PERTEMUAN 14
Fauza Hastati, S.T., M.T.
Ni Ketut Ayu Intan Putri Mentari Indriani, S.T., M.Ars
Istilah psikologi arsitektur (architectural psychology)
pertama kali diperkenalkan ketika diadakan konferensi
pertama di Utah pada tahun 1961 dan 1966. Jurnal
profesional pertama yang diterbitkan pada akhir 1960-
an banyak menggunakan istilah lingkungan dan perilaku
(Environment and Behavior).
PSIKOLOGI DALAM PERKEMBANGAN ARSITEKTUR
Arsitektur Yunani Klasik mempunyai dasar
Isi manifesto bersama yang dibuat oleh prinsip yang dikenal dengan istilah “figure
Walter Gropius, Bruno Taut dan Adolf & ground”, mirip seperti yang ditampilkan
Behne yang disebarluaskan di dalam arsitek-arsitek romantis di Eropa Barat
suatu pameran karya arsitek-arsitek seabad yang lalu. Teknik seperti ini
yang belum terkenal pada saat di Berlin menampilkan karya-karya arsitektur dan
lingkungan alamnya secara hablur dan
pada tahun 1919 adalah ungkapan :
menyatu, yang sering juga dikenal dengan
“Arsitektur adalah suatu ekspresi yang istilah “picturesque” atau tampil seperti
paling tinggi dari alam pikiran layaknya sebuah lukisan. Jadi, jauh
sesorang; semangatnya, sebelum ilmu Psikologi lahir dan dikenal
kemanusiaannya, kesetiaannya dan sebagai suatu disiplin ilmu, aspeknya
keyakinannya”. (psikologi) telah digunakan manusia dalam
menciptakan karya arsitektur atau pun
berkarya seni.
Di jaman renaisance di awal abad
XVI , di saat eksisnya para perupa-
perupa fenomenal seperti Leonardo
Da Vinci, Michelangelo, Bramante
dan Raphael, aspek inipun kental
dipakai dalam berkarya. Bramante
tampil menjadi pioner dengan
mengajukan konsep pelukisan
berdasarkan pada teknik ‘perspektif’.
Teknik dan konsep ini kemudian
dianggap sebagai dasar wujud dari
“ruang” dalam arsitektur.
Michelangelo, Piazza del
Campidoglio, Roma, 1540
Dalam psikologi ungkapan “ruang” tersebut , dikenal
dengan istilah “depth” yang berarti “kedalaman”.
Michelangelo seorang seniman temperamental dan
merupakan salah seorang arsitek terbesar di masa
renaisance, dalam beberapa karyanya sukses
menampilkan konsep-konsep, baik karya dia sebagai
perupa maupun sebagai arsitek dengan
menampilkan teknik-teknik ‘perspektif’ ini dengan
sempurna.
Puncak pemakaian aspek psikologi dalam
perancangan arsitektur klasik justru terjadi di
masa arsitektur Baroque pada abad XIX. Padahal,
oleh banyak kritisi, masa arsitektur Baroque ini
sering dianggap sebagai jamannya kekacauan
disain arsitektur. Arsitektur Art Nouveau yang
muncul kemudian di Eropa, meneruskannya di
awal-awal abad XX.
Di masa munculnya Arsitektur Modern,
pemakaian psikologi pada arsitektur semakin
menunjukkan peningkatan, hal ini terlihat dengan
munculnya persepsi ‘Gestalt’. Dua arsitek pada
masa ini, Le Corbusier dan Walter Gropius pernah
mengungkapkan pernyataan yang bisa dianggap
mengindikasikan akan adanya pemakaian aspek
psikologis dalam konsep-konsep perancangan
Salomon de Brasse, St Gervais, Paris
(Arsitektur Baroque) - 1616
mereka.
