Anda di halaman 1dari 9

Sutasoma 9 (1) (2022)

Sutasoma:
Jurnal Sastra Jawa

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/sutasoma

Analisis Makna Hidangan Cadhil dalam Tradisi Mudhun Lemah di Desa


Lebakgowah

Messi Nurzanah1, Rahma Ari Widihastuti2


1,2
Bahasa dan Sastra Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang
Corresponding Author: messinurzanah0501@gmail.com
DOI:
Accepted: Approved: Published:

Abstrak
Tujuan penulisan penelitian ini adalah untuk mengetahui makna hidangan cadhil pada tradisi mudhun lemah di
Desa Lebakgowah Kecamatan Lebaksiu Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Selain itu, untuk mengetahui bagaimana
peran hidangan cadhil dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Desa Lebakgowah. Penelitian ini menggunakan
metode penelitian deskriptif kualitatif yang menggambarkan fenomena atau kejadian secara utuh dengan
pendekatan kajian semiotik Charles Sanders Peirce. Kajian semiotik Peirce digunakan untuk mengetahui makna
dari simbol (makanan) yang menjadi kesepakatan bersama dalam masyarakat setempat. Dari hasil penelitian yang
ditemukan bahwa hidangan cadhil dalam tradisi mudhun lemah di Desa Lebakgowah menandakan ucapan rasa
syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkah yang diberikan untuk anak bayi yang baru pertama kali belajar
berjalan dan menginjakkan kaki pertama kali di tanah. Cadhil sebagai hidangan yang disajikan ini, penuh akan
sebuah harapan agar sang anak mampu menapaki kehidupan dunia dengan penuh keharmonisan, kebahagiaan, dan
kelancaran. Selain itu, dalam hidangan cadhil juga mengandung sebuah bentuk komunikasi nonverbal dalam
masyarakat. Pemaknaan ini erat kaitanya dengan kehidupan dalam bermasyarakat berupa rasa berbagi, sehingga
menciptakan kesan harmonis yang terjalin pada masyarakat Desa Lebakgowah.
Kata kunci: makna, cadhil, mudhun lemah, lebakgowah

Abstract
The purpose of this study was to determine the meaning of cadhil dishes in the mudhun lemah tradition in
Lebakgowah Village, Lebaksiu District, Tegal Regency, Central Java. In addition, to find out the role of cadhil
dishes in the socio-cultural life of the people of Lebakgowah Village. This study uses a qualitative descriptive
research method that describes a phenomenon or event in its entirety with the semiotic approach of Charles
Sanders Peirce. Peirce's semiotic study is used to find out the meaning of symbols (food) which are mutually
agreed upon in the local community. From the results of the study, it was found that cadhil dishes in the mudhun
lemah tradition in Lebakgowah Village signify gratitude to God Almighty for the blessings given to babies who
are learning to walk for the first time and also set foot on the ground for the first time. The dish served is full of
hope so that the child will be able to tread the life of the world with full of harmony, happiness, and fluency. In

1
2

Messi Nurzanah dan Rahma Ari Widihastuti/ Sutasoma 10 (1) (2022)

addition, cadhil dishes are also a form of non-verbal communication in society, which gives meaning to life in
society with a sense of sharing. So as to create a harmonious impression that exists in the people of Lebakgowah
Village.

