Anda di halaman 1dari 15

BAB I

Pendahuluan
A. Latar belakang
Konselor adalah pendidik seperti halnya guru mata pelajaran, namun
ekspektasi kinerja konselor berbeda dengan guru mata pelajaran. Konselor harus
tetap sadar bahwa rujukan normatif dari ekspektasi kinerjanya adalah
“memandirikan konseli” dalam perkembangan belajar, sosial, pribadi dan karir
melalui fasilitasi pengembangan berbagai kapasitasnya secara optimal (optimum
capacity development). Layanan bimbingan dan konseling yang diampu oleh
konselor bertujuan memandirikan individu yang normal dan sehat dalam
menavigasi perjalanan hidupnya melalui pengambilan berbagai keputusan terbaik
dalam perkembangan belajar, sosial, pibadi dan karir untuk mewujudkan
kehidupan yang produktif, sejahtera dan peduli terhadap kemaslahatan umum.
Dalam upaya pemberian layanan bimbingan dan konseling di sekolah, konselor
menyusun program BK. Berkaitan dengan layanan bimbingan dan konseling,
konselor perlu membuat perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi program
bimbingan dan konseling dalam penyelenggaraan layanan bimbingan bagi peserta
didik. Hal tersebut penting dilaksanakan karena program bimbingan dan
konseling terdiri atas berbagai elemen dan komponen serta melibatkan banyak
pihak yang harus disenergikan agar dapat mencapai tujuan yang ditetapkan secara
efektif dan efisien. Untuk itu, program tersebut perlu dikelola secara sistematis
melalui perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi (ABKIN, 2007; Gysbers &
Henderson, 2006; Bowers & Hatch, 2002; Schmidt, 19 99). Program layanan BK
tidak terlepas dari kegiatan pendidikan pada umumnya (menyangkut kurikulum,
aktivitas pembelajaran, aktivitas penugasan, aktivitas pengerjaan proyek/tugas
akademik, aktivitas pengembangan diri, dan sebagainya) yang kesemuanya
melibatkan proses-proses mental siswa. Bidang-bidang layanan BK yang dikemas
dalam ragam jenis layanan: pribadi, sosial, belajar, karier, Program BK
dikembangkan melalui serangkaian proses sistematis sejak dari perencanaan,
desain, implementasi, evaluasi, dan keberlanjutan. Melalui penerapan fungsi-
fungsi manajemen tersebut diharapkan kegiatan dan layanan BK dapat
diselenggarakan secara tepat sasaran dan terukur.
BAB II
Pembahasan
A. Pengukuran
Pengukuran (Measurement) merupakan suatu kegiatan pemberian atau
penetapan angka pada objek yang diukur yang disesuaikan dengan kriteria-
kriteria tertentu sesuai dengan objek tersebut. Figliola dan Beasley (1991)
menguraikan bahwa teknik pengukuran tidak sederhana hanya menyalakan
instrumen dan membaca hasil pengukurannya, tetapi diperlukan perencanaan
pengukuran yang meliputi identifikasi parameter dan variabel proses, pola
pengukuran untuk berbagai bentuk pengujian dalam suatu proses, pemilihan
teknik pengukuran dan peralatan yang dibutuhkan, serta perencanaan analisis data.

B. Assesmen
1. Hakikat Asesmen
Asssesmen adalah penilaian terhadap diri individu guna pemberian
pelayanan bimbingan dan konseling agar sesuai dengan kebutuhan, kondisi,
dan masalah konseli. Pemahaman diri konseli harus didasarkan pada adanya
keterangan tentang diri yang akurat dan sahih. Data diri yang tidak akurat
dapat menimbulkan pemahaman yang keliru. Data yang demikian hendaknya
juga dibarengi dengan pengamatan terhadap konseli. Oleh karena itu,
diperlukan untuk mengumpulkan informasi asesmen, baik dalam bentuk
interview, test, maupun dengan melakukan observasi (Drummond dan Jones,
2010). Cronbach (1990) mengatakan bahwa penggunaan tes dalam kegiatan
asesmen dimaksudkan untuk memajukan pemahaman diri. Disamping itu
penggunaan tes juga dimaksudkan untuk klasifikasi, evaluasi dan modifikasi
program atau perlakuan, dan penyelidikan ilmiah. Klasifikasi mengacu pada
penggolong-golongan seseorang berdasarkan hasil tes, termasuk dalam
pengertian klasifikasi ini adalah seleksi, skrining, sertifikasi, dan penempatan.

