Anda di halaman 1dari 5

Potensial Isu

 Belum tersedianya mekanisme pelaporan, monitoring progres dan evaluasi kegiatan


pada internal kantor terkait capaian pelaksanaan anggaran (PEMPEK IKAN) :
 Kanwil Kemenkumham SUMSEL belum menyediakan instrumen terkait pelaporan,
monitoring progres dan evaluasi kegiatan pada internal kantor yang dapat mendukung
optimalisasi pencapaian nilai kinerja dalam pelaksanaan anggaran seperti :
 Pelaporan dan Monitoring Progres Capaian Realisasi dan IKPA yang sistematis pada
internal Kantor Wilayah sebagai bahan evaluasi kegiatan bagi Kuasa Pengguna
Anggaran, Pejabat Pembuat Komitmen serta para Pengelola Keuangan;
 Pengingat Pelaporan Laporan Pertanggungjawaban (LPJ) Bendahara setiap awal
bulan agar tidak terlambat;
 Pengingat Pengisian Capaian Output agar tepat waktu dan memenuhi target, yang
dapat berpengaruh dalam capaian nilai kinerja (IKPA) apabila terjadi keterlambatan
atau jika capaian tidak optimal;
 Pengingat Jadwal Revisi Hal. III DIPA yang juga berdampak pada nilai IKPA serta
bahan acuan evaluasi pada setiap triwulan;
 Pengingat Jadwal Revolving Uang Persediaan (GUP) yang wajib dilakukan setiap 30
hari kalender, agar tidak terlambat dan dapat berpengaruh pada capaian nilai IKPA.
Sejauh ini dari 9 DIPA KANWIL sudah ada 4 DIPA yang tercatat keterlambatan terkait
proses GUP.

 Belum seragamnya instrumen serta format pertanggungjawaban biaya perjalanan


dinas pada 9 DIPA KANWIL
 Pada Kanwil Kemenkumham SUMSEL, setiap Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP)
memiliki instrumen dan format pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas yang belum
seragam serta belum komprehensif dan efisien dalam penggunaannya. Sudah pernah
dirancang sebuah sistem online dalam perekaman pertanggungjawaban biaya
perjalanan dinas tetapi tidak berjalan dikarenakan kendala teknis pengembangan
aplikasi. Ketidakseragaman ini akan berdampak pada hal sebagai berikut :
 Tidak menerapkan nilai “SINERGI” dalam Tata Nilai “PASTI” dimana dalam 1 atap
kantor wilayah terdapat perbedaan persepsi format pertanggungjawaban biaya
perjalanan dinas padahal hal tersebut sudah diatur dalam Peraturan Menteri
Keuangan nomor 113/PMK.05/2012 serta KEPMENKUMHAM nomor M.HH-
12.KU.04.01 Tahun 2021 tentang Tata Cara Pembayaran Pelaksanaan APBN;
 Instrumen yang digunakan masing-masing BPP masih manual belum sepenuhnya
menerapkan IT yang sedang berkembang di era Revolusi Industri 4.0 saat ini serta
tidak memanfaatkan ketersediaan data pada aplikasi existing seperti SIMPEG terkait
kebutuhan data seperti nama, NIP, jabatan, dll. Hal ini menyebabkan tidak efektif dan
efisiennya perekaman pertanggungjawaban biaya perjalanan dinas, terutama jika
jumlah pelaksana perjalanan dinas banyak dalam 1 surat tugas;

