Anda di halaman 1dari 67

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Terapi intravena atau yang biasa di sebut infus merupakan tindakan
memasukkan cairan kedalam pembuluh darah vena yang sering di lakukan
pada berbagai pusat pelayanan kesehatan seperti Rumah Sakit atau tempat
pelayanan kesehatan lainnya, Tindakan pemasangan infus (pemberian
cairan intravena) juga merupakan tindakan pada kondisi gawat darurat
yang sangat menentukan keselamatan hidup pasien, maka dari itu perawat
yang bekerja di sebuah pelayanan kesehatan di tuntut untuk memiliki
kemampuan memberikan tindakan pemasangan infus (Bayhakki, 2017).
Infus juga dapat di gunakan untuk berbagai tujuan, seperti untuk
membantu pemasukan cairan bagi pasien yang mengalami dehidrasi, tidak
sadar, atau tidak dapat menelan, selain itu infus juga berfungsi sebagai
sarana memasukkan nutrisi atau eletrolit untuk memperbaiki gangguan
keseimbangan asam basa tubuh, sebagai sarana transfusi, dan salah satu
cara memasukkan obat kedalam tubuh, infus juga merupakan tindakan
pada kondisi gawat darurat yang sangat menentukan keselamatan hidup
pasien ( Bayhakki, 2017).
Penggunaan infus atau terapi intravena di berbagai pusat pelayanan
kesehatan terutama rumah sakit sangat banyak di inggris, di perkirakan
sekitar 25 juta pasien pertahun menggunakan infus selama perawatannya,
Pengguna infus saat ini sudah mulai meluas, tidak hanya di lakukan di
rumah sakit tapi sudah mulai di lakukan untuk perawatan pasien di rumah
(home care). (Bayhakki,2017). mengatakan bahwa pengguna infus telah
menjadi suatu hal yang biasa dimana 90% pasien rawat inap di rumah sakit
mendapat infus selama perawatannya. Menurut Depkes RI Tahun 2006
jumlah pemasangan infus di rumah sakit di Indonesia sebanyak (17,11%).
2

Dari presentase rawat inap di indonesia sebesar 2-3% dari seluruh


penduduk indonesia. Penduduk di yogyakarta memegang peringkat
tertinggi dalam pemanfaatan rawat inap yaitu sebesar 4,4%. Proporsi
pemanfaatan rawat inap pada kelompok umur 18-21 tahun sebesar
1,3%.(Bayhakki, 2017). Menurut data surveilans World Health
Organisation (WHO,2012) dinyatakan bahwa angka kejadian pemasangan
infus cukup tinggi yaitu 85% per tahun, 120 juta orang dari 190 juta pasien
yang di rawat di rumah sakit menggunakan infus dan didapatkan juga 70%
perawat tidak patuh dalam melaksanakan standar pemasangan infus
berdasarkan standar yang telah ditetapkan. Sebagai suatu tindakan invasif,
perawat harus memiliki dasar pengetahuan dan kopetensi mengenai
protokol pelaksanaan dan implementasi (Mulyadi, 2015).Perawat harus
mempunyai kemampuan dan ketrampilan yang memadai dapat
mengurangi ketidak nyamanan yang dirasakan pasien akibat pemasangan
infus seperti cemas pada saat pemasangan infus.
Menurut (ellis, 2015) mengatakan bahwa klien banyak merasakan
cemas, dan gangguan rasa tidak nyaman takut akan adanya menghadapi
pemasangan infus intravena, mereka terlihat emosional dalam menghadapi
tindakan-tindakan pengobatan maupun perawatan, terlebih yang
berhubungan dengan daerah urogenital, dimana ketika akan dilakukannya
tindakan pemasangan infus yang akan terpasang di dalam tubuhnya.
Pada pasien yang mengalami kecemasan terdapat respon yang
mempengaruhi salah satunya respon fisiologi pada kecemasan meliputi
palpasi jantung berdebar, tekanan darah meningkat , denyut nadi menurun
dan nafas cepat (A Qulsum, 2012). Kecemasan atau ansietas merupakan
kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang berkaitan dengan
perasaan tidak pasti dan tidak berdaya, keadaan emosi ini tidak memiliki
objek yang spesifik, selain itu. Kecemasan dapat diartikan sebagai
keaadaan perasaan efektif yang tidak menyenangkan disertai sensasi fisik
terhadap bahaya yang akan datang Keadaan yang akan menyenangkan
tersebut sering kabur dan sulit menunjuk manifestasi pada kecemasan
3

meliputi adanya perubahan fisiologis seperti berkeringat, gemetar, nyeri


abdomen, detak jantung meningkat, sesak nafas dan perubahan perilaku
seperti bicara cepat, gelisah, reaksi terkejut (Lestari, 2015).
Kecemasan juga merupakan salah satu faktor paling berpengaruh
terhadap suatu keadaan. Kecemasan bersifat kompleks, sehingga
keberadaannya tidak terpisahkan. Apabila rasa cemas tidak segera
mendapatkan perhatian, maka rasa cemas tersebut akan menimbulkan
masalah serius dalam penatalaksanaan keperawatan (Potter & perry 2010).
Hal ini sesuai dengan penelitian sebelumnya yang di lakukan (Apriyansah,
2014) bahwa pasien dengan gangguan kecemasan dalam kategori sedang
ataupun berat akan mempunyai kemungkinan besar mengalami komplikasi
dengan keadaan perasaan tidak nyaman dengan skala kategori sedang dan
berat juga.
Kecemasan yang dirasakan oleh klien tidak jarang membuat klien
memintak waktu atau mengundur tindakan pemasangan infus kepada
perawat sampai klien merasa siap, walaupun demikian hal tersebut
sangatlah jarang dilakukan ( Rumah Sakit Pusri Palembang, 2018). Namun
hal ini menunjukkan bahwa setidaknya kecemasan yang dirasakan oleh
klien harus diatasi dengan cara teknik relaksasi nafas dalam dan
komunikasi oleh perawat terhadap klien di ruangan tersebut untuk
mengurangi tingkat kecemasannya.
Menurut (Isacs 2014), kecemasan dapat di atasi dengan cara
farmakologi dan non farmakologi. Dalam farmakologi digunakan obat anti
ansietas terutama benzodiazeplin, digunakan dalam jangka pendek, tidak
digunakan dalam jangka panjang karena pengobatan ini bersifat toleransi
danketergantungan, sedangkan terapi nonfarmakologi dapat dilakukan
dengan teknik relaksasi, distraksi, psikoterapi dengan hipnotis atau
hipnoterapi.
Kecemasan pada saat pemasangan infus dapat diatasi dengan
melakukan relaksasi untuk mengontrol kecemasan, salah satnya dengan
mendengarkan musik. Tujuan dari mendengarkan musik klasik adalah
4

dapat membantu mengekspresikan perasan, mengurangi ketegangan otot,


dan menurunkan dan meningkatkan energi otot, frekusensi nafas dan nadi
menjadi teratur, tekanan darah stabil, dan fungsi endokrin. Musik yang
diberikan melalui saraf koklearis ditangkap, dan diteruskan kesaraf otak
dan diotak musik akan mempengaruhi lufofisis untuk melepaskan endorfin
sehingga dapat mengurangi rasa tidak nyaman/ cemas rangsangan musik
klasik juga mengaktivasi jalur-jalur spesifik di dalam beberapa otak,
seperti sistem limbik yang berhubungan dengan perilaku emosional,
sistem limbik teraktivasi dan individu menjadi rileks (A Qulsum, 2012).
Terapi musik merupakan terapi yang sangat efektif atau
menurunkan tingkat kecemasan di dukung oleh beberapa penelitian yang
meneliti tentang penurunan tingkat kecemasan dengan menggunakan
intervensimusik klasik.Terlihat dari literatur yang dibuat oleh (Dona
Amelia, 2013). Didalam literaturnya tersebut menyimpulkan dari 10
peneliti yang terkait dengan pengaruh teknikmusik klasik terhadap
penurunan tingkat kecemasan, di dapatkan hasil yang sama yaitu dengan
pemberian teknikmusik klasik pada pasien yang mengalami cemas akibat
dilakukannya pemasangan infus intravena.
Musik klasik merupakan musik yang memiliki nilai seni dan nilai
ilmiah yang tinggi, musik klasik yaitu musik yang memiliki irama yang
teratur dan nada-nada yang teratur, bukan nada-nada miring irama pada
musik klasik memiliki nada-nada yang bervariasi, terkadang dari lambat
ke cepat dan kadang sebaliknya Musik klasik juga mempunyai kategori
frekuensi alfa dan theta 5000-8000 Hz. Frekuensi tersebut dapat
merangsang tubuh dan pikiran menjadi rileks sehingga merangsang otak
menghasilkan hormon serotonin dan endorfin yang menyebabkan tubuh
menjadi rileks dan membuat detak jantung menjadi stabil (Irawaty, 2013).
Adapun manfaat dari musik klasik itu adalah dapat membantu tubuh
menjadi lebih santai baik secara fisik dan mental sehingga dapat
membantu menyembuhkan dan mencegah suatu terjadinya kecemasan
(Umi oktaviana, 2016).
5

Hasil penelitian yang dilakukan (Ayu S, 2014). dari 36 responden


hanya 15 responden (41.7%) dikatakan patuh sedangkan 21 responden
(58.3%) tidak patuh. Dalam hal ini dapat dilihat bahwa masih banyak
perawat yang belum melakukan pemasangan infus sesuai dengan standar
yang berlaku.
Berdasarkan penelitian (Murtisari, 2014).hasil penelitian
menunjukkan bahwa hasil pengukuran tingkat kecemasan sebelum
pemberian teknik musik klasik, 26 responden mengalami depresi tingkat
sedang (78,8%) dan 7 responden mengalami depresi tingkat
parah.(21,2%). Dalam penelitian (Marzuki, 2013).diperoleh hasil ada
perbedaan yang signifikan terhadap tingkat kecemasan sesudah diberikan
terapi musik klasik kelompok intervensi, di unit Rehabilitasi Sosial
Wening Wardoyo Ungaran. dan berdasarkan penelitian yang dilakukan
(Zahra, 2016). Di dapatkan hasil sama dengan penelitian sebelumnya yaitu
adanya pengaruh teknik musik klasik terhadap pasien yang dilakukan
tindakan pemasangan infus intravena. Menurut penelitian yang di lakukan
Endang Lestiawati dan Paulinus Deny Krisnanto di RSUD Panembahan
Senopati Bantul (tahun, 2016). hasil penelitian menunjukkan terapi non
Farmakologis berpengaruh secara signifikan pada prosedur pemasanagan
infus (p.volue = 0,006). Hal ini sesuai dengan pendapat vassey dan carlson
bahwa teknik non farmakologis seperti ditraksi, relaksasi, memberikan
strategi koping yang dapat membantu mengurangi persepsi cemas dapat di
toleransi, menurunkan kecemasan dan meningkatkan efektifitas analgetik.
Berdasarkan dari hasil studi pendahuluan yang telah dilakukan oleh
peneliti di ruang Flamboyan RS Pusri Palembang yang dilakukan dengan
teknik wawancara terkait cemas yang dirasakan pasien, dari 5 responden.
Hasilnya 3 responden mengalami cemas sedang dengan sekala cemas 11-
14 dan 2 responden mengalami cemas ringan dengan skala cemas 0-7.
Pengukuran skala cemas terhadap responden dengan menggunakan
pengukuran (Hospital Anxiety Depresion Scale/HARS). Klien mengatakan
6

cemas yang dirasakan saat dilakukan tindakan pemasangan infus


intravena.
Pemberian terapi non farmakologi yang biasanya diajarkan oleh
perawat ruangan tersebut kepada klien dengan keluhan cemas pemasangan
infus adalah teknik rilaksasi nafas dalam dan imajinasi terbimbing. Teknik
pemberian musik masih jarang digunakan dirumah sakit, sebagai alternatif
yang dapat mengurangi cemas karena teknik musik belum terlalu
dipopulerkan sebagai bentuk upaya perawatan dalam mengurangi respon
cemas yang dirasakan klien, oleh karena itu peneliti tertarik untuk
menggabungkan terapi keduannya dan peneliti juga tertarik untuk melihat
pengaruh musik klasik terhadap tingkat kecemasan pada saat pemasangan
infus intravena di ruang Flamboyan di RS Pusri Palembang.

B. Rumusan Masalah
Pasien dengan keadaan cemas sendiri dapat di tangani dengan 2
cara baik secara teknik farmakologi maupun non farmakologi.Secara
farmakologi bisa di lakukan dengan cara pemberian obat pengurang rasa
cemas dan secara non farmakologi bisa di lakukan dengan salah satunya
menggunakan teknik relaksasi nafas dalam, dan teknik musik klasik.
Rasa cemas jika tidak mendapatkan perhatian, maka rasa cemas
tersebut akan menimbulkan suatu masalah serius dalam pelaksanaan
keperawatan, kecemasan dapat diatasi dengan cara farmakologi dan non
farmakologi. Dan cara non farmakologi dapat dilakukan salah satunya
dengan teknik musik klasik.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis merumuskan
untuk melakukan penelitian tentang. Pengaruhmusik klasik
(mozart)terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien yang di
lakukan pemasangan infuse ntravena di Rumah Sakit PUSRI Palembang.
7

C. TujuanPenelitian

1. Tujuan umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui Pengaruh


musik klasik (mozart) terhadap penurunan tingkat kecemasan pada
pasien yang di lakukan pemasangan infus intravenadi Rumah Sakit
PUSRI Palembang.

