Anda di halaman 1dari 16

Sutasoma 9 (2) (2021)

Sutasoma:
Jurnal Sastra Jawa

http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/sutasoma

Studi Linguistik Nama Brand Berbahasa Jawa pada Produk Teh

Giovani Juli Adinatha1, Saras Fairuz Hemas2


1,2
Jurusan Bahasa Jawa, Fakultas Bahasa dan Seni, Universitas Negeri Semarang
Corresponding Author: giovaniadinatha25@gmail.com

DOI: 10.15294/sutasoma.v9i2.51337
Accepted: October, 27th 2021 Approved: November, 18th 2021 Published: November, 28th 2021

Abstrak
Penelitian ini mengkaji tentang nama-nama brand berbahasa Jawa pada produk teh. Tujuan penelitian ini adalah
mendeskripsikan bentuk dan makna nama-nama brand teh berbahasa Jawa. Penelitian ini menggunakan
pendekatan deskriptif kualitatif. Sumber data dalam penelitian ini adalah produk teh berbahasa Jawa yang terdapat
di platform belanja online Shopee dan Tokopedia. Data berupa nama-nama brand teh berbahasa Jawa. Data dipilih
dengan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data menggunakan teknik tangkapan layar di platform
belanja online Shopee dan Tokopedia. Data dianalisis menggunakan anlisis isi. Validitas data didapatkan dengan
ketekunan penelitian dan triangulasi peneliti. Triangulasi peneliti dilakukan dengan cara menganalisis data
menggunakan lebih dari satu peneliti. Setelah data selesai dianalisis, data disajikan secara formal dan informal.
Hasil penelitian menemukan bahwa bentuk nama-nama brand teh berbahasa Jawa terdiri atas kata dan frasa. Makna
yang ditemukan pada bentuk-bentuk tersebut antara lain: nama deskriptor toponimi, nama karakter fiktif, nama
ikonik, nama simbolisme, nama sugestif, nama budaya, dan metafora.

Kata kunci: nama brand; produk teh; bahasa Jawa

Abstract
This research focused on tea brand names derived from Javanese language. The objective is to describe the name’s structure and
meaning. Descriptive-qualitative approach was used in this research with data from two online marketplace, Shopee and
Tokopedia, focusing only on tea brand names derived from Javanese language. The data were chosen by using purposive sampling
technique and recorded by taking screenshots Shopee and Tokopedia. The data were analyzed by content analysis technique. Data
validity was retrieved by researcher’s triangulation and persistency. The triangulation was conducted by analysing data, done by
more than one researcher. After they were analyzed, data were presented both formally and informally. Results from this research
is that tea brand names derived from Javanese language are consist of words and phrases. Meanings that were found in those
structure are toponymy descriptors, fictional characters names, iconic names, symbolism names, suggestive names, culture-related
names, and metaphors.

Keywords: brand names; tea products; Javanese language

© 2021 Universitas Negeri Semarang


p-ISSN 2252-6307
e-ISSN 2686-5408

181
182

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

PENDAHULUAN geografi, nama badan hukum, hingga merek


Sekarang ini pemakaian nama-nama brand dagang. Penggunaan bahasa Indonesia pada
makanan berbahasa asing semakin marak nama merek dagang sebagaimana dimaksudkan
membanjiri produk-produk makanan asli dikecualikan untuk merek dagang yang
Indonesia. Nama-nama yang sudah ada seperti merupakan lisensi asing. Pasal 35 ayat (3) pada
French Fries 2000, Go Potato, Silver Queen dan Perpres ini berbunyi: “Dalam hal merek dagang
lain sebagainya merupakan beberapa con-toh di sebagaimana dimaksud memiliki nilai sejarah,
antaranya. Alasan di balik munculnya nama- budaya, adat-istiadat, dan/atau keagamaan,
nama asing dalam penggunaan nama brand nama merek dagang dapat meng-gunakan
biasanya terkait dengan harapan maupun citra Bahasa Daerah atau Bahasa Asing.” (Liputan
atau kesan yang ingin diangkat dalam produk itu 6.com, 10/10/2019). Hal ini tentu dilakukan
agar dapat lebih diterima di hati konsumen. oleh Presiden Jokowi sebagai upaya
Menurut Aaker & Keller (1990) pembuatan perlindungan dan pemeliharaan bahasa
nama brand adalah hal penting sebab nama brand Indonesia maupun bahasa daerah agar terus
mewakili titik kontak pertama konsumen dan hidup dan lestari.
karena itu dapat mendorong kesan awal, asosiasi, Berbeda dari Indonesia, di Cina pena-
dan harapan. Senada dengan pendapat tersebut, maan brand suatu produk yang mempunyai kesan
Heath & Heath (2011) juga mengemukakan hal positif diciptakan dengan mengacu pada
yang sama tentang pentingnya citra sebuah kepercayaan supranatural agar mendapat keber-
nama, Ia berpendapat bahwa seperti halnya untungan (Ang, 1996; Chan & Huang, 2001a,
orang, membuat kesan pertama yang baik itu 2001b; Francis, Lam, & Walls, 2002; McDonald
penting dan dapat memiliki manfaat kumulatif & Roberts, 1990; Schmitt & Pan, 1994).
yang bertahan lama. Akibatnya, perusahaan Mayoritas orang-orang Cina sangat menghargai
menginvestasikan sumber daya yang cukup besar bahasa daerahnya bahkan hingga
dalam mengembangkan nama brand untuk memperhitungkan penamaan bahasa daerah
menciptakan kesan positif. dalam nama brand produknya menggunakan
Sayangnya pembuatan nama brand kepercayaan supranatural agar mempunyai
menggunakan bahasa asing agar mempunyai keuntungan bisnis yang besar. Berdasarkan hal
kesan positif ini ternyata menciptakan pro- tersebut dapat tecermin bahwa orang-orang Cina
blematika tersendiri dalam pemeliharaan baha- lebih menghargai penggunaan bahasa daerah
sa, baik itu bahasa Indonesia maupun bahasa- untuk nama brand produk yang dimilikinya agar
bahasa daerah di Indonesia. Problematika ini mempunyai kesan positif dibanding orang-orang
pun bahkan menjadi persoalan yang diperhati- Indonesia yang mengadopsi penggunaan bahasa
kan oleh Presiden Jokowi hingga membuatnya asing, utamanya bahasa Inggris untuk nama
mengeluarkan Perpres No. 63 Tahun 2019 ten- brand produknya.
tang Penggunaan Bahasa Indonesia. Perpres Salah satu contoh nama brand berbahasa
tersebut berisi tentang penggunaan bahasa Indonesia yang masih mengadopsi sistematika
Indonesia dalam kata dengan penggunaan nama penamaan bahasa Inggris yaitu nama brand
183

