Anda di halaman 1dari 4

(LOGO, NAMA, ALAMAT SEKOLAH)

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN (RPL) BIMBINGAN DAN KONSELING


SEMESTER GENAP TAHUN PELAJARAN 2020/2021
Komponen : Layanan Dasar
Bidang Layanan : Sosial
Topik/ Tema Layanan : Rumahku, Keluargaku
Kelas/ Semester : XI/ Genap
Alokasi Waktu : 40 menit
A TUJUAN LAYANAN
1. Peserta didik menerima dengan ihklas keadaan keluarganya, bersikap menghargai,
menghormati orang tua dan berperan aktif untuk membahagikan keluarga.
2. Peserta didik memahami kondisi dan kehidupan keluarga serta dapat menyeimbangan
dengan kondisi keluarganya baik secara ekonomi, sosial dan budaya
B METODE, ALAT, DAN MEDIA
1. Metode: Ceramah, curah pendapat, dan tanya jawab secara daring (online)
2. Alat dan media: Aplikasi Google meet atau zoom atau yang lainya; dan power point, video,
atau lainya tentang Tetap Semangat Belajar di Masa Pandemi
C LANGKAH-LANGKAH KEGIATAN LAYANAN
a. Tahap awal/ pendahuluan
1.1 Guru BK membangikan informasi kepada peserta didik melalui Grup WA/
Classroom/sosial media lainya
1.2 Guru BK mempersilahkan peserta didik untuk mengikuti instruksi dari guru BK, untuk
masuk kedalam link media yang telah ditentukan melalui grup WA/Classroom
1.3 Guru BK membuka pertemuan dengan memberikan salam/sapaan dengan penuh semangat
kepada peserta didik, kemudian dilanjutkan dengan berdoa
1.4 Guru BK membina hubungan baik dengan peserta didik serta membuat suasana kegiatan
belajar online menjadi lebih semangat (bisa dengan tes suara atau ice breaking sederhana)
1.5 Guru BK memberikan pengantar singkat tentang tujuan layanann Bimbingan dan
Konseling
b. Tahap inti
2.1 Guru BK menyampaikan slide power point atau video layanan, atau yang lainya yang
berhubungan dengan materi layanan diatas
2.2 Peserta didik mengamati, mencermati, dan menganalisa materi yang telah disampaikan
2.3 Guru BK mengajak peserta didik untuk curah pendapat dan tanya jawab secara online
2.4 Peserta didik (2-3 orang) diberikan kesempatan untuk berkomentar dengan microphone
tentang materi yang telah disampaikan.
2.5 Peserta didik mengisi lembar activity dan dikumpulkan atay dipublikasikan pada media
grup WA/ Classroom/ sosial media lainya.
2.6 Guru BK mengajak peserta didik untuk melakukan refleksi terkait materi yang
disampaikan
c. Tahap Penutup
3.1 Guru BK mengajak peserta didi menyimpulkan terkait materi layanan.
3.2 Guru BK membagikan link Google form yang berisi evaluasi layanan
3.3 Guru BK menyampaikan rencana layanan yang akan datang dan mengakhiri kegiatan
dengam berdoa dan salam
D EVALUASI
1. Evaluasi Proses : Guru BK memperhatikan proses layanan serta melakukan refleksi dari
layanan klasikal tersebut menggunakan lembar observasi
2. Evaluasi Hasil : Peserta didik mengisi angket evaluasi setelah mengikuti kegiatan layanan
antara lain: suasana yamh dirasakan; pentingnya topik yang dibahas; cara penyampaian guru
BK (melalui link gform yang diberikan guru BK)
Mengetahui Cimahi, 2021
Kepala sekolah Guru BK
(LOGO, NAMA, ALAMAT SEKOLAH)

Lampiran
Keharmonisan Keluarga
Keluarga merupakan suatu organisasi social yang paling penting dalam kelompok
social dan keluarga merupakan lembaga didalam masyara- kat yang paling utama
bertanggungjawab untuk menjamin kesejahteraan sosial dan kelestarian biologis anak
manusia (Kartono, 1977). Sedangkan menurut Hawari (1997) keharmonisan keluarga
itu akan dapat diciptakan. Dalam kehidupan berkeluarga antara suami istri dituntut
adanya hubungan yang baik dalamarti diperlukan suasana yang harmonis yaitu
dangan menciptakan saling pengertian, saling terbuka, saling menjaga, saling
menghargai dan saling memenuhi kebutuhan (Anonim, 1985).

