Anda di halaman 1dari 28

PSIKOLOGI ARSITEKTUR

PERTEMUAN 14
Fauza Hastati, S.T., M.T.
Ni Ketut Ayu Intan Putri Mentari Indriani, S.T., M.Ars
Istilah psikologi arsitektur (architectural psychology)
pertama kali diperkenalkan ketika diadakan konferensi
pertama di Utah pada tahun 1961 dan 1966. Jurnal
profesional pertama yang diterbitkan pada akhir 1960-
an banyak menggunakan istilah lingkungan dan perilaku
(Environment and Behavior).
PSIKOLOGI DALAM PERKEMBANGAN ARSITEKTUR
Arsitektur Yunani Klasik mempunyai dasar
Isi manifesto bersama yang dibuat oleh prinsip yang dikenal dengan istilah “figure
Walter Gropius, Bruno Taut dan Adolf & ground”, mirip seperti yang ditampilkan
Behne yang disebarluaskan di dalam arsitek-arsitek romantis di Eropa Barat
suatu pameran karya arsitek-arsitek seabad yang lalu. Teknik seperti ini
yang belum terkenal pada saat di Berlin menampilkan karya-karya arsitektur dan
lingkungan alamnya secara hablur dan
pada tahun 1919 adalah ungkapan :
menyatu, yang sering juga dikenal dengan
“Arsitektur adalah suatu ekspresi yang istilah “picturesque” atau tampil seperti
paling tinggi dari alam pikiran layaknya sebuah lukisan. Jadi, jauh
sesorang; semangatnya, sebelum ilmu Psikologi lahir dan dikenal
kemanusiaannya, kesetiaannya dan sebagai suatu disiplin ilmu, aspeknya
keyakinannya”. (psikologi) telah digunakan manusia dalam
menciptakan karya arsitektur atau pun
berkarya seni.
Di jaman renaisance di awal abad
XVI , di saat eksisnya para perupa-
perupa fenomenal seperti Leonardo
Da Vinci, Michelangelo, Bramante
dan Raphael, aspek inipun kental
dipakai dalam berkarya. Bramante
tampil menjadi pioner dengan
mengajukan konsep pelukisan
berdasarkan pada teknik ‘perspektif’.
Teknik dan konsep ini kemudian
dianggap sebagai dasar wujud dari
“ruang” dalam arsitektur.
Michelangelo, Piazza del
Campidoglio, Roma, 1540
Dalam psikologi ungkapan “ruang” tersebut , dikenal
dengan istilah “depth” yang berarti “kedalaman”.
Michelangelo seorang seniman temperamental dan
merupakan salah seorang arsitek terbesar di masa
renaisance, dalam beberapa karyanya sukses
menampilkan konsep-konsep, baik karya dia sebagai
perupa maupun sebagai arsitek dengan
menampilkan teknik-teknik ‘perspektif’ ini dengan
sempurna.
Puncak pemakaian aspek psikologi dalam
perancangan arsitektur klasik justru terjadi di
masa arsitektur Baroque pada abad XIX. Padahal,
oleh banyak kritisi, masa arsitektur Baroque ini
sering dianggap sebagai jamannya kekacauan
disain arsitektur. Arsitektur Art Nouveau yang
muncul kemudian di Eropa, meneruskannya di
awal-awal abad XX.
Di masa munculnya Arsitektur Modern,
pemakaian psikologi pada arsitektur semakin
menunjukkan peningkatan, hal ini terlihat dengan
munculnya persepsi ‘Gestalt’. Dua arsitek pada
masa ini, Le Corbusier dan Walter Gropius pernah
mengungkapkan pernyataan yang bisa dianggap
mengindikasikan akan adanya pemakaian aspek
psikologis dalam konsep-konsep perancangan
Salomon de Brasse, St Gervais, Paris
(Arsitektur Baroque) - 1616
mereka.
