Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI

2.1 Landing Gear

Gambar II. 1 Landing Gear

Landing gear merupakan komponen utama yang berfungsi untuk


menopang seluruh beban pesawat saat didarat seperti pada saat taxi, parkir, take
off dan landing. Landing gear terpasang pada komponen structural utama pada
pesawat terbang dan mempunyai dua tipe yaitu fix landing gear dan retractable
landing gear. Fix landing gear merupakan roda pendaratan pada posisi tetap dan
biasanya digunakan pada pesawat berukuran kecil seperti pesawat latih Tobago
TB-10 dan Cesnna 172S. Sedangkan retractable landing gear merupakan roda
pendaratan yang dapat melakukan extend dan retract seperti pada pesawat Boeing
737-800 NG.

POLITEKNIK NEGERI BANDUNG 4


Program Studi Teknik Aeronautika 5

Extend merupakan kondisi dimana keadaan landing gear didorong keluar


dari kompartemen (landing gear wheel well). Kondisi ini berlangsung ketika
pesawat akan mendarat dan juga ketika pesawat berada diground. Sebaliknya
retract merupakan kondisi dimana landing gear ditarik masuk kedalam
kompartemen (landing gear wheel well) dengan tujuan untuk mengurangi drag
pada saat pesawat mengudara.
Pada jenis pesawat B737-800 NG dilengkapi dengan sistem hidrolik untuk
menggerakan landing gear keposisi extend dan retract yang berasal dari Engine
Driven Pumps. Namun apabila terjadi kegagalan pada sistem hidrolik ini, landing
gear masih tetap bisa dioperasikan secara alternatif dengan menggunakan sistem
manual extension.

2.2 Hydraulic Sistem

Hydraulic pada pesawat B737-800 NG merupakan suatu sistem yang


menggunakan tekanan oil (hydraulic) sebagai media untuk menggerakkan sistem
yang terkait dengan komponen lainnya. Sistem hidrolik ini digunakan untuk
menggerakan atau mengoperasikan beberapa sistem yang ada di pesawat seperti
flight control, brakes, thrust reverse, nose landing gear steering, dan tentunya
landing gear extension dan retraction.

Sistem ini bekerja berdasarkan Hukum Pascal, yaitu ketika suatu zat cair
dikenakan tekananan pada ruangan tertutup, maka tekanan itu akan diteruskan ke
segala arah dengan sama besar. Dan juga Hukum Bernoulli yang bunyinya aliran
(flow) dan tekanan (pressure) selalu berbanding terbalik. Jika aliran terhambat,
maka terjadi tekanan dan jika aliran tinggi, maka tekanannya rendah.

2.2.1 Jenis Hydraulic Fluid

A. Mineral Base oil

MIL – H – 5606, merupakan produk berbahan dasar minyak bumi dan


berwarna merah dan banyak digunakan pada sistem pesawat, seperti flap
drive system dan shock strut. Sifat dari mineral base oil sebagai berikut :

 Mudah terbakar
Program Studi Teknik Aeronautika 6

 Tidak beracun
 Berguna sebagai pelumas
 Tidak bersifat merusak

B. Phosphate ester base oil

Skydrol BMS 3 – 11, merupakan produk synthetic atau buatan yang


berwarna ungu dan dipakai diseluruh sistem hidrolik di pesawat. Sifatnya:

 Dapat merusak bagian komponen


 Dapat mengelupas cat pesawat
 Tidak mudah terbakar
 Beracun

2.2.2 Keuntungan dan Kelemahan Hidraulic System

1. Keuntugan :

 Dapat Memindahkan tenaga yang besar.

 Dapat menyalurkan torque dan gaya yang besar

 Self lubricating sehingga usia pakai lebih panjang.

 Rancangan yang sederhana.

 Sistem hidrolik beroperasi dengan halus dan tidak bising dan


menimbulkan sedikit sekali getaran.

2. Kelemahan :
 Sistem hidrolik memerlukan bagian dengan tingkat presisi yang sangat
tinggi.
 Membutuhkan perawatan yang intensif.
 Harganya sangat mahal.

2.2.3 Hydraulic Seal

Seal pada sistem hidrolik digunakan untuk mencegah kebocoran dari suatu
sistem yang bergerak secara respirokal (naik dan turun).
Program Studi Teknik Aeronautika 7

Fungsi dari hydraulic seal adalah sebagai berikut :


 Menjaga kebocoran.
 Menjaga kotoran dan material lain masuk ke sistem.
 Memberikan batasan cairan supaya tidak tercampur.
 Lebih fleksibel terhadap komponen yang bergerak
 Melapisi permukaan yang tidak rata.
 Komponen tidak cepat rusak.

Hydaurlic seal diklasifikasikan menjadi dua jenis, yaitu dynamic seal dan
static seal.

 Dynamic seal digunakan pada komponen yang bergerak antara


permukaan satu dengan yang lainya.
Contoh dynamic seal adalah: O-ring seal, Mechanical seal, metallic
seal, rod seal (seal dipasang pada housing).
 Static Seal digunakan pada permukaan yang tidak ada gerakan.
Contoh static seal adalah: O-ring seal dan gasket.