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

Qtela. Qtela adalah nama brand untuk produk sebagai identitasnya tanpa perlu mengubah nama
makanan ringan yang berbahan dasar dari umbi menggunakan nama asing agar semakin berkelas.
asli Indonesia yaitu umbi ketela. Nama ini dibuat Selain penggunaan bahasa Indonesia
dengan memodifikasi suku kata awal [ke-] pada dalam nama brand terdapat pula penggunaan
kata tersebut menjadi huruf /Q/. Saat diucapkan bahasa daerah dalam nama brand makanan.
antara nama Qtela dan Ketela tentu mempunyai Salah satu nama brand berbahasa daerah pada
nuansa kesan berbeda sehing-ga menciptakan produk makanan ringan yaitu Karuhun.
citra berbeda pula. Nama Kete-la saat diucapkan Karuhun adalah nama brand produk makanan
mempunyai kesan Indonesia dan sederhana keripik singkong asli Indonesia. Kata Karuhun
sedangkan nama Qtela lebih ter-kesan mewah berasal dari kosakata bahasa Sunda yang berarti
dan berkelas sehingga menimbul-kan asumsi leluhur.
image produk Qtela setara dengan produk Bahasa daerah tidak hanya digunakan
makanan dari luar negeri yang diimpor di sebagai nama brand dalam produk makanan saja,
Indonesia. Pada satu sisi, modifikasi bentuk melainkan juga dalam produk minuman. Salah
penamaan brand dapat dipandang sebagai suatu satu bahasa daerah yang digunakan dalam
kreatifitas penamaan, akan tetapi di sisi lain produk minuman yaitu bahasa Jawa. Bahasa
muncul perspektif negatif yaitu kurangnya Jawa digunakan dalam nama brand pada produk
menghargai bahasa sendiri. minuman teh. Teh yang telah menjadi minuman
Bentuk-bentuk modifikasi penamaan rutin sehari-hari masyarakat Jawa saat
memang dibutuhkan untuk mengangkat citra beraktivitas membuat produk-produk teh yang
brand suatu produk. Namun, memodifikasi beredar di Jawa Tengah mempunyai nama brand
bentuk-bentuk penamaan dengan menggunakan yang beragam. Nama-nama brand teh berbahasa
sistem bahasa sendiri jauh lebih bagus dibanding Jawa pun kian banyak jumlahnya. Bentuk-
menggunakan sistem bahasa asing. Misalnya, bentuk penamaannya yang berva-riasi beserta
nama brand Indomie. Indomie merupakan beragam makna yang terkandung di dalamnya
gabungan kata dari kata Indonesia dan mie. menjadikan teh sebagai salah satu produk yang
Modifikasi bentuk ini terjadi pada kata mie yang menghargai eksistensi bahasa Jawa. Adapun
semula kata ini adalah mi diubah dengan nama-nama brand teh yang menggunakan bahasa
menambahkan huruf /e/ dibelakangnya. Nama Jawa antara lain: Djempol yang berarti ibu jari,
Indomie adalah hasil modifikasi bentuk dasar Nyapu yang berarti melakukan aktivitas
pada kata mi, namun kesan yang ditimbulkan menyapu, dan juga Prendjak yang berarti nama
tidak berubah. Nama tersebut tetap menciptakan burung. Nama-nama ini secara bentuk dapat
kesan sederhana dan sahaja yang mencermikan ditelusuri asal-usul pembentukannya secara
asli Indonesia. Bila ditinjau lebih lanjut nama morfologi bahasa Jawa. Di luar bentuk-bentuk
brand Indomie yang dulu adalah nama brand itu, terdapat juga variasi bentuk-bentuk
lokal kini sudah menjadi nama brand global yang penamaan brand teh berbahasa Jawa yang
produk-produknya telah diekspor ke berbagai terpengaruh oleh sistem bahasa asing yaitu
mancanegara. Nama brand Indomie tetap bahasa Inggris karena ingin mengejar
mempertahankan citra produk asli Indonesia modernisasi dan estetika, misalnya nama Javana.
184

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

Nama Javana mempunyai kesan seperti nama dilakukan. Berikut ini penelitian-penelitian yang
asing yang mana nama tersebut tidak sesuai mengkaji nama brand suatu produk:
dengan citra brand yang ingin dibangunnya yaitu Chan & Huang (1997) meneliti lima ratus
mengusung kenikmatan teh asli Jawa yang nama brand Cina yang produknya merupakan
disajikan untuk raja-raja Jawa. Kemudian, pemenang penghargaan nasional. Hasilnya
ditemukan pula nama brand yang masih menunjukkan bahwa karakteristik umum
mempertahankan karakter asli sistem penamaan penamaan brand Cina menggunakan aspek
bahasa Jawa namun tidak sesuai dengan sistem linguistik berupa suku kata, tonik atau nada,
ejaan bahasa Jawa, misalnya Pendawa Lima. semantik dan struktur morfologi. Secara khusus,
Dalam ejaan bahasa Jawa kata Pendawa nama brand yang bagus dalam bahasa Cina yaitu
seharusnya ditulis Pandhawa. mempunyai panjang dua suku kata, kombinasi
Berdasarkan contoh-contoh bentuk pe- nada tinggi-nada tinggi, konotasi positif, dan
namaan di atas, diduga terdapat bentuk-bentuk struktur nomina-nomina morfemik.
penamaan brand teh lain yang sangat variatif Lowrey et al., (2003) meneliti tentang
yang dapat dikaji menggunakan ilmu-ilmu hubungan antara karakteristik linguistik nama
linguistik seperti morfologi. brand dan memori nama brand pada konsumen.
Nama-nama brand teh berbahasa Jawa Terdapat lima ratus nama brand dari produk
tentu sangat penting dan menarik untuk diteliti pembersih, makanan kemasan, dan jasa ke-
sebab dari hasil penelitian ini nanti dapat uangan yang diujikan kepada konsumen perem-
tecermin sejauh mana pemahaman masyarakat puan rentang usia 18 hingga 65 tahun dengan
Jawa dalam menggunakan bahasa Jawa. Apakah menggunakan dua jenis variabel linguistik yang
bahasa ini masih digunakan dengan benar di diadaptasi dari 23 sifat linguistik yang dikemu-
tengah-tengah masyarakat dalam ranah bisnis kakan oleh Vanden Bergh, Adler, & Oliver
atau bahasa Jawa digunakan secara asal-asalan (1987). Variabel tersebut berupa variabel terikat
dengan tujuan hanya ingin mengeksploitasi (ejaan yang tidak biasa, pencampuran kata) dan
produknya agar laku keras. variabel bebas (kesesuaian semantik, paranoma-
Berbicara mengenai nama brand yang sia, plosif awal). Hasilnya terungkap bahwa ti-ga
sangat terkai erat dengan linguistik tentu banyak variabel linguistik (kesesuaian semantik,
aspek yang membahasnya dalam penelitian, baik paranomasia, plosif awal) berperan positif pada
itu dalam bidang linguistik murni dan ingatan konsumen tentang nama brand untuk
terapannya, marketing, maupun advertising yang brand yang kurang dikenal daripada yang lebih
terdapat di dalam jurnal yang akan memperkaya dikenal. Sementara itu untuk dua variabel
referensi penelitian ini. linguistik lain (ejaan yang tidak biasa dan pen-
Penelitian tentang nama-nama brand telah campuran kata) menunjukkan efek utama yang
banyak dilakukan oleh peneliti sebelumnya, baik lebih kuat pada memori nama brand yang kurang
di tingkat nasional maupun internasional. dikenal daripada untuk brand yang lebih dikenal.
Namun, penelitian yang fokus pada objek nama- Wilson (2003) meneliti tentang lima nama
nama brand teh berbahasa Jawa belum pernah brand anggur di Cina. Hasil penelitiannya
185

