kolesistitis kronis, MRI, USG

i
RADIOLOGICAL FINDINGS IN CHRONIC CHOLECYSTITIS
Igar Satwika1, Damayanti Sekarsari1
1. Radiology Department, Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto
Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia

ABSTRACT
Chronic cholecystitis is a chronic inflammatory condition of the
gallbladder that continues to cause dysfunction or physiological emptying. Two
forms of chronic cholecystitis are calculus (occurs in cases of cholelithiasis), and
acalculus (without gallstones). However, most cases of chronic cholecystitis are
associated with cholelithiasis.
Gallstone disease is very common. 10-20% of the world's population will
develop gallstones at some point in their life and about 80% of them are
asymptomatic. There are approximately 500,000 cholecystectomies performed
annually in the United States for gallbladder disease. Stone formation increases
every year with age. More than a quarter of women over the age of 60 will have
gallstones.
Chronic cholecystitis is thought to result from repeated attacks of
subacute/acute cholecystitis or from persistent irritation of the gallbladder wall by
gallstones. Cholecystitis is characterized by thickening of the gallbladder wall, the
presence of thickened gallstones, fibrosis of the gallbladder wall, and contraction
of the gallbladder wall. Ultrasound, CT and MRI allow direct visualization of the
normal and thickened gallbladder wall.

Keywords: Chronic cholecystitis, CT, MRI, Ultrasonography

ii
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.............................................................................................iv
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................2
2.1 Kolesistitis Kronis....................................................................................2
2.1.1 Definisi...............................................................................................2
2.1.2 Epidemiologi......................................................................................2
2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko.................................................................3
2.1.4 Patogenesis & Patofisiologi...............................................................3
2.1.5 Manifestasi Klinis..............................................................................5
2.1.6 Diagnosis............................................................................................5
2.2 Gambaran USG pada Kolesistitis Kronis.............................................7
2.3 Gambaran CT-scan pada Kolesistitis Kronis.....................................10
2.4 Gambaran MRI pada Kolesistitis Kronis...........................................12
BAB III RANGKUMAN.....................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................15

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. USG kandung empedu normal...............................................................7

Gambar 2. USG kolesistitis kronis 1........................................................................8

Gambar 3. USG kolesistitis kronis 2........................................................................8

Gambar 4. USG adenomiomatosis...........................................................................9

Gambar 5. USG kandung empedu yang berkontraksi, sekunder akibat fibrosis,

dengan kolelitiasis....................................................................................................9

Gambar 6. Kandung empedu porselen...................................................................10

Gambar 7. CT kontras kandung empedu normal...................................................10

Gambar 8. CT kontras kandung empedu dinding tebal.........................................11

Gambar 9. CT kontras kolesistitis kronis...............................................................11

Gambar 10. MRI kolesistitis kronis.......................................................................13

iv
BAB I
PENDAHULUAN

Kolesistitis kronis adalah kondisi peradangan kronis pada kandung empedu


yang berkelanjutan yang mengakibatkan disfungsi mekanis atau fisiologis
pengosongannya. Dua bentuk kolesistitis kronis adalah kalkulus (terjadi dalam
kasus kolelitiasis), dan akalkulus (tanpa batu empedu). Namun sebagian besar
kasus kolesistitis kronis berkaitan dengan kolelitiasis.1,2
Penyakit batu empedu sangat umum terjadi. Sekitar 10-20% dari populasi
dunia akan mengembangkan batu empedu di beberapa titik dalam hidup mereka
dan sekitar 80% dari mereka tidak menunjukkan gejala. Ada sekitar 500.000
kolesistektomi yang dilakukan setiap tahun di Amerika Serikat untuk penyakit
kandung empedu. Insiden pembentukan batu empedu meningkat setiap tahun
seiring bertambahnya usia. Lebih dari seperempat wanita yang berusia lebih dari
60 tahun akan memiliki batu empedu.2
Pasien dengan gejala kolesistitis kronis biasanya datang dengan nyeri perut
kanan atas yang tumpul yang menyebar di sekitar pinggang ke punggung tengah
atau ujung skapula kanan. Rasa sakit dapat diperburuk oleh asupan makanan
berlemak. Selain itu, pasien biasanya mengeluhkan perut kembung, mual, dan
muntah.2
Kolesistitis kronis diperkirakan terjadi karena serangan berulang dari
kolesistitis subakut/akut atau dari iritasi mekanis yang persisten pada dinding
kandung empedu oleh batu empedu. Kolesistitis kronis ditandai dengan adanya
penebalan dinding kandung empedu, ditemukannya batu empedu/cairan empedu
yang mengental, fibrosis pada dinding kandung empedu, dan dinding kandung
empedu yang berkontraksi. USG, CT dan MRI semuanya memungkinkan
visualisasi langsung dari dinding kandung empedu yang normal dan menebal.3,4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kolesistitis Kronis


