Disusun Oleh :
Kelompok 2
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS KRISNADWIPAYANA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmat-Nyalah,
kami dapat menyelasaikan Bahasa Indonesia dengan judul “Penggunaan Bahasa Indonesia
Dalam Ilmu Hukum Pidana Dan Ilmu Hukum Perdata”.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
Bahasa Indonesia serta mengajak mahasiswa dan seluruh masyarakat yang belum mengetahui
tentang Penggunaan Bahasa Indonesia Dalam Ilmu Hukum Pidana Dan Ilmu Hukum Perdata.
Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepda ibu Dra. RR. Endang Sri
Sulasih, M.Pd., M.H., selaku dosen Pengajar Bahasa Indonesia. Tugas yang telah diberikan
ini dapat menambah pengetahuan tentang Penggunaan Bahasa Indonesia Dalam Ilmu Hukum
Pidana Dan Ilmu Hukum Perdata.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penulisan makalah ini masih terbatas dan jauh dari
sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami terima demi
kesempurnaan makalah ini.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
Indonesia Undang-Undnag Nomor 24 tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lembaga Negara
1
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan ini adalah untuk menyelesaikan tugas makalah Penggunaan Bahasa
Indonesia Dalam Ilmu Hukum Pidana Dan Ilmu Hukum Perdata dalam mata kuliah
Bahasa Indonesia. Untuk mengetahui bagaimana penggunaan Bahasa Indonesia yang
benar dan baku dalam Ilmu Hukum Pidana dan Ilmu Hukum Perdata.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Landasan Teori
Bahasa Indonesia sebagai bahasa resmi negara berfungsi sebagai bahasa resmi
kenegaraan, pengantar kependidikan, komunikasi tingkat nasional, pengembangan
budaya nasional, transaksi dan dokumentasi niaga serta sarana pengembangan dan
pemanfaatan ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan bahasa media massa.
Dalam Pasal 25 ayat 3 Undang Undang Nomor 24 tahun 2009 disebutkan
bahwa Bahasa indonesia sebagai bahasa resmi negara sebagaimana dimaksud pada
ayat 1 berfungsi sebagai bahasa resmi kenegaraan, pengantar kependidikan,
komunikasi tingkat nasional, pengembangan budaya nasional, transaksi dan
dokumentasi niaga serta sarana pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan,
teknologi, seni dan bahasa media massa. Kemudian ditentukan lebih lanjut bahwa
bahasa indonesia wajib digunakan dalam praturan perundang-undangan (Pasal 26)
dan bahasa Indonesia wajib digunakan dalam dokumen resmi negara (Pasal 27).2
Merumuskan penggunaan bahasa Indonesia dalam bahasa hukum atau dikenal
dengan istilah Bahasa Hukum Indonesia telah dicoba untuk dirumuskan oleh ahli
bahasa dan ahli hukum agar supaya penggunaan Bahasa Hukum Indonesia terdapat
rumusan bahasa yang baku dan mudah difahami dan tidak menimbulkan multi tafsir
di dalam pelaksanaannya.
Pada tahun 1974 Badan pembinaan Hukum Nasional (BPHN) pada waktu itu
melaksanakan Simposium Bahasa dan Hukum. Di dalam seminar tersebut para ahli
hukum dan ahli bahasa indonesia mengemukakan pemikiran-pemikirannya untuk
mengembangkan dan mencoba merumuskan apa yang dimaksud dengan Bahasa
Hukum Indonesia3
Berdasarkan hasil simposium dirumuskan bahwa beberapa pokok-pokok
pemikiran, yaitu:
a) Bahasa hukum Indonesia (BHI) adalah bahasa Indonesia yang
dipergunakan dalam bidang hukum, yang mengingat fungsinya
mempunyai karakteristik tersendiri; oleh karena itu bahasa hukum
2
Abdurrahman, N.H., 2015 hlm 3
3
Mahadi dan Ahmad 1979 dalam Sudjiman 1999
3
Indonesia haruslah memenuhi syarat-syarat dan kadiah-kaidah bahasa
Indonesia.
b) Karakteristik bahasa hukum terletak pada kekhususan istilah, komposisi,
serta gayanya.
c) BHI sebagai bahasa Indonesia merupakan bahasa modern yang
penggunaannya harus tetap, terang, monosemantik, dan memenuhi syarat
estetika.