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

menunjukkan bahwa konsumen lebih tertarik Indonesia yang terdapat di tiga Supermarket di
membeli anggur asing yang mempunyai nama Solo. Penelitian ini menemukan bahwa nama
brand berbahasa asing daripada anggur Cina brand berbahasa Inggris dalam beragam produk
berbahasa Cina yang pengucapannya Indonesia dapat diciptakan dengan menerapkan
menyerupai bahasa Inggris namun tidak pembentukan kata seperti pemajemukan, pen-
mempunyai arti. Alasannya karena konsumen campuran, penambahan imbuhan, reduplikasi
pembeli anggur tersebut rata-rata adalah orang atau pengulangan, onomatopoeia, singkatan,
yang berpendidikan yang mengerti arti dari akronim, dan pemotongan.
bahasa asing yang menunjukkan bahwa mereka Abelin (2015) meneliti nama brand Swedia
mempunyai standar hidup dan budaya yang yang menggunakan aspek linguistik berupa
tinggi dalam meminum anggur. fonestemik dan simbolisme suara. Hasil
Lowrey & Shrum (2007) meneliti tentang penelitiannya menunjukkan bahwa tidak dite-
efek penggunaan simbolisme suara pada nama mukan cluster pejorative (pj-, fn-, nj-, fj-, gn-, sl-, vr-
brand berbahasa Inggris. Hasil penelitiannya , bj-) dalam penggunaan aspek linguistik
menunjukkan bahwa atribut suara vokal dalam fonestemik dan simbolisme suara pada nama
nama brand yang sama dengan kategori produk brand Swedia dalam kurun waktu 2003-2013.
berbeda menyebabkan konotasi yang berbeda Cluster pejorative tersebut dalam bahasa Swedia
dipikiran peserta. Peserta lebih menyukai atribut umumnya mempunyai makna negatif dalam
suara vokal dalam nama brand untuk kategori kosa kata bahasa Swedia.
produk konvertibel dan pisau karena mempunyai Setyowati (2015) meneliti 25 perpaduan
konotasi positif daripada atribut suara vokal nama brand snack dan minuman yang terdapat di
dalam nama brand untuk produk kendaraan Supermarket di Yogyakarta meng-gunakan
utilitas olahraga dan palu yang mempunyai pendekatan prosodik morfologi. Hasil penelitian
konotasi negatif. ini menunjukkan bahwa perpaduan antara
Chang & Lii (2008) meneliti 1.202 nama masing-masing bagian depan kata adalah formasi
brand dari seratus produk dalam negeri, termasuk struktural dari perpaduan kata yang sering
perlengkapan rumah, peralatan, peralatan dapur digunakan pada data yang ditemukan (9
dan kamar kecil, minuman, makanan, artikel perpaduan kata). Struktur ini kemudian
rekreasi, layanan, dan lain-lain berdasarkan dilanjutkan oleh perpaduan antara bagian awal
kepercayaan supranatural masyarakat Cina dan akhir dari kata sumber (7 perpaduan kata),
menggunakan pukulan nomor keberuntungan. perpaduan dua kata yang mempunyai rangkaian
Hasil penelitiannya menemu-kan bahwa nama bunyi bersama (6 perpaduan kata), dan diakhiri
brand yang terbentuk dari nomor pukulan total oleh perpaduan dua kata yang mempunyai bunyi
keberuntungan lebih tinggi umumnya lebih kuat berlipat ganda (3 perpaduan kata). Formasi
menghadapi ketidakpastian lingkungan pasar struktural yang paling relevan dengan ukuran
daripada nama brand yang terbentuk dari nomor perpaduan kata yang berdasarkan pada
pukulan total keberuntungan yang rendah. banyaknya jumlah suku kata pada kata sumber
Giyatmi et al., (2014) meneliti nama brand kedua adalah formasi AD (83.33%). Hal ini
berbahasa Inggris pada beragam produk menunjukkan bahwa struktur dari perpaduan
186