2. Pengertian Assesmen
Asesmen adalah suatu prosedur sistematis untuk mengumpulkan
informasi yang digunakan untuk membuat inferensi atau keputusan mengenai
karakteristik seseorang (American Educational Research Association [AERA],
American Psychological Association [APA], dan National Council on
Measurement in Education [NCME], 1999). Kegiatan asesmen dilakukan
untuk memperoleh gambaran berbagai kondisi individu dan lingkungannya
sebagai dasar pengembangan program layanan bimbingan dan konseling
Aasesmen dalam bimbingan dan konseling sebagai dasar penetapan program
layanan BK (Depdiknas, 2007).

3. Tujuan Asesmen
Mengapa konselor melakukan penilaian (asess)? Jawaban singkat dari
pertanyaan ini adalah untuk mengumpulkan informasi mengenai klien,
termasuk dalam hal ini adalah para peserta didik di sekolah. Hasil-hasil kajian
memperlihatkan bahwa sekurang-kurangnya terdapat 4 (empat) tujuan umum
dari asesmen. yaitu; (1) screening, (2) identifikasi dan diagnosis, (3)
perencanaan intervensi, (4) kemajuan dan evaluasi hasil (Bagby, Wild, dan
Turner, 2003; Erford, 2007; Sattler dan Hoge, 2006).
Selanjutnya Lidz (2003) mendefinisikan tujuan assesmen untuk
melihat kondisi anak saat itu. Hasil assesmen digunakan sebagai bahan untuk
menyusun program pelayanan bimbingan dan konseling yang tepat dan dapat
melakukan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat. Pada sisi lain
Robb (2006), menyebutkan tujuan assesmen sebagai berikut:
a. Untuk menyaring dan mengidentifikasi anak
b. Untuk membuat keputusan tentang penempatan anak
c. Untuk merancang individualisasi pendidikan
d. Untuk memonitor kemajuan anak secara individu
e. Untuk mengevaluasi keefektifan program.

Sumardi & Sunaryo (2006), menyebutkan tujuan assesmen sebagai


berikut:
a. Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat dan komprehensif
tentang kondisi anak saat ini
b. Mengetahui profil anak secara utuh terutama permasalahan dan hambatan
belajar yang dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan
khususnya, serta daya dukung lingkungan yang dibutuhkan anak
c. Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi
kebutuhan-kebutuhan khususnya dan memonitor kemampuannya.
Berdasarkan definisi yang diuraikan sebelumnya, dapat disimpulkan
bahwa asesmen dilakukan untuk mengetahui keadaan anak pada saat tertentu
(waktu dilakukan asesmen) baik potensi yang dimiliki maupun berbagai
kelemahan yang dimiliki anak sebagai bahan untuk menyusun suatu program
pelayanan bimbingan dan konseling sehingga dapat melakukan
layanan/intervensi secara tepat.