Keywords: meaning, cadhil, mudhun lemah, lebakgowah

© 2022 Universitas Negeri Semarang


p-ISSN 2252-6307
e-ISSN 2686-5408

makanan. Setiap hidangan atau makanan bagi


masyarakat Jawa pasti memiliki makna
tersendiri sesuai dengan budaya yang lahir di
tengah masyarakatnya. Hal ini didukung
PENDAHULUAN dengan fakta bahwa masyarakat Jawa yang
tidak bisa lepas dari perayaan, ritual dan
tradisi.
Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok
Salah satu tradisi yang masih lestari
yang dibutuhkan oleh setiap makhluk hidup, tak
hingga saat ini adalah tradisi mudhun lemah.
terkecuali manusia. Dikatakan demikian karena
Tradisi ini menjadi salah satu tradisi
makanan merupakan kebutuhan dasar bagi
masyarakat Jawa di Desa Lebakgowah,
manusia untuk bertahan hidup dan melangsungkan
Kecamatan Lebaksiu, Kabupaten Tegal, Jawa
kehidupan. Setiap keberlangsungan hidup manusia
Tengah. Mudhun lemah atau biasa disebut
pasti membutuhkan makanan sebagai hal dasar
tedhak siten sendiri merupakan tradisi nenek
yang paling penting (Andriyani, 2019). Meskipun
moyang Jawa untuk bayi yang baru pertama
makanan adalah sebuah kebutuhan dasar, namun
kali belajar berjalan (Musdalifah & Yunanto,
bagi beberapa masyarakat makanan juga menjadi
2021). Dalam tradisi mudhun lemah di Desa
sebuah simbol yang mengandung beragam makna
Lebakgowah hidangan yang wajib
tak terkecuali makna sakral yang berlaku bagi
dihidangkan adalah cadhil.
masyarakat penganutnya. Salah satunya adalah
Cadhil merupakan hidangan berbahan
masyarakat Jawa.
dasar tepung ketan dan ubi dengan bentuk
Bagi masyarakat Jawa, segala sesuatu dalam
bulat yang disiram dengan kuah yang terbuat
kehidupan mereka diberi makna dan hal tersebut
dari campuran gula jawa dan santan. Hidangan
menjadi hal yang lumrah karena pada dasarnya
ini menjadi hidangan wajib yang harus ada dan
memberi makna dalam setiap sendi kehidupan
disajikan oleh masyarakat Desa Lebakgowah
mereka berarti memberi kekuatan tersendiri dalam
dalam melakukan tradisi mudhun lemah.
meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya
Cadhil selanjutnya akan dibagikan kepada
(Ernawati, 2014). Salah satu hal yang tak luput dari
tetangga atau masyarakat sekitarnya. Hidangan
pemaknaan masyarakat Jawa adalah dalam hal
3

Messi Nurzanah dan Rahma Ari Widihastuti/ Sutasoma 10 (1) (2022)