2.2 Fungsi Bahasa Indonesia Dalam Ilmu Hukum
Bahasa dipergunakan atas dasar berbagai macam alasan, tujuan, maupun
sasaran. Oleh karenanya, bahasa dalam konteks logika hukum memiliki beberapa
fungsi antara lain sebagai berikut :
a. Fungsi Informatif
Bahasa digunakan sebagai sarana untuk membawa sebuah informasi.
Dalam Fungsi ini bahasa yang dipergunakan biasanya berbentuk
deklaratif, misalnya Bahasa Ilmiah.
b. Fungsi Praktis
Bahasa dipergunakan dengan maksud untuk menghasilkan efek tertentu.
Fungsi ini juga disebut fungsi dinamis dan dalam fungsi ini bahasa
dipergunakan dalam bentuk pernyataan Imperatif, misalnya perintah,
seruan, intruksi, permohonan.
c. Fungsi Perfermatif
Bahasa dipergunakan baik untuk menyatakan perasaan seseorang maupun
untuk memberikan tanggapan yang sifatnya emosional. Bahasa jenis ini
biasanya berbentuk pernyataan eksklamatoris, humor ataupun cetusan-
cetusan sebagaimana terdapat dalam puisi.
d. Fungsi Permatif
Bahasa tidak hanya dipergunakan semata-mata untuk mengatakan sesuatu
melainkan sekaligus juga untuk menunjukkan realisasi apa yang dikatakan
tersebut.sebagai contoh, rektor dalam Sidang Senat Terbuka berkata, “
Dengan ini Sidang Senat Terbuka Universitas Suryakancana dinyatakan
dibuka, ” sambil memukulkan palu tiga kali
e. Fungsi Seremonial
Bahasa dipergunakan dalam pergaulan sosial sehari-hari, persahabatan,
perkerabatan, maupun keramah-tamahan dalam hubungan antar anggota
masyarakat. Dalam fungsi ini bahasa dapat memperluas hubungan manusia
4
dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Bentuknya misalnya sapaan dan
teguran ramah.
f. Fungsi Logis
Bahasa dipergunakan untuk membuat penalaran, analisis, penjelasan, serta
penyelesaian masalah atau argumen. Bahasa dalam fungsi ini
dipergunakan untuk melakukan pembuktian benar salahnya sebuah
pernyataan atau keputusan. Misalnya dalam putusan hakim dalam sidang.
2.3 Penggunaan Bahasa Indonesai Dalam Ilmu Hukum Perdata Dan Ilmu Pidana
Sebagaimana diketahui bahwasanya perkembangan hukum Indonesia tidak
terlepas dari pengaruh hukum dari bahasa Belanda dan menurut Romli Atmasasmita,
perkembangan hukum Indonesia merupakan hasil adopsi hukum termasuk sistem
hukum asing (Belanda) selama masa penjajahan tiga setengah abad yang lampau dan
kentara pengaruhnya ke dalam kehidupan sosial, ekonomi, politik masyarakat
Indonesia. Pengaruh tersebut terbukti nyata karena sampai kini baik dalam hukum
perdata maupun dalam hukum pidana masih diberlakukan sistem hukum warisan
kolonial di Indonesia.
5
perundangan yang telah ada sebelum perbuatann dilakukan.” Asas ini
berasal dari bahasa latin “nullum delictum, nulia poena sine previae
lege poenali” yang artinya tiada peristiwa pidana, tiada pidana tanpa
adanya aturan pidana terlebih dahulu.
b. Peristiwa Pidana
Peristiwa pidana adalah semua peristiwa perbuatan yang bertentangan
dengan hukum pidana, peristiwa itu mengandung anasir melawan
hukum. Namun terkadang ada pula peristiwa yang bertentangan
dengan hukum itu tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan
hukum dikarenakan ada anasir yang menghapus hukuman, maka
pelakunya tidak dapat dihukum begitu juga ketika melakukan
kesalahan jika ada anasir yang menghapusnya maka tidak akan terkena
hukuman, misalnya ketika keadaan darurat atau melakukan perbuatan
untuk melaksanakan perintah jabatan yang diberi oleh kuasa yang
berhak dan sah secara hukum.5
c. Pelaku Peristiwa Pidana
Pelaku peristiwa pidana adalah orang yang melakukan perbuatan salah
dalam peristiwa pidana. Pelaku dalam peristiwa pidana haruslah orang
bersalah. Namun ada pengecualian , manakala terdapat anasir yang
menghapus kesalahan, maka ia tidak akan bisa dipertanggung
jawabkan kesalahannya. Misalnya orang gila , mabuk, dan orang yang
belum cakap umur yakni dibawah 16 tahun, namun jika kesalahannya
patut dipidanakan maka maksimum pidana pokoknya dikurangi
sepertiga dan jika pidana mati atau pidana seumut hidup maka pidana
penjaranya paling lama lima belas tahun.