TEORI GESTALT DALAM ARSITEKTUR
Teori Gestalt merupakan teori persepsi Jadi dapat dikatakan bahwa sensasi adalah proses
yang paling banyak berpengaruh dalam manusia dalam menerima informasi sensoris melalui
bidang seni dan arsitektur, yang penginderaan dan menerjemahkan informasi tersebut
mengungkapkan berbagai fenomena menjadi sinyal-sinyal “neural” yang bermakna.
visual. Persepsi merupakan konsep yang Misalnya, ketika seseorang melihat (menggunakan
sangat penting dalam psikologi. Melalui indera visual, yaitu mata) sebuah benda berwarna
persepsilah manusia memandang merah, maka ada gelombang cahaya dari benda itu
dunianya. Apakah dunia terlihat yang ditangkap oleh organ mata, lalu diproses dan
“berwarna” cerah, pucat , atau hitam, ditransformasikan menjadi sinyal-sinyal di otak, yang
semuanya adalah persepsi manusia yang kemudian diinterpretasikan sebagai “warna merah”.
bersangkutan. Persepsi harus dibedakan Berbeda dengan sensasi, persepsi merupakan sebuah
dengan sensasi. Sensasi meliputi fungsi proses yang aktif dari manusia dalam memilah,
visual, audio, penciuman dan pengecapan, mengelompokkan, serta memberikan makna pada
serta perabaan, keseimbangan dan kendali informasi yang diterimanya. Benda berwarna merah
gerak. Kesemuanya inilah yang sering akan memberikan sensasi warna merah, tapi orang
disebut indera. tertentu akan merasa bersemangat ketika melihat
warna merah itu.
Faktor-Faktor Psikologi yang Mempengaruhi
Persepsi
Persepsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor Oleh karena itu, dalam bidang pendidikan
psikologis. Faktor psikologis ini bahkan misalnya, ada materi pelajaran yang harus
terkadang lebih menentukan bagaimana terlebih dahulu disampaikan sebelum materi
informasi / pesan / stimulus dipersepsikan. tertentu. Seseorang yang datang di tengah-
Faktor yang sangat dominan adalah faktor tengah diskusi, mungkin akan menangkap hal
ekspektansi dari si penerima informasi yang tidak tepat, lebih karena ia tidak memiliki
sendiri. Ekspektansi ini memberikan kerangka informasi yang sama dengan peserta diskusi
berpikir atau perceptual set atau mental set lainnya. Informasi juga dapat menjadi clue
tertentu yang menyiapkan seseorang untuk untuk mempersepsikan sesuatu.
mempersepsi dengan cara tertentu. Mental Kebutuhan; seseorang akan cenderung
set ini dipengaruhi oleh beberapa hal. mempersepsikan sesuatu berdasarkan
Ketersediaan informasi sebelumnya; kebutuhannya saat itu. Contoh sederhana,
ketiadaan informasi ketika seseorang seseorang akan lebih peka mencium bau
menerima stimulus yang baru bagi dirinya masakan ketika lapar daripada orang lain yang
akan menyebabkan kekacauan dalam baru saja makan.
mempersepsi.
Faktor psikologis lain yang juga penting dalam persepsi adalah berturut -turut :
emosi, impresi dan konteks.
Emosi; akan mempengaruhi seseorang dalam menerima dan mengolah informasi
pada suatu saat, karena sebagian energi dan perhatiannya adalah emosinya
tersebut . Seseorang yang sedang tertekan karena baru bertengkar dengan
pasangannya dan mengalami kemacetan, mungkin akan mempersepsikan lelucon
temannya sebagai penghinaan.
Impresi; stimulus yang menonjol, akan lebih dahulu mempengaruhi persepsi
seseorang. Gambar yang besar, warna kontras, atau suara yang kuat dengan pitch
tertentu, akan lebih menarik seseorang untuk memperhatikan dan menjadi fokus
dari persepsinya. Seseorang yang memperkenalkan diri dengan sopan dan
berpenampilan menarik, akan lebih mudah dipersepsikan secara positif, dan
persepsi ini akan mempengaruhi bagaimana ia dipandang selanjutnya.
Konteks; walaupun faktor ini disebutkan terakhir, tapi tidak berarti kurang
penting, malah mungkin yang paling penting. Konteks bisa secara sosial, budaya
atau lingkungan fisik. Konteks memberikan ground yang sangat menentukan
bagaimana figure dipandang. Fokus pada figure yang sama, tetapi dalam ground
yang berbeda, mungkin akan memberikan makna yang berbeda.
