Anda di halaman 1dari 13

PRESTISE BAHASA INDONESIA DAN BAHASA ASING

PADA MAKANAN

Disusun oleh:

Kelompok 2

1. Kevin Adinugraha S. (03111740000095)


2. Veny Herdiana (03211740000029)
3. Tabah Suwasono (03211740000073)
4. Lisa Setyaning W. (06111740000017)
5. Bramanta Naufal R. (09111740000041)
6. Andro Alex Nine M. (09111740007001)

WAWASAN KEBANGSAAN
INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER
2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Era globalisasi sekarang ini tidak hanya memicu berkembangnya ilmu pengetahuan
dan teknologi tetapi juga budaya asing yang masuk memengaruhi keadaan sosial
masyarakat di Indonesia. Hal tersebut tercermin dari perilaku kalangan masyarakat yang
lebih memilih produk dengan merek berbahasa asing karena dinilai memiliki kualitas
produk lebih baik dan lebih bergengsi daripada produk dengan merek berbahasa
Indonesia. Fenomena ini yang banyak dimanfaatkan khususnya oleh para pedagang
ataupun pemilik usaha pangan untuk memberi merek pada produk mereka menggunakan
bahasa asing dengan tujuan menaikkan harga produk karena para pedagang menilai hal
tersebut dapat lebih menarik perhatian konsumen dan menambah nilai jual pada produk
mereka.

Sungguh sangat disayangkan apabila para pengusaha dari bangsa sendiri


menggunakan merek berbahasa asing. Fenomena ini tidak bisa dibiarkan begitu saja
terjadi karena dapat mengancam eksistensi bahasa Indonesia sebagai merek suatu produk
khususnya produk pangan. Dalam menghadapi fenomena tersebut, penulis berusaha
mengkaji apa yang menyebabkan hal tersebut bisa terjadi dan bagaimana cara
menyetarakan prestise antara bahasa Indonesia dan bahasa asing dalam konteks merek
produk pangan.

1.2. Rumusan Masalah


1.2.1. Apa saja faktor yang memengaruhi penggunaan bahasa asing pada
makanan?
1.2.2. Bagaimana hubungan penggunaan bahasa asing terhadap nilai jual dan
tingkat gengsi suatu produk?
1.2.3. Bagaimana solusi agar merek produk berbahasa Indonesia setara dengan
merek produk berbahasa asing di mata konsumen?

1.3. Tujuan Penulisan


1.3.1. Mengetahui faktor yang memengaruhi penggunaan bahasa asing pada
makanan.
1.3.2. Mengetahui hubungan penggunaan bahasa asing terhadap nilai jual dan
tingkat gengsi suatu produk.
1.3.3. Mengetahui solusi agar merek produk berbahasa Indonesia setara dengan
merek produk berbahasa asing.

1.4. Manfaat Penulisan


1.4.1. Membudayakan penamaan produk pangan dengan bahasa Indonesia.
1.4.2. Meningkatkan rasa cinta terhadap bahasa Indonesia.
BAB II

ANALISIS & PEMBAHASAN

2.1. Tingkat Penggunaan Bahasa Indonesia Melemah

Pada era globalisasi sekarang ini, penggunaan bahasa Indonesia secara murni
di masyarakat sudah mulai melemah, apalagi di kalangan anak muda yang seolah tak
menghiraukan pentingnya penggunaan bahasa Indonesia yang notabene adalah bahasa
persatuan. Mereka seolah-olah tidak mempunyai rasa bangga terhadap bahasa
Indonesia. Hal tersebut tergambar jelas dari perilaku mereka yang lebih memilih
menggunakan banyak selingan bahasa Inggris untuk berkomunikasi sehari-hari secara
langsung ataupun lewat media sosial.

