Anda di halaman 1dari 42

‘PICOS SKIN BALM’ PELEMBAB SERBAGUNA ANTI

EKSIM DARI EKSTRAK SIRIH DAN VCO

Oleh:
Shofura Dinda Nur Syahlaa (20211133)
Moza Aniqa Rachmita (21221061)

SMA NEGERI 8 TANGERANG


KOTA TANGERANG
2022
ii
iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan karunia-Nya sehingga karya tulis ilmiah yang berjudul “Picos Skin Balm
Pelembab Serbaguna Anti Eksim dari Ekstrak Sirih dan VCO” dapat terselesaikan
dengan baik dan lancar. Penulisan ini ditulis dalam rangka Lomba Karya Tulis
Ilmiah Nasional yang diselenggarakan oleh Universitas Bung Hatta.
Penulisan ini tentunya tidak terlepas dari bantuan dan dukungan berbagai
pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Yuni Hartati, M.Pd. selaku guru pembimbing
2. Kedua orang tua kami yang selalu memberikan dukungan moral dan spiritual dan
nasihatnya.
3. Pihak sekolah beserta teman-teman dari SMAN 8 Tangerang.
4. Semua pihak terkait yang telah ikut serta membantu terselesaikannya karya tulis
ilmiah ini.
Dalam penulisan karya tulis ilmiah ini, kami sebagai penulis menyadari
masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu saran beserta kritik yang
membangun dari seluruh pihak sangat dibutuhkan untuk lebih menyempurnakan isi
dari karya ilmiah ini sehingga dapat lebih berguna dan membantu pihak-pihak yang
memerlukannya.

Tangerang, 22 Juli 2022

Penulis

iv
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL i
LEMBAR PENGESAHAN ii
LEMBAH PERNYATAAN ORISINAL MAKALAH iii
KATA PENGANTAR iv
DAFTAR ISI v
DAFTAR TABEL vii
DAFTAR GAMBAR viii
ABSTRAK ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang…. ..................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ……….....................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian…………………………………………...………....3
1.4 Manfaat Penelitian…………………………………………………….3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tumbuhan Sirih Hijau (Piper betle L.)………………………...…...…4
2.1.1 Kandungan Tanaman Sirih Hijau ………………………...….…4
2.1.2 Khasiat Tanaman Sirih Hijau ………………………...…...……5
2.2 Virgin Coconut Oil (VCO) ……………………………………………6
2.2.1 Kandungan Virgin Coconut Oil ……………………………...…7
2.2.2 Karakteristik Virgin Coconut Oil ………………………....…….7
2.3 Shea Butter……….………………………………………....................7
2.4 Cera Alba (Beeswax) ……………………………………………...….8
2.5 Kulit …………………………………………….….............................9
2.6 Dermatitis Atopik (Eksim) ………………………...………...………10
2.7 Staphylococcus aureus ………………………………………………10
2.7.1 Sistematika Staphylococcus aureus ………….…………….….10
2.8 Metode Difusi Cakram (Disk Diffusion) ……………….……....….11
BAB III METODE PUSTAKA
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ………………………………….…12
3.2 Alat dan Bahan ……………………………………….……...……12

v
3.2.1 Alat …………………………………………….....................12
3.2.2 Bahan ……………………………………….….....................12
3.3 Objek Penelitian …………………………………………………..12
3.4 Metode Penelitian ………………………………………...…...…..12
3.5 Prosedur Penelitian ……………………………………….…...…..13
3.5.1 Proses Pembuatan Pelembab Serbaguna Anti Eksim…….….13
3.6 Evaluasi Pelembab Serbaguna Anti Eksim ……….…...……….….14
3.6.1 Uji Organoleptik ……………………………….......……...…14
3.6.2 Uji pH ………………………………………….………...…..14
3.6.3 Uji Homogenitas ……………………………………………..15
3.6.4 Uji iritasi …………………………………….……………….15
3.6.5 Uji Daya Oles ………………………………………..…....…15
3.7 Uji Daya Hambat Anti Bakteri …………………………….………15
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Kajian ………………...……………..…...………………….17
4.1.1 Evaluasi Sediaan …………………………..………………...17
4.1.2 Hasil Uji Daya Hambat Anti Bakteri…………..……….……18
4.2 Pembahasan…………………………………………………………19
4.3 Analisa Pasar………………………………………………………..20
4.4 Target Pemasaran…………………………………………………...22
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan…………………………………………………..….….23
5.2 Saran………………………………………………………..............23
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
Daftar Riwayat Hidup
Proses Pembuatan Pelembab Serbaguna Anti Eksim
Gambar Sediaan dan Pengemasan Produk
Hasil Uji Organoleptis Sediaan
Hasil Uji Homogenitas Sediaan
Hasil Uji pH Sediaan
Hasil Diameter Lisis Uji Daya Hambat Anti Bakteri

vi
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi Kimia Daun Sirih Hijau………………..……………………5


Tabel 2. Formulasi Sediaan………………………………………………...……13
Tabel 3. Perhitungan Minyak Atsiri Sirih Hijau dan VCO…………………...…14
Tabel 4. Hasil Uji Pengukuran Picos Skin Balm……………………………...…17
Tabel 5. Data Uji Iritasi Terhadap Kulit Sukarelawan……………………….….18
Tabel 6. Hasil Pengukuran Diameter Lisis………………………………………19
Tabel 7. Biaya Peralatan…………………………………………………………20
Tabel 8. Biaya Variabel Per Produksi……………………...……………………21
Tabel 9. Biaya Tetap……………………...………………………………...……21

vii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Daun sirih hijau (Piper betle L.) ………………………………..…..4


Gambar 2. Virgin coconut oil………………………………………………..….6
Gambar 3. Struktur kulit………………………………………………………...9
Gambar 4. Metode Difusi Cakram……………………………………….……11

viii
‘PICOS SKIN BALM’ PELEMBAB SERBAGUNA ANTI EKSIM DARI
EKSTRAK SIRIH DAN VCO
Shofura Dinda Nur Syahlaa, Moza Aniqa Rachmita
IPA, SMA Negeri 8 Tangerang shofuradinda@gmail.com

ABSTRAK
Sudah menjadi tradisi turun temurun dari nenek moyang untuk menggunakan
rempah-rempah yang terkenal khasiatnya untuk kesehatan kulit. Disamping itu
Indonesia juga memiliki segudang rempah yang melimpah. Minyak kelapa salah
satunya. Virgin coconut oil sering digunakan karena bersifat tahan lama,
melembabkan kulit, melembutkan kulit, serta tidak mengiritasi karena mudah
diabsorpsi oleh kulit. (Mangoenkoekardjo dan Semangun, 2005). VCO juga
mengandung antioksidan bebas sehingga mampu mempercepat penyembuhan
eksim. Selain minyak kelapa, tidak banyak masyarakat Indonesia yang mengetahui
bahwa tanaman sirih hijau (Piper betle L.) juga memiliki banyak khasiat untuk
kesehatan kulit. Daun sirih hijau mengandung 4,2% minyak atsiri yang mampu
membunuh kuman dan jamur (Maryani, 2004). Menurut beberapa penelitian,
ekstrak daun sirih hijau bermanfaat sebagai agen antibakteri karena mengandung
fenol dan turunannya. 30% fenol yang terkandung dalam daun sirih hijau diketahui
memiliki aktivitas antibakteri dan antioksidan (Anonim, 2005 cit. Parwata dkk.,
2009). Sediaan skin balm merupakan pelembab serbaguna yang bertekstur setengah
padat dan dapat digunakan penderita eksim karena mengandung beberapa bahan
aktif yang sudah melewati uji efektivitas terhadap bakteri Staphylococcus aureus.
Bakteri Staphylococcus aureus merupakan bakteri penyebab dermatitis atopik
(eksim). Eksim adalah penyakit radang kulit kambuhan dimana kulit tampak iritasi
serta dapat terjadi di seluruh bagian tubuh. Gejala yang timbul yaitu rasa gatal, luka
melepuh, bintil berisi cairan, bengkak, dan bercak- bercak merah. Beberapa hal ini
yang akhirnya menjadi latar belakang inovasi skin balm serbaguna anti eksim.
Tujuan penelitian ini adalah menciptakan pelembab kulit alami dengan konsentrasi
bahan aktif terbaik dari ekstrak daun sirih hijau dan VCO untuk kulit kering dan
khususnya bagi penderita eksim. Metode penelitian ini menggunakan metode survei
kuantitatif, penelitian komparatif, penelitian deskriptif dan studi pustaka pada bulan
Mei-Juni tahun 2022. Pengambilan data dilakukan dengan uji organoleptis dan uji
efektivitas bahan aktif terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Hasil
penelitian menunjukkan adanya pengaruh konsentrasi ekstrak daun sirih hijau dan
VCO terhadap mutu dan efektivitas skin balm serbaguna anti eksim. Pengujian
dilakukan dengan membandingkan berbagai konsentrasi dari formulasi yaitu
ekstrak sirih hijau 4,6% dan VCO 42% (F1), ekstrak sirih hijau 9,3% dan VCO
37,3% (F2), ekstrak sirih hijau 14% dan VCO 32,2% (F3). Kesimpulan formulasi
terbaik yang efektif melembabkan dan membunuh bakteri Staphylococcus aureus
adalah formulasi (F3) dengan ekstrak sirih hijau 14% dan VCO 32,2%.
Kata Kunci: daun sirih, eksim, skin balm, Staphylococcus aureus, virgin coconut
oil.

