Anda di halaman 1dari 14

ASESMEN BK DALAM KONTEKS PENDIDIKAN

MAKALAH

Konsep Dasar Asesmen BK Dalam Konteks Pendidikan

Ditulis sebagai syarat untuk mata kuliah Asesmen Bk dalam Konteks Pendidikan

Program Studi Bimbingan dan Konseling Pendidikan Islam

Oleh:

Indri Syarifah NIM. 212052011


Tisna Susanti NIM. 212052020

Dosen Pengampu :
Dr. Wahidah Fitriani, S.Psi., MA

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELING PENDIDIKAN ISLAM


PROGRAM STUDI PASCA SARJANA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2022
KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirobillalamin puji syukur ke hadiran Allah SWT berkat rahmat dan


karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Shalawat dan salam senantiasa
dicurahkan kepada pemimpin umat sedunia yakni Nabi Muhammad SAW sebagai uswatun
hasanah dan pembawa kabar gembira bagi umat manusia di seluruh dunia.
Terimakasih kepada dosen pengampu mata kuliah Ibu Dr. Wahidah Fitriani, S.Psi,
MA dan teman-teman yang telah memberikan dukungan dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab
itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dengan harapan makalah
ini bisa bermanfaat bagi penulis dan pembaca lainnya. Amiin yarobbal’alamin.
BAB I
PENDAHULUAN

Asesmen memainkan peran dominan dalam Bimbingan Konseling.


Assessment merupakan salah satu kegiatan pengukuran. Dalam konteks bimbingan
dan konseling, assessment yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus
dilakukan konselor sebelum, selama dan setelah konseling tersebut dilaksanakan/
berlangsung. Assessment merupakan salah satu bagian terpenting dalam seluruh
kegiatan yang ada dalam konseling (baik konseling kelompok maupun konseling
individual). Karena itulah assessment dalam bimbingan dan konseling merupakan
bagian yang terintegral dengan proses terapi maupun semua kegiatan bimbingan dan
konseling itu sendiri.
Assessment merupakan kegiatan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan/
kompetensi yang dimiliki oleh konseli dalam memecahkan masalah. Assessment yang
dikembangkan adalah assessment yang baku dan meliputi beberapa aspek yaitu
kognitif, afektif, dan psikomotor dalam kompetensi dengan menggunakan indikator-
indikator yang ditetapkan dan dikembangkan konselor. Assessment yang diberikan
kepada konseli merupakan pengembangan dari area kompetensi dasar pada diri
konseli yang akan dinilai, yang kemudian akan dijabarkan dalam bentuk indikator-
indikator. Pada umumnya assessment bimbingan dan konseling dapat dilakukan
dalam bentuk laporan diri, performance test, tes psikologis, observasi, wawancara,
dan sebagainya.
Konselor dapat menggunakan assesmen pada awal, pertengahan dan akhir
konseling. Tujuan pelaksanaan asesmen ini sebagai alat ukur bagi Guru BK dalam
pelaksanaan layanan Bimbingan Konseling itu sendiri. Maka perlu kita memahami
konsep assesmen ini dengan baik sebelum melakukan Pelayanan Bimbingan dan
Konseling.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Asesmen

Assessment is an umbrella trem for the evaluation methods counselors use to


better understand characte ristics of people, plece and thing ( Hays, Danica G 2013 ).
Pernyataan ini menjelaskan bahwa penilaian ( asesmen ) merupakan istilah umum untuk
metode evaluasi oleh seorang konselor yang digunakan untuk lebih memahami
karakteristik individu, tempat dan hal-hal. Untuk sebagai besar tujuan, penilaian dapat
dikonseptualisasikan dalam hal pemecahan masalah.

Lebih lanjut dalam The Standards for Educational and Psychological Testing
(American Educational Research Association/AERA), American Psychological
Association (APA) & National Council on measurement in Education (NCME ), 1999)
menejelaskan defenisi asesmen sebagai suatu metode sistematis untuk memperoleh
informasi dari tes dan sumber-sumber lain dan digunakan untuk mengambarkan
kesimpulan tentang karakteristik orang, benda, atau program. Metode sistematis tersebut
meliputi tes-tes terstandar, rating scale, observasi, wawancara, teknik klasifikasi dan
catatan-catan, dan sebagainya.