Saat ini bahasa Inggris mulai dianggap menjadi bahasa yang awam digunakan
sehari-hari dan dianggap memiliki tingkat gengsi lebih tinggi daripada bahasa
Indonesia. Maraknya penggunaan bahasa asing pada percakapan sehari-hari, istilah-
istilah gaul remaja, nama perusahaan, nama merek, dan lain-lain, telah menggeser
kedudukan bahasa Indonesia di mata masyarakat. Posisi Indonesia masih tergolong
sebagai negara berkembang menimbulkan dampak pada masyarakat Indonesia untuk
memiliki kecenderungan meniru budaya yang ada di peradaban negara maju.
Mayoritas masyarakat Indonesia menganggap sesuatu yang asing—terlebih berasal
dari negara maju—pasti lebih baik dan lebih berkelas. Hal ini dimanfaatkan oleh
produsen produk makanan untuk meningkatkan gengsi dan nilai jual produk mereka.
Para produsen tersebut menawarkan makanan mereka melalui penggunaan nama
merek dengan bahasa asing. Padahal beberapa menu yang mereka tawarkan berupa
menu-menu lokal. Maraknya penamaan merek produk dengan bahasa asing ini
sebenarnya merupakan salah satu pemicu yang kuat terhadap melemahnya tingkat
penggunaan bahasa Indonesia di kalangan masyarakat.

2.2. Interferensi Bahasa Asing dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia

Bahasa asing telah banyak mencampuri kehidupan bermasyarakat terutama


dalam aspek kuliner dan budaya. Beberapa jenis kuliner di Indonesia sudah mendapat
campur tangan oleh bahasa asing dan hal ini justru mendapat respon baik dari
mayoritas masyarakat Indonesia. Hal ini sebenarnya membuat status bahasa Indonesia
menjadi terpojok dan dianggap kurang menarik di mata masyarakat. Hal ini kemudian
dimanfaatkan oleh para pengusaha kuliner untuk memberi nama produknya dengan
menggunakan bahasa asing karena lebih menguntungkan bagi mereka dan lebih
mudah diterima masyarakat. Produk yang menggunakan bahasa asing dianggap lebih
menarik perhatian konsumen dan dapat memberi efek berkelas dan bergengsi terhadap
menu makanan yang ditawarkan, serta cepat diterima oleh masyarakat meskipun
harganya mahal.
Berikut adalah beberapa dampak ketika kehidupan masyarakat dicampuri bahasa
asing.

Positif :

▪ Meningkatkan kemampuan berbahasa asing.


▪ Menguntungkan dalam berbagai kegiatan seperti pergaulan internasional, bisnis,
perkembangan ilmu pengetahuan, pengenalan budaya, dll.

Negatif :

▪ Rasa cinta terhadap bahasa Indonesia mulai melemah dan bahasa asing akan
diutamakan dalam beberapa aspek dalam kehidupan bermasyarakat.
▪ Rakyat Indonesia semakin lama akan semakin lupa kalau bahasa Indonesia
merupakan bahasa persatuan.
▪ Menimbulkan kebiasaan menggunakan bahasa asing pada anak-anak sehingga
dapat membuat anak-anak tidak mengenal bahasa aslinya sendiri.
▪ Menimbulkan krisis berbahasa Indonesia yang baik dan benar.
▪ Melunturkan semangat nasionalisme dan sikap bangga pada bahasa dan budaya
sendiri.

2.3. Nilai Jual Menu Berbahasa Asing

Bahasa, selain berfungsi sebagai sarana berkomunikasi, ternyata juga dapat


menaikkan nilai jual suatu produk makanan. Makanan yang dinamai dengan
menggunakan bahasa asing, nilai jualnya bisa berbeda jauh dibandingkan dengan
makanan yang namanya sudah biasa didengar. Masyarakat lebih gemar dengan
makanan-makanan dalam bahasa asing yang kebanyakan disajikan di kafe-kafe yang
kekinian daripada makanan-makanan lokal. Padahal, makanan-makanan tersebut tidak
jauh berbeda dengan makanan-makanan yang disajikan di warung-warung sederhana,
bahkan makanan-makanan tersebut pada dasarnya sama, namun ditawarkan dengan
nama menu yang berbeda. Hanya karena nama dan penggunaan bahasa asing,
konsumen rela membayar lebih mahal. Tidak sedikit masyarakat yang menjadi korban
iklan nama.