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

kata tanpa adanya tumpang tindih pada kata terdengar asing. Produk entry-level berkinerja
sumber lebih relevan terhadap ukuran perpaduan lebih baik dengan nama brand semantik, dan
kata daripada struktur perpaduan kata yang produk kelas atas unggul ketika mereka memiliki
bertumpang tindih. nama brand yang terdengar asing. Dengan
Pires et al., (2016) meneliti nama brand demikian, kategorisasi empat arah dari jenis
obat. Hasilnya menunjukkan 474 nama dibentuk nama brand telah membantu perusahaan
oleh 615 kata. 74.5% kata terdiri atas kurang multinasional dan perusahaan domestik Cina
lebih tiga silabel, umumnya jumlah silabel yang memahami dan memanfaatkan hubungan antara
paling banyak adalah kata-kata Portugis (91%). jenis nama brand dan permintaan konsumen.
Seperti yang direkomendasikan, 81% (n = 385) Pogacar et al., (2021) meneliti tentang
nama dibentuk oleh satu kata, 59.2% (n = 281) brand Nestle dengan judul Is Nestle a Lady? The
nama tersusun dari 5–8 huruf, dan 83.1% (n = Feminine Brand Name Advantage. Hasil
394) berupa huruf pertama kapital atau semua penelitiannya menunjukkan bahwa nama
huruf kapital. Bertentangan dengan feminin secara linguistik meningkatkan
rekomendasi, 22% nama terdiri atas kombinasi kehangatan yang dirasakan dan juga
huruf yang tidak umum ditemukan dalam kata- meningkatkan hasil brand tersebut. Selain itu
kata Portugis. nama brand feminin mempunyai keunggulan
Anggrisia et al., (2019) meneliti nama meningkatkan sikap dan pangsa pilihan yang
brand makanan dengan penjualan terbaik di menyebabkan peningkatan kinerja brand tersebut.
aplikasi Grab dan Go-Jek yang difokuskan pada Meski demikian penulis juga menyadari bahwa
pengguna kedua aplikasi tersebut di Kota keunggulan nama brand feminin ini dapat
Malang. Hasil penelitian ini menemukan bahwa melemah apabila pengguna produk adalah laki-
nama brand makanan dengan penjualan terbaik laki dan ketika produk utilitarian.
di aplikasi Grab dan Go-Jek dapat dibuat dengan
menerapkan pembentukan kata seperti METODE PENELITIAN
pemajemukan, peminjaman, pengulangan, Penelitian ini menggunakan pendekatan
singkatan, akronim, dan kliping. deskriptif kualitatif. Sumber data dalam
Wu et al., (2019) meneliti pengaruh jenis penelitian ini adalah produk teh berbahasa Jawa
nama brand mobil terhadap permintaan yang terdapat di platform belanja online Shopee
konsumen. Hasil penelitiannya menunjukkan dan Tokopedia. Data berupa nama-nama brand
bahwa konsumen Cina lebih menyukai ken- teh berbahasa Jawa. Data dipilih dengan teknik
daraan model dengan nama brand semantik purposive sampling dengan kriteria sebagai beri-
(7,64% lebih banyak penjualan daripada alfa- kut: 1) teh memiliki brand berbahasa Jawa; 2)
numerik) tetapi menunjukkan preferensi paling pemilik brand teh bersuku Jawa; 3) brand teh
sedikit untuk nama brand fonosemantik (4,92% terdapat di Shopee dan Tokopedia; 4) penamaan
penjualan lebih rendah dari alfanumerik). Peru- brand teh berbahasa Jawa tidak menggunakan
sahaan Cina domestik diuntungkan dari nama angka; 5) penamaan brand teh berbahasa Jawa
brand semantik, sedangkan perusahaan asing tidak menggunakan kombinasi huruf dan angka.
diperoleh dari penggunaan nama brand yang
187

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

Teknik pengumpulan data menggunakan teknik menganalisis data menggunakan lebih dari satu
tangkapan layar di platform belanja online Shopee peneliti. Setelah data selesai dianalisis, data
dan Tokopedia. Teknik tangkapan layar disajikan secara formal dan informal.
dilakukan dengan langkah-langkah sebagai
berikut: 1) mengetik kata teh di kolom pencarian HASIL DAN PEMBAHASAN
platform belanja online Shopee dan Tokopedia; 2) Berdasarkan hasil penelitian ditemukan 42
mengamati produk-produk teh yang muncul di tulisan nama brand berbahasa Jawa di platform
Shopee dan Tokopedia; 3) menyeleksi produk- Shopee dan Tokopedia dengan rincian: 24 tulisan
produk teh dengan mengeklik produk-produk teh di Shopee dan 20 tulisan di Tokopedia yang
dengan nama brand berbahasa Jawa; 4) dapat diklasifikasikan menjadi: 1) bentuk
mengetikkan nama brand teh yang sudah penamaan terdiri atas satu kata yang terdiri atas
diketahui sebelumnya yang terindikasi kata dasar, kata berimbuhan, kata dengan
memenuhi kriteria purposive sampling sebagai ortografis ejaan lama, kata majemuk, kata
back-up untuk mencari data apabila mengetikkan majemuk dengan ortografis ejaan lama, kata
kata teh di kolom pencarian tidak menemukan dengan kesalahan ejaan, dan reduplikasi; 2)
data-data yang dibutuhkan; 4) setelah bentuk penamaan terdiri atas dua kata yang
menemukan satu data yang dibutuhkan, Peneliti terdiri atas frasa dan kata majemuk.
mengeklik nama toko online tersebut untuk
melihat etalase toko agar menemukan lebih Bentuk Nama Brand Teh Berbahasa Jawa Satu
banyak produk teh dengan nama brand berbahasa Kata
Jawa; 5) produk-produk teh yang berada di Berdasarkan hasil analisis terdapat tu-juh bentuk
etalase toko yang memenuhi kriteria purposive nama brand teh berbahasa Jawa yang
sampling diambil datanya menggunakan fitur menggunakan satu kata. Pertama, bentuk kata
tangkapan layar di handphone. Data yang telah dasar dengan kelas kata nomina, contoh:
terkumpul dianalisis menggunakan analisis isi Cangkir, Ceret, Dandang, Jaring, Jawa, Naga
dengan beberapa tahap: 1) mengumpulkan Narayana, Pecut, Poci, Sarang, Sarawita,
tulisan nama brand produk teh yang terindikasi Sindoro, Sintren, Soklat, Tambi, Trompet, dan
menggunakan bahasa Jawa; 2) mengelompokkan Walang. Dua, bentuk kata dasar dengan kelas
tulisan-tulisan nama brand berbahasa Jawa kata verba, contoh: Angon dan Tapen. Tiga,
berdasarkan bentuknya; 3) mengidentifikasi bentuk kata dasar dengan kelas kata adverbial,
penggunaan bahasa Jawa pada tulisan; 4) contoh: Kepyur dan Gembong. Empat, bentuk
mengklasifikasikan penggunaan bahasa Jawa kata dasar dengan ortografis ejaan lama dengan
pada tulisan berdasarkan tataran linguistik; 5) kelas kata nomina, contoh: Kantjil dan Djempol.
mendeskripsikan secara rinci isi dan makna dari Lima, bentuk kata berimbuhan dengan kelas kata
maksud penggunaan bahasa Jawa pada tulisan. nomina, contoh: Bandulan. Enam, bentuk kata
Validitas data didapatkan dengan berimbuhan dengan kelas kata verba, contoh:
ketekunan penelitian dan triangulasi peneliti. Napen, Nutu, dan Nyapu. Tujuh, bentuk satu
Triangulasi peneliti dilakukan dengan cara kata berkategori kata majemuk (camboran tugel)
dengan kelas kata numeralia, contoh: Rolas.
188

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

Delapan, bentuk satu kata berkategori kata


majemuk (camboran wutuh) dengan ortografis
ejaan lama yang mempunyai kelas kata nomina,
contoh: Astadjiwa. Sembilan, bentuk satu kata
berkelas kata nomina dengan kesalahan
penulisan ejaan, contoh: nDeso. Sepuluh, bentuk
satu kata berkategori reduplikasi penuh dengan
kelas kata adverbial, contoh: Goro-goro.