Ragam instrumen asesmen ini dapat digunakan sebagai sarana untuk memperoleh
data tentang konseli menurut anastasi dan urbina ( 1997), asesmen didefenisikan sebagai
suatu pengukuran dari sampel perilaku yang objektif dan terstandar. Cronbach (1990),
menyatakan hal yang sama bahwa asesmen merupakan suatu prosedur sistematik untuk
mengobservasi dan mendeskripsikan perilaku ( sampel perilaku ) dengan menggunakan
skala numerik atau kategori yang ditetapkan ( dalam Hays. Danica G, 2013). Data
asesmen memberikan informasi-informasi tentang aspek sosial individu, pendidikan, karir
dan riwayat psikologi individu).

Asesmen merupakan salah satu kegiatan pengukuran. Dalam konteks bimbingan


konseling, asesmen yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus dilakukan konselor
sebelum, selama, dan setelah konseling tersebut dilaksanakan/ berlangsung (Ratna
Widiastuti, 2010). Asesmen merupakan salah satu bagian terpenting dalam seluruh
kegiatan yang ada dalam konseling. Karena itulah asesmen dalam bimbingan dan
konseling merupakan bagian yang terintegral dengan proses terapi maupun semua
kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri. Asesmen dilakukan untuk menggali
dinamika dan faktor penentu yang mendasari munculnya masalah. Hal ini sesuai dengan
tujuan asesmen dalam bimbingan dan konseling, yaitu mengumpulkan informasi yang
memungkinkan bagi konselor untuk menentukan masalah dan memahami latar belakang
serta situasi yang ada pada masalah klien. Asesmen yang dilakukan sebelum, selama dan
setelah konseling berlangsung dapat memberi informasi yang dapat digunakan untuk
memecahkan masalah yang dihadapi klien. Dalam prakteknya, asesmen dapat digunakan
sebagai alat untuk menilai keberhasilan sebuah konseling, namun juga dapat digunakan
sebagai sebuah terapi untuk menyelesaikan masalah klien.

Asesmen merupakan kegiatan untuk mengukur seberapa jauh kemampuan/


kompetensi yang dimiliki oleh klien dalam memecahkan masalah. Asesmen yang
dikembangkan adalah asesmen yang baku dan meliputi beberapa aspek yaitu kognitif,
afektif, dan psikomotor dalam kompetensi dengan menggunakan indikator-indikator yang
ditetapkan dan dikembangkan oleh Guru BK/ Konselor sekolah. Asesmen yang diberikan
kepada klien merupakan pengembangan dari area kompetensi dasar pada diri klien yang
akan dinilai, yang kemudian akan dijabarkan dalam bentuk indikator-indikator. Pada
umumnya asesmen bimbingan konseling dapat dilakukan dalam bentuk laporan diri,
performance test, tes psikologis, observasi, wawancara, dan sebagainya.

Asesmen memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan perencanaan dan


pelaksanaan model-model pendekatan konseling. Jika kedua komponen tersebut didesain
dengan pendekatan “client centered” atau “bottom up”, asesmen akan mengarah pada
inovasi. Hal ini memiliki makna bahwa asesmen tidak hanya berorientasi pada hasil/
produk akhir, tetapi justru akan lebih terfokus pada proses konseling, yaitu mulai dari
membuka konseling sampai dengan mengakhiri konseling; atau setidak-tidaknya akan ada
keseimbangan antara proses konseling dengan hasil konseling. Dengan demikian asesmen
akan benar-benar bisa memenuhi kriteria objektivitas dan keadilan, sehingga keputusan
yang akan diambil oleh klien dapat benar-benar sesuai dengan kemampuan diri klien itu
sendiri.

Hood & Johnson (1993) menjelaskan ruang lingkup dalam asesmen (assesment
need areas) dalam bimbingan dan konseling ada lima, yaitu:

1. Systems assessment, yaitu asesmen yang dilakukan untuk mendapatkan informasi


mengenai status dari suatu sistem, yang membedakan antara apa ini (what is it) dengan
apa yang diinginkan (what is desired) sesuai dengan kebutuhan dan hasil konseling;
serta tujuan yang sudah dituliskan/ ditetapkan atau outcome yang diharapkan dalam
konseling.

2. Program planning, yaitu perencanaan program untuk memperoleh informasi-informasi


yang dapat digunakan untuk membuat keputusan dan untuk menyeleksi bagian–bagian
program yang efektif dalam pertemuan-pertemuan antara konselor dengan klien; untuk
mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus pada tahap pertama. Di sinilah muncul
fungsi evaluator dalam asesmen, yang memberikan informasi-informasi nyata yang
potensial. Hal inilah yang kemudian membuat asesmen menjadi efektif, yang dapat
membuat klien mampu membedakan latihan yang dilakukan pada saat konseling dan
penerapannya di kehidupan nyata dimana klien harus membuat suatu keputusan, atau
memilih alternatif-altenatif yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalahnya.

