Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Sistem Pendidikan dari tahun ke tahun pasti mengalami


perubahan baik itu perubahan yang besar maupun kecil. Perubahan-
perubahan tersebut seharusnya dapat membuat prestasi akademik
maupun non-akademik siswa dapat memuaskan siswa itu sendiri
maupun orang tua siswa. Prestasi belajar siswa seperti prestasi
akademik maupun non-akademik siswa harus menjadi perhitungan
agar masa depan generasi muda ini dapat menjadi aset negara
dalam memajukan sistem pendidikan maupun memajukan negara itu
sendiri melalui pendidikan yang didapat oleh semua manusia.
Prestasi belajar siswa secara akademik sering menjadi
acuan atau penilaian oleh orang lain dan hal tersebut bersifat
subjektif. Penilaian orang lain secara subjektif tersebut ialah jika
siswa mendapatkan prestasi belajar secara akademik misalnya hasil
yang bagus di dalam rapot maka siswa tersebut tergolong siswa
yang cerdas. Hal tersebut tidak menutup kemungkinan bahwa siswa
sudah memahami sebagian besar tentang materi yang diajarkan.
Namun, dilihat dari kenyataan yang ada yaitu kurangnya
pemahaman siswa mengenai konsep pelajaran dari mata pelajaran
yang diajarkan. Siswa yang belajarnya lebih banyak di sekolah
daripada di rumah beranggapan bahwa pelajaran di sekolah belum
cukup membuat mereka memahami konsep dan materi dari
matematika yang diajarkan maka dari itu tidak sedikit siswa yang
memilih untuk melakukan bimbingan belajar.
Perceraian dapat membuat keluarga yang terlibat merasa
tidak nyaman, terutama anak. Tidak banyak dari pasangan yang
memperhatikan bagaimana dan apa yang dirasakan sang anak

1
ketika mereka akan atau telah bercerai. KEbanyakan masalah yang
dihadapi oleh anak akibat perceraian orang tuanya adalah masalah
mental dan perilaku terhadap orang lain. Dengan kata lain,
perceraian bisa berpengaruh terhadap mental anak.
Disisi lain, selain perceraian terdapat keharmonisan keluarga
yang juga sama – sama mempengaruhi mental dan prilaku terhadap
orang disekitarnya. Tidak sedikit anak dengan orang tua yang
lengkap, keharmonisan keluarganya tidak berjalan dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan,
pada akhirnya menimbulkan masalah yang dapat dirumuskan di
dalam beberapa pertanyaan-pertanyaan. Maka dari itu, penulis
merumuskan masalah tersebut sebagai berikut:
1. Bagaimana pengaruh perceraian orang tua dan
keharmonisan keluarga terhadap mental siswa?
2. Apa dampak perceraian orang tua dan keharmonisan
keluarga terhadap perasaan siswa?
3. Bagaimana perilaku siswa yang orang tuanya bercerai dan
keharmonisan keluarganya tidak berjalan dengan baik
terhadap lingkungan sekitarnya?

1.3 Tujuan Penelitian

Dibuatnya karya tulis ini mempunyai berbagai tujuan sebagai


berikut:
1. Mengetahui apa pengaruh perceraian orang tua dan
keharmonnisan keluarga terhadap siswa.
2. Mengetahui bagaimana sikap dan perilaku siswa terhadap
lingkungan sekitarnya.
3. Mengatahui perngaruh perceraian orang tua dan
keharmonisan keluarga terhadap mental siswa.

2
1.4 Manfaat Penelitian

Dengan dibuatnya karya tulis ini penulis memiliki harapan


dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Membantu memecahkan permasalahan siswa yang
orang tuanya bercerai dan keharmonisan keluarganya
tidak berjalan dengan baik.
2. Sebagai informasi untuk mengetahui tentang pengaruh
perceraian orang tua dan keharmonisan keluarga
terhadap mental siswa.

1.5 Metode Penelitian

Dalam pembuatan karya tulis ini, dibutuhkan data-data yang


akurat guna mencapai target yang ditentukan. Dalam mengumpulkan
data-data serta informasi yang relevan, penulis menggunakan
metode penelitian berupa :

1. Metode Studi Pustaka


Dengan mengumpulkan data dan informasi dari
berbagai buku sumber dan internet.
2. Metode Angket
Dengan mengumpulkan data yang diperlukan dari
angket yang disebarkan oleh penulis sebanyak 50
angket kepada siswa – siswi SMAN 1 Garut.