2.4. Menu Berbahasa Asing Versus Menu Berbahasa Indonesia

▪ Sate Rp20.000,- Grilled satay Rp70.000,-


▪ Berondong jagung Rp5.000,- Pop corn Rp15.000,-
▪ Susu kocok Rp5.000,- Milk shake Rp15.000,-
▪ Perkedel kentang Rp1.000,- Mashed potaro ball Rp5.000,-
▪ Bakso Rp7.000,- Meetball soup Rp30.000,-
▪ Es teh Rp2.000,- Ice tea Rp10.000,-
▪ Kentang goreng Rp5.000,- French fries Rp25.000,-
▪ Gado – gado Rp10.000,- Vegetable salad Rp45.000,-
▪ Rendang Rp30.000,- Beef rendang Rp70.000,-
▪ Telur orak-arik Rp3000,- Scrambled egg Rp25.000,-
▪ Telur dadar Rp5.000,- Omelet Rp25.000,-
▪ Teh hijau Rp5.000,- Matcha Rp60.000,-
2.5. Pandangan Produsen dan Konsumen Terhadap Produk Pangan
Berbahasa Asing

Kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara yang tertuang dalam


Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang bendera, bahasa, dan lambang
negara, serta lagu kebangsaan, khususnya bab III pasal 36 yang berbunyi “Bahasa
Indonesia wajib digunakan untuk nama bangunan atau gedung, jalan, apartemen atau
pemukiman, perkantoran, kompleks perdagangan, merek dagang, lembaga usaha,
lembaga pendidikan, organisasi yang didirikan atau dimiliki oleh warga negara
Indonesia atau badan hukum Indonesia” (Kemendikbud 2011:15). Dari pasal tersebut,
maka seharusnya penamaan merek dagang dengan menggunakan bahasa Indonesia
harus diutamakan. Namun, pada kenyataannya banyak ditemukan nama-nama merek
dagang yang menggunakan bahasa asing, khususnya yang paling sering digunakan
yaitu bahasa Inggris.
Kelas sosial sebuah perusahaan terletak pada bahasa yang digunakan untuk
mengungkapkan citra dirinya. Berikut merupakan maksud produsen makanan lebih
memilih menggunakan bahasa asing untuk penamaan produknya:

▪ Membuat konsumen penasaran.


▪ Untuk menandakan bahwa restoran/kedai tersebut bergengsi dan tampak seperti
restoran bertaraf internasional.
▪ Untuk meningkatkan citra produsen agar produknya terkenal.
▪ Untuk meningkatkan mutu/kualitas restoran tersebut.
▪ Supaya lebih menarik para pengunjung.
▪ Supaya kelihatan profesional.
▪ Untuk menarik wisatawan.
▪ Untuk lebih menunjukkan kemewahan dari makanan yang diperdagangkan di
restoran tersebut.
▪ Agar lebih terkesan keren, ngetrend, intelek, dan tidak kuno.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pemakaian bahasa asing


bagi para produsen makanan tampaknya memang memiliki makna yang cukup
penting dalam kehidupan bisnis mereka. Kata-kata asing itu dinilai dapat memberikan
nuansa makna positif bagi bisnis mereka. Nuansa makna positif itu wujudnya dapat
bermacam-macam, misalnya untuk meningkatkan gengsi, lebih keren, memikat,
menambah pesona, profesional, melancarkan usaha, lebih berkelas, lebih intelek,
meningkatkan mutu, tidak kuno, ngetrend, lebih modis, dan lain-lain. Fungsi
penamaan makanan dengan bahasa asing bagi produsen makanan yaitu meningkatkan
citra positif dan menciptakan prestise yang baik bagi usahanya. Seperti yang telah
disebutkan, mereka mengatakan bahwa penggunaan kata-kata asing (terutama bahasa
Inggris) itu dinilai dapat memberikan kesan lebih bagus, lebih menarik, lebih gaya,
lebih keren, lebih ngetrend, lebih intelek, dan tidak kuno.

Menurut Idra Ardiana (1995), kecenderungan menggunakan bahasa asing ini


terjadi di berbagai kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Surabaya, Bandung,
Medan, Semarang, Yogyakarta, Ujung Pandang, dan lain-lain. Saat ini kecenderungan
menggunakan bahasa asing sudah merambah ke kota-kota kecil setingkat kabupaten,
tidak hanya pada masyarakat kelas menengah ke atas, tetapi juga masyarakat kelas
menengah ke bawah. Penggunaan bahasa asing yang kurang pada tempatnya
tampaknya terjadi juga pada lembaga pendidikan, media massa, baik cetak maupun
elektronik, atau masyarakat pada umumnya. Di lembaga pendidikan, misalnya, kita
sering mendengar istilah Play Group, Full Day School, Baby Smile School, passing
grade, dan lain-lain. Di media cetak tidak sulit kita menemukan kata-kata asing yang
bertebaran seperti head line news, save our nation, today’s dialogue, public corner,
backstreet, breaking news, dan lain-lain.