3. Program Implementation, yaitu bagaimana asesmen dilakukan untuk menilai


pelaksanaan program dengan memberikan informasi-informasi nyata; yang menjadikan
program-program tersebut dapat dinilai apakah sesuai dengan pedoman.

4. Program Improvement, dimana asesmen dapat digunakan dalam perbaikan program,


yaitu yang berkenaan dengan: (a) evaluasi terhadap informasi-informasi yang nyata, (b)
tujuan yang akan dicapai dalam program, (c) program-progam yang berhasil, dan (d)
informasi-informasi yang mempengaruhi proses pelaksanaan program-program yang
lain.

5. Program certification, yang merupakan akhir kegiatan. Menurut Center for the Study of
Evaluation (CSE), program sertifikasi adalah suatu evaluasi sumatif, hal ini
memberikan makna bahwa pada akhir kegiatan akan dilakukan evaluasi akhir sebagai
dasar untuk memberikan sertifikasi kepada klien. Dalam hal ini evaluator berfungsi
pemberi informasi mengenai hasil evaluasi yang akan digunakan sebagai dasar untuk
mengambil keputusan.
Berikut ini adalah langkah-langkah dalam melakukan asesmen:

1. Perencanaan

Aspek yang harus ada dalam perencanaan asesmen adalah:

a. Memilih fokus asesmen pada aspek tertentu dari diri klien


Salah satu penentu keberhasilan konseling adalah kemauan dan kemampuan
klien itu sendiri. Dalam konseling, keputusan akhir untuk pemecahan masalah yang
dihadapi ada pada diri klien. Konselor/ guru BK bukan pemberi nasihat, bukan
pengambil keputusan mengenai apa yang harus dilakukan klien dalam memecahkan
masalah yang dihadapinya. Klien diharapkan mampu memunculkan ide-ide
pemecahan masalah, dan klien memiliki keberanian serta kemampuan untuk
mengambil keputusan, mampu memahami diri sendiri, dan mampu menerima dirinya
sendiri. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka konselor menentukan akan melakukan
asesmen dengan memfokuskan pada salah satu aspek dalam diri klien saja.

b. Memilih instrumen yang akan digunakan.

Instrumen yang dapat digunakan dalam asesmen seperti tes psikologis,


observasi, inventori, dan sebagainya. Tetapi untuk menentukan instrumen sangat
tergantung pada aspek apa yang akan diasesmen. Contoh yang akan dilihat kerjasama
klien dalam konseling, maka instrumen dapat menggunakan checklist, tetapi jika ingin
memfokuskan asesmen tentang kemampuan klien dalam memecahkan masalah, maka
digunakan tes psikologis.Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam memilih instrumen
dalam asesmen diantaranya yaitu: (1) kemampuan guru BK sendiri, (2) kewenangan
guru BK (baik dalam mengadministrasikan maupun dalam interpretasi hasilnya), (3)
ketersediaan instrumen, (4) waktu yang tersedia, dan (5) dana yang tersedia.

c. Penetapan waktu

Penetapan waktu ini sangat erat berhubungan dengan persiapan pelaksanaan


asesmen. Persiapan akan banyak menentukan keberhasilan suatu asesmen, misalnya
mempersiapkan instrumen, tempat, dan peralatan lain yang diperlukan dalam
pelaksanaan asesmen. Apalagi jika pelaksana asesmen tersebut bukan guru BK itu
sendiri, misalnya karena instrumen yang digunakan untuk asesmen adalah tes
psikologis (tes intelegensi, inventori kepribadian, tes minat jabatan, dan sebagainya).
Dalam hal ini apabila guru BK tidak memiliki kewenangan, maka guru BK dapat
minta bantuan orang yang memiliki kewenangan, misalnya psikolog atau orang yang
telah memiliki sertifikasi yang memberikan kewenangan untuk mengadministrasikan
tes dimaksud.

d. Validitas dan reliabilitas


Apabila instrumen yang kita gunakan adalah buatan sendiri atau
dikembangkan sendiri, maka instrumen itu perlu diuji validitas dan reliabilitasnya.
Karena validitas dan reliabilitas merupakan suatu syarat mutlak suatu instrumen
asesmen. Namun apabila kita menggunakan instrumen yang sudah terstandar, kita
tidak perlu mencari validitas dan reliabilitas karena instrumen tersebut sudah jelas
memenuhi persyaratan sebagai suatu instrumen.