4. Prosedur Asesmen
Prosedur melakukan kegiatan asesmen memerlukan prosedural yang
ketat. Hal ini disebabkan karena dilakukan kegiatan pemecahan masalah, yang
membutuhkan pengumpulan informasi yang terintegrasi mengenai individu
dalam hubungannya dengan pembuatan keputuan atau inferensi mengenai
individu.
Menurut Urbina (2004), untuk membantu konselor dalam melakukan
kegiatan asesmen, maka terdapat 4 (empat) langkah, dalam kegiatan ini, yakni:
a. Identifikasi masalah; merupakan langkah pertama dalam melakukan
asesmen, mengidentifikasimasalah yang ada dari individu yang akan
diasses.
b. Memilih dan mengimplementasikan metode asesmen; dalam hal ini
adalah langkah memilih dan mengimplementasikan metode pengumpulan
data (contoh, interview, tes, observasi).
c. Mengevaluasi informasi asesmen; dalam hal ini, kegiatan skoring,
interpretasi,
dan integrasi informasi dari keseluruhan metode asesmen dan sumber-
sumber
untuk menjawab pertanyaan yang diajukan.
d. Laporan hasil asesmen dan pembuatan rekomendasi; langkah terakhir
dari proses asesmen adalah melaporkan hasil dan pembuatan
rekomendasi.
5. Fungsi Asesmen
Asesmen berfungsi sebagai dasar penetapan program layanan
bimbingan konseling, untuk:
a. Membantu melengkapi dan mendalami pemahaman tentang peserta didik
b. Merupakan salah satu sarana yang perlu dikembangkan agar pelayanan
BK terlaksana lebih cermat dan berdasarkan fakta di lapangan.
c. Sebagai salah satu sarana yang digunakan dalam membuat diagnosis
psikologis.
Selanjutnya, kegiatan asesmen dalam layanan bimbingan dan
konseling meliputi 2 (dua) bidang pokok, yakni:
a. Asesmen lingkungan, terkait dengan kegiatan mengidentifikasi harapan
Sekolah/Madrasah dan masyarakat (orang tua peserta didik), sarana dan
prasarana pendukung program bimbingan, kondisi dan kualifikasi
konselor, dan kebijakan pimpinan Sekolah/madrasah.
b. Asesmen kebutuhan atau masalah peserta didik, menyangkut
karakteristik peserta didik, seperti asepek-aspek fisik (kesehatan dan
keberfungsiannya), kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan belajar,
minat-minatnya (pekerjaan, olah raga, seni, jurusan, dan keagamaan),
masalah-masalah yang dialami, dan kepribadian; atau tugas-tugas
perkembangannya, sebagai acuan dasar untuk memberikan pelayanan
bimbingan dan konseling. Terdapat 2 (dua) jenis asesmen dalam
bimbingan dan konseling, yakni asesmen teknik non tes, dan asesmen
teknik tes.

C. Penilaian
1. Dasar hukum dan definisi penilaian

Menurut Sudaryono dalam Kusainun, N. (2020) penilaian (assesmen)


