SKRIPSI
Oleh :
WIADIRDA FEBRIARAHMA HELIUMETRINA
155090707111016
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
MIKROZONASI ZONA RAWAN GEMPABUMI
MENGGUNAKAN METODE HORIZONTAL TO VERTICAL
SPECTRAL RATIO (HVSR) DAN PEAK GROUND
ACCELERATON (PGA) BOORE 1997 DI DESA
SUMBERPETUNG KABUPATEN LUMAJANG
SKRIPSI
Oleh :
WIADIRDA FEBRIARAHMA HELIUMETRINA
155090707111016
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
MIKROZONASI ZONA RAWAN GEMPABUMI
MENGGUNAKAN METODE HORIZONTAL TO VERTICAL
SPECTRAL RATIO (HVSR) DAN PEAK GROUND
ACCELERATON (PGA) BOORE 1997 DI DESA
SUMBERPETUNG KABUPATEN LUMAJANG
SKRIPSI
Oleh :
WIADIRDA FEBRIARAHMA HELIUMETRINA
155090707111016
JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2020
i
ii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Oleh :
WIADIRDA FEBRIARAHMA HELIUMETRINA
155090707111016
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui
Ketua Jurusan Fisika
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
iii
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
iv
LEMBAR PERNYATAAN
v
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
vi
MIKROZONASI ZONA RAWAN GEMPABUMI
MENGGUNAKAN METODE HORIZONTAL TO VERTICAL
SPECTRAL RATIO (HVSR) DAN PEAK GROUND
ACCELERATON (PGA) BOORE 1997 DI DESA
SUMBERPETUNG KABUPATEN LUMAJANG
ABSTRAK
vii
(Halaman Ini Sengaja Dikosongkan)
viii
MICROZONATION OF EARTHQUAKE PRONE ZONE
USING HORIZONTAL TO VERTICAL SPECTRAL
RATIO (HVSR) AND PEAK GROUND ACCELERATION
(PGA) BOORE 1997 METHODS IN SUMBERPETUNG
VILLAGE LUMAJANG REGION
ABSTRACT
x
KATA PENGANTAR
xi
7. Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) Stasiun Geofisika
Kelas II Tretes yang telah memberikan izin untuk penulis
melakukan penelitian Tugas Akhir serta memberikan bantuan
baik secara langsung maupun tidak langsung.
8. Kepala Desa Sumberpetung Kecamatan Ranuyoso Kabupaten
Lumajang yang telah memberikan izin untuk penulis
melakukan penelitian Tugas Akhir serta memberikan bantuan
selama penelitian berlangsung.
9. Tania Febriola Rachmawati selaku sahabat yang selalu
memberi dukungan dan bantuan selama perkuliahan sejak
tahun 2015
10. Bapak Syawaldin Ridha, Tania Febriola Rachmawati,
Mahathir Wiaam Pranata, Abrorul Amin, Yusuf Pratama, dan
Shufi Ridho yang membantu penelitian di Desa
Sumberpetung Kabupaten Lumajang
11. Andriyanto Dwi Nugroho, Abrorul Amin, Luthfiana Nur Aini
dan Safira Yasmin yang selalu memberikan motivasi untuk
penulis.
12. Teman – teman grup “cuy” yang memberikan motivasi dan
teman perjalanan kuliah sejak 2015.
13. Teman – teman Teknik Geofisika angkatan 2015 atas segala
dukungannya.
14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu – persatu.
Skripsi ini masih memiliki kekurangan serta jauh dari
kesempurnaan sehingga dibutuhkan kritik serta saran yang
membangun demi menghasilkan karya tulis yang baik. Akhir kata
semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua.
Penulis
xii
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
xiii
DAFTAR ISI
Halaman
xv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
xvi
Gambar 4.6 Peta persebaran nilai amplifikasi (A0) di Desa
Sumberpetung ............................................................. 61
Gambar 4.7 Peta persebaran nilai Indeks Kerentanan Seismik (Kg)
di Desa Sumberpetung ................................................. 65
Gambar 4.8 Peta percepatan tanah maksimum (PGA) untuk
probabilitas terlampaui 10% dalam 100 tahun (Tim
Revisi Gempa Indonesia,2010) .................................... 66
Gambar 4.9 Peta nilai percepatan getaran tanah (PGA) Boore 1997 di
Desa Sumberpetung ..................................................... 72
xvii
DAFTAR TABEL
Halaman
xxii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
xxiii
BAB I
PENDAHULUAN
2
Penelitian mengenai daerah rawan resiko bencana gempabumi
dapat dilakukan menggunakan metode Horizontal to Vertical Spectral
Ratio (HVSR) guna mendapatkan peta mikrozonasi mikrotremor
sebagai salah satu upaya mitigasi gempabumi. Hal tersebut
dikarenakan data mikrotremor dapat digunakan untuk mengetahui
karakteristik dinamis kondisi geologi lokal diantaranya dengan
menentukan faktor amplifikasi, frekuensi dominan, periode dominan,
indeks kerentanan seismik, dan nilai percepatan getaran tanah
maksimum (PGA). Sehingga berdasarkan uraian tersebut penulis
melakukan penelitian dengan judul “Mikrozonasi Zona Rawan
Gempabumi Menggunakan Metode Horizontal to Vertical Spectral
Ratio (HVSR) dan Peak Ground Acceleraton (PGA) Boore 1997 di
Desa Sumberpetung Kabupaten Lumajang”.
1.3 Tujuan
Tujuan yang diharapkan dari penelitian ini adalah
1. Untuk menentukan frekuensi dominan, periode dominan,
ketebalan lapisan, amplifikasi dan indeks kerentanan seismik di
daerah penelitian
2. Untuk menentukan percepatan getaran tanah (PGA) dan
mengetahui mikrozonasi daerah rawan gempabumi di daerah
penelitian
1.5 Manfaat
Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah dengan
mengetahui karakteristik tanah Desa Sumberpetung Kabupaten
Lumajang berdasarkan parameter nilai frekuensi dominan, periode
dominan, ketebalan lapisan sedimen, faktor amplifikasi, indeks
keretanan seismik, dan percepatan getaran tanah, resiko gempabumi
di daerah penelitian dapat diketahui sehingga dapat memberikan
informasi agar dilakukan upaya mitigasi bencana gempabumi di Desa
Sumberpetung Kecamatan Ranuyoso Kabupaten Lumajang.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
:
:
7
2.2 Gempabumi
Gempabumi atau biasa disebut earthquake merupakan
peristiwa berguncangnya atau bergetarnya bumi karena
pergerakan/pergeseran lapisan batuan pada kulit bumi secara tiba‐tiba
akibat pergerakan lempeng‐lempeng tektonik. Gempabumi yang
disebabkan oleh aktivitas pergerakan lempeng tektonik disebut
gempabumi tektonik. Gempabumi yang terjadi akibat aktivitas
gunung berapi disebut gempabumi vulkanik. Selain itu gempabumi
juga dapat disebabkan oleh patahan aktif atau akibat runtuhan batuan.
Pergerakan secara tiba‐tiba dari lapisan batuan di dalam bumi
menghasilkan energi yang dipancarkan ke segala arah berupa
gelombang gempabumi atau gelombang seismik, sehingga efeknya
dapat dirasakan hingga ke permukaan bumi (Sunarjo, et al., 2012)
Lapisan kulit bumi terluar atau litosfer terdiri atas lempeng‐
lempeng tektonik yang kaku dan terapung di atas batuan yang relatif
tidak kaku serta bergerak satu sama lain. Apabila dua lempeng bumi
bertumbukan maka pada daerah batas antara dua lempeng tesebut akan
terjadi tekanan (stress). Karena gerakan lempeng yang saling
mengunci dan terhambat atau macet maka akan terjadi pengumpulan
energi yang berlangsung secara terus menerus sampai pada suatu saat
litosfer tidak mampu lagi menahan tekanan tersebut, sehingga hal itu
menyebabkan terjadinya patahan pada litosfer di daerah terlemah.