2. Pelaksanaan

Dalam pelaksanaan asesment perlu diketahui manual yang jelas. Manual suatu
instrumen biasanya memuat: (a) cara mengerjakan, (b) waktu yang digunakan untuk
mengerjakan asesmen, (c) kunci jawaban, (d) cara analisis, dan (e) interpretasi.

3. Analisis data

analisis terhadap data yang diperoleh melalui instrumen yang digunakan untuk
mengambil data merupakan langkah yang diakukan berikutnya. Analisis dilakukan dengan
mengikuti petunjuk yang ada dalam manual masing-masing instrumen. Metode analisis
data dalam asesmen konseling sangat tergantung data yang diperoleh. Misal data yang
diperoleh berbentuk kualitatif atau data kuantitatif.

4. Interpretasi data

Interpretasi diartikan sebagai upaya mengatur dan menilai fakta, menafsirkan


pandangan, dan merumuskan kesimpulan yang mendukung. Penafsiran harus dirumuskan
dengan hati-hati, jujur, dan terbuka

5. Tindak lanjut

Tindak lanjut adalah menindak lanjuti hasil asesmen atau penggunaan hasil
asesmen dalam konseling. Beberapa kegiatan tindak lanjut diantaranya adalah apakah
konselee perlu melakukan konseling yang memfokuskan pada aspek yang berbeda lainnya,
apakah klien perlu mendapatkan tritmen tertentu, atau bahkan bisa jadi konselee perlu
mendapatkan rujukan (refferal) kepada pihak ketiga.

Menilai atau melakukan assessment merupakan bagian yang sangat penting dan
strategis dari konseling. Assessment mempunyai multifungsi dalam proses konseling,
diantaranya dapat melaksanakan pendekatan yang sistematik untuk memperoleh dan
mengorganisasikan informasi yang relevan tentang konseli. Mengidentifikasikan
peristiwa-peristiwa apa yang memberikan kontribusi pada timbulnya masalah konseli.

Pelaksanaan assessment merupakan hal yang penting dan harus dilakukan dengan
berhati-hati sesuai dengan kaidahnya. Kesalahan dalam mengidentifikasi masalah karena
assessment yang tidak memadai akan menyebabkan treatment gagal; atau bahkan dapat
memicu munculnya konsekuensi dari treatment yang merugikan diri konseli. Meskipun
menjadi dasar dalam melakukan treatment pada konseli, tidak berarti konselor harus
menilai (to assess) semua latar belakang dan situasi yang dihadapi konseli pada saat itu
jika tidak perlu. Kadangkala konselor menemukan bahwa ternyata “hidup” konseli sangat
menarik. Namun demikian tidaklah efisien dan tidak etis untuk menggali semuanya
selama hal tersebut tidak relevan dengan treatment yang diberikan untuk mengatasi
masalah konseli. Karena itu, konselor perlu berpegang pada pedoman pertanyaan sebelum
melakukan assessment; yaitu “Apa saja yang perlu kuketahui mengenai konseli?”. Hal itu
berkaitan dengan apa saja yang relevan untuk mengembangkan intervensi atau treatment
yang efektif, efisien, dan berlangsung lama bagi konseli.

