Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Insomnia adalah kesukaran dalam memulai atau mempertahankan tidur yang

bisa bersifat sementara atau persisten. Banyak penderita insomnia tergantung pada

obat tidur dan zat penenang lainnya untuk bisa beristirahat. Semua obat sedatif

memiliki potensi untuk menyebabkan ketergantungan psikologis berupa anggapan

bahwa mereka tidak dapat tidur tanpa obat tersebut. Penyebab insomnia yang

utama adalah adanya permasalahan emosional, kognitif, dan fisiologis.Ketiganya

berperanan terhadap terjadinya disfungsi kognitif, kebiasaan yang tidak sehat, dan

akibat-akibat insomnia. Insomnia mempunyai dampak merugikan bagi

penderitanya, antara lain insomnia menurunkan kualitas hidup, sebagai pencetus

penyakit gangguan jiwa, menurunkan stamina dan menurunkan produktivitas

(Rizki, 2013).

Pandemi COVID-19 sangat erat kaitannya dengan insomnia. Dalam studi

yang dilakukan oleh Voitsidis et al (2020), kekhawatiran masyarakat terkait

pandemi COVID-19 menyebabkan benyaknya kejadian insomnia. Pandemi

COVID-19 cenderung memberi dampak negatif dalam beberapa faktor yang

mempengaruhi kualitas tidur seseorang karena banyak perubhan yang terjadi

dalam rutinitas sehari-hari. Kualitas tidur yang buruk dapat berdampak pada

kesehatan dan kehidupan pribadi ( Devi, 2020).

1 STIFI Bhakti Pertiwi


2

Insomnia bisa diatasi baik secara farmakologi maupun non farmakologi atau

kombinasi dari keduanya. Secara farmakologi obat-obatan sintetik yang dapat

digunakan untuk menangani insomnia yaitu benzodiazepin reseptor agonis,

antihistamin, antidepresan serta obat golongan sedatif. Namun penanganan secara

farmakologi dengan menggunakan obat-obatan menyebabkan ketergantungan dan

kecanduan. Selain itu juga bisa menimbulkan efek samping seperti kantuk dan

pusing (Annisa, 2016).

Di negara berkembang seperti Indonesia, pemakaian obat-obat alam

(khususnya obat tradisional) masih luas di masyarakat dikarenakan kepercayaan

masyarakat bahwa obat tradisional yang berbahan alami lebih aman dibandingkan

dangan obat sintesis serta efek sampingnya jauh lebih kecil. Penggunaan tanaman

bunga pagoda (Clerodendron paniculatan V.) didalam masyarakat secara empiris

dipercaya mampu memberikan pengaruh sedatif sebagai anticemas.. Oleh karena

itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian terhadap penggunaan tanaman

bunga pagoda sebagai anticemas. Secara khusus peneliti akan meneliti pengaruh

infusa bunga pagoda terhadap waktu tidur secara optimal .

Peneliti menggunakan metode infusa karena mempermudah masyarakat

menggunakannya. Metode infusa lebih mudah dilakukan masyarakat dan lebih

mendekati cara pembuatannya dikalangan masyarakat. Pembuatan ekstrak

membutuhkan waktu dan prosedur yang lama dilakukan dalam masyrakat sekitar

Maka dari itu peneliti tertarik untuk meneliti dosis infusa bunga pagoda yang

efektif.

STIFI Bhakti Pertiwi


3

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan tersebut, maka dapat

dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Apakah infusa bunga pagoda (Clerodendrum paniculatan V.) memiliki efek

sedatif terhadap mencit putih jantan (galur swiss webster) ?

2. Pada dosis berapa infusa bunga pagoda (Clerodendrum paniculatan V.)

memiliki efek sedatif yang paling efektif ?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui efek sedatif infusa bunga pagoda (Clerodendrum paniculatan

V.) pada mencit putih jantan ( galur swiss webster)

2. Mengetahui pada dosis berapa infusa bunga pagoda (Clerodendrum

paniculatan V.) memiliki efek sedatif yang paling efektif.

1.4 Manfaat Penelitian

1. Mensosialisasikan kepada masyarakat bahwa infusa bunga pagoda

(Clerodendrum paniculatan V.) dapat digunakan sebagai sedatif.

2. Sebagai acuan bagi peneliti selanjutnya

STIFI Bhakti Pertiwi


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum paniculatan V.)

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Bunga Pagoda (Clerodendrum paniculatan V.)

Klasifikasi tanaman bunga pagoda (Clerodendrun paniculatan V.) (ITIS,

2022).

Kingdom : Plantae

Subkigdom :Tracheobionta

Supr divisi : Spermatophyta

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Sub kelas : Asteridae

Ordo : Lamiales

Famili : Verbenaceae

Genus : Clerodendron

Spesies : Clerodendron paniculatan Vahl

2.1.2 Nama Daerah

Tumbak raja (Bali), singgugu (Sunda), sringgugu (Jawa), tinjau handak

( Lampung), punggur tosek (Madura) (Arief, 2008).

4 STIFI Bhakti Pertiwi


5

2.1.3 Morfogi Tumbuhan

Bunga Pagoda adalah salah satu tanaman yang termasuk dalam familia

Verbenaceae, biasa di tanam di taman, pekarangan rumah, atau di tepi jalan

daerah luar kota sebagai tanaman hias. Ciri tumbuhan ini ditunjukan dengan tinggi

yang bisa mencapai 1-3 m, batangnya dipenuhi rambut halus daun bertangkai,

letak berhadapan. Sedangkan pada daun dicirikan dengan bentuk bulat telur

melebar, pangkal daun berbentuk jantung, daun panjangnya dapat mencapai 30

cm. Bunganya majemuk berwarna merah. Terdiri dari bunga kecil-kecil yang

berkumpul membentuk piramida keluar dari ujung tangkai. Buahnya bulat, Bunga

pagoda dapat diperbanyak dengan biji (Weny, 2017).

2.1.4 Efek Farmakologi

Bagian akar bunga pagoda memiliki rasa pahit, sedangkan bagian daun

memiliki rasa manis,dan asam. Sementara itu, bagian bunganya memiliki rasa

manis dan bersifat hangat. Beberapa efek farmakologis yaitu antiradang, peluruh

kencing, menghilangkan bengkak, dan mengisap nanah (Arief, 2008).

2.1.5 Kandungan Kimia

Adapun kandungan kimia yang terdapat pada tanaman pagoda : daun,

batang, akar, dan bunga pagoda mengandung zat flavonoid, garam kalium, zat

samak (Dalimarta, 2004).