Kulit bumi yang patah tersebut akan melepaskan energi dalam bentuk
getaran untuk kembali ke keadaan semula. Peristiwa pelepasan energi
ini disebut gempa tektonik (Sunarjo, et al., 2012)
Menurut Teori Elastic Rebound, gempabumi merupakan gejala
alam yang disebabkan adanya deformasi batuan yang terjadi pada
lapisan litosfer. Deformasi batuan tersebut merupakan akibat dari
tekanan (stress) dan regangan (strain) pada litosfer. Tekanan dan
regangan terjadi terus menerus sehingga membuat daya dukung pada
batuan akan mencapai batas maksimum dan mulai terjadi pergeseran
akibatnya terjadi patahan (Lowrie, 2007)
Mekanisme gempabumi ditunjukkan oleh gambar 2.3 dan dapat
dijelaskan secara singkat sebagai berikut, jika terdapat 2 buah gaya
yang bekerja dengan arah berlawanan pada batuan kulit bumi, batuan
tersebut akan terdeformasi, karena batuan mempunyai sifat elastis.
Bila gaya yang bekerja pada batuan dalam waktu yang lama dan terus
menerus, maka lama kelamaan daya dukung pada batuan akan
8
mencapai batas maksimum dan akan mulai terjadi pergeseran.
Akibatnya batuan akan mengalami patahan secara tiba-tiba sepanjang
bidang patahan setelah itu batuan akan kembali stabil, namun sudah
mengalami perubahan bentuk atau posisi. Pada saat batuan mengalami
gerakan yang tiba-tiba akibat pergeseran batuan, energi stress yang
tersimpan akan dilepaskan dalam bentuk getaran yang dikenal sebagai
gempabumi (Bolt & Bullen, 1985).
10
relatif kecil ini, gempabumi dangkal menghasilkan efek
goncangan yang lebih dahsyat dibanding gempabumi dalam.
b. Gempabumi menengah (intermediate)
Gempabumi menengah memiliki kedalaman kurang dari 300
km atau 70 – 300 km. Letak dari pusat gempa berada di bawah
kerak bumi, sehingga termasuk dalam gempabumi yang tidak
berhubungan dengan retakan atau patahan pada permukaan,
namun gempabumi menengah masih dapat diperkirakan
mekanisme terjadinya.
c. Gempabumi dalam (deep)
Gempabumi dalam memiliki kedalaman lebih dari 300 km atau
450 km. Karena gempabumi dalam terletak pada kedalaman di
atas 300 km, manusia tidak bisa merasakan gempabumi dalam
ini (Fowler,1990).
11
a. Waktu asal (origin time)
Waktu asal atau origin time adalah waktu suatu gempabumi
terjadi di sumbernya pada kedalaman tertentu di lapisan bumi.
Pada waktu tersebut akumulasi tegangan (stress) terlepas dalam
bentuk penjalaran gelombang gempabumi. Waktu asal
dinyatakan dalam hari, tanggal, bulan, tahun, jam, menit, detik
dalam satuan UTC (Universal Time Coordinated) (Sunarjo, et
al., 2012).
b. Hiposenter dan Episenter
Hiposenter merupakan pusat gempa. Kedalaman sumber
gempabumi yaitu jarak hiposenter yang dihitung tegak lurus
dari permukaan bumi. Kedalaman gempabumi dinyatakan oleh
besaran jarak dalam satuan km. Hiposenter merupakan sebuah
bidang yang luasnya tergantung pada besarnya energi yang
tegak lurus terhadap hiposenter. Untuk menentukan jarak
hiposenter gempa bisa menggunakan berbagai cara, salah
satunya dengan perhitungan jarak hiposenter bumi pada gambar
2.5
12
c. Magnitudo
Magnitudo merupakan ukuran yang menyatakan kekuatan
gempabumi berdasarkan energi yang dipancarkan pada saat
terjadinya gempabumi dan hasil pengamatan seismograf. Pada
umumnya manigtudo diukur berdasarkan amplitudo dan
periode fase gelombang tertentu. Magnitudo gempa dapat
dibedakan atas magnitudo lokal (ML), magnitudo bodi (MB),
magnitudo permukaan (MS), magnitudo momen (MW) dan
magnitudo durasi (MD) (Kayal, 2008)
d. Intensitas
Tingkat kerusakan akibat gempabumi dinyatakan juga dalam
intensitas. Intensitas dihitung berdasarkan pengamatan visual
langsung terhadap kerusakan akibat gampabumi, dan intensitas
ini dapat memberikan gambaran nilai kekuatan gempabumi
pada pusat gempanya. Perbedaan magnitudo dengan intensitas
dari suatu gempabumi adalah magnitudo dihitung dari catatan
alat sedangkan intensitas didasarkan atas akibat langsung dari
getaran gempabumi. Magnitudo mempunyai harga yang tetap
untuk sebuah gempa, tetapi intensitas berbeda dengan
perubahan tempat (Sunarjo, et al., 2012).
Intensitas terbesar pada umumnya terdapat pada daerah
episenter dan menurun terhadap jarak ke semua arah. Untuk
dapat menentukan intensitas di suatu tempat dengan tepat
diperlukan pengiriman para ahli yang berpengalaman ke daerah
yang terkena bencana gempabumi tersebut, untuk mengamati
tingkat kerusakan yang terjadi. Intensitas biasanya dinyatakan
dalam skala. Skala intensitas yang digunakan di Indonesia
adalah skala Modified Mercally Intensity (MMI) atau disebut
juga skala intensitas Mercally (Sunarjo, et al., 2012).
14
Gambar 2.6 Penjalaran Gelombang Primer (USGS, 2007)
b. Gelombang sekunder
Gelombang sekunder merupakan gelombang transversal atau
shear waves yang arah gerak partikelnya tegak lurus dengan
arah perambatannya. Mekanisme penjalaran gelombang
sekunder ditunjukkan pada gambar 2.7 di bawah ini.
Gelombang S tidak dapat merambat pada fluida sehingga tidak
dapat menembus inti bumi bagian luar. Gelombang sekunder
terdiri dari 2 komponen yaitu gelombang SH dengan gerak
partikel horizontal dan gelombang SV dengan gerak partikel
vertikal (Sunarjo, et al., 2012).
15
a. Gelombang Love
Gelombang Love gerakan partikelnya sama dengan
gelombang SH dan memerlukan medium yang berlapis. Untuk
mekanisme penjalaran gelombang Love dapat dilihat pada
gambar 2.8. Gelombang L merupakan gelombang transversal.
Gelombang Love lebih cepat daripada gelombang Rayleigh dan
lebih dulu sampai pada seismograf namun gelombang ini selalu
lebih lambat dari gelombang primer dan umumnya lebih lambat
dari gelombang sekunder (Sunarjo, et al., 2012).
b. Gelombang Rayleigh
Gelombang Rayleigh lintasan gerakan partikelnya merupakan
suatu elips. Bidang elips ini vertikal dan berimpit dengan arah
penjalarannya. Gerakan partikelnya ke belakang (bawah maju
atas mundur). Karena menjalar di permukaan, amplitudo
gelombang Rayleigh akan berkurang dengan bertambahnya
kedalaman. Di dalam rekaman seismik, gelombang Rayleigh
dicirikan dengan amplitudo besar dan frekuensi rendah.
Mekanisme penjalaran gelombang Rayleigh ditunjukkan oleh
gambar 2.9 (Sunarjo, et al., 2012).
16
2.7 Mikrotremor
Mikrotremor merupakan getaran tanah yang sangat kecil dan
terjadi secara terus menerus yang bersumber dari berbagai macam
getaran seperti lalu lintas, angin, aktivitas manusia, dan lain lain.
Gelombang ini bersumber dari segala arah yang saling beresonansi.