merupakan seluruh kegiatan yang di dalamnya mencakup metode dan
pengambilan keputusan terhadap hasil belajar peserta didik dalam suatu
pembelajaran. Pembelajaran yang dimaksud adalah pembelajaran yang telah
direncanakan dan dilaksanakan dalam waktu tertentu. Suprananto menjelaskan
bahwa ada beberapa kegiatan yang terdapat di dalam penilaian, yaitu
mengumpulkan, menganalisis, serta menginterpretasikan informasi yang
membantu pendidik dalam menentukan karakteristik peserta didik.
Menurut Achmad dalam Saputra, I. (2022) penilaian kegiatan
bimbingan konseling di sekolah adalah segala upaya, tindakan atau proses
untuk menentukan derajat kualitas kemajuan kegiatan yang berkaitan dengan
pelaksanaan program bimbingan di sekolah dengan mengacu kepada kriteria
atau patokan-patokan tertentu sesuai dengan program bimbingan yang
dilaksanakan.
Penilaian dalam bimbingan konseling memiliki dua macam kegiatan
penilaian dalam program bimbingan konseling yaitu penilaian proses dan
penilaian hasil. Landasan yuridis standar penilaian pendidikan di Indonesia di
antaranya adalah UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan
nasional dan PP Nomor 19 Tahun 2005 tentang standar penilaian pendidikan.
Standar penilaian pendidikan di Indonesia serta pelaksanaannya berdasarkan
pada UU Sisdiknas, yaitu pada pasal 57, 58, dan 59. Dalam pasal 57 memuat
tentang tujuan dan objek evaluasi. Pasal 58 menjelaskan tentang tujuan
evaluasi terhadap peserta didik dan prinsip-prinsip evaluasi. Adapun pasal 59
berisi tentang kewenangan pemerintah dan masyarakat dalam melakukan
evaluasi.
Berdasarkan Permendinas No. 20 Tahun 2007, konsep tentang
penilaian dijabarkan sebagai “proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk menentukan pencapaian hasil belajar peserta didik”. Dengan melihat hal
tersebut, penilaian bisa diartikan bahwa hasil dari proses yang telah dilakukan
sebelumnya, baik itu berupa mekanisme, prosedur, dan instrumen yang
digunakan ketika pengumpulan dan pengolahan akan berbagai informasi.
Dalam bimbingan konseling sendiri penilaian itu ditujukan kepada
pengumpulan dan pengolahan dari informasi-informasi yang berkaitan dengan
objek, yaitu peserta didik maupun tentang seperangkat unsur yang mendukung
atas tercapainya program bimbingan konseling.
Menurut Anjar, T. (2012) informasi yang dikumpul untuk diolah itu
dapat berkenaan dengan kemampuan belajar (kognitif), keterampilan yang
diperoleh (motorik), atau kesesuaian sikap yang diinginkan (afektif). Informasi
ini akan diolah berdasarkan mekanisme tertentu untuk sampai pada keputusan
yang mendeskripsikan suatu objek tersebut. Informasi ini akan diolah
berdasarkan mekanisme tertentu untuk sampai pada keputusan yang
mendeskripsikan suatu objek tersebut.
2. Tujuan Penilaian dan penilaian dalam bimbingan konseling
a. Tujuan Penilaian
Untuk mengetahui keberhasilan ataupun efektifitas suatu usaha
perlu dilakukan penilaian. Penilaian ini dilakukan melalui kegiatan
pengungkapan dan hasil pengungkapan itu dipakai untuk
memperkirakan sejauh mana usaha tersebut mencapai tujuan yang
diharapkan ataupun menimbulkan dampak tertentu terhadap objek
yang menjadi focus usaha yang dimaksud itu.
Jika berdasarkan pada aspek atau ranah belajar, tujuan penilaian
adalah menilai aspek belajar peserta didik secara menyeluruh, yaitu
menilai aspek sikap, pengetahuan dan keterampilan. Berdasarkan
Permendikbud Nomor 23 Tahun 2016, tujuan penilaian dapat dilihat
dari pelaksanaannya. Ada penilaian yang dilakukan pendidik, penilaian
dilakukan oleh satuan pendidikan, dan penilaian oleh pemerintah.
Dalam ranah pendidik, penilaian dilakukan kepada peserta didik,
baik dilakukan dengan mengevaluasi proses belajar, melihat kemauan
belajar, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara
berkesinambungan. Salah satu bentuk tercapainya kelulusan bagi
peserta didik dalam pendidikannya mengacu pada Standar Kompetensi
Kelulusan (SKL), hal inilah yang menjadi alat pengukur keberhasilan
peserta didik dalam pendidikannya.
Dalam bimbingan konseling, khususnya di sekolah yang terlaksana
melalui tujuh jenis layanan perlu dinilai hasil-hasilnya. Dengan
penilaian ini akan dapat diketahui apakah layanan bimbingan konseling
tersebut efektif dan membawakan dampak positif terhadap peserta
didik yang telah diberikan layanan.
b. Penilaian dalam bimbingan dan konseling
1) Hasil layanan bimbingan konseling perlu dinilai untuk mengetahui
efektifitas layanan dan dampak positif yang diperoleh siswa yang
dilayani.
2) Fokus penilaian hasil layanan adalah diperolehnya pemahaman baru,
berkembangnya perasaan positif, dan rencana kegiatana yang akan
dilaksanakan pasca layanan demi terentasnya masalah sampai tuntas.
3) Penilaian hasil layanan meliputi tiga jenis, yaitu penilaian segera,
penilaian jangka pendek, dan penilaian jangka panjang, yang masing-
masing dilaksanakan melalui format lisan maupun tulisan.
4) Selain penilaian hasil layanan, penilaian proses juga perlu
dilaksanakan yang hasilnya dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas
proses layanan tersebut.
5) Pada kegiatan kontak langsung guru pembimbing membuat penilaian
yang dapat menjadi sajian utama laporan individu.
c. Fungsi Penilaian dalam Bimbingan Konseling
1) Memberi umpan balik kepada guru pembimbing untuk
memperbaiki atau mengembangkan program bimbingan dan
konseling
2) Memberikan informasi kepada pimpinan sekolah, guru mata
pelajaran, dan orang tua siswa tentang perkembangan siswa agar
secara bersinergi atau berkolaborasi meningkatkan kualitas
implementasi program bimbingan dan konseling di sekolah.
d. Tahap-tahap penilaian hasil kegiatan bimbingan dan konseling:
1) Penilaian segera (LAISEG)
Penilaian ini bisa dilakukan secara lisan maupun tulisan kepada
peserta didik. Pelaksanaan penilaian segera ini dilakukan ketika
berakhirnya sesi pemberian layanan yang telah dilaksanakan oleh
guru pembimbing, hal ini dilakukan untuk mengetahui perolehan
siswa yang dilayani. Guru pembimbing melakukan penilaian ini
juga bertujuan untuk melihat AKUR (Acuan, Kompetensi, Usaha,
dan Rasa) peserta didik segera setelah mengikuti pelaksanaan
pembelajaran dalam layanan bimbingan konseling
2) Penilaian jangka pendek (LAIJAPEN)
Penilaian ini dilakukan dalam waktu tertentu, biasanya
berdurasi satu minggu hingga satu bulan, setelah satu jenis layanan
yang diberikan kepada peserta didik, hal ini dilakukan untuk
mengetahui dampak layanan/ kegiatan terhadap siswa. Laijapen
biasanya dilakukan guru pembimbing untuk melihat apakah action
yang direncanakan siswa asuh untuk dilakukan setelah mengikuti
kegiatan bimbingan konseling betul-betul sudah dilakukan. Hal ini
dilakukan setelah 3 hari hingga satu minggu pasca pelayanan yang
telah diberikan, dan tidak boleh terlalu lama.