Walter Gropius dalam buku “The Theory and Organization of the Bauhauss“
menyampaikan pendapatnya yaitu : “Setiap bentuk adalah perwujudan ide,
setiap karya adalah manifestasi dari pikiran-pikiran pribadi kita. Tetapi,
hanya karya yang merupakan hasil dari ekspresi pribadi yang bisa
mempunyai arti spiritual”

Vitruvius mengungkapkan bahwa sebuah bangunan akan berbeda tampilan


dan kesannya bila dilihat dari jarak-jarak yang berlainan, baik dari sisi
interior maupun eksteriornya. Ini mengindikasikan bahwa pandangan -
pandangan yang memperlihatkan peranan psikologi dalam karya-karya
arsitektur secara tertulis sudah ditemui sejak awal. Dalam periode
kontemporer, karya-karya arsitektur Post Modern oleh Charles Jencks,
walaupun banyak kritikus berpendapat bahwa karya jenis ini banyak
dipengaruhi oleh unsur linguistik, juga menggunakan unsur-unsur
pengetahuan yang didapat dari disiplin psikologi dalam perancangannya.
Psikologi sebagai suatu disiplin ilmu pengetahuan yang mandiri, telah
berkembang dalam beberapa spesialisasi yang spesifik pula. Di Amerika Serikat
pada tahun 1960-an, psikologi lingkungan, salah satu spesialisasi dalam disiplin
ilmu Psikologi, dikembangkan. Hal ini muncul dari suatu upaya untuk meneliti
rancangan ruangan yang dikhususkan untuk para pasien penyakit jiwa di salah
satu rumah sakit umum. Dari sini spesialisasi ini berkembang pesat baik dari sisi
objek penelitiannya yaitu lingkungan maupun subjek manusia.
Dewasa ini psikologi lingkungan mengemukakan dua topik utama yang banyak
dibahas, yaitu mengenai lingkungan fisik, khususnya yang berkaitan dengan
penurunan kualitas fisik serta timbulnya gangguan terhadap perilaku dan
gangguan terhadap keseimbangan alamiah akibat intervensi manusia melalui
pembangunan fisik. Sering ditemui kasus-kasus penurunan kualitas lingkungan
yang dakibatkan oleh pembangunan.
PSIKOLOGI LINGKUNGAN

Sebelum kita kenal istilah psikologi lingkungan


(environmental psychology) yang sudah baku, beberapa
istilah lain telah mendahuluinya. Semula Lewin pada
tahun 1943 memberikan istilah ekologi psikologi
(psychological ecology). Lalu Egon Brunswik dengan
beberapa mahasiswanya mengajukan istilah psikologi
ekologi (ecological psychology). Pada tahun 1947, Roger
Barker dan Herbert Wright memperkenalkan istilah seting
perilaku (behavioral setting) untuk suatu unit ekologi kecil
yang melingkupi perilaku manusia sehari-hari.
Definisi psikologi lingkungan memiliki beragam batasan :
• Heimstra dan Mc Farling menyatakan bahwa psikologi lingkungan adalah
disiplin yang memperhatikan dan mempelajari hubungan antara perilaku
manusia dengan lingkungan fisik.
• Gifford (1987) mendefinisikan psikologi lingkungan sebagai sebuah studi
dari transisi di antara individu dengan seting fisiknya. Dalam transaksi
tersebut individu mengubah lingkungan dan sebaliknya perilaku dan
pengalaman individu diubah oleh lingkungan.
• Proshansky, Ittleson, dan Rivlin menyatakan bahwa definisi yang kuat
tentang psikologi lingkungan tidak ada. Mereka mengatakan bahwa
psikologi lingkungan adalah area psikologi yang melakukan konjungsi
dan analisis tentang transaksi dan hubungan antara pengalaman dan
tindakan-tindakan yang berhubungan dengan lingkungan sosiofisik.
LINGKUP PSIKOLOGI LINGKUNGAN
Proshansky (1974) melihat bahwa psikologi Ruang lingkup psikologi lingkungan
lingkungan memberi perhatian terhadap tidak hanya terbatas pada arsitektur
manusia, tempat serta perilaku dan atau lingkungan binaan (built
pengalaman-pengalaman manusia dalam environment), akan tetapi lebih jauh
hubungannya dengan seting fisik. Lingkungan membahas pula: rancangan (design),
fisik tidak hanya berarti rangsang-rangsang fisik organisasi dan pemaknaan, ataupun
(seperti cahaya, sound, suhu, bentuk, warna, hal-hal yang lebih spesifik seperti
dan kepadatan) terhadap objek-objek fisik ruang-ruang, bangunan-bangunan
tertentu, tetapi lebih dari itu merupakan suatu ketetanggaan, rumah sakit, pesawat,
kompleksitas yang terdiri dari beberapa seting theater, ruang tidur, kursi, seting kota,
fisik di mana seseorang tinggal, berinteraksi dan tempat rekreasi, hutan alami, serta
beraktivitas. Sehubungan dengan lingkungan seting-seting lain pada lingkup yang
fisik, pusat perhatian psikologi lingkungan bervariasi (Proshansky, 1974)
adalah lingkungan binaan (built environment).
