Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

PENGGUNAAN BAHASA INDONESIA DALAM ILMU HUKUM PIDANA


DAN ILMU HUKUM PERDATA
Dosen Pengajar : Dra. RR. Endang Sri Sulasih, M.Pd., M.H.
Bahasa Indonesia

Disusun Oleh :

Kelompok 2

Cinta Anugrah Saputri : 2133001071


Estary Tapianna Rambe : 2033004034

KELAS A REGULER 2021

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nyalah,
kami dapat menyelasaikan Bahasa Indonesia dengan judul “Penggunaan Bahasa Indonesia
Dalam Ilmu Hukum Pidana Dan Ilmu Hukum Perdata”.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia serta mengajak mahasiswa dan seluruh masyarakat yang belum mengetahui
tentang Penggunaan Bahasa Indonesia Dalam Ilmu Hukum Pidana Dan Ilmu Hukum Perdata.

Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepda ibu Dra. RR. Endang Sri
Sulasih, M.Pd., M.H., selaku dosen Pengajar Bahasa Indonesia. Tugas yang telah diberikan
ini dapat menambah pengetahuan tentang Penggunaan Bahasa Indonesia Dalam Ilmu Hukum
Pidana Dan Ilmu Hukum Perdata.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih terbatas dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi
kesempurnaan makalah ini.

Jakarta, 10 Juni 2022

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bahasa Indonesia merupakan Bahasa Nasional dan juga merupakan Bahasa persatuan
yang digunakan oleh negara Indonesia. Mengenai hal ini ditegaskan dan diikrarkan pada
saat Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
Bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari Bahasa Melayu. Ada beberapa alasan
mengapa bahasa Melayu dipilih menjadi bahasa Indonesia yakni antara lain dikarenakan
luas pemakaiannya sebagai sarana penghubung antara masyarakat yang berbeda Bahasa
ibu dan kebudayaannya, anatara orang Melayu, Jawa, Bugis, Makassar, Cina, Arab,
Belanda, Bali, Dayak, dan suku bangsa lain, yang sudah mengubah beberapa Bahasa
sehingga lahirlah Bahasa Indonesia yang berbeda dengan Bahasa Melayu dan menjadi
milik bersama seluruh rakyat Indonesia dan juga karena Bahasa Melayu telah lama
dikenal di kalangan hampir semua suku di Indonesia dan dalam banyak hal Bahasa
Melayu telah menjadi Bahasa perantara antar suku bangsa yang sudah berlaku berabad-
abad.
Penggunaan Bahasa Indonesia mempunyai dasar hukum pengaturannya di dalam
Konstitusi Negara kita yakni sebagaimana tercantum di dalam Pasal 36 Undnag-Undnag
Dasar 1945 yang menyebutkan bahwa Bahasa Negara adalah Bhasa Indonesia.1
Oleh karena penggunaan Bahasa Indonesia tercantum di dalam UUD 1945 maka
sebagai konsekuensianya Bahasa Indonesia haruslah dipergunakan sebagai Bahasa resmi
dalam berkomunikasi maupun dalam bentuk yang tertuang di dalam peraturan-peraturan
perundang-undangan.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan Latar belakang tersebut tentang “Penggunaan Bahasa Indonesia Dalam Ilmu
Hukum Pidana Dan Ilmu Hukum Perdata” beberapa hal yang perlu dirumuskan dalam
penelitian ini sebagai berikut.
1. Apa fungsi Bahasa Indonesia dalam ilmu hukum ?
2. Bagaimana penggunaan Bahsa Indonesia yang baik dalam ilmu hukum pidana dan
perdata ?

1
Indonesia Undang-Undnag Nomor 24 tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lembaga Negara

1
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan ini adalah untuk menyelesaikan tugas makalah Penggunaan Bahasa
Indonesia Dalam Ilmu Hukum Pidana Dan Ilmu Hukum Perdata dalam mata kuliah
Bahasa Indonesia. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan Bahasa Indonesia yang
benar dan baku dalam Ilmu Hukum Pidana dan Ilmu Hukum Perdata.