ix
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara beriklim tropis yang kaya akan
keanekaragaman hayati hewan dan tumbuhannya. Khususnya pada tumbuhan,
terdapat beragam spesies di Nusantara yang bermanfaat untuk menunjang
kehidupan, misalnya sebagai bahan makanan maupun obat-obatan. Tanaman obat
telah dimanfaatkan masyarakat Indonesia secara turun-temurun sejak zaman dahulu
hingga saat ini karena mudah ditemukan, dinilai memiliki efek samping lebih
rendah dan harga yang lebih terjangkau dibandingkan obat konvensional. Hal ini
berpotensi untuk dikembangkan mengingat sumber dayanya yang melimpah, salah
satunya di bidang kesehatan.
Penggunaan ekstrak tumbuhan dapat membantu penyembuhan karena
memiliki aktivitas antimikroba (Sheikh et al., 2012). Salah satu tanaman yang
bersifat antibakteri adalah sirih hijau (Piper betle L.). Daun sirih hijau sering
digunakan sebagai obat batuk, obat cacing, dan mengobati disfungsi antiseptik luka.
Daun sirih hijau mengandung berbagai macam kandungan kimia, antara lain
minyak atsiri, terpenoid, tanin, polifenol serta steroid. Penelitian menunjukkan hasil
ekstrak etanol daun sirih hijau dapat menghambat bakteri Staphylococcus
aureus (Suliantari, 2008). Selain itu beberapa penelitian juga telah membuktikan
bahwa ekstrak daun sirih memiliki manfaat sebagai antibakteri karena didalamnya
terdapat kandungan fenol dan turunannya.
Bahan aktif yang terkandung dalam pelembab serbaguna anti eksim adalah
ekstrak sirih hijau dan VCO. Virgin coconut oil merupakan minyak yang berasal
dari saripati kelapa, VCO diproses secara higienis melewati pemanasan minimal
dan tanpa proses pemurnian kimiawi. VCO mengandung asam lemak jenuh rantai
sedang dan pendek yang tinggi, yaitu sekitar 92%. Sifat istimewa ini membuat
minyak kelapa menjadi lebih baik dari minyak goreng lainnya. Asam lemak
jenuh rantai sedang pada minyak kelapa tidak menimbulkan penyakit
karena mudah diserap tubuh dan cepat diubah menjadi energi. VCO juga bersifat
antibakteri, sehingga sering digunakan di bidang kesehatan.

1
Sediaan ‘Picos Skin Balm’ adalah pelembab yang bertekstur setengah padat
dan dapat digunakan untuk penderita kulit kering hingga penderita eksim, karena
mengandung bahan aktif yaitu ekstrak sirih hijau dan VCO yang mampu
menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri Staphylococcus aureus.
Bakteri S. aureus merupakan bakteri penyebab eksim dan dikenal mengakibatkan
infeksi sekunder pada pasien eksim yang mana kejadian infeksi tersebut berasal dari
kolonisasi bakteri pada kulit.
Dermatitis atopik (eksim) adalah kondisi kulit berupa inflamasi kronis yang
umum ditandai dengan adanya gejala pada kulit yaitu rasa gatal, luka melepuh,
bintil berisi cairan, bengkak, dan bercak-bercak merah. Eksim merupakan penyakit
radang kulit kambuhan dimana kulit tampak iritasi serta dapat terjadi di seluruh
bagian tubuh. Faktor penyebab eksim antara lain keturunan, lingkungan, cuaca
ekstrim, makanan, dan faktor fisik.
Faktor pemicu eksim salah satunya adalah kondisi kulit yang sangat kering.
Kulit dikatakan sehat dan normal apabila lapisan luar kulit mengandung lebih dari
10% air karena adanya regulasi keseimbangan cairan di dalam kulit (Rostamailis,
2005). Kulit kering dapat dikatakan kulit kurang sehat karena memiliki lemak di
permukaan kulit yang sedikit. Hal ini menyebabkan kulit tidak elastis, kaku,
sensitif, dan terlihat kerutan. Memiliki kulit kering memang tidak mudah, sebab
kulit terlihat bersisik apalagi jika digaruk akan muncul warna putih, kondisi ini akan
menjadi masalah. Ketika berada dibawah terik matahari ataupun pada suhu yang
sangat dingin, kulit tubuh secara umum akan kering dan semakin tambah parah serta
terlihat bercak putih pada kulit tersebut apabila tidak dirawat.
Menurut data WAO (World allergy organization) tahun 2018, angka
penderita eksim cukup tinggi dengan persentase kejadian eksim pada anak (2-14
tahun) adalah 30% dan dewasa 10% dari populasi dunia (Purba, 2019). Di negara
berkembang seperti Indonesia, 10-20% anak (2-14 tahun) menderita eksim dan 60%
diantaranya berlanjut sampai dewasa (Boediardja dalam Menaldi, Bramono, &
Indriatmi, 2017). Dermatitis atopik paling sering terjadi pada masa bayi dan kanak-
kanak, namun dapat juga terjadi pada remaja atau dewasa. Melalui data tersebut
dapat dilihat bahwa eksim merupakan penyakit yang umum dijumpai di masyarakat
Indonesia.

2
Berdasarkan uraian diatas, peneliti memiliki latar belakang untuk membuat
sediaan yaitu untuk menggabungkan potensi besar yang terdapat pada sumber daya
alam Indonesia sekaligus membantu masyarakat Indonesia mengurangi gejala kulit
kering dan eksim dengan berinovasi membuat ‘Picos skin balm’ pelembab
serbaguna anti eksim dari ekstrak sirih dan VCO.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut:
1. Apakah ekstrak sirih hijau dan VCO dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan
skin balm?
2. Bagaimana efektivitas ekstrak sirih hijau dan VCO terhadap bakteri
Staphylococcus aureus sebagai bakteri penyebab eksim?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan permasalahan yang dirumuskan, tujuan yang ingin dicapai
dalam penelitian ini adalah:
1. Menformulasikan ekstrak sirih hijau dan VCO dalam bentuk sediaan skin balm.
2. Mengetahui efektivitas ekstrak sirih hijau dan VCO terhadap bakteri
Staphylococcus aureus sebagai bakteri penyebab eksim.