Dengan banyaknya penggunaan bahasa asing di media cetak dan elektronik


serta penggunaan bahasa asing dalam produk makanan, membuat masyarakat
Indonesia terbiasa dengan nama-nama produk makanan berbahasa asing. Kemudian
penyebutan nama-nama produk berbahasa asing tersebut melekat dan menjadi
kebiasaan masyarakat. Masyarakat tentu saja menyambut produk-produk makanan
yang berbahasa asing dengan respon baik, mereka rela membayar mahal produk
makanan yang diberi nama dengan bahasa asing. Pun mereka tidak keberatan
meskipun menu itu menu lokal yang dinamai dengan bahasa asing. Masyarakat
memiliki alasan yang hampir sama dengan para produsen yaitu untuk meningkatkan
gengsi, agar terkesan lebih keren, tidak kuno, ngetrend, lebih modis, terkesan bertaraf
internasioal, meningkatkan status sosial, dan lain-lain, ditambah lagi dengan hasrat
kalangan muda yang ingin tampil kekinian.

2.6. Menyetarakan Prestise Produk Pangan Bermerek Bahasa Indonesia dan


Bahasa Asing

Dewasa ini bahasa asing memberikan dampak yang besar pada makanan-
makanan yang dijual di Indonesia. Tidak jarang produk makanan sekarang yang
sebenarnya adalah produk lokal diberi nama dengan bahasa lain, sebagai contoh:
omelette padahal sama saja dengan telur dadar, white coffee sama dengan kopi putih,
dan lain sebagainya. Menanggapi hal tersebut perlu adanya solusi agar kedepannya
bahasa Indonesia dapat setara atau bahkan lebih bergengsi dan lebih bisa
meningkatkan nilai jual suatu produk makanan daripada bahasa asing.

▪ Menamai Produk Makanan Berbahasa Indonesia dengan Lebih Menarik


Menamai makanan dengan lebih kreatif, misal ayam nelongso, jasuke
(jagung susu keju), batagor, mie setan, coklat anti alay, dll.

▪ Menemukan Trendsetter yang Tepat


Dengan pemilihan trendsetter yang tepat, produk makanan berbahasa
Indonesia dapat lebih menarik perhatian masyarakat. Pemilihan seorang model
sebagai trendsetter sangat berpengaruh pada ketertarikan masyarakat pada produk
makanan yang akan dipasarkan. Trendsetter sebaiknya seorang tokoh/artis/musisi
berpengaruh di masyarakat.

▪ Mengoptimalkan Media Promosi


Promosi produk makanan berbahasa Indonesia dilakukan dengan gencar
untuk mengenalkan produk makanan tersebut sehingga nama produk melekat di
hati masyarakat. Promosi bisa melalui iklan, sosial media, brosur, poster, dll.
Yang dibuat semenarik mungkin.
▪ Membuat Kemasan yang Menarik
Kemasan sangat memengaruhi nilai suatu produk makanan, maka perlu
untuk dibuat kemasan produk makanan berbahasa Indonesia semenarik mungkin
sehingga dapat membuat masyarakat tertarik dan menambah nilai jual serta
membuat produk makanan tersebut terkenal.

▪ Membuat Inovasi Acara Pendukung Promosi


Membuat inovasi acara untuk mendukung promosi seperti lomba makan
pedas dalam 5 menit, promo bulan Agustus, promo untuk mahasiswa baru, dll.

▪ Penamaan Produk Makanan Berbahasa Indonesia yang Dimulai dari


Restoran atau Kedai yang Sudah Mendapat Tempat di Hati Masyarakat
Dengan penamaan produk makanan berbahasa Indonesia yang dimulai dari
restoran atau kedai yang sudah mendapat tempat di hati masyarakat, masyarakat
akan percaya bahwa makanan yang disajikan di tempat tersebut berkualitas baik,
sehingga penamaan produk makanan dengan bahasa Indonesia bisa dianggap
keren, berkelas, mewah, dll. Serta dapat melekat pada hati masyarakat.