Veitch dan Arkkelin (1995) menetapkan bahwa psikologi
lingkungan merupakan suatu area dari pencarian yang
bercabang dari sejumlah disiplin, seperti biologi, psikologi,
hukum, geografi, ekonomi, sosiologi, kimia, fisika, sejarah,
filsafat, beserta sub disiplin dan rekayasanya. Oleh karena itu
berdasarkan ruang lingkupnya, maka psikologi lingkungan
ternyata selain membahas seting-seting yang berhubungan
dengan manusia dan perilakunya, juga melibatkan ilmu
yang beragam.
HUBUNGAN ANTARA LINGKUNGAN & PERILAKU
1. Hubungan Lingkungan dengan Perilaku
Untuk membahas hubungan antara Lingkungan mempengaruhi perilaku dengan 4 cara :
lingkungan dan perilaku manusia, maka a. Lingkungan menghalangi perilaku, akibatnya
pembahasan akan disajikan secara juga membatasi apa yang kita lakukan. “Kita
bertahap : mungkin tidak menyadari akan dinding kamar,
1. Hubungan lingkungan dengan perilaku padahal dinding itu akan menentukan seberapa
2. Hubungan lingkungan binaan dengan jauh kita dapat berjalan di dalamnya. Ketinggian
perilaku meja akan mempengaruhi cara duduk kita,
jumlah orang di dalam kamar mempengaruhi
3. Hubungan arsitektur dengan perilaku
perasaan nyaman kita, kegaduhan
mempengaruhi banyaknya suara yang kita
Pembagian tersebut bukanlah pembagian dengar” (Ittleson dkk, 1974). Anak kota yang
yang didasarkan pada suatu hirarki tidak pernah melihat gunung, sungai, atau hutan
tertentu, melainkan bertujuan untuk mungkin tidak pernah bisa membedakan antara
mempermudah penggunaan istilah-istilah pohon pinus dengan pohon cemara. Sebaliknya
lingkungan, lingkungan binaan, dan anak yang tumbuh di pinggiran yang tidak
arsitektur yang terkadang tumpang tindih. pernah melihat lift dapat mengalami
kesenjangan antara pengetahuan dan
kepekaannya (Calhoun, 1995).
b. Lingkungan mengundang atau mendatangkan kelas terbuka. Di ruangan kelas seperti itu tidak
perilaku, menentukan bagaimana kita harus ada deretan bangku yang menghadap guru.
bertindak. Ketika kita memasuki masjid, Tetapi ruangan tersebut merupakan ruangan
lingkungan menuntut kita untuk tenang dan terbuka yang penuh dengan kegiatan yang dapat
khitmat. Ketika memasuki taman, lingkungan diikuti semua anak. Dalam lingkungan tersebut
membuat kita untuk tertawa dan gembira. Ruang mungkin anak memandang bahwa belajar bukan
tengah dengan kursi bersandaran tegak dan untuk menyerap informasi dari orang yang ahli
terbungkus plastik agar tetap bersih membuat dalam bidangnya tetapi sebagai proses pemuasan
kita duduk tegak dan tidak mengotorinya. Ruang rasa keingintahuannya. Dalam proses ini
tamu dengan kursi besar, bantalannya tebal kepribadian akan dapat terbentuk (Calhoun,
membuat kita duduk bersandar dan santai 1995).
(Calhoun, 1995)
d. Lingkungan akan mempengaruhi citra diri.
c. Lingkungan membentuk kepribadian. Perilaku Lingkungan sekitar kita menentukan apa yang
yang dibatasi lingkungan dapat menjadi bagian dapat kita lakukan, apa yang harus kita lakukan,
tetap dari diri, yang menentukan arah dan jelasnya siapa kita sebenarnya.