1.4 Metode Penelitian


1) Metode Pendekatan
Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah konseptual, yang beranjak dari
pandangan-padangan dan doktrin-doktrin yang berkembang dalam ilmu hukum.
2) Metode Pengumpulan Data
Metode yang digunakan unutk menyelesaikan makalah ini adalah metode bukan
penelitian lapangan, melainkan metode penelitian kepustakaan yang berkaitan dengan
permasalahan yang dibahasa.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara berfungsi sebagai bahasa resmi
kenegaraan, pengantar kependidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan
budaya nasional, transaksi dan dokumentasi niaga serta sarana pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan bahasa media massa.
Dalam Pasal 25 ayat 3 Undang Undang Nomor 24 tahun 2009 disebutkan
bahwa Bahasa indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar kependidikan,
komunikasi tingkat nasional, pengembangan budaya nasional, transaksi dan
dokumentasi niaga serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni dan bahasa media massa. Kemudian ditentukan lebih lanjut bahwa
bahasa indonesia wajib digunakan dalam praturan perundang-undangan (Pasal 26)
dan bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi negara (Pasal 27).2
Merumuskan penggunaan bahasa Indonesia dalam bahasa hukum atau dikenal
dengan istilah Bahasa Hukum Indonesia telah dicoba untuk dirumuskan oleh ahli
bahasa dan ahli hukum agar supaya penggunaan Bahasa Hukum Indonesia terdapat
rumusan bahasa yang baku dan mudah difahami dan tidak menimbulkan multi tafsir
di dalam pelaksanaannya.
Pada tahun 1974 Badan pembinaan Hukum Nasional (BPHN) pada waktu itu
melaksanakan Simposium Bahasa dan Hukum. Di dalam seminar tersebut para ahli
hukum dan ahli bahasa indonesia mengemukakan pemikiran-pemikirannya untuk
mengembangkan dan mencoba merumuskan apa yang dimaksud dengan Bahasa
Hukum Indonesia3
Berdasarkan hasil simposium dirumuskan bahwa beberapa pokok-pokok
pemikiran, yaitu:
a) Bahasa hukum Indonesia (BHI) adalah bahasa Indonesia yang
dipergunakan dalam bidang hukum, yang mengingat fungsinya
mempunyai karakteristik tersendiri; oleh karena itu bahasa hukum

2
Abdurrahman, N.H., 2015 hlm 3
3
Mahadi dan Ahmad 1979 dalam Sudjiman 1999

3
Indonesia haruslah memenuhi syarat-syarat dan kadiah-kaidah bahasa
Indonesia.
b) Karakteristik bahasa hukum terletak pada kekhususan istilah, komposisi,
serta gayanya.
c) BHI sebagai bahasa Indonesia merupakan bahasa modern yang
penggunaannya harus tetap, terang, monosemantik, dan memenuhi syarat
estetika.
2.2 Fungsi Bahasa Indonesia Dalam Ilmu Hukum
Bahasa dipergunakan atas dasar berbagai macam alasan, tujuan, maupun
sasaran. Oleh karenanya, bahasa dalam konteks logika hukum memiliki beberapa
fungsi antara lain sebagai berikut :
a. Fungsi Informatif
Bahasa digunakan sebagai sarana untuk membawa sebuah informasi.
Dalam Fungsi ini bahasa yang dipergunakan biasanya berbentuk
deklaratif, misalnya Bahasa Ilmiah.
b. Fungsi Praktis
Bahasa dipergunakan dengan maksud untuk menghasilkan efek tertentu.
Fungsi ini juga disebut fungsi dinamis dan dalam fungsi ini bahasa
dipergunakan dalam bentuk pernyataan Imperatif, misalnya perintah,
seruan, intruksi, permohonan.
c. Fungsi Perfermatif
Bahasa dipergunakan baik untuk menyatakan perasaan seseorang maupun
untuk memberikan tanggapan yang sifatnya emosional. Bahasa jenis ini
biasanya berbentuk pernyataan eksklamatoris, humor ataupun cetusan-
cetusan sebagaimana terdapat dalam puisi.
d. Fungsi Permatif
Bahasa tidak hanya dipergunakan semata-mata untuk mengatakan sesuatu
melainkan sekaligus juga untuk menunjukkan realisasi apa yang dikatakan
tersebut.sebagai contoh, rektor dalam Sidang Senat Terbuka berkata, “
Dengan ini Sidang Senat Terbuka Universitas Suryakancana dinyatakan
dibuka, ” sambil memukulkan palu tiga kali
e. Fungsi Seremonial
Bahasa dipergunakan dalam pergaulan sosial sehari-hari, persahabatan,
perkerabatan, maupun keramah-tamahan dalam hubungan antar anggota
masyarakat. Dalam fungsi ini bahasa dapat memperluas hubungan manusia