2.1.1 Definisi
Kandung empedu adalah organ berongga berbentuk buah pir yang
terletak di kuadran kanan atas abdomen, tepatnya di permukaan viseral
hati antara segmen IV dan V, dan terhubung ke duktus hepatik melalui
duktus sistikus dan membentuk duktus biliaris komunis. Kandung empedu
terdiri dari fundus, yang biasanya menonjol di luar batas inferior hati;
body; dan neck.5,6 Kandung empedu memiliki panjang 7-10 cm, lebar 2,5
cm, dan ketebalan dindingnya kurang dari 3 mm. Kandung empedu
berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu yang diproduksi di hati,
dengan volume rata-rata 30-50 mL. Empedu di dalam kantong empedu
dapat menjadi jenuh dengan kolesterol, menyebabkan pengendapan kristal
dan pembentukan batu empedu.5–8
Kolesistitis kronis adalah kondisi peradangan kronis pada kandung
empedu yang berkelanjutan yang mengakibatkan disfungsi mekanis atau
fisiologis pengosongannya. Kondisi ini dapat disertai dengan eksaserbasi
akut dari peningkatan rasa sakit (kolik bilier akut), atau dapat berkembang
menjadi bentuk kolesistitis yang lebih parah yang memerlukan intervensi
segera (kolesistitis akut). Ada tanda dan gejala klasik yang terkait dengan
penyakit ini serta prevalensi pada populasi pasien tertentu. Dua bentuk
kolesistitis kronis adalah kalkulus (terjadi dalam kasus kolelitiasis), dan
akalkulus (tanpa batu empedu). Namun sebagian besar kasus kolesistitis
kronis berkaitan dengan kolelitiasis.1,2

2.1.2 Epidemiologi
Epidemiologi kolesistitis kronis sebagian besar paralel dengan
kolelitiasis. Data spesifik tentang penyakit ini terbatas.2

2
Penyakit batu empedu sangat umum terjadi. Sekitar 10-20% dari
populasi dunia akan mengembangkan batu empedu di beberapa titik dalam
hidup mereka dan sekitar 80% dari mereka tidak menunjukkan gejala. Ada
sekitar 500.000 kolesistektomi yang dilakukan setiap tahun di Amerika
Serikat untuk penyakit kandung empedu. Insiden pembentukan batu
empedu meningkat setiap tahun seiring bertambahnya usia. Lebih dari
seperempat wanita yang berusia lebih dari 60 tahun akan memiliki batu
empedu. Di Amerika Serikat, sekitar 14 juta wanita dan 6 juta pria dengan
rentang usia 20 hingga 74 tahun memiliki batu empedu. Obesitas
meningkatkan kemungkinan batu empedu, terutama pada wanita karena
peningkatan sekresi kolesterol bilier. Di sisi lain, pasien dengan penurunan
berat badan drastis atau puasa memiliki kemungkinan batu empedu yang
lebih tinggi akibat stasis bilier. Selain itu, ada juga hubungan hormonal
dengan batu empedu. Estrogen telah terbukti menghasilkan peningkatan
kolesterol empedu serta penurunan kontraktilitas kandung empedu. Wanita
usia reproduksi atau yang menggunakan kontrasepsi yang mengandung
estrogen memiliki peningkatan dua kali lipat dalam pembentukan batu
empedu dibandingkan dengan pria. Orang dengan penyakit kronis seperti
diabetes juga mengalami peningkatan pembentukan batu empedu serta
berkurangnya kontraktilitas dinding kandung empedu akibat neuropati.2

2.1.3 Etiologi dan Faktor Risiko


Kolesistitis kronis diperkirakan terjadi karena serangan berulang
dari kolesistitis subakut/akut atau dari iritasi mekanis yang persisten pada
dinding kandung empedu oleh batu empedu. Infeksi bakteri dalam empedu
terjadi pada >25% pasien dengan kolesistitis kronis. Kolesistitis kronis
dapat bersifat asimtomatik selama bertahun-tahun, dapat berkembang
menjadi penyakit kandung empedu simtomatik atau kolesistitis akut, atau
mungkin muncul dengan komplikasi.1,2
Faktor risiko kolelitiasis meliputi:2
- Jenis kelamin wanita