▪ Menanamkan Rasa Cinta Terhadap Produk Makanan Berbahasa Indonesia


Mencintai produk makanan dengan merek berbahasa Indonesia merupakan
hal dasar yang harus dipupuk sedini mungkin, tujuannya supaya produk-produk
yang menggunakan bahasa Indonesia akan lebih sering dibeli konsumen dan nilai
jualnya meningkat, masyarakat terbiasa menggunakan istilah bahasa Indonesia,
lebih menghargai produk lokal, lebih cinta terhadap bahasa Indonesia,
memperkenalkan nama produk dengan bahasa Indonesia di mata dunia, dll.

▪ Membiasakan Menggunakan Istilah Bahasa Indonesia


Permasalahan lain yang sering dihadapi yang berhubungan dengan nilai jual
dan juga gengsi terhadap produk makanan adalah jarangnya penggunaan istilah-
istilah bahasa Indonesia pada produk-produk makanan di restoran atau
perusahaan makanan besar, akibatnya produk yang menggunakan bahasa
Indonesia menjadi terkesan kurang menarik dan juga tidak populer di berbagai
kalangan konsumen. Oleh karena itu, perlu digunakannya bahasa Indonesia
sebagai nama utama produk makanan di berbagai tempat dan berbagai lapisan
masyarakat. Dengan ini, produk makanan yang menggunakan bahasa Indonesia
menjadi lebih populer dari sebelumnya dan nilai jualnya pun akan naik.

▪ Penerapan Bahasa Indonesia di Bidang Pendidikan dan Media Massa


Penerapan bahasa Indonesia melalui pendidikan dan media massa lebih
digiatkan lagi agar masyarakat lebih terpicu untuk lebih sering menggunakan
istilah-istilah bahasa Indonesia daripada bahasa asing.
BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Berdasarkan realitas yang terjadi di masyarakat, bahasa asing sudah menjadi


bagian yang penting, sebenarnya penggunaan bahasa asing sah-sah saja dan bisa
berdampak positif jika disesuaikan pada situasi dan kondisi yang dibutuhkan. Tetapi
banyak dari masyarakat umum yang menggunakan bahasa asing di situasi dan kondisi
yang sebetulnya tidak perlu menggunakan bahasa asing. Bukan hanya masyarakat
umum tetapi juga instansi pemerintah dan media massa juga sering menggunakan
bahasa asing. Bahasa asing juga memiliki peran penting untuk para pengusaha
khususnya pengusaha produk pangan karena mereka memanfaatkan tren bahasa asing
untuk meningkatkan tingkat gengsi dan nilai jual produk mereka. Sebagai generasi
penerus bangsa, penting bagi kita untuk mengangkat prestise produk makanan
berbahasa Indonesia sekaligus meningkatkan intensitas penggunaan bahasa Indonesia
dalam kegiatan sehari-hari.

3.2. Saran

Sebaiknya usaha-usaha yang telah disebutkan dalam karya ini benar-benar


direalisasikan terutama oleh generasi muda sehingga eksistensi bahasa Indonesia
dapat dipertahankan dan dapat memengaruhi prestise dan nilai jual produk makanan
Indonesia. Keinginan untuk memelajari bahasa Indonesia dan kesadaran akan
penggunaan bahasa Indonesia harus diterapkan mulai sekarang.
DAFTAR PUSTAKA

Chamalah, E., Universitas Islam Sultan Agung. Pengaruh Penggunaan Bahasa Inggris
Terhadap Makna Asosiatif Pada Nama Badan Usaha di Kota Semarang, Semarang:
chamalah@unissula.ac.id.

Ismatul Khasanah, Dwita Laksmita, Rosa Da Cosa Tilman, Roy Rizki, 2015. Fenomena
Penggunaan Bahasa Asing dalam Penamaan Bisnis Kuliner di Kawasan Soekarno Hatta Kota
Malang. Jurnal Lingkar Widyaiswara, Volume Edisi 2 No.1, pp. 01 - 11.

Tauhidi, H., 2009. Pengaruh Pemberian Merek Berbahasa Asing, Iklan dan Media Terhadap
Persepsi Konsumen, Jakarta: Helmi Tauhidi.

Anda mungkin juga menyukai