1.6 Sistematika Penulisan


Dalam Penulisan karya tulis ini, penulis menggunakan
sistematika penulisan yang rinci agar dapat mudah dipahami.
Sistematika penulisan karya tulis ini yaitu :
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

3
ABSTRAK

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat Penelitian
1.5 Metode Penelitian
1.6 Sistematika Penulisan
BAB II KAJIAN TEORI
2.1 Pernikahan
2.1.1 Pengertian Pernikahan
2.1.2 Tujuan Pernikahan
2.2 Perceraian
2.2.1 Pengertian Perceraian
2.2.2 Dampak Perceraian Terhadap Anak
2.3 Keharmonisan Keluarga
2.3.1 Pengertian Keharmonisan Keluarga
2.3.2 Pengaruh Keharmonisan Keluarga Terhadap Anak
2.4 Mental Anak
2.4.1 Pengertian Mental Anak
2.4.2 Faktor yang Memengaruhi Mental Anak
BAB III PEMBAHASAN
3.1. Kajian Hasil Penelitian
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

4
BAB II

KAJIAN TEORI

2.1 Pernikahan

2.1.1 Pengertian Pernikahan

Pernikahan adalah upacara dimana terjadi pengikatan janji


nikah yang diacarakan atau dilaksanakan oleh dua orang dengan
maksud meresmikan ikatan perkawinan secara norma agama, norma
hokum, dan norma sosial.

Pernikahan tidak cukup dengan ikatan lahir atau batin saja,


tetapi harus kedua – duanya. Dengan adanya ikatan lahir dan batin
inilah perkawinan merupakan satu perbuatan hukum disamping
perbuatan keagamaan.

2.1.2 Tujuan Pernikahan

Pernikahan memiliki tujuan yang sangat mulia yaitu


membentuk suatu keluarga yang bahagia dan kekal abadi
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Dalam Undang – Undang
Nomor 1 Tahun 1974 Pasal 1 disebutkan bahwa: “Perkawinan
merupakan ikatan lahir dan batin antara seorang wanita dan seorang
pria sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah
tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.” Yang memperjelas tujuan pernikahan adalah membentuk
keluarga yang bahagia, kekal abadi berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa.

2.2 Perceraian

5
2.2.1 Pengertian Perceraian

Perceraian adalah berakhirnya suatu pernikahan. Saat


kedua pasangan tak ingin melanjutkan kehidupan pernikahanya,
mereka bias meminta pemerintah untuk dipisahkan. Perceraian ini
akan menyebabkan terputusnya ikatan keluarga karena salah satu
atau kedua pasangan memutuskan untuk saling meninggalkan
sehingga mereka berhenti melakukan kewajibannya sebagai suami
istri.

Selama perceraian, pasangan tersebut harus memutuskan


bagaimana membagai harta mereka yang diperoleh selama
pernikahan seperti rumah, mobil, perabotan, dan bagaimana mereka
membagi biaya dan kewajiban merawat anak – anak mereka

2.2.2 Dampak Perceraian Terhadap Anak

Perselisihan orang tua yang berujung dengan perceraian


seringkali anak menjadikan anak mereka korban. Sang anak akan
merasakan secara langsung perbedaan yang terjadi dalam
keluarganya. Perasaan kehilangan sosok orang tua yang biasanya
selalu ada di sekitarnya pun seringkali menghampiri mereka.

Kebanyakan anak yang menghadapi masalah tersebut akan


mengalami stres, depresi, dan cemas, yang dapat mengakibatkan
pengaruh besar pada kesehatan mentalnya.

Hal – hal yang dapat dirasakan anak misalnya: Merasa tidak


aman, tidak diinginkan atau ditolak oleh orang tuanya yang pergi,
marah, sedih, kesepian, dan banyak dari mereka yang menyalahkan
diri sendiri sebagai penyebab orang tuanya bercerai.