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini diharapkan memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Mendapatkan pengalaman secara langsung tentang proses pemanfaatan ekstrak
sirih hijau dan VCO sebagai bahan baku pelembab serbaguna anti eksim serta
mengembangkan ilmu pengetahuan dan menambah wawasan di bidang
kesehatan mengenai pembuatan sediaan skin balm.
2. Bagi Masyarakat
Turut serta menjaga kesehatan kulit masyarakat Indonesia dengan
menciptakan ‘Picos Skin Balm’ pelembab serbaguna anti eksim dari ekstrak sirih
dan VCO yang bermanfaat untuk mengurangi kulit kering sekaligus mengobati
gangguan kulit eksim.

3
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tumbuhan Sirih Hijau (Piper betle L.)

-
Gambar 1. Daun sirih hijau (Piper betle L.)
(Sumber: Dokumen pribadi)

Klasifikasi ilmiah tanaman sirih hijau berdasarkan kedudukannya dalam


taksonomi tumbuhan sebagai berikut (ITIS, 2011) :
Kingdom : Plantae
Divisi : Tracheophyta
Sub-divisi : Spermatophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Piperales
Famili : Piperaceae
Genus : Piper
Spesies : Piper betle L.
Tumbuhan sirih hijau (Piper betle L.) tumbuh subur di sepanjang Asia tropis
hingga Afrika Timur dan menyebar hampir di seluruh wilayah Indonesia, Malaysia,
Thailand, Sri Lanka, India hingga Madagaskar. Di Indonesia, tanaman ini dapat
ditemukan di pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Tanaman ini tumbuh merambat dan menjalar dengan tinggi mencapai 6 - 17,5 dan
lebar 3,5-10 tergantung pertumbuhan dan tempat rambatnya. Daun sirih memiliki
bentuk seperti jantung, berujung runcing, tumbuh berselang seling, bertangkai,
teksturnya kasar jika diraba, dan mengeluarkan bau yang sedap (aromatis). Sirih
hijau, merah, hitam, dan sirih kuning merupakan spesies dari tanaman sirih.
2.1.1 Kandungan Tanaman Sirih Hijau

4
Daun sirih hijau mengandung berbagai macam kandungan kimia antara lain
minyak atsiri, terpenoid, tanin, polifenol, steroid, air, protein, lemak, karbohidrat,
kalsium, fosfor, vitamin A, B, C, yodium, gula, dan pati. 4,2% minyak atsiri sirih
hijau terdiri dari bethelphenol, euganol allypyrocatechine 26.8-42.5%, Cineol 2.4-
4.8 %, methyl euganol 4.2-15.8%, Caryophyllen (Siskuiterpen) 3-9.8%, hidroksi
kavikol, kavikol 7.2-16.7%, kavibetol 2.7-6.2%, estragol, ilypyrokatekol 9.6%,
karvakrol 2.2-5.6%, alkaloid, flavonoid, triterpenoid atau steroid, saponin, terpen,
diastase 0.8-1.8% dan tanin 1-1.3% (Inayatullah, 2012). Fenol alam yang
terkandung dalam minyak atsiri memiliki daya antiseptik 5 kali lebih kuat
dibandingkan fenol biasa (Bakterisid dan Fungisid) tetapi tidak sporacid.
Tabel 1. Komposisi Kimia Daun Sirih Hijau
Komponen Kimia Jumlah
Kadar air 85-90%
Protein 33,5%
Karbohidrat 0,5-6,1%
Serat 2-3%
Mineral 2,3-3,3%
Minyak esensial 0,08-0,2%
Vitamin C 0,005-0,01%
Kalsium 0,2-0,5%
Besi 0,005-0,007%
Fosfor 0,05-0,6%
Sumber: Inayatullah, (2012)
2.1.2 Khasiat Tanaman Sirih Hijau
Bagian dari tumbuhan sirih seperti akar, biji, dan daun berpotensi untuk
pengobatan, tetapi yang paling sering dimanfaatkan adalah bagian daun. Ekstrak
etil asetat daun sirih hijau mengandung senyawa antibakteri yang terdiri dari
senyawa fenol dan turunannya. Pemanfaatan tanaman daun sirih antara lain
pengobatan sakit gigi dan mulut, sariawan, abses rongga mulut, penghilang bau
mulut, batuk dan serak, hidung berdarah, keputihan, wasir, tetes mata, gangguan
lambung, gatal-gatal, kepala pusing, jantung berdebar dan trachoma (Syukur dan
Hernani, 1999). Kemudian dipilihnya tanaman sirih hijau sebagai bahan baku

5
adalah sirih hijau memiliki senyawa fenol dan etanol yang berfungsi sebagai anti
bakteri.

2.2 Virgin Coconut Oil (VCO)

Gambar 2. Virgin coconut oil


(Sumber: Times of India)

Klasifikasi ilmiah tanaman kelapa berdasarkan kedudukannya dalam


taksonomi tumbuhan sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Sub-Divisi : Spermatophyta
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Liliopsida
Ordo : Palmales
Famili : Palmae
Genus : Cocos
Spesies : Cocos nucifera
Proses pembuatan minyak kelapa murni ini sama sekali tidak menggunakan
pelarut minyak, melalui proses seperti ini rasa minyak yang dihasilkan lembut
dengan bau khas kelapa yang unik. Jika minyak membeku, warna minyak kelapa
ini putih murni. Sedangkan jika cair VCO tidak berwarna (bening). VCO
harus berwarna jernih, hal ini menandakan bahwa didalamnya tidak tercampur
oleh bahan dan kotoran lain. Minyak kelapa murni tidak mudah tengik karena
kandungan asam lemak jenuhnya tinggi sehingga proses oksidasi tidak mudah
terjadi. Selain itu kadar air dan asam lemak bebasnya kecil, serta kandungan
asam lauratnya tinggi.
Salah satu produk olahan kelapa yang banyak dibutuhkan masyarakat
adalah minyak kelapa, dimana minyak kelapa mensuplai kurang lebih 10% dari

6
total kebutuhan minyak dan lemak yang masuk ke pasar dunia (Hani Putranto,
1990). Produksi minyak kelapa selalu meningkat sejalan dengan kenaikan
kebutuhan minyak kelapa oleh masyarakat (Hui,1996). Permintaan minyak
kelapa sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan minyak dan lemak lain karena
memiliki ciri khas dan kelebihan yang membuatnya cocok untuk bahan baku
industri pangan khususnya dan kimia pada umumnya.
2.2.1 Kandungan Virgin Coconut Oil
Virgin coconut oil mengandung antioksidan bebas sehingga mampu
menjaga kekebalan tubuh. Komponen alami dari kelapa dapat berfungsi sebagai
anti inflamasi, analgesic, dan antipiretik, karena mempunyai kemampuan untuk
mengurangi pembentukan transudate, pembentukan granuloma, dan aktivitas serum
alkali fosfatase (Intahphuak et al., 2010). Minyak kelapa murni juga memiliki efek
antimikroba (Shilling et al., 2013). Efek antimikroba dari VCO terbukti dapat
menghambat pertumbuhan Staphylococcus aureus.
2.2.2 Karakteristik Virgin Coconut Oil
Kenampakan : Tidak berwarna Kristal seperti jarum
Aroma : Sedikit berbau asam ditambah bau caramel
Kelarutan : Larut dalam alkohol (1:1)
Berat jenis : 0,883 pada suhu 20⁰C
PH : Termasuk senyawa asam ( pH dibawah 7)
Titik cair : 20-25⁰C
Titik didih : 225⁰C
Persentase penguapan : Tidak menguap pada suhu 21⁰C (0%)
(Darmoyuwono, 2006)

2.3 Shea Butter


Shea butter adalah lemak alami yang diekstrak dari kacang pohon shea yang
tumbuh luas di sabana Afrika. Shea butter mengandung banyak nutrisi dan warna
putih kekuningan dengan bau kuat yang diekstrak sebagai lemak dari biji buah
kacang shea. Shea butter memiliki berat jenis 0,918 pada suhu 15°C dan titik leleh
37,8 °C. Shea butter sering digunakan dalam produk kecantikan sebagai bahan yang
dapat melembabkan kuit.

