Anda di halaman 1dari 11

DASAR TEORI

3. HIPERSENSITIVITAS DENTIN DAN DESENSITISASI


3.1. Hipersensitivitas Dentin
a. Definisi dan Etiologi Hipersensitivitas Dentin
Hipersensitivitas dentin merupakan rasa sakit yang bersifat akut dan
tajam yang berlangsung dalam waktu singkat dan terjadi secara tiba-tiba
karena terdapat rangsangan terhadap dentin contohnya berupa sentuhan
(taktil), uap, rangsangan dingin atau panas, dan kimiawi. Stimulus lain yang
dapat menyebabkan hipersensitivitas dentin antara lain yaitu terbukanya
tubulus dentin yang disebabkan oleh kondisi abrasi, atrisi, resesi gingiva,
trauma ortodontik, fraktur mahkota, penggunaan bur tanpa air pendingin,
perawatan bleaching, serta scaling dan root planing (Karunakar dkk., 2011;
Aftahi dan Raiza, 2019; Shinta dkk., 2018).
Scaling dan root planing adalah tindakan yang bertujuan untuk
menghilangkan kalkulus supragingiva dan subgingiva. Perawatan ini dapat
menimbulkan rasa ngilu karena sementum yang melindungi akar gigi
hilang. Perawatan bleaching vital dilakukan pada gigi dengan pulpa yang
masih vital memiliki potensi untuk mengiritasi pulpa sehingga
mengakibatkan terjadinya hipersensitivitas dentin, namun pulpa tetap vital
(Mattulada, 2015; Rasni dan Khoman, 2021).

b. Mekanisme Hipersensitivitas Dentin


1) Teori Persarafan Langsung
Teori persarafan langsung menjelaskan bahawa ujung saraf
menembus dentin dan meluas ke dentino-enamel. Stimulasi mekanik
dari saraf akan langsung mengawali potensial aksi. Kekurangan dari
teori ini yaitu kurangnya bukti bahwa dentin luar merupakan bagian
yang paling sensitif (Aftahi dan Raiza, 2019; Rasni dan Khoman, 2021).
2) Teori Reseptor Odontoblas
Teori reseptor odontoblas menjelaskan bahwa odontoblas
bertindak sebagai reseptor dan dapat menyampaikan sinyal ke terminal
saraf. Odontoblas merupakan sel-sel yang membentuk suatu matriks dan
dianggap sebagai sel-sel yang tidak dapat berekspansi (berkembang).
Sambungan sinaptik dengan saraf dapat menyebabkan perubahan tidak
langsung pada membran odontoblas. Membran odontoblas dapat
berdekatan dengan ujung-ujung saraf yang terdapat di dalam tubulus
dentin atau pulpa. Odontoblas akan mentransmisikan sinyal dari ujung-
ujung saraf terkait. Hal tersebut dapat menimbulkan rasa nyeri/sakit
pada ujung-ujung saraf yang terletak di batas pulpodentinal (Aftahi dan
Raiza, 2019).
3) Teori Hidrodinamik (Gerakan Cairan)
Teori hidrodinamik (gerakan cairan) menjelaskan bahwa rasa
nyeri disebabkan karena adanya pergerakan cairan di dalam tubulus
dentin (gaya fluida). Teori ini melibatkan lesi enamel dan hilangnya
sementum pada daerah servikal sehingga tubulus dentin terbuka.
Rangsangan tertentu dapat mengakibatkan terjadinya perpindahan cairan
yang bergerak ke arah luar atau ke arah dalam sehingga gangguan
tersebut akan mengaktifkan ujung-ujung saraf yang terletak pada dentin
atau pulpa. Cairan tubulus yang bergerak cukup cepat dapat merusak
serabut saraf di dalam pulpa, predentin, atau sel odontoblas sehingga
muncul sensasi nyeri (Mattulada, 2015; Aftahi dan Raiza, 2019). Teori
ini juga menjelaskan bahwa hipersensitivitas dentin diawali oleh adanya
rangsangan pada dentin lalu cairan pada tubulus dentin menuju ke
reseptor saraf perifer pada pulpa. Rangsangan diterima oleh otak lalu
timbul persepsi rasa nyeri/sakit (Rasni dan Khoman, 2021).