2. Tujuan Khusus

a. Telah diketahuinya rata-rata tingkat kecemasan sebelum dilakukan


teknik musik klasik (mozart), pada kelompok intervensi Rumah Sakit
Pusri Palembang.
b. Telah diketahuinya rata-rata rata-rata tingkat kecemasan setelah
dilakukan teknik musik klasik (mozart),pada kelompok intervensi di
Rumah Sakit Pusri Palembang.
c. Telah diketahuinya pengaruh musik klasik (mozart), terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada pasien yang dilakukan pemasangan
infus intravena di Rumah Sakit Pusri Palembang.
.
D. RuangLingkup Penelitian

Penelitian ini termasuk dalam area penelitian keperawatan Medikal


Bedah yang di lakukan untuk mengetahui Pengaruh musik klasik (mozart)
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien yang di lakukan
pemasangan infus intravena. Desain ini menggunakan jenis penelitian
kuantitatif dengan metode Pre-eksperimen, ini sudah dilaksanakan di
ruang Flamboyan RS Pusri dari tanggal 20 maret – 07 april 2018. Jumlah
responden yang didapatkan adalah 43 responden uji yang di pakai adalah
uji dependen T- test.
8

E. Manfaat Penelitian

1. Bagi Rumah Sakit

Sebagai informasi data mengenai adanya musik klasik (mozart)


terhadap tingkat kecemasan pada saat pemasangan infus serta dapat
dijadikan tolak ukur untuk lebih meningkatkan pelayanan asuhan
keperawatan khususnya penatalaksanaan non farmakologis, sehingga
penatalaksanaan kecemasan tidak perlu dengan pemakaian obat-obatan
tetapi menggunakan terapi non-farmakologis yaitu pemberian musik
klasik.

2. Bagi Institusi Pendidikan

Sebagai informasi dan dapat dijadikan referensi bagi mahasiswa/i


lain mengenai proses penatalaksanaan kecemasan melalui
penatalaksanaan yang tidak berfokus pada obat-obatan tetapi dengan
menggunakan konsep non farmakologi misalnya distraksi musik klasik
sehingga pembelajaran dalam perkuliahan tidak hanya didasarkan pada
aspek teoritis saja namun dilengkapi dengan hasil penelitian yang
relevan.

3. Bagi Peneliti

Peneliti ini berguna sebagai sarana dalam mengembangkan dan


memperluas wawasan yang didapatkan selama pendidikan tahap
akademik dengan mengaplikasikannya dalam penelitian berdasarkan
kenyataan yang terjadi dilapangan, serta menambah pengetahuan
penulis dalam bidang keperawatan dan sekaligus sebagai media untuk
mengemukakan pendapat secara objektif mengenai musik klasik
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada saat pemasangan infus. dan
menunjukkan bahwa kecemasan bisa diobati tidak hanya berfokus pada
farmakologi tetapi juga non farmakologi yaitu musik klasik (mozart).
9

F. Keaslian Penelitian

Tabel 1.1 Keaslian Penelitian


No Peneliti Variabel Analisis Hasil Persamaan Perbedaan
1 Akbar - Variabel Univariat Dari hasil uji statistik Penelitian - Variabel
apriyansah, Siti independe menunjukan ada Kuantitatif, dependen
romadoni, Desi n :Tingkat Bivariat hubungan yang sectio caesarea
andrianovita: kecemasan signifikan antara Independen
, derajat tingkat kecemasan pre Tingkat - Variabel
Hubungan nyeri, operasi dengan derajat kecemasan indevenden
antara tingkat nyeri post sectio derajat nyeri
kecemasan pre- caesarea dengan p Alat
operasi dengan - Variabel value 0,010. pengumpulan - Tempat
derajat nyeri Dependen data kuesioner. penelitian di
pada pasien : Sectio RS
post sectio caesarea Muhammadiya
caesarea di h palembang
Rumah Sakit
Muhammadiyah - Teknik
palembang sampling Total
2014. sampling.

- Uji statistik
chi scuare

2 Ramadini - Variabel uji T Hasil penelitian independen :  Variabel


Marniaty de independe menunjukkan salah satu independen
Breving, n: adanya pengaruh pariabel selain
Amatus Yudi Penerapan penerapan atraumatic independen kecemasan,
Ismanto, atraumatic care terhadap respon adalah: ada
Franly Onibala care, kecemasan anak yang Kecemasan penerapan
cemas mengalami atraumatic
Pengaruh hospitalisasi, Penelitian care.
penerapan menggunakan uji t Kuantitatif,
atraumatic care Variabel berpasangan dan uji t eksperimental  Tempat
terhadap respon Dependen tidak berpasangan penelitian
kecemasan : didapatkan pada Kelompok
Anak yang Hospitalis kelompok intervensi intervensi
mengalami asi (p= 0,000).  Teknik
hospitalisasi di sampling
RSU pancaran yang
kasih GMIM digunakan
manado Total
Sampling
10

3 Sufriani - Variabel Uji Chi- Hasil analisis dengan - Penelitian independen :


independe Square menggunakan Uji kuantitatif , dukungan
Pengaruh n: Chi-Square eksperiment keluarga
dukungan dukungan didapatkan bahwa al.
informasi informasi tidak terdapat jumlah populasi
terhadap terhadap perbedaan tingkat - Indevenden yang menjalani
kecemasan dan kecemasan cemas pada kelompok salah infus di
peran ibu selama intervensi dengan satunya RSUDZA
pemasangan Variabel kelompok kontrol, terdapat
infus balita di Dependen terdapat perbedaan kecemasan Uji statistik yang
RSUDZA banda : peran ibu pada di gunakan chi-
aceh Pemasang kelompok intervensi Scuare
an infus dengan - Dependen
kelompok kontrol. terdapat
tidak ada pengaruh pemasangan
dukungan informasi infus
dengan tingkat
kecemasan ibu (p
value = 0,069), namun -
ada pengaruh
dukungan informasi 2)
dengan peran ibu
selama tindakan
pemasangan
infus pada balita (p
value = 0,038).

4 Tirsa Yuniske, - Variabel Analisa Hasil analisis Dependen : Penelitian ini


Kaloa Lucky, independe Univariat menggunakan uji chi- Pemasangan menggunakan
T.Kumaat n square diperoleh nilai infus penelitian
Mulyadi. :Karakteri Bivariat p =0,387 untuk tingkat kualitatif
stik pendidikan, p=0.369 Menggunakan dengan jenis
Hubungan perawat untuk masa kerja, dan kuesioner penelitian
karakteristik p= 0,552 untuk survey analitik,
perawat dengan Variabel pelatihan gawat Analisis dan
kepatuhan Dependen darurat, menggunakan menggunakan
terhadap standar SOP Maka didapatkan Univariat, pendekatan
operasional Pemasang tidak terdapat Bivariat cross sectional.
prosedur an infus. hubungan antara
pemasangan tingkat pendidikan, uji yang
infus di instalasi masa kerja, dan digunakan
gawat darurat pelatihan gawat adalah uji
RSUP Prof. darurat dengan fisher’s exact
Dr.r.d. Kando kepatuhan terhadap test.
manado. standar operasional
11

prosedur pemasangan
infus di Instalasi
Gawat Darurat RSUP
Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado.
5 Purwaningtyas Variabel Mann Hasil penelitian pre- Variabel
Lisa Dwi Ari * independe Whitney menunjukkan ada eksperiment Dependen :
Arum Pratiwi ** n : U test perbedaan kecemasan kecemasan
relaksasi pasien gagal ginjal teknik
Pengaruh otot kronik yang akan sampling
relaksasi progresif menjalani terapi accidental
progresif hemodialisa pada sampling desainPretest-
terhadap tingkat kelompok intervensi Postest Control
kecemasan pada dan kontrol sebelum Group Design.
Variabel
pasien diberikan intervensi
Dependen
skizofrenia di dengan hasil p value
:
rumah sakit jiwa 0,000 (< 0,05) dan ada
kecemasan
daerah surakarta pengaruh hipnoterapi
Pasien
terhadap tingkat
skizofreni
kecemasan pasien
a
gagal ginjal kronik
yang akan menjalani
terapi hemodialisa di
RST Dr. Soedjono
Magelang tahun 2016
karena p value 0,018
(< 0,05)
12

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pelaksanaan di Rumah Sakit


1. Definisi Rumaah Sakit
Rumah sakit merupakan unit pelayanan medis yang sangat
kompleks, kompleksitasnya tidak hanya dari segi jenis dan macam
penyakit yang harus memperoleh perhatian dari para dokter (medical
provider) tetapi juga untuk menegakkan diagnosis dan menentukan
terapinya (upaya kuratif).Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan
perawatan untuk dapat sembuh.Perawatan yang diberikan salah satunya
berupa pemasangan infus atau terapi intravena (Varensa, Wahyu,
Zumrotus, 2015).

2. Prosedur Pemasangan Infus Intravena


Infus atau yang disebut dengan terapi intravena merupakan
terapimedis yang dilakukan secara infasif dengan menggunakan metode
yang efektif untuk mensuplai cairan, elektrolit, nutrisi dan obat melalui
pembuluh darah (intravascular) (Nurma, 2014).
A. Prosedur pemasangan infus Menurut (Cahyo, Nugroho, 2015)
1. Jenis-jenis Larutan Intravena
Larutan elektrolit dianggap isotonik jika elektrolit totalnya (anonim
ditambah katinon) kira-kira 310 mEq/L. Larutan di anggap hipotonik
jika kandungan elektrolit totalnya kurang dari 250 mEq/L. Larutan di
anggap hipertonik jika kandungan elektrolit totalnya kurang dari 375
mEq/L. Perawat juga harus mempertimbangkan osmolalitas suatu
larutan, bahwa osmolalitas plasma adalah kira-kira 300 mOsm/L
a. Cairan isotonis: Cairan yang di klasifikasikan isotonik mempunyai
osmolalitas total yang mendekati cairan ekstraseluler dan tidak
menyebabkan seldarah merah mengkerut atau membengkak.
(Contohnya)
13

1) Saline normal (0,9% natrium klorida)


2) Ringer laktat
3) Komponen-komponen darah (albumin 5%, plasma)
4) Dextrose 5% dalam air (D5W)
b. Cairan hipotonik: Tujuanya adalah untuk mengganti cairan seluler,
karena larutan ini bersifat hipotonis di bandingkan dengan plasma serta
untuk menyediakan air bebas untuk ekskresi sampah tubuh. Pada saat-
saat tertentu, larutan natrium hipotonik di gunakan untuk mengatasi.
(Contohnya)
1) Salin berkekuatan menengah (Nacl 0,45%)
2) Dextrose 2,5% dalam Nacl 0,45%
3) Nacl 0,2%
c. Cairan hipertonik: Larutan-larutan ini menarik air dari kompartemen
intra seluler dan menyebabkan sel-sel mengkerut jika diberikan dengan
cepat dan dalam jumlah besar, dapat menyebabkan kelebihan volume
ekstraseluler dan mencetuskan kelebihan cairan sirkulatori dan
dehidrasi.
(Contohnya)
1) Dekstrosa 5% dalam Nacl 0,9%2) Dextrose 5% dalam Nacl 0,45%
3) Dextrose 10% dalam air
4) Dextrose 20% dalam air
5) Nacl 3% dan 5% 6) Larutan hiperalimentasi
7) Dextrose 5% dalam ringer laktat
8) Albumin 25 (Maria & Karunia, 2012).

3. Tujuan Pemberian terapi Intravena


Tujuan dalam pemasangan infus atau terapi infus intravena yaitu
untuk memperbaiki kondisi pasien dengan mempertahankan
keseimbangan cairan, mengganti elektrolit tubuh dan zat makanan yang
hilang dan juga sebagai media pemberian obat dan vitamin. Pada
dasarnya pemasangan infus atau terapi infus intravena (IV) merupakan
14

tindakan invasif yaitu memasukkan jarum abocath ke dalam pembuluh


darah vena yang kemudian disambungkan dengan selang infus dan dialiri
cairan infuse (Varensa, Devi & Sa’adah, 2015).

4. Jenis Pemilihan Ukuran Kateter


Pemilihan ukuran kateter, sebaiknya dipilih sesuai dengan anatomi
vena pasien. Kateter terdiri dari ukuran 16-24 dengan variasi panjang dari
25 sampai 45 mm. Pada umumnya, pemilihan kateter dengan ukuran
yang kecil seharusnya menjadi pilihan utama pada terapi pemasangan
intravena untuk mencegah kerusakan pada vena intima dan memastikan
darah mengalir disekitar kateter dengan adekuat untuk menurunkan
resiko kejadian flebitis.
Gabar Rekomendasi dalam Penelitian Kateter (Cahyo, Nugroho 2015)
Tabel 2.1 Rekomendasi dalam penelitian kateter
UKURAN KATETER WARNA APLOKASI KLINIS
(Gouge)
14G Coklat Trauma pembedahan,
Tranfusi darah
16G Abu-abu Trauma pembedahan,
Tranfusi darah
18G Hijau Trauma pembedahan,
Tranfusi darah
20G Pink Infusi kontinu atau
Atau internitten, transfusi
darah
22G Biru Infuse internitten umum
anak-anak, pasien lansia.