Mikrotremor juga didefinisikan sebagai getaran harmonik alami tanah
yang terjadi secara terus menerus, terjebak di lapisan sedimen
permukaan, terpantulkan oleh adanya bidang batas lapisan dengan
frekuensi tetap, disebabkan oleh getaran mikro di bawah permukaan
dan kegiatan alam lainnya. Mikrotremor yang juga dikenal sebagai
getaran lingkungan (ambient vibration) berasal dari dua sumber utama
yaitu alam dan manusia. Pada frekuensi rendah yaitu di bawah 1 Hz,
sumber mikrotremor adalah alam. Gelombang laut menimbulkan
ambient vibration dengan frekuensi sekitar 0,2 Hz sedangkan
frekuensi sekitar 0,5 Hz dihasilkan oleh interaksi antara gelombang
laut dan pantai. Untuk frekuensi di bawah 0,1 Hz, mikrotremor
diasosiasikan dengan aktifitas di atmosfer. Pada frekuensi tinggi yaitu
lebih dari 1 Hz, sumber utamanya adalah aktifitas manusia seperti lalu
lintas kendaraan, mesin, dan lain-lain. Lokasi sumber biasanya berada
di permukaan tanah dan bervariasi dengan adanya siang dan malam
(SESAME, 2004).
Mikrotremor memiliki amplitudo pergeseran sekitar 0,1-1 𝜇𝑚
dan amplitudo kecepatan 0,001 cm/s sampai 0,01 cm/s. Mikrotremor
diklasifikasikan menjadi dua jenis berdasarkan rentang periodenya.
Jenis pertama adalah mikrotremor periode pendek dengan periode
kurang dari 1 detik dan keadaan ini terkait dengan struktur bawah
permukaan yang dangkal hingga ketebalan beberapa puluh meter.
Jenis kedua adalah mikrotremor periode panjang dengan periode lebih
dari 1 detik, keadaan ini terkait dengan struktur tanah yang lebih dalam
menunjukkan dasar dari batuan keras (Mirzaoglu & Dykmen, 2003).
Data mikrotremor sangat bermanfaat untuk memprediksi
ketebalan lapisan sedimen, menyusun peta periode dominan,
menyusun peta faktor amplifikasi, dan menyusun peta indeks
kerentanan seismik. Data mikrotremor dapat dianalisis dengan
menggunakan metode HVSR. Dari penelitian mikrotremor, dapat
diketahui karakteristik lapisan tanah berdasarkan parameter frekuensi
dominan (𝑓0 ), periode dominan (𝑇0 ), faktor penguatan gelombang
atau amplifikasi (𝐴𝟎 )dan indeks kerentanan tanahnya (Kg).
17
Gambar 2.10 Tampilan data mikrotremor pada perangkat lunak
(Mirzaoglu & Dykmen, 2003).
18
Gambar 2.11 Ilustrasi prinsip metode HVSR mikrotremor
(Nakamura, 1989)
19
Terdapat hubungan antara spektrum rasio HVSR dengan data
kerusakan akibat gempabumi. Nilai intensitas kerusakan yang bernilai
tinggi terjadi pada zona yang memiliki frekuensi rendah, namun faktor
amplifikasinya besar. Begitu pun sebaliknya, nilai intensitas
kerusakan yang bernilai rendah terjadi pada zona dengan frekuensi
tinggi dan faktor amplifikasi yang rendah (Panou, et al., 2004).
20
Jenis 4 - 10 Batuan Ketebalan
II alluvial, sedimen
dengan permukaannya
ketebalan 5m. masuk dalam
Terdiri dari kategori
dari sandy- menengah 5 –
gravel, sandy 10 meter
hard clay,
loam, dll.
Tipe II Jenis 2,5 - 4 Batuan Ketebalan
III alluvial, sedimen
dengan permukaan
ketebalan >5m. masuk
Terdiri dari dalam kategori
dari sandy- tebal, sekitar 10
gravel, – 30 meter
sandy hard
clay, loam, dll.
Jenis C Jenis < 2,5 Batuan Ketebalan
IV alluvial,yang sedimen
terbentuk dari permukaannya
sedimentasi sangat tebal
delta, top soil,
lumpur,dll.
Dengan
kedalaman 30
m
atau lebih
21
yang tinggi, maka hal tersebut dapat menunjukkan adanya sedimen
yang tebal sehingga rentan terhadap kerusakan. Nilai periode dominan
didapatkan dengan menggunakan persamaan di bawah ini (Nakamura,
1989)
1
𝑇0 = (2.2)
𝑓0
Dengan
𝑇0 : Periode dominan (s)
𝑓0 : Frekuensi dominan (Hz)
Dari nilai periode dominan yang terukur di permukaan, dapat
diketahui karakteristik batuan di bawahnya, hal tersebut ditunjukkan
dalam tabel 2.2 dan tabel 2.3 tentang klasifikasi tanah berdasarkan
nilai periode dominan tanah. Dalam hal ini Kanai, Omote, dan
Nakajima juga telah mengklasifikasikan tanah berdasarkan periode
dominan tanah. Serta Zhao mengklasifikasikan tanah kedalam empat
kelas yang mengacu pada site classification dari NEHRP (National
Earthquake Hazard Reduction Program)
Klasifikasi tanah
Periode
Site classes NEHRP Deskripsi
dominan (T)
(Zhao) class
SC I AB ≤ 0,2 s Rock/stiff soil
SC II C 0,2 ≤ T0 < 0,4 Hard Soil (Keras)
Medium Soil
SC III D 0,4 ≤ T0 <0,6
(Sedang)
SC IV E T0 ≥ 0,6 S Soft Soil (Lunak)
26
terjadi gempabumi. Gerakan tanah yang terjadi pada lapisan bawah
tanah atau batuan padat, karakteristiknya dijelaskan menggunakan
parameter amplitudo yaitu percepatan tanah maksimum, kecepatan
tanah maksimum dan pergeseran maksimum. Percepatan tanah
maksimum merupakan parameter yang sering digunakan. Perambatan
gelombang seismik yang menjadi akibat dari percepatan tanah
maksimum. Percepatan tanah maksimum dinyatakan dalam g
(Gravitational Acceleration= g) atau m/s2 (1 g= 9,81 m/s2 atau dalam
gal, dimana 1 gal sama dengan 0,01 m/s2 . 1 g sama dengan 981 Gal.
Sedangkan percepatan getaran tanah merupakan gangguan yang dikaji
untuk setiap gempabumi, kemudian dipilih percepatan tanah
maksimum atau Peak Ground Acceleration (PGA) untuk dipetakan
agar bisa memberikan pengertian tentang efek paling parah yang
pernah dialami suatu lokasi. Percepatan getaran tanah maksimum
adalah nilai percepatan getaran tanah yang terbesar yang pernah
terjadi di suatu tempat yang diakibatkan oleh gempabumi. Semakin
besar nilai PGA yang pernah terjadi disuatu tempat, semakin besar
bahaya dan resiko gempabumi yang mungkin terjadi. Karena nilai
percepatan tanah maksimum yang dihasilkan dapat menunjukkan
tingkat resiko bencana yang terjadi, maka nilainya dapat digunakan
sebagai bahan pertimbangan mitigasi bencana, desain struktur
bangunan dan rencana tata ruang (Irwansyah & Winarko, 2012).
Nilai PGA dapat dihitung dengan menggunakan fungsi
atenuasi. Fungsi atenuasi adalah suatu fungsi yang menggambarkan
korelasi antara intensitas gerakan tanah setempat (a), Magnitude
Gempa (M), serta jarak dari suatu titik dalam daerah sumber gempa
(r). Semakin jauh dari sumber gempa maka nilai PGA nya semakin
rendah. Namun demikian kondisi geologi setempat juga
mempengaruhi nilai PGA. Daerah yang dekat dengan sumber
gempabumi dapat bernilai lebih kecil sedangkan daerah yang jauh
dapat bernilai lebih besar. Para ahli telah banyak merumuskan fungsi
atenuasi dimana fungsi atenuasi yang berlaku di suatu tempat belum
tentu berlaku di tempat yang lain, karena fungsi atenuasi sangat
tergantung pada kondisi alam di suatu tempat. Pemilihan fungsi
atenuasi didasarkan pada kesamaan kondisi geologi dan tektonik dari
wilayah dimana fungsi atenuasi tersebut dikembangkan (Irsyam, et al.,
2008).