3
- Obesitas
- Penurunan berat badan yang cepat
- Kehamilan
- Usia lanjut
- Orang Indian Hispanik atau Pima

2.1.4 Patogenesis & Patofisiologi


Oklusi duktus sistikus atau malfungsi mekanisme pengosongan
kandung empedu adalah patologi dasar yang mendasari penyakit ini. Lebih
dari 90% kolesistitis kronis dikaitkan dengan adanya batu empedu. Batu
empedu dapat menyebabkan obstruksi intermiten dari aliran empedu
sehingga menyebabkan peradangan dan edema pada dinding kandung
empedu. Oklusi duktus biliaris komunis seperti pada neoplasma atau
striktur juga dapat menyebabkan stasis aliran empedu yang menyebabkan
pembentukan batu empedu dengan akibat kolesistitis kronis.2
Terdapat hipotesis bahwa empedu litogenik menyebabkan
peningkatan kerusakan yang diperantarai radikal bebas dari garam empedu
yang hidrofobik. Hal ini berkaitan dengan berkurangnya perlindungan
mukosa karena kadar prostaglandin E2 yang lebih rendah menyebabkan
kondisi inflamasi yang berkelanjutan. Ketika reseptor kolesistokinin otot
polos terpengaruh, terjadi gangguan kontraksi kandung empedu yang
menyebabkan stasis dan memperburuk lingkungan permisif di mana
empedu litogenik memicu peradangan.2
Dinding kandung empedu dapat menebal sampai derajat yang
bervariasi, dan bisa terjadi perlengketan pada permukaan serosa. Dalam
beberapa kasus, karena fibrosis yang luas, kandung empedu mungkin
tampak menyusut. Terdapat hipertrofi otot polos, terutama pada kondisi
kronis yang berkepanjangan. Kalsium bilirubinat atau batu kolesterol
paling sering ada dan dapat bervariasi dalam ukuran dari seperti pasir
hingga mengisi seluruh lumen kandung empedu. Batu empedu bisa banyak
maupun tunggal. Sedangkan pada penyakit akalkulus masalahnya ada pada

4
empedu yang sangat kental. Temuan ini merupakan prekursor untuk batu
empedu dan terbentuk dari peningkatan garam bilier atau empedu yang
stasis. Berbagai spesies bakteri dapat ditemukan pada 11% hingga 30%
kasus. Sinus Rokitansky-Aschoff menonjol pada 90% kasus kolesistitis
kronis yang merupakan herniasi sinus intraluminal akibat peningkatan
tekanan yang mungkin berkaitan dengan saluran Luschka.2
Mukosa kandung empedu juga dapat menunjukkan berbagai tingkat
inflamasi. Limfosit T adalah sel imun yang umum yang ditemukan, lalu
diikuti oleh sel plasma dan histiosit. Selain itu, perubahan metaplastik juga
dapat dilihat. Biasanya terdapat hipertrofi muskularis mukosa dengan
berbagai derajat fibrosis dan elastosis mural. Varian di mana deposisi
kalsium dan fibrosis hialin menyebabkan penipisan difus dinding kandung
empedu disebut kolesistitis hialinisasi/kandung empedu porselen (karena
konsistensinya yang rapuh).2

2.1.5 Manifestasi Klinis


Pasien dengan gejala kolesistitis kronis biasanya datang dengan
nyeri perut kanan atas yang tumpul yang menyebar di sekitar pinggang ke
punggung tengah atau ujung skapula kanan. Rasa sakit dapat diperburuk
oleh asupan makanan berlemak. Selain itu, pasien biasanya mengeluhkan
perut kembung, mual, dan muntah. Seringkali gejalanya terjadi pada sore
atau malam hari. Gejala biasanya muncul selama berminggu-minggu
hingga berbulan-bulan dibandingkan dengan kolesistitis akut yang tiba-
tiba dan parah. Mungkin ada gejala yang memburuk secara bertahap atau
peningkatan frekuensi episode. Demam dan takikardia jarang terjadi.
Pasien lanjut usia dengan kolesistitis mungkin datang dengan gejala yang
tidak jelas dan mereka berisiko berkembang menjadi penyakit yang rumit.
Oleh karena itu indeks kecurigaan klinis yang tinggi diperlukan dalam
diagnosis kondisi ini.2

