Anda di halaman 1dari 8

TUGAS 1

ASESMEN BK NON TES

‘’Konsep Dasar Asesmen Psikologi BK Non Tes’’

Dosen : Dr.Alizamar,M.pd,Kons

Oleh :

Nama : Sofia Amelia Litra

NIM : 18006328

JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2019
Konsep Dasar Asesmen Psikologi BK Non Tes

A.Bentuk dan Jenis Asesmen Psikologis BK Non-Tes

Asesmen merupakan salah satu kegiatan pengukuran. Dalam konteks bimbingan


konseling, asesmen yaitu mengukur suatu proses konseling yang harus dilakukan konselor
sebelum, selama, dan setelah konseling tersebut dilaksanakan/ berlangsung. Asesmen merupakan
salah satu bagian terpenting dalam seluruh kegiatan yang ada dalam konseling (baik konseling
kelompok maupun konseling individual). Karena itulah asesmen dalam bimbingan dan konseling
merupakan bagian yang terintegral dengan proses terapi maupun semua kegiatan bimbingan dan
konseling itu sendiri. Asesmen dilakukan untuk menggali dinamika dan faktor penentu yang
mendasari munculnya masalah Pada umumnya asesmen bimbingan konseling dapat dilakukan
dalam bentuk laporan diri, performance test, tes psikologis, observasi, wawancara, dan
sebagainya.

Hood & Johnson menjelaskan ada beberapa fungsi asesmen, diantaranya adalah untuk:
1. Menstimulasi klien maupun konselor mengenai berbagai isu permasalahan
2. Menjelaskan masalah yang senyatanya
3. Memberi alternatif solusi untuk masalah
4. Menyediakan metode untuk memperbandingkan alternatif sehingga dapat diambil keputusan
5. Memungkinkan evaluasi efektivitas konseling.

Hood & Johnson (1993) menjelaskan ruang lingkup dalam asesmen (assesment need
areas) dalam bimbingan dan konseling ada lima, yaitu:

1. Systems assessment, yaitu asesmen yang dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
status dari suatu sistem, yang membedakan antara apa ini (what is it) dengan apa yang diinginkan
(what is desired) sesuai dengan kebutuhan dan hasil konseling; serta tujuan yang sudah
dituliskan/ ditetapkan atau outcome yang diharapkan dalam konseling.
2. Program planning, yaitu perencanaan program untuk memperoleh informasi-informasi yang
dapat digunakan untuk membuat keputusan dan untuk menyeleksi bagian–bagian program yang
efektif dalam pertemuan-pertemuan antara konselor dengan klien; untuk mengidentifikasi
kebutuhan-kebutuhan khusus pada tahap pertama. Di sinilah muncul fungsi evaluator dalam
asesmen, yang memberikan informasi-informasi nyata yang potensial. Hal inilah yang kemudian
membuat asesmen menjadi efektif, yang dapat membuat klien mampu membedakan latihan yang
dilakukan pada saat konseling dan penerapannya di kehidupan nyata dimana klien harus
membuat suatu keputusan, atau memilih alternatifaltenatif yang dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalahnya.
3. Program Implementation, yaitu bagaimana asesmen dilakukan untuk menilai pelaksanaan
program dengan memberikan informasi-informasi nyata; yang menjadikan program-program
tersebut dapat dinilai apakah sesuai dengan pedoman.
4. Program Improvement, dimana asesmen dapat digunakan dalam dalam perbaikan program,
yaitu yang berkenaan dengan:
(a) evaluasi terhadap informasi-informasi yang nyata,
(b) tujuan yang akan dicapai dalam program,
(c) program-progam yang berhasil,
(d) informasi-informasi yang mempengaruhi proses pelaksanaan program-program yang
lain.
5. Program certification, yang merupakan akhir kegiatan. Menurut Center for the Study of
Evaluation (CSE), program sertifikasi adalah suatu evaluasi sumatif, hal ini memberikan makna
bahwa pada akhir kegiatan akan dilakukan evaluasi akhir sebagai dasar untuk memberikan
sertifikasi kepada klien. Dalam hal ini evaluator berfungsi pemberi informasi mengenai hasil
evaluasi yang akan digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan.

