Anda di halaman 1dari 3

A.

PENGERTIAN ASSESSMENT
Secara etimologi, kata “assessment” berasal dari bahasa Inggris yang artinya adalah
penilaian, penaksiran (sesuai dengan PUEBI). Assessment dalam psikologi mulai dikembangkan oleh
Francis Galton yakni Biolog Inggris, yang salah satu penelitiannya adalah mengenai hereditas. Dari
hasil penelitiannya Galton menyadari pentingnya pengukuran ciri-ciri dari orang yang masih mempunyai
hubungan keluarga dan yang tidak mempunyai hubungan keluarga.
Menurut Robert M. Smith (2002) assessment adalah suatu penilaian yang komprehensif dan
melibatkan anggota tim untuk mengetahui kelemahan dan kekuatan yang mana hasil keputusannya
dapat digunakan untuk layanan pendidikan yang dibutuhkan anak sebagai dasar untuk menyusun suatu
rancangan pembelajaran. Sedangkan dalam buku karangan Gantina Komalasari dengan judul
“Assesmen Teknik Nontes dalam Perspektif BK Komprehensif ”, assesment merupakan proses
mengumpulkan, menganalisis, dan menginterpetasikan data atau informasi tentang peserta didik dan
lingkungannya. Hal tersebut dilakukan untuk mendapat gambaran berbagai kondisi individu dan
lingkungannya sebagai dasar pengembangan program layanan bimbingan dan konseling yang sesuai
dengan kebutuhan.
Dalam konteks bimbingan konseling, asesmen yaitu mengukur suatu proses konseling yang
harus dilakukan konselor sebelum, selama, dan setelah konseling tersebut dilaksanakan / berlangsung
(Ratna Widiastuti, 2010). Asesmen merupakan salah satu bagian terpenting dalam seluruh kegiatan
yang ada dalam konseling (baik konseling kelompok maupun konseling individual). Karena itulah
asesmen dalam bimbingan dan konseling merupakan bagian yang terintegral dengan proses terapi
maupun semua kegiatan bimbingan dan konseling itu sendiri. Asesmen dilakukan untuk menggali
dinamika dan faktor penentu yang mendasari munculnya masalah.

B. FUNGSI ASSESSMENT
Penyusunan program bimbingan dan konseling di sekolah / madrasah dimulai dari kegiatan
assesmen, atau kegiatan mengidentifikasikan aspek-aspek yang dijadikan bahan masukan bagi
penyusunan program tersebut. Berdasarkan hal tersebut, assesmen berfungsi sebagai dasar
penetapan program layanan bimbingan dan konseling, untuk :
1. Membantu melengkapi dan mendalami pemahaman tentang peserta didik.
2. Merupakan salah satu sarana yang perlu dikembangkan agar pelayanan BK terlaksana lebih
cermat dan berdasarkan data empirik (lapangan).
3. Sebagai salah satu sarana yang digunakan dalam membuat diagnosis psikologis.

Kegiatan assesmen dalam layanan Bimbingan dan Konseling meliputi dua area, yaitu:

1. Assesmen lingkungan, terkait dengan kegiatan mengidentifikasi harapan sekolah / madrasah dan
masyarakat (orang tua peserta didik), sarana dan prasarana pendukung program bimbingan,
kondisi dan kualifikasi konselor dan kebijakan pimpinan sekolah / madrasah.
2. Assesmen kebutuhan atau masalah peserta didik, menyangkut karakteristik peserta didik, seperti
aspek-aspek fisik (kesehatan dan keberfungsian) kecerdasan, motif belajar, sikap dan kebiasaan
belajar, minat-minatnya (pekerjaan, jurusan, olahraga, seni dan keagamaan), masalah-masalah
yang dialami, dan kepribadian atau tugas-tugas perkembangannya, sebagai landasan untuk
memberikan pelayanan bimbingan dan konseling.