27
Salah satu fungsi atenuasi yaitu fungsi atenuasi Boore, Joyner
dan Fumal (1997). Fungsi Atenuasi ini diperoleh berdasarkan data
rekam gempa yang terjadi di Amerika Utara bagian barat sebelum
tahun 1981 dan di California (1989 Loma Prieta, 1992 Petrolia dan
1992 Landers). Persamaan Fungsi Atenuasi ini ditunjukkan pada
persamaan 2.6 dengan memperhitungkan nilai kecepatan gelombang
geser.
log 𝑌 = 𝑏1 + 𝑏2 (𝑀 − 6) + 𝑏3 (𝑀 − 6)2 + 𝑏4 𝑟 + 𝑏5 log 𝑟 + 𝑏𝑣 (log 𝑉𝑠 − log 𝑉𝐴 )
(2.6)
Dengan 𝑌 merupakan percepatan tanah maksimum dalam (g) , adapun
nilai konstanta – konstanta b1 , b2, b4, b5, dan bv yang digunakan
tergantung nilai periode dominan dari setiap titik pengukuran di
lapangan (Douglas, 2001). Untuk nilai- nilai konstanta yang
digunakan dapat dilihat pada lampiran 2.
Nilai PGA ini selanjutnya dapat dikonversikan ke besaran
Intensitas atau yang umum dikenal dengan sebutan MMI (Modified
Mercalli Intensity). Intensitas gempa menyatakan kekuatan gempa
yang dirasakan di suatu tempat (di permukaan) dan ditentukan dari
efek langsung goncangan gempa, misalnya terhadap topografi,
bangunan, dan sebagainya. Besarnya nilai percepatan tanah
maksimum dan intensitas sangat bergantung pada besarnya magnitudo
gempa, jarak dari sumber gempa dan faktor dari geologi daerah
terkena gempa, sehingga nilainya relatif berbeda-beda di setiap
daerah. Klasifikasi tersebut terbagi menjadi beberapa tingkat seperti
ditunjukkan pada tabel 2.6
29
BAB III
METODE PENELITIAN
30
1. Data Penelitian
a. Data primer hasil akuisisi data di Desa Sumberpetung
Kecamatan Ranuyoso Kabupaten Lumajang Provinsi Jawa
Timur yang diperoleh sebanyak 22 titik data penelitian.
b. Data Gempa yang terjadi di Kabupaten Lumajang pada
tanggal 13 November 2019 dengan lokasi pusat gempa
berada pada koordinat 8.05 LS dan 113.26 BT dengan
kedalaman berada pada 9 Km Timur Laut dari Kabupaten
Lumajang Jawa Timur, data diperoleh dari BMKG Stasiun
Geofisika Kelas II Tretes dengan magnitudo 3.1
c. Data Geologi daerah penelitian untuk mendukung proses
interpretasi data
2. Perangkat Keras (hardware)
a. Seismometer DS 4A
Untuk mengukur getaran pada tanah di setiap titik penelitian
b. Digitizer TDL 303
Untuk merekam getaran tanah yang diperoleh oleh
seismometer
c. Tatakan kaki seismometer
Untuk meletakkan seismometer agar posisinya sejajar.
Tatakn ini diperlukan terutamapada permukaan tanah yang
tidak rata. Selain itu tatakan kaki ini berfungsi untuk
mempermudah saat dilakukan levelling pada seismometer
d. GPS Garmin
Untuk menentukan koordinat titik penelitian dan melakukan
tracking titik penelitian yang sebelumnya telat dibuat sesuai
desain survey penelitian
e. GPS Antena
Untuk menentukan posisi dan antena ini memiliki kabel
yang terhubung dengan digitizer
f. Kabel ethernet
Untuk menghubungkan laptop dengan digitizer
g. Kabel
Untuk menghubungkan digitizer dengan seismometer
h. Kompas
Untuk menentukan arah utara pada saat pemasangan
seismometer
31
i. Aki
Sebagai sumber daya listrik untuk menghidupkan digitizer
j. Laptop
Untuk melihat data hasil perekaman menggunakan digitizer
berhasil atau tidak untuk selanjutnya dilakukan analisis
k. Logsheet
Sebagai lembaran untuk mencatat data – data yang
diperlukan selama kegiatan akuisisi berlangsung
3. Perangkat Lunak (software)
a. MonoST.exe
Program yang berfungsi menerima sinyal seismograf secara
real time
b. NetRec.exe
Program yang berfungsi untuk mengunduh (download) data
dari CF card internal pada digitizer
c. DataPro.exe
Program yang berfungsi untuk menganalisis data
mikroseismik dan menyimpan data mikroseismik ke dalam
format miniseed (.msd) agar data penelitian dapat dibuka
dalam software Geopsy
d. Geopsy
Program yang berfungsi untuk melakukan pengolahan data
mikroseismik menggunakan analisis metode HVSR yang
ditunjukkan melalui kurva sehingga dihasilkan parameter
frekuensi dominan (𝑓0) dan Ampifikasi (𝐴0 )
e. Google Earth
Untuk membuat desain survey penelitian
f. Microsoft excel
Untuk melakukan perhitungan nilai periode dominan (𝑇0 ),
indeks keretanan seismic (Kg) , Percepatan tanah maksimum
(PGA)
g. ArcMap 10.3
Untuk membuat pemetaan frekuensi dominan (𝑓0),
Amplifikasi (𝐴0 ), Indeks kerentanan maksimum (Kg) dan
Percepatan tanah maksimum (PGA)
32
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Tahap Persiapan
Pada tahapan persiapan ini dilakukan penentuan lokasi
penelitian dan survey umum lokasi penelitian yang selanjutnya dibuat
peta desain survey penelitian. Tujuan dari dilakukannya survey umum
lokasi penelitian yaitu untuk mengetahui kondisi daerah penelitian
baik dari segi kepadatan penduduk, lingkungan sekitar lokasi serta
topografinya. Secara umum lokasi penelitian berada di bawah kaki
Gunung Lamongan, banyak dikelilingi oleh lahan pertanian, padat
penduduk, serta tanah yang relatif datar. Selanjutnya setelah survey
umum lokasi penelitian dibuat peta desain survey penelitian. Pada peta
desain survey dibuat 20 titik penelitian dengan jarak antar titik nya
±500 meter dan 2 titik tambahan yang diambil terdapat di 2 rumah
yang mengalami retak akibat dampak dari gempa. Peta Desain Survey
ditunjukkan pada gambar 3.1 di bawah ini.
34
getaran – getaran yang timbul atau terekam bukan karena gempabumi
(getaran akibat noise) dapat diminimalisir atau dihindari. Sumber –
sumber noise tersebut yaitu lalu lintas serta tempat kegiatan manusia,
pohon besar, tempat yang menjadi lalu lalang hewan.
Selanjutnya, pada tabel 3.2 menunjukan jenis parameter serta
saran yang dianjurkan pada saat dilakukan pengukuran data di
lapangan seperti kondisi lingkungan, kondisi cuaca, serta gangguan
yang harus diperhatikan karena dapat mempengaruhi kualitas data
yang terekam oleh seismometer dan digitizer. Penempatan tatakan
kaki untuk meletakkan seismometer juga harus diperhatikan sesuai
dengan saran yang dianjurkan oleh SESAME.
35
2. Hujan : Hindari pengukuran pada saat
hujan lebat. Hujan ringan tidak memberikan
gangguan berarti.
3. Suhu : Mengecek kondisi sensor dan
mengikuti instruksi pabrik.
Gangguan 1. Sumber monokromatik : hindari
pengukuran mikrotremor dekat dengan
mesin, industri, pompa air, generator yang
sedang beroperasi.