24G Kuning Vena frail untukinfuse


Internittenatau kontinu
15

5. Indikasi dan Kontra Indikasi Pemasangan Infus


a.) Indikasi
indikasi pada pemberian terapi intravena yaitu: pada seseorang
dengan penyakit berat, pemberian obat melalui intravena langsung
masuk ke dalam jalur peredaran darah, misalnya pada kasus infeksi
bakteri dalam peredaran darah (sepsis), sehingga memberikan
keuntungan lebih dibandingkan memberikan obat oral. Pasien tidak
dapat minum obat karena muntah, atau tidak dapat menelan obat (ada
sumbatan di saluran cerna atas). Pada keadaan seperti ini, perlu
dipertimbangkan pemberian melalui jalur lain seperti rektal (anus),
sublingual (di bawah lidah), subkutan (di bawah kulit), dan
intramuskular (disuntikkan di otot)
Kesadaran menurun dan berisiko terjadi aspirasi (tersedak obat
masuk ke pernapasan), sehingga pemberian melalui jalur lain
dipertimbangkan. Kadar puncak obat dalam darah perlu segera
dicapai, sehingga diberikan melalui injeksi bolus (suntikan langsung
ke pembuluh balik/vena). Peningkatan cepat konsentrasi obat dalam
darah tercapai. Misalnya pada orang yang mengalami hipoglemia
berat dan mengancam nyawa (Rosyadi, 2013).
b.) Kontraindikasi
Kontraindikasi pada pemberian terapi intravena yaitu :
1. Inflamasi dan infeksi di lokasi pemasangan infus
2. Daerah lengan bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini
akan digunakan untuk pemasangan fistula arteri-vena pada
tindakan hemodialisi.
3. Obat-obatan yang berpotensi iritan terhadap pembuluh vena kecil
yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluh vena di tungkai
kaki) (Rosyadi, 2013).
16

6. Lokasi Pemasangan Infus

Tempat atau lokasi vena perifer yang sering digunakan pada


pemasangan infus adalah vena supervisial atau perifer kutan terletak di
dalam fasia subkutan dan merupakan akses paling mudah untuk terapi
intravena. Daerah tempat infus yang memungkinkan adalah permukaan
dorsal tangan (vena supervisial dorsalis, vena basilika, vena sefalika),
lengan bagian dalam (vena basalika, vena sefalika, vena kubital median,
vena median lengan bawah, vena radialis), dan permukaan dorsal (vena
safena magna, ramusdorsalis).
Tempat insersi/fungsi vena yang umum digunakan adalah tangan
dan lengan. Namun vena-vena superfisial di kaki dapat digunakan jika
klien dalam kondisi tidak memungkinkan dipasang di daerah tangan.
Apabila memungkinkan, semua klien sebaiknya menggunakan
ekstremitas yang tidak dominan (Rosyadi, 2013).
17

7. Tahapan Prosedur Pemasangan Infus Intravena Rumah Sakit (Pusri


Palembang 2016)
Tabel 3.1 Tahapan Prosedur Pemasangan Infus

Standar Tanggal Terbit Ditetapkan oleh


Prosedur ( 01 Januari 2016 ) Direktur Rs Pusri Palembang
Operasional
Pengertian Memasukkan cairan atau obat langsung kedalam pembuluh
darah vena dalam jumlah banyak dan waktu yang lama
dengan menggunakan infus set.
Tujuan 1. Menambah cairan tubuh
2. Untuk pengobatan
3. Untuk mencukupi kebutuhan makanan bagi pasien
yang tidak dapat / tidak boleh makan melalui saluran
pencernaan
Kebijakan Sesuai SK Direktur No. 358 IV./001/RSPP/SKD-KEB/I/2016
Tentang kebijakan pelayanan pasien (setiap pasien yang
masuk rumah sakit dilakukan pemasangan infus untuk
menambah intake cairan parenteral dan terapi yang
diperlukan)
Prosedur 1 1. Persiapan alat
2. Standar infus
3. Cairan steril sesuai dengan intruksi dokter
4. Set infus steril sesuai kebutuhan
5. IV chateter steril dengan nomor yang sesuai
6. Perlak
7. Tourniquete
8. Alkohol swab
9. Plester
10. Gunting
18

11. Piala ginjal


12. Leukomed
13. Lebel pemasangan infus
Prosedur 2 Persiapan pasien
1. Memberitahu pasien dan keluarganya tentang tindakan
yang akan dilakukan
2. Menyiapkan lingkungan langkah-langkah
3. Siapkan area yang akan dipasang infus
4. Sambungkan set infus pada botol cairan yang akan
diberikan
5. Keluarkan udara dari selang infus
6. Tentukan vena yang akan ditusuk
7. Pasang perlak/pengalas
8. Pasang tourniquet 10 cm dari tempat vena yang akan
ditusuk
9. Mendisinfeksi area yang akan ditusuk dengan cara
melingkar dari dalam keluar dengan diameter 5-10 cm
10. Tusukkan IV catheter pada vena yang telah ditentukan
11. Pastikan IV catheter benar masuk dalam vena
12. Fiksasi (plester)
13. Hitung tetesan sesuai program medik
14. Perhatikan reaksi pasien
15. Pasien dirapikan
16. Alat-alat dibereskan
17. Perawat mencuci tangan
18. Catat waktu pemasangan, jenis cairan dan nama
perawat yang melaksanakan dalam catatan
keperawatan
19. Ganti infus setiap 3 x 24 jam
19

Prosedur 3 Hal-hal yang perlu diperhatikan


1. Observasi tanda-tanda infeksi misalnya phlebitis,
meradang, merah bengkak infus harus dihentikan dan
pasangan di daerah lain
2. Perhatikan reaksi pasien selama 15 menit pertama, bila
timbul reaksi alergi, maka segera laporkan kepada
dokter dan cairan infus diperlambat tetesannya
3. Obeservasi keadaan umum pasien, tekanan darah,
suhu, nadi, pernafasan, sebelum dan sesudah
pemasangan infus
4. Harus menjaga sterilisasi
5. Sikap teliti, tidak ragu-ragu dan hati-hati
6. Tidak kasar terhadap pasien

Bagian 1. Bagian keperawatan


Unit yang 2. Bagian kebidanan
Terkait 3. Instalasi gawat darurat
20

8. Komplikasi Pemasangan Infus Intravena


Menurut (Arsiantini, 2015) ada beberapa komplikasi akibat
pemasangan infus yaitu:
a. Hematoma yaitu darah mengumpul dalam jaringan tubuh akibat
pecahnya pembuluh darah arteri vena, atau kapiler, terjadi akibat
penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau
“tusukan” berulang kali pada pembuluh darah.

b. Infiltasi yakni masuknya cairan infus kedalam jaringan sekitar


(bukan pembuluh darah), terjadi akibat ujung jarum infus melewati
pembuluh darah.

c. Phlebitis atau bengkak pada pembuluh vena, yaitu terjadi akibat


infus yang dipasang tidak di pantau secara ketat dan benar emboli
udara, yakni masuknya udara kedalam sirkulasi darah, terjadi
akibat masuknya udara yang ada dalam cairan infus kedalam
pembuluh darah, rasa perih/sakit dan reaksi alergi.

B. Konsep Cemas Pemasangan Infus.

1. Definisi Cemas/ Ansietas

Ansietas merupakan istilah yang sering digunakan dalam kehidupan


sehari-hari, yakni menggambarkan keadaan kekhawatiran,kegelisahan
yang tidak menentu, atau reaksi ketakutan dan tidak tenteram yang
kadang disertai berbagai ketentuan fisik. Ansietas merupakan respons
emosional dan penilaian individu yang subjektif yang dipengaruhi oleh
alam bawah sadar dan belum diketahui secara khusus faktor
penyebabnya (Pieter, 2011).
21

Gangguan kecemasan sering juga dianggap sebagai suatu gangguan


yang berkaitan dengan perasaan khawatir tidak nyata, tidak masuk akal,
tidak cocok yang berlangsung terus (intens) atas prinsip yang terjadi
(manifestasi) dan kenyataan yang dirasakan. Orang yang mengalami
gangguan kecemasan selalu diikuti rasa ketakutan yang di fuse, tidak
jelas, tak menyenangkan dan timbulnya rasa kewaspadaan yang tidak
jelas (Pieter, 2011)
Ansietas adalah respons individu terhadap suatu keadaan yang tidak
menyenangkan dan dialami oleh semua digunakan hidup, ansietas
merupakan pengalam emosi dan subjektif tanpa ada objek yang spesifik
sehingga orang merasakan perasaan was-was (khawatir) seolah-olah ada
sesuatu yang buruk akan terjadi dan pada umunya disertai gejala-gejala
otonomik yang berlangsung beberapa waktu (Pieter, Janiwarti &
Saragih,2011).
Kecemasan atau kekhawatiran merupakan sebuah keadaan
psikologis dimana rasa ketegangan dan kekhawatiran yang tidak nyaman
pada seseorang dipicu oleh keadaan ambigu artinya ancaman yang tidak
jelas, Selain itu, kecemasan sering di ikuti dengan adanya rasa takut, dan
saat ketakutan menjadi aktif, akan berdampak pada kegelisahan yang
merupakan hasil emosional (misalnya, panik karena kurangnya kontrol
yang dirasakan) ( Gerald Matthwes Phd 2010 ).
Ansietas merupakan suatu keadaan dimana individu merasakan hal
yang tidak menyenangkan dan perasaan yang selalu khawatir akan
terjadi sesuatu pada dirinya.

2.Tanda Dan Gejala Kecemasan


Menurut (Donsu,2017) keluhan-keluhan yang sering dikemukan
oleh orang yang mengalami ansietas antara lain :
a. Cemas, khawatir, firasat buruk, takut, akan pikiran yang sendiri,
mudah tersinggung
22

b. Merasa tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut, dan merasa


takberdaya
c. Memiliki rasa bahwa bahaya panik malam petaka akan datang.
d. Takut sendirian, takut pada keramaian dan banyak orang
e. Gangguan pola tidur, mimpi-mimpi yang menegangkan
f. Gangguan konsentrasi dan daya ingat
g. Keluhan-keluhan sometik, misalnya rasa sakit pada otot dan tulang
pergelangan berdenging (tinitus), berdebar debar, berkeringat,
gemetar, sesak nafas gangguan pencernaan, gangguan perkemihan
dan sakit kepala.

3. Rentang Respon Kecemasan


Menurut (lestari, 2015; Donsu, 2017) tingkatan kecemasan dibagi
menjadi 4, antar lain :

Respon adaptif dan respon maladaptive

Responden Adaptif Responden Maladaptif

antisipasi ringan sedang berat panik

a. Kecemasan ringan
Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam
kehidupan sehari- hari dan menyebabkan seseorang menjadi waspada
dan meningkatkan bahan persepsinya.Kecemasan ringan dapat
memotovasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas.
23

Manifestasi yang muncul pada tingkat ini adalah kelelahan, iritabel,


lapang persepsi meningkat, kesadaran tinggi, mampu untuk belajar,
motivasi meningkat dan tingkah laku sesuai situasi. Kecemasan ringan
mempunyai karakteristik :
1) Berhubungan dengan ketegangan dalam peristiwa sehari- hari
2) Kewaspadaan meningkat
3) Persepsi terhadap lingkungan meningkat
4) Dapat menjadi motivasi positif untuk belajar dan menghasilkan
kreatifitas
5) Respon fisiologis : sesekali nafas pendek, nadi dan tekanan darah
meningkat sedikit, gejala ringan pada lambung, muka berkerut,
serta bibir bergetar.
6) Respon kongnitif : mampu menerima rangsangan yang kompleks,
konsentrasi pada masalah, menyelesaikan masalah secara efektif,
dan terangsang untuk melakukan tindakan.
7) Respon prilaku dan emosi : tidak dapat duduk tenang, tremor halus
pada tanggan dan suara kadang- kadang meninggi.

b. Kecemasan sendang
Kecemasan sedang memungkinkan seseorang untuk memusatkan
pada masalah yang penting dan mengesampingkan yang lain sehingga
seseorang mengalami perhatian yang selektif, namun dapat melakukan
sesuatu yang terarah. Manifestasi yang terjadi pada tingkat ini adalah
kelelahan meningkat, kecepatan denyut nadi jantung dan pernafasan
meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume
tinggi, lahan persepsi menyempit, mampu untuk belajar namun tidak
optimal, kemampuan kosentrasi menurun, perhatian selektif dan
terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah
tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah dan menangis.
Kecemasan sedang mempunyai karakteristik :
24

1) Respon biologis : sering napas pendek, nadi ekstrak sistol dan


tekanan darah meningkat, mulut kering, anoreksia, diare atau
konstipasi, sakit kepala dan letih.
2) Respon kongnitif : memusatkan perhatian pada hal yang penting
dan mengesampingkan yang lain, lapang persepsi menyempit, dan
rangsangan dari luar tidak mampu diterima.
3) Respon perilaku dan emosi : gerakan tersentak- sentak, terlihat
lebih tegas, bicara banyak dan lebih cepat, susah tidur, dan
perasaan tidak aman.