3.2. Perawatan Hipersentisitvitas Dentin


Perawatan utama untuk hipersensitivitas dentin yaitu menyumbat tubulus
dentin sehingga pergerakan cairan terhambat dan desensitisasi saraf dengan
mengaplikasikan bahan desensitisasi sehingga saraf tidak terlalu responsif
terhadap rangsangan/stimulasi. Proses alami yang membantu desensitisasi
yaitu:
a. Pembentukan dentin reparatif oleh jaringan pulpa
b. Terbentuknya deposit mineral pada tubulus dentin
c. Terbentuk kalkulus di permukaan dentin

(Shinta dkk., 2018)

Perawatan hipersensitivitas dentin (desensitisasi) dapat dilakukan di rumah


dan di klinik.

a. Perawatan di Rumah (at Home Therapy)


Perawatan untuk hipersentivitas dentin (desensitisasi) di rumah dapat
dilakukan dengan menggunakan bahan densitisasi berikut:
1) Pasta gigi strontium klorida 10%
2) Pasta gigi kalium nitrat
3) Pasta gigi fluor
4) Pasta gigi natrium monofluorofosfat
5) Obat kumur potassium nitrat
6) Obat kumur sodium fluoride
7) Larutan fluoride dan kalsium fosfat
8) Pasta fluoride dan kalsium fosfat
9) Gel fluoride
10) Gel potassium oksalat
11) Permen karet (chewing gums) yang mengandung potassium nitrat atau
sodium fluoride

(Darby, 2012)

Perawatan hipersensitivitas dentin harus sesuai dengan tingkat


keparahannya. Pasien dengan kondisi hipersensitivitas dentin ringan
menggunakan pasta gigi desensitisasi sebanyak dua kali sehari, namun
tidak sesuai untuk kondisi hipersensitivitas dentin parah. Kandungan pada
pasta gigi diharapkan bereaksi dengan ion kalsium lalu terbentuk kristal
sehingga tubulus dentin yang terbuka akan menutup, serta mencegah
pergerakan cairan pada tubulus dentin. Pengaplikasian bahan desensitisasi
yang berbentuk gel dapat dilakukan setelah menyikat gigi selama 1-3
menit (Shinta dkk., 2018). Perawatan desensitisasi di rumah dikontrol
setiap 4 hingga 8 minggu pasca pengaplikasian bahan desensitisasi (Darby,
2012).

b. Perawatan di Klinik (in Office Therapy)