2. Sumber sementara : jika terdapat sumber
getar transient (jejak langkah kaki, mobil
lewat, motor lewat) tingkatkan durasi
pengukuran untuk memberikan jendela
yang cukup untuk analisis setelah gangguan
tersebut hilang.
36
sinyal – sinyal mikrotremor ditampilkan pada program berarti setting
yang dilakukan berhasil dan perekaman dapat dilakukan.
37
Gambar 3.3 Tampilan CF Card dowmload pada program
Netrec.exe
Gambar 3.4 Trace dan Task setelah melakukan connect dan hasil
download pada CF card program NetRec.exe
38
Langkah ketiga yaitu menggunakan software DataPro.exe yang
merupakan program untuk menganalisis data gempa. Pertama diklik
kanan pada DataPro.exe lalu pilih run as adminitrator. Selanjutnya
diklik file lalu dipilih menu open trace file. Menu open trace file akan
membuka file *.trc dari file directory yang sebelumnya telah
didownload pada software NetRec.exe. Selanjutnya program akan
mengarahkan pada lokasi penyimpanan trace file. Kemudian klik open
untuk membuka file tersebut. Tampilan trace file pada DataPro.exe
ditampilkan pada gambar 3.5. Selanjutnya klik file pada DataPro.exe
lalu dipilih menu add next time file untuk menambahkan trace file
lainnya. Add next time file ini dilakukan pada file yang dalam waktu
perekaman yang sama atau titik data penelitian yang sama sesuai
dengan durasi waktu pengambilan data dimulai dan diakhiri pada
setiap titik. Selanjutnya diklik menu file lalu diklik save as mini-SEED
untuk menyimpan file dalam format *.MSD. Tujuan dari menyimpan
trace file tersebut menjadi format *.MSD yaitu agar file dapat dibuka
dalam software Geopsy agar dapat dilakukan pengolahan berikutnya.
40
Gambar 3.7 Kurva HVSR
41
Selanjutnya dilakukan perhitungan nilai percepatan getaran
tanah. Langkah pertama dalam perhitungan percepatan getaran tanah
ini yaitu menghitung jarak titik pengukuran terhadap zona gempa dari
jarak episenter dan hiposenter.
𝐴𝑉𝐸𝐶𝑂𝑆 = cos (𝑅𝑒𝑑𝑐𝑜𝑚 𝑥 𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔) (3.1)
𝑟𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑙𝑖𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 =
(𝐿𝑖𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑝𝑒𝑛𝑔𝑢𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛 + 𝐿𝑖𝑛𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑡𝑖𝑘 𝑔𝑒𝑚𝑝𝑎)
(3.2)
2
AVECOS yaitu koreksi karena posisi lintang semakin mendekati ke
kutub. Redcom yaitu nilai phi dalam radian (3.14/180). Sedangkan
untuk memperoleh jarak antar bujur (x) dan jarak antar lintang (y)
dilakukan perhitungan berikut ini
42
Selanjutnya dilakukan perhitungan PGA menggunakan rumus
atenuasi Boore (1997).
43
3.5 Diagram Alir
46
Merujuk pada tabel 4.1 di atas, titik pengukuran yang memiliki
nilai frekuensi rendah terletak pada titik D3, E3, A1, A2, X1, A4, X2,
A3 dan C3. Nilai frekuensi terendah terdapat pada titik D3 dengan
nilai frekuensi sebesar 1.17 Hz. Dengan ini titik – titik ukur ini
tergolong dalam klasifikasi tanah jenis IV menurut klasifikasi Kanai.
Karena pada titik – titik ukur dengan hasil frekuensi rendah tanahnya
memiliki ketebalan sedimen yang tebal, titik- titik tersebut rentan
mengalami kerusakan saat terjadi gempabumi. Hal tersebut
disebabkan karena gelombang seismik terjebak dalam lapisan sedimen
yang sangat tebal sehingga multirefleksi gelombang seismik yang
terjadi menyebabkan titik – titik dengan frekuensi rendah menjadi
rawan terhadap gempabumi. Pada saat dilakukan akuisisi data titik X1
dan X2 terletak di rumah salah satu rumah warga yang mengalami
kerusakan sebagai efek dari gempa karena disebabkan kedua rumah
tersebut memiliki nilai frekuensi yang rendah dengan ketebalan
sedimen yang tebal. Titik pengukuran yang memiliki nilai frekuensi
tinggi terletak pada titik B3, D1, B1, C4, B2, E1, E2, C2, E4, D2, C1,
D4, dan B4. Nilai frekuensi tertinggi terletak pada titik B4 dengan
nilai frekuensi sebesar 39.644 Hz. Dengan ini titik – titik ukur ini
tergolong dalam klasifikasi tanah jenis I menurut klasifikasi Kanai.
Pada titik – titik ukur yang memiliki nilai frekuensi dominan yang
tinggi tanahnya memiliki ketebalan sedimen yang tipis.
Dalam hal ini, walaupun jarak antar titik pengukuran memiliki
jarak ± 500 meter yang terbilang jarak antar titik tersebut cukup dekat,
namun memiliki tingkat kerentanan yang berbeda. Hal tersebut dapat
ditunjukkan pada titik B3 yang merupakan rumah warga, jarak antara
titik X1 terhadap titik B3 yaitu ± 500 meter, titik X1 adalah rumah
yang mengalami kerusakan sedangkan titik B3 yaitu rumah warga
yang tidak mengalami kerusakan akibat gempabumi yang terjadi. Hal
tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh, dapat diketahui
bahwa titik X1 memiliki nilai frekuensi rendah yaitu sebesar 1,689 Hz
yang menujukkan zona rawan kerusakan akibat gempabumi
sedangkan titik B3 memiliki frekuensi tinggi yaitu sebesar 13,79 Hz
yang tidak rawan terhadap kerusakan akibat gempabumi.
Jika ditinjau dari geologi regional daerah penelitian, Desa
Sumberpetung tersusun dari batuan Gunung api Lamongan yang
terdiri dari lava, tuff halus lapilli, lahar dan breksi gunung api. Tuff
berukuran halus lapilli berkomponen batu apung, kepingan batuan dan
47
kaca gunungapi. Batuan Gunungapi Lamongan (Qvl) ini tergolong
dalam kelompok batuan sedimen. Desa Sumberpetung ini juga
tersusun dari batuan lava lamongan (Qvll) yang tersusun dari andesit-
basal. Batu andesit merupakan batuan beku. Hasil penelitian berupa
parameter frekuensi menurut klasifikasi Kanai sesuai dengan kondisi
geologi Desa Sumberpetung.
Pada peta mikrozonasi gempabumi Desa Sumberpetung
Kabupaten Lumajang yang ditunjukkan pada gambar 4.1, nilai
frekuensi dominan rendah ditunjukkan oleh zona berwarna merah
yang menandakan bahwa daerah tersebut rentan terhadap gempabumi.
Sedangkan nilai frekuensi dominan tinggi ditunjukkan oleh zona
berwarna hijau.
48
Gambar 4.1 Peta Sebaran Frekuensi Dominan (f0) di Desa Sumberpetung
49
Gambar 4.1 Peta persebaran nilai Frekuensi Dominan (f0) di Desa Sumberpetung
4.2 Periode Dominan (𝑻𝟎 )
Nilai periode dominan berhubungan dengan nilai frekuensi
natural, nilai periode dominan berbanding terbalik terhadap nilai
frekuensi dominan sesuai dengan persamaan 2.2. Periode dominan
adalah waktu yang dibutuhkan gelombang mikrotremor untuk
merambat melewati lapisan sedimen. Periode dominan dapat
digunakan untuk mengidentifikasi tingkat kekerasan batuan penyusun
daerah penelitian. Pada penelitian ini terdapat 22 titik pengukuran
mikrotremor dan setelah dilakukan pengolahan menggunakan Geopsy,
Desa Sumberpetung memiliki nilai periode dominan sebesar 0,025 s –
0,85 s. Untuk mempermudah pembacaan nilai periode dominan pada
masing – masing titik ukur yang terletak di Desa Sumberpetung dapat
dilihat pada tabel 4.2
52
Pada gambar 4.4 di bawah ini ditunjukkan peta persebaran nilai
periode dominan di Desa Sumberpetung, nilai periode dominan tinggi
ditunjukkan oleh zona berwarna merah dan nilai periode rendah
ditunjukkan oleh zona berwarna hijau. Zona berwarna merah berarti
zona yang rentan terhadap gempabumi. Sedangkan zona berwarna
hijau merupakan zona yang tidak rentan mengalami kerusakan akibat
gempabumi.