2.3 Komponen Landing Gear

Setiap landing gear memiliki beberapa komponen untuk menunjang sistem


pengoperasian dari pada landing gear itu sendiri agar dapat retract dan extend,
beberapa komponen tersebut meliputi :
Program Studi Teknik Aeronautika 8

2.3.1 Main Landing Gear Actuator

Gambar II. 2 Main Landing Gear Actuator

Actuator pada landing gear berfungsi sebagai pengendali dari landing gear
untuk melakukan retract atau extend yaitu gerakan untuk menarik atau mendorong
landing gear ke dalam dan keluar wheel well kompartemen.
Program Studi Teknik Aeronautika 9

2.3.2 Downlock Actuator dan Downlock Mechanism

Gambar II. 3 Downlock Actuator & Downlock


Mechanism

Downlock actuator berfungsi untuk mengunci dan membuka downlock


mechanism selama main landing gear extend. Posisi actuator akan retract secara
mechanical dan mendorong spring untuk mengunci downlock mechanism.
Sedangkan posisi actuator akan extend karena tekanan dan membuat spring
menarik untuk membuka uplock mechanism.
Program Studi Teknik Aeronautika 10

2.3.3 Uplock Actuator dan Uplock Mechanism

Gambar II. 4 Uplock Actuator dan Uplock


Mechanism

Uplock actuator merupakan piston yang berfungsi untuk membuka uplock


mechanism selama landing gear extend. Uplock mechanism memiliki bentuk seperti
pengait (hook). Posisi actuator akan retract disebabkan oleh tekanan dan kemudian
mendorong spring untuk membuka uplock mechanism. Sedangkan posisi actuator
akan extend secara mechanical mendorong uplock hook yang membuat spring
menarik untuk mengunci uplock mechanism.
Program Studi Teknik Aeronautika 11

2.3.4 Transfer Cylinder and Flow Limiter

Gambar II. 5 Transfer Cylinder & Flow Limitter

Transfer cylinder memberikan jeda waktu pada main actuator untuk


membuka mekanisme kunci downlock/uplock by pressure terlebih dahulu. Cara
kerja dari transfer cylinder ini menggunakan sistem hidrolik yang menekan piston
secara perlahan sampai waktu mekanisme kunci downlock/uplock terbuka. Flow
limiter pada up pressure membatasi aliran main landing gear actuator. Flow
limiter juga membatasi laju transfer cylinder agar memberikan waktu kepada
downlock actuator untuk membuka downlock strut.
Program Studi Teknik Aeronautika 12

2.3.5 Frangible Fitting

Gambar II. 6 Frangible Fitting

Frangible Fitting berfungsi untuk membuang up pressure yang berlebih


dari main landing gear actuator ketika actuator mengalami kegagalan, hal ini
mencegah kegagalan pada komponen di wheelwell. Cara kerjanya yaitu lever
frangible fitting akan terbuka dan cairan hidrolik akan terbuang keluar.
Program Studi Teknik Aeronautika 13

2.4 Landing Gear Control System

2.4.1 Lever Assmebly

Gambar II. 7 Control Lever

A. Posisi Up
Ketika control lever landing gear digerakan keposisi “up”, internal circuit pada
selctor valve akan mengalirkan tekanan dari sistem hidrolik yang digunakan
untuk :

 Unlocking dan opening wheel well doors (melalui unlock dan doors
actuator).

 Unlocking landing gears (melalui downlock actuator).

 Retracting landing gears (melalui retract actuator).

 Closing wheel well door (melalui door and unlock actuator).


Program Studi Teknik Aeronautika 14

B. Posisi Off

Semua komponen hidrolik pada landing gear yang termasuk pada sistem “up”
and “down” akan terhubung pada return line. Pada keadaan ini landing gear
akan dikunci secara mekanis oleh uplock mechanim.

C. Posisi Down

Jika landing gear control lever digerakan keposisi “down”, tekanan dari sistem
hidrolik akan dirilis oleh internal circuit pada selector valve yang digunakan
untuk :

 Unlocking dan opening wheel well door.

 Unlocking uplock.

 Extend landing gear.

 Closing wheel well door.

2.4.2 Forward Quadrant

Gambar II. 8 Forward Quadrant

Forward quadrant berfungsi untuk menggerakan landing gear selector


valve melalui kontrol kabel dan memiliki bentuk seperti pulley.
Program Studi Teknik Aeronautika 15

2.4.3 Selector Valve

Gambar II. 9 Selector Valve

Landing gear selector valve mengarahkan hydraulic pressure dari transfer


valve untuk menggerakan landing gear keposisi extend atau retract. Landing gear
selector valve ini terhubung dengan landing gear control lever.

2.4.4 Transfer Valve

Gambar II. 10 Transfer Valve

Landing gear transfer valve berfungsi untuk mengubah supply pressure


untuk landing gear dari sistem hidrolik A ke sistem hidrolik B.
Program Studi Teknik Aeronautika 16

2.5 Perawatan pada Pesawat Terbang

Kata perawatan diambil dari kata yunani terein yang artinya merawat,
menjaga dan memelihara. Arti kata perawatan (maintenance) itu sendiri sesuai
CASR 43 ialah suatu pekerjaan yang dilakukan untuk memastikan continues
airworthiness dari pesawat. Diantaranya overhaul, inspection, replacement, defect
rectification, dan modification or repair.

