Anda di halaman 1dari 152

RESUME KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA DAN

KEWARGANEGARAAN

Oleh:
CINDY PRIYANI SIHOMBING
180406189

DOSEN PENGAMPU:
ROY FACHRABY GINTING, SH.M.Kn.

DEPARTEMEN ARSITEKTUR
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan rahmatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah mata kuliah
Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan ini. Penulis mengucapkan terimakasih kepada
kelompok yang telah memberikan materi makalah ini sehingga makalah ini dapat siap dengan
benar. Tak lupa juga penulis mengucapkan terimakasih kepada bapak Roy Fachraby Ginting
selaku dosen pengampu mata kuliah Pancasila dan Pendidikan Kewarganegaraan yang juga
telah membantu penulis untuk menyelesaikan tugas makalah ini.

Penulis sadar betul bahwa masih banyak kesalahan dalam penulisan tugas makalah
ini, untuk itu penulis berharap agar pembaca dapat memakluminya dan penulis meminta
kritik dan saran dari pembaca terhadap makalah ini agar makalah ini menjadi lebih baik lagi.
Terima kasih.

Medan, 26 Desember 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................. 2
1.3 Manfaat dan Tujuan .......................................................................................... 2
1.4 Sistematika Pembahasan.................................................................................... 3
BAB 2 ISI...................................................................................................................... 4
2.1 Resume Kelompok 1.......................................................................................... 4
2.2 Resume Kelompok 2........................................................................................... 27
2.3 Resume Kelompok 3........................................................................................... 43
2.4 Resume Kelompok 4........................................................................................... 59
2.5 Resume Kelompok 5.......................................................................................... 77
2.6 Resume Kelompok 6........................................................................................... 81
2.7 Resume Kelompok 7........................................................................................... 95
2.8 Resume Kelompok 8........................................................................................... 115
2.9 Resume Kelompok 9........................................................................................... 122
2.10 Resume Kelompok 10......................................................................................... 136
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. iii
DAFTAR RIWAYAT PENULIS ................................................................................ vi

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Setiap suatu bangsa mempunyai sejarah perjuangan dari para orang-orang terdahulu yang
dimana terdapat banyak nilai-nilai nasionalis, patriolis dan lain sebagainya yang pada saat itu
mengikat erat pada setiap jiwa warga negaranya. Perjalanan panjang sejarah perjuangan
bangsa Indonesia yang dimulai sejak, sebelum, dan selama penjajahan. Kemudian dilanjutkan
dengan era perebutan dan mempertahankan kemerdekaan sampai dengan era pengisian
kemerdekaan menimbulkan kondisi dan tuntutan yang berbeda sesuai dengan zamannya.

Seiring perkembangan zaman dan kemajuan teknologi yang makin pesat, nilai-nilai
tersebut makin lama makin hilang dari diri seseorang di dalam suatu bangsa, oleh karena itu
perlu adanya pembelajaran untuk mempertahankan nilai-nilai tersebut agar terus menyatu
dalam setiap warga negara agar setiap warga negara tahu hak dan kewajiban dalam
menjalankan kehidupan berbangasa dan bernegara. Generasi penerus tersebut diharapkanakan
mampu mengantisipasi hari depan mereka yang senantiasa berubah danselalu terkait dengan
konteks dinamika budaya, bangsa, negara, dan hubunganinternasional.

Pendidikan Kewarganegaraan adalah Unsur Negara Sebagai Syarat Berdirinya Suatu


Negara upaya sadar yang ditempuh secara sistematis untuk mengenalkan, menanamkan
wawasan kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki pola pikir, pola sikap dan
perilaku sebagai pola tindak yang cinta tanah air berdasarkan Pancasila demi tetap utuh dan
tegaknya NKRI. Hakikat Pendidikan Kewarganegaraan dimaksudkan dan memiliki wawasan
kesadaran bernegara untuk bela negara dan memiliki polapikir, sikap, dan perilaku sebagai
pola tindak kecintaan pada tanah air berdasarkan Pancasila.

