Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Anestesi memiliki 3 fase, yaitu pre anestesi, intra anestesi dan pasca

anestesi (Mangku & Senapathi, 2010). Periode pemulihan pasca anestesi dikenal

sebagai waktu yang rentan terjadinya komplikasi. Spinal anestesi menghasikan blok

simpatis dan blok sensoris reseptor terhadap suhu perifer sehingga menghambat

respon kompensasi terhadap suhu. Oleh karena itu dampak yang sering timbul

pasca tindakan spinal anestesi dan tindakan operasi adalah shivering (menggigil).

(Dewi Masitoh, 2018) Pasien yang menjalani prosedur pembedahan dilaporkan

mengalami shivering/menggigil yang dihubungkan dengan pengaruh penggunaan

anestesi spinal (Roy dkk, 2018). Kombinasi dari tindakan anestesi spinal dan

tindakan pembedahan dapat menyebabkan gangguan fungsi dari pengaturan suhu

tubuh yang akan menmyebabkan penurunan suhu inti tubuh (Core temperature)

sehingga menyebabkan hipotermi yang berdampak pada penurunan batas pemicu

vasokontriksi dan menggigil sekitar 0,6℃ (.(Nur Akbar, dkk. 2014) Anestesi spinal

memicu vasodilatasi yang memfasilitasi pusat tubuh untuk meredistribusi panas ke

perifer serta memicu ambang menggigil (Yousef, dkk, 2013). Lebih jelasnya,

distribusi panas ke perifer itu sendirilah yang memainkan peran utama dalam

penurunan suhu tubuh. Sebagai kompensasi, aktivitas otot dipacu untuk

mendapatkan panas 2 melalui proses menggigil dan mempertahankan homeostasis

(keseimbangan) (Fitnaningsih, 2019).

1
2

Prevalensi hipotermia intraoperatif di seluruh dunia bervariasi antara

44,3%-78,6%.1-3Sementara di Indonesia, prevalensi hipotermia pada pasien pasca

operasi juga bervariasi, namun beberapa penelitian menemukan angka di atas

80%.4,5Studi juga menemukan bahwa sekitar 5%-65% kasus hipotermia dialami

oleh pasien yang menjalani anestesi umum dan sekitar 30%-57% dialami oleh

pasien yang menjalani anestesi regional blok subarachnoid. Dari data statistic dan

penelitian didapatkan bahwa 60-70 % penyebab morbiditas dari tindakan operasi

adalah 3 akibat dari komplikasi pasca bedah adalah terjadinya hipotermi. Beberapa

penelitian di Rumah Sakit didapatkan bahwa hipotermia memiliki angka kematian

hampir 50%.( Antony Eka dkk, 2018)

Sabiston (2011) melaporkan tentang klien dengan tindakan pembedahan

abdominal elektif sebanyak 78% mengalami penurunan temperatur suhu tubuh.

Selain itu dari penelitian sebelumnya bahwa klien 2 pembedahan batu ginjal 100%

mengalami hipotermia (35 0C) di kamar operasi GBPT RSU Dr Soetomo Surabaya

(Ninik, 2007)

Penelitian Harahap (2014) di RS Hasan Sadikin Bandung, menyebutkan

angka kejadian hipotermi saat pasien berada di IBS sebanyak 87,6%, sedangkan

pada penelitian Setiyanti (2016) di RSUD Kota Salatiga, menyebutkan jumlah pasien

pasca anestesi hampir 80% mengalami kejadian hipotermi.

Di Indonesia belum ada data yang lengkap tentang angka kejadia shivering

secara detail. Berdasarkan hasil studi pendahuluan di Rumah Sakit Umum Daerah

Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto Kabupaten Banyumas Propinsi Jawa Tengah

Tahun 2016 diperoleh informasi bahwa jumlah operasi selama 6 bulan terakhir

dengan pelayanan tindakan anestesi berjumlah 4.235 kasus dimana untuk anestesi

umum berjumlah 2.741(64,7%) kasus sedangkan regional anestesi spinal berjumlah


3

1.494(35,3%) kasus. Gambaran perbulannya anestesi umum 400 kasus, regional

anestesi 200 kasus dengan epidural dan blok lokal 130 kasus dengan spinal anestesi

70 kasus (ASA I, II, III) tercatat per bulan.