7
Refined shea butter adalah shea butter yang mengalami banyak proses
penyaringan, sedangkan unrefined shea butter adalah shea butter murni yang tidak
banyak mengalami penyaringan. Aplikasi langsung sebenarnya direkomendasikan
untuk menggunakan unrefined shea butter karena kandungan nutrisinya yang lebih
lengkap selain efek melembabkannya, namun sayangnya hal ini beresiko untuk
kulit sensitif. Sedangkan nutrisi yang didapat dari refined shea butter tidak
selengkap dibandingkan dengan unrefined tapi efek melembabkannya tetap sama.
Sediaan skin balm serbaguna anti eksim menggunakan refined skin balm
dikarenakan reiko iritasi terhadap kulit yang sensitif lebih kecil dibandingkan
unrefined shea butter.
Shea butter meleleh pada suhu tubuh dan menyerap cepat ke dalam kulit
tanpa menimbulkan rasa berminyak serta tidak menyumbat pori-pori. Cara terbaik
untuk menyimpan shea butter adalah dalam wadah kedap udara serta dijauhkan dari
panas sinar matahari dan air. Shea butter kualitas tinggi dapat disimpan pada suhu
ruangan normal dan memiliki masa simpan yang lama hingga 12-18 bulan. Shea
butter yang mengalami kontaminasi logam berat, jamur, dan kadar air yang tinggi
akan memiliki kualitas umur simpan yang lebih rendah dari 6 bulan.

2.4 Cera Alba (Beeswax)


Cera alba atau lilin lebah merupakan suatu zat yang disekresikan oleh lebah
penyimpan madu. Lilin tersebut digunakan lebah dan dimanipulasi untuk
membentuk struktur yang cukup kokoh untuk menampung madu, dan dapat meleleh
pada suhu 60 - 66 (Crane, 1999). Kandungan utama cera alba merupakan
monoester jenuh dan tak jenuh, hidrokarbon, asam lemak bebas serta komponen
kecil lainnya.
Madu dan cera alba sudah cukup umum digunakan sebagai obat tradisional
untuk mengatasi masalah pada kulit, misalnya peradangan atau luka di kulit, eksim,
dan luka bakar ringan sejak zaman dahulu. Berbagai studi juga menunjukkan bahwa
cera alba dan madu mengandung sifat anti radang dan antibakteri. Oleh karena itu,
cera alba bisa digunakan untuk membantu proses pemulihan alami pada kulit saat
terjadi luka. Cera alba mengandung minyak, mineral alami dan sifat humektan
yang bermanfaat untuk melapisi, melindungi kulit, dan menjaganya agar tetap

8
lembab karena dapat menyerap air dari udara dan menariknya ke permukaan kulit,
sehingga kulit tetap terhidrasi.

2.5 Kulit
Kulit adalah bagian terbesar pada tubuh manusia. Kulit merupakan organ
tubuh terluar atau permukaan tubuh yang berinteraksi langsung dengan lingkungan
sekitar. Kulit mempunyai lapisan lemak tipis pada permukaan yang terdiri atas
produksi kelenjar minyak yang berfungsi untuk melindungi kulit dari kelebihan
penguapan air yang akan menyebabkan dehidrasi kulit. Kulit dapat melindungi
tubuh dari pengaruh lingkungan dan memiliki fungsi vital seperti perlindungan
terhadap kondisi luar lingkungan baik dari pengaruh fisik ataupun pengaruh
kimiawi, serta mencegah kelebihan kehilangan air dari tubuh dan berperan sebagai
termoregulasi. Selain itu kulit sebagai penutup tubuh yang bernilai estetika dengan
tampilan yang tampak halus, lembut dan berkilau. Pada keadaan tertentu kulit
tampak kering bersisik sehingga tampak kusam. Gangguan pada kulit sering terjadi
karena adanya faktor-faktor penyebab seperti iklim, lingkungan, tempat tinggal,
dan kebiasaan hidup yang kurang sehat.

Gambar 3. Struktur kulit


(Sumber: Kessel RG, 1998)

Mengutip dari Medical News Today, terdapat 3 lapisan kulit antara lain
lapisan epidermis (bagian terluar), lapisan dermis (bagian tengah), dan lapisan
hepidermis (bagian terdalam). Ketiga lapisan ini memiliki masing-masing peran
yang berbeda dan tentunya penting bagi tubuh.

9
2.6 Dermatitis Atopik (Eksim)
Dermatitis atau yang dikenal dengan eksim merupakan radang kulit
kambuhan pada epidermis dan dermis dengan ditandai gejala objektif lesi bersifat
polimorf dan gejala subyektif gatal yang disebabkan oleh faktor eksogen maupun
(Maryunani, 2010). Gejala utama penyakit eksim ini diantaranya gatal, luka
melepuh, bintil berisi cairan, bengkak, dan bercak- bercak merah. Pada eksim
biasanya muncul kemerahan pada wajah, lutut, tangan dan kaki, tetapi tidak
menutup kemungkinan lain, daerah yang terkena akan terasa sangat kering dan
panas pada area tersebut. Faktor penyebab eksim antara lain keturunan, lingkungan,
cuaca ekstrim, makanan, dan faktor fisik. Eksim sering dihubungkan dengan
peningkatan kadar Imunoglobulin E (IgE) dalam serum dan adanya riwayat atopik
pada penderita sendiri ataupun keluarganya seperti asma dan rhinitis alergi. (Bieber
T., 2010, Ong P et al., 2002, Soeberyo R., 2004, Leung D et al.,2008).

2.7 Staphylococcus aureus


Sistematika Staphylococcus aureus sebagai berikut:
Domain : Bacteria
Kerajaan : Eubacteria
Filum : Firmicutes
Kelas : Bacilli
Ordo : Bacillales
Famili : Staphylococcaceae
Genus : Staphylococcus
Spesies : Staphyloccus aureus
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri Gram berbentuk bulat
berdiameter 0,7-1,2 mikrometer dan tersusun atas koloni yang tidak teratur (pada
biakan sering terlihat kokus yang tunggal, berpasangan, tetrad, dan berbentuk
rantai). Peptidoglikan dan asam teikoat merupakan komponen utama dari dinding
selnya.
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri yang paling sering
menyebabkan infeksi pada masyarakat (Naimi, 2003). Bakteri ini biasanya
ditemukan berkolonisasi sebagai flora normal pada kulit rongga hidung manusia.
Bakteri ini juga ditemukan di udara dan lingkungan sekitar (Kusuma, 2009).

10
Diperkirakan 50% individu dewasa merupakan carrier S. aureus, namun
keberadaan Staphylococcus aureus pada saluran pernapasan atas dan kulit pada
orang yang sehat jarang menyebabkan penyakit.
Staphylococcus aureus dapat menyebabkan gangguan kulit eksim dan dapat
menyebabkan terjadinya sindroma syok toksik dan keracunan makanan dengan
gejala mual, muntah, diare (Conrad, 2010; Afifurrahman, 2014). Pada umumnya,
penderita infeksi bakteri S. aureus diberikan antibiotik seperti cloxacillin,
dicloxacillin dan eritromycin. Namun tidak jarang pasien mengalami resistensi
terhadap terapi yang diberikan, atau yang sering disebut juga dengan istilah MRSA
(Methicillin-resistant Staphylococcus aureus) (Putri, 2015). Methicillin-resistant
Staphylococcus aureus adalah strain S.aureus yang telah resisten terhadap aktivitas
antibiotik golongan β-laktam, contohnya adalah golongan penicillinase-resistant
penicillins (oxacillin, methicillin, nafcillin, cloxacillin, dicloxacillin),
cephalosporin dan carbapenem (Afifurrahman, 2014).

2.8 Metode Difusi Cakram (Disk Diffusio)

A B
Gambar 4. Metode difusi cakram
A) Penempatan cakram; B) Zona hambat yang terbentuk setelah masa inkubasi
(Sumber: Dokumen pribadi)

Larutan bahan uji direndam pada cakram kertas dan diletakkan dalam media
padat yang telah diinokulasi dengan bakteri uji. Setelah itu media agar diinkubasi
pada waktu dan suhu yang udah ditentukan dan dilakukan pengamatan untuk
melihat zona hambat diekeliling cakram yang kemungkinan akan terbentuk
(Ratnaari, 2009).

