Anda di halaman 1dari 3

Rafdi Yudha Jonaidi

B011201284
PERBURUHAN (C)

TANGGAPAN ATAU KRITIK PP. NO. 37 TAHUN 2021 TENTANG


PENYELENGGARAAN PROGRAM JAMINAN KEHILANGAN PEKERJAAN

Program JKP sesungguhnya sudah diundangkan sejak 2 Februari 2021 dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021. Namun, manfaat JKP dapat diajukan setelah peserta
memiliki masa iur paling sedikit 12 bulan dalam 24 bulan dan telah membayar iuran JKP paling
sedikit 6 bulan berturut-turut kepada BPJS Ketenagakerjaan sebelum terjadi Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK). Oleh karena itu, proses pengajuan klaim JKP dapat dilakukan mulai
Februari 2022. Program JKP bertujuan untuk memberikan perlindungan dan kepastian
keberlangsungan pendapatan (dalam kurun waktu tertentu) bagi pekerja/buruh yang terkena
PHK agar dapat mempertahankan derajat kehidupannya. Program JKP diselenggarakan dengan
prinsip asuransi sosial.
Penyelenggara program JKP adalah BPJS Ketenagakerjaan yang berkaitan dengan
manfaat uang tunai dan Kemenaker yang berkaitan dengan pelatihan dan proses pencarian
kerja. Pekerja/buruh yang dapat menjadi peserta program JKP adalah warga negara Indonesia
yang belum berusia 54 tahun pada saat mendaftar dan mempunyai hubungan kerja dengan
pengusaha (penerima upah). Penetapan usia di bawah 54 tahun dilakukan dengan pertimbangan
usia tersebut adalah usia produktif dan masih memiliki keinginan untuk kembali bekerja.
Pekerja bukan penerima upah tidak dapat menjadi peserta JKP karena sulit menentukan status
keaktifan bekerjanya. Kalaupun pekerja tersebut terbukti sudah tidak bekerja, akan sulit
menentukan alasan pekerja tersebut berhenti bekerja. Selain itu, besarnya penghasilan pekerja
bukan penerima upah yang nantinya akan dijadikan acuan besaran manfaat uang tunai, juga
sulit untuk diverifikasi.
Persyaratan lain menjadi peserta JKP adalah pekerja/buruh pada perusahaan berskala
usaha besar dan menengah harus diikutsertakan pada program Jaminan Kesehatan Nasional
(JKN), Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT),
Jaminan Pensiun. Sedangkan pekerja/buruh pada perusahaan berskala usaha mikro dan kecil
harus diikutsertakan pada program JKN, JKK, JKM, dan JHT. Manfaat program JKP diberikan
kepada peserta yang mengalami PHK, selain PHK karena mengundurkan diri, cacat total tetap,
pensiun, atau meninggal dunia, baik untuk hubungan kerja berdasarkan perjanjian kerja waktu
tertentu maupun tidak tertentu. Manfaat program JKP bagi peserta yang hubungan kerjanya
berdasarkan perjanjian kerja waktu tertentu diberikan apabila PHK oleh pengusaha dilakukan
sebelum berakhirnya jangka waktu perjanjian kerja waktu tertentu. Manfaat program JKP
berupa uang tunai, akses informasi pasar kerja, dan pelatihan kerja. Manfaat uang tunai
diberikan setiap bulan paling banyak 6 bulan, yaitu sebesar 45 persen dari upah untuk 3 bulan
pertama dan sebesar 25 persen dari upah untuk 3 bulan berikutnya.
Upah yang digunakan sebagai dasar pembayaran manfaat uang tunai adalah upah
terakhir pekerja/buruh yang dilaporkan pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dan tidak
melebihi batas atas upah sebesar Rp5 juta. Manfaat akses informasi pasar kerja diberikan dalam
bentuk layanan informasi pasar kerja dan/atau bimbingan jabatan, sedangkan manfaat pelatihan
kerja berupa pelatihan berbasis kompetensi. Pendanaan program JKP sebesar 0,46 persen dari
upah sebulan, bersumber dari Pemerintah Pusat sebesar 0,22 persen dari upah sebulan dan dari
peserta sebesar 0,24 persen dari upah sebulan. Sumber pendanaan JKP dari peserta diambil dari
iuran program JKK sebesar 0,14 persen dari upah sebulan dan iuran program JKM sebesar 0,10
persen dari upah sebulan. Upah yang digunakan sebagai dasar penghitungan iuran adalah upah