6
2.3 Keharmonisan Keluarga

2.3.1 Pengertian Keharmonisan Keluarga

Keharmonisan keluarga adalah suatu keadaan dimana


anggota keluarga penuh dengan ketenangan, ketenteraman, terjalin
kasih sayang, saling pengertian, dialog dan kerjasama yang baik
antara anggota keluarga. Keharmonisan keluarga dapat dilihat
dengan adanya tanggung jawab dalam membina suatu keluarga
didasari oleh saling menghormati, saling menerima, menghargai,
saling memercayai dan saling mencintai.

Keluarga yang harmonis adalah keluarga yang dapat


mengantarkan seseorang hidup lebih bahagia, lebih layak dan lebih
tenteram. Keharmonisan keluarga ditandai dengan hubungan yang
bersatu-padu, komunikasi terbuka dan kehangatan di antara anggota
keluarga. Keluarga yang harmonis merupakan kondisi dimana
seluruh anggota menjalankan hak dan kewajiban masing – masing,
terjalin kasih sayang, saling pengertian, komunikasi dan kerjasama
yang baik antara anggota keluarga.

Keluarga harmonis merupakan tempat yang


menyenangkan dan positif untuk hidup, karena anggota keluarga
telah belajar beberapa cara untuk saling memperlakukan satu sama
lain dengan baik. Anggota keluarga dapat saling mendukung,
memberikan kasih sayang dan memiliki sikap loyalitas,
berkomunikasi secara terbuka antara anggota keluarga, saling
menghargai dan menikmati kebersamaan.

7
2.3.2 Pengaruh Keharmonisan Keluarga Terhadap
Anak

Keluarga mempunyai arti yang penting bagi anak.


Kehidupan keluarga tidak hanya berfungsi memberikan jaminan
makanan kepada anak, tetapi juga memegang fungsi lain yang
penting bagi perkembangan mental anak. Karena keharmonisan
keluarga menciptakan kesehatan mental yang cukup besar dan
sangat berpengaruh, baik sebagai pengobatan maupun pencegahan
terhadap gangguan kesehatan mental anak. Keharmonisan itu dapat
dicapai dengan berbagai cara, salah satunya adalah menjalin
komunikasi dengan baik.

Keluarga selain dapat berfungsi sebagai institusi solusi


yang dapat meningkatkan kesehatan mental para anggota
keluarganya (khususnya anak), juga sebaliknya dapat menjadi
sumber masalah bagi kesehatan mental. Faktor yang memengaruhi
gangguan kesehatan mental terhadap anak dalam sebuah keluarga
salah satunya adalah komunikasi yang tidak berjalan dengan baik,
sehingga dapat menimbulkan kesalahpahaman dan tersakitinya
mental anak tersebut.

2.4 Mental Anak

2.4.1 Pengertian Mental Anak

Anak merupakan tanggung jawab orang tua untuk didik,


dirawat, dan diajari secara jasmani maupun rohani untuk mengetahui
perkembangannya secara fisik maupun mental.

8
Mental pada anak ialah hal – hal yang berada dalam diri
anak yang terkait dengan psikis atau kejiwaan yang dapat
mendorong terjadinya tingkah laku dan membentuk kepribadian anak
tersebut.

2.4.2 Faktor yang Memengaruhi Mental Anak

Mental anak dapat dipengaruhi oleh dua faktor, yakni faktor


internal dan faktor eksternal.

1. Faktor Internal

Segala sesuatu yang ada dalam diri anak yang


keberadaannya memengaruhi dinamika perkembangan.

- Faktor Kematangan Fisik dan Psikis

Anak mempunyai keinginannya sendiri yang ingin mereka


capai adalah salah satu contoh dari kematangan psikisnya.

2. Faktor Eksternal

Segala sesuatu yang ada di luar diri anak yang


keberadaannya memengaruhi dinamika perkembangan.

a) Faktor Lingkungan

Anak yang hidup di lingkungan keras, akan berpotensi


menjadi anak yang keras pula karena dirinya sudah terbiasa dengan
lingkungannya.

b) Faktor Sosial

Anak akan membutuhkan orang – orang yang dekat


dengannya sebagai teman bercerita atau mecurahkan isi hatinya.
Karena jika tidak, ia akan merasa kesepian dan dapat menghambat

9
perkembangan mental anak tersebut. Dari hubungan itulah mental
anak dapat terpengaruhi oleh orang – orang terdekatnya.

c) Faktor Budaya

Kebiasaan – kebiasaan yang anak lakukan biasanya


menyangkut akan budaya dan adat istiadat yang ada di sekitarnya.
Hal tersebut dapat memengaruhi perkembangan mental anak.