perkembangan kepribadian pada masa yang akan
datang. Sebagai contoh, seorang anak yang pada
tahun pertama sekolahnya belajar di ruangan
2. Hubungan Lingkungan Binaan dengan
Perilaku
Faktor lingkungan binaan dapat Herbert J. Gans (dalam Budihardjo, 1991a)
mempunyai pengaruh positif dan negatif. menyatakan bahwa dalam perencanaan
Lingkungan binaan meliputi semua lingkungan binaan ada dua kutub :
tempat yang sebagian besar telah • Kutub pertama, arsitek (dan planolog)
direncanakan dan diciptakan oleh menganut sikap bahwa lingkungan fisik
manusia (Hemistra dan McFarling, 1978) akan mempengaruhi langsung terhadap
– ruangan, gedung, lingkungan sekitar, perubahan perilaku manusia.
kota besar, kota kecil dan sebagainya. • Kutub kedua, ahli-ahli ilmu sosial, secara
Kebalikannya, lingkungan alami, yaitu frontal menyanggah dengan postulatnya
yang meliputi semua tempat yang hanya bahwa faktor penentu perilaku manusia
sedikit atau tidak diubah sama sekali justru bukan aspek fisik melainkan
oleh manusia seperti danau, ladang, dan aspek-aspek nonfisik seperti sosial,
hutan. Semua lingkungan binaan akan ekonomi, dan budaya.
mempengaruhi perilaku (Calhoun, 1995).
2. Hubungan Arsitektur dengan Perilaku Terdapat empat pandangan berkaitan dengan
Salah satu pertanyaan paling menarik yang seberapa luas pengaruh desain arsitektur terhadap
dihadapi oleh pakar psikologi lingkungan perilaku manusia sebagai penggunanya, yaitu :
adalah bagaimana perancangan bangunan • Pendekatan kehendak bebas (Free-will-
mempengaruhi perilaku manusia. Para Approach)
arsitek berusaha keras agar rancangannya Pendekatan ini secara ekstrim berpendapat
terwujud dengan baik, tetapi pada umumnya bahwa lingkungan tidak memiliki dampak apapun
mereka menyandarkan diri pada intuisi dan terhadap perilaku. Lebih lanjut diperjelas bahwa
pengalaman mereka. manusia semenjak memiliki pembatas-pembatas
Menurut Fisher, dkk (1984) sampai saat ini, yang kuat sebagai makhluk biologi, maka
pengaruh desain arsitektur terhadap semenjak itu pula keadaan ini tidak dapat
perilaku sering kali masih dipandang kecil. dipertahankan lagi (Lang, 1984).
Mesikun direncanakan secara umum, • Determinisme arsitektur (Architectural
rancangan suatu kota dan bangunan- Determinism)
bangunannya jarang mempertimbangkan Salah satu konsep awal tentang pengaruh
bagaimana kota dan bangunan tersebut arsitektur terhadap perilaku adalah determinisme
dapat mempengaruhi perilaku atau kualitas arsitektur. Istilah ini terkadang disebut sebagai
kehidupan manusia penggunanya. determinisme fisik (physical determinism) atau
determinisme lingkungan (environmental
determinism) (Lang, 1987)
Determinisme arsitektur berarti bahwa Menurut Lang dkk (1974), konstribusi potensial
lingkungan yang dibangun membentuk perilaku dari ilmu-ilmu perilaku (seperti sosiologi,
manusia di dalamnya. Dalam bentuknya yang psikologi, dan antropologi) terhadap arsitektur
paling ekstrim, arsitektur dan desain dipandang dapat dijelaskan pada gambar berikut :
sebagai satu-satunya penyebab dari munculnya
perilaku.
Menurut Budihardjo (1991a) paham ini percaya
bahwa penciptaan lingkungan yang baik akan
memberikan pengaruh secara langsung terhadap
perilaku pemakai/penghuninya. Umumnya para
arsitek atau ahli bangunan hanya menentukan
tiga faktor utama sebagai syarat untuk membuat
bangunan dengan arsitektur yang baik yaitu;
fungsional, struktural, dan estetis. Fungsional
dalam arti bahwa bangunan itu nyaman
digunakan dan memenuhi persyaratan yang
tidak menyulitkan pemakai. Struktural dalam
pengertian kuat sehingga aman untuk
Hubungan llmu-ilmu Perilaku dengan Arsitektur
dipakai/dihuni. Estetis dalam arti bahwa
Sumber: Lang dkk. (1974)
bangunan itu memiliki keindahan (Ishar, 1995).