3) Penilaian jangka panjang (LAIJAPANG)


Penilaian dalam waktu tertentu, biasanya berdurasi satu bulan
hingga satu semester setelah satu atau beberapa layanan yang
diberikan untuk mengetahui lebih jauh dampak layanan terhadap
peserta didik yang bersangkutan dan arah tindak lanjut. Laijapang
juga biasanya dilakukan oleh guru pembimbing untuk melihat
apakah action yang telah dilakukan peserta didik setelah mengikuti
program pelayanan bimbingan konseling sesuai dengan rencana
dapat memberikan hasil yang positif terhadapnya. Dapat juga
dilihat bagaimana keberlanjutannya pada masa datang.
e. Asas-asas penilaian
Merujuk kepada lampiran Permendiknas No. 20 Poin B tentang
prinsip penilaian hasil belajar maka asas yang diperhatikan dalam
menyusun mekanisme dan prosedur penilaian bimbingan konseling
hendaknya didasarkan pada asas-asas sebagai berikut:
1) Sahih, berarti penilaian didasarkan pada data yang mencerminkan
kemampuan yang diukur.
2) Objektif, penilaian didasarkan pada prosedur dan kriteria yang
jelas, tidak dipengaruhi subjektivitas penilai.
3) Adil, berarti penilai tidak menguntungkan atau merugikan peserta
didik karena kebutuhan khusus serta perbedaan latar belakang
agama, suku, budaya, adat istiadat, status social ekonomi, dan
gender.
4) Terpadu, berarti penilaian oleh pendidik merupakan salah satu
komponen, yang tidak terpisahkan dari kegiatan pembelajaran.
5) Terbuka, berarti prosedur penilaian, kriteria penilaian, dan dasar
pengambilan keputusan dapat diketahui oleh pihak yang
berkepentingan.
6) Menyeluruh dan berkesinambungan, berarti penilaian pendidik
oleh pendidik mencakup semua aspek kompetensi dengan
menggunakan berbagai teknik penilaian yang sesuai, untuk
membantu perkembangan kemampuan peserta didik.
7) Sistematis, berarti penilaian dilakukan secara berencana dan
bertahap dengan mengikuti langkah-langkah baku.
8) Beracuan kriteria, berarti penilaian didasarkan pada ukuran
pencapaian kompetensi yang ditetapkan.
9) Akuntabel, berarti penilaian dapat dipertanggung jawabkan baik
dari segi teknik, prosedur dan hasilnya. Keberhasilan proses
pelayanan bimbingan dan konseling perlu disampaikan kepada
pihak-pihak yang terkait dengan pendidikan sebagai laporan
pertanggungjawaban (accountability). Pihak-pihak tersebut antara
lain: orangtua siswa, masyarakat, calon pemakai lulusan, sekolah,
dan pemerintah. Pihak-pihak tersebut perlu mengetahui keadaan
atau tingkat kemajuan belajar siswa atau lulusan agar dapat
dipertimbangkan pemanfaatan atau tindak lanjutnya.
D. Evaluasi
1. Definisi Evaluasi Bimbingan Konseling
Kegiatan untuk mengukur keberhasilan suatu program dikenal sebagai
evaluasi program. Secara implisit batasan tersebut mengisyaratkan program
sebagai kumpulan metode, keterampilan dan keperluan yang diperlukan untuk
menetapkan apakah suatu layanan kemanusiaan diperlukan dan kemungkinan
besar dimanfaatkan sesuai dengan kebutuhan yang telah diidentifikasi, dan
yang sudah direncanakan ( Fitri Artanti, 2007:21). Evaluasi program adalah
suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dengan sengaja untuk melihat tingkat
keberhasilan suatu program(Suharsimi Arikunto, 2004). Melakukan evaluasi
program adalah kegiatan yang dimaksudkan untuk mengetahui seberapa tinggi
tingkat keberhasilan dari kegiatan yang direncanakan. Evaluasi program
biasanya dilakukan untuk kepentingan pengambil kebijakaan untuk
menentukan kebijakan selanjutnya. Sedangkan menurut Sink (2005), evaluasi
program BK dapat membantu konselor untuk menentukan layanan-layanan