STIFI Bhakti Pertiwi


6

2.1.6 Manfaat Bunga Pagoda

Akar dari tumbuhan bunga pagoda berkhasiat sebagai antiradang, peluruh

kencing (diuretik), menghilangkan bengkak, dan menghancurkan darah beku.

Daun berkhasiat sebagai antiradang dan banyak digunakan untuk obat luar seperti

luka memar. Bunga berkhasiat untuk penambah darah pada penderita anemia,

mengobati keputihan, dan susah tidur (insomnia) (Weny, 2017).

2.2 Ekstraksi dan ekstraks

2.2.1 Definisi Ekstraksi dan Ekstrak

Ekstraksi adalah suatu cara pemisahan secara untuk memisahkan suatu zat

kimia menjadi komponen-komponen terpisah (Djamal, 2010).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat dari

simplisia nabati maupun hewani menggunakan pelarut yang sesuai kemudian

semua atau hampir semua pelarut yang diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan

(Kemenkes, 2014).

2.2.2 Metode Ekstraksi

Adapun beberapa metode yang dapat digumakan untuk proses ekstraksi

antara lain:

STIFI Bhakti Pertiwi


7

1. Cara dingin

a. Maserasi

Maserasi adalah proses penyaringan sederhana dengan jalan merendam bahan

alam atau tumbuhan dalam pelarut dan waktu tertentu, sehingga bahan akan

menjadi lunak dan larut. Kecuali dinyatakan lain, dilakukan dengan cara berikut,

10 bagian simplisia atau campuran simplisia dengan derajat kehalusan tertentu,

dimasukkan kedalam bejana, tuangi dengan 75 bagian cairan penyari, tutup,

biarkan selama 3-5 hari pada tempat yang terlindung cahaya dan diaduk berulang-

ulang, serta diperas, cuci ampas dengan cairan hasil maserasi sebanyak 100 bagian

(Djamal, 2010).

b. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyaringan dengan jalan melakukan pelarut yang

sesuai secara lambat pada simplisia dalam suatu alat perkolator (Djamal, 2010).

2. Cara panas

a. Sokletasi

pemisahan dengan alat sokletasi berbeda dengan metoda maserasi ataupun

perkolasi Sokletasi adalah proses penyaringan bahan alam secara kontinu didalam

alat soklet (Djamal, 2010).

b. Infusa

Infusa adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati

dengan air pada suhu 90oC, sambil sekali-kali diaduk, serkahi selagi panas melalui

kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas sehingga diperoleh

volume infusa yang dikendaki (Djamal, 2010).

STIFI Bhakti Pertiwi


8

c. Dekokta

Dekokta adalah suatu proses penyarian yang hampir sama dengan infusa,

hanya disini dekokta dipanaskan selama 30 menit, terhitung suhu mencapai 90oC.

Cara ini dapat dilakukan untuk simplisia yang mengandung bahan tidak tahan

terhadap panas (Djamal, 2010).

2.3 Sedatif

Sedatif adalah golongan obat pendepresi susunan saraf pusat (SSP) yang

diberikan dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan. Sedatif

berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi ketegangan dan menenangkan

penggunanya (Tjay, 2012).

2.3 Obat Hipnotik dan Sedatif

2.3.1 Definisi Hipnotik dan sedatif

Hipnotika atau obat tidur adalah zat-zat yang dalam dosis terapi diperuntukkan

meningkatkan keinginan fali untuk tidur dan mempermudah atau menyebabkan

tidur. Lazimnya obat ini diberikan pada malam hari. Bilamana obat ini diberikan

pada siang hari dalam dosis yang lebih rendah untuk tujuan menenangkan, maka

dinamakan sedatif. Sedatif berfungsi menurunkan aktivitas, mengurangi

ketegangan dan menenangkan penggunanya (Tjay, 2012).

STIFI Bhakti Pertiwi


9

2.3.2 Penggunaan Obat Sedatif

Penggunaan obat sedatif sebagai terapi telah digunakan secara luas, misalnya

benzodiazepin dapat digunakan untuk berbagai indikasi, antara lain untuk

pengobatan insomnia, ansietas, kaku otot, medikasi preanestesi, dan anestesi. Obat

sedatif lain seperti hanya barbiturat secara luas telah digantikan oleh diazepin

yang dinilai lebih aman. Tetapi penggunaan barbiturat masih digunakan untuk

terapi darurat kejang, seperti titanus, eklamsia, status epilesi, perdarahan selebral,

dan keracunan konvulsan (Gunawan, 2016).

2.3.3 Mekanisme kerja Obat Sedatif

Mekanisme kerja obat sedatif adalah memperkuat inhibisi GABA (gamma

amninobutric acid) pada seluruh tingkat neuraksis sehingga mempermudah aksi

neurotransmiter GABA. Dimana neurotrasmiter tersebut merupakan

neurotrasmiter penghibisi yang memiliki efek terhadap frekuensi pembukaan

kanal klorida, sehingga mampu menimbulkan peningkatan permebilitas terhadap

ion klorida yang menyebabkan terjadinya hiperpolarisasi, stabilisasi dan sel sukar

tereksitasi (Gunawan, 2016).

2.3.4. Efek Samping Obat Sedatif

Dalam pemakain jangka panjang, obat sedatif akan muncul jika

penggunaannya dihentikan, seperti gelisah, susah tidur, badan lesu, mudah lelah,

kejang (pada orang mempunyai riwayat sebelumnya). Selain gejala-gejala

ketergantungan tersebut, banyak diantara obat sedatif memilki efek samping mulai

dari pusing, penglihatan kabur, mulut kering, vertigo, mual, muntah, diare ampai

STIFI Bhakti Pertiwi


10

menyebabkan kematian pada pemakaianya. Reaksi lain yang merugikan adalah

leuokopenia (menurunnya jumlah sel darah putih) dengan gejala demam dan nyeri

tenggorokan. Efek samping berbahaya umumnya terjadi pada pemberian secara

intravena berupa obstruksi saluran nafas, hipotensi, depresi pernafasan dan

mengantuk (Gunawan, 2016).

2.3.5 Golongan Obat Sedatif

2.3.5.1 Golongan Barbiturat

Golongan obat barbiturat, seperti amobarbital, pentobarbital, secobarbital,

fenobarbital dan lain-lain. Penggunanya sebagai sedatif-hipnotik, namun sekarang

selain untuk beberapa penggunaa yang spesifik, golongaan obat ini telah

digantikan oleh benzodiazpin yang lebih aman (Gunawan, 2016).

2.3.5.2 Golongan Benzodiazepin

Beberapa obat golongan benzodiazepin diantaranya seperti klonazepam,

diazepam, flunitrazepam, dan lorazepam. Diazepam diangkut dengan cepat dari

otak, tetapi metabolitnya tetap, obat ini tidak mematikan pada dosis tinggi karena

ada batasan untuk dapat mereduksi kegiatan neurologisnya dan batasan tertinggi

tersebut berbeda dibawah titik dimana kegiatan pernapasan dan fungsi-fungsi

yang sangat penting lainnya dihambat. Terapi diazepam dengan dosis tinggi

berpotensi mematikan apabila digunakan bersamaan dengan alkohol (Utama

danVincent, 2007).

Efek samping pengunaan diazepam adalah pusing, penglihatan kabur, mulut

kering kadang-kadang inkontinensia urin dan konstipasi. Reaksi lain yang

STIFI Bhakti Pertiwi


11

merugikan adalah leuokopenia (menurunnya jumlah sel darah putih) dengan

gejala demam dan nyeri tenggorokan. Efek samping berbahaya umumnya terjadi

pada pemberiaan secara intravena berupa obstruksi saluran napas, hipotensi

depresi pernapasan, dan mengantuk (Utama dan Vincent,2007).

2.3.5.3 Obat-obat Lainnya

Obat dengan rumus kimia yang berbeda-beda telah lama digunakan sebagai

hipnotik dan sedatif, termasuk paraldehid, kloral hidrat, etklorvinol, glutetimid,

metiprilon, etinamat, dan meprobamat. Kecuali obat meprobamat, kesemua obat

tersebut memiliki efek farmakologi yang umumnya menyerupai barbiturat

merupakan depresan SPP, yang dapat menghilangkan efek hipnotik yang nyata.

Dengan sedikit atau tanpa efek analgetik, pengaruhnya terhadap tingkatan tidur

menyerupai barbiturat, indeks terapinya terbatas, dan pada keracunan akut, yang

menyebabkan depresi napas dan hipotensi, dapat diatasi seperti halnya keracunan

barbiturat. Penggunaan kronik obat tersebut dapat menyebabkan toleransi dan

ketergantungan fisik dan gejala yang timbul pada penggunaan secara kronik dapat

berat dan fatal. Meprobamat memiliki sifat yang meyerupai benzodiazepin, tapi

obat ini memilki potensi kuat untuk disalahgunakan dan efek antiansietasnya

kurang selektif. Penggunaan obat-obat ini secara klinik sudah sangat menurun,

tapi beberapa dari obat lain berguna pada kedaan tertentu, terutama bagi pasien di

rumah sakit (Gunawan et al, 2016).

STIFI Bhakti Pertiwi


12

2.4 Diazepam

2.4.1 Sifat Fisika dan Kimia

Diazepam merupakan salah satu obat sedatif-hipnotik dari golongan

benzodiazepin yang pertama kali beredar dengan merek dagang valium oleh

Hofffman la Roche. Aktivitas farmakologi dari diazepam yaitu sebagai agonis

reseptor GABA dengan meningkatkan efek neurontransmiter GABA dalam

mengikat bagian benzodiazepin pada reseptor (melalui atom klor kontituen) yang

menyebabkan depresi sistem saraf pusat (Gunawan, 2016).

Gambar 2.1 Struktur Diazepam (Kemenkes RI, 2014).

2.4.1 Indikasi dan Kontraindikasi

Diazepam diindikasikan untuk pemakaian jangka pendek pada ansietas atau

insomnia, tambahan pada pasien putus alkohol akut, status epileptikus, kejang

demam, spasme otot. Diazepam dikontraindikasikan pada pasien depresi

pernapasan, gangguan hati berat, kondisi fobia dan obsesi, psikosis kronik,

serangan asam akut, trimester pertama kehamilan, bayi prematur, tidak boleh

digunakan sendirian pada depresi atau ansietas dengan depresi (Sukandar dkk,

2013).

STIFI Bhakti Pertiwi


13

2.4.2 Farmakokinetik

Diazepam dapat diserap, biovailibias oral adalah sekitar 100% dan sampai

99% terikat dalam plasma. Waktu paruh adalah 43 ± jam. Terapi berkisar 40-100

jam jika kontribusi metabolit aktif disertakan ( Couper dan logan, 2014).

Diazepam mengalami metabolisme menjadi desmethyldiazepam, yang akan

diubah menjadi metabolit oxazepam. Metabolit selanjutnya dikonjugasi oleh

glucoronosyl transferase yang diekskresi di urin (Gunawan, 2016).

2.4.3 Mekanisme kerja

Diazepam merupakan 1,4-benzodiazepin yang berafinitas sangat kuat pada

reseptor GABA didalam otak untuk mengurangi gairah dan mempengaruhi gairah

dan mempengaruhi emosi. Kerja diazepam menyebabkan peningkatan afnitas

inhibisi neurotransmiter utama (GABA). GABA berikatan pafa subunit α

sementara diazepam berikatan pada benzodiazepin. Diazepam meningkatkan

transportasi klorida melalui kanal ion dan pada akhirnya mengurangi kerja dari

sistem korteks dan limbik pada sistem saraf pusat. Diazepam menekan pelepasan

elektrik pada daerah amiglada dan hipokampus dari sistem limbik sehingga

mempengaruhi emosi (Couper dan logan, 2014).

2.5 Metode Pengujian Efek Sedatif

2.5.1 Rotarod Test

Rotarod test digunakan untuk menguji tingkat ketahanan dari hewan

percobaan untuk mempertahankan posisinya di rotarod. Pengamatan dilakukan

STIFI Bhakti Pertiwi


14

setelah pemberin sediaan uji secara oral 60 menit sebelumnya. Lalu, hewan

percobaan di letakkan pada alat rotarod selama 1 menit. Catat waktu yang

diperlukan hewan percobaan untuk mempertahankan posisinya sampai jatuh dari

alat (Vogel, 2015).

2.5.2 Hole-board Test

Hole-board test digunakan untuk menguji tingkat curiosity (rasa

keingintahuan) dari hewan percobaan. Masing-masing hewan percobaan

diletakkan ditengah papan berlubang, yang mempunyai ukuran 40 x 40 cm dan

dapat terdapat 16 lubang berdiameter 3 cm pada lantai papan. Setelah 30 menit

dari pemberian sediaan uji, dilakukan pengamatan dengan mengukur jumlah

jengukan dari hewan percobaan selama 5 menit. Jika hewan sedang dalam

pengaruh sedatif, maka jumlah jengukan akan lebih sedikit dibandingkan hewan

normal (Alnamer et al, 2012).

2.5.3 Chimney Test

Chimney test digunakan untuk menguji aktivitas motorik pada hewan

percobaan. Pada hewan percobaan diletakkan dalam tabung kaca dengan panjang

30 cm dan diameter 2,8 cm (untuk mencit berat20-22 gram) yang telah diberi

tanda pada panjang 20cm ari alas. Tabung dipegang secara horizontal hingga

hewan percobaan mencapai ujung tabung, lalu dengan cepat tabung dipindahkan

secara vertical (kepala hewan percobaan di bawah). Hewan percobaan akan

berusaha untuk mempertahankan diri dan perlahan-lahan akan berjalan mundur

sampai ke atas untuk keluar dari tabung. Hewan normal akan keluar dari tabung

STIFI Bhakti Pertiwi


15

dalam waktu 30 detik, sedangkan hewan dengan pengaruh sedatif akan keluar dari

tabung kaca lebih dari 30 detik (Vogel, 2015).

2.5.4 Inclined plane (Bidang Miring)

Bidang miring digunakan untuk menguji aktivitas motorik dari hewan

percobaan. Bidang terdiri dari dua papan kayu persegi panjang yang ujungnya

terhubung dengan engsel. Satu papan adalah alas, dan satunya adalah bidang

miring yang bergerak. Sebuah karet dengan punggung 0,2 cm diletakkan pada

bidang miring 65o. Setelah diberikan sediaan uji, hewan percobaan diamati pada

menit ke-30, 60, dan 90. Kemudian pengamatan dilakukan selama 30 detik

dengan menempatkan hewan percobaan pada bagian atas dari bidang miring untuk

menggantung atau jauh (Vogel, 2015).

2.5.5 Traction Test

Traction test digunakan untuk menguji kekuatan otot atau sistem

neuromuscular pada hewan percobaan. Pengamatan dilakukan dengan

menggantungkan tungkai atau lengan depan pada suatu kawat yang telah

diregangkan secara horizontal dengan ketinggian 30 cm dari dasar lantai. Hewan

percobaan yang normal digantungkan pada kawat akan memiliki waktu bertahan

cukup lama untuk jatuh dari alat sedangkan hewan percobaan dibawah pengaruh

sedatif memiliki durasi waktu bertahan lebih sedikit dan tidak membutuhkan

waktu lama untuk jatuh dari alat (Vogel, 2002).

2.6 Flavonoid

Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol tersebar yang ditemukan di

alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat berwarna merah, ungu, kuning, dan

STIFI Bhakti Pertiwi


16

biru yang umumnya ditemukkan dalam tumbuh-tumbuhan. Flavonoid terbagi

menjadi 4 kelompok, yaitu : flavon, flavonol, flavanon, dan flavanonol.

Berdasarkan penelitian Hanrahan (2014), telah dinyatakan flavonoid memiliki

aktivitas mampu berinteraksi dengan reseptor ionotropik (terkait kanal ion)

sebagai modulator penginhibisi neurotransmiter pada reseptor GABA A. Flavonoid

dapat bertindak menyerupai agen agonis maupun antagonis pada sisi alosterik

reseptor GABAA. Ditinjau dari pemahaman bentuk strukturnya, flavonoid juga

dapat dengan mudah melewati sawar darah otak sehingga sangat berpotensi

mempengaruhi sistem saraf pusat.

STIFI Bhakti Pertiwi


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini telah dilaksankan dari Januari sampai Februari 2022, bertempat

di laboratorium penelitian dan laboratorium farmakologi di Sekolah Tinggi Ilmu

Farmasi Bhakti Pertiwi Palembang.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian

3.2.1 Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi : kanul tumpul (sonde

oral), stopwatch, timbangan analgetik (precisa), spuit injeksi 1 cc (Onemed), panci

infusa, kompor listrik, beker gelas (Pirex), batang pengaduk, dan kain flanel, alat

Holeboard Test dan alat Traction test.

3.2.2 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain bunga pagoda

(Cleorodendrum paniculatan V. ) tween, aquadest dan Diazepam tablet.

3.3 Hewan Percobaan

Hewan percobaan mencit putih jantan, berumur 2-3 bulan dengan berat

mencit ±20 g. Hewan uji ini dipilih sebanyak 20 ekor mencit jantan secara acak

dibagi menjadi 5 kelompok, masing- masing terdiri dari 5 ekor hewan uji untuk

tiap kelompok. Pada penentuan hewan uji untuk tiap kelompok pengujian

berdasarkan rumus Federer.

17 STIFI Bhakti Pertiwi


18

(n-1)(t-1) ≥15

Keterangan :

t = jumlah perlakuan

n = jumlah pengulangan untuk tiap perlakuan

maka : (n-1)(5-1) ≥ 15

(n01)(4) ≥ 15

4 n ≥ 15 + 4

4 n ≥ 20

19¿
n¿ =4,75 ¿
4

n=5

Mencit yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 5 ekor tiap kelompok

dan ada 5 kelompok perlakuan.

3.4 Prosedur Kerja

3.4.1 Pengambilan Sampel

Sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah bunga pagoda

(Clerodendrum paniculatan, V.) yang diambil di Pagaralam Jl. Alamsyah Desa

Jambat Akar Kelurahan Jangkar Mas Kecamatan Dempo Utara yaitu bunga

berwarna merah putih.

STIFI Bhakti Pertiwi


19

3.4.2 Perencanaan Dosis

Pada penelitian ini terdapat 5 kelompok perlakuan yaitu, kelompok I sebagai

kontrol negatif, kelompok II sebagai kontrol positif dan kelompok III, IV dan V

variasi dosis infusa bunga pagoda. Pada kelompok kontrol negatif hewan

percobaan diberikan tween 80 1%, kelompok kontrol positif hewan percobaan

diberikan diazepam 5 mg/kgbb dan kelompok infusa bunga pagoda konsentrasi

yang digunakan berdasarkan Farmakope Indonesia edisi III yaitu dengan

menggunakan 10% simplisia variasi dosis yang digunakan yaitu, 10% b/v, 20%

b/v, dan 40% b/v yang dikonversikan ke mencit putih jantan setara dengan

1g/kgbb , 2g/kgbb dan, 4g/kgbb.

3.4.3 Rancangan Penelitian

Metode penelitian ini dilakukan dengan menggunakan 25 ekor mencit putih

yang dibagi secara acak menjadi 5 kelompok perlakuan. Kelompok I merupakan

kelompok kontrol negatif yang diberikan tween 80%, kelompok II diberikan

infusa bunga pagoda 10%, kelompok III diberikan infusa bunga pagoda 20% ,

kelompok IV diberikan infusa bunga pagoda 40%, kelompok V merupakan

kelompok kontrol positif yang diberikan Diazepam 5mg/kgbb. Sebelum perlakuan

mencit diaklimatisasi selama 7 hari diberi makan minum, dan diberi sediaan uji.

Pada hari ke 7 setelah 60 menit pemberian sediaan uji seluruh kelompok diuji

menggunakan alat Traction test. Pada mencit ke 30 mencit diuji menggunakan

alat hole-board Kemudian lakukan analisa data menggunakan metode Anova

One Way.

STIFI Bhakti Pertiwi


20

3.4.4 Persiapan Hewan Uji

Aklimatisasi hewan percobaan selama 7 hari, diberikan makanan dan

minuman secukupnya. Berat badan hewan ditimbang dan diamati tingkah

lakunya. Selama aklimatisasi berat badan naik atau turun tidak tidak boleh dari

10% serta menujukkan tingkah laku yang normal.

3.4 Pembuatan Sediaan Uji

1. Sediaan uji kontrol negatif

Volume sediaan uji kontrol negatif dibuat sebanyak 100 ml. Masukkan tween

80 sebanyak 1ml tambahkan aquadest sampai tanda batas.

2. Infusa Bunga Pagoda dengan dosis (1g/kgbb)

Timbang Bunga Pagoda sebanyak 10 gram yang telah kering anginkan

dan dirajang halus, dimasukan kedalam panci, lalu masukkan aquadest

sebanyak 100 ml kedalam panci, kemudian dipanaskan diatas penangas air

selama 15 menit pada suhu 90o C, sambil sesekali diaduk, disaring selagi

panas dengan kain flanel, ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas

sehingga diperoleh volume infusa sebanyak100 ml.

2.. Infusa Bunga Pagoda dengan dosis (2g/kgbb)

Timbang Bunga Pagoda sebanyak 20 gram yang telah kering anginkan dan

rajang halus, dimasukan kedalam panci, , lalu masukkan aquadest sebanyak

100 ml kedalam panci, kemudian dipanaskan diatas penangas air selama 15

menit pada suhu 90o C, sambil sesekali diaduk, disaring selagi panas dengan

kain flanel, ditambahkan air panas secukupnya melalui ampas sehingga

diperoleh volume infusa sebanyak100 ml.

STIFI Bhakti Pertiwi


21

4. Infusa Bunga Pagoda dengan dosis (4g/kgbb)


Timbang Bunga Pagoda sebanyak 40 gram yang telah kering anginkan dan

rajang halus, dimasukan kedalam panci, lalu masukkan aquadest sebanyak

100 ml kedalam panci, kemudian dipanaskan diatas penangas air selama 15

menit pada suhu 90o C, sambil sesekali diaduk, disaring selagi pana dengan

kain flanel, ditambahkan air panas secukupya melalui ampas sehingga

diperoleh volume infusa sebanyak 100 ml.

5. Sediaan Uji Kontrol Positif Diazepam Dosis 5mg/kgbb

Volume sediaan uji kontrol positif dibuat sebanyak 10 ml, ambil 1 tablet

diazepam 5mg, lalu masukkan kedalam lumpang, setelah itu digerus halus,

lalu tambahkan tween 80 1ml. Masukkan kedalam labu ukur 10 ml,

tambahkan aquadest sampai tanda batas.

3.4.6 Prosedur Pengujian Efek Sedatif

Prosedur pengujian efek sedatif yang digunakan adalah Traction test dan

holeboard test. Uji efek sedatif yang dilakukan dengan cara sebagai berikut :

Mencit putih jantan yang sehat berumur 2-3 bulan dengan berat ±20 gram

diadaptasikan di laboratorium dengan cara dikandangkan, diberi makan standar

dan minum selama 7 hari. Mencit dipuasakan selama ± 18 jam sebelum pengujian,

air minum tetap diberikan. Pada hari pengujian masing-masing hewan uji

ditimbang dan dikelompokkan secara acak menjadi 5 kelompok dimana masing-

masing kelompok terdiri dari 5 mencit. Masing-masing kelompok mencit diberi

perlakuan sediaan uji secara peroral yairu :

STIFI Bhakti Pertiwi


22

a. Kelompok I : Pemberian tween 80 %

b. Kelompok II : Sediaan uji Infusa Bunga Pagoda dosis 1g/kgbb

c. Kelompok III : Sediaan uji Infusa Bunga Pagoda dosis 2g/kgbb

d. Kelompok IV : Sediaan uji Infusa Bunga Pagoda dosis 4g/kgbb

e. Kelompok V : Diberikan Suspensi diazepam 5mg/kgbb

Pemberian sediaan uji dilakukan selama 7 hari dan pada hari ke-7 dilakukan

pengujian efek sedatif. Pada pengujian sedatif, setelah pemberian 30 menit

sediaan uji, masing-masing mencit dari setiap perlakuan diletakan pada alat

Traction test dan holeboard.

3.4.9 Analis Data

Data hasil penelitian berupa durasi waktu jatuh mencit dari bidang silinder

pada alat Traction test dan banyaknya aktivitas jengukan mencit tiap 5 menit

pada alat hole-board. Data yang dikumpulkan dan ditabulasi serta disajikan dalam

bentuk grafik. Jika data diperoleh terdistribusi normal maka dilakukan analisa

secara statistik menggunakan metode Anova One Way lalu uji lanjut Duncam

untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang bermakna antara kelompok

perlakuan.

STIFI Bhakti Pertiwi


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Setelah dilakukan penelitian efek sedatif dari infusa bunga dari tanaman

bunga pagoda (Clerodendron Paniculatan) pada mencit putih jantan dapat dilihat

pada tabel dan grafik batang sebagai berikut:

1. Hasil uji Hole-board test (frekuensi jengukan) infusa Bunga Pagoda

(Clerodendron Paniculatan V.) pada mencit putih jantan.

Tabel 4.1 Rata-rata Frekuensi Jengukan selama 5 menit pada mencit pada mencit
di setiap kelompok perlakuan sebagai berikut:
Rerata Frekuensi Jengukan
Kelompok Perlakuan (Mean ± SD)
(Tween) 80 1% b/v 54.00 ± 3.93
Infusa Bunga Pagoda dosis (1g/kgbb) 30.80 ± 2.58
Infusa Bunga Pagoda dosis (2g/kgbb) 23.80 ± 1.92
Infusa Bunga Pagoda dosis (4g/kgbb) 14.20 ± 2.95
Diazepam 5mg/kgbb 9.00 ± 1.22
Frekuensi Jengukan

60
50
40
30
20
10
0

kelompok Perlakuan

Gambar 4.1 Diagram batang rata-rata frekuensi jengukan selama 5 menit masing
masing kelompok perlakuan

23 STIFI Bhakti Pertiwi


24

Dari diagram diatas menunjukan bahwa hasil respon yang diberikan oleh

masing-masing kelompok perlakuan berbeda. Dimana terlihat jumlah jengukan

terbanyak terdapat pada kontrol negatif, jumlah jengukan terkecil terdapat pada

kontrol positif, dan terdapat pengaruh yang sangat kuat antara peningkatan dosis

infusa bunga pagoda terhadap peningkatan efeknya.

2. Hasil uji Traction Test (Waktu Bertahan) infusa Bunga Pagoda

(Cleorodendron paniculatan V.) pada mencit putih jantan.

Tabel 4.2 Rata-rata waktu bertahan dalam detik pada mencit di setiap kelompok
perlakuan sebagai berikut:
Waktu bertahan dalam detik
Kelompok Perlakuan (Mean ± SD)
(tween) 80 1% b/v 141.60 ± 2.40
Infusa Bunga Pagoda dosi (1g/kgbb) 83.60 ± 3.20
Infusa Bunga Pagoda dosis (2g/kgbb) 70.80 ± 2.77
Infusa Bunga Pagoda dosis (4g/kgbb) 47.20 ± 2.38
Diazepam 5mg/kgbb 34.00 ± 3.53

160
140
Waktu Bertahan

120
100
80
60
40
20
0

Kelompok Perlakuan

Gambar 4.2 Diagram batang rata-rata waktu bertahan mencit dalam detik masing-
masing kelompok perlakuan

STIFI Bhakti Pertiwi


25

4.2 Pembahasan

Pada penelitian ini telah dilakukan pengujian efek sedatif infusa bunga

pagoda terhadap mencit putih jantan. Metode infusa dipilih karena mudah

penggunaannya, lebih mudah digunakan pada masyarakat dan lebih mendekati

cara pembuatannya dikalangan masyarakat.

Infusa bunga pagoda diperoleh pada penelitian ini adalah berdasarkan

kelompok perlakuan dengan masing-masing dosis 1 g/kgbb, 2 g/kgbb, dan 4

g/kgbb. Pada penelitian ini hewan percobaan yang digunakan adalah mencit putih

jantan (Galur Swiss-Webster). Mencit dipilih sebagai hewan percobaan karena

memiliki siklus hidup yang relatif pendek, mudah ditangani, jinak, harga yang

relatif murah dan biaya pemeliharaan yang rendah.

Pengujian efek sedatif ini menggunakan dua metode yaitu hole-board dan

traction test. Kedua metode ini dipilih karena sering digunakan untuk pengujian

efek sedatif serta pengujiannya sederhana. Hole-board digunakan untuk menguji

rasa penasaran pada hewan percobaan, parameter yang diamati dalah jumlah

jengukan. Semakin sedikit jumlah jengukan maka semakin besar efek sedatifnya.

Traction test digunakan untuk menguji kekuatan otot atau fungsi sistem

neuromuskuler pada hewan percobaan. Parameter yang diamati adalah waktu

jatuh, semakin cepat waktu jatuh mencit maka semakin besar efek sedatifnya,

pengujian dilakukan setelah pemberian sediaan uji.

Berdasarkan tabel 4.1 bahwa infusa bunga pagoda semua variasi dosis dan

diazepam memiliki jumlah jengukan lebih kecil daripada tween 80, dan yang

paling sedikit jumlah jengukan nya ialah diazepam yaitu 9.00. Kemudian dari

STIFI Bhakti Pertiwi


26

variasi dosis infusa bunga pagoda yang paling sedikit jumlah jengukannya ialah

dosis (4g/kgbb) yaitu 14.20.

Pada tabel 4.2 dari waktu bertahan menunjukan bahwa dari variasi dosis dan

diazepam juga lebih kecil dibandingkan dengan tween, dan yang paling kecil

sama seperti jengukan ialah diazepam yaitu 34.00. Diikuti dengan infusa bunga

pagoda dosis (4g/kgbb) yaitu 47.20. untuk memastikan hasil tersebut dan untuk

menambah mendapatkan kesimpulan maka dilanjutkan dengan uji statistik.

Hasil uji homogenitas pada jumlah jengukan (Lampiran 8) menunjukan

bahwa data jumlah jengukan bersifat homogen (p>0,05), setelah itu dilakukan

analisa statistika One way ANOVA. Berdasarkan uji statistik Anova (Oneway)

satu arah pada perbedaan frekuensi jumlah jengukan (Lampiran 8) menunjukan

bahwa terdapat perbedaan bermakna pada setiap kelompok perlakuan dan

(p>0,05).

Hasil uji statistik One Way ANOVA parameter waktu jatuh mencit dari

Traction Test terhadap kelompok perlakuan (Lampiran 9) menunjukan hasil yang

sama dengan parameter jumlah jengukan dimana terdapat perbedaan bermakna

pada semua kelompok perlakuan (p>0,05). Untuk melihat perbedaan masing-

masing kelompok terhadap jumlah jengukan dan waktu jatuh mencit dilakukan uji

lanjutan yaitu uji Duncan.

Uji duncan menunjukan bahwa kelompok infusa Bunga Pagoda (4g/kgbb)b/v

yang memiliki perbedaan dengan kontrol negatif. Dari hasil tersebut didapatkan

bahwa kelompok perlakuan infusa Bunga Pagoda 40% menunjukan efek sedatif

STIFI Bhakti Pertiwi


27

yang paling baik dibandingkan dengan kelompok perlakuan infusa bunga pagoda

yang lainnya.

Pada penelitian ini belum dapat dijelaskan secara pasti kandungan senyawa

Bunga Pagoda yang dapat menyebabkan efek sedatif. Menurut buku wenny

Bunga Pagoda mengandung senyawa Flavonoid, triterpenoid dan steroid.

Menurut penelitian yenni ridayani bahwa senyawa triterpenoid berikatan dengan

reseptor GABA dan meningkatkan afinitas GABA terhadap reseptornya.

Pengikatan ini menyebabkan saluran klorida terbuka,kondisi seperti inilah yang

mempengaruhi perubahan kerja otot sehingga menyebabkan terjadinya penurunan

otot yang ditandai dengan penurunan aktivitas, sehingga terjadi hiperpolarisasi.

Hal ini menurunkan eksitasi sehingga menimbulkan keadaan tidur. besar terjadi

karena senyawa tersebut untuk itu perlu dilakukan penelitian lebih lanjut

mengenai senyawa-senyawa lain yang terkandung dalam Bunga Pagoda yang

dapat memberikan efek sedatif.

STIFI Bhakti Pertiwi


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Dari hasil penelitian efek sedatif infusa bunga pagoda (Clerodendron

paniculatan V.) pada mencit putih jantan yang telah dilakukan maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Infusa bunga pagoda dapat memberikan efek sedatif terhadap mencit putih

jantan.

2. Pada dosis 1g/kgbb, 2g/kgbb, dan 4g/kgbb infusa Bunga Pagoda telah

memberikan efek sedatif pada mencit putih jantan, dan untuk efek yang lebih

efektif ditunjukkan pada dosis 4g/kgbb.

5.2 Saran

1. Disarankan untuk peneliti selanjutnya melakukan penelitian uji efek sedatif

dengan menggunakan metode lain seperti chimney test, inclined plane, dan

open field test.

2. Melakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa-senyawa lain yang dapat

memberikan efek sedatif.

28 STIFI Bhakti Pertiwi


29

DAFTAR PUSTAKA

Alnamer, R, Alaoui, k., Bouidida, eL, h.< Benjoud, A dan Cherrah, Y. (2012).
Sedative and hypnotic activities of the methanolic and aqueous extracts of
lavandula officinalis from marocco. Advaance in Pharmaacological
Sciences. 1-5.

Couper, F.J. dan Loga< B.K. (2014). Drug and human performance fact sheets.
Washington: national Highway Traffic Safety Admimistraction.

Dalimarta. (2004). Atlas Tumbuhan obat Indonesia, (Jilid 1). Jakarta : Trubus
Agriwidya

Devi, Yulia, (2020) Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada (Volume 9 Nomor 2)
fakultas Kedokteran : Universitas Lampung.

Djamal, Rusdji. (2010). kimia bahan alam : Prinsip-prinsip dasar isolasi dan
identifikasi (Cetakan III). Depok : Lembaga Studi dan Konsultasi
Farmakologi.

Gunawan, S.G. Setiabudy, R, Nafriadi dan Elysabeth.( 2016) Farmakologi dan


terapi. (Edisi VI). Jakarta : balai Penerbit FKUI

Hariana HA (2008). Tumbuhan Obat dan khasiatnya Seri : 2 jakarta.


Integrated Taxonomic Information System. (2021). Txonomic
Clerodendron paniculatan V. Diakses dari http://www.itis.gov. Diakses
pada 3 januari (2022.)

Kementerian Kesehatan Republik indonesia (2014) . Farmakope Indonesia (Edisi


V). Jakarta

Rizki, Y. (2013) ‘pengruh pemberian perasan daun pandan terhadap efek


hipnotik pada mencit putih jantan'
.
Sukandar, E,Y., Andradjati, R., Sigit, J,I., Adnyana, I.K., Setiadi, A.P. dan
Kusnandar.( 2013). ISO Farmakoterapi (buku I, cetak III). jakarta : Pt,
ISFI Penerbitan

Tjay, Tan Hoan dan Kirana Raharja K. (2012 ) Obat-Obat Penting, Khasiat
penggunaan, dan Efek-Efk sampingnya. Edisi V. Eley Media Kompulindo.
jakarta

Utama, H. Dan Vincent, Gan. (2007). Hipnotik-Sedatif Dan Alkohol Dalam


Farmakologi Dan Terapi, (Edisi 5), Dapartemen farmakologi dan
Terapeutik FK UI. Jakarta : gaya Baru

92 STIFI Bhakti Pertiwi


30

Vogel, G. (2015) Drug discovery and evaluation: Pharmacological assays, fourth


edition, Drug Discovery and Evaluation: Pharmacological Assay, Fourth
Edition. doi: 10.1007/978-3-319-05392-9.

Weny (2017) Isolasi Senyawa Antifeedant Dari Tumbuhan Clerodendrum


Paniculatum. Yogyakarta 55571

Vogel, H. G. (2022) Drug discovery and evaluation pharmacological assay.


Berlin : Springer.

30 STIFI Bhakti Pertiwi


31

Lampiran 1. Tanaman Bunga Pagoda

(a)

(b)

(a). Tanaman Bunga Pagoda

(b). Bunga Pagoda

31 STIFI Bhakti Pertiwi


32

Lampiran 2. Skema Pembuatan Infusa

Bunga Pagoda Segar

1. Timbang bunga pagoda


(10gram, 20 gram< dan 40
gram)
2. Bunga pagoda dicuci bersih
3. Di kering anginkan lalu di
Rajang halus
4. Masukkan ke dalam panci
tambahkan aquadest 100 ml
5. Panaskan diatas penangas air
selama 15 menit terhitung
dengan suhu 90oC sambil sekali-
kali diaduk
6. Saring dengan kain flanel selagi
panas
7. Tambahkan air panas melalui
ampas hingga tepat ad 100 ml

Larutan infusa 10% b/v Larutan infusa 20% b/v Larutan infusa 40% b/v
1g/kgbb 2g/kgbb 4g/kgbb

Uji efek Sedatif

32 STIFI Bhakti Pertiwi


33

Lampiran 3. Skema Kerja Uji Efek Sedatif Infusa Bunga Pagoda

Hewan percobaan
(mencit)

Aklimatisasi Hewan
Percobaan selama 7 hari
diberi sediaan uji

Pada hari ke 7 dilakukan


pemberian sediaan secara oral
sesuai kelompok perlakuan tanpa
diberi makan

Kontrol Kontrol
Infusa negatif
Negatif

Kelompok 1 Kelompok II Kelompok III Kelompok IV Kelompok V


tween 80 1% 10% b/v 20 % b/v 40% b/v Diazepam
5mg/kgbb

Setelah 60 menit pemberian sediaan uji/


perlakuan dilakukan pengujian efek sedatif

Traction test

Menit ke 30
Hole-Board
test
Analisa Data
STIFI Bhakti Pertiwi
33
34

Lampiran 4. Perhitungan Dosis

Perhitungan bahan yang akan ditimbang untuk membuat sediaan uji

Perhitungan untuk mencit dengan bobot 20 gram (volume pemberian 0,2ml)

5 mg
1. Diazepam 5mg/kgbb = x 20 gram
1000 gram

= 0,1 mg/20gbb

= 0,1 mg/0,2 ml

0,1 mg
Jadi, diazepam untuk 10 ml sebanyak = x 10 ml
0,2 ml

= 5 mg

2. Infusa bunga pagoda 10% sebanyak 100 ml

10 gram
Konsentrasi 10 % = x 0,2 ml
100 ml

= 0,02 g/20 gbb

= 0,02 g/0,2 ml

20 mg
Jadi, bunga pagoda yang akan ditimbang= x 1000 gram = 1gram/ kgbb
20 gr

3. Infusa bunga pagoda 20% sebanyak 100 ml

20 gram
Konsentrasi 20% = x 0,2 ml
100 ml

= 0,04 g/ 20gbb

= 0,04 g/0,2 ml

40 mg
Jadi bunga pagoda yang akan ditimbang= x 1000 gram = 2 gram/kgbb
20 gr am

4. Infusa bunga pagoda 40% sebanyak 100 ml

40 gram
Konsentrasi 40% = x 0,2ml
100 ml

STIFI Bhakti Pertiwi


35

= 0,08 / 20gbb

Lampiran 4. Lanjutan

34
= 0,08 g/ 0,2 ml

80 mg
Jadi, Bunga pagoda yang akan diimbang= x 100o gram = 4 gram/kgbb
20 gram

5. Tween 80 1 % sebanyak 10 ml

1 gram
Tween 80 1 % b/v = x 10 ml = 0,1 g
100 ml

STIFI Bhakti Pertiwi


36

Lampiran 5. Proses Pengujian Efek Sedatif


35

(a)

(b)

Keterangan:

a. Metode Hole-board Test

b. Metode Traction Test

STIFI Bhakti Pertiwi


37

Lampiran 6. Infusa Bunga Pagoda


36

Infusa Infusa Infusa


bunga Bunga bunga
pagoda pagoda pagoda
dosis dosis dosis
(1g/kgbb) (2g/kgbb) (4g/kgbb)

STIFI Bhakti Pertiwi


38

Lampiran 7. Hasil Pengujian Hole-board dan Traction test


37

Kelompok Pengulangan Parameter


Perlakuan Frekuensi Waktu bertahan
jengukan dalam detik
Kontrol Negatif 1 58 140
2 58 141
3 49 145
4 52 143
5 53 139
Rerata± SD 54.00 ± 3.93 141.60 ± 2.40
1 33 88
2 34 81
Infusa Bunga 3 28 84
Pagoda 10 % 4 29 85
5 30 80
Rerata ± SD 30.80 ± 2.58 83.60 ± 3.20
1 26 69
2 24 75
Infusa Bunga 3 25 72
Pagoda 20% 4 21 70
5 23 68
Rerata ± SD 23.80 ± 1.92 70.80 ± 2.77
1 15 47
2 18 50
Infusa Bunga 3 10 46
pagoda 40% 4 13 49
5 15 44
Rerata ± SD 14.20 ± 2.95 47.20 ± 2.38
1 7 36
2 10 29
Kontrol positif 3 9 32
4 10 38
5 9 35
Rerata ± SD 9.00 ± 1.22 34.00 ± 3.53

STIFI Bhakti Pertiwi


39

Lampiran 8. Hasil uji statistik One Way ANOVA dan Duncan terhadap
Frekuensi jengukan 38

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Kontrol Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Jumlah respon Negatif .245 5 .200 *
.890 5 .359
mencit 10% .221 5 .200* .915 5 .501
20% .141 5 .200 *
.979 5 .928
40% .207 5 .200 *
.967 5 .853
Positif .300 5 .161 .833 5 .146

Test of Homogeneity of Variances


Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Jumlah respon Based on Mean 2.451 4 20 .079
mencit Based on Median 1.152 4 20 .361
Based on Median and 1.152 4 14.271 .372
with adjusted df
Based on trimmed 2.464 4 20 .078
mean

ANOVA
Jumlah respon mencit
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups 6197.360 4 1549.340 214.590 .000
Within Groups 144.400 20 7.220

Total 6341.760 24

STIFI Bhakti Pertiwi


40

Lampiran 8. Lanjutan
39

Descriptives

95% Confidence Interval


for Mean
Std. Std. Lower Upper Minimu Maximu
N Mean Deviation Error Bound Bound m m
Neg 5 54.00 3.937 1.761 49.11 58.89 49 58
atif
10% 5 30.80 2.588 1.158 27.59 34.01 28 34
20% 5 23.80 1.924 .860 21.41 26.19 21 26
40% 5 14.20 2.950 1.319 10.54 17.86 10 18
Posi 5 9.00 1.225 .548 7.48 10.52 7 10
tif
Tota 2 26.36 16.255 3.251 19.65 33.07 7 58
l 5

Frekuensi jengukan
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kontrol N 1 2 3 4 5
Positif 5 9.00
40% 5 14.20
20% 5 23.80
10% 5 30.80
Negatif 5 54.00
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000
Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

STIFI Bhakti Pertiwi


41

Lampiran 9. Hasil uji statistik one way ANOVA dan duncan terhadap waktu
bertahan (detik)
40

Test of Homogeneity of Variances


Levene
Statistic df1 df2 Sig.
Respon mencit Based on Mean .407 4 20 .802
Based on Median .206 4 20 .932
Based on Median and with .206 4 17.368 .931
adjusted df
Based on trimmed mean .399 4 20 .807

Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Kelompok Kontrol Statistic df Sig. Statistic df Sig.


Respon mencit Negatif .198 5 .200 *
.957 5 .787
10% .191 5 .200* .958 5 .794
20% .213 5 .200 *
.939 5 .656
40% .175 5 .200 *
.974 5 .899
Positif .211 5 .200 *
.965 5 .844

ANOVA
Respon mencit
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 34900.160 4 8725.040 1038.695 .000
Within Groups 168.000 20 8.400
Total 35068.160 24

STIFI Bhakti Pertiwi


42

Descriptives
41
95% Confidence Interval for
Std. Mean
N Mean Deviation Std. Error Lower Bound Upper Bound Minimum Maximum
Nega 5 141.60 2.408 1.077 138.61 144.59 139 145
tif
10% 5 83.60 3.209 1.435 79.62 87.58 80 88
20% 5 70.80 2.775 1.241 67.35 74.25 68 75
40% 5 47.20 2.387 1.068 44.24 50.16 44 50
Positi 5 34.00 3.536 1.581 29.61 38.39 29 38
f
Total 25 75.44 38.225 7.645 59.66 91.22 29 145
Lampiran 9. Lanjutan

Waktu bertahan
Duncan
Subset for alpha = 0.05
Kontrol N 1 2 3 4 5
Positif 5 9.00
40% 5 14.20
20% 5 23.80
10% 5 30.80
Negatif 5 54.00
Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

STIFI Bhakti Pertiwi


42
43

Lampiran 10. Sertifikat Hewan Percobaan

43 STIFI Bhakti Pertiwi

Anda mungkin juga menyukai