Perawatan desensitisasi di klinik dilakukan agar kondisi
hipersensitivitas dentin dapat segera diatasi. Durasi perbaikan bervariasi,
mulai beberapa hari hingga 3 atau 6 bulan bahkan 1 tahun. Pengaplikasian
bahan desensitisasi dilakukan kembali apabila belum menunjukkan hasil
yang baik (Darby, 2012; Mulyawati, 2016). Bahan Desensitisasi yang dapat
digunakan antara lain:
1) Potassium nitrat (kalium nitrat)
Potassium nitrat (kalium nitrat) bekerja dengan cara
mendesensitisasi saraf. Potassium nitrat menembus melalui tubulus
dentin ke saraf. Potassium nitrat akan menyebabkan repolarisasi saraf A
delta sehingga sensitivitas dentin berkurang (Hatrick dan Eakle, 2015;
Mulyawati, 2016).
2) Bahan desensitisasi yang bekerja dengan cara menutup tubulus dentin
(Darby, 2012; Hatrick dan Eakle, 2015; Shinta dkk., 2018)
a) Agen Topikal
(1) Sodium fluoride dan stannous fluoride
Fluoride dapat menurunkan permeabilitas dentin dan
menutup tubulus dentin dengan cara mengendapkan kristal
kalsium fluoride di dalam tubulus dentin sehingga terbentuk
kristal yang stabil. Cairan dentin akan jenuh dengan ion
kalsium dan ion fosfat.
(2) Casein phosphopeptide–amorphous calcium phosphate (CPP-
ACP)
Bahan ini mengandung sekuens fosfoseril yang dilekatkan
dan distabilkan dengan senyawa kalsium fosfat-amorf (ACP).
CPP-ACP dapat mencegah pelepasan ion kalsium dan fosfat,
serta mempertahankan kalsium dan fosfat pada gigi. Bahan
CPP-ACP dapat menutup tubulus dentin yang terbuka dengan
cara meningkatkan densitas enamel sehingga mencegah
transimisi stimulus nyeri ke ujung saraf.
(3) Potassium oksalat
Oksalat akan bereaksi dengan ion kalsium pada dentin
sehingga membentuk kristal kalsium oksalat di dalam tubulus
dentin atau permukaan dentin.
(4) Strontium klorida
Deposit strontium dapat menembus dentin hingga
kedalaman 10-20µm sehingga mencapai dan menutup tubulus
dentin yang terbuka.
(5) Kalsium karbonat, kalsium hidroksida, dan kalsium fosfat
Kalsium sebagai bahan desensitisasi memiliki beberapa
mekanisme sehingga dapat menurunkan hipersensitivitas
dentin. Kalsium dapat menyumbat tubulus dentin yang terbuka
dan memicu terbentuknya dentin peritubular. Konsentrasi ion
kalsium pada serabut saraf dan sekitarnya dapat menekan
aktivitas saraf sehingga rasa nyeri menurun.
(6) Sodium sitrat
(7) Arginin
(8) Bio active glasses (SiO2–P2O5–CaO–Na2O)
(9) Glutaraldehid
Glutaraldehid bekerja dengan cara memicu koagulasi
protein di dalam tubulus dentin dan bereaksi dengan albumin
serum dalam cairan dentin sehingga terjadi pengendapan.
(10) Perak nitrat
Perak nitrat dapat bekerja dengan cara mengendapkan
protein pada odontoblas sehingga menutup tubulus dentin.
(11) Zinc chloride
Zinc chloride dapat menutupi permukaan dentin dengan
cara membentuk sumbatan kristal.
(12) Strontium chloride hexahydrate
b) Resin adhesif
Resin adhesif dapat menutup tubulus dentin yang terbuka dan
mencegah rangsangan nyeri mencapai pulpa. GLUMA merupakan
adhesif dentin yang terdiri dari glutaraldehid primer dan HEMA
35% (hidroksietil metakrilat). GLUMA dapat melekat erat pada
dentin dalam waktu yang singkat.
c) Glass ionomer cements (GIC) untuk mengatasi abrasi dan abfraksi
pada servikal
d) Laser
(1) Laser galium-aluminium-arsenide (Ga/Al/As) dan laser diode
Helium-Neon (He-Ne)
Laser Ga/Al/As dan laser He-Ne merupakan laser yang
memiliki kekuatan rendah dan mampu menutup tubulus dentin
yang terbuka.
(2) Laser neodymium:yttrium aluminum garnet (Nd-YAG) dan
laser CO2
Laser Nd-YAG dan laser CO2 merupakan laser dengan
kekuatan sedang. Keduanya dapat menutup tubulus dentin yang
terbuka dan memiliki efek analgesik untuk saraf. Efek yang
ditimbulkan dapat bertahan lama.
(3) Erbium-YAG laser

Bahan desensitisasi tersedia dalam berbagai macam bentuk yaitu pasta


gigi, krim topikal, single dose applicator, bubuk polish, varnish, campuran
bubuk dan cairan, serta modifikasi resin. Bahan-bahan yang digunakan untuk
desensitisasi sebaiknya memenuhi beberapa kriteria berikut:
a. Bahan mudah diaplikasikan
b. Bahan dapat ditoleransi pasien
c. Tidak menimbulkan pewarnaan pada gigi
d. Tidak mengiritasi pulpa
e. Dapat meredakan nyeri dengan cepat dan mempertahankannya
f. Harganya terjangkau
(Mattulada, 2015)
Strategi perawatan hipersensitivitas dentin yang dapat dilakukan yaitu
sebagai berikut:
a. Diagnosis dan rencana perawatan yang tepat, serta edukasi mengenai faktor
penyebab dari hipersensitivitas dentin.
b. Pada kasus yang ringan hingga sedang, pasien diedukasi mengenai cara
memilih pasta gigi yang sesuai dan teknik menyikat gigi yang benar
sebagai perawatan desensitisasi di rumah (at home therapy).
c. Pasien yang merasa masih ngilu setelah perawatan desensitisasi di rumah,
dapat dilanjutkan dengan perawatan di klinik oleh dokter gigi (in office
therapy) dengan sistem iontoforesis menggunakan alat khusus yaitu
desensitron.
d. Jika perawatan di rumah dan di klinik belum menunjukkan hasil yang
efektif, maka dapat dilakukan pertimbangkan perawatan saluran akar
(endodontik).
(Mattulada, 2015)