B.Tujuan Asesmen Psikologi BK Non Tes

Hood & Johnson (1993) menjelaskan bahwa asesmen dalam bimbingan dan konseling
mempunyai beberapa tujuan, yaitu:
1. Orientasi masalah, yaitu untuk membuat konselee mengenali dan menerima permasalahan
yang dihadapinya, tidak mengingkari bahwa ia bermasalah
2. Identifikasi masalah, yaitu membantu baik bagi konseli maupun konselor dalam mengetahui
masalah yang dihadapi konseli secara mendetil
3. Memilih alternatif solusi dari berbagai alternatif penyelesaian masalah yang dapat dilakukan
oleh konseli
4. Pembuatan keputusan alternatif pemecahan masalah yang paling menguntungkan dengan
memperhatikan konsekuensi paling kecil dari beberapa alternatif tersebut
5. Verifikasi untuk menilai apakah konseling telah berjalan efektif dan telah mengurangi beban
masalah konseli atau belum Selain itu, asesmen digunakan pula untuk menentukan variabel
pengontrol dalam permasalahan yang dihadapi konseli, untuk memilih/mengembangkan
intervensi terhadap area yang bermasalah, atau dengan kata lain menjadi dasar untuk mendesain
dan mengelola terapi, untuk membantu mengevaluasi intervensi, serta untuk menyediakan
informasi yang relevan untuk pertanyaan-pertanyaan yang muncul untuk setiap fase konseling.

Pada asesmen berbasis individu, asesmen dipakai untuk mengumpulkan informasi asli
atau autentik mengenai konseli sehingga diperoleh informasi menyeluruh tentang diri konseli
secara utuh, dan untuk memberikan penilaian yang objektif. Selain itu, secara terperinci asesmen
berbasis individu bertujuan untuk:
1. Mengembangkan cara konseli merespon (verbal dan/atau non verbal) pertanyaanpertanyaan
yang disampaikan oleh guru BK.
2. Melatih konseli untuk berpikir dalam upaya pemecahan masalah 3.
Membentuk kemandirian konselee dalam berbagai masalah atau membentuk individu menjadi
mandiri.
4. Melatih konseli mengemukakan apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan. melalui proses
konseling.
5. Membentuk individu yang terbuka dalam berbagai hal, termasuk membuka diri dalam
konseling
6. Membina kerjasama yang baik dalam memecahkan masalah yang dihadapi.
7. Membelajarkan konseli untuk menilai terhadap cara melaksanakan keputusannya secara
konsekuen.
C. Penggunaan Asesmen Psikologi BK non tes bagi guru,konselor ,wali kelas,orang tua dan
siswa

1.INSTRUMEN NONTES WAWANCARA


Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui komunikasi
langsung dengan individu yang diwawancara atau sumber data. Agar wawancara dapat
dilaksanakan secara efektif maka perlu direncanakan dan disusun secara sistematis.
Pewawancara atau interviewer (pembimbing akademik) mengajukan pertanyaan-pertanyaan
secara langsung tanpa perantara kepada individu yang diwawancarai atau interviewee
(mahasiswa) dan interwiewee memberikan jawaban langsung dari pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan oleh pewawancara. Pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dapat tentang diri mahasiswa
ataupun tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan mahasiswa.

2. JENIS-JENIS WAWANCARA
Jenis-jenis wawancara dapat dikelompokkan menurut responden dan menurut prosedur.
a. Wawancara menurut responden
Dapat dibedakan menjadi wawancara langsung dan wawancara tidak langsung. Wawancara
langsung dilakukan dengan berhadapan langsung dengan mahasiswa yang ingin diketahui data-
datanya.
b. Wawancara menurut prosedur
Dapat dibedakan menjadi wawancara terstruktur, tidak terstruktur dan kombinasi keduanya.
Wawancara terstruktur : ketika melakukan wawancara, pewawancara telah menyusun pedoman
wawancara dengan pertanyaan-pertanyaan secara terinci.
Wawancara tidak terstruktur : ketika melakukan wawancara, pewawancara menggunakan
pedoman wawancara yang berisi pokok-pokok pertanyaan saja, dan mengembangkan sendiri
pertanyaan-pertanyaan sesuai dengan data atau informasi yang diinginkan.
kombinasi : pewawancara dapat menggunakan sekaligus kedua jenis wawancara dengan tujuan
untuk mendapatkan data atau informasi yang maksimal dari individu.