Gambar 2. Nama Brand Teh Dua kata

Makna Nama Brand Teh Berbahasa Jawa


Berdasarkan hasil analisis makna penamaan
brand teh berbahasa Jawa dengan mengacu pada
temuan Danesi (Danesi, 2011, pp.175-185)
Gambar 1. Nama Brand Teh Satu Kata
ditemukan beberapa makna sebagai berikut:

Bentuk Nama Brand Teh Berbahasa Jawa Dua


Nama Deskriptor Toponimi
Kata
Nama deskriptor adalah kata atau frasa yang
Berdasarkan hasil analisis terdapat tiga bentuk
menggambarkan produk dalam beberapa cara,
nama brand teh berbahasa Jawa yang
salah satunya yaitu deskriptor toponimi.
menggunakan dua kata. Pertama, bentuk frasa
Berdasarkan temuan, nama-nama brand teh
nomina, contoh: Candi Borobudur, Candi Wa-
berbahasa Jawa yang mempunyai makna nama
yang, Gajah Kertowono, Gunung Mas, dan
deskriptor toponimi sebagai berikut: Jawa,
Gunung Subur. Dua, bentuk frasa nomina de-
Sindoro, Tambi, Gunung Mas, Gunung Subur,
ngan kesalahan ejaan pada ortografis, contoh:
dan Candi Borobudur. Toponimi digunakan
Pendawa Lima. Tiga, bentuk kata majemuk
dalam nama brand teh sebagai cara
dengan kelas kata nomina, contoh: Tawon
mendeskripsikan asal teh tersebut diproduksi.
Kinjeng dan Kaca Piring.
Efek positif pengunaan toponimi dalam nama
brand yaitu mempengaruhi persepsi konsumen
bahwa teh yang berkualitas diproduksi di tempat-
tempat tersebut sebab nama tempat
mencerminkan keunggulan sumberdaya alam
yang dimilikinya.
189

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

yang merujuk pada referensi terten-tu. Ikon


dalam teori semiotika adalah tanda yang dibuat
untuk menyerupai referensinya dalam beberapa
hal.
Nama brand Ceret adalah ikon visual yang
Gambar 3. Nama deskriptor toponimi
merujuk pada alat masak untuk menye-duh teh.
Nama Djempol adalah ikon visual yang merujuk
Nama Karakter Fiktif
pada respon kepuasan konsumen terhadap
Nama karakter fiktif adalah kata atau frasa yang
produk dari brand tersebut. Nama Kepala
menggambarkan produk ke dalam tokoh-tokoh
Djenggot adalah ikon visual yang meru-juk
yang bersifat fiktif. Tokoh-tokoh yang diusung
seseorang yang pandai dalam membuat teh atau
dalam penamaan brand teh berbahasa Jawa ini
menikmati teh yang enak. Nama Cangkir dan
biasanya tokoh-tokoh yang berkaitan dengan
Kaca Piring adalah ikon visual yang meru-juk
budaya Jawa, misalnya tokoh pewayangan.
pada piranti untuk menyajikan teh. Dalam hal ini
Adapun nama-nama brand yang ditemukan
estetika menyajikan teh dilakukan de-ngan cara
dalam penelitian ini yaitu Narayana, Pandhawa
menghidangkannya di cangkir beser-ta
Lima dan Sarawita. Nama-nama ini dipakai
tatakannya yaitu piring kecil yang terbuat dari
untuk menggambarkan citra baik sebuah produk
kaca. Pada kasus ini kata Kaca Piring
dengan konotasi positif. Nama Narayana
berdasarkan linguistik bukan dimaknai sebagai
merupakan nama dalam bahasa Sanskerta yang
nama bunga tetapi sebagai piring yang terbuat
ditujukan untuk menyebut Wisnu. Nama ini
dari kaca sebab dalam pembuatan makna, atri-
merupakan salah satu manifestasi dari
but lain berupa gambar pada kemasan produk
banyaknya penyebutan nama Tuhan dalam
mempengaruhi intepretasi makna. Adapun
agama Hindu yang menjadi inspirasi terciptanya
gambar tersebut adalah piring kaca yang
karakter tersebut di dunia pewayangan Jawa.
mengkilap.
Nama Pandhawa Lima juga merupakan karakter
fiktif dalam tokoh pewa-yangan Jawa yang selalu
berada di sisi kanan saat pagelaran wayang. Sisi
kanan melambangkan kebaikan, kebajikan dan
kebijaksanaan. Nama Sarawita merupakan nama
lain Bilung dalam tokoh wayang. Tokoh ini
berperan sebagai abdi Ratu Sabrang atau
Gambar 4. Brand Kepala Djenggot dan Ceret
pembantu Raja yang mempunyai karakter baik
dengan selalu memberikan masukkan yang baik
Selanjutnya, ada nama Poci. Kata Poci
kepada tuannya.
merupakan ikon visual yang merujuk pada
tempat teh yang terdiri atas teko berukuran besar
Nama Ikonik
beserta cangkir dan tatakannya yang umumnya
Nama ikonik merupakan nama yang mempunyai
berjumlah 4 dan terbuat dari tanah liat. Ikon
daya visual untuk menggambarkan suatu objek
visual ini merupakan atribut tambahan untuk
190

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

memperkuat nama brand yang terpampang pada


kemasan produk. Secara visual ikon ini
mempengaruhi persepsi konsumen tentang cara
penyajian teh yang masih tradisional dengan
kualitas terbaik dan enak sebab poci yang terbuat
dari tanah liat tanpa furnishing lapisan keramik
mampu menambah kenikmatan dan kesegaran Gambar 5. Brand Poci dan Dandang
teh. Secara tidak langsung nama poci adalah ikon
yang mampu memvisualkan citra berkelas atau Berikutnya, nama brand teh yang
prestise sebuah produk teh. mempunyai makna nama ikonik adalah nama
Kemudian ada nama Dandang. Kata Bandulan. Meskipun kata Bandulan secara visual
Dandang merupakan ikon visual yang merujuk tidak ada keterkaitan secara langsung dalam hal
pada tempat membuat teh yang berukuran besar. yang berhubungan dengan teh, namun kata ini
Kata Dandang secara visual maupun secara dipakai sebagai nama brand produk dengan ikon
onomatope saat diucapkan mempunyai makna visual yang merujuk pada benda yang terikat
ukuran atau kapasitas yang besar, sedangkan pada sebuah tali yang menggantung di atas
kata Poci mempunyai makna ukuran atau pohon yang dapat berayun serta dapat
kapasitas yang kecil. Ikon Dandang adalah ikon ditumpangi. Ikon ini tergambarkan pada
yang memvisualkan kapasitas produksi kemasan teh di mana bandulan tersebut
minuman teh secara besar-besaran dalam jumlah tergantung di atas pohon di sekitar perkebunan
banyak. Umumnya orang yang punya hajatan teh. Ikon ini ingin memvisualkan masa kecil
atau orang yang berjualan, yang biasanya kegiatan bermain yang dapat dilakukan di sekitar
membuat minuman teh dengan kapasitas perkebunan teh dengan cara menaiki ayunan.
produksi dalam jumlah banyak. Hal ini Ketika Bandulan diayunkan ia dapat bergerak
mendeskripsikan bahwa ikon dandang secara bebas ke depan dan ke belakang sehingga
visual mempunyai makna bahwa brand tersebut Bandulan merupakan ikon yang memvisualkan
digemari oleh banyak orang. Intepretasi makna kebebasan. Dengan mengusung nilai kebebasan
ini didapat dengan cara mengkorelasikan ini diharapkan aspek-aspek yang menunjang
kegunaan dandang dengan tujuan yang ingin usaha tersebut terbebas dari segala hambatan,
dicapai. Kegunaan dandang yaitu dapat merebus baik aspek produksi, aspek perizinan, aspek
air untuk membuat minuman teh dalam jumlah pemasaran dan aspek-aspek lainnya. Selain itu,
besar, sedangkan tujuan yang ingin dicapai harapan lainnya adalah nama Bandulan dapat
adalah minuman teh dapat dikonsumsi oleh membuat perusahaan mempunyai profit yang
banyak orang. Adanya intepretasi makna ikonik tinggi karena produknya dapat diterima secara
ini menghasilkan sebuah citra yang ingin bebas di manapun ia dipasarkan.
diangkat dari nama brand Dandang yaitu tradi-
sional dan merakyat sebab dandang merupakan
alat masak tradisional masyarakat Jawa.
191