 Belum adanya media akses pengajuan Surat Perintah Pendebitan Rekening (SPPR)
bagi para Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) ke Bendahara Pengeluaran (BP)
 Sebagai penerapan Peraturan Menteri Keuangan nomor 183/PMK.05/2019 tentang
Pengelolaan Rekening Pengeluaran Milik Kementerian Negara/Lembaga yang terwujud
dalam penggunaan Virtual Account (VA) dalam pengelolaan kas bendahara dimana
penarikan dana menggunakan lampiran berupa Surat Perintah Pendebitan Rekening
(SPPR). Pada Kanwil Kemenkumham SUMSEL saat ini pembuatan SPPR dilakukan
oleh BP/BPP dalam pada masing-masing perangkat serta memiliki dampak sebagai
berikut :
 Proses perekaman SPPR yang bersifat mandiri pada masing perangkat BP/BPP
dapat menyebabkan ketidakseragaman format yang seharusnya sesuai dengan
lampiran pada PMK nomor 183/PMK.05/2019;
 Perekaman mandiri SPPR oleh BPP tidak menerapkan Standar Operasional
Prosedur (SOP) Pengelolaan Kas, dimana seharusnya BPP hanya melakukan
pengajuan pemintaan dana ke BP, sementara administrasi penarikan kas dari bank
sepenuhnya menjadi tanggungjawab BP sebagai Bendahara Utama pengontrol arus
kas pengeluaran pada setiap DIPA;
 Tidak tercatatnya riwayat perekaman SPPR berupa nomor SPPR yang menjadi
komponen penting dalam history pengelolaan arus kas dari Virtual Account. Saat ini
arsip SPPR hanya berupa hardcopy tanpa penomoran dalam setiap SPPR;
 Tidak mengikuti perkembangan zaman dalam penerapan IT, dimana sebenarnya bisa
dilakukan pengelolaan pengajuan SPPR oleh BPP melalui media online berbasis
Google Form yang bisa diakses oleh BPP kapan saja, dimana dan darimana saja
asal tersedia jaringan internet pada perangkat BPP termasuk perangkat mobile
seperti handphone yang rasanya tidak akan terlepas dari ketersediaan internet di
dalamnya;
 Dalam penerapannya juga, dapat dilakukan otomatisasi perekaman Surat Kuasa
yang terkadang dibutuhkan oleh para BPP apabila penarikan tidak dapat dilakukan
secara langsung oleh BP tetapi dikuasakan kepada BPP.

 Belum tersedianya media akses penyimpanan (access and storage) terkait format
blangko dokumen dan arsip regulasi terkait Pengelolaan Keuangan dan Barang Milik
Negara (BMN)
 Pada Kanwil Kemenkumham SUMSEL, belum terdapat media/sarana penyimpanan
untuk mengakses format blangko surat dan arsip regulasi terkait Pengelolaan Keuangan
dan Barang Milik Negara, hal terjadi dikarenakan sebab serta dapat memberikan
dampak sebagai berikut :
 Dalam pelaksanaan tugas pada Subbagian Pengelolaan Keuangan dan BMN,
Kasubbag Keuangan dan BMN mendisposisikan setiap tugas kepada staf yang
relevan dengan tugas dan fungsi tersebut. Hal ini sangat sejalan dengan nilai
“PROFESIONAL” dalam Tata Nilai “PASTI”. Akan tetapi ada kalanya staf tersebut
tidak dapat melaksanakan tugas seperti sedang dalam kondisi izin/cuti/sakit,
sehingga pengerjaan tugas akan didisposisikan ke staf lain yang terkadang tidak
relevan terkait tugas tersebut. Ditambah lagi biasanya konsep/blangko dokumen
disimpan pada perangkat staf yang sedang tidak bertugas tersebut yang
menyebabkan staf pengganti harus mencari format dan membuat konsep ulang
terkait dokumen tugas yang dibebankan kepadanya;
 Sejalan dengan sebab pada poin di atas, hal ini akan berdampak tidak efektif dan
efisiennya pelaksanaan tugas oleh staf pengganti terutama apabila tugas tersebut
bersifat deadline dan urgent. Selain itu, hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
ketidakseragaman format dokumen terkait tugas tersebut;
 Di bidang keuangan dan BMN, terdapat banyak peraturan/regulasi yang perlu
diterapkan dan menjadi acuan dalam pengelolaan keuangan dan BMN serta
seringkali terdapat perubahan/update terkait peraturan tersebut yang perlu
didokumentasikan atau upaya pengarsipan melalui sebuah media yang mudah
diakses oleh para pengelola keuangan. Media ini dapat diterapkan melalui penerapan
IT seperti online drive atau cloud. Media ini dapat menyimpan arsip regulasi, modul-
modul tutorial aplikasi baru (seperti SAKTI KEMENKEU saat ini) serta blangko
dokumen tugas dalam pengelolaan keuangan dan BMN sehingga mudah diakses
oleh seluruh staf yang mendapat disposisi tugas sehingga lancar, efektif dan efisien;
 Pengembangan media ini juga dapat berguna bagi satker di luar Kanwil
Kemenkumham SUMSEL yaitu Unit Pelaksana Teknis sehingga terjadi suatu
keseragaman pada seluruh satuan kerja di lingkungan Kanwil Kemenkumham
SUMSEL dalam penerapan nilai “SINERGI” dalam Tata Nilai “PASTI”.