11
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di Laboratorium SMA Negeri 8 Tangerang. Penelitian
ini dilakukan pada bulan Mei-Juli 2022.

3.2 Alat dan Bahan


3.2.1 Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat parut kelapa,
timbangan digital, gelas ukur, mangkok, panci, sendok, kompor gas, plastik, cawan
petri, autoclaf, ose bulat, dan kertas pH.
3.2.2 Bahan
Bahan baku utama yang digunakan yaitu kelapa parut, minyak atsiri sirih
hijau, cera alba, shea butter refined, dan bakteri Staphyococcus aureus.

3.3 Objek Penelitian


Objek penelitian ini adalah ekstrak sirih hijau (Piper belte L.) dan virgin
coconut oil (VCO).

3.4 Metode Penelitian


Pelaksanaan penelitian menggunakan metode survei kuantitatif, penelitian
komparatif, penelitian deskriptif, dan studi pustaka dengan rancangan penelitian
pre-experimental design. Sampel didapatkan melalui penyebaran angket dan
wawancara dari panelis. Panelis kemudian diminta persetujuannya untuk mengisi
informed consent. Sampel penelitian ini yaitu siswa SMA Negeri 8 Tangerang
sebanyak 35 orang. Sampel penelitian akan membandingkan dengan keempat
formula bahan aktif sediaan yaitu F0 dengan 0% ekstrak sirih dan 46,6% VCO, F1
dengan 4,6% ekstrak sirih hijau dan 42% VCO, F2 dengan 9,3% ekstrak sirih hijau
dan 37,3% VCO, dan F3 dengan 14% ekstrak sirih dan 32,2% VCO. Pengukuran
efektivitas bahan aktif dilakukan dengan uji daya hambat terhadap bakteri
Staphylococcus aureus yang merupakan bakteri pemicu gangguan kulit eksim.
Pemeriksaan dilakukan dengan mengukur diameter lisis (diameter zona hambat)
pada masing-masing formula.

12
Beberapa data dan informasi yang diperoleh pada tahap pengumpulan data,
kemudian diolah dengan menggunakan metode analisis deskriptif.

3.5 Prosedur Penelitian


3.5.1 Proses Pembuatan Pelembab Serbaguna Anti Eksim
Ditimbang semua bahan secara seksama. Peras kelapa parut dan masukan
ke dalam wadah plastik tertutup, pisahkan santan dan air setelah didiamkan selama
3 jam. Sisa santan difermentasi selama 1 hari dan disaring sehingga menghasilkan
VCO. Kemudian panaskan magkuk diatas panci berisi air menggunakan kompor
gas dengan api sedang. Selanjutnya masukan cera alba kedalam mangkuk dan
tunggu hingga mencair, lalu masukan shea butter, VCO, dan minyak atsiri daun
sirih hijau sesuai takaran masing-masing formula dan tunggu hingga mencair, aduk
hingga tercampur rata (homogen) dan tuangkan ke dalam kemasan jar alumunium.
Tunggu sediaan dingin dan mengeras selama 1 jam, lalu tutup rapat. Proses ini
dilakukan dengan empat kali pengulangan dengan persentase bahan yang berbeda.
Formulasi pelembab serbaguna anti eksim dari ekstrak sirih dan VCO
dengan beberapa bahan tambahan, seperti pada Tabel 2 di bawah ini:
Tabel 2. Formulasi Sediaan
Bahan Jumlah (% b/b) Kegunaan
F0 F1 F2 F3
Minyak Atsiri Sirih Hijau 0 4,6 9,3 14 Bahan Aktif
VCO 46,6 42 37,3 32,2 Bahan Aktif
Shea Butter 26,6 26,6 26,6 26,6 Bahan Dasar
Beeswax 26,6 26,6 26,6 26,6 Bahan Dasar
Aquadest Ad 100 Ad 100 Ad 100 Ad 100 Zat Pelarut
Keterangan :
F0 = formula pelembab serbaguna anti eksim dari 0% ekstrak sirih dan 46,6% VCO
F1 = formula pelembab serbaguna anti eksim dari 4,6% ekstrak sirih dan 42% VCO
F2 = formula pelembab serbaguna anti eksim dari 9,3% ekstrak sirih dan 37,3%
VCO
F3 = formula pelembab serbaguna anti eksim dari 14% ekstrak sirih dan 32,2%
VCO
Tabel 3. Perhitungan Minyak Atsiri Sirih Hijau dan VCO

13
Konsentrasi Konsentrasi Berat Minyak Berat Dasar Berat
Minyak VCO Atsiri Sirih VCO Skin Sediaan
Atsiri Sirih Hijau Balm
0% 46,6% - 14 g 16 g 30 g
4,6% 42% 1,4 g 12,6 g 16 g 30 g
9,3% 37,3% 2,8 g 11,2 g 16 g 30 g
14% 32,2% 4,2 g 9,8 g 16 g 30 g
Perhitungan dasar pelembab serbaguna anti eksim terdiri atas 8 g cera alba
dan 8 g shea butter refined. Berdasarkan formula di atas maka dibuat produk
sebanyak 30 gram untuk satu sediaan dengan perbandingan formula bahan aktif
yaitu F0 dengan 0% ekstrak sirih dan 46,6% VCO, F1 dengan 4,6% ekstrak sirih
hijau dan 42% VCO, F2 dengan 9,3% ekstrak sirih hijau dan 37,3% VCO, dan F3
dengan 14% ekstrak sirih dan 32,2% VCO.

3.6 Evaluasi Pelembab Serbaguna Anti Eksim


Evaluasi pelembab serbaguna anti eksim meliputi uji organoleptis, uji pH,
uji homogenitas, uji iritasi, dan uji daya oles.
3.6.1 Uji Organoleptis
Uji ini dilakukan untuk mengamati hasil sediaan yang telah dibuat
berdasarkan tekstur, warna, dan bau (Yati et al., 2018). Syarat yang harus dipenuhi
sediaan adalah memiliki bentuk sediaan setengah padat, baunya tidak tengik, dan
warna harus sama dengan pada saat pembuatan awal (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1979). Uji organoleptis dilakukan saat sebelum dan sesudah
didiamkan pada suhu kamar selama 6 minggu.
3.6.2 Uji pH
Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan pH stik universal yang
dilakukan dengan mencocokkan warna yang diperoleh dengan tabel warna yang
ada. Skin balm ektrak daun sirih hijau dan VCO memiliki pH yang sesuai dengan
kriteria pH kulit yaitu 4,5 – 6,5 sehingga aman untuk digunakan, karena pH yang
terlalu asam dapat mengiritasi kulit sedangkan pH yang terlalu basa dapat membuat
kulit bersisik.

3.6.3 Uji Homogenitas

14
Sebanyak 0,1 gram sediaan kemudian dioleskan merata pada sekeping kaca
transparan. Pengamatan yang diakukan harus pada sumber cahaya. Sediaan harus
menunjukan susunan yang homogen dan warna merata. (Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, 1979). Sediaan yang homogen ditandai dengan tidak
terdapatnya gumpalan pada hasil pengolesan, struktur yang rata dan memiliki warna
yang seragam dari titik awal pengolesan sampai titik akhir pengolesan, bagian atas,
tengah dan bawah dari wadah sediaan.
3.6.4 Uji iritasi
Oleskan sediaan pada bagian punggung kulit selebar 2,5 cm dengan
mengoleskan sediaan 3-4 kali sehari selama 3 hari berturut-turut. Kemudian lihat
reaksi apakah terjadi iritasi pada kulit. Panelis yang dijadikan responden berjumlah
35 orang dengan kriteria sebagai berikut:
1.Sehat secara fisik
2. Berusia antara 13-18 tahun
3. Tidak memiliki alergi
4. Memiliki jenis kulit kering
5. Panelis merupakan siswa SMAN 8 Tangerang sehingga lebih mudah
diawasi dan diamati apabila terjadi reaksi pada kulit.
Gejala iritasi kulit antara lain adalah rasa gatal yang mengganggu sehingga
menimbulkan rasa ingin menggaruknya, kulit kemerahan dan membengkak, kulit
memunculkan bercak ruam. Munculnya ruam pada kulit merupakan tahapan iritasi
semakin parah. Ruam ditandai dengan bintik-bintik kecil kemerahan yang terasa
panas atau perih. Semakin banyak terjadi gesekan pada area kulit ini, semakin besar
kemungkinannya ruam jadi menyebar atau melepuh. Akibatnya, akan ada luka pada
bagian kulit ini.
3.6.5 Uji Daya Oles
Cara kerja yang dilakukan adalah mengoleskan sediaan pada bagian kulit
punggung tangan kemudian diamati, apakah mampu menempel dengan baik atau
tidak (Sampebarra, 2016).