mana yang member dampak positif kepada para peserta didik dan
mengidentifikasi hambatan-hambatan yang mengganggu kesuksesan peserta
didik, serta menuntun konselor dalam merancang layanan-layanan yang efektif
bagi peserta didik mereka. Dengan melalui evaluasi program, langkah evaluasi
bukan hanya dilakukan serampangan saja tetapi sitematis, rinci, dan
menggunakan prosedur yang sudah diuji secara cermat. Dengan menggunakan
metode-metode tertentu maka kan diperoleh data yang handal dan dapat
dipercaya. Penentuan kebijakan akan tepat apabila data yang digunakan
sebagai dasar pertimbangan tersebut benar, akurat, dan lengkap. Menurut
Rahman, F. (2012) ada empat macam kebijakan lanjutan yang mungkin
diambil setelah evaluasi program dilakukan, yaitu sebagai berikut : 1)
Kegiatan tersebut dilanjutkan karena data yang terkumpul diketahui bahwa
program ini sangat bermanfaat dan dapat dilaksanakan dengan lancar tanpa
hambatan sehingga kualitas pencapaian tujuannya tinggi. 2) Kegiatan tersebut
dilanjutkan dengan penyempurnaan karena dari data yang terkumpul diketahui
bahwa hasil program sangat bermanfaat tetapi pelaksanaannya kurang lancar
atau kualitas pencapaian kurang tinggi. Yang perlu mendapat perhatian untuk
kebijakan berikutnya adalah cara atau proses kegiatan pencapaian tujuan. 3)
Kegiatan tersebut dimodifikasi karena data yang terkumpul dapat diketahui
bahwa kemanfaatan hasil program tinggi sehingga perlu disusun lagi
perencaan secara lebih baik. Dalam hal ini mungkin tujuan yang perlu dirubah.
4) Kegiatan tersebut tiak dapat lagi dilanjutkan (dengan kata lain dihentikan)
karena dari data yang terkumpul diketahui bahwa hasil program yang
dikumpul diketahui kurang bermanfaat, ditambah lagi di dalam pelaksanaan
sangat banyak hambatan.
2. Kriteria Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling
Penetapan kriteria relevan sebagai patokan dalam evaluasi program
pelayanan bimbingan dan konseling di sekolah merupakan persoalan yang
belum terpecahkan secara tuntas. Shertzers and Stone (Winkel & Sri Hastuti,
2004) menyebutkan sejumlah ciri yang melekat pada pelayanan bimbingan
dan konseling yang baik, namun ciri-ciri itu masih bersifat subjektif, dalam
arti bersumber pada pandangan, pendapat, dan penafsiran oleh ahli bimbingan
sendiri. Winkel & Sri Hastuti (2004) menyarankan, evaluasi terhadap
efektivitas pelayanan bimbingan dan konseling lebih valid dan reliabel jika
pelaksanaan evaluasinya mendasarkan diri pada kriteria internal, antara lain
yaitu : (1) pelayanan bimbingan disusun dengan bersumber pada kebutuhan-
kebutuhan peserta didik yang nyata dan realistis berdasar pada needs
assessment; (2) sifat-sifat bimbingan yang menonjol adalah preventif dan
developmental; (3) seluruh kegiatan bimbingan diarahkan untuk mencapai
tujuan-tujuan tertentu yang telah dirumuskan bersama seluruh tenaga pendidik
dan orang tua berdasarkan suatu studi yang mendalam; (4) terdapat
keseimbangan yang wajar antara layanan-layanan bimbingan, dengan
mengingat kebutuhan objektif peserta didik manakah yang sebaiknya dilayani
melalui layanan bimbingan tertentu; (5) para konselor sekolah dan para peserta
didik saling mengenal dan peserta didik menggunakan berbagai layanan
bimbingan . Gendon Barus (2010) mengenalkan juga kriteria eksternal suatu
layanan bimbingan dikatakan baik, jika ; (1) terdapat sekurang-kurangnya
seorang tenaga ahli bimbingan (konselor sekolah) untuk melayani 250-300
orang peserta memadai dalam hal pendidikan prajabatan di bidang bimbingan