4. PROSEDUR PELAKSANAAN WAWANCARA


Pelaksanaan wawancara hendaknya memperhatikan prosedur sebagai berikut:
Penyusunan Pedoman Wawancara
Pelaksanaan Wawancara
Analisis Hasil Wawancara
1. Penyusunan Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara perlu disusun agar proses wawancara dapat terarah dan data yang diperoleh
sesuai dengan tujuan yang diinginkan. Langkah penyusunan pedoman wawancara yaitu:
Menetapkan tujuan wawancara.
Menetapkan pertanyaan.
Membuat butir pertanyaan yang jelas agar mudah dipahami individu.
Pertanyaan harus fokus pada informasi yang diinginkan.
Pertanyaan jangan memiliki makna ganda.
Pertanyaan hendaknya tidak mengandung unsur SARA, dan sugestif.
Apabila bentuk wawancara terstruktur maka pertanyaan-pertanyaan harus disusun secara rinci,
dan bila tidak terstruktur dapat dituliskan pokok-pokok pertanyaannya saja.
2. Pelaksanaan Wawancara
Beberapa hal yang perlu diperhatikan sebelum wawancara dilakukan:
Menetapkan individu yang akan diwawancarai
Menetapkan jadwal dan tempat wawancara
Menghubungi individu yang akan diwawancarai
Melaksanakan wawancara
Melakukan verbal setting sebelum wawancara dilakukan dengan memberikan penjelasan tentang
tujuan wawancara, informasi apa yang dibutuhkan, lama wawancara dilakukan dan jaminan akan
adanya kerahasiaan .
Selama proses wawancara, pewawancara hendaknya mampu melakukan attending skill, mampu
bertanya dengan baik, mampu mendengar aktif dan mampu mencatat hasil wawancara dengan
lengkap.
Menutup wawancara dengan membuat kesimpulan hasil wawancara.
3. Analisis Hasil Wawancara
Hasil wawancara yang diperoleh segera dianalisis dengan mengikuti beberapa tahap di bawah
ini:
Mengidentifikasi dan mengelompok-kan jawaban individu berdasarkan pokok pikiran pada
pedoman wawancara dan pencapaian tujuan wawancara.
Menganalisis dan mensintesakan hasil jawaban individu sesuai dengan tujuan wawancara
Membuat kesimpulan berdasarkan hasil sintesis dari berbagai jawaban individu.
4. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN WAWANCARA
-. Kelebihan Wawancara
Pertanyaan-pertanyaan yang belum dipahami dapat segera diperjelas oleh pewawancara hingga
individu dapat memahami maksud pertanyaan tersebut dan memberikan jawaban yang sesuai
dengan pertanyaan.
Melalui tatap muka langsung, dapat memberikan peluang untuk terbinanya hubungan baik
diantara pewawancara dengan individu yang akan besar pengaruhnya bagi kelancaran
wawancara.
- Kekurangan Wawancara
Membutuhkan waktu dan tenaga untuk memperoleh data/informasi
Diperlukan keahlian dan pengalaman untuk dapat menjadi pewawancara, khususnya
pewawancara di bidang Bimbingan dan Konseling.
Hasil wawancara dapat bersifat subyektif apabila telah terbentuk prasangka.
Hasil wawancara sangat tergantung dengan keterampilan pewawancara dalam menggali,
mencatat dan menganalisa setiap jawaban individu.
1. INSTRUMEN NONTES OBSERVASI
Observasi atau pengamatan merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan secara
sistematis dan sengaja, melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala-gejala yang
diselidiki.

Tujuan observasi atau pengamatan adalah mendapatkan data dari obyek pengamatan yang sesuai
dengan tujuan dilakukannya observasi.
Observasi atau pengamatan dalam bimbingan dan konseling perlu memperhatikan beberapa hal
diantaranya :
- Observasi yang bertujuan untuk melakukan analisis individual harus fokus pada satu orang.

-Observasi hendaknya dilakukan secara intens atau sering dengan terlebih dahulu menetapkan
kriteria spesifik terhadap tujuan observasi. Misalnya ingin mengobservasi sikap seorang
mahasiswa ketika mengikuti perkuliahan.

- Pengamatan hendaknya dilakukan pada beberapa periode waktu. Meskipun tidak ada ketentuan
khusus namun semakin sering dan semakin lama pengamatan dilakukan, maka hasil pengamatan
akan lebih baik dan dapat dipercaya.

- Pengamatan hendaknya dilakukan dalam situasi-situasi yang berbeda dan natural. Karena pada
situasi natural akan tampak tingkah laku yang natural pula. Sedangkan pengamatan yang
dilakukan pada situasi berbeda akan diketahui bahwa beberapa tingkah laku tidak akan muncul
karena terhambat oleh situasi atau lingkungan tertentu.

- Saat pengamatan dilakukan pengamat hendaknya tidak mengabaikan berbagai kondisi interaksi
dan faktor-faktor lain yang mempengaruhi tingkah laku.

-Data yang diperoleh melalui hasil observasi hendaknya diintegrasikan bersama dengan data
yang diperoleh melalui instrumen lain agar dapat dianalisa secara komprehensif.

-Kondisi pengamatan harus dalam keadaan baik, seperti kondisi pengamat dan situasi
pengamatan agar hasil pengamatan tidak bias.

2. JENIS-JENIS OBSERVASI
Terdapat beberapa jenis observasi berdasarkan pengelompokkannya yaitu:
Berdasarkan keterlibatan pengamat: observasi partisipasi, observasi non partisipasi dan observasi
quasi partisipasi.
Berdasarkan perencanaan: observasi sistematis/terstruktur,observasi non sistematis/tidak
terstruktur
Berdasarkan situasi: observasi bebas, observasi yang dimanipulasi, observasi yang merupakan
perpaduan antara keduanya.
Penjelasan:
- Observasi partisipasi
Pada observasi ini , observer turut ambil bagian atau melibatkan diri dalam situasi kehidupan
individu yang sedang diamati. Misalkan turut berpartisipasi pada saat berolah raga, pada saat
kerja kelompok, sehingga dapat mengamati setiap gejala yang menjadi obyek pengamatan.