Gambar II. 11 Perawatan di GMF AeroAsia

Departemen perawatan pesawat bertanggung jawab untuk menyelesaikan


tugas pemeliharaan sesuai dengan apa yang dibutuhkan. Tujuannya adalah supaya
pesawat handal, aman, dan laik terbang. Selain itu departemen perawatan ini juga
menyediakan perawatan preventif untuk memastikan kehandalan pada pesawat,
agar pesawat selalu dalam keadaan airworthy pada saat digunakan (GMF Learning
Services,2015, 21.1 : 4)
Perawatan pada pesawat dibagi menjadi dua kategori berdasarkan tempat
dimana perawatan itu dikerjakan, yaitu Line Maintenance dan Base Maintenance.
Sedangkan untuk berdasarkan waktu yang dibutuhkan guna melakukan perawatan
dibagi menjadi tiga yaitu Minor Maintenance, Intermediate Maintenance dan Major
Maintenance. (GMF Learning Services,2015, 21.1 : 4)
Program Studi Teknik Aeronautika 17

 Line Maintenance
Line maintenance dilakukan di line stations atau pada flight line dari airlines
base station. Line maintenance terdiri dari routine tasks dengan interval
rendah seperti servicing, cleaning, refueling, dan inspeksi ringan. (GMF
Learning Services,2015, 21.1 : 4)

 Base Maintenance
Base maintenance dilakukan di airlines maintenance base. Base maintenance
merupakan “Fix-Oriented” karena pada base maintenance memiliki tenaga
kerja (man power) dan fasilitas yang memadai untuk melakukan semua jenis
pekerjaan. (GMF Learning Services,2015, 21.1 : 5)

 Minor Maintenance
Minor maintenance dilakukan selama 24 jam atau kurang. Biasanya mencakup
pekerjaan maintenance rutin hingga A-Check dan menghasilkan non routine
task. Berdasarkan pada maintenance program yang digunakan, minor
maintenance juga mencakup beberapa C-Check yang dilakukan di line station
atau base station. (GMF Learning Services,2015, 21.1 : 5)

 Intermediate Maintenance
Intermediate maintenance terdiri dari beberapa C-Check tasks yang
membutuhkan ground time hingga tujuh hari. Besar atau kecilnya interval
pada setiap tasks dapat dioptimalkan untuk menyelesaikan setiap pekerjaan
dan ground time yang tersedia. (GMF Learning Services,2015, 21.1 : 5)

 Major Maintenance atau Heavy Maintenance


Heavy maintenance merupakan perawatan yang membutuhkan ground time
lebih dari 7 hari. Hal ini meliputi structure inspection dan repair, pengecatan
ulang pada pesawat, perbaikan pada kabin, dan modifikasi. Perawatan ini
harus dilakukan dihangar base maintenance. (GMF Learning Services,2015,
21.1 : 5)
Program Studi Teknik Aeronautika 18

2.5.1 Maintenance Steering Group

Perusahaan Boeing memulai dengan pendekatan modern untuk


mengembangkan maintenance program tahun 1968 pada pesawat Boeing 747, yang
saat ini menjadi pesawat komersial terbesar yang diproduksi oleh pabrikan Boeing.
Hal ini adalah awal dari sebuah era baru dalam dunia aviasi, dan untuk saat ini
perusahaan pesawat merasa bahwa era baru ini harus dimulai dengan pendekatan
yang lebih canggih untuk mengembangkan program maintenance. Mereka
mengorganisasikan tim perwakilan dari Boeing Company’s Design dan
Maintenance Program Groups dari pemasok dan maskapai penerbangan yang
tertarik mebeli pesawat dan FAA juga disertakan untuk memastikan bahwa
persyaratan peraturan yang telah ditangani dengan benar. (GMF Learning
Services,2015, 21.1 : 6)

Proses yang digunakan melibatkan enam Industry Working Group (IWG)


meliputi structures, mechanical systems, engine, APU, electrical and avionic
system, flight control dan hydraulics, dan zonal. Setiap grup membahas sistem yang
spesifik untuk initial maintenance program yang memadai. Berbekal informasi
tentang sistem operasi, maintenance significant item (MSI) dan fungsi terkait,
failure modes, failure effect, dan failure cases, sehingga dapat dianalisis apabila
setiap item menggunakan logic tree untuk menentukan hal-hal apa saja yang
diperlukan. (GMF Learning Services,2015, 21.1 : 7)

Pendekatan pada maintenance program development ini disebut pendekatan


“bootom-up” karena melihat komponen sebagai penyebab yang paling
memungkinkan terjadinya sebuah kesalahan pada penggunaan alat. Tujuan dari
analisis ini adalah untuk menentukan proses mana yang akan diambil untuk
melakukan repair dan return it to services pada sebuah item. Proses tersebut
diklasifikasikan menjadi tiga, meliputi hard time (HT), on-condition (OC), dan
condiotning monitoring (CM). (GMF Learning Services,2015, 21.1 : 7)

2.5.2 Maintenance Program Development

Program maintenance yang saat ini digunakan dalam penerbangan


komersial dikembangkan oleh industri menggunakan dua pendekatan dasar, yaitu
process-oriented dan task-oriented. Perbedaan dalam kedua metode ini adalah sikap
Program Studi Teknik Aeronautika 19

terhadap tindakan maintenance dan cara tindakan perawatan yang ditetapkan untuk
komponen dan sistem tersebut. (GMF Learning Services,2015, 21.1 : 5)

Meskipun industri penerbangan komersial yang terbaru menggunakan


metode task-oriented, namun sebenarnya yang lebih dulu digunakan pada pesawat
komersil model lama adalah menggunakan metode process-oriented. Dalam
beberapa tahun terakhir, Mcdonell-Douglas dan Boeing Company’s telah
menggunakan metode terbaru task-oriented maintenance program untuk beberapa
pesawatnya yang tipe lama. (GMF Learning Services,2015, 21.1 : 5-6)