c. Kecemasan berat
Kecemasan berat sangat merugikan lahan persepsi seseorang.
Seseorang dengan kecemasan berat cenderung untuk memusatkan pada
sesuatu yang terinci dan spesifik, serta tidak dapat berfikir tentang hal
lain. Orang tersebut memerlukan banyak pengarahan untuk dapat
memusatkan pada suatu area yang lain. Manifestasi yang muncul pada
tingkat ini adalah mengeluh pusing, sakit kepala, nausea, tidak dapat
tidur (insomnia), sering kencing, diare, palpitasi, lahan persepsi
menyempit, tidak mau belajar secara efektif, berfokus pada dirinya
sendiri dan keinginan untuk menghilangkan kecemasan tinggi,
perasaan tidakberdaya, binggung, disorientasi. Kecemasan berat
mempunyai karakteristik :
1) Individu cenderung memikirkan hal yang kecil sajadan
mengabaikan hal yang lain.
2) Respon fisiologis : nafas pendek, nadi dan tekanan darah naik,
berkeringat dan sakit kepala, pengelihatan kabur, serta tampak
tengang.
3) Respon kongnitif : tidak mampu berpikir berat lagi dan
membutuhkan banyak pengarahan dan tuntunan, serta lapang
persepsi menyempit.
25

4) Respon perilaku dan emosi : perasaan terancam meningkat dan


komunikasi menjadi ternganggu (verbalisasi cepat).

d. Panik (sangat berat)


Panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan teror karena
mengalami kehilangan kendali.Orang yang sedang panik tidak mampu
melakukan sesuatu walaupun dengan pengarahan. Tandan dan gejala
yang terjadi pada keadaan ini adalah susahnafas, dilatasi pupil,
palpitasi, pucat, diaphoresis, pembicaraan inkoheren, tidak dapat
berisepon terhadap perintah yang sederhana, berteriak, menjerit,
mengalami halusinasi dan delusi. Panik (kecemasan sangat berat)
mempunyai karakteristik :
1) Respons fisiologis : nafas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit
dada, pucat, hipotensi, serta rendahnya koordinasi motorik.
2) Respons kongnitif : gangguan realitas, tidak dapat berfikir logis,
persepsi terhadap lingkungan mengalami distorsi, dan tidak
mampuan memahami situasi.
3) Respons peilaku dan emosi : agitasi, mengamuk dan marah,
ketakutan , berterik-teriak, kehilangan kendali atau kontrol diri
(aktifitas motorik tidak menentu), perasaan terancam serta dapat
berbuat sesuatu yang membahayakan diri sendiri atau orang lain.

4. Proses Terjadinya Kecemasan

a. Faktor predisposisi kecemasan


Menurut (Tirtojiwo,2012; Lestari,2015; Donsu,2017)
Penyebab kecemasan dapat dipahami melalui beberapa teori yaitu:

1.) Teori psikoanalitik

Menurut freud, kecemasan adalah konflik emosional yang


terjadi antara dua elemen kepribadian id dan superego, id mewakili
dorongan insting dan impuls primitif seseorang, sedangkan
26

superego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan


oleh norma-norma budaya seseorang. Ego berfungsi menengahi
tuntutan dari dua elemen yang bertentangan dan fungsi kecemasan
adalah meningatkan ego bahwa ada bahaya.

2.) Teori tingkah laku (pribadi)

Teori ini berkaitan dengan pendapat bahwa kecemasan


adalah hasil frustasi, dimana segala sesuatu yang menghalangi
terhadap kemampuan seseorang untuk mencapaitujuan yang
diinginkan dapat menimbulkan kecemasan, faktor presipitasi yang
aktual mungkin adalah sejumlah stressor internal dan eksternal,
tetapi faktor-faktor tersebut berkerja menghambat usahaseseorang
untuk memperoleh kepuasan dan kenyamanan.Selain itu
kecemasan juga sebagai suatu dorongan untuk belajar berdasarkan
keinginan dari dalam untuk menghindari kepedihan.

3.) Teori keluarga

Menunjukkan bahwa gangguan kecemasan merupakan hal


yang biasa ditemui dalam suatu keluarga dan juga terkait dengan
tugas perkembangan individu dalam keluarga.

4.) Teori biologis

Menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus


untuk benzodiazepine.Reseptor ini mungkin membantu mengatur
kecemasan. Penghambat asam aminobutirik- gamma neroregulator
(GABA) juga mungkin memungkinkan peran utama dalam
mekanisme biologis berhubungan dengan kecemasan, sebagaimana
halnya dengan endorfin. Selain itu, telah dibuktikan bahwa
kesehatan umum seseorang mempunyai akibat nyata sebagai
predisposisi terhadap kecemasan.Kecemasan mungkin disertai
27

dengan gangguan fisik dan selanjutnya menurunkan kepasitas


seseorang untuk mengatasi stresor.

a.) Faktor presipitasi kecemasan

Faktor pencetus mungkin berasal dari sumber internal atau


eksternal. Ada dua kategori faktor pencetus kecemasan, yaitu
ancaman terhadap integritas fisik dan terhadap sistem diri
(Tirtojiwo,2012; Lestari,2015; Donsu,2017).
Ancaman pada kategori ini meliputi ketidak mampuan fisiologis
yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari. Sumber internal dapat berupa kegagalan
mekanisme fisiologis seperti jantung, sistem imun, regulasi
temperature, perubahan biologis yang normal seperti kehamilan
dan penuaan.Sumber eksternal dapat berupa infeksi virus atau
bakteri, zat polutan, luka trauma. Kecemasan dapat timbul akibat
kekhawatiran terhadap tindakan invasive yang mempengaruhi
tubuh secara keseluruhan.

b.) Ancaman terhadap sistem diri

Ancaman pada kategori ini dapat membahayakan


identitas, harga diri dan fungsi sosial seseorang. Sumber internal
dapat berupa kesulitan melakukan hubungan interpersonal di
rumah, di tempat kerja dan di masyarakat. Sumber eksternal dapat
berupa kehilangan pasangan, orangtua, teman, perubahan status
pekerjaan, dilema etik yang timbul dari aspek religious seseorang,
tekanan dari kelompok sosial atau budaya. Ancaman terhadap
sistem diri terjadi saat tindakan operasi akan dilakukan sehingga
menghasilkan suatu kecemasan.
28

5. Faktor - Faktor Yang Mempengaruhi Kecemasan Pemasangan


Infus(Munandar, 2015)

Ada 2 faktor yaitu faktor (Predisposisi & Presipitasi)

a.Faktor predisiposisi
Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadi
kecemasan berkaitan dengan krisis yang dialami individu
baik krisis perkembangan atau situasional.

1. Konflik emosional yang dialami individu dan tidak


terselesaikan dengan konflik antara id dan superego atau
antara keinginan dan kenyataan dapat ditimbulkan kecemasan
pada individu.
2. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidak mampuan
individu berpikir secara realitas sehingga akan menimbulkan
kecemasan
3. Frustasi akan menimbulkan ketidak berdayaan untuk
mengambil keputusan yang berdampak pada ego.
4. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena
merupakan ancaman integritas fisik yang dapat
mempengaruhi konsep diri individu.
5. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga
menangani kecemasan akan mempengaruhi individu dalam
berespons terhadap konflik yang dialami karena pola
mekanisme koping individu banyak dipelajari dalam keluarga.
6. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan
mempengaruhi individu dalam berespons terhadap konflik
yang dialami karena pola mekanisme koping individu banyak
dipelajari dalam keluarga
29

7. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan


mempengaruhi respon individu dalam berespons terhadap
konflik dan mengatasi kecemasan
8. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah
pengobatan yang mengandung benzodiazepine, karena
benzodiazepine dapat menekan neurotransmiter gamma amino
butryc acid (GABA) yang mengontrol aktivitas neuron diotak
yang bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

b. Faktor presipitasi
1. Ancaman terhadap integritas fisik, ketegangan yang
mengancam integritas fisik meliputi.
2. Sumber internal meliputi kegagalan mekanisme fisiologi
system imun, regulasi tubuh, perubahan biologis normal.
3. Sumber eksternal meliputi paparan terhadap infeksi virus dan
bakteri polutan lingkungan kecelakaan kekurangan nutrisi tidak
adekuatnya tempat tinggal
4. Sumber internal meliputi kesulitan dalam berhubungan
interpersonal dirumah dan ditempat kerja, penyesuaian
terhadap peran baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik
juga dapat mengancam harga diri.
5. Sumber eksternal, meliputi kehilangan orang yang dicintai,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, sosial budaya.
30

6. Cara Mengukur Tingkat Kecemasan


Untuk mengetahuai sejauh mana derajat kecemasan seorang
pasien apakah ringan, sedang, dan berat menggunakan alat ukur
(instrumen) yang dikenal dengan nama Hospital Anxiety and
Depression Scale (HADS) adalah instrumen yang digunakan untuk
melakukan pengukuran tingkat kecemasan dan depresi. Instrumen
HADS dikembangkan oleh Campos, Gimares, Remein (2010) dan
dimodifikasi oleh Tobing (2012). Instrumen ini terdiri dari 14 item
total pertanyaan yang meliputi pengukuran kecemasan (pertanyaan
nomor 1, 3, 5, 7, 10, 11, 13), pengukuran depresi (pertanyaan nomor
2, 4, 6, 8, 9, 12, 14). Semua pertanyaan terdiri dari pertanyaan positif
(favorable) dan pertanyaan negatif (unfavorable). Hal ini dilakukan
untuk menghindari adanya bias. Item favorable dengan pilihan
ansietas dan depresi terdapat pada nomer 2, 4, 9, 10, 12, 14 dengan
pengukuran skala likert skor 0= selalu, 1=sering, 2=jarang dan 3=tidak
pernah. Item unfavorable dengan pilihan ansietas dan depresi terdapat
pada nomor 1, 3, 7, 8, 11, 13 dengan skoring 0=tidak pernah,
1=jarang, 2=sering dan 3=selalu. Penggolongan nilai skor merupakan
penjumlahan seluruh hasil jawaban adalah normal (skor 0-7), ringan
(skor 8-10), sedang (skor 11-14) dan berat (skor 15-21).HADS
mempunyai nilai minimal 0 dan maksimal 42 (komposit) dengan
rentang ansietas dan depresi rendah 0-20, sedang 21-28 dan tinggi 28-
42 (Kusumawati, Keliat & Nursasi, 2015).
31

7. Penatalaksanaan Kecemasan.
a. Terapi Individual
Adalah dengan mengajak klien mengeksplorasi rangsangan yang
menimbulkan ansietas, mengajari klien untuk menghambat respons
ansietas melalui penyelesaian dari analisis logis. Membantu klien
memahami bagaimana pikiran, perasaan dan situasi yang dapat
mencetuskan respons yang terantisipasi. Tingkatkan pengenalan pada
keterbatasan diri dalam serangan ansietas sehingga klien dapat
memulai membentuk kontol pada semua aspek ke terbatasannya.
Mendorong klien untuk mengatasi kecemasan, seperti mengatakan
kamu dapat melewati segala ketegangan fisik. Mengkaji dan
memonitor gejala kecemasan, apakah ada keinginan untuk bunuh diri
(Pieter, 2011).
b. Terapi Kelompok
Adalah dengan mengajari klien strategi koping untuk kejadian
hidup yang penuh stres. Beri kesempatan klien untuk membuat
danmencoba cara-cara baru dalam bersikap dan berpikir. Dorong klien
untuk menggunakan teman kelompok dalam menenteramkan suasana
hatinya. Bantu klien mengidentifikasi kapan ansietas meningkat dan
metenreduksi proses ansietasnya (Pieter, 2011).
c. Terapi Keluarga
Adalah dengan mengajarkan kepada keluarga klien tentang
ansietas yang terjadi pada klien, mengajarkan kepada keluarga klien
untuk mengembangkan keterampilan-keterampilan komunikasi yang
efektif, mereduksi konflik keluarga dan mengajarkan tentang makna
kejujuran, empati, dan keterbukaan (Pieter, 2011).
d. Terapi Obat-Obatan
Menggunakan obat ansietas (terutama benzodiazepin), anti
depresan (seperti selective sorotonin reuptake inhibitor), inhibitor
oksidase monoamine (obat untuk panik berat) (Pieter, 2011).
32