 Perlunya penerapan Flexible Working Space (FWS) sebagai budaya kerja baru dalam
peningkatan produktivitas dan kinerja
 Perlunya sebuah inovasi baru dalam pelaksanaan tugas berupa penerapan Flexible
Working Space (FWS) guna meningkatkan produktivitas dan kinerja khususnya pada
Subbidang Pengelolaan Keuangan dan BMN. Beberapa hal yang menjadi pertimbangan
tentang penerapan FWS adalah sebagai berikut :
 Menyeluruhnya penggunaan IT hampir dalam setiap pelaksanaan tugas subbidang
keuangan ataupun bidang lainnya seperti SIMPEG terkait kehadiran dan jurnal tugas,
SUMAKER terkait distribusi surat, SAKTI terkait pengelolaan dan pelaksanaan
anggaran serta aplikasi lainnya yang penggunaannya sudah menjadi rutinitas;
 Adanya rencana renovasi gedung kantor yang mengakibatkan adanya kegiatan
relokasi pelaksanaan tugas atau kemungkinan adanya penerapan sistem kerja Work
From Home (WFH);
 Ketersediaan ruang parkir yang belum memadai, sementara hampir semua pegawai
menggunakan kendaraan pribadi, yang saat ini sebagian kendaraan diparkir di ruang
parkir berbayar. FWS dapat diterapkan dalam rangka mengurangi cost operasional
pegawai, walaupun sejatinya sudah ada tunjangan kinerja yang diberikan kepada
setiap pegawai untuk menunjang pelaksanaan tugas masing-masing setiap harinya;
 Sejalan dengan pelaksanaan tugas jabatan fungsional Penyuluh Hukum atau
Pembimbing Kemasyarakatan (PK) pada Kantor Wilayah yang sifat tugasnya mobile
yaitu selalu bergerak atau berpindah dari tempat ke tempat yang berbeda dan tidak
bersifat standby di kantor;
 Adanya alokasi biaya perjalanan dinas yang cukup besar pada beberapa DIPA yang
bisa dioptimalkan dalam rangka penerapan FWS ini;
 Dalam rangka membangun Zona Integritas menuju WBBM, maka penerapan FWS
bisa menjadi salah satu terobosan (breakthrough), inisiatif dan inovasi yang sejalan
dengan nilai “INOVATIF” dalam tata nilai “PASTI”;
 Yang terakhir dapat menjadi pertimbangan penerapan FWS adalah adaptif terhadap
perkembangan zaman, konsep bekerja “dimana, darimana, kapan saja” merupakan
cara baru bekerja pada era “New Normal” ataupun “Revolusi Industri 4.0” oleh para
Generasi Z ataupun Generasi Alpha saat ini yang nyatanya dapat meningkatkan
produktivitas dan kinerja. FWS sendiri sudah mulai diterapkan di lingkungan
Kementerian Keuangan sesuai Keputusan Menteri Keuangan nomor
223/KMK.01/2020 tentang Implementasi Fleksibilitas Tempat Bekerja (FWS) di
lingkungan Kementerian Keuangan.

Anda mungkin juga menyukai