A. Process-oriented Maintenance

Process-oriented maintenance program dikembangkan dalam dunia aviasi


menggunakan decision logic procedures yang dikembangkan oleh Air Transport of
America (ATA). Proses MSG-2 merupakan pendekatan dari bawah hingga atas pada
setiap unit (sistem, komponen, atau alat) pada pesawat yang dianalisis lalu
dikategorikan pada salah satu jenis primary maintenance process, meliputi hard
time (HT), on-condition (OC), atau conditioning monitoring (CM). (GMF Learning
Services,2015, 21.1 : 11)

Secara umum, hard time adalah removal dari sebuah komponen pada
interval yang sudah ditentukan, biasanya ditentukan dalam begitu banyak flight
hours atau flight cycles atau juga dapat menggunakan calendar time. On-condition
memiliki arti bahwa item tersebut akan diperiksa pada interval tertentu (in hours,
cycles atau calendar time) untuk menentukan serviceability. Condition monitoring
melibatkan pemantauan dari failure rates, dan lainnya untuk memfasilitasi
maintenance planning. (GMF Learning Services,2015, 21.1 : 11)

1. Hard Time

Hard time merupakan proses pencegahan kegagalan atau kerusakan yang


mengharuskan removal pada suatu komponen untuk dilakukan overhaul, atau
penggantian komponen sebelum melebihi interval yang telah ditentukan. Interval
pada hard time ditentukan oleh calendar time atau airplane check interval (engine
check, C-check, dan lain-lain), oleh siklus landing atau operasional pesawat, oleh
flight hours, oleh block hours, oleh specified flight (over water,terminating) atau
Program Studi Teknik Aeronautika 20

proses lain yang berhubungan (misalnya proses OC). (GMF Learning


Services,2015, 21.1 : 11)

Ketika hard time sudah ditentukan, komponen tersebut akan diganti


sebelum melampaui interval waktu yang sudah dutentukan. Komponen overhaul
akan mengembalikan komponen tersebut dengan memberikan jaminan yang
memadai untuk pengoperasian yang efektif sampai jadwal removal berikutnya.
Idealnya, hard time akan diterapkan pada sebuah komponen yang selalu mengalami
kegagalan pada “x” hours. Komponen ini kemudian akan diganti pada scheduled
maintenance period terakhir sebelum akumulasi dari “x” hours ini, dengan
demikian operator akan memperoleh maximum hours dari komponen sehingga
komponen tersebut tidak akan mengalami kegagalan lagi untuk selanjutnya. (GMF
Learning Services,2015, 21.1 : 11)

Hard time juga diterapkan pada komponen yang memiliki efek merugikan
langsung pada safety dan reliability degradation. Sebagai contoh yaitu, structure
inspection, landing gear overhaul, dan replacement life-limited engine parts. Selain
itu, mechanical linkages actuator, hydraulic pump dan motor, electric motor dan
generator, serta komponen serupa yang mengalami siklus keausan juga
dikategorikan pada hard time dan untuk komponen yang sekali pakai juga sangat
ekonomis dikategorikan pada hard time. (GMF Learning Services,2015, 21.1 : 11-
12)

2. On-Condition

On-condition merupakan proses pencegahan kegagalan atau kerusakan yang


mengharuskan suatu komponen harus diperiksa secara berkala atau diuji terhadap
standar fisik yang sesuai (batas pemakaian, keausan, atau deteriorasi) untuk
menentukan apakah komponen tersebut masih layak atau tidak. Jika komponen
tersebut gagal pada saat OC check, maka harus dilakukan overhaul, restorasi atau
dipulihkan hingga setidaknya mengganti bagian yang tidak memiliki kerusakan.
Setelah dilakukan overhaul dan memiliki fungsi seperti semula, maka komponen
tersebut masih bisa digunakan dengan menambah satu interval pemeriksaan OC
tambahan. Namun jika komponen tidak dapat kembali fungsinya seperti semula
Program Studi Teknik Aeronautika 21

setelah di overhaul, maka komponen tersebut harus diganti. (GMF Learning


Services,2015, 21.1 : 12)

Proses on-condition juga mencakup pengumpulan data secara berkala yang


akan menggambarkan kondisi fisik komponen, sistem atau engine. Melalui analisis
dan evaluasi, data pada OC harus dapat memastikan kelaikan udara yang
berkelanjutan dan atau kemunduran akibat adanya hambatan kegagalan atau
kerusakan. Data on-condition harus mengarah pada komponen individu, sistem atau
engine (dengan serial number). Data tersebut dapat digunakan untuk penurunan life
expectancy atau memprediksi kegagalan yang akan terjadi. Contoh OC check yaitu :
tire tread dan brake linings, schedule boroscope inspection of engines, engine oil
analysis dan flight engine performance analysis. (GMF Learning Services,2015,
21.1 : 13)

Dua poin yang harus diingat tentang proses on-condition adalah :

 Jika on-condition check dapat diselesaikan untuk memastikan serviceability


dengan probabilitas yang masuk akal sampai OC check berikutnya, atau jika
evaluasi data OC yang dikumpulkan akan meprediksi kegagalan dalam waktu
dekat, maka proses OC akan mencapai maksimum life pada komponen dan
engine.

 Penerapan on-condition dibatasi oleh persyaratan untuk pengukuran kondisi


atau data prediksi kegagalan yang bersangkutan. (GMF Learning Services,2015,
21.1 : 13)

Contoh komponen yang rentan terhadap proses on-condition adalah sebagai


berikut :

a) Brake wear pin indicator

Membandingkan kondisi keausan brake terhadap standar atau batas yang


ditentukan. Keausan brake akan sangat bervariasi diantara operator karena
kondisi operasional dan kebiasaan pilot, tetapi wear pin indicator OC check
akan membantu mencapai penggunaan yang maksimal dari setiap brake.
Program Studi Teknik Aeronautika 22

b) Control cables

Mengukur diameter, tegangan dan strands yang putus.

c) Linkages, control rods, pulleys, roller tracks, dan screw jack.