cadhil bukan sekedar hidangan biasa, namun di makanan menurut Levi-Strauss beberapa
dalamnya mengandung makna-makna khusus yang penelitian lain terkait juga pernah dilakukan
sudah disepakati bersama oleh masyarakat oleh Maswita (2021) tentang tradisi makanan
setempat. Bubur Pedas pada masyarakat melayu
Makna yang terkandung dalam hidangan ini, Batubara dengan kajian antropologis. Eka
menandakan suatu simbol sebagai salah satu (2021) tentang makna Ingkung dan Sego
bentuk komunikasi secara tidak langsung atau non Wuduk dalam tradisi selametan di Kecamatan
lisan atas sebuah bentuk pengajaran kehidupan. Putri Hijau, Bengkulu dan Desi (2015) tentang
Bentuk komunikasi non lisan adalah bentuk tradisi makan Nasi Pelleng pada masyarakat
komunikasi tanpa kata, bisa dengan simbol, warna, PakPak Desa Parratusan Kecamatan Sumbul
maupun lambang-lambang tertentu (Kusumawati, Kabupaten Dairi.
2019). Berdasarkan hal tersebut maka dapat Beberapa kajian terkait pemaknaan
dikatakan bahwa makanan tidak saja merupakan makanan Jawa juga pernah dilakukan oleh Eka
kebutuhan pokok manusia, melainkan juga sebagai (2020) tentang makna bubur sum-sum setelah
sebuah simbol yang di dalamnya mengandung rewang di Desa Pergajahan, Serdang Bedagai
berbagai makna pengajaran. dan Imam (2018) yang mengkaji makna aneka
Dalam rangka untuk mengetahui makna jenang dalam wilujengan lairan bayi
sebenarnya yang ada dalam hidangan cadhil di masyarakat Jawa. Dari beberapa penelitian
tradisi mudhun lemah di Desa Lebakgowah, maka yang telah dilakukan sebelumnya tentang
diperlukan sebuah pengkajian atau penelusuran makna makanan, belum ada yang mengkaji
secara mendalam. Selain itu, pengkajian ini perlu dan membahas tentang makna hidangan cadhil
dilakukan untuk mengetahui bagaimana peranan pada tradisi mudhun lemah di Desa
cadhil dalam kehidupan sosial masyarakat Lebakgowah. Oleh karena itu, penulis
setempat. Hal ini menjadi menarik karena menganggap perlu mengadakan penelitian ini.
hidangan ini tidak hanya disajikan dalam upacara
saja, tetapi juga dibagikan kepada para tetangga
sekitar yang secara tidak langsung berkaitan METODE PENELITIAN
dengan sosial budaya masyarakat setempat. Jenis penelitian yang digunakan adalah
Beberapa penelitian terkait dengan kajian deskriptif kualitatif dengan fokus pada
antropologi terhadap makanan yang pernah keutuhan dalam fenomena tertentu. Penelitian
dilakukan dan terkenal adalah kajian oleh Levi- ini dilakukan dengan cara wawancara kepada
Strauss (1965). Levi Strauss berpendapat bahwa informan, dokumentasi dan pengamatan baik
makanan adalah salah satu bentuk unsur secara langsung maupun tidak langsung dalam
kebudayaan di mana di dalamnya mengandung mengumpulkan data yang diperlukan dalam
makna-makna tertentu bagi masyarakatnya penelitian ini. Penelitian ini mengambil
(Mauliana, 2015). Selain kajian antropologi narasumber yang menjadi sumber informan
4

Messi Nurzanah dan Rahma Ari Widihastuti/ Sutasoma 10 (1) (2022)

utama adalah masyarakat Desa Lebakgowah, HASIL DAN PEMBAHASAN


diantaranya Bapak Khaeri sebagai tetua Desa Masyarakat Jawa memiliki kebiasaan yang
Lebakgowah dan Nuraeni sebagai salah satu warga membudaya dengan banyak mengungkapkan
asli Desa Lebakgowah yang pernah melaksanakan makna pengajaran dalam berbagai bentuk
tradisi Mudhun Lemah. simbol, tanda, atau lambang di dalam setiap
Kegiatan atau aktivitas yang diambil lini kehidupannya. Hal tersebut bertujuan
dalam melakukan penelitian ini adalah aktivitas untuk menyampaikan maksud atau pesan
masyarakat dalam tradisi mudhun lemah. secara tidak langsung. Salah satu cara yang
Dokumentasi diambil dari sumber lain yaitu media dilakukan adalah dengan menggunakan
sosial Infotegal, sebagai pihak yang terlibat makanan. Makanan menjadi salah satu objek
langsung dalam mengabadikan setiap momen di yang digunakan oleh masyarakat Jawa sebagai
wilayah Kabupaten Tegal. simbol dalam menyampaikan pesan atau
Fokus utama dalam penelitian ini perasaan kepada masyarakat.
berkaitan dengan makna yang terkandung dalam Masyarakat Desa Lebakgowah pada
hidangan cadhil pada tradisi mudhun lemah di dasarnya merupakan masyarakat Jawa yang
Desa Lebakgowah dan peranan cadhil yang masih melestarikan dan memiliki tradisi turun
mencerminkan kehidupan sosial budaya temurun dari nenek moyang terdahulu mereka,
masyarakat Desa Lebakgowah. Penelitian ini salah satunya yaitu tradisi mudhun lemah.
menggunakan pendekatan kajian teori semiotik Tradisi ini merupakan tradisi yang dilakukan
oleh Charles Sanders Peirce yang mengusung oleh masyarakat setempat ketika ada bayi yang
mengenai konsep tanda. Peirce memberi fokus untuk pertama kalinya belajar berjalan dan
pada ikon, indeks, dan simbol. menapakkan kakinya di tanah.
Data diperoleh dari keterlibatan langsung Tradisi mudhun lemah di Desa
dan informasi yang dihimpun dari beberapa Lebakgowah Kecamatan Lebaksiu Kabupaten
masyarakat setempat, serta dokumen yang relevan, Tegal, dilakukan dengan beberapa proses.
tetapi tidak langsung dikirim oleh informan Prosesi pelaksanaanya sering dilakukan secara
melainkan dari sumber lain yang relevan dengan sederhana, hanya di lingkungan keluarga saja.
penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang Proses diawali dengan memasukan bayi ke
digunakan adalah observasi. Mencari sumber- dalam kurungan yang kemudian kurungan
sumber maupun referensi terkait yang relevan tersebut akan dibuka dan sang bayi akan
digunakan untuk mendukung penelitian ini. Pada diarahkan untuk mengambil beberapa barang
tahap akhir dituliskan hasil yang didapat terkait yang disediakan oleh orang tua mereka. Sisir,
penelitian ini dan untuk analisis data dilakukan buku, Al-qur’an, perhiasan, piranti makeup,
dengan pengkajian secara keseluruhan berdasar dan uang serta beberapa barang lainnya
proses pengumpulan data. sengaja disediakan oleh orang tua bayi yang
kemudian akan dipilih dan diambil sendiri oleh
5