5
2.1.6 Diagnosis
Pada kolesistitis kronis, pemeriksaan laboratorium memiliki hasil
yang tidak spesifik dan tidak sensitif dalam menegakkan diagnosis.
Berbeda dengan kolesistitis akut, nilai leukosit dan tes fungsi hati pada
kolesistitis kronis cenderung normal. Namun pengujian laboratorium dasar
berupa panel metabolik, fungsi hati, dan hitung darah lengkap harus
dilakukan.2
Kolesistitis kronis ditandai dengan adanya penebalan dinding
kandung empedu, ditemukannya batu empedu/cairan empedu yang
mengental, fibrosis pada dinding kandung empedu, dan dinding kandung
empedu yang berkontraksi.9
USG, CT dan MRI semuanya memungkinkan visualisasi langsung
dari dinding kandung empedu yang normal dan menebal. Secara
tradisional, USG digunakan sebagai teknik pencitraan awal untuk
mengevaluasi pasien dengan dugaan penyakit kandung empedu, karena
sensitivitasnya yang tinggi dalam mendeteksi batu kandung empedu,
sifatnya real-time, kecepatan dan portabilitasnya. Sedangkan CT sering
digunakan untuk mengevaluasi nyeri perut akut dan seringkali merupakan
modalitas pertama untuk mendeteksi penebalan dinding kandung empedu,
atau dapat digunakan sebagai tambahan untuk sonografi yang tidak
meyakinkan atau untuk menentukan tingkat keparahan penyakit.3,4
Pemeriksaan diagnostik pertama yang disarankan adalah USG
kuadran kanan atas. Pemeriksaan non-invasif ini dapat secara akurat
mengevaluasi kandung empedu untuk menilai tingkat penebalan dinding
atau peradangan. USG juga membantu dalam mengevaluasi adanya batu
empedu atau cairan empedu yang mengental. Selain itu, pemeriksaan CT
dengan kontras intravena juga dapat menilai adanya kolelitiasis,
peningkatan redaman empedu, dan penebalan dinding kandung empedu.
Kandung empedu dapat tampak distensi atau berkontraksi, namun,
peradangan perikolesistik dan pengumpulan cairan biasanya tidak ada.
Distensi kandung empedu dan peningkatan peningkatan jaringan hati yang

6
berdekatan lebih mendukung kolesistitis akut, sedangkan
hiperenhancement dinding kandung empedu lebih sering terlihat pada
penyakit kronis. USG dan CT sudah cukup untuk sampai pada diagnosis
akhir.2
Pemeriksaan MRI adalah alternatif pada pasien yang tidak dapat
menjalani CT scan karena masalah radiasi atau adanya cedera ginjal. Tes
diagnostik pilihan untuk mengkonfirmasi kolesistitis kronis adalah
skintigrafi hepatobilier atau hepatobiliary iminodiacetic acid (HIDA) scan
dengan cholecystokinin (CCK). Temuan skintigrafi yang paling umum
adalah visualisasi kandung empedu yang tertunda (antara 1-4 jam) dan
peningkatan waktu transit bilier ke usus yang tertunda. Pelacak
disuntikkan secara intravaskular dan terkonsentrasi di kandung empedu.
CCK kemudian diberikan dan persentase pengosongan kandung empedu
(ejection fraction/EF) dihitung. EF di bawah 35% pada batas waktu 15
menit dianggap sebagai kandung empedu diskinetik dan menunjukkan
kolesistitis kronis.2

2.2 Gambaran USG pada Kolesistitis Kronis


Dinding kandung empedu yang normal tampak sebagai garis ekogenik
setipis pensil pada sonografi. Ketebalan dinding kandung empedu tergantung pada
derajat distensi kandung empedu dan penebalan semu dapat terjadi pada keadaan
postprandial.3,10

Gambar 1. Kiri: USG kandung empedu normal setelah puasa semalaman


menunjukkan dinding sebagai garis ekogenik setipis pensil (panah). Kanan: USG

7
dalam keadaan postprandial menunjukkan penebalan kandung empedu semu
(pseudothickening).10

Penebalan dinding kandung empedu adalah temuan yang relatif sering


pada studi pencitraan diagnostik. Dinding kandung empedu yang menebal
berukuran lebih dari 3 mm, biasanya memiliki tampilan berlapis pada
sonografi.3,10

Gambar 2. USG pada wanita 59 tahun dengan kolesistitis kronis menunjukkan


tampilan berlapis dari dinding kandung empedu yang menebal, dengan daerah
hypoechoic antara garis echogenic.10