Berdasarkan data di atas dan fenomena komplikasi dini spinal anestesi yang

terjadi di lapangan seperti hipotensi (penurunan tekanan darah), bradikardi

(penurunan denyut nadi), sesak napas (high spinal), blokade total spinal (medula-

servikal), nausea dan vomitus (mual dan muntah) serta hipotermi (shivering) maka

peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

Berdasarkan dari hasil observasi yang dilakukan peneliti di ruang Ali

RSI Aisyiyah Malang selama 3 bulan terakhir pada tahun 2017 didapatkan

jumlah pasien sebanyak 312 pasien, namun hanya 2-3% dari total seluruh

pasein yang menujukkan hasil bahwa pemenuhan kebutuhan spiritual pasien

di ruang tersebut masih sangat kurang. Hal ini disebabkan karena pemberian

bimbingan rohani yang diberikan oleh tim dari RSI Aisyiyah masih dirasa

kurang intensif dan hampir seluruh perawat yang bertugas di rumah sakit

tersebut hanya berfokus pada pemenuhan kebutuhan biologis pasien saja dan

mengesampingkan pemenuhan kebutuhan spiritual pasien.

Menurut Tamami (2011) Spiritual merupakan hal yang berhubungan

dengan spirit, menurut para pakar psikolog definisi spiritual pada dasarnya

memiliki beberapa makna, di luar dari konsep agama, spiritual kebanyakan

dihubungkan dengan faktor kepribadian seseorang. Secara pokok spiritual

merupakan energi baik secara fisik maupun psikologis. Beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi kebutuhan spiritual seseorang seperti : peranan

keluarga, perkembangan (usia), Ras/Suku, agama yang di anut dan kegiatan

keagamaan yang sering diikuti.


4

Pemenuhan kebutuhan spiritual sangat berhubungan dengan proses

penyembuhan, dimana hal ini dapat dijelaskan melalui pemberian asuhan

keperawatan secara holistik yang meliputi pemenuhan pelayanan kesahatan

yang harus memperhatikan klien dari semua aspek baik biologis, psikologis,

sosial, kulural bahkan spiritual. Dalam model keperawatan holisitik, hampir

semua penyakit disebabkan karena adanya faktor bio-psiko-sosial-spiritual,

demikian juga pada respon akibat penyakit itu sendiri (Dossey, 2005).

Yusuf (2016) pada jurnal penelitiannya memaparkan bahwa pada

faktor biologis dapat digambarkan dengan adanya ketidakseimbangan atau

adanya gangguan dari organ tubuh dan sistem organ di dalamnya. Pada faktor

psikologis terkait dengan semua perilaku dan semua faktor pendukung yang

dapat mempengaruhi bagaimana seseorang menentukan perilakunya dalam

menghadapi penyakit tersebut. Sedangkan pada faktor spiritual meliputi

konsep tentang nilai, makna, dan persiapan untuk hidup. Semua ini dapat

direfleksikan dalam semua tindakan yang dimunculkan seseorang dalam

menghadapi perasaan cinta, sikap kejujuran, ketulusan hati, kebebasan,

imajinasi, bahkan saat melakukan perawatan. Aspek spiritual mempunyai

pengaruh besar terhadap kesehatan, terutama jika disandingkan dengan unsur

psikologis seseorang terutama dalam bidang agama. Orang yang merasa

dirinya dekat dengan tuhan akan timbul rasa tenang dan aman, dimana

nantinya akan berpengaruh terhadap sistem kekebalan tubuh seseorang.

Spiritualitas, agama, kepercayaan dan praktik merupakan elemen

penting dari kesehatan dan kesejahteraan. Menyediakan perawatan spiritual

merupakan komponen penting dari memberikan asuhan keperawatan holistik.


5

Perawatan spiritual meliputi pembangunan intuitif, peduli, hubungan

interpersonal dengan pasien yang mencerminkan spiritual / realitas agama

pasien. Dampak dari spiritualitas, sebagai komponen dari kesejahteraan

psikologis, menjadi lebih diakui oleh profesional kesehatan maupun oleh

organisasi-organisasi nasional (Lippincot, 2013).