terakhir pekerja/buruh yang dilaporkan pengusaha kepada BPJS Ketenagakerjaan dan tidak
melebihi batas atas upah sebesar Rp5 juta.
Setelah program JKP ini resmi diluncurkan, muncul permasalahan baru, seperti dasar
hukum, pendanaan, implikasi pendanaan, dan penyelenggaraan program JKP. Adapun
permasalahan tersebut antara lain:
1. Dasar hukum program JKP, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2021,
merupakan turunan dari Undang-Undang Cipta Kerja yang berdasarkan putusan
Mahkamah Konstitusi dinyatakan inkonstitusional bersyarat dan harus diperbaiki
dalam 2 tahun ke depan. Walaupun demikian, selama proses perbaikan Undang-
Undang Cipta Kerja, program JKP tetap dapat diimplementasikan.
2. Pendanaan program JKP sebesar 0,46 persen pada awalnya didesain hanya untuk
membayar manfaat uang tunai. Seiring dengan berjalannya proses penyusunan
peraturan, iuran sebesar 0,46 persen ini ditetapkan sudah termasuk pembiayaan akses
informasi pasar kerja dan pelatihan kerja. Akibatnya, perhitungan iuran sebesar 0,46
persen ini menjadi tidak relevan lagi dan iuran program JKP harus ditingkatkan sampai
di atas 2 persen untuk menjamin keberlangsungan program JKP. Di samping itu,
pendanaan program JKP yang bersumber dari iuran program JKM akan memberikan
dampak buruk terhadap keberlangsungan program JKM karena meningkatkan rasio
klaim dan menurunkan kesehatan keuangan program JKM.
3. Diketahui bahwa saat ini pembayaran manfaat program JKM lebih besar dibandingkan
dengan iuran program JKM yang diterima BPJS Ketenagakerjaan. Pendanaan program
JKP dari iuran program JKM juga mengakibatkan kesehatan keuangan program JKM
menurun. Jika kedua kondisi ini terus berlanjut, maka diproyeksikan di masa
mendatang BPJS Ketenagakerjaan tidak dapat membayarkan manfaat program JKM
kepada peserta dan keberlangsungan program JKM dapat terancam.
Untuk mengantisipasi hal ini, hendaknya dalam jangka pendek BPJS Ketenagakerjaan
telah memperbaharui strategi investasi dana program JKM untuk menjamin tersedianya aset
untuk memenuhi kewajiban membayarkan manfaat JKM di masa mendatang. Namun, untuk
jangka panjang, kebijakan ini tidak dapat dilakukan karena dana program JKM yang
seyogyanya dinvestasikan akan terus tergerus untuk pembayaran manfaat program JKM
kepada peserta saat ini. Ketentuan pendanaan program JKP dari iuran program JKK dan JKM
juga berimplikasi pada peraturan program JKK dan JKM. Saat ini ketentuan tersebut hanya ada
pada peraturan tentang JKP, belum diatur dalam peraturan program JKK dan JKM, padahal
iuran program JKP bersumber dari iuran program JKK dan JKM.
Ketentuan pendanaan program JKP juga harus ada dalam peraturan program JKK dan
JKM karena terdapat ketentuan yang melarang melakukan subsidi silang antar program dan
ada sanksi pidana apabila dilanggar. Selain itu, ketentuan pendanaan program JKP dalam
peraturan program JKK dan JKM bertujuan untuk menghindari terjadinya ketidakadilan bagi
peserta yang tidak memenuhi kriteria menjadi peserta JKP. Dengan adanya pendanaan program
JKP dari iuran program JKK dan JKM, peserta yang tidak memenuhi kriteria menjadi peserta
JKP membayar iuran program JKK dan JKM lebih besar dibandingkan peserta yang memenuhi
kriteria menjadi peserta JKP. Ketiga, penyelenggaraan manfaat JKP rentan terjadi fraud dan
moral hazard, sehingga perlu ditetapkan persyaratan yang ketat agar pemberian manfaat JKP
tepat sasaran. Melihat permasalahan di atas, Pemerintah harus segera meninjau kembali
program JKP dan mengawasi dengan ketat implementasinya. Jika tidak, keberlangsungan
program JKP tidak akan bertahan lama, malah mengancam keberlangsungan program jaminan
sosial lainnya.

Anda mungkin juga menyukai