Messi Nurzanah dan Rahma Ari Widihastuti/ Sutasoma 10 (1) (2022)

sang bayi. Tradisi mudhun lemah yang dilakukan Jika dilihat dari gambar di atas,
oleh masyarakat Desa Lebakgowah memang komponen utama dalam hidangan ini adalah
terkesan cukup sederhana dan jarang dilakukan cadhil yang berbentuk bulat, kuah gula Jawa,
dengan serangkaian kegiatan yang lengkap yang dan kuah santan putih. Dalam berbagai daerah,
dimulai dari sungkeman, meniti jadah, naik turun seperti Purwokerto, Klaten, Magelang, dan
tangga, dan siraman. beberapa daerah lainnya mungkin
Tradisi mudhun lemah di Desa menyebutnya dengan sebutan candil. Baik
Lebakgowah hanya dilakukan dengan dua proses cadhil, candil, maupun candhil merupakan
saja yaitu kurungan dan memilih benda-benda hidangan yang sama, yang memiliki rasa
sebagai gambaran hobi atau profesi bayi kelak manis, gurih, dan bertekstur kenyal.
nantinya. Inti dari tradisi mudhun lemah di Desa Hidangan cadhil dalam tradisi
Lebakgwoah pada dasarnya sebatas pengambilan mudhun lemah tidak semata-mata merupakan
barang oleh sang bayi dan pembagian hidangan hidangan biasa. Cadhil mengandung makna
cadhil kepada para tetangga diakhir prosesi. dan pesan di dalam penyajiannya. Makna ini
Kegiatan membagikan cadhil menjadi bagian tertuang dari bentuk, warna, maupun rasa
penting yang secara tidak langsung menjadi cadhil itu sendiri. Memaknai pesan dalam
kebiasaan wajib yang harus dilakukan oleh hidangan cadhil dalam penelitian ini,
masyarakat Desa Lebakgowah dalam prosesi menggunakan kajian teori semiotik yang
tradisi ini. dikemukakan oleh Pierce.
Cadhil menurut masyarakat Desa Dengan kajian semiotik yang
Lebakgowah merupakan makanan khas yang digunakan oleh Charles Sanders Peirce sejalan
dibuat dari tepung ketan atau ubi yang kemudian untuk mengetahui makna yang ada dalam
diindil-indil atau digulung berbentuk bulat hidangan tersebut. Hal ini didasari sebab
layaknya bola-bola kecil sebesar biji salak. Dalam semiotik dan budaya adalah sebagian dari
penyajiannya, bulatan-bulatan yang sebelumnya bentuk komunikasi yang dilakukan oleh
telah dimasak tersebut akan disajikan dengan manusia. Analisis semiotik yang mengkaji
menyiramkan kuah yang terbuat dari campuran tentang tanda dan simbol mencerminkan
gula jawa, garam, air, dan daun pandan. Disusul di sebuah pemaknaan berfokus pada budaya dan
atasnya disiram dengan santan putih gurih. Berikut bentuk psikologi, sebagai alat untuk memberi
adalah gambar cadhil yang diambil dari media makna pada suatu kejadian tertentu yang
sosial twitter Infotegal. berlaku. Hal ini sejalan dengan pernyataan
Yuwita (2018) dalam jurnalnya yang
menyebutkan bahwa teori Charles Sander
Pierce merupakan sebuah konsep dasar
semiotika yang berhubungan dengan tanda dan
simbol.