3.7 Uji Daya Hambat Anti Bakteri


Uji daya hambat anti bakteri digunakan untuk membuktikan dan
melihat reaksi bahan aktif yang terkandung dalam pelembab serbaguna anti eksim

15
apakah mampu menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri
Staphylococcus aureus sebagai bakteri penyebab eksim. Pengujian dilakukan
menggunakan bahan aktif yang terkandung di dalam pelembab alami anti eksim
yaitu VCO dan ekstrak daun sirih hijau dengan perbandingan konsentrasi formula
bahan aktif yaitu F0 dengan 0% ekstrak sirih dan 46,6% VCO, F1 dengan 4,6%
ekstrak sirih hijau dan 42% VCO, F2 dengan 9,3% ekstrak sirih hijau dan 37,3%
VCO, dan F3 dengan 14% ekstrak sirih dan 32,2% VCO.Tahapan proses pengujian
yaitu bakteri Staphylococcus aureus ditanam pada media blood agar base dan di
dinkubasi selama 3 hari agar berkembang dan membentuk koloni bakteri.
Kemudian sediaan direndam ke dalam kertas sebagai media penghantar dan
diletakkan pada permukaan blood agar base agar mendapat kontak langsung
terhadap bakteri Staphylococcus aureus. Untuk melihat diameter lisis yang
terbentuk, dibutuhkan masa inkubasi selama kurang lebih 4 hari.
Diameter lisis adalah ukuran zona hambat dalam pertumbuhan
bakteri Staphylococcus aureus. Semakin luas permukaan yang dihasilkan, maka
konsentrasi formula tersebut akan semakin berpengaruh untuk menghambat
pertumbuhan bakteri.

16
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Kajian


4.1.1 Evaluasi Sediaan
Adapun hasil evaluasi sediaan pelembab serbaguna anti eksim dari ekstrak
daun sirih dan VCO dan pembanding sebagai berikut:
1. Uji organoleptis sediaan pelembab serbaguna anti eksim dari ekstrak daun sirih
dan VCO dilakukan secara objektif dan hasilnya dapat diterima oleh masyarakat.
Pengujian meliputi bentuk, warna, dan bau selama tiga minggu. F0 berbentuk
semi padat, berwarna putih, dan berbau khas VCO; F1 berbentuk semi padat,
berwarna putih, dan berbau khas minyak sirih hijau; F2 berbentuk semi padat,
berwarna putih kekuningan, dan berbau khas minyak sirih hijau; F3 berbentuk
setengah padat, berwarna putih kekuningan, dan berbau minyak sirih hijau.
(Lampiran 5).
2. Uji pengukuran pH sudah ditentukan menggunakan indikator universal dan
didapatkan semua konsentrasi formulasi memiliki hasil uji pH dengan nilai 5. Uji
pH yang dilakukan bukan untuk membandingkan antar formulasi, melainkan
memeriksa apakah semua formulasi aman digunakan untuk kulit. Nilai pH yang
aman digunakan untuk kulit berkisar antara 4,5 – 6,5, sehingga sediaan ini aman
digunakan untuk kulit. (Lampiran 7).
Tabel 4. Hasil Uji Pengukuran pH Sediaan
Sediaan Skin Balm Hasil Uji pH
F0 5
F1 5
F2 5
F3 5
Keterangan :
F0 = formula pelembab serbaguna anti eksim dari 0% ekstrak sirih dan 46,6%
VCO
F1 = formula pelembab serbaguna anti eksim dari 4,6% ekstrak sirih dan 42%
VCO

17
F2 = formula pelembab serbaguna anti eksim dari 9,3% ekstrak sirih dan 37,3%
VCO
F3 = formula pelembab serbaguna anti eksim dari 14% ekstrak sirih dan 32,2%
VCO
3. Hasil pemeriksaan homogenitas pelembab serbaguna anti eksim dari ekstrak
daun sirih dan VCO menunjukan tidak adanya gumpalan pada hasil pengolesan,
memiliki strukturnya rata dan warna yang seragam dari titik awal pengolesan
sampai titik akhir pengolesan. Hal tersebut sesuai dengan ciri-ciri sediaan yang
homogen. (Lampiran 6).
4. Uji iritasi kulit dilakukan untuk melihat ada tidaknya efek samping yang
dihasilkan oleh pelembab serbaguna anti eksim dari ekstrak daun sirih dan VCO
dengan mengoleskannya pada punggung kulit 3-4 kali sehari selama 3 hari
berturut-turut. Menurut data yang dihasilkan, tidak terlihat adanya efek samping
berupa kemerahan, gatal-gatal, dan pembengkakan pada kulit yang ditimbulkan.
Tabel 5. Data Uji Iritasi Panelis
Pengamatan F0 F1 F2 F3
Kulit gatal - - - -
Kulit kasar - - - -
Kulit kemerahan - - - -
Kulit bengkak - - - -
Bercak merah - - - -
Keterangan :
- = Tidak terjadi iritasi kulit
+ = Terjadi iritasi kulit
5. Uji daya oles pelembab serbaguna anti eksim dari ekstrak daun sirih dan VCO
menunjukan bahwa sediaan dapat menempel dengan baik pada permukaan kulit.

4.1.2 Hasi Uji Daya Hambat Anti Bakteri


Pengujian dilakukan dengan keempat formula bahan aktif yaitu F0 dengan
0% ekstrak sirih dan 46,6% VCO, F1 dengan 4,6% ekstrak sirih hijau dan 42%
VCO, F2 dengan 9,3% ekstrak sirih hijau dan 37,3% VCO, dan F3 dengan 14%
ekstrak sirih dan 32,2% VCO. Setelah melewati masa inkubasi selama empat hari,
terdapat diameter lisis zona hambat bakteri yang beragam sesuai dengan formula

18
yang berbeda-beda. F3 menduduki peringkat pertama sebagai diameter lisis zona
hambat bakteri terbesar. Hal ini sejalan dengan uraian diatas bahwa minyak atsiri
daun sirih hijau menyumbang sifat anti bakteri yang sangan kuat, sehingga F3
dengan kandungan minyak atsiri daun sirih hijau terbesar memiliki pengaruh paling
besar dan optimum dalam menghambat pertumbuhan bahkan membunuh bakteri S.
aureus dibandingkan formula F0, F1, dan F2. Data diameter lisis masing masing
formula dapat dilihat sebagai berikut:
Tabel 6. Hasil Pengukuran Diameter Lisis
Urutan Sampel F0 F1 F2 F3
Sampel 1 0,7 cm 0,9 cm 0,95 1,25 cm
Sampel 2 0,8 cm 0,9 cm 0,9 cm 1,2 cm
Sampel 3 0,85 cm 0,9 cm 0,9 cm 1,2 cm
Rata-rata 0,78 cm 0,9 cm 0,916 cm 1,21 cm

