DOSEN PENGAMPU:
DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 6
Segala puji bagi Allah SWT. yang telah memberikan nikmat, rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah yang berjudul
"ANALISIS DAN EVALUASI MENGENAI PENGGUNAAN BAHASA
INDONESIA DALAM NAMA GEOGRAFI DI INDONESIA".
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Aziz Fauzi,
S.Pd., M.Pd. selaku dosen mata kuliah Bahasa Indonesia yang telah membantu
penulis dalam mengerjakan makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada teman-teman yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Makalah ini memberikan panduan dalam pembelajaran bahasa indonesia.
Bagi mahasiswa - mahasiswi untuk memahami dan menggunakan bahasa
indonesia yang baik dan benar. Penulis menyadari ada kekurangan pada makalah
ini. Oleh sebab itu, saran dan kritik senantiasa diharapkan demi perbaikan karya
penulis. Penulis juga berharap semoga makalah ini mampu memberikan
pengetahuan tentang pentingnya penggunaan bahasa indonesia dalam
pembelajaran.
Penulis
HASIL PEMBAHASAN
I. Latar Belakang
Sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia memiliki fungsi untuk
pengembangan ilmu dan teknologi. Fungsi pengembangan ilmu dapat
dikaitkan, antara lain, dengan pemanfaatan bahasa Indonesia untuk penamaan
tempat (toponim), yang ilmunya adalah toponimi. Oleh karena itu, bahasa
Indonesia dapat berfungsi juga untuk pengembangan toponimi melalui
pemberian nama tempat.
Pada tahun 2009 Presiden Republik Indonesia dan DPR menge-sahkan
berlakunya Undang Undang Republik Indonesia No 24 Tahun 2009, tentang
Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan Indonesia
Raya. Dalam Bab III undang-undang tersebut terdapat pasal-pasal yang berisi
kebijakan bahasa nasional, yaitu Pasal 25 sampai dengan Pasal 45. Pasal yang
dijadikan pokok bahasan dalam karangan ini adalah Pasal 36 yang terdiri atas 3
ayat, yaitu Ayat (1) berbunyi “Bahasa Indonesia wajib digunakan dalam nama
geografi di Indonesia”; Ayat (2) menegaskan bahwa “Nama geografi
sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) hanya memiliki satu nama resmi”; Ayat
(3) menyatakan bahwa bahasa Indonesia wajib digunakan untuk nama
bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau permukiman, perkantoran,
kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha, lembaga pendidikan,
organisasi yang didirikan atau badan hukum Indonesia”; dan Ayat (4) berisi
tentang “Penamaan sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) dan Ayat (3) dapat
menggunakan bahasa daerah atau bahasa asing apabila memiliki nilai sejarah,
budaya, adat-istiadaat, dan/atau keagamaan. Namun, dalam kenyataan di
lapangan eksistensi bahasa Indonesia cenderung dipinggirkan dan penerapan
undang-undang tersebut tidak berjalan secara efektif.
Penamaan tempat dengan menggunakan bahasa Indonesia sudah dilakukan
jauh sebelum bahasa Indonesia diresmikan sebagai bahasa nasional kita. Nama-
nama, seperti Pulau Penyengat, Batang Hari, Medan, Tanjungpinang,
Sungaipenuh, Pekanbaru, Bukittinggi, Balikpapan, dan Jayapura terdiri atas
bahasa Indonesia: pulau, penyengat, batang, hari, medan, tanjung, pinang,
sungai, penuh, pekan, hari, bukit, tinggi, balik, papan, jaya, dan pura.
Penggunaan bahasa Indonesia dalam nama geografi itu menunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia, terutama yang jauh sebelum bahasa Indonesia resmi
sebagai bahasa nasional dan bahasa negara, memiliki kesetiaan terhadap bahasa
nasionalnya.
Tentu berbeda halnya dengan nama geografi yang menggunakan bahasa asing,
yang pasti ada semacam ketidakbanggaan pengembangnya terhadap bahasa
nasionalnya sendiri. Dengan demikian, rasa kebangsaannya sendiri menjadi
luntur. Misalnya bisa kita bandingkan lagi nama-nama asing yang memang
asing bagi kita dan siapa saja yang membacanya, seperti Citayem Green Hill
Jambu Tree, Green Hills Residence, Bali, dan Mediteranian Palace. Apakah
tidak “menjual’ jika nama-nama itu menggunakan bahasa Indonesia. Jadi,
penamaan itu kembali kepada sikap kita—pengembang, pengelola—terhadap
jati diri sebagai bangsa yang besar dan memiliki bahasa kebangsaan yang harus
kita junjung atau utamakan (Ruskhan, 2008). Maka dari itu, disini kami akan
menganalisis bagaimana implementasi dari UU RI No.24 Tahun 2009 Pasal 36
ini di lapangan dan memberikan evaluasi secara optimal.
II. Pembahasan
a. Penggunaan Tata Bahasa Indonesia dalam nama badan usaha
1. APOTIK ASTU
Gambar 1. Kesalahan penggunaan kata Apotik dan Jl.
Terdapat dua kesalahan yang terdapat pada gambar diatas. Kesalahan
pertama, yaitu pada penulisan kata Apotik. Kata apotek sesuai dengan
konteks dalam gambar diatas menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
adalah toko tempat meramu dan menjual obat berdasarkan resep dokter
serta memperdagangkan barang medis; rumah obat. Maka dari itu
sebaiknya sesuai dengan penulisan dalam bahasa indonesia, kata apotik
dapat diperbaiki dengan kata apotek. Dengan demikian, nama papan nama
usaha tersebut adalah “APOTEK ASTU”.
Kesalahan kedua, yaitu pada penulisan Jl. Berdasarkan PUEBI penulisan
singkatan yang benar yaitu Jln. Untuk menjaga keamanan makna lain,
maka Jl. Lebih aman tidak perlu di singkat. Dengan demikian, nama jalan
tersebut adalah “Jln. RONGGOWARSITO 5, PEDAN”
Jurnal
Hasibuan, Nikmah Sari. “Analisis Kesalahan Berbahasa Pada Penulisan Media
Luar Ruang Di Wilayah Kota Medan”. Jurnal Bahasa, Sastra dan Budaya.
2(1). (2018).
Sihombing, Rienny, dkk. “Analisis Yuridis Terhadap Undang – Undang Republik
Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, Dan Lambang
Negara, Serta Lagu Kebangsaan”. 6(2). (2017). 1 – 10.
Arifin, E, Zaenal. “Implementasi Pasal 36 “ Undang – Undang Bahasa”. Jurnal
Pujangga. 1(2). (2017). 1 – 23.
Nisa, Khairun & Karmila, Sri. “Kesalahan Penggunaan Tata Bahasa Media Luar
Ruang di Kota Kisaran”. Jurnal Komunitas Bahasa. 10(1).(2022). 31 – 37.
Mulyani, Sri. “Spelling Errors In Offcial Letters In The Ciracas Area East
Jakarta”. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia. 2(1). (2018). 57
– 68.
Website
https://bbsulut.kemdikbud.go.id/bahasa-asing-pada-papan-nama-
usaha
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170830123400-20-
238333/nama-bangunan-berbahasa-asing-dinilai-lebih-menjual
http://journal.unas.ac.id/pujangga/article/download/170/90