10
BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Kajian Hasil Penelitian

Untuk memperoleh data dari angket, penulis memberikan 14


pertanyaan yang diberikan kepada 50 siswa SMAN 1 Garut.

Dari hasil angket yang telah disebarkan, kemudian penulis


akan mempresentasikan data tersebut dengan cara :

f
P= ×100
n
Keterangan: P = Presentase
F = Frekuensi
N = Total Responden
Setelah dipresentasekan, kemudian data tersebut ditafsirkan.
Penafsiran data diambi dari rentang 0%-100%, lalu data tersebut
dianalisis dengan kriteria sebagai berikut:
100% = Seluruhnya

76% - 99% = Sebagian besar

51% - 75% = Lebih dari setengahnya

50% = Setengahnya

26% - 49% = Kurang dari setengahnya

1% - 25% = Sebagian kecil

11
0% = Tidak seorangpun

3.2 Pembahasan Angket

Tabel 3.2.1
1. Apakah orang tua anda bercerai?

Jawaban Frekuensi Persentase (%)


Ya 37 74
Tidak 13 26
Total 50 100

Berdasarkan tabel 3.2.1 dapat dilihat bahwa 37 responden


orang tuanya bercerai dengan persentase 74% dan 13 responden
orang tuanya tidak bercerai dengan persentase 26%.

Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa lebih dari


setengah responden orang tuanya bercerai dan kurang dari
setengah responden orang tuanya tidak bercerai.

Tabel 3.2.2
2. Apakah orang tua anda dalam keadaan sering
berkomunikasi?

Jawaban Frekuensi Presentase (%)


Ya 35 70
Jarang 11 22
Tidak 4 8
Total 50 100

12
Berdasarkan tabel 3.2.2 dapat dilihat bahwa 35 responden
orang tuanya dalam keadaan sering berkomunikasi dengan
persentase 70%, 11 responden orang tuanya jarang berkomunikasi
dengan persentase 22%, dan 4 responden orang tuanya dalam
keadaan tidak berkomunikasi dengan persentase 8%.

Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa lebih dari


setengah responden orang tuanya dalam keadaan sering
berkomunikasi, sebagian kecil responden orang tuanya jarang
berkomunikasi, dan sebagian kecil tidak berkomunikasi.

Tabel 3.2.3
3. Apakah orang tua anda pernah bertengkar di hadapan
anda?

Jawaban Frekuensi Persentase (%)

Pernah 37 74

Tidak 13 26

Total 50 100

Berdasarkan data pada tabel 3.2.3 dapat dilihat bahwa 27


orang tua responden pernah bertengkar di hadapan mereka dengan
persentase 74% dan 13 orang tua responden tidak pernah
bertengkar di hadapan mereka dengan persentase 26%.

Dari hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa lebih dari


setengah orang tua responden pernah bertengkar di hadapan
mereka dan kurang dari setengah responden orang tuanya tidak
pernah bertengkar di hadapan mereka.

13
Tabel 3.2.4
4. Apa yang anda rasakan ketika orang tua anda
bertengkar?
Jawaban Frekuensi Persentase (%)
Sedih atau Takut 38 76
Biasa Saja 12 24
Total 50 100

Berdasarkan tabel 3.2.4 dapat dilihat bahwa 38 responden


merasa sedih atau takut ketika melihat orang tuanya bertengkar
dengan persentase 76% dan 12 responden merasa biasa saja ketika
meihat orang tuanya bertengkar di hadapan mereka dengan
persentase 24%.

Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar


responden merasa sedih atau takut ketika melihat orang tuanya
bertengkar dan sebagian kecil merasa biasa saja ketika melihat
orang tuanya bertengkar.

Tabel 3.2.5
5. Apa yang anda rasakan ketika orang tua anda bercerai
atau tidak harmonis?