4.2 Pembahasan
Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk memformulasikan minyak atsiri
sirih hijau dan VCO dalam bentuk pelembab serbaguna anti eksim dengan meleati
uji evaluasi produk dan pengujian efektifitas bahan aktif terhadap bakteri
Staphylococcus aureus menggunakan metode uji daya hambat anti bakteri. Minyak
atsiri sirih hijau dan VCO adalah bahan aktif dari penelitian ini dan kami dapatkan
dari memproduksi sendiri (VCO) dan toko online (minyak atsiri sirih hijau). Produk
dengan merk ‘Picos Skin Balm’ dijual dengan harga Rp 27.000 per kemasan 30
gram.
Evaluasi sediaan pelembab serbaguna anti ekim dari ekstrak sirih hijau dan
VCO antara lain pada uji organoleptis menghasilkan sediaan berbentuk semi padat
dan berwarna putih pada semua formula, dengan F0 berbau khas VCO sedangkan
F1, F2, dan F3 berbau khas minyak sirih hijau. Hasil uji pH semua formulasi
menunjukan berada pada nilai 5 yang artinya berada pada pH yang aman untuk
kulit. Hal ini juga dibuktikan pada hasil uji iritasi terhadap panelis yang
menunjukan tidak terdapat gejala iritasi sama sekali. Uji homogenitas
menghasilkan semua formula yang homogen sedangkan hasil uji daya oles adalah
sediaan skin balm dapat menempel sempurna di permukaan kulit. Uji hedonik
menguji tentang respon dan tingkat kesukaan masyarakat terhadap sediaan skin

19
balm. Hasilnya F3 merupakan formula yang paling banyak digemari. Menurut
panelis, F3 memiliki aroma sirih hijau yang khas dan tekstur yang lembut dibanding
formula lainnya.

Uji daya hambat anti bakteri dilakukan dengan tujuan melihat dan
mengamati apakah masing-masing formulasi mampu menghambat pertumbuhan
atau bahkan membunuh bakteri Staphylococcus aureus sebagai penyebab gangguan
kulit eksim. Hasil dari pengujian ini adalah perbedaan konsentrasi bahan aktif yang
digunakan ternyata mempengaruhi diameter lisis zona hambat anti bakteri yang
.dihasilkan. F3 dengan kandungan 14% minyak atsiri sirih hijau dan 32% VCO
menduduki diameter terlebar dibandingkan F0 dengan 0% ekstrak sirih dan 46,6%
VCO, F1 dengan 4,6% ekstrak sirih hijau dan 42% VCO dan F2 dengan 9,3%
ekstrak sirih hijau dan 37,3%. Kemampuan fenol dan etanol pada ekstrak sirih
mampu membunuh bakteri Staphylococcus aureus. Sedangkan VCO juga memiliki
sifat anti bakteri. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa mengoleskan pelembab
serbaguna anti eksim dapat berfungsi sebagai antibakteri Staphylococcus aureus
yang dapat meringankan gejala eksim dan kulit kering sekaligus.

4.3 Analisis pasar


Mengenai analisis biaya pembuatan pelembab serbaguna anti eksim ddari
ekstrak sirih hijau dan VCO dapat dilihat pada table dibawah ini:
1. Tabel Biaya Peralatan
Tabel 7. Biaya Peralatan
No Nama Barang Jumlah Harga Satuan Jumlah Harga
1 Timbangan 1 50.000 50.000
2 Gelas ukur 1 28.000 28.000
3 Batang pengaduk 2 5.000 10.000
4 Tabung reaksi 4 3.000 12.000
5 Kompor, gas, teflon 1 250.000 250.000
6 Parutan kelapa 1 25.000 25.000
7 Mangkuk 5 6.000 30.000
Jumlah Total harga peralatan 405.000
Jumlah harga peralatan per 18 bulan 22.500

20
Jumlah harga peralatan per hari 900

2. Biaya Variabel (variable cost) Per Produksi


Tabel 8. Biaya Variabel Per Produksi
NO Nama Barang Jumlah Jumlah Harga
1 Shea butter refined 200 gram 90.000
2 Cera alba (beeswax) 200 gram 58.000
3 Kelapa 4 buah 20.000
4 Minyak atsiri sirih hijau 105 ml 164.000
5 Kemasan pot aluminium @ Rp. 4500 25 buah 112.500
Total Biaya Variabel 1 kali produksi 444.500

3. Tabel Biaya Tetap


Tabel 9. Biaya Tetap
NO Nama Barang Jumlah Jumlah Harga
1 Listrik/air 200.000
2 Gas 40.000
3 Penyusutan alat:
Timbangan 1/18 x Rp. 50.000 1 2.778
Gelas ukur 1/18 x Rp. 28.000 1 1.555
Batang pengaduk 1/18 x Rp. 10.000 1 555
Tabung reaksi 1/18 x Rp. 12.000 1 667
Kompor, gas, Teflon 1/18 x Rp. 250.000 1 13.889
Parutan kelapa 1/18 x Rp. 25.000 1 1.389
Mangkuk 1/18 x Rp. 30.000 1 1.667
4 Biaya lainnya 1 50.000
Total Biaya Per Bulan 312.500
Biaya per hari 12.500

3. Total biaya operasional satu kali produksi


Biaya peralatan + Biaya tetap + Biaya variabel
Rp. 900 + Rp. 12.500 + Rp. 444.500 = Rp. 457.900
4. Total biaya per unit

21
Total biaya operasional satu kali produksi: jumlah item produksi
Rp. 457.900 : 25 = Rp. 18.316
5. Harga jual produk Rp. 27.000 per kemasan berat 30 gram
6. Modal awal
Total biaya tetap + Biaya variabel 1 kali produksi
Rp. 312.500 + 457.900 = Rp. 770.400
7. Analisis titik impas (Break Even Point)
BEP unit = Biaya tetap / (harga jual per unit – biaya variable per unit)
Rp. 312.500/ ( Rp 27.000 – Rp 18.316 ) = 35,99
BEP rupiah = Biaya tetap/ (harga jual – variable cost) x harga unit
Rp 312.500/ ( Rp 27.000 – Rp 18.316) x Rp 27.000 = Rp 972.000
Jadi untuk mencapai titik impas maka harus terjual 37 buah produk ‘Picos
Skin Balm’ dengan harga Rp 27.000 per kemasan atau setelah penjualan
mencapai nilai Rp 972.000,-.

4.4 Target Pemasaran


Belum banyaknya produk sejenis yaitu pelembab serbaguna anti eksim
yaitu ‘Picos Skin Balm’ dalam bentuk sediaan balm di pasaran menjadikan produk
ini memiliki prospek yang sangat baik. Target utama pemasaran produk ini adalah
bagi penderita gangguan kulit kering bahkan eksim, karena sudah diuji langsung
dengan bakteri Staphylococcus aureus dan telah melewati beberapa evaluasi
sediaan. Adapun target pemasaran offline dari produk kami adalah konsumen dari
berbagai umur dan kalangan ekonomi di daerah sekitar Kota Tangerang khususnya
dan Propinsi Banten pada umumnya. Sementara pemasaran online, menargetkan
konsumen segala umur dari segala lapisan ekonomi di seluruh Indonesia dengan
menggunakan media sosial dan platform penjualan seperti Instagram, Facebook,
Tiktok, Lazada, Shopee dan Tokopedia.

22
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan
bahwa:
1. Minyak atsiri sirih hijau dan VCO dapat diformulasikan dalam bentuk sediaan
skin balm.
2. Berdasarkan hasil penelitian dari keempat formulasi yang berbeda dari minyak
atsiri daun sirih hijau (Piper betle L.) dan VCO disimpulkan bahwa F3 memberikan
hasil yang optimum dalam membunuh bakteri Staphylococcus aureus. Namun
semua formulasi dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcuss aureus
lewat diameter lisis yang dihasilkan.

5.2 Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan disarankan bagi peneliti
selanjutnya untuk menguji sediaan ‘Picos skin balm’ pelembab serbaguna anti
eksim dari ekstrak sirih hijau dan VCO kepada penderita eksim secara langsung.