Assessment mempunyai kedudukan sebagai dasar penetapan program layanan


bimbingan dan konseling, hal ini dapat dilihat pada kerangka utuh bimbingan dan
konseling berikut ini:
B. Sejarah Asesmen BK
Asesmen dalam pelaksanaan konseling sangat penting peranannya. Melalui
asesmen pelaksanaan layanan konseling menjadi lebih berdaya guna. Jika dilihat dari
sejarah asesmen ini dalam Bimbingan Konseling tidak terlepas dari perkembangan
Bimbingan Konseling itu sendiri. Menurut Gibson (1981) Sejarah perkembangan
Bimbingan dan Konseling pada manusia terjadi ketika nabi Adam mendapat konsekuensi
akibat makan buah terlarang di Syurga sehingga terjadi pergolakan bathin. Bentuk
konselor primitif pada masa lalu diparktikkan oleh kepala suku, tabib, dukun, peramal
yang dianggap mampu untuk menenangkan hati, atau memberikan prediksi pada masa
depan, namun pada saat ini kegiatan ini hanya dilakukan berdasarkan pengalaman tanpa
adanya asesmen.
Seiring perkembangan zaman, akhirnya Bimbingan dan konseling menjadi suatu
keilmuan. Layanan bimbingan dan konseling merupakan bagian integral dari sistem
pendidikan Nasional yang mengacu pada pencapaian tujuan pendidikan Nasional. Menurut
Gibson, R.L. & Mitchel (2011) bimbingan dan konseling berkaitan dengan berbagai
disiplin ilmu lain sebagai fondasinya yang bersumber dari disiplin keilmuan psikologi,
seperti: psikologi pendidikan, psikologi sosial, psikologi ekologis, psikologi
perkembangan. Kontribusi ilmu psikologi meliputi teori dan proses konseling, asesmen
standar, teknik konseling individu dan kelompok, dan pengembangan karir serta teori-teori
pengambilan keputusan. Ilmu psikologi memiliki kontribusi yang besar terhadap bangunan
pengetahan keilmuan bimbingan dan konseling terutama dari bidang psikologi pendidikan
beserta kajiankajiannya tentang teori belajar, pertumbuhan dan perkembangan manusia
dan implikasinya bagi lingkup pendidikan.
Disiplin Ilmu Bimbingan dan Konseling adalah ilmu pengetahuan yang
menggunakan metode ilmiah dalam melahirkan berbagai teori dan praksis Bimbingan dan
Konseling. Subjek kajian utamanya adalah hakekat, aktivitas, dan komuinikasi antar
pribadi manusia yang berdimensi nilai filosofis, psikologis, sosiologis, antropologis, dan
budaya yang religious.
Dalam pelaksanaanya Bimbingan dan Konseling sangat membutuhkan asesmen.
Tanpa nya bantuan adasesmen data dan informasi yang dibutuhakan dalam membantu
pemecahan masalah klien tidak akan didapat dengan baik. Sehingga pelaksanaan layanan
konseling tidak akan berdaya guna untuk pencgahan dan pengentasan maslaah klien.
Asesmen itu sendiri merupakan metode yang sistematis untuk memperoleh informasi dari
tes atau sumber lain seperti tes yang terstandar, skala penilaian, observasi, wawancara,
teknik klasifikasi dan catatan catatan tentang konseli sehingga membantu guru BK dalam
memahami konseli yang dilayani.
Need Assesment adalah pekerjaan konselor yang utama dan pertama dalam
membuat Program BK. Sehingga Need Asessement menjadi kunci utama dalam
pengembangan Program BK selanjutnya. Dalam pelaksanaan suatu strategi konseling,
Need Assesment memegang peranan penting dalam pengimplementasian strategi
selanjutnya. Menurut Nursalim (2013) tahap-tahap umum dalam proses konseling
meliputi: Pembinaan Hubungan (Rapport), Asesmen Masalah, Perumusan Tujuan, Seleksi
Tujuan, Seleksi Strategi, Implementasi Strategi, Evaluasi dan Tindak Lanjut dan yang
terakhir adalah Terminasi. Jelas dipaparkan di atas bahwasannya tahapan asesmen
merupakan tahap yang sangat penting sebelum menentukan tujuan dalam proses
konseling.

C. Tujuan Asesmen BK dalam Konteks Pendidikan

Tujuan Guru Bk atau Konselor melakukan Asesmen adalah untuk mengumpulkan


informasi mengenai konseli, termasuk dalam hal ini adalah peserta didik di seklah.
Terdapat 4 ( Empat) Tujuan Umum dari Asesmen. Tujuan Yang di maksudkan Adalah
a. Screening
b. Identifikasi dan diagnosis
c. Perencaan intervensi
d. Kemajuan dan evaluasi hasil ( Bagby, Wild dan Turner, 2003: Erford, 2007: Sattler
dan Hoge, 2006 ).

Selanjutnya Lidz ( 2003) mendefenisikan tujuan pengukuran adalah untuk melihat


kondisi peserta didik saat itu. Hasil pengukuran digunakan sebagai bahan dalam
pemberian pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat.