Jawaban Frekuensi Persentase (%)


Stres Karena 39 78
Memikirkan
Biasa Saja atau 11 22
Cuek
Total 50 100

14
Berdasarkan tabel 3.2.5 dapat dilihat bahwa 39 responden
stres karena memikirkan orang tuanya yang bercerai atau tidak
harmonis dengan persentase 78% dan 11 responden merasa biasa
saja ketika orang tuanya bercerai atau tidak harmonis dengan
persentase 22%.

Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar


responden stres karena memikirkan orang tuanya bercerai atau tidak
harmonis dan sebagian kecil merasa biasa saja ketika orang tuanya
bercerai atau tidak harmonis.

Tabel 3.2.6
6. Apa yang menjadi pelampiasan anda ketika merasa
tertekan karena masalah keluarga?
Jawaban Frekuensi Persentase (%)
Beribadah/Berdo’a 22 44
Bermain 9 18
Diam 9 18
Bercerita Kepada 2 4
Orang Terdekat
Lain-Lain 8 16
Total 50 100

Berdasarkan tabel 3.2.6 dapat dilihat bahwa 22 responden


melampiaskan ketertekanannya dengan beribadah/berdo’a dengan
persentase 44%, 9 memilih untuk bermain dengan persentase 18%,
9 memilih diam dengan persentase 18%, 2 responden bercerita
kepada orang terdekat, dan 8 responden memilih lain-lain dengan
persentase 16%.

15
Dari data tersebut, dapat disimpukan bahwa mayoritas
responden memilih beribadah/berdo’a untuk melampiaskan
ketertekanannya dibanding bermain, bercerita kepada orang
terdekat, diam, dan lainnya.

Tabel 3.2.7
7. Bagaimana anda berinteraksi dengan orang-orang
sekitar?
Jawaban Frekuensi Persentase (%)
Berbaur 23 46
Kadang Berbaur 18 36
Menyendiri 9 18
Total 50 100

Berdasarkan tabel 3.2.7 dapat dilihat bahwa 23 responden


berbaur dalam berinteraksi dengan orang-orang sekitar dengan
persentase 46%, 18 responden kadang berbaur dengan persentase
36%, dan 9 responden menyendiri dengan persentase 18%.

Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa kurang dari


setengah responden berbaur dalam berinteraksi dengan orang-orang
sekitar, kurang dari setengah kadang berbaur, dan sebagian kecil
menyendiri dalam berinteraksi denga orang-orang sekitarnya.

Tabel 3.2.8
8. Apakah anda nyaman saat berada di rumah dalam
kondisi keluarga anda sedang tidak harmonis?

Jawaban Frekuensi Presentase (%)


Tidak Nyaman 43 86
Biasa Saja 7 14

16
Total 50 100

Berdasarkan tabel 3.2.8 dapat dilihat bahwa 43 responden


tidak nyaman saat berada di rumah dalam kondisi keluarganya
sedang tidak harmonis dengan persentase 86% dan 7 responden
merasa biasa saja dengan persentase 14%.

Dari data tersebut, dapat disimpukan bahwa sebagian besar


responden merasa tidak nyaman saat berada di rumah dalam kondisi
keluarganya sedang tidak harmonis dan sebagian kecil merasa biasa
saja.

Tabel 3.2.9
9. Bagaimana perasaan anda ketika melihat keluarga orang
lain yang harmonis?

Jawaban Frekuensi Persentase (%)


Biasa Saja 18 36
Senang 18 36
Sedih 14 28
Total 50 100

Berdasarkan tabel 3.2.9 dapat dilihat bahwa 18 responden


merasa biasa saja ketika melihat keluarga orang ain yang harmonis
dengan persentase 36%, 18 responden merasa senang dengan
persentase 36%, dan 14 responden merasa sedih dengan
persentase 28%.

17
Dari data tersebut, dapat disimpulkan bahwa mayoritas
responden merasa biasa saja dan senang dengan perbandingan 1:1
(Biasa Saja:Senang) dibanding responden yang merasa sedih.