Menurut Basri (1999) bahwa setiap orang tua bertanggungjawab juga memikirkan dan
mengusahakan agar senantiasa terciptakan dan terpelihara suatu hubungan antara
orang tua dengan anakyang baik, efektif dan menambah kebaikan dan keharmonisan
hidup dalam keluarga, sebab telah terjadi bahan kesadaran para orang tua bahwaq
hanya dengan hubungan yang baik kegiatan pendidikan dapat dilaksanakan dengan
efektif dan dapat menunjang terciptanya kehidupan keluarga yang harmonis.

Selanjutnya Hurlock (1973) menyatakan bahwa anak yang hubungan perkawinan


orang tuanya bahagia dan mempersepsikan rumah mereka sebagai tempat yang
membahagiakan untuk hidup, karena makin sedikit masalah orang tua, semakin
sedikit maslah yang dihadapi anak, dan sebaliknya hubungan keluarga yang buruk
akan berpengaruh kepada seluruh anggota keluarga. Suasana keluarga yang tercipta
adalah tidak menyenangkan, sehingga anak ingin keluar dari rumah sesering mungkin,
karena secara emosional, sussana tersebut akan mempengaruhi masing-masing
anggota keluarga untuk bertengkar dengan yang lainnya.

Aspek-aspek menciptakan Keluarga Harmonis


Untuk menciptakan suatu hubungan rumah tangga yang harmonis setidaknya ada
enam aspek yang harus diperhatikan, sebagaimana yang dikatakan oleh Hawari
(dalam Maria 2007):
1. Menciptakan kehidupan beragama dalam keluarga.
2. Mempunyai waktu bersama keluarga.
3. Mempunyai komunikasi yang baik antar anggota keluarga.
4. Saling menghargai antar sesama anggota keluarga.
5. Kualitas dan kuantitas konflik yang minim.
6. Adanya hubungan atau ikatan yang erat antar anggota keluarga

Keluarga Tidak Harmonis (broken home)


a. Pengertian Keluarga Tidak harmonis (broken home) Ulwan (2002) mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan keluarga broken home adalah keluarga yang
mengalami disharmonis antara Ayah dan Ibu.
Pernyataan Ulwan ini dipertegas oleh Atriel (2008) yang mengatakan bahwa “broken
home” merupakan suatu kondisi keluarga yang tidak harmonis dan orang tua tidak
lagi dapat menjadi tauladan yang baik untuk anak-anaknya. Bisa jadi mereka bercerai,
pisah ranjang atau keributan yang terus menerus terjadi dalam keluarga.

b. Faktor penyebab terjadinya Keluarga Tidak Harmonis (broken home) Willis (2009)
mengatakan setidaknya ada tujuh faktor penyebab terjadinya keluarga broken home,
ke tujuh faktor tersebut adalah:
(LOGO, NAMA, ALAMAT SEKOLAH)

a. Kurang atau putus komunikasi diantara anggota keluarga.


b. Sikap egosentrisme masing-masing anggota keluarga
c. Permasalahan ekonomi keluarga.
d. Masalah kesibukan orang tua.
e. Pendidikan orang tua yang rendah.
f. Perselingkuhan yang mungkin terjadi, dan
g. Jauh dari nilai-nilai Agam