4
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Bentuknya misalnya sapaan dan
teguran ramah.
f. Fungsi Logis
Bahasa dipergunakan untuk membuat penalaran, analisis, penjelasan, serta
penyelesaian masalah atau argumen. Bahasa dalam fungsi ini
dipergunakan untuk melakukan pembuktian benar salahnya sebuah
pernyataan atau keputusan. Misalnya dalam putusan hakim dalam sidang.

2.3 Penggunaan Bahasa Indonesai Dalam Ilmu Hukum Perdata Dan Ilmu Pidana
Sebagaimana diketahui bahwasanya perkembangan hukum Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh hukum dari bahasa Belanda dan menurut Romli Atmasasmita,
perkembangan hukum Indonesia merupakan hasil adopsi hukum termasuk sistem
hukum asing (Belanda) selama masa penjajahan tiga setengah abad yang lampau dan
kentara pengaruhnya ke dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik masyarakat
Indonesia. Pengaruh tersebut terbukti nyata karena sampai kini baik dalam hukum
perdata maupun dalam hukum pidana masih diberlakukan sistem hukum warisan
kolonial di Indonesia.

A. Penggunaan Bahsa Hukum Pidana di Indonesia


Hukum pidana termasuk pada ranah hukum publik. Istilah “ pidana” berasal
dari bahasa Hindu Jawa yang artinya Hukuman, Nestapa atau sedih hati; dalam
bahasa Belanda disebut straf. Jadi hukum pidana adalah hukum yang mengatur
hubungan antar subjek hukum dalam hal perbuatan - perbuatan yang diharuskan
dan dilarang oleh peraturan perundang - undangan dan berakibat diterapkannya
sanksi berupa pemidanaan dan/atau denda bagi para pelanggarnya. Hukum
Indonesia masih berpegang teguh pada hukum buatan Belanda, begitu juga
dengan hukum pidana di Indonesia saat ini.
a. Asas Hukum Pidana4
“ASAS” berarti dasar, alas, pondamen, atau sesuatu kebenaran
yang menjadi pokok dasar atau tumpuan berfikir. Jadi Asas hukum
pidana adalah pokok dasar dalam aturan-aturan pidana. “Tiada suatu
perbuatan dapat di pidana kecuali atas kekuatan aturan pidana dalam
4
Atmasasmita, Romli. Arah Perkembangan Hukum Pidana Indonesia. Koran Sindo, 26 April 2016

5
perundangan yang telah ada sebelum perbuatann dilakukan.” Asas ini
berasal dari bahasa latin “nullum delictum, nulia poena sine previae
lege poenali” yang artinya tiada peristiwa pidana, tiada pidana tanpa
adanya aturan pidana terlebih dahulu.
b. Peristiwa Pidana
Peristiwa pidana adalah semua peristiwa perbuatan yang bertentangan
dengan hukum pidana, peristiwa itu mengandung anasir melawan
hukum. Namun terkadang ada pula peristiwa yang bertentangan
dengan hukum itu tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan
hukum dikarenakan ada anasir yang menghapus hukuman, maka
pelakunya tidak dapat dihukum begitu juga ketika melakukan
kesalahan jika ada anasir yang menghapusnya maka tidak akan terkena
hukuman, misalnya ketika keadaan darurat atau melakukan perbuatan
untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberi oleh kuasa yang
berhak dan sah secara hukum.5
c. Pelaku Peristiwa Pidana
Pelaku peristiwa pidana adalah orang yang melakukan perbuatan salah
dalam peristiwa pidana. Pelaku dalam peristiwa pidana haruslah orang
bersalah. Namun ada pengecualian , manakala terdapat anasir yang
menghapus kesalahan, maka ia tidak akan bisa dipertanggung
jawabkan kesalahannya. Misalnya orang gila , mabuk, dan orang yang
belum cakap umur yakni dibawah 16 tahun, namun jika kesalahannya
patut dipidanakan maka maksimum pidana pokoknya dikurangi
sepertiga dan jika pidana mati atau pidana seumut hidup maka pidana
penjaranya paling lama lima belas tahun.
d. Kesalahan
Menurut hukum Pidana kesalahn dapat dimaknai dalam arti luas dan
sempit. Dalam arti luas kesalahan meliputi tiga anasir yaitu tentang
pertanggungan jawab dari pelaku. Kesalahan dalam arti sempit yaitu
karena kehilapan atau karena kesengajaan dan perbuatannya dapat
dipertanggungjawabkan kepada sipelaku. Kesalahan karena kehilapan
disebut delik kulpa, yaitu delik yang akibatnya tidak dikehendaki oleh