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

mempunyai eksistensi yang kuat disepanjang


zaman.

Gambar 6. Brand Teh Bandulan

Nama Simbolisme
Nama simbolisme adalah kata atau frasa yang Gambar 7. Brand Gajah Kertowono
melambangkan simbolisme suatu objek terkait
dengan kepercayaan. Umumnya nama Selanjutnya nama Tawon Kinjeng adalah
simbolisme merupakan bagian dari budaya Jawa simbol dari kebermanfaatan, keberkahan, dan
yang mencerminkan pandangan hidup orang kebersihan. Simbol ini didapat berdasarkan surat
Jawa dalam memaknai suatu objek berdasarkan An-Nahl ayat 68 yang membahas tentang lebah
nilai filosofis. Berikut nama-nama brand teh atau tawon. Berdasarkan surat tersebut
berbahasa Jawa yang mempunyai makna nama masyarakat Jawa yang memeluk agama Islam
simbolisme. Nama Gajah Kerto-wono adalah memandang bahwa lebah adalah satu-satunya
nama brand teh yang berasal dari daerah hewan yang mendapatkan wahyu langsung yang
Kertowono, Kabupaten Lumajang, Jawa Timur. secara filosofis mempunyai makna bahwa hidup
Dinamakan Gajah Kertowono bukan karena di harus seperti lebah. Lebah adalah hewan yang
sana terdapat banyak gajah melainkan nama tidak pernah hinggap di tempat-tempat kotor,
gajah mengandung nilai filosofis. selalu hinggap di tempat bersih dan wangi
Dalam budaya Jawa di era Majapahit (bunga) untuk menghasilkan madu. Demikian
saat masyarakat masih memeluk agama Hindu, pula hidup harus begitu. Hidup diupayakan
gajah dikenal sebagai kendaraan Dewa Indra untuk punya komitmen menjauhi tempat-tempat
bernama Airavata. Gajah juga dikenal sebagai kotor, selalu mencari makan pada tempat yang
Dewa yang melambangkan kekuatan, keper- bersih (mencari nafkah dengan menjauhi ladang-
kasaan, kejantanan, kebajikan, dan kebijak- ladang dosa), dan menghasilkan madu
sanaan. Bahkan begitu kuatnya nama Gajah, (melakukan perbuatan baik yang menghasilkan
nama pahlawan zaman Majapahit yang mema- rasa manis bagi diri sendiri maupun orang lain di
kai kata gajah bernama Gajahmada masih dike- sekitarnya). Meski manfaatnya tidak seistimewa
nal hingga saat ini. Penggunaan kata gajah pada lebah, namun kinjeng atau capung juga
nama brand Gajah Kertowono tentunya mempunyai habit yang sama seperti lebah selalu
mempunyai pandangan demikian. Harapannya hinggap pada tempat-tempat bersih di dahan
nama tersebut mampu membawa produk-produk pepohonan, bunga, dan sejenisnya.
teh yang berasal dari Kertowono ini selalu unggul
atau perkasa dalam hal branding maupun
pemasaran sehingga produk-produknya
192

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

ada banyak Walang yang menghampiri di dalam


hidupnya. Namun hal tersebut direspon secara
positif yang berarti sedang dalam mode
menghadapi ujian untuk menyingkirkan
penghalang-penghalang yang sudah dikenal
secara benar. Apabila walang-walang tersebut
berhasil disingkirkan maka membawa dampak
Gambar 8. Brand Tawon Kinjeng
besar dalam lompatan hidup hingga akhirnya
berada di posisi yang lebih tinggi.
Kemudian nama Naga adalah simbol dari
pelindung atau pengayom. Naga dalam budaya
Jawa adalah makhluk mitologi Jawa yang telah
direka sejak zaman Majapahit. Umumnya, Naga
ditemukan pada pahatan gerbang, pintu masuk
atau undakan tangga dengan maksud melindungi
tempat tersebut. Dengan menggunakan nama
tersebut tentu harapannya pemilik brand beserta
produk dan usahanya selalu dalam perlindungan
Gambar 10. Brand Walang
dan pengayoman agar terhindar dari kesukaran
malah membawa keberuntungan.
Terakhir ada nama Kantjil ‘Kancil’ yang
merupakan simbol dari kelincahan, kecerdikan,
dan kepandaian. Dalam beragam budaya
termasuk budaya Jawa Kantjil selalu diceritakan
menghadapi permasalahan dan tantangan di
hidupnya. Hal tersebut tidak membuat Kantjil
sedih, patah arang, atau bahkan putus asa
Gambar 9. Brand Naga melainkan menjadikan dirinya selalu tanggap ing
sasmita ‘paham tanda’ terhadap situasi yang
Berikutnya, ada nama Walang atau dialaminya sehingga mendorongnya
belalang yang merupakan simbol dari menemukan solusi-solusi untuk mengatasinya
kelincahan, semangat, dan berani menghadapi menggunakan akal cerdiknya. Dengan
tantangan agar dapat melompat lebih jauh mengusung nama tersebut ke dalam brand teh
sehingga dapat membawa kita ke posisi yang diharapkan ketika brand maupun usaha
lebih tinggi. Dalam budaya Jawa nama Walang menghadapi masalah dan tantangan mampu
bukanlah sebuah nama biasa melainkan nama ini mengatasinya secara gesit dan lincah layaknya
terbentuk dari jarwo dhosok atau singkatan kata gerakan Kantjil menggunakan akal yang cerdik
wanuh dan pepalang. Kata wanuh mempunyai arti agar dapat bertahan hidup.
kenal, sedangkan kata pepalang mempunyai arti
penghalang. Bagi masyarakat Jawa, terkadang
193