d. Kesalahan
Menurut hukum Pidana kesalahn dapat dimaknai dalam arti luas dan
sempit. Dalam arti luas kesalahan meliputi tiga anasir yaitu tentang
pertanggungan jawab dari pelaku. Kesalahan dalam arti sempit yaitu
karena kehilapan atau karena kesengajaan dan perbuatannya dapat
dipertanggungjawabkan kepada sipelaku. Kesalahan karena kehilapan
disebut delik kulpa, yaitu delik yang akibatnya tidak dikehendaki oleh
5
file:///C:/Users/Heri%20Rambe/Downloads/284-861-1-SM.pdf(Diakses (Diakses pada 09 Juni 2022, Pukul
09.26)
6
pelakunya. Sedangkan kesalahan karena kesengajaan disebut delik
dolus, yaitu delik yang memang akibatnya dikehendaki oleh pelaku.
Ketidak sengajaan pelaku jika pelaku tersebut tidak waras atau anak
kecil maka tidak dapat dikenai hukuman.
e. Hukuman Pokok
Hukuman berarti siksaan yaitu siksaan yang diletakkan pada terhukum
(orang yang bersalah karena melanggar hukum).
7
Kebanyakan para sarjana menganggap hukum perdata sebagai hukum yang
mengatur kepentingan perseorangan (pribadi) yang berbeda dengan "hukum
publik" sebagai hukum yang mengatur kepentingan umum (masyarakat).
Dalam uraian berikut dikemukakan beberapa pandangan dari para ahli hukum
berkaitan dengan pengertian hukum perdata dimaksud, antara lain; H.F.A.
Vollmar memberikan suatu pengertian tentang hukum perdata sebagai berikut,
hukum perdata adalah “Aturan-aturan atau norma-norma yang memberikan
pembatasan dan oleh karenanya memberikan perlindungan pada kepentingan-
kepentingan perseorangan dalam perbandingan yang tepat antara kepentingan
yang satu dengan kepentingan yang lain dari orang-orang dalam suatu masyarakat
tertentu terutama yang mengenai hubungan keluarga dan hubungan lalu
lintas” .Keseluruhan aturan baik tertulis maupun tidak tertulis yang mengatur
hubungan kepentingan orang (persoon) yang satu dengan kepentingan orang
(persoon) lainnya yang terjadi karena hubungan kekeluargaan maupun akibat
pergaulan dalam masyarakat. Sementara itu, orang (persoon) sebagaimana
dimaksudkan adalah dalam pengertian yuridis, artinya disamping manusia sebagai
subjek hukum, termasuk juga kedalam pengertian orang (persoon) tersebut adalah
badan hukum walaupun hanya terbatas dalam lalu lintas hukum saja.
Hal di atas berarti, bahwa hukum perdata pada dasarnya mengatur kepentingan
orang (persoon), namun tidak berarti semua hukum perdata secara murni
mengatur kepentingan orang (persoon) tersebut, dikatakan demikian, karena
dalam perkembangan kehidupan masyarakat banyak bidang-bidang hukum
perdata yang telah diwarnai sedemikian rupa oleh hukum publik, misalnya bidang
perkawinan dan perburuhan.
Di dalam perkembangannya bahasa hukum Indonesia selalu berkembang dan
penyempurnaan sejak dahulu hingga sekarang.7 Sehingga menurut Kusumadi
Pudjosewojo bahwa bahasa hukum Indonesia masih mencari gayanya sendiri.