5
file:///C:/Users/Heri%20Rambe/Downloads/284-861-1-SM.pdf(Diakses (Diakses pada 09 Juni 2022, Pukul
09.26)

6
pelakunya. Sedangkan kesalahan karena kesengajaan disebut delik
dolus, yaitu delik yang memang akibatnya dikehendaki oleh pelaku.
Ketidak sengajaan pelaku jika pelaku tersebut tidak waras atau anak
kecil maka tidak dapat dikenai hukuman.
e. Hukuman Pokok
Hukuman berarti siksaan yaitu siksaan yang diletakkan pada terhukum
(orang yang bersalah karena melanggar hukum).

B. Penggunaan Bahasa Hukum Perdata di Indonesia


Istilah dan atau penamaan hukum perdata dimaksud, dikenalkan dengan
berbagai istilah dan atau penamaan hukum perdata di dalam kurikulum
pendidikannya. Demikian juga halnya dengan kalangan sarjana hukum, namun
demikian, dengan adanya Konsorsium Ilmu Hukum, menurut Z. Ansori Ahmad
"dalam khazanah ilmu hukum di Indonesia, pernah dikenal adanya istilah dan
pembedaan antara Hukum Perdata BW dan Perdata Adat.6 Pembedaan
sebagaimana dimaksudkan, dapat diartikan erat hubungannya dengan sejarah dan
sisa-sisa politik masa lampau dari Penjajahan Kolonial Belanda, yang sampai saat
ini masih tetap berlaku sebagai hukum positif berdasarkan Pasal II Aturan
Peralihan UUD 1945. Sementara itu dalam penamaan istilahnya, konsorsium ilmu
hukum, mempergunakan istilah "hukum perdata" ditujukan untuk "hukum perdata
BW" dan hukum adat untuk "hukum perdata adat". Kenyataan ini dapat diartikan,
bahwa dibidang hukum perdata terjadi dualisme, di mana untuk golongan Erofah
diberlakukan hukum perdata (BW) sebaliknya untuk golongan bumi putera
diberlakukan hukum adat mereka, sementara itu mengenai hukum perdata BW di
maksud, diberlakukanlah di daerah Hindia Belanda dengan menggunakan asas
konkordansi. Hukum perdata dikenal dengan istilah civil law. Kata civil berasal
dari bahasa Latin yakni “civis”yang berarti warga negara. Hal tersebut berarti,
bahwa civil law atau hukum sipil itu merupakan hukum yang mengatur tentang
masalah-masalah yang berkaitan dengan hak-hak warga negara dan atau
perseorangan. Beranjak dari itu, jika dilihat dari berbagai literatur yang ditulis
para sarjana, juga dijumpai berbagai macam definisi hukum perdata, terkadang
satu sama lainnya berbeda-beda, namun tidak menunjukan perbedaan yang tidak
terlalu prinsipil.
6
P.N.H Simanjuntak” Hukum Perdata Indonesia” Indonesia, Kencana (Prenadamedia Group),2015,hlm,33.