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

mensugesti konsumen dalam ranah kesehatan


secara fisik, nama Astadjiwa juga mensugesti
dalam ranah batin di mana ketika nama ini
diucapkan tergambar dalam domain psikologis
manusia bahwa nama ini mempunyai daya gema
yang besar yang memberikan ketenangan di

Gambar 11. Brand Kantjil ruang persepsi manusia. Nama ini secara tidak
langsung mampu memberikan persepsi meditasi
di ranah psikologis manusia yang menyiratkan
Nama Sugestif
bahwa dengan mengonsumsi teh hijau Astadjiwa
Nama sugestif adalah nama yang
dapat membuat peminum teh mempunyai
menghubungkan konsumen dengan referensi
ketenangan batin atau jiwa yang tenteram.
gaya hidup tertentu atau domain psikologis
makna. Nama sugestif efektif secara semiotik,
karena menghubungkan produk dengan skema
kehidupan manusia dan simbolisme budaya.
Dapat disimpulkan bahwa nama sugestif adalah
nama yang mempunyai efek pada domain psi-
kologis. Nama sugestif dalam nama brand teh
berbahasa Jawa dapat berupa kata dan frasa.
Nama sugestif yang ditemukan dalam brand teh Gambar 12. Brand Astadjiwa
adalah sebagai berikut:

Selanjutnya, ada nama Pecut yang


Nama Astadjiwa adalah gabungan kata mempunyai daya sugestif dalam nama brand teh.
dari kata asta ‘tangan’ dan djiwa ‘nyawa’. Kata Daya sugesti yang diberikan pada nama tersebut
tersebut mempunyai makna nyawa di tangan. adalah dapat memecut kembali energi seseorang
Kata tersebut dipakai dalam nama brand teh setelah meminum teh. Biasanya orang yang lelah
untuk mensugesti konsumen bahwa kesehatan secara fisik digambarkan harus mengisi
atau pemeliharaan nyawa ada di tangan energinya kembali dengan makan atau minum
konsumen sendiri dengan cara mengonsumsi agar dapat melanjutkan aktivitasnya. Nama
produk teh. Nama ini mensugesti calon pembeli brand tersebut secara tidak langsung menyiratkan
maupun pelanggan produk agar mempunyai hal demikian.
gaya hidup yang sehat dan berumur panjang
dengan mengkonsumsi teh hijau tersebut sebab
teh hijau mempunyai zat antioksidan, asam
amino, dan polifenol yang bermanfaat dalam
memeli-hara kesehatan tubuh bahkan dapat
menyembuhkan penyakit seperti kolesterol, asam
urat, hipertensi dan sebagainya. Selain
Gambar 13. Brand Pecut
194

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

Nama Budaya Berikutnya ada nama napen dan tapen yang


Nama budaya adalah kata atau frasa yang dipakai dalam nama brand teh. Keduanya
menggambarkan suatu kebiasaan cara hidup mempunyai bentuk berbeda namun dengan
yang dilakukan oleh masyarakat setiap hari. esensi makna yang sama. Kata tersebut
Budaya erat kaitannya dengan pola-pola rutinitas mempunyai arti kegiatan membersihkan kotoran
dari sebuah aktivitas yang terus dilakukan setiap yang bercampur di beras dengan cara
hari dan diwariskan secara turun temurun. mengayunkan tampah ke atas dan ke bawah agar
Adapun nama brand teh berbahasa Jawa yang kotoran terpisah dari beras. Kegiatan napen ini
mempunyai makna nama budaya sebagai menjadi rutinitas sehari-hari masyarakat Jawa
berikut: yang merupakan masyarakat agraris. Aktivitas
napen tersebut umumnya dilakukan oleh ibu-ibu
Nama Nutu adalah nama brand teh yang di pagi hari maupun sore hari sebelum menanak
mempunyai arti membersihkan kulit padi untuk nasi. Biasanya selesai napen atau pun disela-sela
menghasilkan beras dengan cara menumbuk napen ibu-ibu ini meminum teh untuk menemani
padi-padi tersebut menggunakan alu di dalam aktivitasnya. Itulah mengapa nama brand
lumpang. Nama Nutu menggambarkan budaya tersebut menggunakan makna nama budaya.
agraris masyarakat Jawa yang berprofesi sebagai
Petani. Mengapa penamaan teh ini harus
menggunakan nama budaya? Apakah teh dengan
budaya agraris saling berkorelasi satu sama lain?
Jawabannya adalah ya. Budaya nutu untuk
menghasilkan beras biasanya dilakukan pada
pagi atau sore hari. Budaya tersebut dilakukan
Gambar 15. Brand Napen
bersamaan dengan budaya ngeteh. Minuman teh
adalah minuman sehari-hari masyarakat Jawa
Terakhir, ada kata Angon yang digunakan
saat sedang beraktivitas. Dalam hal ini kegiatan
dalam nama brand teh. Kata Angon dalam bahasa
ngeteh telah menjadi budaya keseharian yang
Indonesia mempunyai arti menggembala. Bagi
mendampingi budaya nutu pari. Bagi masyarakat
masyarakat Jawa kegiatan angon ini umumnya
Jawa rasanya tidak afdal apabila tidak meminum
dilakukan oleh kaum laki-laki di keluarga Jawa.
teh setelah selesai melakukan aktivitas nutu pari.
Kegiatan ini biasanya dilakukan saat pagi dan
sore hari untuk memelihara hewan ternaknya.
Selesai beraktivitas dari menggembalakan hewan
ternaknya ini, umumnya Bapak-bapak ketika
sampai di rumah disambut oleh isterinya dengan
menyajikan secangkir teh untuk memulihkan
Gambar 14. Brand Nutu tenaga agar berenergi kembali untuk bisa
melakukan aktivitas lainnya. Demikian
195

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

penjelasan mengapa produk tersebut diberi nama


brand Angon.