23
DAFTAR PUSTAKA

Arif, M. Z. (2018). Pengaruh Madu terhadap Luka Bakar. Jurnal Medula, 7(5), 71-
74.

Aziz, T., Olga, Y., & Sari, A. P. (2017). Pembuatan virgin coconut oil (VCO)
dengan metode penggaraman. Jurnal Teknik Kimia, 23(2), 129-136.

Butarbutar, M. E. T., & Chaerunisaa, A. Y. (2021). Peran pelembab dalam


mengatasi kondisi kulit kering. Majalah Farmasetika, 6(1), 56-69.

Carolia, N., & Noventi, W. (2016). Potensi ekstrak daun sirih hijau (Piper betle L.)
sebagai alternatif terapi Acne vulgaris. Jurnal Majority, 5(1), 140-145.

Dewi, A. F. (2016). Pengaruh Aplikasi Composite Edible Coating Pati-Beeswax


Terhadap Kualitas Fisik Apel Manalagi (Kajian Konsentrasi Beeswax Dan
Suhu Penyimpanan) (Doctoral dissertation, Universitas Brawijaya).

Foni, F., Anastasia, D. S., & Desnita, R. Potensi Penggunaan Shea Butter Dalam
Produk. Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN, 5(1)

Hendaria, M. P., Asmarajaya, A. A. G. N., & Maliawan, S. (2013). Kanker kulit.


Kanker Kulit, 1-17.

Inayatullah, S. (2012). Efek Ekstrak Daun Sirih Hijau (Piper betle L.) terhadap
Pertumbuhan Bakteri Staphylococcus aureus.

Kusumaningrum, A. A., & Widayati, R. I. (2017). Efektivitas Macadamia Oil 10%


dalam Pelembab pada Kulit Kering. DIPONEGORO MEDICAL
JOURNAL (JURNAL KEDOKTERAN DIPONEGORO), 6(2), 347-356.

Kursia, S., Lebang, J. S., & Nursamsiar, N. (2016). Uji aktivitas antibakteri ekstrak
etilasetat daun sirih hijau (Piper betle L.) terhadap bakteri Staphylococcus
epidermidis. Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and
Technology, 3(2), 72-77.

Lusi, A. L. (2017). Media pembelajaran anatomi fisiologi kulit menggunakan


teknologi Augmented Reality berbasis android (Doctoral dissertation,
Institut Teknologi Telkom Purwokerto).

24
Muharun, M., & Apriyanto, M. (2014). Pengolahan Minyak Kelapa Murni (Vco)
Dengan Metode Fermentasi Menggunakan Ragi Tape Merk Nkl. Jurnal
Teknologi Pertanian, 3(2), 9-14.

Nodjeng, M., Fatimah, F., & Rorong, J. A. (2013). Kualitas virgin coconut oil
(VCO) yang dibuat pada metode pemanasan bertahap sebagai minyak
goreng dengan penambahan wortel (Daucus carrota L.). Jurnal Ilmiah Sains,
13(2), 102-109.

Rahmawati, E. (2018). Pembuatan VCO (Virgin Coconut Oil) dengan proses


fermentasi dan enzimatis. Journal of Food and Culinary, 1(1), 1-6.

USU, F., MALIK, R. H. A., & PIRNGADI, R. D.Kulit Kering.

Utomo, Y. (2016). Sistem Pakar Diagnosa Penyakit Alergi Kulit Eksim Pada Orang
Dewasa Menggunakan Metode Certainty Factor. JURIKOM (Jurnal Riset
Komputer), 3(1).

Wikananda, I. D. A. R. N., Hendrayana, M. A., & Pinatih, K. J. P. (2019). Efek


antibakteri ekstrak ethanol kulit batang tanaman cempaka kuning (M.
champaca L.) terhadap pertumbuhan Staphylococcus aureus. Jurnal
Medika, 8(5), 2597-8012.

25
Lampiran 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Pribadi

1. Nama Lengkap Shofura Dinda Nur Syahlaa


2. Tempat Tanggal Lahir 16 Desember 2004
3. Jurusan IPA
4. NIS 20211133
5. Email Shofuradinda01@gmail.com
6. Nomor Telpon 0895396253472
7. Pengalaman Orgnisasi OSIS dan Ketua Ekstakulikuler KIR

Penghargaan ilmiah yang pernah diraih

No. Pihak pemberi penghargaan Tahun


1. Universitas Internasional Semen Indonesia 2022
2.

B. Karya Ilmiah yang pernah dibuat

No. Instuti Penyelenggara Judul Karya Ilmiah Tahun


1. Universitas Internasional Perbandingan Madu dan Stevia 2022
Semen Indonesia sebagai pemanis Alami pada
Gummy candies Ekstrak Kayu
Putih
2.
Lampiran 2

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

A. Identitas Pribadi
1. Nama Lengkap Moza Aniqa Rachmita
2. Tempat Tanggal Lahir 18 Desember 2006
3. Jurusan IPA
4. NIS 21221061
5. Email moza.aniqa181206@gmail.com
6. Nomor Telpon 081287893114
7. Pengalaman Orgnisasi Wakil Ketua Ekstakulikuler KIR

B. Penghargaan ilmiah yang pernah diraih

No. Pihak pemberi penghargaan Tahun


1. Kalbis Institute 2022
2. Universitas Kristen Petra 2022

C. Karya Ilmiah yang pernah dibuat

No. Instuti Penyelenggara Judul Karya Ilmiah Tahun


1. Kalbis Institute ‘Morilife’ Inovasi Losion Padat 2022
Anti Penuaan Dini dari Daun
Kelor dan Rempah Nusantara
2. Universitas Kristen Petra La Carota Bacon Alternatif 2022
Untuk Konsumen Vegan
Lampiran 3
Proses Pembuatan Pelembab Serbaguna Anti Eksim

1. Pembuatan VCO dari kelapa parut 2. Timbang bahan secara seksama


dengan metode fermentasi selama (VCO, minyak atsiri sirih hijau, cera
kurang lebih 1 hari. alba, dan shea butter) sesuai masing-
masing formula.

3. Masukan cera alba dan tunggu 4. Masukan sediaan ke dam jar


hingga cair, kemudian masukan VCO, aluminium 30 gram dan tunggu
minyak atsiri sirih hijau dan shea mengeras selama kurang lebih 1 jam.
butter. Tunggu hingga semua bahan
mencair, aduk rata. Ulangi sesuai
masing-masing formula.
Lampiran 4
Gambar Sediaan dan Pengemasan Produk
Lampiran 5

Hasil Uji Orgnoleptis Sediaan


Formula Organoleptis Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
ke-0 ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6
F0 Bentuk SP SP SP SP SP SP SP
Warna Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih
Bau VCO VCO VCO VCO VCO VCO VCO
F1 Bentuk SP SP SP SP SP SP SP
Warna Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih
Bau M Sirih M Sirih M Sirih M Sirih M Sirih M Sirih M Sirih
F2 Bentuk SP SP SP SP SP SP SP
Warna Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih
Bau M Sirih M Sirih M Sirih M Sirih M Sirih M Sirih M Sirih
F3 Bentuk SP SP SP SP SP SP SP
Warna Putih Putih Putih Putih Putih Putih Putih
Bau M Sirih M Sirih M Sirih M Sirih M Sirih M Sirih M Sirih

Keterangan:
SP : Semi Padat
VCO : Bau Khas VCO
M Sirih : Bau Khas Minyak Atsiri Sirih Hijau
Lampiran 6
Hasil Uji Homogenitas Sediaan
Formula Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu
ke-0 ke-1 ke-2 ke-3 ke-4 ke-5 ke-6
F0 H H H H H H H
F1 H H H H H H H
F2 H H H H H H H
F3 H H H H H H H

Keteragan:
H : Homogen
Lampiran 7
Hasil Uji pH Sediaan
Lampiran 8
Hasil Diameter Lisis Uji Daya Hambat Anti Bakteri
Formulasi F0 Formulasi F1

Formulasi F2 Formulasi F3

Anda mungkin juga menyukai