7
Kebanyakan para sarjana menganggap hukum perdata sebagai hukum yang
mengatur kepentingan perseorangan (pribadi) yang berbeda dengan "hukum
publik" sebagai hukum yang mengatur kepentingan umum (masyarakat).
Dalam uraian berikut dikemukakan beberapa pandangan dari para ahli hukum
berkaitan dengan pengertian hukum perdata dimaksud, antara lain; H.F.A.
Vollmar memberikan suatu pengertian tentang hukum perdata sebagai berikut,
hukum perdata adalah “Aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan
pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan-
kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan
yang satu dengan kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat
tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu
lintas” .Keseluruhan aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
hubungan kepentingan orang (persoon) yang satu dengan kepentingan orang
(persoon) lainnya yang terjadi karena hubungan kekeluargaan maupun akibat
pergaulan dalam masyarakat. Sementara itu, orang (persoon) sebagaimana
dimaksudkan adalah dalam pengertian yuridis, artinya disamping manusia sebagai
subjek hukum, termasuk juga kedalam pengertian orang (persoon) tersebut adalah
badan hukum walaupun hanya terbatas dalam lalu lintas hukum saja.
Hal di atas berarti, bahwa hukum perdata pada dasarnya mengatur kepentingan
orang (persoon), namun tidak berarti semua hukum perdata secara murni
mengatur kepentingan orang (persoon) tersebut, dikatakan demikian, karena
dalam perkembangan kehidupan masyarakat banyak bidang-bidang hukum
perdata yang telah diwarnai sedemikian rupa oleh hukum publik, misalnya bidang
perkawinan dan perburuhan.
Di dalam perkembangannya bahasa hukum Indonesia selalu berkembang dan
penyempurnaan sejak dahulu hingga sekarang.7 Sehingga menurut Kusumadi
Pudjosewojo bahwa bahasa hukum Indonesia masih mencari gayanya sendiri.
Istilah-istilahnya masih belum tetap dan sebagian besar masih merupakan
terjemahan belaka dari istilah hukum Belanda. Dengan demikian istilah atau
kalimat Indonesia itu masih mencerminkan pengertian hukum Belanda dan alam
pikiran hukum Belanda. Bahasa hukum berlainan daripada bahasa sehari-hari atau
bahasa kesusasteraan.

7
HFA VOLLMAR” PENGANTAR STUDI HUKUM PERDATA 1”, Jakarta : Rajawali, 1984.

8
Karakteristik bahasa hukum Indonesia selain terletak pada komposisi, dan
gaya bahasa yang khusus dengan kandungan arti yang khusus, juga terletak pada
istilah-istilah yang dipakai.8
Di dalam hukum pidana terdapat banyak istilah-istilah yang belum dibakukan
dalam bahasa Indonesia. Misalnya penggunaan istilah “straafbaarfeit” dalam
bahasa hukum Belanda. Di dalam prakteknya istilah tersebut diterjemahkan
dengan istilah “peristiwa pidana” dan ada yang menterjemahkan dengan
“perbuatan pidana” dan ada pula yang menterjemahkan “tindak pidana”.
Meskipun penggunaan istilah-istilah tersebut merujuk kepada pengertian yang
sama yakni suatu tindakan atau perbuatan yang dapat dihukum, akan tetapi dengan
berbagai istilah tersebut menunjukkan bahwa belum ada istilah baku dalam bahasa
hukum Indonesia.

Di dalam hukum perdata ditemukan pula berbagai istilah yang masih belum
dibakukan sebagai bahasa hukum Indonesia. Misalnya dalam istilah hukum
perdata Belanda kita mengenal istilah “verbintenis”. Istilah ini ada yang
menerjemahkannya dengan istilah “perikatan”. Selain itu ada pula yang
menerjemahkan dengan istilah“perjanjian”. Sedangkan di dalam istilah hukum
Belanda terdapat pula istilah yang kita kenal dengan “overeenkomst”. Istilah ini
ada yang menerjemahkan pula dengan “perjanjian” dan ada yang menerjemahkan
dengan istilah “persetujuan”.