3. Condition Monitoring

Proses condition monitoring diterapkan ketika proses hard time dan proses on-
condition juga diterapkan. Proses condition monitoring mencakup monitoring
failure rates dan removal dari sebuah komponen atau sistem yang tidak memiliki
lifetime yang pasti. Condition monitoring bukanlah tindakan task yang sesuai untuk
mengevaluasi life expectancy dari sebuah item condition monitoring serta tidak
terdapat persyaratan untuk penggantian komponen tersebut sebelum mengalami
kerusakan. Tidak tersedianya waktu atau standar yang digunakan untuk mengontrol
item CM karena komponen-komponen tersebut tidak memiliki perlengkapan seperti
itu. Oleh karena itu, komponen condition monitoring dioperasikan sampai
kegagalan atau kerusakan terjadi dan penggantian komponen condition monitoring
merupakan unscheduled maintenance. (GMF Learning Services,2015, 21.1 : 14)

Karena item CM dioperasikan sampai adanya kegagalan, ATA menyatakan


bahwa item tersebut harus sesuai dengan kondisi sebagai berikut :

a) Item CM tidak memiliki efek merugikan secara langsung pada safety ketika
mengalami kegagalan, misalnya pesawat harus tetap terbang dan dapat landing
dalam kondisi aman. Secara umum, item CM hanya memiliki efek tidak
langsung terhadap keselamatan.

b) Item CM tidak boleh memiliki fungsi teersembunyi (yaitu kerusakan yang tidak
dapat dideteksi oleh crew) yang kegagalannya mungkin merugikan langsung
terhadap keselamatan. Namun jika terdapat fungsi tersembunyi dan ketersediaan
atau pengoperasian fungsi tersebut dapat diverifikasi oleh scheduled operational
test atau non measurement test lain yang dilakukan oleh flight crew atau
maintenance crew, maka item tersebut masih boleh untuk digunakan.

c) Item CM harus disertakan dalam operator condition monitoring atau reability


program, yaitu harus ada semacam pengumpulan dan analisis data untuk item-
item tersebut untuk dilakukan maintenance.
Program Studi Teknik Aeronautika 23

Penerapan yang paling tepat dari proses condition monitoring adalah sistem
kompleks seperti pada avionic dan komponen elektronik, dan komponen atau sistem
lainnya yang tidak ada cara untuk memprediksi kegagalan. Komponen dan sistem
yang cocok untuk CM adalah peralatan navigasi dan komunikasi, lights, instruments
dan komponen lainnya. Dalam dunia aviasi, condidion monitoring sering digunakan
pada komponen dimana tidak memiliki efek serius pada keselamatan pesawat.
Seperti contohnya coffe maker, toilet, dan in flight entertainment. (GMF Learning
Services,2015, 21.1 : 15)

Condition monitoring system terdiri dari pengumpulan data dan prosedur


analisis data yang akan menggambarkan informasi dimana penilaian relative
terhadap kondisi aman. Evaluasi berdasarkan laporan oleh flight crew, sistem data
on-board, dan equipment untuk ground check of system performance dapat
digunakan untuk tindakan condition monitoring. Unsur-unsur dasar dari program
condition monitoring dapat mencakup data tentang unscheduled removal,
maintenance log entries, pilot report, sampling inspections, mechanical reability
reports, shop findings, dan sumber maintenance data lainnya. (GMF Learning
Services,2015, 21.1 : 15)

Condition monitoring merupakan program pengumpulan dan analisis data yang


dapat digunakan pada komponen hard time dan on-condition untuk memverifikasi
atau menyesuaikan interval HT dan OC. Sebagai contoh, jika item hard time
removal dilakukan sebelum batas lifetime dan pada saat overhaul ternyata
komponen tidak perlu restore maka interval HT dapat diperpanjang. Demikian juga
pada proses OC jika lifetime komponen lebih lama dari apa yang sudah
diekpektasikan maka interval OC dapat diubah. Program condition monitoring juga
menyediakan data untuk menunjukkan apakah komponen sedang dimonitor atau
tidak. (GMF Learning Services,2015, 21.1 :15)

B. Task-oriented Maintenance

Task-oriented maintenance program dibuat untuk dunia penerbangan


menggunakan decision logic procedures yang dikembangkan oleh Air Transport
Association of America (ATA). Proses tersebut dinamakan MSG-3 yaitu modifikasi
dan peningkatan dari MSG-2. Teknik pada MSG-3 merupakan top-down
Program Studi Teknik Aeronautika 24

consequence dari failure approach dimana analisis kegagalan dilakukan pada


tingkat manajemen tertinggi sistem pesawat udara dari pada komponen level pada
MSG-2. MSG-3 logic ini dikeluarkan untuk mengidentifikasi schedule maintenance
task untuk mencegah kegagalan atau kerusakan dan mempertahankan komponen
dalam keadaan yang handal. Terdapat tiga kategori task yang dikembangkan oleh
MSG-3, yaitu airframe system task, structural system task, dan zonal task. (GMF
Learning Services,2015, 21.1 : 16)