3.3. Prosedur Desensitisasi di Klinik (in Office Therapy)


Prosedur desensitisasi untuk mengtasi hipersensitivitas dentin di klinik
yaitu sebagai berikut:
1) Pasien diinstruksikan untuk berkumur dengan menggunakan air dingin dan
diminta untuk mendeskripsikan rasa ngilu yang dirasakan beserta
lokasinya.
2) Gigi pasien diperiksa satu per satu gigi dengan menggunakan air syringe
untuk mengetahui lokasi gigi lebih detail.
3) Permukaan gigi dibersihkan dan diisolasi dengan cotton roll. Dapat
dilakukan upaya profilaksis dengan menyikat gigi.
4) Bahan desensitisasi dioleskan pada gigi yang mengalami hipersensitivitas
dentin sesuai dosis masing-masing produk dan diratakan menggunakan
microbrush.
5) Tunggu hingga bahan desensitisasi bereaksi. Waktu yang diperlukan oleh
masing-masing produk bervariasi, kurang lebih sekitar 1 sampai 5 menit.
6) Pasien diinstruksikan untuk tidak menyikat gigi, tidak berkumur, tidak
meludah berlebihan, serta menghindari makanan keras dan lengket kurang
lebih selama 4 jam pasca pengaplikasian bahan desensitisasi (masing-
masing waktu bervariasi pada tiap produk). Pasien diminta untuk
menghindari makanan dan minuman asam karena dapat membuka tubulus
dentin kembali.
7) Kontrol 1 minggu pasca pengaplikasian bahan desensitisasi untuk
dilakukan pengecekan dengan menggunakan air syringe maupun air dingin.

(Darby, 2012; Mattulada, 2015; Aftahi dan Raiza, 2019; Rasni dan Khoman,
2021)

PEMBAHASAN

Berdasarkan kasus, dilakukan perawatan in office bleaching pada gigi vital


untuk memutihkan gigi dalam waktu singkat. Perawatan bleaching memiliki
kekurangan yaitu dapat mengiritasi mukosa, meningkatkan kekasaran enamel, dan
mengurangi kekerasan enamel karena terjadi proses oksidasi bahan bleaching sehingga
kandungan mineral seperti ion kalsium dan ion fosfat hilang. Hilangnya kandungan
mineral tersebut menyebabkan prisma enamel menjadi poros dan kekerasannya
menurun. Berkurangnya kekerasan enamel mengakibatkan dentin terbuka sehingga gigi
menjadi sensitif (Ginting dan Morgan, 2015; Perdani dkk., 2019). Perawatan bleaching
vital memiliki potensi untuk mengiritasi pulpa dan menyebabkan dentin terbuka
sehingga terjadi hipersensitivitas dentin, namun pulpa tetap vital. Perawatan bleaching
tanpa disertai dengan perawatan desensitisasi dapat menyebabkan rasa ngilu yang
dialami oleh pasien bertahan lebih lama (Mattulada, 2015; Rasni dan Khoman, 2021).

Kekerasan enamel gigi akan kembali normal sekitar 4 minggu setelah dilakukan
perawatan bleaching tanpa pengaplikasian bahan desensitisasi. Hal tersebut karena pada
rongga mulut terdapat saliva yang mengandung kalsium dan fosfat yang dapat
meningkatkan remineralisasi dan menurunkan kelarutan enamel. Bahan desensitisasi
seperti potassium fluoride 3% (UltraEZ™) perlu diaplikasikan pasca in office bleaching
untuk memperoleh kekerasan enamel normal dalam waktu yang lebih singkat.
Potassium fluoride 3% (UltraEZ™) merupakan bahan yang bebas laktosa dan
aktivitasnya mengalami peningkatan dalam rongga mulut karena adanya saliva (Shinta
dkk., 2018; Rasni dan Khoman, 2021).