53
Gambar 4.4 Peta persebaran nilai periode dominan (T0) di Desa Sumberpetung
Gambar 4.4 Peta persebaran nilai periode dominan (T0) di Desa Sumberpetung
54
4.3 Ketebalan lapisan sedimen (H)
Nilai ketebalan lapisan sedimen berhubungan dengan nilai
frekuensi dominan dan kecepatan gelombang geser (Vs30). Ketebalan
lapisan sedimen berbanding terbalik dengan frekuensi dominan dan
berbanding lurus dengan kecepatan gelombang geser (Vs30). Untuk
memperoleh nilai ketebalan lapisan sedimen dapat digunakan
persamaan 2.3. Kecepatan gelombang geser (Vs30) yang digunakan
adalah 320 m/s. Pada daerah penelitian yang terletak di Desa
Sumberpetung diperoleh ketebalan sedimen yang tipis memiliki nilai
2,018 m sampai 68,018 m. Ketebalan sedimen yang sangat tebal
memiliki nilai 35,009 m – 68,018 m. Sedangkan ketebalan sedimen
tipis memilki nlai 2,018 m – 5,0812. Untuk mempermudah pembacaan
nilai ketebalan lapisan sedimen di Desa Sumberpetung pada masing –
masing titik ukur dapat dilihat di tabel 4.3
56
Gambar 4.5 Peta persebaran nilai Ketebalan lapisan sedimen (H) di Desa Sumberpetung
Gambar 4.5 Peta persebaran nilai Ketebalan lapisan sedimen (H) di Desa Sumberpetung
57
4.4 Amplifikasi (𝑨𝟎 )
Amplifikasi adalah perbesaran gelombang yang terjadi karena
disebabkan oleh terdapat perbedaan yang siginifikan antara lapisan
batuan atau dapat juga dikatakan gelombang seismik yang mengalami
perbesaran terjadi jika gelombang tersebut merambat dari medium
yang satu ke medium yang lain yang lebih lunak dari medium
sebelumnya. Apabila jenis medium kedua memiliki perbedaan jenis
yang jauh berbeda dari medium pertama maka perbesaran yang
dialami oleh gelombang seismik akan semakin besar. Jika faktor
amplifikasi pada suatu daerah tinggi, maka daerah tersebut akan
mengalami kerusakan yang parah atau rawan kerusakan akibat
gempabumi karena disebabkan guncangan gelombang gempabumi
yang semakin besar.
Berdasarkan persamaan 2.4 amplifikasi dipengaruhi oleh
kecepatan gelombang geser (Vs) pada batuan dasar dan batuan lunak
serta dipengaruhi oleh perbedaan densitas antara batuan dasar dan
batuan lunak. Nilai amplifikasi berbanding lurus dengan kontras
impedansi antara batuan dasar dan batuan lunak, sehingga daerah yang
rawan kerusakan bangunan akibat gempa adalah daerah yang
permukaannya tersusun dari sedimen lunak dengan lapisan batuan
dasar yang keras. Karena pada kondisi geologi tersebut, kontras
(perbedaan antara lapisan batuan lunak dan batuan keras)
impedansinya besar.
Nilai amplifikasi yang diperoleh dari hasil pengolahan
menggunakan software Geopsy ditunjukkan oleh tabel 4.4 di bawah
ini
Nama Tingkat
No Titik Amplifikasi kerentanan
Ukur
1 E2 2,83972 Rendah
2 E1 2,94793 Rendah
3 C3 2,98544 Rendah
4 A1 3,18731 Sedang
58
5 A2 3,28297 Sedang
6 B2 3,32795 Sedang
7 D1 3,40258 Sedang
8 D2 3,45558 Sedang
9 A4 3,60371 Sedang
10 E3 3,8236 Sedang
11 D3 3,94881 Sedang
12 X1 4,00523 Sedang
13 B3 4,19039 Sedang
14 C2 4,76857 Sedang
15 C4 4,92211 Sedang
16 D4 5,18417 Sedang
17 X2 5,21091 Sedang
18 C1 5,71713 Sedang
19 A3 6,17977 Tinggi
20 B4 6,55585 Tinggi
21 B1 6,62582 Tinggi
22 E4 8,09238 Tinggi
60
Gambar 4.6 Peta persebaran nilai amplifikasi (A0) di Desa Sumberpetung
61
4.5 Indeks Kerentanan Seismik (Kg)
Indeks kerentanan seismik tanah berkaitan dengan tingkat
kerawanan suatu wilayah terhadap ancaman gempabumi. Nilai indeks
kerentanan didapatkan dari persamaan 2.5. Apabila nilai indeks
kerentanan seismik besar maka tingkat resiko kerusakan yang
diakibatkan oleh gempa akan semakin besar. Nilai indeks kerentanan
seismik berbanding terbalik dengan nilai frekuensi dominan. Untuk
mempermudah pembacaan nilai indeks kerentanan seismik di Desa
Sumberpetung dapat dilihat pada tabel 4.5 di bawah ini
Nama indeks
Tingkat
No Titik kerentanan
kerentanan
Ukur seismik (Kg)
1 E2 0,30086445 Rendah
2 E1 0,377804256 Rendah
3 D2 0,406666615 Rendah
4 B2 0,519937994 Rendah
5 D1 0,669075617 Rendah
6 D4 0,8067292 Rendah
7 C2 0,844531346 Rendah
8 C1 0,984594254 Rendah
9 B4 1,084127969 Rendah
10 C4 1,163732587 Rendah
11 B3 1,27332224 Rendah
12 B1 2,283431932 Rendah
13 E4 2,318282565 Rendah
14 C3 3,932898247 Sedang
15 A1 7,426400845 Tinggi
16 A4 7,507602433 Tinggi
17 A2 7,69662512 Tinggi
18 X1 9,495656629 Tinggi
62
19 E3 11,03406614 Tinggi
20 D3 13,5763537 Tinggi
21 X2 15,48721719 Tinggi
22 A3 18,29492453 Tinggi
63
ditimbulkan oleh gempabumi, dibandingkan dengan daerah yang
memiliki nilai indeks kerentanan yang tinggi. Seperti yang telah
dijelaskan sebelumnya, terdapat kerusakan berupa retakan dinding
dan pergeseran lantai pada bangunan yang terletak di titik X1, pada
titik X1 ini memiliki nilai indeks kerentanan seismik yang tinggi,
periode tinggi, frekuensi rendah karena disebabkan lapisan sedimen
yang tebal dan merupakan batuan lunak. Namun pada penelitian ini,
pada nilai amplifikasi rendah dan tinggi, nilai indeks kerentanan
seismiknya rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara amplifikasi dengan nilai indeks kerentanan seismik.
Data amplifikasi dan frekuensi dominan hasil pengolahan
menggunakan metode horizontal to vertical spectral ratio (HVSR)
tidak berkorelasi. Oleh sebab itu, diperkenalkan parameter lain untuk
menentukan keretanan gempa yaitu indeks kerentanan seismik
(Sungkono & Santosa, 2012)
Pada gambar 4.7 ditunjukkan persebaran nilai indeks
kerentanan seismik di Desa Sumberpetung Kabupaten Lumajang.
Zona berwarna merah menunjukkan nilai indeks kerentanan seismik
yang tinggi dan zona berwarna hijau menunjukkan indeks kerentanan
seismik yang rendah.