Disamping istilah persetujuan yang berasal dari bahasa Belanda (Hukum


Eropa Kontinental) sekarang terdapat pula istilah yang berasal dari hukum Anglo
Saxon yaitu “Memorandum of Understanding” (MoU). Istilah inipun sering
disepadankan dengan istilah “perjanjian” atau “Nota Kesepahaman”9

Apabila dicermati maka penggunaan yang mempersamakan antara


“Memorandum of Understanding” (MoU) dengan istilah “perjanjian” atau Nota
Kesepahaman” tidaklah begitu tepat, karena ditinjau secara keilmuan hukum
“Memorandum of Understanding” (MoU) merupakan janji untuk mengadakan

8
Kusumadi Pudjosewojo,Pedoman Tata Hukum Indonesia,Aksara baru,1997,hlm,52.
9
chrome-extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/https://perpustakaan.mahkamahagung.go.id/
assets/resource/ebook/41.pdf (Diakses Pada 08 Juni 2022, Pukul 22.21)

9
perjanjian, dengan demikian pada dasarnya belum mempunyai kekuatan mengikat
layaknya perjanjian itu sendiri.

Kenyataan mengenai banyaknya penggunaan istilah yang dipergunakan sudah


tentu hal ini akan membingungkan orang awam dan atau bagi mereka yang baru
belajar hukum.

Kamus Bahasa Indonesia sendiri tidak memuat secara defenitif mengenai


pengertian istilah-istilah tersebut diatas. Akan tetapi dalam buku yang berjudul
Bahasa Hukum Indonesia yang disusun oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional
dapat diambil kesimpulan bahwa “istilah” merupakan satu atau beberapa kata
yang digunakan untuk mengungkapkan sebuah konsep. Mengingat istilah ini
dalam konteks istilah hukum, maka konsep yang diungkapkan tesebut merupakan
sebuah konsep tentang hukum. Sehingga dapat dikatakan bahwa istilah hukum
adalah satu atau beberapa kata yang dipergunakan untuk mengungkapkan sebuah
konsep hukum.

10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN

Bahasa adalah alat komunikasi yang universal adanya, terlepas dari beragamnya bahasa yang
ada di dunia ini. Perlu disadari juga bahwa setiap disiplin ilmu juga mempunyai bahasa yang
lazimnya tidak sesuai dengan kaidah gramatikal yang sesuai dengan bahasa yang baik dan
mudah dimengerti. hukum mengandung aturan-aturan, konsepsi-konsepsi, ukuran-ukuran
yang telah ditetapkan oleh penguasa pembuat hukum untuk disampaikan kepada masyarakat,
dipahami/disadari maksudnya, dan dipatuhi. Namun, kenyataannya sebagai sarana
komunikasi,
bahasa Indonesia di dalam dokumen-dokumen hukum sulit dipahami oleh masyarakat awam.

3.2 SARAN

Hendaknya istilah-istilah bahasa hukum pada umumnya dan hukum pidana serta
hukum perdata pada khususnya dibakukan dalam sutu istilah kamus Bahasa Hukum
Indonesia. Pemakaian bahasa Indonesia dalam bidang hukum masih perlu disempurnakan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, Bahasa Hukum Dalam Putusan Peradilan di Indonesia. Makalah pada


seminar Internasional “Penggunaan Bahasa Serapan Asing yang digunakan dalam
Terminologi Hukum Indonesia”. Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat
Banjarmasin, 29 April 2015.
Mahadi dan Sabaruddin Ahmad. 1979. Pembinaan Bahasa Hukum Indonesia. Badan
Pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman. Jakarta: Binacipta.

Atmasasmita, Romli. Arah Perkembangan Hukum Pidana Indonesia. Koran Sindo, 26


April 2016
Simanjuntak, P.N.H. 2015. Hukum perdata Indonesia. Jakarta : Prenadamedia Group
Hadikusuma, Hilman. Bahasa Hukum Indonesia. Alumni. Bandung. 2010.

Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lembaga
Negara.
file:///C:/Users/Heri%20Rambe/Downloads/284-861-1-SM.pdf(Diakses

https://m.atmajaya.ac.id/web/KontenUnit.aspx?gid=artikel-hki&ou=hki&cid=artikel-hki-bahasa-
hukum-indonesia

https://perpustakaan.mahkamahagung.go.id/assets/resource/ebook/41.pdf%20(Diakses
%20Pada%2008%20Juni%202022,%20Pukul%2022.21)

12

Anda mungkin juga menyukai