Gambar 17. Brand Soklat

SIMPULAN
Gambar 16. Brand Angon
Berdasarkan hasil penelitian, simpulan yang
dapat ditarik adalah: 1) masih banyak nama-
Metafora
nama brand berbahasa Jawa yang ditulis dengan
Metafora merupakan salah satu strategi
benar berdasarkan kaidah linguistik bahasa Jawa;
penamaan brand yang unik. Pada penelitian ini
2) penggunaan bahasa Jawa dalam nama brand
ditemukan nama brand teh berbahasa Jawa yang
dapat dipandang sebagai upaya pemertahanan
mempunyai makna metafora yaitu nama Soklat.
bahasa dalam ranah kegiatan perdagangan; 3)
Nama Soklat mempunyai arti coklat. Coklat di
nama-nama brand teh berbahasa Jawa ini mampu
sini diartikan bukan sebagai warna saja
menciptakan citra yang positif pada sebuah
melainkan produk komoditas biji coklat atau
produk; 4) penamaan brand teh menggunakan
kakao seperti halnya komoditas teh. Selain
bahasa Jawa dapat menjadi media pengenalan
memuat nama brand Soklat, di kemasan produk
budaya dan kesenian Jawa.
teh tersebut juga tercantum gambar biji coklat
untuk memperkuat nama brand. Timbul
REFERENSI
pertanyaan mengapa produk teh digambarkan
Aaker, D. A., & Keller, K. L. (1990). Consumer
dengan nama Soklat? Apakah hal tersebut Evaluations of Brand Extensions. Journal of
tidaklah terasa aneh dan menyimpang? Teh Marketing, 54 (1), 27–41, from doi:
https://doi.org/10.2307/125171.
dinamai soklat adalah bagian dari sebuah Abelin, A. (2015). Phonaesthemes and sound
symbolism in Swedish brand names. Journal
persepsi baru dalam penamaan brand. Meskipun Ampersand 2, 19-29, from doi:
soklat dan teh adalah jenis produk yang berbeda, http://dx.doi.org/10.1016/j.amper.2014.12
.001.
namun keduanya saling terikat pada satu Anggrisia, N.F., Rosyidah, I., & Riza, A. (2019).
Word Formation Process on Best Seller Food
komponen yang sama, yaitu sama-sama Brand Name in Grab and Go-Jek
mengandung kafein. Metafora produk teh yang Application. JETLe 1 (2), 28-37, from doi:
https://doi.org/10.18860/jetle.v1i2.9154.
diumpamakan seperti produk coklat, Ang, S. H. (1996). Chinese Consumers Perception of
Alpha-Numeric Brand Names. Journal of
mengandung arti bahwa tingkat kenikmatan Consumer Marketing 14 (3), 220-233, from doi:
sebuah teh dengan coklat itu sama meskipun https://doi.org/10.1108/073637697101.
Chan, A. K. K., & Huang, Y. Y. (2001). Chinese Brand
mempunyai kadar kafein yang berbeda. Metafora Naming: A Linguistic Analysis of the Brands
of Ten Product Categories. Journal of Product
ini ingin menggambarkan bahwa teh dapat & Brand Management 10(2), 103-119, from
menjadi produk alternatif untuk merasakan doi:
http://dx.doi.org/10.1108/1061042011038
kafein selain dengan mengonsumsi coklat. 8663.
196

Giovani Juli Adinatha, Saras Fairuz Hemas / Sutasoma 9 (2) (2021)

Chan, A. K. K., & Huang, Y. Y. (2001). Principles for Pogacar, R., Angle, J., Lowrey, T.M., Shrum, L.J., &
Brand Naming in Chinese: The Case of Karde, F.R. (2021). Is Nestle a Lady? The
Drinks. Journal of Marketing Intelligence & Feminine Brand Name Advantage. Journal of
Planning 19 (5), 309-318, from doi: Marketing 20 (10), 1-17, from doi:
http://dx.doi.org/10.1108/EUM000000000 https://doi.org/10.1177/002224292199306
5648. 0.
Chan, A. K. K., & Huang, Y. Y. (1997). Brand naming Schmit, B. H., & Pan, Y. (1994). Managing Corporate
in China: a linguistic approach. Marketing and Brand Identities in the Asia-Pacific
Intelligence & Planning 15 (5), 227-234, from Region. California Management Review 36 (4),
doi: 32–48, from doi:
http://dx.doi.org/10.1108/0263450971017 https://doi.org/10.2307/41165765.
7297. Setyowati, R. (2015). Prosodic Morphological
Chang, L. W., & Lii, P. (2008). Luck of the Draw: Analysis on Blends Used as Brand of Snacks
Creating Chinese Brand Names. Journal of and Beverages. Jurnal Lexicon 4 (2), 81-89,
Advertising Research 523-530, from doi: from doi:
https://dx.doi.org/10.2501/S002184990808 https://doi.org/10.22146/lexicon.v4i2.4214
0537. 3.
Danesi, M. (2011). What’s in a Brand Name? A Note Wilson, I., & Huang, Y. (2003). Wine Brand Naming
on the Onomastics of Brand Naming. Names in China. International Journal of Wine
A Journal of Onomastics 59 (3), 175-185 from Marketing 15 (3), 52-63, from doi:
doi:, http://dx.doi.org/10.1108/eb008763.
https://doi.org/10.1179/002777311X13082 Wu, F., Sun, Q., Grewal, R., & Shanjun, L. (2019).
331190. Brand Name Types and Consumer Demand:
Francis, June N. P., Lam, Janet P. Y., & Walls, J. Evidence from China’s Automobile Market.
(2002). The Impact of Linguistic Differences Journal of Marketing Research 56 (1), 158-
on International Brand Name 175, from doi:
Standardization: A Comparison of English https://doi.org/10.1177/002224371882057
and Chinese Brand Names of Fortune-500 1.
Companies. Journal of International Marketing
10 (1), 98–116, from doi:
https://doi.org/10.1509/jimk.10.1.98.1952
8.
Giyatmi, Hastuti, E.D., Wijayava, R., & Arumi, S.
(2014). The Analysis of English Word
Formations Used on Brand Names Found in
Indonesian Products. Jurnal Register 7(2),
179-204, from doi:
https://doi.org/10.18326/rgt.v7i2.179-204.
Heath, D., & Heath, C. (2011). How to Pick the Perfect
Brand Name. Fast Company (22 Oktober),
https://www.fastcompany.com/1702256/h
ow-pick-perfect-brand-name.
Huang, Y. Y., & Chan, A. K. K. (1997). Chinese Brand
Naming: from general principles to specific
rules. International Journal of Advertising 16 (4),
320-335, from doi:
https://doi.org/10.1111/j.0265-
0487.1997.00064.pp.x.
Lowrey, T.M. & Shrum, L.J. (2007). Phonetic
Symbolism and Brand Name Preference.
Journal of Consumer Research 34 (3), 406-414,
from doi: https://doi.org/10.1086/518530.
McDonald, Gael M., & Roberts, C. J. (1990). The
Brand Naming Enigma in the Asia Pacific
Context. European Journal of Marketing 24 (8),
6–19, from doi:
https://doi.org/10.1108/EUM00000000006
11.
Pires, C., Cavaco, A., & Vigario, M. (2016).
Evaluation of brand names of medicines:
linguistic and format issues. International
Journal of Pharmacy Practice, 25 (3), 231-237,
from doi:
https://doi.org/10.1111/ijpp.12316.

Anda mungkin juga menyukai