Cormier dan Cormier dalam buku Konseling Profesi yang Menyeluruh karangan
Samuel T. Gladding, menyebutkan bahwa tujuan assessment ada enam yaitu:
1. Mendapatkan informasi tentang permasalahan yang dipaparkan oleh konseli dan
permasalahan lain yang terkait dengannya.
2. Mengenali variabel pengontrol dan pengkontribusian yang berhubungan dengan
permasalahan tersebut.
3. Menentukan apa tujuan/harapan konseli sebagai hasil dari konseling.
4. Mengumpulkan data dasar yang akan dibandingkan dengan data berikutnya guna
menilai dan mengevaluasi kemajuan konseli dan efek dari strategi treatment yang
digunakan.
5. Mendidik dan memotivasi konseli dengan membagi sudut pandang konselor mengenai
situasi tersebut, meningkatkan penerimaan konseli terhadap treatment dan
berkontribusi pada perubahan yang merupakan hasil dari terapi.
6. Menggunakan informasi yang didapat dari konseli untuk merencanakan cara dan strategi
perawatan yang efektif

Sumardi & Sunaryo (2006), menyebutkan tujuan pengukuran sebagai berikut.


1. Memperoleh data yang relevan, objektif, akurat dan komprehensif tentang kondisi
peserta didik saat ini.
2. Mengetahui Profil Peserta didik secara utuh terutama permasalahan dan hambatan
belajar yang dihadapi, potensi yang dimiliki, kebutuhan-kebutuhan khusunya, serta
daya dukung ligkungan yang dibutuhkkan peserta didik.
3. Menentukan layanan yang dibutuhkan dalam rangka memenuhi kebutuhan-kebutuhan
khususnya dan memonitor kemampuannya.

Hood & Johnson ( 1993 ) menjelaskan bahwa asesmen dalam bimbingan dan
konseling mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
a. Orientasi Masalah, Yaitu untuk membuat konseli mengenali dan menerima
permasalahan yang dihadapinya, tidak mengingkari bahwaia bermasalah.

b. Identifikasi masalah yaitu membantu baik bagi konselimaupun konselor dalam


mengetahui masalah yang dihadapi konseli secara mendetail
c. Memilih alternatif solusi dari berbagai alternatif penyelesaian masalah yang dapat
dilakukan oleh konseli
d. Pembuatan keputusan alternatif pemecahan masalah yang paling meguntungkan
dengan memperhatikan konsekuensi paling kecil dari beberapa alternatif tersebut
e. Verifikasi untuk menilai apakah konseling telah berjalan efektif dan telah mengurangi
beban masalah konseli atau belum.

Selain itu, asesmen digunakan pula untuk menentukan variabel pengontrol dalam
permasalahan yang dihadapi konseli, untuk memilih/ mengembangkan intervensi
terhadap area yang bermasalah, atau dengan kata lain menjadi dasar untuk mendesain
dan mengelola terapi, untuk membantu mengevaluasi intervensi, serta untuk
menyediakan informasi yang relevan untuk pertanyaan –pertanyaan yang muncul
untuk setiap face konseling.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Konselor dapat menggunakan assesmen pada awal, pertengahan dan akhir konseling.
Tujuan pelaksanaan asesmen ini sebagai alat ukur bagi Guru BK dalam pelaksanaan layanan
Bimbingan Konseling itu sendiri. Maka perlu kita memahami konsep assesmen ini dengan
baik sebelum melakukan Pelayanan Bimbingan dan Konseling.

B. Saran
Agar Layanan yang di berikan Maksimal Kepada Klien, Seorang Konselor di haruskan
Menggunakan Assesmen sebelum Melakukan Konseling.
DAFTAR REFERENSI

Departemen Pendidikan Nasional, Penataan Pendidikan Profesional Konselor dan


Layanan Bimbingan dan Konseling dalam Jalur Pendidikan Formal, (Bandung: UPI, 2008)

Hays, Danica G.2017. Assesment Counselling : Procedure and Proctices,


Virginia.United States: American Counselling Assosiation

Hood, A.B., & Johnson, R.W., 1993. Assessment in Counseling: a Guide to the Use
Psychological Assessment Procedures. American Counseling Assocition

Lahmuddin Lubis, 2011. Landasan Bimbingan dan Konseling di Indonesia, Bandung:


Citapustaka Media Perintis

Ratna Widiastuti. 2010. “Asessmen Intrumen Untuk Melakukan Asesmen dalam


Bimbingan dan Konseling”. (online),

Samuel T. Gladding, 2012. Konseling Profesi yang Menyeluruh, Jakarta: Indeksd


Aplication of Asessment in Counselling. Washinton: Cengange Learning
Wiston, Susan, C. 2016. Principles a

Anda mungkin juga menyukai