Kolesistitis kronis adalah istilah yang digunakan secara klinis untuk


merujuk pada batu kandung empedu simtomatik yang menyebabkan obstruksi
sementara, yang mengarah ke peradangan tingkat rendah dengan fibrosis. Korelasi
klinis dengan temuan pencitraan dari kandung empedu yang mengandung
batu/sludge dan berdinding tebal sangat penting.3,10

8
Gambar 3. USG pada seorang wanita 49 tahun dengan kolesistitis kronis. Pasien
ini telah berpuasa semalaman, sehingga penebalan dinding tidak menunjukkan
kontraksi fisiologis. Sonogram longitudinal kandung empedu menunjukkan
sedikit penebalan dinding (panah) dan batu non-obstruksi intraluminal.10

Gambar 4. USG pada wanita 61 tahun dengan adenomiomatosis menunjukkan


penebalan dinding kandung empedu dengan beberapa fokus intramural echogenic
dengan artefak ring-down terkait dengan adenomiomatosis. Sludge/pengentalan
cairan empedu (panah) juga terlihat di bagian dalam kandung empedu.9

9
Gambar 5. USG kuadran kanan atas sagital menunjukkan kandung empedu yang
berkontraksi, sekunder akibat fibrosis, dengan kolelitiasis.

Selain itu, kolesistitis kronis juga dapat menghasilkan kalsifikasi mural


sehingga disebut porcelain gallbladder, namun kondisi ini sangat jarang terjadi.10

Gambar 6. Kandung empedu porselen, kepala panah menunjukkan kalsifikasi


mural.10

2.3 Gambaran CT pada Kolesistitis Kronis


Dinding kandung empedu yang normal biasanya terlihat pada CT sebagai
tepi tipis denstitas jaringan lunak yang meningkat setelah injeksi kontras.3,10

10
Gambar 7. CT dengan kontras menunjukkan dinding kandung empedu yang
normal sebagai tepi tipis jaringan lunak yang meningkat.10

Kandung empedu yang menebal pada CT terlihat seperti lapisan hipodens


dari edema subserosa yang menyerupai cairan perikolesistik.10

Gambar 8. Pada CT kontras, kandung empedu berdinding tebal mengandung


lapisan luar hipodens (panah) karena edema subserosa.10

CT dengan kontras intravena dapat mendeteksi cholelithiasis,


hyperenhancement dari dinding kandung empedu, peningkatan redaman empedu,
dan penebalan dinding kandung empedu. Kandung empedu dapat terlihat distensi
atau berkontraksi, namun, peradangan pericholecystic dan penumpukan cairan
biasanya tidak ada.2

11
Gambar 9. Seorang pria 65 tahun dengan kolesistitis kronis. Gambar CT
menunjukkan batu empedu dan kandung empedu distensi. Namun, gambar CT
fase arteri (kiri) tidak menunjukkan peningkatan hiperenhancement hati yang
berdekatan di sekitar kantong empedu. Peningkatan penebalan dinding kandung
empedu atau lurik mural juga tidak terlihat.11

2.4 Gambaran MRI pada Kolesistitis Kronis


Kandung empedu dapat diperiksa setelah pasien berpuasa selama 8-12
jam, bertujuan untuk meningkatkan distensi fisiologis kandung empedu. Tanpa
kontras, kandung empedu sulit diidentifikasi karena memiliki intensitas yang
mirip dengan dinding dan parenkim hati.7
Setelah pemberian bahan kontras berbasis gadolinium, dinding kandung
empedu mengalami peningkatan yang biasanya halus, lambat, dan
berkepanjangan, tidak seperti pada karsinoma kandung empedu, di mana biasanya
tidak teratur, dini, dan berkepanjangan. Namun, kegunaan kolangiografi MR
konvensional, kolangiografi MR fungsional, atau kombinasi keduanya dalam
evaluasi kolesistitis kronis belum ditetapkan dengan jelas; dalam penelitian Fayad
dkk ditemukan nilai prediksi positif 50% untuk mendeteksi kolesistitis kronis baik
untuk kolangiografi MR konvensional maupun fungsional.7

12
Gambar 10. Kolesistitis kronis pada wanita 47 tahun dengan nyeri kuadran kanan
atas. Pada T1-weighted aksial (a), fat saturated T2-weighted (b), gadolinium-
enhanced fat saturated arterial phase (c), dan fase vena portal (d). Dinding
kandung empedu menebal dan bertingkat. Tunika muskularis tampak hipointens
pada gambar T1-weighted (panah di a) dan hiperintens pada gambar T2-weighted
(panah di b) karena edema. Dinding kandung empedu meningkat secara homogen
dan progresif dari fase arteri ke fase vena porta. Tunika muskularis tetap relatif
kurang terlihat pada gambar yang ditingkatkan kontras (panah di c dan d).7