64
Gambar 4.7 Peta persebaran Indeks Kerentanan Seismik (Kg) di Desa Sumberpetung
65
Gambar 4.7 Peta persebaran nilai Indeks Kerentanan Seismik (Kg) di Desa Sumberpetung
4.6 Peak Ground Acceleration (PGA)
Nilai percepatan tanah maksimum atau peak ground
acceleration (PGA) adalah parameter yang digunakan untuk estimasi
tingkat kerusakan yang diakibatkan oleh gempa. Nilai percepatan
tanah maksimum (PGA) di daerah penelitian dihitung menggunakan
rumus empiris Boore (1997). Persamaan untuk menghitung nilai PGA
sesuai dengan persamaan 2.6. Untuk memperoleh nilai PGA ini
diperlukan nilai periode dominan, magnitude gempa, jarak hiposenter
terhadap lokasi pengambilan data. Pada penelitian ini digunakan
referensi gempa Lumajang pada tanggal 13 November 2019 karena
sepanjang sejarah terjadinya gempabumi di sekitar daerah penelitian
memiliki magnitude terbesar pada saat itu. Pusat gempa terletak di
8.05 LS, 113.26 BT, nilai magnitude gempabumi sebesar 3,1 dengan
kedalaman 10 Km.
66
Kabupaten Lumajang ditunjukkan oleh kotak berwarna merah,
berdasarkan gambar 4.8, Kabupaten Lumajang memiliki nilai
percepatan tanah maksimum atau peak ground acceleration (PGA)
batuan dasar sebesar 0,25 – 3 g. Namun jika hanya mengacu pada peta
tersebut, nilai percepatan tanah maksimum di daerah penelitian tidak
dapat diketahui secara pasti, sehingga diperlukan perhitungan
menggunakan rumus empiris Boore (1997). Hasil perhitungan nilai
PGA di Desa Sumberpetung ditunjukkan pada tabel 4.6 di bawah ini
Titik
Episenter (d) Hiposenter (r) M log Y Y (g)
Ukur
D1 9,130068917 10,69500156 3,1 -1,332 0,263949
D2 9,111177201 10,67887869 3,1 -1,33149 0,264083
D4 8,847792418 10,45506244 3,1 -1,32433 0,26598
D3 8,804442609 10,41840245 3,1 -1,32315 0,266296
E2 8,764423626 10,38460502 3,1 -1,32205 0,266589
E4 8,706650792 10,33589222 3,1 -1,32046 0,267012
E1 8,661062732 10,29751949 3,1 -1,3192 0,267348
E3 8,621060579 10,26389719 3,1 -1,3181 0,267644
A4 8,336556597 10,02611968 3,1 -1,31018 0,269772
A1 8,293193653 9,990093141 3,1 -1,30896 0,2701
A2 8,283192842 9,981792607 3,1 -1,30868 0,270176
A3 8,277640862 9,977185888 3,1 -1,30853 0,270218
X1 8,259857235 9,962436526 3,1 -1,30803 0,270353
X2 8,247630748 9,952301892 3,1 -1,30768 0,270446
B1 8,18872155 9,903537783 3,1 -1,30602 0,270896
B3 8,04202676 9,782591395 3,1 -1,30187 0,272023
B2 8,008679835 9,755196189 3,1 -1,30092 0,27228
B4 7,972020154 9,725122382 3,1 -1,29988 0272565
C2 7,796403835 9,58169154 3,1 -1,29486 0,273936
67
C4 7,791975341 9,578088521 3,1 -1,29473 0,273971
C1 7,790844798 9,577168823 3,1 -1,2947 0,27398
C3 7,738616568 9,534730535 3,1 -1,2932 0,274392
68
gempa. Hal tersebut dimungkinkan nilai percepatan tanah maksimum
yang didapatkan bersumber dari sumber asal gempabumi.
Selain itu menurut laporan survey gempabumi merusak oleh
Tim Survey Gempabumi merusak BMKG stasiun geofisika kelas II
Tretes (2019), gempabumi yang terjadi di Desa Sumberpetung,
Kabupaten Lumajang merupakan gempabumi swarm. Gempa ini
didominasi oleh gempabumi tipe Proximal VT (Volcano-Tectonic).
Gempabumi vulkano-tektonik tersebut terjadi karena adanya induksi
magma pada daerah fluida yang mengakibatkan adanya tekanan
hidrostatik yang menerobos pada lapisan zona rapuh sehingga
menimbulkan adanya patahan. Proximal VT adalah gempabumi VT
yang terjadi dekat dengan sensor seismik .
Hasil perhitungan pada tabel 4.6 dikonversi ke dalam satuan
(gal) untuk memudahkan konversi ke dalam skala MMI menurut
BMKG sesuai pada tabel 2.6. Berikut ini merupakan tabel 4.7 hasil
konversi percepatan getaran tanah dari satuan g menjadi gal dan hasil
konversi ke dalam skala MMI
Tabel 4.7 Konversi satuan PGA menjadi gal dan skala MMI
Nama Titik
Y (g) Y (gal) Skala MMI
Ukur
D1 0,263949 258,9338 VII – VIII
D2 0,264083 259,0659 VII – VIII
D4 0,26598 260,9266 VII - VIII
D3 0,266296 261,2365 VII - VIII
E2 0,266589 261,5234 VII - VIII
E4 0,267012 261,9392 VII - VIII
E1 0,267348 262,2686 VII - VIII
E3 0,267644 262,5586 VII - VIII
A4 0,269772 264,6462 VII - VIII
A1 0,2701 264,9683 VII - VIII
A2 0,270176 265,0427 VII - VIII
A3 0,270218 265,0841 VII - VIII
69
X1 0,270353 265,2166 VII - VIII
X2 0,270446 265,3078 VII - VIII
B1 0,270896 265,7485 VII - VIII
B3 0,272023 266,8541 VII - VIII
B2 0,27228 267,1071 VII - VIII
B4 0,272565 267,3859 VII - VIII
C2 0,273936 268,7317 VII - VIII
C4 0,273971 268,7658 VII - VIII
C1 0,27398 268,7745 VII - VIII
C3 0,274392 269,1781 VII - VIII
71
Gambar 4.9 Peta nilai percepatan getaran tanah maksimum (PGA) Boore 1997 di Desa Sumberpetung
Gambar 4.9 Peta nilai percepatan getaran tanah (PGA) Boore 1997 di Desa Sumberpetung
72
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil akuisisi data lalu dilakukan pengolahan data
dan interpretasi data mikrotremor pada Desa Sumberpetung
Kecamatan Ranuyoso Kabupaten Lumajang, maka dipeoleh
kesimpulan sebagai berikut :
1. Karakteristik tanah berdasarkan parameter frekuensi dominan,
periode domain, amplifikasi, ketebalan lapisan sedimen dan
nilai indeks keretanan seismik diketahui Desa Sumberpetung
didominasi oleh lapisan batuan lunak yaitu tanah jenis IV yang
memiliki lapisan sedimen yang tebal dan minoritas merupakan
tanah keras yaitu tanah jenis I yang memiliki ketebalan sedimen
sangat tipis. Nilai frekuensi dominan yang terendah yaitu 1,17
Hz dan tertinggi 39,64 Hz . Nilai periode dominan terendah
0,02s dan tertinggi 0,85 s. Nilai ketebalan sedimen terendah
2,018 m dan tertinggi 68,018 m. Nilai amplifikasi terendah 2.83
kali dan tertinggi 8,09 kali. Serta nilai indeks kerentanan
seismik berkisar antara 0,3 – 18, Sehingga dapat diketahui
bahwa apabila terjadi gempabumi daerah penelitian rawan
terjadi kerusakan akibat gempabumi.
2. Mikrozonasi berdasarkan gempabumi yang terjadi pada tanggal
13 November 2019 dapat diketahui bahwa Desa Sumberpetung
memiliki skala intensitas VII – VIII. Nilai percepatan tanah
(PGA) di Desa Sumberpetung yaitu berkisar antara 0,2639 g
hingga 0,274 g.