C. Maintenance Task for Airframe System


Didalam MSG-3, terdapat delapan maintenance task yang ditetapkan untuk
system airframe. Hal ini telah disetujui sesuai dengan decision analysis result and
specific requirements dari sistem komponen. Delapan task tersebut adalah sebagi
berikut :
a. Lubrication
Suatu tindakan pengisioan oli, grease, atau zat lainnya guna mempertahankan
kemampuan desain yang saling melekat untuk mengurangi gaya gesek atau
meminimalisir panas.
b. Servicing
Tindakan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada komponen atau sistem yang
bertujuan untuk mempertahankan kemampuan yang saling melekat.
c. Inspection
Suatu pemeriksaan dari sebuah item atau komponen dengan standard tertentu.
d. Functional Check
Pemeriksaan kuantitatif untuk menentukan apakah setiap fungsi dari suatu
item atau komponen berfungsi dalam batas yang ditentukan. Pemeriksaan ini
mungkin membutuhkan penggunaan equipment tambahan.
e. Operational Check
Sebuah task untuk menentukan apakah suatu item atau komponen telah
memenuhi tujuan yang akan dicapai. Hal ini merupakan failure-finding task
dan tidak memerlukan toleransi kuantitatif atau peralatan apapun.
Program Studi Teknik Aeronautika 25

f. Visual Check
Observasi untuk menetukan apakah ada kelainan pada item atau komponen
dan membandingkan dengan kondisi standar.
g. Restoration
Pekerjaan yang diperlukan untuk mengembalikan suatu item atau komponen
pada standar tertentu. Pekerjaan tersebut bervariasi mulai dari cleaning,
sampai penggantian part hingga overhaul.
h. Discard
Removal dari sebuah item pada batas lifetime yang telah ditentukan.

D. Maintenance Task for Structure


Pesawat udara dapat mengalami kerusakan pada structure yang berasal dari
tiga sumber, yaitu sebagai berikut :
a. Environmental Deterioration
Berkurangnya kekuatan fisik atau resistansi sebagai interaksi kimia dengan
iklim atau lingkungannya.
b. Accidental Damage
Kerusakan fisik pada suatu item yang disebabkan oleh kontak atau dampak
dari objek yang bukan dari bagian pesawat, atau kerusakan sebagai akibat dari
human error yang terjadi pada saat maintenance.
c. Fatigue Damage
Inisiasi retakan atau crack yang terjadi akibat siklus pembebanan dan
pelebaran dari crack itu sendiri.
Inspeksi dari struktur pesawat terbang bertujuan untuk menentukan apakah
kerusakan akibat dari ketiga hal diatas terjadi memerlukan penanganan yang lebih
detail. Proses MSG-3 mendefinisikan ke dalam tiga jenis structure inspection
techniques, yaitu sebagai berikut :
1) General Visual Inspection
Pemeriksaan visual yang akan mendeteksi kondisi atau ketidaksesuaian fisik
dari suatu item.
Program Studi Teknik Aeronautika 26

2) Detailed Visual Inspection


Sebuah visual inspection yang lebih intensif dari detail tertentu, assembly,
atau instalasi. Hal ini adalah pencarian bukti ketidaksesuaian menggunakan
pencahayaan yang memadai dan apabila diperlukan alat bantu inspeksi seperti
mirror, hand lens. Surfaces cleaning juga diperlukan agar inspeksi dapat
dilakukan lebih maksimal.
3) Special Visual Inspection
Pemeriksaan dilokasi tertentu. Hal ini serupa dengan detailed inspection
namun dengan tambahan teknik khusus. Pemeriksaan ini memerlukan teknik
seperti Non Destructive Test (NDT) berupa dye penetrant, high-powered
magnification, magnetic particle, ,eddy current, dan lain-lain.
4) Zonal Maintenance Task
Zonal maintenance program merupakan tindakan untuk memastikan bahwa
semua sistem, wiring, mechanical control, komponen, dan instalasi yang
termasuk pada zona tertentu berada dibawah pengawasan yang memadai untuk
menetukan kemanan pemasangan dan kondisi umum. Logical process
biasanya digunakan oleh pemegang Type Certificate (TC) dan Supplement
Type Certificate (STC) untuk mengembangkan sistem maintenance dan
inspeksi pada zonal maintenance yang menggunakan MSG-3 yang mencakup
serangkaian inspeksi, dan sebuah numerical reference yang digunakan disetiap
zona yang akan dianalisa. (GMF Learning Services,2015,21.1 : 18)
Karena terdapat pesawat tipe lama, maka FAA telah menetapkan kriteria
toleransi kerusakan tertentu berdasarkan inspeksi yang dilakukan oleh setiap
operator mengenai continued airworthiness program. (GMF Learning
Services,2015,21.1 : 18)
Program yang dilakukan pada zonal maintenance ini mencakup masalah
inspeksi visual terhadap item atau komponen yang akan mendapat maintenance
program. Zonal maintenance dan inspeksi ini memiliki dua jenis tingkatan,
meliputi General Visual Inspection dan Detailed Visual Inspection.
Program Studi Teknik Aeronautika 27

2.5.3 Maintenace Interval

Maintenance work interval tergantung pada perusahaan dari masing


masing pesawat dengan kebijakan kerjasama dari operator atau airlines. Berbagai
maintenance checks telah dinamai dan ditetapkan dalam proses MSG-3. Namun,
banyak maskapai penerbangan yang telah menetapkan interval dengan sebutan
yang mereka buat sendiri, tetapi selama interval tersebut disetujui oleh FAA.
Aircraft maintenance checks biasanya tergantung dari Total Air Time (TAT),
jumlah flight hours, dan total landing cycles (CYC) yang sudah dikonversikan tiap
kali pesawat landing sehingga menghasilkan satu siklus. Dibawah pengawasan
FAA, maskapai penerbangan dan operator pesawat harus menyiapkan Continues
Airworthiness Maintenance Program (CAMP) sesuai spesifikasi pengoperasian
mereka. (GMF Learning Services,2015,21.1 : 26)