13
BAB III
RANGKUMAN

Kolesistitis kronis adalah kondisi peradangan kronis pada kandung empedu


yang berkelanjutan yang mengakibatkan disfungsi mekanis atau fisiologis
pengosongannya. Dua bentuk kolesistitis kronis adalah kalkulus (terjadi dalam
kasus kolelitiasis), dan akalkulus (tanpa batu empedu). Namun sebagian besar
kasus kolesistitis kronis berkaitan dengan kolelitiasis.
Pasien dengan gejala kolesistitis kronis biasanya datang dengan nyeri perut
kanan atas yang tumpul yang menyebar di sekitar pinggang ke punggung tengah
atau ujung skapula kanan. Rasa sakit dapat diperburuk oleh asupan makanan
berlemak. Selain itu, pasien biasanya mengeluhkan perut kembung, mual, dan
muntah.
Kolesistitis kronis diperkirakan terjadi karena serangan berulang dari
kolesistitis subakut/akut atau dari iritasi mekanis yang persisten pada dinding
kandung empedu oleh batu empedu. Kolesistitis kronis ditandai dengan adanya
penebalan dinding kandung empedu, ditemukannya batu empedu/cairan empedu
yang mengental, fibrosis pada dinding kandung empedu, dan dinding kandung
empedu yang berkontraksi. USG, CT dan MRI semuanya memungkinkan
visualisasi langsung dari dinding kandung empedu yang normal dan menebal.
Pemeriksaan diagnostik pertama yang disarankan adalah USG kuadran
kanan atas. Pemeriksaan non-invasif ini dapat secara akurat mengevaluasi
kandung empedu untuk menilai tingkat penebalan dinding atau peradangan. USG
juga membantu dalam mengevaluasi adanya batu empedu atau cairan empedu
yang mengental. Selain itu, pemeriksaan CT dengan kontras intravena juga dapat
menilai adanya kolelitiasis, peningkatan redaman empedu, dan penebalan dinding
kandung empedu. USG dan CT sudah cukup untuk sampai pada diagnosis akhir.
Pemeriksaan MRI adalah alternatif pada pasien yang tidak dapat menjalani
CT scan karena masalah radiasi atau adanya cedera ginjal. Tes diagnostik lain
untuk mengkonfirmasi kolesistitis kronis adalah skintigrafi hepatobilier atau
hepatobiliary iminodiacetic acid (HIDA) scan dengan cholecystokinin (CCK).

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Spiyak LJ. Harrison’s principal of internal medicine. Mc Graw Hill Educ;


2018.
2. Jones MW, Gnanapandithan K, Panneerselvam D, Ferguson T. Chronic
cholecystitis. 2017;
3. Rumack CM, Levine D. Diagnostic ultrasound. Elsevier Health Sciences;
2017.
4. Zissin R, Osadchy A, Shapiro-Feinberg M, Gayer G. CT of a thickened-
wall gall bladder. Br J Radiol. 2003;76(902):137–43.
5. Jones MW, Hannoodee S, Young M. Anatomy, abdomen and pelvis,
gallbladder. In: StatPearls [Internet]. StatPearls Publishing; 2021.
6. Jones MW, Small K, Kashyap S, Deppen JG. Physiology, gallbladder.
2018;
7. Catalano OA, Sahani D V, Kalva SP, Cushing MS, Hahn PF, Brown JJ, et
al. MR imaging of the gallbladder: a pictorial essay. Radiographics.
2008;28(1):135–55.
8. Tanaja J, Lopez RA, Meer JM. Cholelithiasis. 2017;
9. O’Connor OJ, Maher MM. Imaging of cholecystitis. AJR-American J
Roentgenol. 2011;196(4):W367.
10. Vriesman AC van B, Smithuis R, Engelen D van, Puylaert JBCM.
Gallbladder Wall Thickening [Internet]. 2006 [cited 2022 Jul 19].
Available from:
https://radiologyassistant.nl/abdomen/biliary-system/gallbladder-wall-
thickening#primary-gallbladder-disease-chronic-cholecystitis
11. Yeo DM, Jung SE. Differentiation of acute cholecystitis from chronic
cholecystitis: Determination of useful multidetector computed tomography
findings. Medicine (Baltimore). 2018 Aug;97(33):e11851.

15

Anda mungkin juga menyukai