Gambar 1. Cadhil (Sumber: infotegal.com)


6

Messi Nurzanah dan Rahma Ari Widihastuti/ Sutasoma 10 (1) (2022)

Konsep tanda yang dikemukakan oleh Gambar 2. Bola-bola Adonan Cadhil (Sumber:
xresep.co)
Charles Sanders Peirce memberi fokus pada ikon,
indeks, dan simbol. Di samping berkaitan dengan
Melihat bentuk dari cadhil yang
sifat, kebenaran, dan peraturan yang dinamakan
bulat-bulat layaknya sebuah roda yang
dengan konsep triadik dengan penguraian tanda
menggelinding menandakan awal bagi si bayi,
akan simbol makanan cadhil dalam tradisi mudhun
bahwa dalam semangatnya belajar berjalan
lemah di Desa Lebakgowah. Ikon sebagai penanda
akan mengalami jatuh bangun layaknya
berupa bentuk yang dimaksud. Indeks sebagai
filosofi roda, kadang di atas dan kadang di
suatu yang melaksanakan fungsi atas penanda yang
bawah.
akan dirujuk kebenaranya, sedangkan simbol
Kuah Gula Jawa
adalah penanda dengan fungsinya sebagaimana
sudah menjadi kesepakatan dan lazim dalam
masyarakat setempat (Wulandari & Siregar, 2020).
Menggunakan landasan teori semiotik
Charles Sanders Peirce, penelitian ini akan
menggabungkan dengan kajian komunikasi non
verbal yang merujuk pada pendekatan Budyanta
dan Ganiem (2011) yang mengungkapkan
komunikasi non verbal adalah komunikasi tanpa
Gambar 3. Kuah Gula Jawa (Sumber:
kata. Berdasarkan pada hal tersebut pemaknaan cookpad.com)
akan adanya makanan dapat dikaitkan sebagai
Kuah gula Jawa yang mana memiliki
salah satu bentuk komunikasi penyampaian pesan
warna coklat merupakan perlambangan dari
secara tidak langsung.
tanah. Maksudnya di sini menandakan sang

Pemaknaan Hidangan Cadhil bayi yang sudah menginjakan kakinya untuk

Atas pemaparan tersebut pemaknaan pertama kali di tanah. Rasa manis dari gula

hidangan cadhil secara garis besarnya mencakup. Jawa ini juga memiliki makna, bahwa
kedepanya dalam setiap langkah sang bayi

Bentuk Bulat Cadhil berjalan di dunia ini akan menempuh


perjalanan yang manis, semanis rasa gula
Jawa. Di lain sisi mengandung maksud dan
harapan kedepannya sang anak akan
menempuh perjalanan hidup yang bahagia.
Santan Kelapa
7

