Akan tetapi di daratan pasukan Alam lebih unggul dengan beberapa kali
menyintas perbatasan kerajaan Pedir untuk melakukan gangguan.
Pasukan kerajaan Pedir sendiri tidak bisa memasuki wilayah kerajaan
Alam karena disisi sungai yang memisahkan kedua kerajaan tersebut
hidup seorang naga sakti yang bernama Sabang. Naga tersebut juga
merupakan sahabat dari Meukuta Alam, sehingga apabila ada pasukan
Pedir yang mencoba melintasi sungai tersebut akan dihalau olehnya.
Raja Pedir merasa sangat kesal dengan keadaan tersebut sehingga
memanggil penasehatnya. “Tuha apakah di negeri kita tidak ada jawara
yang mampu mengalahkan naga Sabang?”
Penasehat raja Pedir terdiam. “Paduka yang mulia, naga Sabang adalah
penjaga sungai besar yang memisahkan antara kerajaan kita. Kalau dia
mati maka sungai menyatu yang mengakibatkan gelombang besar di
selat, ada kemungkinan akan muncul ie beuna (tsunami). Naga itu adalah
penjaga kesimbangan alam tuanku, sebaiknya tidak diganggu.”
“Aku tidak peduli, aku ingin menyerang kerajaan Alam!”
“Daulat tuanku, Kerajaan kita memiliki dua orang jagoan yang mampu
menghadapi naga Sabang. Mereka adalah dua raksasa sangat sakti yang
bernama Seulawah Agam (laki-laki) dan Seulawah Inong (perempuan).”
Kata sang penasehat.
“Panggil mereka dan terbitkan SK supaya mereka mau bertempur demi
bangsa dan tanah air!” Perintah raja Pedir. Tak lama kemudian urusan
segera dibuat, kedua jagoan negeri Pedir itu pun menyatakan
kesanggupannya menghadapi naga Sabang. Surat tantangan pun
dikirimkan.
Tak lama kemudian daratan antara kerajaan Alam dan kerajaan Pedir
bergerak saling mendekat dan berbenturan sehingga terjadi gempa yang
sangat keras, tanah bergoyang kesana kemari, tak ada yang mampu
berdiri. Kedua raksasa Seulawah Agam dan Seulawah Inong pun terjatuh.
Setelah gempa berhenti, air laut surut jauh sekali sehingga ikan-ikan
bergelaparan di pantai. Rakyat kerajaan Pedir dan kerajaan Alam segera
memungut ikan-ikan tersebut. Raja Alam teringat pesan sahabatnya
mencoba memperingatkan orang-orang agar mencari dataran tinggi.
Akibat bencana besar yang terjadi pada kedua kerajaan tersebut, akhirnya
kedua belah pihak menjadi sadar tidak ada gunanya berperang. Mungkin
dalam kesengsaraan manusia bisa melihat segala sesuatu lebih jernih.
Sejak hari itu terciptalah kedamaian antara kedua kerajaan tersebut, untuk
melanggengkan keadaan tersebut diadakan perkawinan antara anggota
kerajaan tersebut.