10. (Disesuaikan dengan jawaban nomor 9) Mengapa anda


sedih/senang/biasa saja saat melihat keluarga orang lain
harmonis?
Setelah penulis membaca semua jawaban dari responden,
penulis dapat menyimpulkan bahwa responden yang merasa senang
ketika melihat keluarga orang lain harmonis memiliki alasan bahwa
mereka ikut senang karena melihat keluarga orang lain bahagia dan
tidak merasakan ketidakharmonisan yang mereka rasakan.
Selanjutnya, responden yang merasa sedih memiliki alasan bahwa
mereka sedih karena tidak dapat merasakan keharmonisan yang
terjadi di keluarga orang lain. Terakhir, responden yang merasa
biasa saja memiliki alasan bahwa mereka merasa biasa saja karena
setiap orang mempunyai hak untuk bahagia dan memiliki porsi
kebahagiaan masing-masing, dan mereka tidak terlalu berlarut-larut
memikirkan itu.

Tabel 3.2.10
11. Pernahkah anda bepikiran untuk menjadi anak nakal
dan mengikuti pergaulan bebas karena merasa tertekan?
Jawaban Frekuensi Persentase (%)
Tidak Pernah 37 74
Pernah 11 22
Sering 2 4
Total 50 100

Berdasarkan tabel 3.2.10 dapat dilihat bahwa 37 responden


tidak pernah berpikiran untuk menjadi anak nakal dan mengikuti

18
pergaulan bebas karena merasa tertekan dengan persentase 74%,
11 responden pernah berpikiran seperti itu dengan persentase 22%,
dan 2 responden sering berpikiran seperti itu dengan persentase 4%.
Dari data tersebut, penulis dapat menyimpulkan bahwa lebih
dari setengah responden tidak pernah berpikiran untuk menjadi anak
nakal dan mengikuti pergaulan bebas karena merasa tertekan,
sebagian kecil pernah, dan sebagian kecil sering berpikiran seperti
itu.
12. (Disesuaikan dengan jawaban nomor 11) Apa yang
menjadi alasan anda berpikiran seperti itu?
Setelah penulis membaca semua jawaban responden,
penulis dapat menyimpulkan bahwa responden yang tidak pernah
berpikiran untuk menjadi anak nakal dan mengikuti pergaulan bebas
karena merasa tertekan memiliki alasan bahwa mereka ingin lebih
baik dari orang tuanya dan memilki mimpi yang harus dicapai.
Selanjutnya, responden yang pernah berpikiran seperti itu memiliki
alasan bahwa mereka beranggapan jika berperilaku seperti itu,
mereka dapat menarik perhatian kedua orang tuanya dengan
harapan keluarganya dapat harmonis kembali. Terakhir, responden
yang sering berpikiran seperti itu memiliki alasan bahwa mereka
merasa tertekan dan stres karena memikirkannya sehingga mereka
berusaha untuk mencari kebebasan.

Tabel 3.2.11
13. Menurut anda, apakah perceraian orang tua dapat
berpengaruh buruk terhadap proses pembelajaran di
sekolah?
Jawaban Frekuensi Persentase (%)
Berpengaruh 45 90
Tidak 5 10
Total 50 100

19
Dari tabel 3.2.11 penulis dapat dilhat bahwa 45 responden
beranggapan perceraian orang tua dan keharmonisan keluarga
berpengaruh buruk terhadap proses pembelajaran di sekolah dengan
presentase 90% dan 5 responden beranggapan perceraian orang tua
dan keharmonisan keluarga tidak berpengaruh buruk terhadap
proses pembelajaran di sekolah.
Berdasarkan data tersebut, penulis dapat menyimpulkan
sebagian besar responden beranggapan perceraian orang tua dan
keharmonisan keluarga berpengaruh buruk terhadap proses
pembelajaran di sekolah dan sebagian kecil beranggapa hal itu tidak
berpengaruh terhadap proses pembelajaran di sekolah.