Messi Nurzanah dan Rahma Ari Widihastuti/ Sutasoma 10 (1) (2022)

Gambar 4. Gambar Kuah Santan (Sumber: manusia yang tidak sepenuhnya berjalan
infotegal.com)
mulus. Susah dan senang akan senantiasa
Dari warna putih santan memiliki arti dilalui, karena itu sebagai manusia kita harus
kesucian, menandakan bayi yang suci sudah mulai rendah hari dan selalu berusaha berdamai
menapakan kakinya di tanah. Selain itu santan dengan lingkungan sekitar.
kelapa juga dimaknai sebagai bentuk tali Kuah Gula Jawa
persaudaraan dan silaturahmi, karena pada Ikon yang sangat nampak berbentuk cairan
dasarnya hidangan cadhil yang dibuat tidak hanya kental berwarna coklat. Indeks dari warna
untuk keluarga saja akan tetapi juga dibagikan coklat melambangkan tanah dan kekentalan
kepada para tetangga. gula Jawa dimaksudkan untuk merekatkan
Secara garis besarnya hidangan cadhil masing-masing bulatan cadhil. Simbol dari
dimaknai sebagai simbol rasa syukur kepada kuah gula Jawa dalam hidangan ini adalah
Tuhan, di mana hidangan ini disajikan dalam kerukunan. Makna yang dapat disimpulkan
tradisi mudhun lemah dengan harapan sang anak dari ketiganya yaitu bahwa dimanapun kita
mampu menapaki kehidupan dunia dengan penuh hidup dan selama kaki ini masih menapaki
keharmonisan, kebahagiaan, dan kelancaran. bumi maka kita harus saling menyayangi dan
Dengan demikian bisa dikatakan bahwa hidangan tetap menjaga kerukunan antar sesama.
cadhil mempunyai sebuah pesan tertentu yang Santan Kelapa
melambangkan komunikasi budaya nonverbal bagi Ikon cair berwarna putih. Indeks menambah
masyarakat setempat. cita rasa gurih. Simbol dari santan kelapa di
sini merupakan suatu bentuk kesucian dan
Peran Cadhil sebagai Gambaran Sosial Budaya keharmonisan. Makna yang dapat disimpulkan
Masyarakat Desa Lebakgowah yaitu bahwa hati yang bersih dan suci
Berdasar pandangan teori Charles Sanders Peirce merupakan bekal manusia dalam menjalankan
terhadap hidangan cadhil berfokus pada bagian kehidupan bermasyarakat dengan demikian
objek ikon, indeks, dan simbol yang erat kaitanya akan terciptanya keharmonisan dan terjalinya
dengan sosial budaya masyarakat Desa silaturahmi yang baik dengan lingkungan
Lebakgowah adalah sebagai berikut. sekitar.
Bulatan Cadhil Dari gambaran tersebut menandakan
Ikon pada bulatan cadhil adalah bentuk bulat. bahwa makanan sebagai suatu simbol yang
Indeks berbentuk bulat kecil-kecil agar mudah kaya akan berbagai makna dan penuh
dimakan. Simbol akan makna kehidupan yang perlambangan akan sebuah sosial budaya
selalu berputar, kadang di atas dan kadang di masyarakat setempat.Simbol makanan juga
bawah layaknya sebuah roda yang menggelinding. dapat dimaknai sebagai cerminan atas diri
Dari ketiga aspek tersebut makna yang dapat yang menyatakan hubungan antar sesama
disimpulkan yaitu mengingatkan akan kehidupan individu atau kelompok suatu masyarakat.
8

Messi Nurzanah dan Rahma Ari Widihastuti/ Sutasoma 10 (1) (2022)

