PENDAHULUAN
Anestesi memiliki 3 fase, yaitu pre anestesi, intra anestesi dan pasca
anestesi (Mangku & Senapathi, 2010). Periode pemulihan pasca anestesi dikenal
sebagai waktu yang rentan terjadinya komplikasi. Spinal anestesi menghasikan blok
simpatis dan blok sensoris reseptor terhadap suhu perifer sehingga menghambat
respon kompensasi terhadap suhu. Oleh karena itu dampak yang sering timbul
pasca tindakan spinal anestesi dan tindakan operasi adalah shivering (menggigil).
anestesi spinal (Roy dkk, 2018). Kombinasi dari tindakan anestesi spinal dan
tubuh yang akan menmyebabkan penurunan suhu inti tubuh (Core temperature)
vasokontriksi dan menggigil sekitar 0,6℃ (.(Nur Akbar, dkk. 2014) Anestesi spinal
perifer serta memicu ambang menggigil (Yousef, dkk, 2013). Lebih jelasnya,
distribusi panas ke perifer itu sendirilah yang memainkan peran utama dalam
1
2
oleh pasien yang menjalani anestesi umum dan sekitar 30%-57% dialami oleh
pasien yang menjalani anestesi regional blok subarachnoid. Dari data statistic dan
adalah 3 akibat dari komplikasi pasca bedah adalah terjadinya hipotermi. Beberapa
Selain itu dari penelitian sebelumnya bahwa klien 2 pembedahan batu ginjal 100%
mengalami hipotermia (35 0C) di kamar operasi GBPT RSU Dr Soetomo Surabaya
(Ninik, 2007)
angka kejadian hipotermi saat pasien berada di IBS sebanyak 87,6%, sedangkan
pada penelitian Setiyanti (2016) di RSUD Kota Salatiga, menyebutkan jumlah pasien
Di Indonesia belum ada data yang lengkap tentang angka kejadia shivering
secara detail. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah
Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Kabupaten Banyumas Propinsi Jawa Tengah
Tahun 2016 diperoleh informasi bahwa jumlah operasi selama 6 bulan terakhir
dengan pelayanan tindakan anestesi berjumlah 4.235 kasus dimana untuk anestesi
anestesi 200 kasus dengan epidural dan blok lokal 130 kasus dengan spinal anestesi
Berdasarkan data di atas dan fenomena komplikasi dini spinal anestesi yang
(penurunan denyut nadi), sesak napas (high spinal), blokade total spinal (medula-
servikal), nausea dan vomitus (mual dan muntah) serta hipotermi (shivering) maka
RSI Aisyiyah Malang selama 3 bulan terakhir pada tahun 2017 didapatkan
jumlah pasien sebanyak 312 pasien, namun hanya 2-3% dari total seluruh
di ruang tersebut masih sangat kurang. Hal ini disebabkan karena pemberian
bimbingan rohani yang diberikan oleh tim dari RSI Aisyiyah masih dirasa
kurang intensif dan hampir seluruh perawat yang bertugas di rumah sakit
tersebut hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan biologis pasien saja dan
dengan spirit, menurut para pakar psikolog definisi spiritual pada dasarnya
merupakan energi baik secara fisik maupun psikologis. Beberapa faktor yang
yang harus memperhatikan klien dari semua aspek baik biologis, psikologis,
demikian juga pada respon akibat penyakit itu sendiri (Dossey, 2005).
adanya gangguan dari organ tubuh dan sistem organ di dalamnya. Pada faktor
psikologis terkait dengan semua perilaku dan semua faktor pendukung yang
konsep tentang nilai, makna, dan persiapan untuk hidup. Semua ini dapat
dirinya dekat dengan tuhan akan timbul rasa tenang dan aman, dimana
pasien tidak hanya membutuhkan perawatan medis saja, tetapi mereka juga
merupakan salah satu bentuk pelayanan yang harus diterima oleh pasien
diperlukan bagi pasien selama masa perawatan di rumah sakit. Oleh karena
Malang.
menghasilkan sarana yang bisa dipakai oleh rumah sakit dan perawat
psikospiritual SEHAT terbukti dapat merubah persepsi diri dan emosi dari
2012
Direction (meminta kepada Allah dengan niat yang jelas), Obedience (ada
keyakinan dalam hati bahwa do’a yang dipanjatkan akan terkabul) dan
terkabul).
terlibat dalam dua penelitian tersebut juga pada kasus yang berbeda.