14. (Disesuaikan dengan jawaban nomor 13) Apa


dampak yang akan terjadi yang disebabkan perceraian
terhadap mental anak usia sekolah?
Setelah penulis membaca semua jawaban responden,
penulis dapat menyimpulkan bahwa responden yang beranggapan
perceraian orang tua dan keharmonisan keluarga dapat berpengaruh
buruk terhadap proses pembelajaran di sekolah memiliki alasan
bahwa dampak yang akan terjadi adalah anak akan mengalami
mental down karena rasa muak dan kesal bercampur aduk yang
disebabkan oleh ketidaknyamanan mereka berada dalam situasi dan
kondisi seperti itu. Dan untuk alasan responden yang beranggapan
perceraian orang tua dan keharmonisan keluarga tidak berpengaruh
terhadap proses pembelajaran di sekolah adalah mereka
beranggapan bahwa pengaruh itu tergantung bagaimana mereka
sebagai orang yang mengalami meyikapinya dan mereka berusaha
untuk menyibukkan diri kepada hal yang lebih positif.

20
Bab IV

Penutup

4.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan analisa data yang diperoleh dari hasil penelitian


pada bab sebelumnya, penulis mengambil kesimpulan bahwa:

1. Perceraian atau tidak harmonisnya hubungan keluarga


memengaruhi keadaan mental anak. Sebanyak 28% responden yang
orang tuanya bercerai atau tidak harmonis merasa sedih ketika
melihat keluarga orang lain yang harmonis. Hal ini membuktikan
bahwa adanya kecemburuan responden terhadap keluarga orang
lain yang harmonis dikarenakan responden tidak bisa merasakan
harmonisnya keluarga seperti yang dirasakan orang lain tersebut.
Hal ini juga menyebabkan 86% responden merasa tidak nyaman
tinggal di rumah saat keadaan keluarganya tidak harmonis. Bahkan
22% responden pernah berpikiran untuk menjadi anak yang nakal
dan mengikuti pergaulan bebas yang dapat merusak masa depannya
sendiri karena merasa tertekan oleh masalah keluarganya. Tetapi,
perlu diingat kembali bahwa 74% responden tidak pernah berpikiran

21
untuk menjadi anak yang nakal dengan mengikuti pergaulan bebas
dan 44% responden melampiaskan masalah keluarganya kepada
beribadah/berdo’a. Hal ini meyakinkan penulis bahwa memang
perceraian atau tidak harmonisnya hubungan keluarga merupakan
hal yang tidak diinginkan oleh siapapun karena hal itu dapat
membuat keluarganya tercerai-berai. Akan tetapi, hal ini dapat
diantisipasi oleh kegiatan-kegiatan yang positif. Sebagai bukti, 46%
responden tetap berbaur dalam berinteraksi dengan orang
sekitarnya.

2. Anak yang orang tuanya bercerai atau tidak harmonis


berpotensi merasakan kesedihan, kesepian, dan kelabilan emosi
yang dapat berpengaruh buruk terhadap masa depannya jika tidak
dapat diatasi dengan baik dan benar.

3. Melihat kedua orang tua bertengkar adalah hal yang tidak


diinginkan oleh setiap orang, hal ini dibuktikan dengan 76%
responden merasa sedih atau takut ketika melihat kedua orang
tuanya bertengkar. Disinilah peran orang tua sangat dibutuhkan
untuk menangani masalah tersebut.

4.2 Saran

A. Disarankan kepada orang tua:


1. Orang tua diharapkan untuk tidak bertengkar di
hadapan anak, karena hal itu dapat memberikan
dampak negatif kepada anak.
2. Orang tua harus berkomunikasi dan memberikan
perhatian lebih kepada anak agar dapat meminimalisir
dampak negatif perceraian atau tidak harmonisnya
hubungan keluarga terhadap mental anak.
3. Orang tua diharapkan untuk tidak memposisikan anak
di tengah-tengah permasalahan antara kedua belah

22
pihak, agar anak tidak merasa stres dan tidak merasa
menjadi korban dalam perceraian atau
ketidakharmonisan yang terjadi.
B. Disarankan kepada anak:
1. Anak diharapkan selalu sabar dalam menghadapi
segala masalah.
2. Anak diharapkan selalu berpikir terlebih dahulu
sebelum melakukan sesuatu.
3. Anak harus terbuka kepada orang tua agar orang tua
dapat memahami apa yang dirasakan oleh anak.
4. Anak diharapkan untuk tidak merasa bersalah atas
apapun yang terjadi dalam hubungan orang tua agar
tidak memberi dampak buruk terhadap keadaan
mentalmya.

23

Anda mungkin juga menyukai