Sehubungan dengan itu menyiratkan akan ditunjukan dalam hidangan cadhil


makanan sebagai alat yang menjembatani antara mendefinisikan masyarakat Desa Lebakgowah
budaya dan masyarakat tak terkecuali dalam yang memandang makanan bukan semata-
budaya Jawa. mata sebagai kebutuhan pokok belaka
Budaya Jawa yang senantiasa melainkan berkaitan pula dengan lingkungan
mengajarkan kita untuk selalu berbagi atau sekitar.
bersedekah kepada sesama. Hal ini bukan tanpa
alasan, karena sikap Keserasian dan keselarasan SIMPULAN
hidup menjadi nilai penting yang harus dipegang Berdasarkan hasil penelitian dan pemaparan
oleh masyarakat Jawa (Soehardi, 2002). Dengan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
adanya hidangan cadhil pada tradisi mudhun lemah hidangan cadhil yang ada dalam tradisi
yang pada dasarnya sebagai hidangan wajib untuk mudhun lemah memiliki sebuah simbol
disajikan dan dibagikan kepada para tetangga makanan akan sebuah makna yang menjadi
menandakan sebuah keharmonisan yang terjalin di kesepakatan bagi masyarakat Desa
masyarakat Desa Lebakgowah Kecamatan Lebakgowah Kecamatan Lebaksiu Kabupaten
Lebaksiu Kabupaten Tegal. Tegal. Makna yang terkandung dalam
Dalam kehidupan masyarakat Jawa hidangan cadhil pada dasarnya adalah
keharmonisan memegang peran penting dalam ungkapan rasa syukur atas anak mereka yang
hubungan bermasyarakat. Melihat hal demikian sudah mulai belajar berjalan dan menginjakan
adanya hidangan cadhil semakin mempererat rasa kaki di tanah, dengan harapan sang anak
solidaritas, kerukunan, dan silaturahmi antar mampu menapaki kehidupan dunia dengan
tetangga bagi masyarakat setempat. Selain itu penuh keharmonisan, kebahagiaan, dan
dengan adanya kegiatan berbagi cadhil memiliki kelancaran. Bulatan cadhil menandakan roda
sebuah nilai bagi masyarakat untuk memperhatikan berputar, jatuh bagunnya sang anak dalam
lingkungan sekitar, karena tetangga merupakan belajar berjalan, gula jawa berarti warna tanah
bagian penting untuk berbagi. dan manis dengan harapan memperoleh
Dengan demikian dengan adanya tradisi kebahagiaan dan kemanisan dalam menempuh
mudhun lemah dan cadhil sebagai makanan wajib perjalanan, dan santan yang berarti kesucian
yang harus dihidangkan dan dibagikan kepada serta rasa kebersamaan.
masyarakat menjadi suatu identitas tersendiri bagi Selain itu, memberi sebuah makna
masyarakat Desa Lebakgowah. Dapat dikatakan akan berbagi yang mencerminkan kehidupan
bahwa masyarakat Desa Lebakgowah adalah masyarakat yang harmonis. Adanya makna
masyarakat berbudaya dengan tetap melestarikan dalam hidangan cadhil juga merupakan wujud
tradisi nenek moyang mereka yang mana secara komunikasi nonverbal masyarakat setempat
tidak langsung mengajarkan rasa kasih sayang dan yang diwujudkan dalam sebuah objek berupa
keharmonisan masyarakat. Ekspresi budaya yang makanan. Makanan yang dianggap hanya
9

Messi Nurzanah dan Rahma Ari Widihastuti/ Sutasoma 10 (1) (2022)