TEORI GESTALT DALAM ARSITEKTUR
Teori Gestalt merupakan teori persepsi Jadi dapat dikatakan bahwa sensasi adalah proses
yang paling banyak berpengaruh dalam manusia dalam menerima informasi sensoris melalui
bidang seni dan arsitektur, yang penginderaan dan menerjemahkan informasi tersebut
mengungkapkan berbagai fenomena menjadi sinyal-sinyal “neural” yang bermakna.
visual. Persepsi merupakan konsep yang Misalnya, ketika seseorang melihat (menggunakan
sangat penting dalam psikologi. Melalui indera visual, yaitu mata) sebuah benda berwarna
persepsilah manusia memandang merah, maka ada gelombang cahaya dari benda itu
dunianya. Apakah dunia terlihat yang ditangkap oleh organ mata, lalu diproses dan
“berwarna” cerah, pucat , atau hitam, ditransformasikan menjadi sinyal-sinyal di otak, yang
semuanya adalah persepsi manusia yang kemudian diinterpretasikan sebagai “warna merah”.
bersangkutan. Persepsi harus dibedakan Berbeda dengan sensasi, persepsi merupakan sebuah
dengan sensasi. Sensasi meliputi fungsi proses yang aktif dari manusia dalam memilah,
visual, audio, penciuman dan pengecapan, mengelompokkan, serta memberikan makna pada
serta perabaan, keseimbangan dan kendali informasi yang diterimanya. Benda berwarna merah
gerak. Kesemuanya inilah yang sering akan memberikan sensasi warna merah, tapi orang
disebut indera. tertentu akan merasa bersemangat ketika melihat
warna merah itu.
Faktor-Faktor Psikologi yang Mempengaruhi
Persepsi
Persepsi juga dipengaruhi oleh faktor-faktor Oleh karena itu, dalam bidang pendidikan
psikologis. Faktor psikologis ini bahkan misalnya, ada materi pelajaran yang harus
terkadang lebih menentukan bagaimana terlebih dahulu disampaikan sebelum materi
informasi / pesan / stimulus dipersepsikan. tertentu. Seseorang yang datang di tengah-
Faktor yang sangat dominan adalah faktor tengah diskusi, mungkin akan menangkap hal
ekspektansi dari si penerima informasi yang tidak tepat, lebih karena ia tidak memiliki
sendiri. Ekspektansi ini memberikan kerangka informasi yang sama dengan peserta diskusi
berpikir atau perceptual set atau mental set lainnya. Informasi juga dapat menjadi clue
tertentu yang menyiapkan seseorang untuk untuk mempersepsikan sesuatu.
mempersepsi dengan cara tertentu. Mental Kebutuhan; seseorang akan cenderung
set ini dipengaruhi oleh beberapa hal. mempersepsikan sesuatu berdasarkan
Ketersediaan informasi sebelumnya; kebutuhannya saat itu. Contoh sederhana,
ketiadaan informasi ketika seseorang seseorang akan lebih peka mencium bau
menerima stimulus yang baru bagi dirinya masakan ketika lapar daripada orang lain yang
akan menyebabkan kekacauan dalam baru saja makan.
mempersepsi.
Faktor psikologis lain yang juga penting dalam persepsi adalah berturut -turut :
emosi, impresi dan konteks.
Emosi; akan mempengaruhi seseorang dalam menerima dan mengolah informasi
pada suatu saat, karena sebagian energi dan perhatiannya adalah emosinya
tersebut . Seseorang yang sedang tertekan karena baru bertengkar dengan
pasangannya dan mengalami kemacetan, mungkin akan mempersepsikan lelucon
temannya sebagai penghinaan.
Impresi; stimulus yang menonjol, akan lebih dahulu mempengaruhi persepsi
seseorang. Gambar yang besar, warna kontras, atau suara yang kuat dengan pitch
tertentu, akan lebih menarik seseorang untuk memperhatikan dan menjadi fokus
dari persepsinya. Seseorang yang memperkenalkan diri dengan sopan dan
berpenampilan menarik, akan lebih mudah dipersepsikan secara positif, dan
persepsi ini akan mempengaruhi bagaimana ia dipandang selanjutnya.
Konteks; walaupun faktor ini disebutkan terakhir, tapi tidak berarti kurang
penting, malah mungkin yang paling penting. Konteks bisa secara sosial, budaya
atau lingkungan fisik. Konteks memberikan ground yang sangat menentukan
bagaimana figure dipandang. Fokus pada figure yang sama, tetapi dalam ground
yang berbeda, mungkin akan memberikan makna yang berbeda.
Walter Gropius dalam buku “The Theory and Organization of the Bauhauss“
menyampaikan pendapatnya yaitu : “Setiap bentuk adalah perwujudan ide,
setiap karya adalah manifestasi dari pikiran-pikiran pribadi kita. Tetapi,
hanya karya yang merupakan hasil dari ekspresi pribadi yang bisa
mempunyai arti spiritual”