e.Distraksi
Distraksi adalah memfokuskan perhatian pasien pada sesuatu
selain cemas, atau dapat yang dialami kerena pola mekanisme lain
bahwa distraksi adalah suatu tindakan pengalihan perhatian pasien ke
hal-hal di luar cemas. Dengandi harapkan pasien tidak terfokus pada
cemas lagi dan dapat menurunkan kewaspadaan pasien terhadap
cemas bahkan meningkatkan toleransi terhadap cemas (Andarmoyo,
2013)
f.Relaksasi
Relaksasi adalah suatu tindakan untuk membebaskan mental dan
fisik dari ketegangan dan stres sehingga dapat meningkatkan toleransi
terhadap cemas .Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas
abdomen dengan prekuensi lambat, berirama.Pasien dapat
memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman,
irama yang konstan dapat dipertahankan dengan menghitung dalam
hati dan lambat bersama setiap inhalasi(“hirup, dua, tiga”) dan
ekshalasi (“hembuskan, dua, tiga”). Pada saat perawat mengajarkan
ini, akan sangat membantu bila menghitung dengan keras dan bersama
pasien pada awalnya. Nafas yang lambat, berirama, juga dapat
digunakan sebagai teknik distraksi (Andarmoyo, 2013).
. g.Imajinasi Terbimbing
Imajinasi terbimbing adalah menggunakan imajinasi seseorang
dalam suatu cara yang direncanakan secara khusus untuk mencapai
efek positif tertentu. Tindakan ini membutuhkan konsentrasi yang
cukup. Upayakan kondisi lingkungan klien mendukung untuk
tindakan ini.Kegaduhan, kebisingan, bau menyengat, atau cahaya
yang sangat terang perlu dipertimbangkan agar tidak mengganggu
klien untuk konsentrasi. Beberapa klien lebih rileks dengan cara
menutup matanya (Andarmoyo, 2013).
33

h.Hipnosis
Hipnosis adalah sebuah teknik yang menghasilkan suatu keadaan
yang tidak sadarkan diri, yang dicapai melalui gagasan-gagasan yang
dicapai oleh orang yang menghipnotisnya. Hipnosis dapat membantu
mengubah persefsi cemas melalui pengaruh sugesti positif .Suatu
pendekatan kesehatan holistik, hipnosis diri menggunakan sugesti diri
dan kesan tentang perasaan yang rileks dan damai (Andarmoyo,
2013).
i.Akupuntur
Akupuntur adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan
proses memasukkan jarum-jarum panjang pada titik-titik strategis
pada tubuh untuk mencapai efek tarapeutik, karakteristik pelayanan
kesehatan oriental ini telah dikembangkan sejak periode 8000 dan
3000 SM. Terdapat fakta yang mengemukakan bahwa manusia
primitif menggunakan jarum batu untuk menembus kulit, yang
kemudian digantikan dengan tulang dan bambu (Andarmoyo, 2013).
j. Umpan balik biologis.
Umpan balik biologis sebagai sebuah proses tempat seorang belajar
untuk memengaruhi respons fisiologis yang reliabel, yang biasanya
tidak berada dalam kontrol polunter”. Teknik ini terdiri dari sebuah
program latian yang bertujuan membantu seseorang untuk
mengendalikan aspek-aspek tertentu dari sistem syaraf otonomnya.
(Andarmoyo, 2013).
34

C. Terapi Musik Klasik (Mozart)


1. Definisi Terapi Musik Klasik (Mozart)
Terapi musik klasik (Mozart) adalah bentuk usaha meningkatkan
kualitas fisik dan mental dengan rangsangan suara yang terdiri dari
melodi, ritme, harmoni, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian
rupa hingga tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan
mental. Perawat dapat menggunakan musik dengan kreatif di berbagai
situasi klinik, pasien umumnya lebih menyukai melakukan suatu
kegiatan memainkan alat musik, menyanyikan lagu atau mendengarkan
Musik yang sejak awal sesuai dengan suasana hati individu, merupakan
pilihan yang paling baik (Elsevier dalam Karendehi, 2015).

2. Fisiologi Musik Klasik (Mozart)


Berbeda dengan terapi dalam lingkup psikologi yang justru
mendorong klien untuk menceritakan permasalah-permasalahannya,
terapi musik bersifat nonverbal. Dimana dengan bantuan musik, pikiran
klien dibiarkan mengembara, baik untuk mengenang hal-hal yang
bahagia, membayangkan ketakutan yang dirasakan, mengangankan hal-
hal yang dicita-citakan dan sesuatu yang diimpikan.Terapi musik di
rancang untuk pengenalan yang mendalam terhadap keadaan dan
permasalahan klien sehingga setiap orang akan memberi makna yang
berbeda terhadap terapi musik yang diberikan, kesesuaian terapi musik
akan sangat ditentukan oleh nilai-nilai individual, falsafah yang dianut,
pendidikan, tatanan klinis, dan latar belakang budaya(Jasmarizal, 2011).
Musik klasik (mozart) tersebut dapat mempengaruhi denyut jantung
sehingga bisa menimbulkan efek tenang, disamping itu dengan
iramanya tersebut yang lembut dapat menimbulkan hormon endorphine
dan serotin oleh pemberian musik klasik (mozart) yang didengarkan
melalui telinga akan langsung masuk ke otak dan langsung diolah
sehingga menghasilkanlah efek yang sangat baik terhadap kesehatan
seseorang (Jasmarizal, 2011).
35

3. Penerapan musik klasik (Mozart)


Metode penerapan dengan menggunakan musik klasik ini
merupakan teknik yang sangat mudah dilakukan dan terjangkau,
terutama tidak membutuhkan waktu yang lama, dengan menggunakan
waktu 10-15 menit.Tetapi musik (mozart) ini efeknyadapat untuk
mempengaruhi ketegangan atau kondisi rileks pada diri seseorang,
karena dengan cara pemberian musik klasik (mozart) ini dapat
merangsang pengeluaran hormon endorphine dan serotin. Endorphine
dan serotin merupakan sejenis morfin alami tubuh dan metanonin
sehingga tubuh merasa lebih rileks pada seseorang yang mengalami
perasaan tidak nyaman/ stres.(Octaviana, 2016).

Prosedur Teknik Distraksi Musik Klasik (Setia darma, 2011).


a) Siapkan lingkungan yang nyaman dan tenang
b) Kontrak waktu dan jelaskan tujuan
c) Tubuh berbaring, kepala disanggah dengan bantal, dan mata
terpejam
d) Atur nafas hingga nafas menjadi lebih lentur
e) Tarik nafas sekuat-kuatnya lalu buang nafas secara perlahan-lahan
f) Fokuskan diri saat menikmati musik klasik
g) Menyuruh klien untuk membayangkan sedang berada ditempat
yang tenang, sejuk dan damai, lakukan sampai 5-10 menit
h) Setelah 5-10 menit menyuruh klien untuk membuka matanya dan
menyuruh klien untuk menceritakan apa yang telah dirasakannya.
4. Jenis musik klasik (Mozart)
Jenis musik Mozartpada dasarnya musik ini yang mempunyai
irama musik yang lembut dan teratur seperti instrumentalia atau musik
klasik mozart, Beberapa penelitian telah membuktikan bahwa musik
klasik Mozart dan musik kesukaan pilihan klien dapat menurunkan
intensitas cemas, dari hasil penelitian (Perdana Sari, 2012)
36

5. Manfaat Musik Klasik (Mozart)


Mampu membatu tubuh santai secara fisik dan mental sehingga
membantu menyembuhkan dan mencegah cemas. Para ahli musik
klasik seperti mozart dan beethoven dapat membantu mengurangi
cemas (Kustap, 2013). Terapi musik klasik dapat mengatasi cemas
berdasarkan teori gate control, bahwa impuls cemas dapat di atur atau
di hambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat
(Endarto, 2012). Mengusulkan bahwa infuls cemas dihantarkan saat
sebuah pertahanan dibuka dan infuls di hambat saat pertahanan di tutup.
Salah satu cara menutup mekanisme pertahanan ini adalah dengan
merangsang sekresi endorfin yang akan menghambat pelepasan
subtansi.

6. Kelebihan Musik Klasik (Mozart)


Terapi musik mozart adalah terapi yang universal dan bisa diterima
oleh semua orang karena kita tidak membutuhkan kerja otak yang berat
untuk menginteprestasikan efek terapeutik secara bermakna, terapi
musik ini juga sangat mudah diterima organ pendengaran kita dan
kemudian melalui saraf pendengaran di salurkan kebagian otak yang
memproses emosi (sistem limbik) bagian terpenting dari sistem limbik
adalah hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah bagian
memutuskan mana yang perlu mendapat perhatian dan mana yang tidak
membutuhkan (Endarto, 2012).
37

D. Kerangka Teori
Manajemen kecemasan secara
farmakologi

1. Golongan Benzodiazepine

2. Golongan Non-Benzodiazepine:
Pemasangan Busporin (buspar)
infus intravena
Manajemen kecemasan secara non-
Kecemasan farmakologi

1. Relaksasi 4. Terapi Spiratual

2. Distraksi: Musik Klasik (mozart)


Faktor -faktor Respon
yang kecemasan 3. Humor 5. Aromaterapi
mempengaruhi
kecemasan Adaptif

1. Umur -Antisipasi Berfokus dan


menikmati musik
2. Keadaan Maladatif
fisik klasik (mozart)
- Kecemasan dengan waktu 10-
Ringan Mendengarkan musik
3. Sosial 15 menit
budaya klasik (mozart)
- Kecemasan
4. Tingkat Sedang
pendidikan
-Kecemasan Berat
5. Tingkat
pengetahua -Kecemasan Panik
n
-Kosentrasi meningkat

Merangsang hipotalamus - Relaksi Otot-otot


5. mengeluarkan opoid endogen
yaitu endorphin dan serotin
Merangsang pelepasan gelombang
α

Penurunan kecemasan Distraksi musik klasik (mozart)


38

BAB III
KERANGKA KONSEP DEFINISI OPERASIONAL
DAN HIPOTESIS

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian ini adalah suatu hubungan atau kaitan
antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang
ingin di teliti (setiadi, 2013) dalam peneliti ini peneliti bermaksud
melihat hubungan antara variabel independen. Pengaruh teknik musik
(mozart)terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien yang di
lakukan pemasangan infus intravena. Kerangka konsep ini dapat di
gambarkan sebagai berikut:

Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Variabel Independen Variabel Dependen

 Teknik musik klasik Kecemasan


(Mozart) pemasangan infus

Keterangan :
: Variabel yang diteliti
: Terdapathubungan

B. Definisi Operasional
Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan
istilah yang akandi gunakan dalam penelitian secara operasional sehingga
akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna peneliti.
Pada definisi operasional akan di jelaskan secara padat mengenai unsur
penelitian yang meliputi bagaimana caranya menentukan variabel dan
mengukur suatu variabel (setiadi,2013)
39

Tabel 3.2 Definisi Operasional

Definisi Skala
No Variabel Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur
Operasional Ukur

1 Teknik Kegiatan yang Observasi SAK 0 Terlaksananya Ordin


musik di lakukan Prosedur pendampinga al
klasik dengan metode n terapi
pengajaran musik klasik
tentang
pengendalian
cemas dengan
cara teknik
musik klasik
(mozart) yang
dapat membantu
pasien merasa
lebih relax pada
saat pemasangan
infus.
2 Kecemasan Kondisi dimana Cheklist Kuesioner Nilai Mean Interv
pemasangan pasien HADS al
infus merasakan Sebelum
intravena khawatir takut dilakukan
akan tindakan intervensi
pemasangan musik klasik
infus (mozart)
(10.98).

Setelah
dilakukan
intervensi
musik klasik
(mozart)
(4.33)
40

C. Hipotesis.
Ada pengaruh teknik musik kalsik (Mozart) terhadap penurunan
tingkat kecemasan pada pasien yang di lakukan tindakan pemasangan
infus intravena di ruang Plamboyan, rawat inap Rumah Sakit PUSRI
Palembang 2018.
41

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Desain penelitian yang dilakukan adalah dengan memberikan
intervensi berupa musik klasik (Mozart) pada klien yang mengalami
kecemasan saat akan dilakukan tindakan pemasangan infus intravena.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif, dilakukan dengan menggunakan
desain penelitian “Pre-Eksperiment” dengan rancangan penelitian “ one
group pretest-posttest design “ yaitu suatu penelitian yang sudah
dilakukan observasi pertama ( pretest ) yang memungkinkan menguji
perubahan-perubahan yang terjadi setelah adanya eksperimen atau
intervensi (Setiadi, 2013).
Bagan 4.1 Rancangan one group pretest-posttest

Pre-test Post-test
01 X1 02

Keterangan:
01 = Pengukuran pertama kecemasan pasien sebelum dilakukan
intervensi atau perlakuan pemberian terapi musik klasik.
X = Intervensi musik klasik (Mozart)
02 = Pengukuran kedua intensitas skala kecemasan setelah dilakukan
intervensi atau perlakuan pemberian teknik musik klasik.
42

B. Variabel Penelitian
Variabel adalah suatu katakteristik yang diamati yang mempunyai
variasi nilai dan merupakan operasionalisasi dari suatu konsep agar dapat
diteliti secara empiris atau ditentukan tingkatannya.Variabel dibedakan
menjadi 2, yaitu variabel bebas (variabel independen) dan variabel terikat
(variabel dependen) (Setiadi, 2013).
Variabel independen dalam penelitian ini adalah musik klasik
(mozrt), sedangkan variabel dependenya adalah tingkat kecemasan
pasien yang akan dilakukannya tindakan pemasangan infus intravena.

C. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang di
teliti tersebut (Notoatdmodjo,2012). Sedangkan menurut (Setiadi, 2013)
populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau
subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di
tetapkan oleh peneliti atau dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya. Adapun populasi dalam penelitian ini jumlah responden
yang didapatkan adalah 43 reponden, yang akan dilakukannya tindakan
pemasangan infus intravena serta yang di rawat di Rumah Sakit PUSRI
Palembang.
2. Sampel.
Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan objek yang
diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi (Setiadi, 2013). Teknik
sampling dalam penelitian ini adalah: “Non Probability sampling“
dengan cara accidental Sampling yaitu teknik penepatan/pengambilan
sampel berdasarkan kebetulan, maksudnya siapa saja yang secara
kebetulan bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila
orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Setiadi,
2013).
43

Besaran sampel pada penelitian ini adalah


Rumus pengambilan sampel menurut Nursalam (2015)

N : 403

𝛼
𝑍1− 𝑃( 1−𝑃)𝑁
2
n= 𝛼
𝑑 2 (𝑁−1 )+ 𝑍1− 𝑃 (1−𝑃 )
2

1,96.0,50 ( 1−0,50).403
n=
(0,10)2 (403−1 )+1,96.0,50(1−0,50)

1,96.0,50 (0,5).403
n = (0,01)(402)+1,96.0,50
(0,5)

1,96 .0,25 .403


n=
4,02+1,96 .0,25

197
n=
4,02+0,49

197
n=
4,51

= 43 responden

Keterangan

n : Besar sampel
N : Besar populasi
d : Tingkat kepercayaan / ketepatan yang di inginkan (0,10)
Z1 : Standar devisiasi normal (1,96)
F : Target populasi 50%
44

a. Kriteria Inklusi
1. Pasien yang akan di pasang infus intravena
2. Kesadaran pasien composmentris dan dapat berkomunikasi dengan
baik
3. Pasien yang pertama kali dilakukan pemasangan infus

b. Kriteria Ekslusi
1. Penderita dengan penurunan tingkat kesadaran

D. Tempat dan Waktu Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Ruang Flamboyan, Ruang Rawat Inap
Rumah Sakit PusriPalembang.
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan padatanggal (20 maret - 7 april) 2018.

E. Teknik Pengumpulan Data


1. Sumber data
Teknik pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepala
subjek proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan
dalam suatu penelitian (Nursalam, 2013).
a. Data Primer
Data primer adalah data yang di peroleh langsung dari responden
melalui pengisian checklist yang telah disiapkan diamana responden
diberi kebebasan dalam mengisi dengan jawaban menurut responden
masing-masing. Data primer ini diteliti dapatkan melalui metode
kuesioner yang diberikan langsung kepada responden untuk
mendapatkan data mengenai kecemasan saat akan dilakukan tindakan
pemasangan infus intravena .
45

b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang di ambil dari data Rumah
Sakit Pusri Palembang pada tahun 2018 yang mendukung untuk
penelitian seperti data rekam medik, data pasien yang dilakukan
tindakan pemasangan infus yang ada di Rumah Sakit PUSRI
Palembang.
2. Prosedur Pengumpulan Data
a. Prosedur Administrasi
Peneliti ini menyampaikan surat permohonan izin penelitian
kepada Direktur Rumahsakit Pusri Palembang, kemudian surat
dibawa kediklat, setelah mendapat surat balasan dari diklat peneliti
lalu memintak izin kepada kepala Instalasi Rawat Inap dan Kepala
Ruangan, setelah itu baru mendapatkan izin untuk mengambil data
diruangan medical record dan meneliti pasien di Ruang Rawat Inap
Bedah.
b. Prosedur Penelitian
1. Dengan izin dari kepala ruangan, ruangan yang diteliti yaitu
ruangan rawat inap Bedah, peneliti menemui reponden yang ada
dan menjelaskan tujuan penelitian.
2. Populasi adalah klien yang akan dipasang infus dengan
pengambilan sampel disesuaikan dengan criteria inklusi yang telah
ditentukan dan dapatkan 43 responden dan tidak ada responden
yang droup out,
3. Mempersilahkan responden untuk menandatangani lembar
persetujuan sebagai pernyataan setuju menjadi responden (informed
consent).
4. Peneliti menyerahkan kuesioner dan responden dipersilahkan untuk
memahami dengan membaca petunjuk penelitian.
5. Responden diberi waktu untuk mengisi kuesioner tingkat
kecemasan dan diberikan kepada responden untuk mengklarifikasi
pertanyaan yang kurang jelas.
46

6. 10 menit setelah selesai mengisi kuesioner, selanjutnya peneliti


memberikan dan mengajarkan terapi disi musik klasik dengan
langkah-langkah sebagai berikut:
a) Siapkan lingkungan yang nyaman dan tenang
b) Kontrak waktu dan jelaskan tujuan
c) Tubuh berbaring, kepala di sanggah dengan bantal, dan mata
terpejam
d) Atur nafas hingga nafas menjadi lebih lentur
e) Tarik nafas sekuat-kuatnya lalu buang nafas secara perlahan-
lahan
f) Fokuskan diri saat menikmati musik klasik
g) Menyuruh klien untuk membayangkan seolah-olah sedang
berada ditempat yang tenang, sejuk dan damai, lakukan dengan
5-10 menit
7. Setelah 5-10 menit menyuruh klien untuk membuka matanya.
8. Setelah itu dilakukan kembali pengisian kuesioner penilaian tingkat
kecemasan (anxietas), pada pasien setelah 10 menit post intervensi.

F. Instrumen Pengumpulan Data


Variabel tingkat kecemasan dalam penelitian ini menggunakan
kuesioner kepada klien yang dirawat diruang rawat inap bedah Rumah
Sakit Pusri Palembang. Menurut (Setiadi, 2013). Kuesioner adalah
suatu cara pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengedarkan
suatu pertanyaan yang berupa pormulir.
Variabel tingkat kecemasan dapat di ukur dengan menggunakan alat
ukur kecemasan yang di sebut ( Hospital Anxietety Defression Scale/
HADS). Terdapat 7 item yang nampak pada individu yang mengalami
kecemasan. Setiap item yang di observasi di beri 4 tingkatan skor antara
0 sampai dengan 4 di mana 0 : tidak ada, 1: kadang- kadang, 2: sering,
3:sering sekali. Skor total 0-7: menunjukkan rengtang normal, 8-10 :
47

menunjukkan boderline abnormal,dan 11 atau lebih menunjukkan


adanya suatu masalah klinis/ (Anxietas).

G. Pengolahan dan Analisa Data


Menurut Setiadi(2013), proses pengolahan data melalui tahap-tahap
sebagai berikut:
a. Editing, yaitu memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan
oleh para pengumpul data. Peneliti sudah memeriksa kuesioner
yang telah diisi oleh responden yang mencakup kelengkapan
pengisian yang telah dilakukan oleh responden.
b. Coding, yaitu mengklarifikasikan jawaban-jawaban dari para
responden kedalam kategori. Biasanya klarifikasi dilakukan
dengan cara memberi tanda/kode berbentuk angka pada masing-
masing jawaban. Peneliti sudah mengklarifikasikan jawaban-
jawaban dari kuesioner responden kedalam kategori yang sudah
ditentukan, dan memberi tanda/kode berbentuk angka pada
masing-masing jawaban pada lembar kuesioner seperti jenis
kelamin (1. Laki-laki, 2. Perempuan), Pendidikan (1. SD, 2. SMP,
3. SMA, 4. PT), Status Kerja (1. Bekerja, 2. Tidak Bekerja), dan
kecemasan dinyatakan kedalam skor (0-14).
c. Sorting, yaitu mensortir dengan memilih atau mengelompokkan
data menurut jenis yang dikehendaki (klarifikasi data) peneliti
sudah mengklarifikasikan data sesuai dengan jenis permasalahan
yang sudah dirumuskan.
d. Entri Data, jawaban-jawaban yang sudah diberikan kode kategori
kemudian dimasukkan dalam tabel dengan cara menghitung
frekuensi data, memasukkan data. Pada penelitian ini, jawaban-
jawaban dari responden telah dimasukan dalam tabel dengan cara
menghitung frekuensi data melalui pengolahan komputer. Dan
dilakukan dengan menggunakan Uji Dependen T-test.
48

e. (Cleanning), Yaitu pembersihan data, lihat variabel apabila data


sudah benar atau belum. Pada penelitian ini, peneliti telah
memeriksaan kembali apakah terdapat data yang missing
kemudian dilakukan pembersihan data. Dan tidak terdapat data
yang missing.
f. Mengeluarkan informasi : disesuaikan dengan tujuan penelitian
yang dilakukan. Pada penelitian ini data telah disajikan sesuai
dengan tujuan permasalahan yang sudah dirumuskan.

2. Anisis Data.
a. Analisa univariat
Bersetujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan
distribusi dan persentase dari tiap variabel (Notoatmodjo.2012).
analisa univariat bertujuan untuk mengetahui distribusi frekuensi dari
variabel yang di teliti yaitu variabel devenden serta bertujuan
mendeskripsikan masing-masing variabel yang mencakup skor, scala
cemas saat akan pemasangan infus di Rumah Sakit Pusri Palembang.

b. Analisa Bivariat
Pada analisa bivariat ini di lakukan terhadap dua variabel yang
menghubungkan antara Pengaruh teknik musik klasik (mozart)
terhadap penurunan tingkat kecemasan pada pasien yang akan di
lakukan pemasangan infus intravena dengan menggunakan skala
pengukuran (Hospital Anxiety and Depression Scale/ HADS)
Sebelum dilakukan analisa bivariat terlebih dahulu dilakukan uji
normalitas data digunakan untuk mengukur apakah ada data yang
didapatkan memiliki distibusi normal sehingga dapat dipakai dalam
statistik. Uji normalitas data apabila sampel <50 maka uji statistik
yang digunakan adalah uji Saviro Wilk dan apabila sampel >50 maka
digunakan adalah uji statistik Kalmogorov-Smirnov dengan nilai
masing-masing p volue > (0,05).
49

Analisa bivariat bertujuan untuk mengetahui hubungan antara 2


variabel yaitu independen dan variabel dependen. Karena baik
variabel independen maupun dependen merupakan variabel kategorik
maka uji statistik yang digunakan yaitu uji dependent T-test untuk
mengetahui pengaruh teknik musik klasik (mozart) terhadap
penurunan tingkat kecemasan pada pasien yang dilakukan infus
intravena (Riwidikdo, 2012).
Dalam pengambilan keputusan statistik dilakukan dengan
membandingkan nilai p (p volue) dengan nilai α (0,05) dengan
ketentuan:

H. Etika penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti perlu membawa
rekomendasi dariinstitusi pendidikan dengan cara mengajukan
permohonan izin kepada institusi atau lembaga tempat penelitian
yang di tuju oleh peneliti, setelah mendapat persetujuan, barulah
peneliti menekankan masalah etika yang meliputi (Nursalam,2013)

1).Informed Consen
Lembar persetujuan ini di berikan kepada responden yang akan
di teliti responden harus memiliki kriteria inklusi. Lembar informed
consen harus di lengkapi dengan judul penelitian. Bila subjek
menolak, maka peneliti tidak memaksa dan harus tetap menghormati
hak-hak subjek. Pada penelitian ini Informen Consen di berikan
sebelum peneliti di laksanakan agar responden mengetahui maksud
dan tujuan penelitian, serta dampak yang akan terjadi selama dalam
pengumpulan data, jika responden tersedia diteliti mereka harus
menandatangani lembar persetujuan tersebut, jika responden
menolak, maka peneliti harus menghormati hak-hak responden.
50

2).Anonimity (Tanpa nama)


untuk menjaga kerahasiaan peneliti tidak akan mencontohkan
nama responden, tapi di lembar tersebut di beri kode, peneliti hanya
mencantumkan inisial nama responden. Data tersebut di beri kode,
yaituresponden 1 diberi kode 1 dan seterusnya.

3).Confidentiallity (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden di jamin oleh peneliti, dan
hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan sebagai hasil
peneliti Sebelum dilakukan penelitian terlebih dahulu peneliti
menjelaskan bahwa data dari responden tidak akan di pergunakan
untuk hal-hal yang dapat merugikan responden sehingga responden
akan merasa terlindungi dari rasa ketidak nyamanan.

4).Benefience (Kemanfaatan)
Diberikan pada responden, tujuannya adalah untuk mengurangi
cemas yang di rasakan pada pasien saat pemasangan infus,
intervensi yang di berikan tidak merugikan responden atau tidak
menimbulkan bahaya bagi responden

5). Justice
Peneliti harus mampu menerapkan prinsip keadilan terutama
terhadap subjek maupun partisipan dalam penelitian yang akan
dilakukan. Peneliti sudah memberikan keadilan kepada setiap klien
dengan cara memberikan informasi, tindakan dan komunikasi yang
sama.