Asesmen memiliki hubungan yang sangat signifikan dengan perencanaan dan pelaksanaan model-
model pendekatan konseling. Jika kedua komponen tersebut didesain dengan pendekatan “client
centered” atau “bottom up”, asesmen akan mengarah pada inovasi. Hal ini memiliki makna bahwa
asesmen tidak hanya berorientasi pada hasil/ produk akhir, tetapi justru akan lebih terfokus pada
proses konseling, yaitu mulai dari membuka konseling sampai dengan mengakhiri konseling; atau
setidak-tidaknya akan ada keseimbangan antara proses konseling dengan hasil konseling. Dengan
demikian asesmen akan benar-benar bisa memenuhi kriteria objektivitas dan keadilan, sehingga
keputusan yang akan diambil oleh klien dapat benar-benar sesuai dengan kemampuan diri klien itu
sendiri.

Asesmen yang tidak dilakukan secara objektif, akan berpengaruh pada pelayanan konseling oleh
konselor sekolah/ Guru BK. Hal ini akan berakibat tidak baik pada diri klien, bahkan terhadap konselor
itu sendiri untuk jangka panjang maupun jangka pendek. Asesmen dalam bimbingan dan konseling
adalah asesmen yang berbasis individu dan berkelanjutan. Semua indikator bukan diukur dengan soal
seperti dalam pembelajaran, tetapi diukur secara kualitatif, kemudian hasilnya dianalisis untuk
mengetahui kemampuan klien dalam mengambil keputusan pada akhir konseling, dalam melaksanakan
keputusan setelah konseling, serta melihat kendala/ masalah yang dihadapi klien dalam proses
konseling maupun kendala dalam melaksanakan keputusan yang telah ditetapkannya.

C. KEDUDUKAN ASSESMEN DALAM BIMBINGAN & KONSELING


Asessmen dalam kerangka kerja bimbingan dan konseling memiliki kedudukan strategis,
karena memiliki posisi sebagai dasar dalam perancangan program bimbingan dan konseling yang
sesuai kebutuhan, dimana kesesuaian program dan gambaran kondisi peserta didik dan kondisi
lingkungannya dapat mendorong pencapaian tujuan pelayanan bimbingan dan konseling.
Adapun pelayanan bimbingan dan konseling pada dasarnya bertujuan agar konseli/peserta
didik dapat : (1) merencanakan kegiatan penyelesaian studi, perkembangan karier serta kehidupannya
di masa yang akan datang; (2) mengembangkan seluruh potensi dan kekuatan yang dimilikinya
seoptiml mungkin; (3) menyesuakan diri dengan lingkungan pendidikan, lingkungan masyarakat serta
lingkungan kerjanya; (4) mengatasi hambatan dan kesulitan yang dihadapi dalam studi, penyesuaian
dengan lingkungan pendidikan, masyarakat, maupun lingkungan kerja
Guna mencapai tujuan-tujuan tersebut, mereka harus mendapatkan kesempatan untuk: (1)
mengenal dan memahami potensi, kekuatan dan tugas-tugas perkembangannya; (2) mengenal dan
memahami potensi atau peluang yang ada di lingkungannya; (3) mengena; dan menentukan tujuan dan
rencana hidupnya serta rencana pencapaian tujuan tersebut; (4) memahami dan mengatasi kesulitan-
kesulitan sendiri; (5) menggunakan kemampuannya untuk kepentingan dirinya, kepentingan lembaga
tempat bekerja masyarakat; (6) menyesuaikan diri dengan keadaan dan tuntutan dari lingkungannya;
dan (7) mengembangkan segala potensi dan kekuatan yang dimilikinya secara optimal.
Oleh karena itu, diperlukan konselor yang mengetahui dan memahami serta membimbing
peserta didik untuk memahami dirinya. Pemahaman terhadap peserta didik memerlukan data yang
akurat yang diperoleh melalui metode yang tepat. Selain itu, sejalan dengan asas dan prinsip dasar
bimbingan dan konseling, program bimbingan dan konseling yang bermutu membutuhkan data peserta
didik dan lingkungannya yang diperoleh melalui metode dan alat yang diandalkan, diolah, dan
diarsipkan secara efisien sehingga tersedia saat dibutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai