Anda di halaman 1dari 5

Memetik Buah dari Puasa Ramadlan

Oleh: Ahmad Shoviyul Himami

Kebahagiaan dan kesedihan adalah dua keping kehidupan yang tidak bisa dihindari oleh
manusia manapun. Setiap orang pasti pernah merasakan bahagia dan sedih. Biasanya
kebahagiaan datang karena apa yang diharapkan, diinginkan dan didambakannya terwujud dan
menjadi kenyataan. Sebaliknya, kesedihan biasanya datang karena apa yang diharapkan pupus
dan tidak terwujud. Meskipun begitu, ada beberapa cara yang bisa kita lakukan untuk
meminimalisir datangnya kesedihan dalam hidup kita. Menurut para ulama, ada tiga kelompok
manusia yang tidak pernah tertimpa kesedihan. Hidupnya selalu dipenuhi kebahagiaan dan
kegembiraan. Siapakah mereka?
1. Orang yang berbakti kepada orang tuanya
Berbakti kepada orang tua adalah jaminan dan investasi kebahagiaan yang tidak terbatasi waktu
dan ruang. Mungkin secara kasat mata nampaknya lelah mengurusi dan merawat orang tua.
Namun di balik itu semua, ada kebahagiaan sejati yang menunggu setiap anak yang berbakti
kepada orang tuanya.

ٍّ ‫َأح ُدمُهَا َْأو كِالمُهَا فَال َت ُق ْل هَلَُما‬ ِ ِ ‫ِإ‬ ‫ِ ِإ‬ ‫ِإ ِإ‬
‫ُأف َوال‬ َ ‫ك َأال َت ْعبُ ُدوا ال يَّاهُ َوبِالْ َوال َديْ ِن ْح َسانًا َّما َيْبلُغَ َّن عْن َد َك الْكَبَر‬ َ ُّ‫ضى َرب‬ َ َ‫َوق‬
‫َتْن َه ْرمُهَا َوقُ ْل هَلَُما َق ْوال َك ِرميًا‬

“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan
hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di
antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka
sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu
membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia”
2. Orang yang senantiasa berdoa
Berdoa kepada Allah SWT sebagai pemilik segala sesuatu adalah bentuk ketergantungan kita
kepadaNya. Senantiasa berdoa, terus-menerus, meminta apa yang kita inginkan sembari
menjalankan segala perintah dan menjauhi laranganNya akan membawa ketenangan sendiri bagi
seseorang. Ketenangan dan sikap meletakkan segala sesuatu di sisi Allah SWT inilah sumber
kebahagiaan yang abadi dan hakiki.
ِ ‫وقَ َال ربُّ ُكم ْادعويِن َأستَ ِجب لَ ُكم ِإ َّن الَّ ِذين يستَ ْكرِب و َن عن ِعباديِت سي ْدخلُو َن جهن‬
َ ‫َّم َداخ ِر‬
‫ين‬ َ ََ ُ ََ َ َ ْ َ ُ ْ َ َ ْ ْ ْ ُ ُ َ َ
“Dan Tuhanmu berfirman: "Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu.
Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku akan masuk neraka
Jahanam dalam keadaan hina dina".
3. Orang yang selalu membaca dan mengawani al-Qur’an
Bulan Ramadlan adalah bulan dimana kita dimanjakan dengan lantunan Al-Quran. Paling tidak,
hampir tiap waktu kita ditaqdirkan Allah SWT mendengarkan kalam-Nya di “suarakan” sebagai
“audio” wajib bulan tersebut. Adapun, orang yang senantiasa membaca al-Qur’an,
mengawaninya tiap hari bahkan menghafalnya juga termasuk orang yang tidak akan pernah
ditimpa kesedihan. Bagaimana manusia akan sedih ketika ia dekat dengan Tuhannya? Berdialog
melalui media ayat-ayat al-Qur’an dengan Sang Pemilik dunia dan seisinya? Yang akan hadir
hanyalah kebahagiaan, ketenangan hati dan ketentraman dalam menjalani kehidupan.
Kita ketahui bahwa tujuan puasa di bulan Ramadlan yang paling mendasar adalah
terbentuknya pribadi yang bertaqwa (QS. Al-Baqarah: 183). Puasa merupakan sarana yang
efektif dalam menanamkan kebiasaan yang baik dan menghilangkan kebiasan buruk. Bahkan
semua syariat yang ditetapkan Allah melalui Rasul-Nya bermuara pada penyempurnaan perilaku
yang baik. Sebagaimana dasar diutusnya Rasulullah adalah dalam misi pembentukan akhlakul
karimah. Sabda Rasulullah, “Sesungguhnya aku diutus hanya untuk menyempurnakan kemuliaan
akhlak.” (HR. al-Baihaqi).
Perilaku baik yang muncul dari taqwa sebagai hasil penanaman nilai-nilai puasa Ramadlan akan
menjadikan seseorang lebih peka terhadap masalah sosial masyarakatnya. Perbuatan, ucapan,
bahkan kata hatinya akan memberi dampak positif pada lingkungannya. Puasa menggambarkan
kondisi ketaqwaan yang menjadikan seorang hamba berakhlak dan beradab dalam ucapan,
perbuatan, bahkan perangainya, jujur terhadap kawan maupun lawan, terhadap orang tua maupun
anak kecil. Berikut adalah buah dari puasa yang dapat kita petik bersama:
1. Kesabaran
Hamba yang sedang berpuasa ditempa dengan tiga jenis kesabaran sekaligus; Pertama, Sabar
terhadap tha’at kepada Allah SWT dengan melaksanakan puasa, Yang Kedua, Sabar dari
maksiat dengan meninggalkan hal-hal yang dilarang bagi orang yang berpuasa, meskipun
sebelumnya mubah apalagi haram. Yang Ketiga, Sabar terhadap ketentuan Allah SWT dengan
menerima rasa lapar, dahaga, dan turunnya stamina sebagai konsekuensi puasanya.
Karena alasan inilah, Ibnu Rajab al-Hanbali mengatakan bahwa puasa adalah suatu bentuk
kesabaran yang paling utama.
2. Kedermawanan
Amal kebaikan dilipatgandakan pahalanya oleh Allah pada waktu-waktu yang diutamakan,
seperti Ramadlan. Sepatutnya bagi yang puasa, yang menahan diri dari mubah yang
membatalkan puasa dan hal yang diharamkan, untuk berbuat lebih banyak ibadah dengan
berbagai macam bentuknya, berhias akhlak mulia dengan berbagi, saling memberi makanan
untuk berbuka. Rasulullah adalah teladan terbaik dalam hal ini, karena diriwayatkan bahwa
kedermawanan beliau pada bulan Ramadlan digambarkan melebihi angin yang menghembus
kencang. Rasulullah SAW bersabda, “Barang siapa memberi makan berbuka orang puasa, dia
mendapat seperti pahalanya tanpa mengurang pahala orang yang berpuasa tersebut”. (HR. Al-
Tirmidzi, Ahmad, al-Nasa’i, dan al-Thabrani)
3. Kejujuran
Pelajaran penting dari puasa adalah kejujuran terutama kepada Allah SWT, karena puasa adalah
ibadah rahasia antara hamba dan tuhannya. Seseorang diketahui puasa atau tidak dari niatnya,
dan hanya Allah yang tahu. Rasululllah SAW bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman “semua
amal perbuatan anak adam adalah miliknya, kecuali puasa. Dia adalah untuk-Ku dan aku
sendiriyang akan membalasnya".” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Ramadlan dan Puasa membutuhkan kejujuran, kesesuaian antara lahir dan batin. Orang
yang berpuasa menahan diri secara lahir dari makan dan minum, dan secara batin, mendekatkan
diri dengan penciptanya, membenarkan segala yang bersumber dari-Nya, menjauhkan diri dari
maksiat dan dosa serta menghadap Allah dengan seluruh jiwanya. Dengan demikian lahir dan
batinnya menyatu dalam pengabdian, inilah kejujuran yang sesungguhnya. Pemilik kejujuran
menjauhkan diri dari kata-kata kotor dan bohong, dan segala yang menyakiti orang lain.
Rasululllah bersabda, “Barangsiapa yang tidak meninggalkan perkataan dan perbuatan dusta,
maka Allah tidak mengharapkan darinya untuk meninggalkan makanan dan minumannya". (HR.
Al-Bukhari). Hamba yang berpuasa akan terjaga kesucian dirinya. Secara umum berdasarkan al-
Baqarah: 183, bahwa kita diwajibkan berpuasa agar bertaqwa. Seseorang yang bertaqwa akan
menjauhkan dirinya dari perbuatan nista yang menjatuhkan harga dirinya.
4. Tidak mudah marah dan pemaaf
Sudah sepatutnya bagi hamba yang sedang berpuasa untuk tidak membalas segala perbuatan
jahat yang ditujukan kepadanya. Rasulullah SAW bersabda, “Jika salah seorang dari kalian
berpuasa pada satu hari, maka janganlah berkata-kata kotor dan keji. Jika ada orang yang
mencelanya dan menyakitinya, hendaklah dia berkata, ‘Aku sedang berpuasa.” (HR. Al-Bukhari
dan Muslim)

5. Terbebas dari penyakit hati


Puasa merupakan media untuk menghilangkan penyakit-penyakit hati, sebagaimana sabda
Rasulullah SAW, “Puasa Ramadlan (bulan sabar) dan puasa tiga hari di setiap bulan (puasa
ayyamul bidh) dapat menghilangkan keangkuhan di dada." (HR. Al-Bazzar dan al-Mundziri)
Yang dimaksud dengan wahara al-shadr adalah kebencian, permusuhan, kemarahan, atau
kemunafikan dalam hati.

6. Ketenangan jiwa
Yang menjadikan puasa sebagai pendorong ketenangan jiwa adalah bahwa puasa dapat
meleburkan dosa-dasa dan kesalahan yang menyebabkan gelisah dan kerasnya hati. Puasa
mendorong seseorang untuk selalu dzikir dan berfikir posistif, sebaliknya, memberikan ruang
nafsu syahwat dapat menimbulkan khilaf dan kerasnya hati. Dengan demikian pelaku puasa
merasakan kebahagiaan ruhaniyyah yang timbul dari zikir dan fikir positif tersebut. Allah SWT
berfirman,
‫ِ ِئ‬ ِِ ِ ِِ ‫ِئ‬ ِ َّ
ُ ُ‫ين َآمنُوا َوتَطْ َم ُّن ُقلُوبُ ُه ْم بذ ْك ِر اللَّه َأال بذ ْك ِر اللَّه تَطْ َم ُّن الْ ُقل‬
‫وب‬ َ ‫الذ‬
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah.
Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’du:28)
Rasulullah bersabda, “Fitnah seseorang pada keluar, harta, anak dan tetangganya dapat gugur
dengan shalat, puasa, shadaqah, amar ma’ruf dan nahi munkar.” (HR. Al-Bukhari)
Pertanyaan sederhana yang dapat kita ajukan, apa buah dari iman? Apa tandanya kalau
kita sudah memiliki iman di dalam diri kita? Jawabannya adalah tumbuhnya rasa cinta kasih dan
sayang terhadap orang lain, baik yang muslim maupun yang non muslim, baik manusia, hewan
maupun tumbuh-tumbuhan. Sebaliknya, jika Islam dan Iman yang kita miliki melahirkan teror
dan kebencian, maka sejatinya ia bukanlah iman, tapi fatamorgana yang di buat oleh setan.
Dalam banyak riwayat, Nabi Muhammad SAW sering kali bersabda mengenai iman. Beliau
sering menggunakan kata “la yu’minu” atau “man kana yu’minu” serta kalimat-kalimat lain yang
berkaitan dengan keimanan. “Seseorang tidak dikatakan beriman sampai dia mencintai
saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya sendiri”. Riwayat lain yang biasa kita dapati
adalah hadits “man kana yu’minu billahi bal yaumil akhir, fa-l-yukrim jarahu” (barang siapa
yang beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, maka muliakanlah tetangganya). Ada pula riwayat
lain, misalnya “man kana yu’minu billahi wal yaumil akhir, fa-l-yaqul khairan aw liyashmut”
(barang siapa yang beriman kepada Allah dan Hari Kiamat, maka berkata-katalah yang baik atau
diam). Dua riwayat ini, berikut satu hadits yang disuguhkan sebelumnya menunjukkan kepada
kita bahwa buah dari iman adalah lahirnya sikap berbuat baik, cinta, kasih sayang, peka dan
menghargai orang lain. hal ini sangat erat hubungannya dengan puasa, kenapa? Karena hanya
orang berimanlah yang diperintahkan Allah untuk berpuasa Ramdlan, bahwa orang berimanlah
yang dikehendaki Allah untuk meningkatkan derajatnya menjadi pribadi yang bertaqwa (lihat
Al-Baqarah: 183)
Maka, ajaran kasih sayang kepada orang dan makhluk lain pun menjadi inti dari
keimanan itu sendiri. Sebagaimana yang disiratkan oleh sabda Nabi Muhammad SAW: “Mereka
yang menyayangi sesamanya akan disayang Allah. Sayangilah segala sesuatu yang ada di bumi,
maka kamu akan disayangi mahluk yang ada di langit.”

Anda mungkin juga menyukai