Istilah-istilahnya masih belum tetap dan sebagian besar masih merupakan
terjemahan belaka dari istilah hukum Belanda. Dengan demikian istilah atau
kalimat Indonesia itu masih mencerminkan pengertian hukum Belanda dan alam
pikiran hukum Belanda. Bahasa hukum berlainan daripada bahasa sehari-hari atau
bahasa kesusasteraan.
7
HFA VOLLMAR” PENGANTAR STUDI HUKUM PERDATA 1”, Jakarta : Rajawali, 1984.
8
Karakteristik bahasa hukum Indonesia selain terletak pada komposisi, dan
gaya bahasa yang khusus dengan kandungan arti yang khusus, juga terletak pada
istilah-istilah yang dipakai.8
Di dalam hukum pidana terdapat banyak istilah-istilah yang belum dibakukan
dalam bahasa Indonesia. Misalnya penggunaan istilah “straafbaarfeit” dalam
bahasa hukum Belanda. Di dalam prakteknya istilah tersebut diterjemahkan
dengan istilah “peristiwa pidana” dan ada yang menterjemahkan dengan
“perbuatan pidana” dan ada pula yang menterjemahkan “tindak pidana”.
Meskipun penggunaan istilah-istilah tersebut merujuk kepada pengertian yang
sama yakni suatu tindakan atau perbuatan yang dapat dihukum, akan tetapi dengan
berbagai istilah tersebut menunjukkan bahwa belum ada istilah baku dalam bahasa
hukum Indonesia.
Di dalam hukum perdata ditemukan pula berbagai istilah yang masih belum
dibakukan sebagai bahasa hukum Indonesia. Misalnya dalam istilah hukum
perdata Belanda kita mengenal istilah “verbintenis”. Istilah ini ada yang
menerjemahkannya dengan istilah “perikatan”. Selain itu ada pula yang
menerjemahkan dengan istilah“perjanjian”. Sedangkan di dalam istilah hukum
Belanda terdapat pula istilah yang kita kenal dengan “overeenkomst”. Istilah ini
ada yang menerjemahkan pula dengan “perjanjian” dan ada yang menerjemahkan
dengan istilah “persetujuan”.
8
Kusumadi Pudjosewojo,Pedoman Tata Hukum Indonesia,Aksara baru,1997,hlm,52.
9
chrome-extension://efaidnbmnnnibpcajpcglclefindmkaj/https://perpustakaan.mahkamahagung.go.id/
assets/resource/ebook/41.pdf (Diakses Pada 08 Juni 2022, Pukul 22.21)
9
perjanjian, dengan demikian pada dasarnya belum mempunyai kekuatan mengikat
layaknya perjanjian itu sendiri.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Bahasa adalah alat komunikasi yang universal adanya, terlepas dari beragamnya bahasa yang
ada di dunia ini. Perlu disadari juga bahwa setiap disiplin ilmu juga mempunyai bahasa yang
lazimnya tidak sesuai dengan kaidah gramatikal yang sesuai dengan bahasa yang baik dan
mudah dimengerti. hukum mengandung aturan-aturan, konsepsi-konsepsi, ukuran-ukuran
yang telah ditetapkan oleh penguasa pembuat hukum untuk disampaikan kepada masyarakat,
dipahami/disadari maksudnya, dan dipatuhi. Namun, kenyataannya sebagai sarana
komunikasi,
bahasa Indonesia di dalam dokumen-dokumen hukum sulit dipahami oleh masyarakat awam.
3.2 SARAN
Hendaknya istilah-istilah bahasa hukum pada umumnya dan hukum pidana serta
hukum perdata pada khususnya dibakukan dalam sutu istilah kamus Bahasa Hukum
Indonesia. Pemakaian bahasa Indonesia dalam bidang hukum masih perlu disempurnakan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Undang – Undang Nomor 24 Tahun 2009 Tentang Bendera, Bahasa, dan Lembaga
Negara.
file:///C:/Users/Heri%20Rambe/Downloads/284-861-1-SM.pdf(Diakses
https://m.atmajaya.ac.id/web/KontenUnit.aspx?gid=artikel-hki&ou=hki&cid=artikel-hki-bahasa-
hukum-indonesia
https://perpustakaan.mahkamahagung.go.id/assets/resource/ebook/41.pdf%20(Diakses
%20Pada%2008%20Juni%202022,%20Pukul%2022.21)
12