2.5.4 Scheduled Maintenance

Perawatan perbaikan yang dilakukan berdasarkan jumlah yang telah dibuat


sesuai dengan Maintenance Planing Data yang dibuat oleh operator. Batasan yang
digunakan dalam scheduled maintenance disini berupa flight hours, flight cycles
dan calendar. Berikut adalah jenis scheduled maintenance :

1) Transit Checks

Yaitu pemeriksaan yang dilakukan saat pesawat sedang transit pada station
tertentu yang dilakukan setiap 50 flight hours. Apabila tidak ditemukan
kerusakan dan semua sistem berfungsi dengan baik, maka dilanjutkan dengan
mengisi Aircraft Maintenance Log Book.

2) Daily Check

Pemeriksaan yang dilakukan sekali dalam kurun waktu 24 jam setelah pesawat
menerima daily check sebelumnya dan dilakukakn setelah pesawat berada di
ground selama minimal 4 jam setiap harinya. Pemeriksaan pada daily check ini
meliputi pemeriksaan secara visual pada komponen seperti pada landing gear,
flight control, serta pada beberapa sistem seperti cabin pressure, sistem hidrolik,
sistem brake dan juga memeriksa pesawat dari bahaya Foreign Object Damage
(FOD) yang dapat mempengaruhi safety pesawat.
Program Studi Teknik Aeronautika 28

3) Weekly Check

Pemeriksaan yang dilakukan setiap 7 hari. Before departure daily check yang
disertai operational check dan cabin maintenance termasuk dalam task weekly
check.

3) A-Check

Pemeriksaan ini dilakukan setiap 400 – 600 flight hours atau 200 – 300 flight
cycles. Pemeriksaan ini umumnya dilakukan di hangar sedikitnya selama 10
jam. Pelaksanaan sebenarnya bergantung dengan jenis pesawat, jumlah
pergerakan, atau jumlah jam terbang setelah pemeriksaan terakhir.
Pemeriksaan dapat di tunda oleh maskapai apabila beberapa kondisi yang
ditentukan sebelumnya terpenuhi. (Kinnison : 2011)

4) C-Check

Pemeriksaan ini dilakukan kira-kira setiap 20-24 bulan atau pada jumlah flight
hours tertentu seperti yang ditetapkan oleh tiap manufaktur dari pesawat.
Pemeriksaan perawatan ini mengharuskan sebagian besar komponen untuk
dilepas dan diperiksa. Perawatan ini harus dilakukan dihangar sesuai dengan
basis perawatan yang berbeda. Waktu yang dibutuhkan untuk proses perawatan
ini antara 1 - 2 minggu dan membutuhkan tenaga hingga 6000 jam kerja.
Jadwal pemeriksaan tergantung pada banyaknya faktor dan komponen yang
diperiksa, dan bergantung pada jenis pesawat. (Canaday : 2015)

5) D-Check atau Overhaul

Permeriksaan jenis ini merupakan yang paling luas dan paling berat bagi sebuah
pesawat. Pemeriksaan ini dilakukan kirra-kira tiap enam sampai sepuluh tahun
sehingga membuat hampir semua bagian pesawat dibongkar untuk di inspeksi
dan diteliti. Bahkan cat juga harus di lepas menggunakan paint remover untuk
inspeksi lebih lanjut pada bagian badan pesawat. Pemeriksaan ini membutuhkan
hingga 50000 jam kerja dan dua bulan untuk selesai, tergantung pada jenis
pesawat dan jumlah personil yang terlibat (www.lufthansa-technik.com).

Pemeriksaan ini juga membutuhukan tempat yang paling luas sehingga harus
dilakukan di base perawatan yang tepat. Sulitnya persyaratan dan besarnya usaha
Program Studi Teknik Aeronautika 29

yang dibutuhkan membuat pemeriksaan ini menjadi yang paling mahal, dengan
biaya penyelenggaraan sekali D-check ,menghabiskan dana hingga puluhan milyar
rupiah.

Karena kondisi dan biaya pemeriksaan ini, sebagian besar maskapai terutama
yang memiliki armada besar harus merencanakan D-check bagi pesawatnya setahun
sebelumnya. Sering kali pesawat yang lebih tua pada beberapa maskapai tertentu
akan disimpan dan dibesituakan sebelum mencapai D-check berikutnya, kerena
besarnya biaya bila dibandingkan dengan nilai pesawat. Rata-rata, sebuah pesawat
komersial akan menjalani tiga D-check sebelum dipensiunkan.

Banyak MRO menyatakan sulit memperoleh D-check yang menguntungkan


dibeberapa negara tertentu, sehingga hanya sedikit bengkel yang bisa
melakukannya. Karena waktu yang dibutuhkan untuk pemeriksaan cukup lama,
banyak maskapai menggunakan kesempatan pemeriksaan ini untuk juga melakukan
modisfikasi kabin yang cukup besar dipesawat, hal ini meliputi penggantian kursi,
in flight entertainment, dan karpet.