5.2 Saran
Dari proses penelitian yang dilakukan terdapat beberapa hal
yang disarankan untuk dijadikan bahan perbandingan dalam penelitian
selanjutnya, antara lain sebagai berikut :
1. Diperlukan data pendukung berupa data bor untuk mengetahui
litologi batuan penyusun daerah penelitian secara lebih jelas
serta diperlukan penelitian menggunakan metode geofisika
73
lainnya seperti metode gravity untuk mengetahui struktur
bawah permukaan seperti sesar.
2. Sebaiknya memperluas wilayah penelitian agar mikrozonasi
yang dihasilkan juga semakin luas di sekitar Gunung Lamongan
yang terletak di Desa Sumberpetung Kecamatan Ranuyoso
Kabupaten Lumajang.
74
(Halaman ini sengaja dikosongkan)
75
DAFTAR PUSTAKA
77
Matahelumual, J. 1990. Gunung Lamongan, Berita Berkala
Vulkanologi Edisi Khusus. Bandung: Direktorat Vulkanolgi.
Mirzaoglu, M. & Dykmen, U. 2003. Application of Microtremors to
Seismic Microzoning Procedure. Balkan: Jornal of the Balkan
Geophysical, 6(3).
Nakamura, Y. 1989. A Method for Dynamic Characteristics
Estimation of Subsurface using Microtremor on the Ground
Surface. Quarterly Report of Railway Technical Research
Institute (RTRI), 30(1).
Nakamura, Y. 2000. Clear Identification of Fundamental Idea of
Nakamura's Technique and its applications. The 12nd World
Conference on Earthquake Engineering.
Nakamura, Y. 2008. On the H/V spectrum. The 14th World
Conference on Earthquake Engineering, pp. 1-10.
Panou, A. A., Theodulidis, N., Natzidimitrou, P., Styliandis, K., &
Papazachos, C. B. 2004. Ambient Noise Horizontal to Vertical
Spectral Ratio for Assesing Site Effects Estimation and
Correlation with Seismic Damage Distribution in Urban
Environment : The case of City of Thessaloniki (Northern
Greece) Soil Dyn. Earthquake Engineering, pp. 261-274.
PVMBG. 2014. G.Lamongan. [Online]
Available at:
https://vsi.esdm.go.id/index.php/gunungapi/data-dasar-
gunungapi/530-g-lamongan
78
Refrizon, Hadi, A. I., Lestari, K. & Oktari, T. 2013. Analisis
Percepatan Getaran Tanah Maksimum dan Tingkat
Kerentanan Seismik Daerah Ratu Agung Kota Bengkulu.
Lampung, Universitas Lampung.
SESAME. 2004. Guidelines For The Implementation Of The H/V
Spectral Ratio Technique On Ambient Vibrations
Measurements, Processing And Interpretation : SESAME
European research project.
Sarlina, E. & S. 2015. Pemetaan Tingkat Resiko Gempabumi di
Sekitar Wilayah Kota Jayapura Berdasarkan Pengukuran
Mikrotremor. Jurnal FIsika dan Aplikasinya, 16(1), p. 56.
Sunarjo, Gunawan, M. T. & Pribadi, S. 2012. Gempabumi Edisi
Populer. Jakarta: Badan Meteorologi Klimatologi dan
Geofisika.
Siswowidjoyo, S., Sudarsono, F. U. & Wirakusumah, A. D. 1997. The
Threat of Hazards in the Semeru Volcano Region in East
Java, Indonesia. Journal of Asian Earth Sciences, pp. Vol. 15
No 2-3, pp. 185-194.
Suharsono & Suwarti, T. 1992. Peta Geologi Lembar Lumajang.
Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.
Sungkono & Santosa, B. J. 2012. Karakterisasi Kurva Horizontal to
Vertical Spectral Ratio Kajian Literatur dan Pemodelan.
Sungkowo, A. 2016. Studi Kerentanan Sesimik dan Karakteristik
Dinamik. Yogyakarta: Tesis, Universitas Islam Indonesia.
79
Sungkowo, A. 2018. Perhitungan Nilai Percepatan Tanah
Maksimum Berdasarkan Rekaman Sinyal Accelograph di
Stasiun Pengukuran UNSO Surakarta. Indonesian Journal of
Applied Physics , 8(1), p. 43.
Telford, W. M. Geldart, L. P. & Sheriff, R. E. 1990. Applied
Geophysics. 2nd Edition. New York USA: Cambridge
University Press.
Thomson, 2006. Geology of the Oceans. Utah: Brooks/Cole
Publishing Company.
Tim Revisi Gempa Indonesia. 2010. Peta Hazard Indonesia. Jakarta:
Kementerian Pekerjaan Umum.
Tim Survey Gempabumi Merusak. 2019. Laporan Survey Gempabumi
Merusak di Desa Sumberpetung Kec. Ranuyoso Kab.
Lumajang Jawa Timur. Pasuruan: Stasiun Geofisik Kelas II
Tretes.
USGS. 2007. US Geological Survey Earthquake Hazard Program.
[Online]
Available at:
http://earthquake.usgs.gov/hazards/apps/vs30/custom.php
[Accessed 15 Oktober 2019].
Zhao, J. X., Irikura, K., Zhang, J. & Fukushima, Y. 2004. Site
Classification For Strong-Motion Stations In Japan Using Hs
Response Spectral Ratio. Vancouver. 13th World Conf.
Earthquake Engineering.
80
LAMPIRAN
A1 A2
A3 A4
81
B1 B2
B3 B4
82
C1 C2
C3 C4
83
D1 D2
D3 D4
84
E1 E2
E3 E4
85
X1
X2
86
Lampiran 2 Tabel koefisien untuk menentukan nilai PGA Boore
1997 (Boore, et al., 1997)
87
88
89
Lampiran 3 Peta Peta percepatan puncak (PGA) di batuan dasar (SB)
untuk probabilitas terlampaui 10% dalam 100 tahun (Tim Revisi
Gempa Indonesia, 2010)
90
Lampiran 4 Data Hasil Pengolahan
Nama 𝑓0 𝑇0 H PGA
No 𝐴0 Kg
Tempat (Hz) (s) (m) (g)
1 E3 1.325 3.824 0.755 60.3783 11.034 0.2676
2 D3 1.176 3.949 0.850 68.0180 13.258 0.2663
3 A3 2.087 6.180 0.479 38.3245 18.295 0.2702
4 A2 1.400 3.283 0.714 57.1290 7.697 0.2702
5 A1 1.368 3.187 0.731 58.4817 7.426 0.2701
6 X1 1.689 4.005 0.592 47.3544 9.496 0.2704
7 E4 28.248 8.092 0.035 2.8321 2.318 0.2670
8 D4 33.314 5.184 0.030 2.4014 0.807 0.2660
9 D2 29.363 3.456 0.034 2.7245 0.407 0.2641
10 D1 17.304 3.403 0.058 4.6233 0.669 0.2639
11 E2 26.803 2.840 0.037 2.9848 0.301 0.2666
12 E1 23.002 2.948 0.043 3.4779 0.378 0.2673
13 X2 1.753 5.211 0.570 45.6285 15.487 0.2704
14 C4 20.819 4.922 0.048 3.8427 1.164 0.2740
15 B4 39.644 6.556 0.025 2.0180 1.084 0.2726
16 A4 1.730 3.604 0.578 46.2479 7.508 0.2698
17 C3 2.266 2.985 0.441 35.3009 3.933 0.2744
18 C2 26.925 4.769 0.037 2.9712 0.845 0.2739
19 C1 33.197 5.717 0.030 2.4099 0.985 0.2740
20 B2 21.301 3.328 0.047 3.7557 0.520 0.2723
21 B3 13.790 4.190 0.073 5.8012 1.273 0.2720
22 B1 19.226 6.626 0.052 4.1610 2.283 0.2709
91
Lampiran 5 Dokumetasi Akuisisi Data
92
Hari kedua (24 Januari 2020)
93