dan konseling; (3) terselenggaranya system kartu pribadi (cumulative record)
yang memuat himpunan data yang relevan untuk setiap peserta didik, yang
dikelola dengan baik, dan digunakan secara aktual dalam memberikan
bimbingan kepada peserta didik; (4) terdapat banyak sumber informasi
pendidikan dan karir yang lengkap, mudah diakses, dan secara berkala
diperbaharui; (5) tersedia dukungan sarana material dan teknis yang memadai;
(6) pelayanan bimbingan menjangkau seluruh populasi peserta didik; (7)
terdapat suatu rencana pelayanan bimbingan dan konseling yang jelas,
terstruktur, dan tertulis sebagai suatu pegangan semua pihak pelaksana.
3. Fase dalam evaluasi Bimbingan konseling
Menurut Putri, A. E. (2019) konselor dapat mengadakan evaluasi
terhadap pelaksanaan program bimbingan dan konseling di sekolah melalui
prosedur sebagai berikut:
a. Fase Persiapan: Fase persiapan terdiri dari kegiatan penyusunan kisi-kisi
evaluasi. Dalam kegiatan ini diperlukan beberapa langkah yang harus dilalui
antara lain:
1) Langkah pertama, penetapan aspek-aspek yang di evaluasi adalah: a)
Penentuan dan perumusan masalah yang hendak dipecahkan atau tujuan yang
akan dicapai b) Program kegiatan bimbingan c) Personel atau ketenagaan d)
Fasilitas teknik dan administrasi bimbingan e) Pembiayaan f) Partisipasi
personel g) Proses kegiatan h) Akibat sampingan.
2) Langkah kedua, penetapan kriteria keberhasilan evaluasi. Misal, bila
proses aspek kegiatan yang akan dievaluasi maka kriteria yang dapat
dievaluasi ditinjau dari lingkungan bimbingan, sarana yang ada, dan situasi
daerah.
3) Langkah ketiga, penetapan alat-alat atau instrumen evaluasi. Misal, aspek
proses kegiatan yang hendak dievaluasi dengan kriteria langkah kedua, maka
instrumen yang harus digunakan adalah check list, observasi kegiatan, tes
situasi, wawancara, dan angket.
4) Langkah keempat, penetapan prosedur evaluasi. Seperti contoh pada
langkah kedua dan ketiga, maka prosedur evaluasinya melalui penelaahan,
kegiatan, penelaahan hasil kerja, konferensi kasus, dan lokakarya.
5) Langkah kelima, penetapan tim penilaian atau evaluasi. Berkaitan dengan
contoh sebelumnya, maka yang harus menjadi evaluator dalam penilaian
proses kegiatan ialah ketua bimbingan dan koneling, kepala sekolah, tim
bimbingan dan konseling dan konselor.
b. Fase persiapan alat atau instrumen evaluasi Dalam fase kedua ini,
dilakukan kegiatan-kegiatan seperti berikut:
1) Memilih alat-alat atau instrumen evaluasi yang ada atau menyusun dan
mengembangkan alat-alat evaluasi yang diperlukan. 2) Penggandaan alat-alat
instrumen evaluasi yang akan digunaan.
c. Fase pelaksanaan kegiatan evaluasi. Dalam fase pelaksanaan evaluasi ini,
evaluator melalui kegiatan, yaitu persiapan pelaksanaan kegiatan evaluasi dan
melaksanakan kegiatan evaluasi sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan.
d. Fase menganalisis hasil evaluasi Dalam fase analisis hasil evaluasi dan
pengolahan data hasil evaluasi ini dilakukan dengan mengacu pada jenis
datanya. Data-data tersebut, diantaranya tabulasi data dan analisis hasil
pengumpulan data melalui statitik atau nonstatistik.
e. Fase penafsiran atau interpretasi dan pelaporan hasil evaluasi Pada fase ini,
dilakukan kegiatan membandingkan hasil analisis data dengan kinerja
penilaian keberhasilan, kemudian diinterpretasikan dengan menggunnakan
kode kode tertentu, untuk kemudian dilaporkan serta digunakan dalam rangka
perbaikan atau pengembangan program layanan bimbingan konseling.
BAB III
Penutup