Teori arsitektur amat berhubungan • Kemungkinan lingkungan (Environmental
dengan latar belakang teori dari ilmu- Possibilism)
ilmu perilaku. Setiap bangunan dapat Perspektif yang Iain tentang pengaruh perilaku di
menjadi suatu hipotesis tentang dalam lingkungan binaan (built environment)
hubungan dari perilaku manusia telah berkembang sebagai reaksi terhadap
kepada desain lingkungan, di mana determinisme arsitektur. Konsep kemungkinan
hipotesis tersebut dapat diuji dengan lingkungan memandang lingkungan sebagai
menggunakan prinsip-prinsip yang sebuah wadah di mana perilaku akan muncul.
pragmatis melalui observasi, Lingkungan membuka kesempatan yang luas di
mana perilaku manusia dapat terjadi atau
bagaimana bangunan tersebut dapat
sebaliknya tidak dapat terjadi. Akan tetapi
berjalan dalam kenyataan.
manusia tidak sepenuhnya bebas menentukan
pilihannya, karena setiap individu memiliki
motivasi dan kompetensi yang paling tidak
dipengaruhi pula oleh lingkungan alamiah,
lingkungan sosial, dan lingkungan budaya.
Menurut konsep ini hasil perilaku yang kita pilih
ditentukan oleh lingkungan dan pilihan yang kita
buat (Fisher dkk, 1978; Lang, 1987)
• Probabilisme Lingkungan (Environmental Sebuah contoh sederhana dapat mengilustrasikan
Probabilism). probabilisme lingkungan ini. Jika diasumsikan
Di antara posisi para determinis dan posibilis bahwa anda berada di dalam kelas yang sangat
dalam arsitektur dan perilaku, terdapat pula besar dengan beberapa orang Iain di dalamnya.
orientasi yang Iain yaitu probabilisme Pada kondisi seperti ini terjadinya diskusi
lingkungan. Sementara determinisme kemungkinannya kecil untuk dilakukan. Setelah
berasumsi bahwa lingkungan menentukan mempelajari segala sesuatu tentang ruang kelas
perilaku secara mutlak dan kemungkinan yang dapat anda temukan, anda memutuskan untuk
lingkungan memberikan peran yang besar merubah pengaturan meja dan kursi. Anda telah
pada pilihan individual sehingga sulit mempelajari bahwa dalam banyak kasus, jika
membuat prediksi tentang pengaruh tempat duduk ditata melingkar, orang akan
lingkungan terhadap perilaku. Konsep ini berbicara lebih banyak. Dengan demikian
berasumsi bahwa organisme dapat memilih kemungkinan akan lebih besar orang akan bicara
variasi respon pada berbagai situasi jika ruang kelas ditata sedemikian, anda akan
lingkungan, dan pada saat itu muncul pula membantu menciptakan suasana yang mendukung
probabilitas yang berkaitan dengan contoh- diskusi.
contoh kasus desain dengan perilakunya yang
spesifik. Probabilitas ini merefleksikan
pengaruh faktor-faktor non-arsitektural,
seperti halnya pengaruh desain dan perilaku.
RUANG LINGKUP LINGKUNGAN PERILAKU
Menurut Irwin Altman seorang psikolog Privacy adalah suatu mekanisme
(dalam Moore, 1994) sebuah model yang pengendalian antarpribadi yang mengukur
berguna untuk melihat informasi antara dan mengatur interaksi dengan orang-orang
lingkungan dan perilaku yang tersedia, Iain.
memuat tiga komponen pokok: fenomena Contoh-contoh Iain tentang fenomena
lingkungan-perilaku, kelompok pemakai, lingkungan-perilaku meliputi makna dan
dan seting. simbolisme lingkungan dan cara-cara
• Fenomena Lingkungan-Perilaku manusia menggunakan lingkungan dalam
Masing-masing dari fenomena ini menyajikan diri. Beberapa fenomena ini,
merupakan aspek perilaku manusia yang seperti proxemic dan privacy, yang
berbeda sehubungan dengan lingkungan menunjuk pada pola-pola perilaku pribadi,
fisik tiap hari. Contoh yang umum adalah sementara yang Iain-lain, seperti komunitas
proxemic dan privacy. Proxemic adalah dan ketetanggaan (neighborhood)
jarak yang berbeda antar manusia yang menghadapi pola-pola dan ketentuan-
dianggap menyenangkan untuk ketentuan sosial.
melakukan interaksi sosial.