6). Privacy (Kerahasiaan)


Peneliti perlu memperhatikan bahwa peneliti yang dilakukan
tetap menjaga kerahasiaan responden selama penelitian.
Responden mempunyai hak untuk mengharapkan bahwa data yang
dikumpulkan selama masa penelitian akan dijaga kerahasiaannya.
51

7). Protection From discomport


Responden harus diyakinkan bahwa partisipasinya dalam
penelitian atau informasi yang telah diberikan tidak akan
dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan responden
dalam bentuk apapun.
Peneliti telah meyakinkan responden bahwa data yang telah
diberikan tidak dipergunakan dalam hal-hal yang dapat merugikan,
serta menciptakan lingkungan yang nyaman bagi responden pada
saat melakukan penelitian.
52

BAB V
HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian


1. Gambaran Umum Rumah Sakit PUSRI Palembang
PT Graha Pusri Medika merupakan bentuk badan hukum perseroan
terbatas yang bergerak dalam bidang jasa pelayanan kesehatan/
perumahsakitan yang secara operasional bernama Rumah Sakit Pusri,
berkedudukan di Jalan Mayor Zon Komplek PT Pusri.
Dari awal pendiriannya sampai sekarang RS Pusri telah beberapa
kali mengalami renovasi, pengembangan, penambahan dan penggantian
peralatan serta perubahan status dalam pengelolaannya.
a. Tahun 1963 : Merupakan Klinik Kesehatan untuk Karyawan PT Pusri
dan para pekerja asing yang terlibat dalam penggabungan PT Pusri.
b. Tahun 1973 : Perluasan pelayanan menjadi bentuk Rumah Sakit.
c. Tahun 2001 : Spin off dari PT Pusri menjadi Yayasan Pusri Medika
(YPM).
d. Tahun 2006 : Menjadi Perseroan Terbatas dengan nama PT Graha
Pusri Medika: berdasarkan akta notaris Robert Tjahjaindra,SH.,MBA
No. 66 tanggal 22 Juni 2006 dan peresmian pada tanggal 1 September
2016. Secara operasional bernama Rumah Sakit Pusri dengan surat
izin dari Walikota Palembang, Nomor : 780 Tahun 2011.

2. Visi, Misi & Tata Nilai


a. Visi
Mewujudkan Rumah Sakit Pusri menjadi pilihan utama untuk
masyarakat Palembang dan sekitarnya.
b. Misi
1) Memberikan Pelayanan Kesehatan perumahsakitan kepada
karyawan/ pensiunan/ Keluarga PT Pusri dan Anak
Perusahaannya serta masyarakat umum menyelenggarakan
53

pelayanan kesehatan perumahsakitan secara profesional dan


bermutu.
2) Melakukan pengelolaan Rumah Sakit secara efektif dan efisien
dengan tetap memperhatikan fungsi sosial.
3) Melaksanakan kerjasama sinergik dengan instansi/pihak lain
secara harmonis dan berkesinambungan.
4) Meningkatkan profitabilitas perusahaan untuk semakin tumbuh
dan berkembangnya Rumah Sakit Pusri.
c. Tata Nilai (Values)
Disingkat FIRST, yang terdiri dari
F (Fast) : Aktifitas kerja/pelayanan cepat, tepat dan akurat
T (Integrity) : Integritas/loyalitas yang tinggi terhadap organisasi
R (Responsible) : Tanggap dan peduli terhadap pelayanan
S (Smile) : Senyum dengan tulus dan ramah dalam pelayanan
T (Touch) : Melayani dengan sentuhan perhatian dan tindakan
d. Motto
“ Melayani Sahabat Menuju Sehat “

3. Fasilitas Pelayanan
Pelayanan 24 jam
a. Gawat Darurat
b. Tindakan Bedah
c. Laboratorium
d. Instalasi Farmasi
e. Pelayanan Rawat Inap
Pelayanan Rawat Jalan
1. Poli Spisialis
a. Penyakit Dalam : Ginjal & Hipertensi, Gastro-Entero-
Hepatologi, Alergi-Imunologi, Paru)
b. Kesehatan Anak
c. Kebidanan & Penyakit Kandungan
54

d. Bedah : Umum, Tulang, Onkogi, Syaraf, Urologi, Plastik, Anak,


Digestif
d. Jantung & Pembuluh Darah
e. Penyakit Syaraf
f. THT –KL
g. Mata
h. Kulit & Kelamin
2. Poli Gigi
3. Klinik Kesehatan Wanita & Anak (KKWA)
4. Klinik Fisioterapi / Rehabilitasi Medik
5. Gizi Klinik
Pelayanan Penunjang Medik
1. Laboratorium Klinik
2. Radiologi
Pemeriksaan Diagnostik Khusus
1. Electro Cardiografi (ECG)
2. Echo Cardiografi
3. Electro Enchephalografi (EEG)
4. Ultrasonografi (USG)
5. Treadmil Test
6. Spirometri
7. Audiometri

Pelayanan Unggulan
1) Hemodialisis
Layanan Hemodialis ini dapat membantu bagi yang
mengalami Gagal Ginjal dan memerlukan tindakan cuci darah
secara periodik ditangani oleh dokter spesialis Ginjal dan tenaga
paramedis yang ahli dibidangnya.
55

2. Medical Check Up
Selain melakuan Medical Check Up secara umum (General
Medical Check Up) juga melakukan :
a. Medical Check Up Untuk Tenaga Kerja Perusahaan
b. Medical Check Up Untuk Pelaut (Seafarer)

Pelayanan Rawat Inap


Ruang Perawatan Kelas Perawatan
1. Pavilium Nusa Indah (Infeksi) 1. Super VIP : 3 TT
2. Pavilium Kusuma (Anak anak) 2. VIP : 5 TT
3. Pavilium Flamboyan (Non 3. Kelas Utama : 15 TT
Infeksi & Bedah) 4. Kelas 1 : 22 TT
4. Pavilium Cempaka 5. Kelas 2 : 44 TT
(Kebidanan & Kandungan) 6. Kelas 3 : 31 TT
5. Ruang Mawar 7. Ruang Isolasi : 1 TT
8. Ruang Neonatus : 8 TT
9. Ruang ICU : 6 TT
Jumlah Tempat Tidur : 135 TT

Program yang terkait dengan motivasi perawat di RS PUSRI


Palembang dalam rangka meningkatkan kinerja dan motivasi perawat di
RS PUSRI Palembang ada beberapa hal yang dikembangkan antara lain.
a. Program pemilihan perawat berprestasi diberinya kesempatan
bagi perawat untuk mengembangkan diri melalui program
pendidikan dan pelantikan walaupun kesempatan terbatas.
b. Selain gaji tetap perawat dengan mendapatkan jasa pelayanan
tentang beberapa status pekerjaan juga sebagian besar kestatus
tetap walaupun sebagian lain dengan kontrak.
c. Untuk meningkatkan motivasi program supervisi juga
dijalankan baik oleh manajer ruang perawat maupun supervisior
56

yang ditunjuk, terkait dengan lingkungan kerja RS PUSRI


Palembang juga sudah cukup memadai.
3. Pegawai Ruang Rawat Inap Flamboyan
a. Dokter Penyakit Dalam
1. Tetap : 3 orang
2. Tamu : 1 orang
b. Tenaga medis
1. Tenaga Medis Perawat : 17 orang
c. Jumlah Kamar dan Bed
1. Kamar : 11 Ruangan
2. Bed : 27 Tempat tidur

B. Hasil Penelitian
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan di Rumah Saikit Pusri
Palembang, Ruang Rawat Inap tanggal 20 maret - 7 april tahun 2018,
populasi pada penelitian ini adalah seluruh klien yang akan dipasang infus
intravena di Ruang Flamboyan Ruang Rawat Inap Rumah sakit Pusri
Palembang yang berjumlah 43 Responden. Hasil penelitian ini disajikan
dalam bentuk teks dan tabel, yaitu sebagai berikut.

1. Analisa Karakteristik Responden


a. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur
Tabel 5.1
Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Umur di Ruang
Rawat Inap Ruang Flamboyan Rumah Sakit Pusri
Palembang 2018

Umur Pasien Frekuensi Presentase %


17-25 12 27.9 %
26-45 13 30.2 %
46-65 12 27.9 %
>66 6 14.0 %
Total 43 100.0 %
57

Berdasarkan tabel 5.1 diatas diketahui distribusi Frekuensi umur


responden di Ruang Rawat Inap Ruang Flamboyan RS Pusri Palembang
2018, maka di dapatkan nilai sebagian besar umur pasien yaitu (26-45)
dengan Persentase 30.2 %.

b. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin


Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin
Pasien di Ruang Rawat Inap Ruang Flamboyan Rumah
Sakit Pusri Palembang 2018

Jenis Kelamin Frekuensi Presentase %


Laki-Laki 27 62.8 %
Perempuan 16 37.2 %
Total 43 100.0 %

Dari data diatas didapatkan bahwa sebagian besar jenis kelamin


responden di Ruang Rawat Inap Ruang Flamboyan Rumah Sakit Pusri
Palembang yaitu berjenis kelamin laki-laki sebanyak 27 dengan presentase
(62.8%)
c. Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
Tabel 5.3

Distribusi Frekuensi Karakteristik Berdasarkan Tingkat Pendidikan


Pasien di Ruang Rawat Inap Ruang Flamboyan Rumah Sakit
Pusri Palembang 2018

Tingkat Pendidikan Frekuensi Presentase %


Rendah 7 16.3 %
Tinggi 36 83.7 %
Total 43 100.0 %

Hasil analisis distribusi frekuensi karakteristik pendidikan


menunjukkan bahwa sebagian besar responden dengan tingkat pendidikan
tinggi yaitu dengan frekuensi 36 dengan presentase (83.7%).
58

2. Analisa Univariat
Analisis univariat ini digunakan untuk mempereroleh distribusi
frekuensi dan presentase yang dilaksanakan variabel dari hasil
penelitian yaitu tingkat kecemasan sebelum dan setelah di berikan
intervensi musik klasik (Mozart).

d. Distribusi nilai rata-rata tingkat kecemasan Responden sebelum


dan setelah dilakukannya intervensi musik klasik (mozart).
Tabel 5.4
Distribusi nilai rata-rata tingkat kecemasan Responden sebelum
dan setelah dilakukannya intervensi musik klasik (mozart)
di Ruang Rawat Inap Ruang Flamboyan Rumah
Sakit Pusri Palembang 2018

Variabel Mean SD
Kecemasan
Sebelum 10.98 1.286 %
Setelah 4.33 2.053%

Dari hasil analisis tabel diatas didapatkan nilai sebagian


besar responden adalah sebelum dilakukannya intervensi musik
klasik (mozart) yaitu (10.98) dengan nilai standar deviasi (1.286).
dan sebagian kecilnya yaitu setelah dilakukan intervensi musik
klasik (mozart) adalah (4.33) dengan nilai standar deviasi (2.053).

3. Analisa Bivariat
Analisis bivariat ini adalah untuk melihat pengaruh terapi
musik klasik (mozart) terhadap tingkat kecemasan dan melihat
adanya perbedaan antara kecemasan sebelum dan setelah
intervensi. Adapun hasil analisis bivariat dengan menggunakan uji
parametrik untuk melihat teknik musik klasik (mozart) terhadap
tingkat kecemasan, lalu dilanjutkan dengan uji statistik Dependent
T-test dengan tingkat konfidensi 95%.
59

Berdasarkan hasil uji normalitas data dengan menggunakan


metode Shapiro-Wilk sebelum dilakukan intervensi musik klasik
(mozart) diperoleh nilai p=0,186, dan setelah dilakukan intervensi
musik klasik (mozart) didapatkan nilai p=0,103 ≤ (0,000). Hal ini
menunjukkan ada pengaruh yang signifikan antara sebelum dan
setelah diberikan intervensi musik klasik (Mozart).

Tabel 5.5

Distribusi Rata-Rata Pengukuran Kecemasan Responden (N=43)


Sebelum Dan Setelah Dilakukan Terapi Musik Klasik (Mozart)
Pada Klien Yang Akan Dipasang Infus Intravena di Ruang
Rawat Inap Ruang Flamboyan Rumah Sakit
Pusri Palembang 2018

Std. CI 95% P Value


Variabel Mean
Deviation Lower Apper
Tingkat Kecemasan
Pretest 10.98 1.286 10.98 11.61 0.000
Post test 4.33 2.053 3.93 4.72

Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan hasil skor rata-rata tingkat


kecemasan responden sebelum di berikan intervensi musik klasik (mozart)
yaitu (10.98) dengan Standar deviasi (1.286). sedangkan setelah
dilakukannya intervensi musik klasik (mozart) adalah (4.33) dengan
standar deviasi (2.053) Hasil uji statistic dengan Dependent T-test
didapatkan nilai (p volue = 0,000). Maka dapat disimpulkan hipotesa
diterima bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap intervensi musik
klasik (mozart) terhadap tingkat kecemasan pada klien yang akan
dilakukan pemasangan infus intravena.
60