Beberapa pernyataan diatas menunjukkan bahwa seseorang yang

sedang sakit akan mengalami beberapa masalah dalam kehidupannya, baik

mencakup pemenuhan kebutuhan bio-psiko-spiritual. Dalam hal ini seorang

pasien tidak hanya membutuhkan perawatan medis saja, tetapi mereka juga

membutuhkan layanan psikospiritual di mana layanan tersebut juga

merupakan salah satu bentuk pelayanan yang harus diterima oleh pasien

sebagai pribadi yang sedang sakit. Kesimbangan dalam pemenuhan pelayanan

yang menyangkut kebutuhan bio-psiko-spiritual di rumah sakit sangat

diperlukan bagi pasien selama masa perawatan di rumah sakit. Oleh karena

itu, peneliti tertarik untuk meneliti tentang efektifitas intervensi psikospiritual

terhadap tingkat spiritual pasien di ruang rawat inap di RSI Aisyiyah

Malang.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran efektivitas pemakaian bantal penghangat

terhadap grade shivering pada pasien dengan spinal anestesi di instalasi

bedah sentral RSI Aisyiyah Malang?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum


6

Mengetahui efektivitas pemakaian bantal penghangat terhadap

grade shivering pada pasien dengan spinal anestesi di instalasi bedah

sentral RSI Aisyiyah Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui grade shivering pada pasien sebelum diberikan

intervensi seperti biasa (selimut tebal)

b. Mengetahui grade shivering pada pasien setelah diberikan

intervensi seperti biasa (selimut tebal)

c. Menganalisis grade shivering pada pasien sebelum diberikan

intervensi pemakaian bantal penghangat

d. Menganalisis grade shivering pada pasien setelah diberikan

intervensi pemakaian bantal penghangat

e. Menganalisis efektivitas pemakaian bantal penghangat terhadap

grade shivering pada pasien dengan spinal anestesi di instalasi

bedah sentral RSI Aisyiyah Malang

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dan

menghasilkan sarana yang bisa dipakai oleh rumah sakit dan perawat

di RSI Aisyiyah Malang terutama dalam hal peningkatan kenyamanan

pasien dalam hal shivering di Instalasi Bedah Sentral RSI Aisyiyah

Malang dan Sebagai salah satu sumber bacaan penelitian dan

pengembangan selanjutnya di bidang keperawatan khususnya yang

berkaitan dengan peningkatan mutu dan kualitas peran perawat


7

sebagai pemberi layanan asuhan keperawatan terutama dalam

pemenuhan kenyamanan pasien.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan bisa mendukung instansi dan perawat

sebagai ujung tombak pemberi asuhan keperawatan dalam

meningkatkan perannya dalam memberikan asuhan keperawatan

terutama dalam pemenuhan pemenuhan kenyamanan pasien sesuai

dengan fungsi dan peran perawat sesungguhnya dan untuk dapatnya

memberi manfaat tentang perkembangan ilmu di dunia kesehatan pada

umumnya, khusus nya pada ilmu keperawatan agar dapat lebih

memahami tentang adanya pengaruh peran perawat terutama terhadap

pemberian intervensi pemakaian bantal penghangat terhadap grade

shivering pada pasien dengan spinal anestesi di Instalasi Bedah

Sentral RSI Aisyiyah Malang yang nanti nya mungkin akan

ditemukan penelitian-penelitian lain yang lebih bagus.

1.5 Keaslian Penelitian

1) Perubahan Persepsi Positif dan Penurunan Kadar Kortisol pada Penderita

Kanker Payudara yang diberi Asuhan Psikospiritual SEHAT (Syukur

Selalu Hati dan Tubuh). Hanik Endang Nihayati. 2015.

Pada penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan kecerdasan emosi,

mampu memaknai diri dan mampu beradaptasi dengan penyakit yang

diderita pada penderita kanker payudara sehingga mampu bersyukur

dengan senantiasa menyadari serta dapat mengendalikan respon tubuh.


8

Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian terapi

psikospiritual SEHAT terbukti dapat merubah persepsi diri dan emosi dari

para penderita kanker payudara.

2) Pengaruh Terapi Keluarga dengan Pendekatan Spiritual Do’a terhadap

Coping Keluarga dalam Merawat Pasien Gangguan Jiwa. Ahmad Yusuf.

2012

Pada penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah keyakinan

dalam hubungannya dengan Allah SWT sehingga dapat meningkatkan

koping keluarga dalam merawat pasien Skizofrenia. Penelitian ini

menitikberatkan pada konsep terapi DOA (Direction, Obedience, dan

Acceptance), dimana keluarga diharapkan mampu untuk melakukan

Direction (meminta kepada Allah dengan niat yang jelas), Obedience (ada

keyakinan dalam hati bahwa do’a yang dipanjatkan akan terkabul) dan

Acceptance (menerima konsep bahwa do’a yang telah dipanjatkan telah

terkabul).

Dari dua penelitian pembanding di atas menggunakan modul/alat yang

berbeda dalam memberikan terapi spiritualitas. Selain itu responden yang

terlibat dalam dua penelitian tersebut juga pada kasus yang berbeda.

Anda mungkin juga menyukai