Pengaplikasian bahan desensitisasi setelah prosedur in office bleaching bertujuan


untuk mengurangi sensitvitas gigi dalam waktu yang singkat, biasanya kurang dari 24
jam. Pada kasus menggunakan bahan desensitisasi berupa potassium fluoride 3%
(UltraEZ™) yang kandungannya terdiri atas 3% potassium nitrat dan 0,11% fluoride.
Potassium nitrat dapat mendesensitisasi saraf dengan menembus melalui tubulus dentin
ke saraf. Potassium nitrat akan menyebabkan repolarisasi saraf A delta sehingga
sensitivitas dentin berkurang. Potassium nitrat juga mampu menghambat transmisi
sinyal rasa nyeri ke otak sehingga rasa ngilu hilang (Hatrick dan Eakle, 2015;
Mulyawati, 2016). Senyawa fluoride dapat mengendapkan kristal kalsium fluoride di
dalam tubulus dentin sehingga terbentuk kristal yang stabil dan tubulus dentin tertutup
Hatrick dan Eakle, 2015; Rasni dan Khoman, 2021).

Potassium fluoride 3% (UltraEZ™) tersedia dalam bentuk gel dalam syringe


sehingga mudah diaplikasikan dan dapat digunakan sebelum atau setelah perawatan
bleaching. Bahan desensitisasi tersebut diaplikasikan selama 5 menit pasca bleaching,
selanjutnya dilakukan pencocokan warna menggunakan shade guide untuk memastikan
bahwa bahan desensitisasi tidak mempengaruhi hasil bleaching. Bahan desensitisasi
dengan kandungan fluoride, CPP-ACP, atau potassium nitrat tidak menyebabkan
perubahan warna gigi, tidak menghambat efek dari perawatan bleaching, dan dapat
mengembalikan microhardness dalam waktu 14 hari setelah dilakukan perawatan in
office bleaching (Hatrick dan Eakle, 2015; Rasni dan Khoman, 2021).

Potassium fluoride 3% (UltraEZ™) juga dapat digunakan setiap hari setelah


menyikat gigi dengan mengaplikasikannya selama kurang lebih 3 menit menggunakan
ujung jari yang kering atau cotton tip lalu dapat diratakan dengan lidah. Pasien perlu
diberikan instruksi pasca pengaplikasian bahan desensitisasi seperti menghindari
meludah berlebihan, tidak boleh berkumur, tidak boleh makan dan minum minimal 5
menit pasca pengaplikasian bahan desensitisasi, serta menghindari makanan dan
minuman asam untuk mencegah demineralisasi (Darby, 2012; Mattulada, 2015; Shinta
dkk., 2018).

REFERENSI

Aftahi, M.R., Raiza, M. 2019. Laporan kasus hipersensitivitas dentin. Laporan Kasus.
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Prof.Dr.Moestopo (Beragama). Jakarta. 1-
32.

Darby, M.L. 2012. Mosby’s Comprehensive Review of Dental Hygiene. 7th ed. Elsevier.
St. Louis.

Ginting, R., Morgan, A. 2015. Perubahan score bleached guide dan nilai kekerasan
enamel gigi sebelum dan sesudah dilakukan bleaching karbamid peroksida 35%.
Dentika Dental Journal. 18(3): 289-293.

Hatrick, C.D., Eakle, W.S. 2015. Dental Materials: Clinical Applications for Dental
Assistants and Dental Hygienists. 3rd Ed. Elsevier. Missouri.

Karunakar, P., Solomon, R.V., Swetha, B. 2011. Evaluating the effect of the different
desensitizing agents in short term reduction of dentin hypersensitivity – an in
vivo study. Journal of Indonesian Dental Association. 5(9): 962-965.
Mattulada, I.K. 2015. Penanganan dentin hipersensitif (management of dentin
hypersensitive). Makassar Dental Journal. 4(5): 148-151.

Mulyawati, E. 2016. Pengaruh bahan desensitisasi pasca bleaching ekstrakoronal


terhadap kekuatan geser perlekatan restorasi resin komposit. Majalah
Kedokteran Gigi Indonesia. 2(1): 35-39.

Perdani, A.P., Oktarlina, R.Z., Jausal, A.N. 2019. Efek buah tomat (Solanum
lycopersicum) sebagai bahan alami pemutihan gigi. Majority. 8(1): 183-187.

Rasni, N.D.P., Khoman, J.A. 2021. Penatalaksanaan hipersensitivitas dentin. E-Gigi.


9(2): 133-138.

Shinta, P., Suardita, K., Mudjiono, M. 2018. Perbedaan efektivitas penutupan tubulus
dentin antara pasta gigi yang mengandung bioaktif glasss (novamin) dan
strontium chloride. Conservative Dentistry Journal. 8(2): 96-103.

Anda mungkin juga menyukai