Semua fenomena perilaku lingkungan ini Pentingnya mempelajari faktor-faktor
penting bari para perancang karena mereka perilaku dari pendirian seorang
saling berkaitan dan dengan demikian muncul pemakai ialah bahwa ia memberi
lagi sebagai pertimbangan dalam merancang kepada arsitek perbendaharaan
berbagai tipe bangunan untuk berbagai pengalaman yang dapat diterapkan
kelompok pemakai. dalam setiap proyek perancangan yang
melibatkan para pemakai tersebut.
• Kelompok Pemakai.
Kelompok pemakai yang berbeda
mempunyai kebutuhan yang berbeda dan
dipengaruhi dalam berbagai cara oleh sifat
lingkungan. Banyak sekali informasi kini
terdapat mengenai anak-anak dan
lingkungan, kelompok etnis yang berbeda-
beda, dan kelompok-kelompok pemakai
khusus seperti mereka yang tak mampu
belajar dan cacat jasmaniah.
• Seting
Komponen terakhir dari model meliputi semua skala seting, mulai dari
skala ruang sampai kepada agama, bangsa, dan dunia. Skala ruang
terhadap bangunan dan terhadap kelompok bangunan penting sekali
bagi arsitek. Skala bangunan terhadap kota adalah urusan perancang
kota. Perkembangan akhir-akhir ini dalam telaah perilaku dan kriteria
untuk tipe berbagai bangunan; umpamanya, lingkungan kediaman
untuk anak-anak; perumahan bagi mereka yang lebih tua, dan daerah-
daerah pemukiman bagi berbagai kelompok sosial budaya. Ciri yang
unik tentang orientasi ini terhadap perhatian-perhatian perilaku dalam
arsitektur adalah fokus holistik pada semua fakor perilaku, sosial, dan
budaya.
SETING PERILAKU
Menurut Roger Barker (dalam Sarwono, 1994) Misalnya jika suatu ruangan terdapat pintu,
tingkah laku tidak hanya ditentukan oleh beberapa jendela, serta dilengkapi dengan
lingkungan atau sebaliknya, melainkan kedua hal papan tulis dan meja tulis yang berhadapan
tersebut saling menentukan dan tidak dapat dengan sejumlah bangku yang berderet, maka
dipisah-pisahkan. Dalam istilah Barker, seting perilaku yang terjadi pada ruang tersebut
hubungan tingkah laku dengan lingkungan adalah rangkaian dari tingkah laku murid yang
adalah seperti jalan dua arah (two way street) sedang belajar di ruang kelas. Jika ruang
atau interdependensi ekologi. Selanjutnya tersebut berisikan perabotan kantor, maka
Barker mempelajari hubungan timbal balik orang-orang yang berada di dalamnya akan
antara lingkungan dengan dan tingkah laku. berperilaku sebagaimana lazimnya karyawan
Suatu hal yang unik pada teori Barker adalah kantor.
adanya seting perilaku yang dipandang sebagai
faktor tersendiri. Seting perilaku adalah pola
tingkah laku kelompok (bukan individu) yang
terjadi sebagai akibat kondisi lingkungan
tertentu.
Menurut Roger Barker (dalam Moore, 1994) seting perilaku adalah konsep kunci
bagi analisis perilaku manusia datarn arsitektur. Berdasarkan karya Barker ini,
suatu seting perilaku dapat diterapkan untuk tujuan-tujuan arsitektur sebagai
suatu unit dasar analitis interaksi lingkungan-perilaku yang meliputi empat
kekhususan berikut ini:
1. Suatu pola perilaku tetap atau suatu tipe perilaku yang berulang kali, seperti
berhenti berbicara jika melalui seorang teman.
2. Aturan-aturan dan tujuan-tujuan sosial yang menentukan yang dapat
ditafsirkan sebagai norma-norma yang menentukan. Misalnya pembicaraan-
pembicaraan panjang Iebar merupakan norma bagi orang-orang yang Iebih tua,
dan konvensi sosial memperkenankan menyentuh dan berdekatan akrab
sementara berbicara.
3. Ciri-ciri fisik kritis dari pelataran seting yaitu unsur dan lingkungan fisik yang
terjalin tak terpisahkan dengan perilaku, seperti ukuran dan bentuk ruang
sosial perumahan untuk kaum tua di mana percakapanpercakapan terjadi.
4. Tempat waktu, kerangka waktu di mana perilaku terjadi, untuk berbagai
perilaku yang memiliki ritme harian, mingguan, bulanan, dan musiman.
T
H
A
N
K
S
Does anyone have any questions?

Anda mungkin juga menyukai