Konsep Diri
Konsep diri adalah gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri, baik bersifat fisik,
sosial maupun psikologis yang diperoleh atau timbul dalam interaksi dengan
lingkungn sosialnya. Centi (1993) mengatakan bahwa konsep diri adalah gagasan
tentang dirinya sendiri yang berisikan mengenai bagaimana individu melihat dirinya
sendiri sebagai pribadi, bagaiman individu mersa tentang dirinya sendiri, dan
bagaimana individu menginginkan diri sendiri sebagai manusia sebagaimana yang
diharapkan.
Konsep diri terbenuk melaui proses belajar sejak masa pertumbuhan manusia dari
kecil hingga dewasa. Lingkungan pengalaman dan kondisi keluarga memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap konsep diri yang terbentuk. Sikap atau respon
orang tua dan lingkungan akan menjadi bahan informasi bagi anak untuk menilai
siapa dirinya, oleh sebab itui seringkali anak yang tumbuh dan dibesarkan dalam pola
asuh yang keliru atau negatif ataupun lingkungan yang kurang mendukung, cenderung
mempunyai konsep diri yang negatif.
Konsep diri ini memiliki sifat yang dinamis, artinya yidak luput dari perubahan. Ada
aspek- aspek yang bisa bertahan dalam jangka waktu tertentu, namun ada pula yang
mudah sekali berubah sesuai dengan situasi sesaat. Misal seorang individu merasa
dirinya pandai dan selalu berhasil mendapatkan nilai yang baik, namun suatu ketika
dia mendapat angka merah. Bisa ssaja saat itu menjadi merasa ”bodoh” namun karena
keyakinannya yang positif, ia berusaha memperbaiki nilai

Jenis-jenis Konsep Diri


Menurut Calhoun dan Acocella (1990) dalam perkembangannya konsep diri terbagi
menjadi dua, yaitu konsep diri positif dan konsep diri negatif.
a. Konsep Diri Positif
Konsep diri positif lebih kepada penerimaan
diri bukan sebagai suatu kebanggaan yang besar tentang diri. Konsep diri yang positif
bersifat stabil dan bervariasi. Individu yang memiliki konsep diri yang positif adalah
individu yang tahu betuil tentang dirinya dapat memahami dan menerima sejumlah
fakta dan sangat bermacam- macam tentang dirinya sendiri, evaluasi terhadap dirinya
sendiri menjadi positif dan dapat menerima keberadaan orang lain. Individu yang
memiliki konsep diri positif akan merancang tujuan-tujuan sesuai dengan realitas,
yaitu tujuan yang memiliki kemungkinan besar untuk dapat dicapai, mampu
menghadapi kehidupan didepannya serta menganggap bahwa hidup adalah suatu
proses penuaan.
Dapat disingkat individu yang memilki konsep diri positif adalah individu yang tahu
betul siapa dirinya sehingga dapat menerima kelebihan dan kekurangan dirinya,
evaluasi terhadap dirinya menjadi lebih positif serta mampu merancang tujuan-tujuan
yang sesuai dengan realitas.

b. Konsep Diri negatif


(LOGO, NAMA, ALAMAT SEKOLAH)

Calhoun dan Acocella (1990) membagi konsep diri negatif menjadi dua type, yaitu :
1. Pandangan individu tentag dirinya sendiri benar-benar tidak teratur, tidak memiliki
perasaan kestabilan dan keutuhan diri. Individu tersebut benar-benar tidak tahu siapa
dirinya, kekuatan dan kelemahannya atau yang duihargai dalam kehidupannya.
2. Pandangan tentang dirinya terlalu stabil dan teratur. Hal ini bisa terjadi karena
individu dididik dengan cara yang sangat keras, sehingga menciptakan citra diri yang
tidak mengijinkan adanya penyimpangan dari seperangkat hukum yang dalam
pikirannya merupakan cara hidup yang tepat.
Dengan demikian individu yang memilki konsep diri yang negatif terdiri dari 2 tipe,
pertama yaitu individu yang tidak tahu siapa dirinya, sedangkan yang kedua adalah
individu yang memandang dirinya dengan sangat teratur dan stabil.

Daftar pustaka:
Syarbini, A. (2014). Model Pendidikan Karakter Dalam Keluarga. Elex Media Komputindo.

Isminayah, A. (2016). RELASI TINGKAT KEHARMONISAN KELUARGA DENGAN


KONSEP DIRI REMAJA. al-Balagh: Jurnal Dakwah dan Komunikasi, 1(2), 233-248.

Nawafilaty, T. (2015). Persepsi terhadap keharmonisan keluarga, self disclosure dan


deliquency remaja. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 4(02).

Yunistiati, F., Djalali, M. A. A., & Farid, M. (2014). Keharmonisan keluarga, konsep diri dan
interaksi sosial remaja. Persona: Jurnal Psikologi Indonesia, 3(01).

Anda mungkin juga menyukai