sebuah kebutuhan dasar, sejatinya mengandung Maswita. (2021). Tradisi Makanan Bubur Pedas
Pada Masyarakat Melayu Batubara (Suatu
makna dan pesan mendalam bagi kebudayaan Kajian Antropologis). Jurnal Normatif,
1(1).
masyarakat setempat. Berdasarkan penjabaran di
https://jurnal.alazhar-university.ac.id/index.
atas, diharapkan dengan hasil penelitian yang telah php/normatif/article/view/46
Mauliana, A. M. (2015). Review Teori Levi Strauss.
dihasilkan ini mampu membuka pikiran dan http://blog.unnes.ac.id/annisamedika/2015/1
1/08/review-teori-levi-strauss/
mengajak masyarakat untuk menjaga dan
Musdalifah, A., Yunanto, T. A. R. (2021). Tradisi
melestarikan budaya yang diwariskan nenek Tedhak Siten Terkandung Konsep Self
Efficacy Masjarakat Jawa. Jurnal Pamator,
moyang sebagai salah satu kekayaan dan wujud 14(1).
https://journal.trunojoyo.ac.id/pamator/articl
menjaga keharmonisan masyarakat penganutnya.
e/download/9559/5658
Selain itu, dengan adanya penelitian ini semoga Soehardi. (2002). Nilai-Nilai Tradisi Lisan Dalam
Budaya Jawa. Humaniora, 14(3).
masyarakat lebih bisa menghargai lagi makna https://jurnal.ugm.ac.id/jurnal-humaniora/art
icle/view/763/608
maupun filosofi makanan yang dijadikan simbol
Wulandari, S., Siregar, E. D. (2020). Kajian
sebagai media penyampai pesan. Semiotika Charles Sanders Pierce: Relasi
Trikotomi (Ikon, Indeks, dan Simbol)
Dalam Cerpen Anak Mercusuar Karya
Mashdar Zainal. Titian: Jurnal Ilmu
REFERENSI
Humaniora, 1(4). https://online-
Andriyani, A. (2019). Kajian Literatur pada Makanan journal.unja.ac.id/titian/article/download/95
dalam Perspektif Islam dan Kesehatan. Jurnal 54/5556
Kedokteran dan Kesehatan, 2(15). Yuwita, N. (2018). Representasi Nasionalisme
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/JKK/article/vie dalam Film Rudy Habibie (Studi Analisis
w/4199 Semiotika Charles Sanders Pierce). Jurnal
Desi, A. (2015). Tradisi Makan Nasi Pelleng Pada Yudharta.
Masyarakat Pakpak Desa Parratusan Kecamatan https://jurnal.yudharta.ac.id/v2/index.php/H
Sumbul Kabupaten Kediri. Unimed. ERITAGE/article/download/1565/1249
http://digilib.unimed.ac.id/24704/
Eka, M. (2020). Makna Bubur Sum-sum Setelah Rewang
Bagi Masyarakat Suku Jawa di Desa Pergajahan
Kahan Kabupaten Serdang Bedagai. Unimed.
http://digilib.unimed.ac.id/42801/
Eka, S. (2021). Makna Simbol Ingkung dan Sego Wuduk
dalam Tradisi Selamatan di Kecamatan Putri
Hijau Kabupaten Bengkulu Utara. Iainbengkulu.
http://repository.iainbengkulu.ac.id/6846/1/EKA
%20SUMARDI%20NIM%201911560006.pdf
Ernawati. (2014). Kontribusi Kebermaknaan Hidup Bagi
Sikap Individu Terhadap Kematian. Journal
IAIN Kudus, 5(2).
https://journal.iainkudus.ac.id/index.php/konseli
ng/article/download/1052/964
Imam, B. (2018). Makna Aneka Jenang dalam
Wilujengan Lairan Bayi Masyarakat Jawa: Studi
Etnolinguistik. Badan Pengembangan dan
Pembinaan Bahasa, Jakarta.
http://repositori.kemdikbud.go.id/10101/
Kusuwati, T. I. (2016).Komunikasi Verbal dan
Nonverbal. Al-Irsyad: Jurnal Pendidikan dan
Konseling, 2(6).
http://jurnal.uinsu.ac.id/index.php/al-irsyad/articl
e/downloadSuppFile/6618/999
Levi, S.C. (1965). The Culinary Triangle.

Anda mungkin juga menyukai