A. Kesimpulan
Pengukuran, penilaian/assessment, dan evaluasi, merupakan istilah-istilah
yang saling berkaitan. Pengukuran adalah penentuan besaran, dimensi, atau
kapasitas dalam bentuk kuantitatif, biasanya terhadap suatu standar atau
satuan pengukuran, sedangkan penilaian adalah proses menentukan nilai
suatu obyek dengan menggunakan ukuran atau kriteria tertentu yang
berbentuk kualitatif. Evaluasi merupakan proses menggambarkan,
memperoleh, dan menyajikan informasi yang berguna untuk merumuskan
suatu alternatif keputusan.
Oleh karena itu untuk melakukan suatu evaluasi maka kita harus mengetahui
apa saja tujuan dari evaluasi, baik tujuan secara umum ataupun khusus. Kita
juga harus mengetahui fungsi, manfaat serta prinsip evaluasi, serta
persamaan dan perbedaannya agar evaluasi Bimbingan dan Konseling yang
mencakup pengukuran dan penilaian bisa berjalan dengan baik dan benar.
Semuanya itu sebagai satu kesatuan yang akan menentukan kualitas
pelayanan Bimbingan dan Konseling.

B. Saran
Kepada pembaca agar terus meningkatkan kompetensi dan kapasitas diri
yang berkaitan dengan bidang bimbingan dan konseling pada umumnya
serta pengukuran dan penilaian pada khususnya.
Kepustakaan:
Jading, Abadi, dkk. 2020. Buku Ajar Pengukuran dan Instrumentasi. Yogyakarta: CV.
Budi Utama
Kusaeri dan Suprananto. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Yogyakarta:
Graha Ilmu.

Sukardi, D. K. (2008). Pengantar Pelaksanaan Program Bimbingan dan Konseling di


Sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Saputra, W. N. E. (2015). Evaluasi Program Konseling di SMP Kota Malang:


Discrepancy Model. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Konseling: Jurnal
Kajian Psikologi Pendidikan dan Bimbingan Konseling, 1(2), 180–187.

Diniaty, A. (2012). Evaluasi Bimbingan dan Konseling. Pekanbaru: Zanafa


Publishing.

Mashudi, F. (2015). Pedoman Lengkap Evaluasi dan Supervisi Bimbingan dan


Konseling. Yogyakarta: Diva Press.

Kusainun, N. (2020). Analisis Standar Penilaian Pendidikan di Indonesia. JP (Jurnal


Pendidikan): Teori dan Praktik, 5(1).

Saputra, I. (2022). Penilaian Bk di Sekolah dan Implikasi Pengelolaannya.


Education & Learning, 2(2), 58-63.

Anjar, T. (2012). Penilaian Bimbingan Konseling di Sekolah dan Implikasi


Pengelolaannya. Guidena: Jurnal Ilmu Pendidikan, Psikologi, Bimbingan dan
Konseling, 2(1), 33-42.
Rahman, F. (2012). Modul ajar Pengembangan dan evaluasi program bk. Yogyakarta:
Universitas Yogyakarta.
Putri, A. E. (2019). Evaluasi Program Bimbingan dan Konseling: Sebuah Studi
Pustaka. Jurnal bimbingan konseling indonesia, 4(2), 39-42.

Anda mungkin juga menyukai