BAB VI
PEMBAHASAN

A. Pembahasan Hasil Penelitian


Penelitian menggunakan Pre eksperimental yaitu mencari
pengaruh terapi musik klasik (Mozart) terhadap tingkat kecemasan pada
pasien yang di pasang infus intravena.Uji statistik yang digunakan
adalah uji Dependent T-test dan instrumen pengumpulan data
menggunakan kuesioner.Metode pengambilan sampel dalam penelitian
ini yaitu menggunakan teknik Accidental Sampling. Sampel yang
didapatkan selama penelitian ini berjumlah 43 responden yaitu klien
yang akan dipasang infus intravena di ruang rawat inap, Ruang
Flamboyan Rumah Sakit Pusri Palembang. Penelitian ini dilaksanakan
pada tanggal 20 maret – 7 april tahun 2018.
Pembahasan hasil penelitian ini terdiri dari analisa univariat dan
bivariat yaitu:
1. Analisa Univariat
Rata-rata kecemasan klien yang akan dipasang infus
intravena sebelum dilakukan pemberian teknik musik klasik adalah
10.98 dengan skor terkecil 2 dan nilai tertinggi adalah 14. Dari
perhitungan hasil skor kecemasan yang dihasilkan dapat
disimpulkan bahwa responden berada dalam tingkat kecemasan.
Menurut Eriyani (2015). menujukan bahwa dari 31 orang
anak usia pra sekolah terdapat sebagian kecil dari responden
(22,6%) orang anak pra sekolah menyatakan panik dan hampir
setengah dari responden (32,3%) orang anak pra sekolah
menyatakan ansietas berat pada saat dilakukan tindakan
pemasangan infus diruangan Edelwis RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu, hal ini disebabkan orang tua pasien dan pasien tidak
mengerti kegunaan dari tindakan pemasangan infus, kebanyakan
orang tua merasa jika anak mereka mau makan dan minum tidak
61

harus memakai infus. Orang tua pasien juga merasa kasihan jika
anaknya harus dipasang infus apalagi pemasangan infus dilakukan
dengan dua kali penusukan atau lebih, terlebih lagi komunikasi
teraupetik tidak dilakukan perawat sebelum melakukan
pemasangan infus.
Hal ini sependapat dengan penelitian (Sufriani, 2012) yang
menyatakan bahwa banyak klien memerasakan cemas, takut akan
dilakukannya tindakan pemasangan infus intravena. Mereka juga
terlihat emosional dalam menghadapi suatu tindakan-tindakan dan
pengobatan maupun perawatan yang ada di Rumah Sakit.
Kecemasan adalah perasaan tidak nyaman atau ketakutan
yang tidak jelas dan gelisah sisertai respon otonom (sumber
terkadang tidak diketahui oleh individu). Kecemasan adalah
keadaan dimana seseorangmengalami gelisah atau cemas dan
aktivitas sistem syaraf otonom dalam berespon terhadap ancaman
yang tidak jelas dan spesifik (Munandar, 2016)
Menurut (Lestari, 2015) ada beberapa faktor yang bisa
mempengaruhi tingkat kecemasan seseorang termasuk diantaranya
adalah umur responden.Dari hasil penelitian didapatkan bahwa
rata-rata umur responden adalah 26-45 tahun atau tergolong dalam
umur dewasa dengan umur termuda yaitu 17 tahun dan umur tertua
yaitu 74 tahun. Menurut (Lestari. 2915). Bahwa umur yang lebih
muda lebih mudah terkena stress dan kecemasan dari pada umur
tua. Namun (Hawari, 2011) menyebutkan bahwa tingkat
kecemasan yang bisa dirasakan oleh semua responden itu berbeda-
beda, hal ini tergantung dari setiap responden dalam menghadapi
peristiwa yang mengancam jiwa. Tidak semua orang yang
mendapat stressor psikososial akan menderita gangguan
kecemasan, hal ini tergantung pada kebribadiannya orang dengan
yang berkepribadian pencemas lebih rentang untuk menderita
gangguan kecemasan atau dengan kata lain dengan kepribadian
62

pencemas resiko timbulnya menderita gangguan cemas lebih besar


dari orang yang tidak berkepribadian cemas.
Menurut (Armansyah, 2012) salah satu cara untuk
mengurangi tingkat kecemasan adalah dengan cara intervensi
musik klasik (mozart). Musik klasik (mozart) merupakan musik
yang lembut,yang dapat membuat seseorang merasa
rileks.Seseorang yang mendengar musik klasik akan
mudahmencapai kondisi rileks dan tenang, sehingga sangatmudah
menurunkan derajat kecemasan dan tingkatkekebalan tubuh. Efek
Mozart merupakan salah satu jenis musikklasik yang manfaatnya
sudah banyak diketahui. EfekMozart muncul pada tahun 1993.
Mozart merupakanjenis musik yang tidak membangkitkan
gelombanguntuk naik turun dan tajam. Mozart juga tidak kakudan
datar, tetapi Mozart juga tidak terlalu lembutmembuai seperti
pengantar tidur bayi. Kelebihankelebihanini membuat seseorang
merasa rileks ketikamendengar gubahan Mozart.
Berdasarkan penelitian terkait dan hasil penelitian
berasumsi perbedaan nilai kecemasan sebelum dan Setelah
dilakukan intervensi teknik musik klasik (mozart), didapatkan skor
rata-rata kecemasan yaitu (10.98) dengan tingkat kecemasan
sedang. Hal ini menunjukkan setelah dilakukan terapi musik klasik
(mozart) sebagian besar atau mayoritas responden mengalami
kecemasan dengan kategori kecemasan ringan yaitu (4.33).
2. Analisa Bivariat
a. Pengaruh Teknik Musik Klasik Terhadap Penurunan Tingkat
Kecemasan Pada Pasien Yang Dilakukan Pemasangan Infus
Intravena.
Hasil penelitian ini diperoleh nilai p = 0,000 dengan nilai
berbedaan antara nilai pretest-posttest yaitu. (10.98 – 4.33) karena
nilai p < α maka menunjukkan bahwa ada pengaruh teknik musik
63

klasik terhadap tingkat kecemasan pada pasien yang dilakukan


pemasangan infus intravena.
Diperolehnya perbedaan nilai skor kecemasan ini
dikarenakan ada kaitannya dengan pemberian terapi teknik musik
klasik (mozart). Musik klasik (mozart) mampu menurunkan
kecemasan ini sejalan dengan penelitian Widayanti (2013).
Penelitian ini menggunakan desain penelitian one group prettes-
posttest desain dengan menggunakan teknik pengambilan sampel
purposive sampling yaitu didapatkan 30 responden dan didapatkan
hasil penelitian nilai p = 0,000 atau p < 0,05 yang bermakna bahwa
ada pengaruh terhadap pemberian teknik musik klasik (mozart)
terhadap kecemasan pada pasien yang di pasang infus intravena.
Pengaruh ini dikarenakan pemberian teknik musik klasik atau terapi
non farmakologi yang dilakukan oleh peneliti selama 15-25 menit
karena dengan waktu tersebut sudah cukup untuk mengalihkan rasa
kecemasan yang responden alami. Musik klasik (mozart) juga
mampu meningkatkan kesehatan seseorang juga dapat meringankan
dari rasa sakit, perasaan-perasaan dan pikiran yang kurang
menyenangkan serta membantu untuk mengurangi rasa cemas
(Widayanti,2013).

Selain dikarenakan pemberian terapi musik klasik (mozart)


terdapat perbedaan nilai skor kecemasan terhadap orang yang
melakukan penelitian ini. Menurut Gunawan, dkk (2017)
kecemasan sendiri dapat dengan cara farmakologis dan non
farmakologis. Benzodiazepin merupakan pilihan terapi jangka
pendek untuk kecemasan. Terapi non farmakologis dapat dengan
cara psikoterapi yaitu distraksi atau pengalihan perhatian dan
relaksasi.Musik dikenal melalui penelitian sebagai fasilitas
perangsang relaksasi non farmako yang aman, murah, dan efektif.
Musik juga memiliki peran signifikan dalam merawat pasien
64

dengan kecemasan.Musik yang efektif mengatasi kecemasan yakni


musik yang memiliki alunan melodi dan struktur yang tepat seperti
musik klasik, dan telah menjadi kajian berbagaipeneliti, musik
klasik ciptaan Mozart yang dikenal sebagai “Efek Mozart” hasilnya
mampu memberikan rasa tenang, menurunkan kecemasan dan
mengurangi pemakaian farmakoterapi.
Peneliti ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
Firman, (2012). Yang berjudul “Efektivitas Terapi Murotal dan
Terapi Musik Klasik terhadap Penurunan Tingkat Kecemasan
Pasien Pra Operasi di Pekalongan” pada penelitian ini dilakukan
pada 30 responden yang akan dilakukan operasi. Dan hasil
penelitian menunjukkan bahwa responden sebelum pemberian
terapi murotal dan musik klasik yaitu (19,33) dan setelah
pemberian terapi murotal dan musik klsik yaitu (6,73). Hasil uji
statistic Kolomogorov Smirnovdiperolehkan nilai p sebesar (0.00
<0.05).Dan dapat di simpulkan terdapat pengaruh pemberian terapi
murotal dan musik klasik terhadap tingkat kecemasan pasien pra
opersasi.
Berdasarkan teori, hasil penelitian terkait penelitian,
penelitian berasumsi perbedaan nilai skor tingkat kecemasan
sebelum dengan setelah dilakuannya intervensi musik klasik
(mozart). Intervensi musik klasik (mozart) yaitu teknik pemberian
musik dan mengkombinasikan responden untuk mendengarkannya
karena dengan intervensi musik klasik (mozart) ini diyakini mampu
memberikan perasaan yang rileks bagi klien yang mampu
menurunkan nilai skor kecemasan pada klien tersebut.
65

B. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah pengumpulan data pada
penelitian ini menggunakan kuesioner, dimana kuesioner sudah
tersedia alternative jawaban, yang terkadang dalam pengisiannya
klien kadang merasa bingung sehingga jawaban yang diberikan
kepada sang peneliti kurang memuaskan dan kebenaran informasi
dari kesungguhan dan kejujuran responden pada saat menjawab
pertanyaan yang telah disediakan. Oleh karena itu peneliti
menjelaskan kembali komponen pertanyaan yang tersedia di
kuesioner dan menjawab pertanyaan yang telah diajukan oleh klien
terkait dengan kuesioner yang telah diberikan.
Kondisi ruangan penelitian juga kurang memadai, hal ini
disebabkan karena kondisi ruangan yang cukup ramai, hal itu juga
yang menyebabkan responden menjadi lebih sulit untuk
berkonsentrasi untuk menikmati intervensi musik klasik (mozart)
tersebut, hal ini juga yang dapat mengurangi keefektifan dalam
menjalaninya suatu penelitian.
66

BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pusri
Palembang pada tanggal 20 maret - 7 april tahun 2018, didapatkan
43 responden dengan sebagian besar responden berjenis kelamin
Laki-laki yaitu (62,8%). Dan responden dengan tingkat pendidikan
Tinggi adalah yang terbanyak dengan persentase (83,7%).
Kesimpulan hasil penelitian ini dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Rata-rata skor kecemasan klien yang dilakukan pemasangan
infus intravena, sebelum dikasihkan intervensi musik klasik
(mozart) adalah 10.98 menunjukkan (kecemasan sedang).
2. Rata-rata skor kecemasan klien yang dilakukan pemasangan
infus intravena, setelah dikasihkan intervensi musik klasik
(mozart) adalah 4.33 menunjukkan (kecemasan ringan).
3. Ada pengaruh teknik musik klasik terhadap penurunan
kecemasan pada klien yang dilakukan pemasangan infus
intravena di Rumah Sakit Pusri Palembang yaitu dengan nilai
(p =0.000).

B. Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian ini, maka penelitian
memberikan saran sebagai berikut.
1. Bagi Rumah Sakit
Bagi Rumah Sakit Pusri Palembang setelah dilakukan
penelitian ini dan di peroleh data mengenai tingkat kecemasan pada
klien yang akan di pasang infus intravena hendaknya menjadi tolak
ukur untuk lebih meningkatkan sistem pelayanan asuhan
keperawatan yang komperhensif sehingga dapat mencegah
berbagai komplikasi. Selainitu juga hendaknya hasil penelitian ini
67

dapat memberikan gambaran sehingga pasien mengetahui metode


meminimalkan kecemasan yang dirasakan dengan menggunakan
teknik musik klasik (mozart). Rumah Sakit dan perawat diharapkan
dapat mengembangkan dan memberikan intervensi terapi distraksi :
musik klasik (mozart) sebagai salah satu penatalaksanaan
nonfarmakologis sebagai bagian dari sebuah proses penyembuhan
dan menimbulkan perasaan kecemasan.
2. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi institusi pendidikan khususnya untuk Pogram Studi
Ilmu Keperawatan STIKes Muhammadiyah Palembang diharapkan
dapat lebih memfasilitasi mahasiswa dalam melakukan penelitian
berikutnya serta memperbanyak referensi tentang penelitian terbaru
bidang keperawatan khususnya keperawatan medikal bedah.
Misalnya dengan memperbanyak melakukan penelitian tentang
terapi-terapi komplementer atau distraksi kedalam modul
pembelajaran praktikum khususnya mengenai teknik musik klasik
(mozart) ini, serta membuat program pelatihan untuk mahasiswa
ilmu keperawatan tentang bagaimana merawat pasien yang
mengalami kecemasan pada saat diberikan tindakan keperawatan.
3. Bagi Peneliti Selanjutnya
Kepada mahasiswa yang nantinya juga akan melakukan
suatu penelitian tentang tingkat kecemasan pada klien yang
dipasang infus intravena dengan teknik musik klasik (mozart)
hendaknya untuk peneliti selanjutnya untuk dapat lebih
mengembangkan dan menyempurnakan penelitian ini salah satunya
yaitu dengan cara melakukan penelitian yang sama tetapi
menggunakan metode dan desain yang berbeda dan dengan jumlah
sampel yang lebih banyak untuk mendapatkan hasil tingkat
kecemasan yang lebih akurat. dan juga disarankan untuk peneliti
selanjutnya mengunakan kelompok pembanding yaitu antara
kelompok kontrol dan kelompok intervensi.

Anda mungkin juga menyukai