2.5.5 Unscheduled Maintenance

Perawatan perbaikan yang dilakukan tidak berdasarkan jadwal, melainkan


berdasarkan complaint atau permintaan pilot maupun maintenance crew setelah
ditemukan hal-hal yang dapat mempengaruhi safety dari pesawat. Meskipun lifetime
dari komponen tersebut belum waktunya untuk diganti, namun apabila komponen
mengalami kerusakanyang dapat membahayakan pesawat, maka komponen tersebut
harus tetap diganti. Misalnya pada suatu pesawat telah terjadi hard landing,
overweight landing, bird strike, lighting strike, atau pun foreign object damage
lainnya

2.6 Basic Inspection

Inspeksi merupakan pemeriksaan visual dan pemeriksaan manual untuk


menentukan kondisi suatu komponen atau pesawat. Inspeksi pada pesawat berupa
inspeksi ringan seperti walk-arround check hingga inspeksi secara detail seperti
disassembly. Inspeksi terbagi menjadi beberapa proses, berdasarkan reports yang
dibuat oleh mekanik ataupun flight crew dan berdasarkan pada inspeksi rutin yang
Program Studi Teknik Aeronautika 30

sudah dijadwalkan. Dengan adanya inspeksi, diharapkan pesawat selalu dalam


performa yang handal. Selain itu, inspeksi secara menyeluruh dan dilakukan secara
rutin merupakan dasar dari program maintenance. (GMF Learning
Services,2015,21.3 : 4)

Hal ini terbukti bahwa inpeksi yang terjadwal secara teratur dan preventive
maintenance menjamin suatu kelaikan udara. Kegagalan operasional dan malfungsi
peralatan akan berkurang jika kita melakukan tindakan preventif. Inspeksi airframe
dan engine dapat berkisar dari inspeksi preflight hingga inspeksi mendetail.
Interval waktu untuk periode inspeksi bervariasi berdasarkan model pesawat dan
jenis pengoperasian pesawat. Instruksi dari pabrik airframe dan engine harus di
konsultasikan saat menetapkan interval inspeksi. (GMF Learning
Services,2015,21.3 : 4)

Inspeksi pesawat menggunakan flight hours sebagai dasar untuk schedule


atau calendar inspection system. Calendar inspection system merupakan sistem
yang efisien dari sudut pandang maintenance management. Penggantian komponen
biasanya dilakukan sebelum atau mendekati waktu limitasi yang telah ditentukan
untuk tindakan preventif. Dalam beberapa kasus, flight hours limitation ditetapkan
untuk membatasi jumlah jam terbang berdasarkan calendar interval. Inspeksi
pesawat yang beroperasi dibawah flight hours akan diperiksa setelah akumulasi dari
flight hours yang dilakukan telah tercapai dan dilakukan saat paling dekat dengan
hourly limitation. (GMF Learning Services,2015,12.3 : 4)

2.7 Diagram Fishbone

Diagram tulang ikan atau fishbone diagram adalah salah satu metode untuk
menganalisa penyebab dari sebuah masalah atau suatu kondisi. Sering juga diagram
ini disebut dengan diagram sebab-akibat atau cause effect diagram. Penemunya
adalah Professor Kaoru Ishikawa, seorang ilmuwan Jepang yang juga alumni teknik
kimia Universitas Tokyo, pada tahun 1943. Sehingga sering juga disebut dengan
diagram Ishikawa.
Program Studi Teknik Aeronautika 31

2.7.1 Fungsi Diagram Fishbone

Fishbone Diagram atau Cause and Effect Diagram ini dipergunakan untuk :
1. Mengidentifikasi akar penyebab dari suatu permasalahan.
2. Mendapatkan ide-ide yang dapat memberikan solusi untuk pemecahaan suatu
masalah.
3. Membantu dalam pencarian dan penyelidikan fakta lebih lanjut.

2.7.2 Tahapan Pembuatan Fishbone

1. Mengidentifikasi Masalah
Identifikasikan masalah yang sebenarnya sedang dialami. Masalah utama yang
terjadi kemudian digambarkan dengan bentuk kotak sebagai kepala dari fishbone
diagram. Masalah yang diidentifikasi yang akan menjadi pusat perhatian dalam
proses pembuatan fishbone diagram.

2. Mengidentifikasi Faktor Utama Masalah


Dari masalah yang ada, maka ditentukan faktor-faktor utama yang menjadi
bagian dari permasalahan yang ada. Faktor-faktor ini akan menjadi penyusun
“tulang” utama dari fishbone diagram. Faktor ini dapat berupa sumber daya
manusia, metode yang digunakan, cara produksi, dan lain sebagainya.

3. Menemukan Kemungkinan Penyebab Dari Setiap Faktor


Dari setiap faktor utama yang menjadi pangkal masalah, maka perlu ditemukan
kemungkinan penyebab. Kemungkinan-kemungkinan penyebab setiap faktor, akan
digambarkan sebagai tulang kecil pada tulang utama. Setiap kemungkinan
penyebab juga perlu dicari tau akar penyebabnya dan dapat digambarkan sebagai
tulang pada tulang kecil kemungkinan penyebab sebelumnya. Kemungkinan
penyebab dapat ditemukan dengan cara melakukan brain storming atau analisa
keadaan dengan observasi.
Program Studi Teknik Aeronautika 32

4. Melakukan Analisa Hasil Diagram Yang Sudah Dibuat


Setelah membuat fishbone diagram, maka dapat dilihat semua akar penyebab
masalah. Dari akar penyebab yang sudah ditemukan, perlu dianalisa lebih jauh
prioritas dari penyebabnya. Kemudian dapat dicari tau solusi untuk menyelesaikan
masalah yang ada dengan menyelesaikan akar masalah.

Gambar II. 12 Diagram Ishikawa (Fishbone)

Anda mungkin juga menyukai