-. Observasi non partisipasi


Pada observasi ini observer tidak turut mengambil bagian dalam situasi individu yang sedang
diamati, dan berperan sebagai penonton. Observer dapat mengamati secara langsung gejala-
gejala yang ditampilkan oleh individu yang sedang diamati. Misalnya mengamati perilaku
seorang mahasiswa ketika sedang mengikuti perkuliahan.
-Observasi quasi partisipasi
Pada observasi ini observer seolah-olah turut berpartisipasi, namun sebenarnya hanya berpura-
pura atau tidak benar-benar berpartisipasi.

-. Observasi sistematis/terstruktur
Pada observasi ini telah ditetapkan kerangka pengamatan secara sistematis, seperti: tujuan
pengamatan, individu yang akan diamati, tempat dan waktu pengamatan, frekuensi pengamatan
yang akan dilakukan, metode pencatat pengamatan yang akan digunakan,menentukan siapa yang
akan menjadi pengamat, gejala, tingkah laku apa yang akan diamati telah ditetapkan kategorinya,
sehingga pengamat tinggal melakukan pengecekan .

-. Observasi non sistematis/tidak terstruktur


Pada obervasi ini, perencanaan tetap dilakukan, namun pembatasan kategorisasi tidak ditetapkan,
sehingga observer diberikan kebebasan untuk mencatat beberapa hal penting dan menonjol dari
gejala-gejala yang tampak.

-. Observasi bebas
Observasi dilakukan pada situasi bebas yang diikuti oleh individu yang sedang diamati. Misalnya
mengamati aktivitas individu dalam berbagai situasi di dalam kampus.

-Observasi yang dimanipulasi


Pada observasi ini situasinya sengaja dikondisikan dengan sengaja agar perilaku yang diinginkan
terjadi.

3. PROSEDUR PELAKSANAAN OBSERVASI


-. Penyusunan Pedoman Pengamatan
Sebelum melakukan observasi, konselor perlu merancang pedoman observasi terlebih dahulu.
Tahapannya adalah sebagai berikut:
Menetapkan tujuan observasi
Menetapkan bentuk format pencatat hasil observasi sesuai dengan tujuan.
Membuat format pencatat hasil observasi, apakah akan digunakan catatan anekdot, daftar cek,
dan skala penilaian.
- Pelaksanaan observasi
Sebelum pelaksanaan dimulai, observer perlu memperhatikan beberapa hal:
Menetapkan individu yang akan diobservasi
Menetapkan jadwal dan tempat dilakukannya observasi
Menetapkan jumlah individu yang akan diobservasi
Menetapkan petugas atau observer sesuai dengan kebutuhan
Mempersiapkan format pencatat hasil observasi
Menetapkan posisi yang aman tidak terlihat oleh individu yang diobservasi
Selama proses observasi, hendaknya fokus melakukan pengamatan terhadap situasi dan tingkah
laku yang diamati. Segera mencatat pada format alat pencatat yang telah disiapkan, semua situasi
dan tingkah laku yang terjadi, apa adanya dengan tidak memasukkan pendapat, penilaian pribadi.
Selanjutnya untuk menjaga kerahasiaan semua hasil pengamatan perlu didokumentasikan.
Menutup pengamatan dengan membuat kesimpulan hasil observasi atau melakukan diskusi
apabila observasi melibatkan beberapa petugas. Selanjutnya untuk menjaga kerahasiaan semua
hasil pengamatan perlu didokumentasikan.

4. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN OBSERVAS


- Kelebihan Observasi
Memberikan data yang tidak diperoleh dari instrumen lain.
Melengkapi data yang telah diperoleh melalui instrumen lain.
Mengetahui tingkah laku nyata yang mungkin tak terlihat saat observasi berlangsung.
-. Kekurangan Observasi
Observasi tidak dapat dilakukan pada beberapa situasi atau beberapa individu secara bersamaan.

Daftar Pustaka :

Hood, A.B., & Johnson, R.W., 1993. Assessment in Counseling: a Guide to the Use
Psychological Assessment Procedures. American Counseling Assocition
Ratna Widiastuti. 2010. “Asessmen Intrumen Untuk Melakukan Asesmen dalam Bimbingan dan
Konseling
Fauzan, L (Editor). 2001. Program Analisis Tes Bakat Diferensial (DAT). Malang: LPIU
DUELike Universitas Negeri Malang Program Studi Bimbingan dan Konseling.Konseling”.
(online), (http://blog.unila.ac.id, diakses 29 Agustus 2019).

Anda mungkin juga menyukai