Pada hakekatnya pendidikan merupakan upaya sadar dari suatu masyarakat dan
pemerintah suatu negara untuk menjamin kelangsungan hidup dan kehidupan generasi
penerusnya. Pendidikan nasional harus menumbuhkan jiwa patriotik, mempertebal cinta
tanah air, meningkatkan semangat kebangsaan, kesetiakawanan sosial, kesadaran pada
sejarah bangsa dan sikap menghargai jasa para pahlawan dan berorientasi kepada masa
depan. Hal tersebut tentunya dipupuk melalui Pendidikan Kewarganegaraan.
1.2 Rumusan Masalah

1
1. Apa saja pengantar pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan.
2. Apa saja dasar hukum mata kuliah pendidikan Pancasila dan kewarnegaraan menjadi
mata kuliah dasar dan wajib di perguruan tingggi dalam mengembangkan kemampuan
utuh sebagai calon sarjana dan profesional.
3. Bagaimana sejarah peradaban bangsa Indonesia pada masa penjajahan.
4. Bagaimana proses lahirnya Pancasila pada masa penjajahan.
5. Bagaimana Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
6. Apa yang dimaksud dengan Pancasila sebagai sistem etika.
7. Mengapa Pancasila sebagai sistem etika bagi bangsa Indonesia itu penting.
8. Apa saja jenis pelanggaran kehidupan bernegara.
9. Apa yang dimaksud dengan ilmu?
10. Apa nilai setiap sila Pancasila yang berhubungan dengan perkembangan ilmu.
11. Bagaimana implementasi Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu.

1.3 Manfaat dan Tujuan


1. Memupuk dan menanamkan sikap dan perilaku yang sesuai dengan nilai-nilai kejuangan,
patriotisme, cinta tanah air dan rela berkorban bagi bangsa dan negara kepada pembaca.
2. Menguasai pengetahuan dan memahami aneka ragam masalah dasar kehidupan
masyarakat, bangsa dan negara yang akan diatasi dengan pemikiran berdasarkan
Pancasila, wawasan nusantara dan ketahanan nasional secara kritis dan bertanggung
jawab untuk dapat menghadapi permasalahan yang dialami Bangsa Indonesia.
3. Memaparkan pengantar pendidikan Pancasila dan kewarganegaraan.
4. Memaparkan hukum mata kuliah pendidikan Pancasila dan kewarnegaraan menjadi mata
kuliah dasar dan wajib di perguruan tingggi dalam mengembangkan kemampuan utuh
sebagai calon sarjana dan professional
5. Menjelaskan bagaimana sejarah peradaban bangsa Indonesia serta proses lahirnya
Pancasila
6. Memaparkan bagaimana Pancasila sebagai nilai kehidupan berbangsa dan bernegara.
7. Memaparkan Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara.
8. Dapat menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai sistem etika.
9. Dapat menanya alasan diperlukannya Pancasila sebagai sistem etika.
10. Dapat menggali sumber historis, sosiologis, politis tentang Pancasila sebagai sistem etika.
11. Dapat membangun argumen tentang dinamika dan tantangan Pancasila sebagai sistem
etika.

2
12. Dapat mendeskripsikan esensi dan urgensi Pancasila sebagai sistem etika.
13. Memenuhi tugas terstruktur mata kuliah Pancasila.
14. Memberikan informasi mengenai Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu.

1.4 Sistematika Pembahasan


BAB 1 PENDAHULUAN membahas mengenai latar belakang, rumusan masalah, manfaat
dan tujuan, sistematika pembahasan, serta kerangka berfikir.

BAB 2 ISI membahas mengenai resume-resume dari kelompok 1 s/d 5.

BAB 3 KESIMPULAN membahas mengenai kesimpulan dari resume yang telah


dikumpulkan.

3
BAB 2
ISI

2.1 Resume Kelompok 1


Judul:
“PENGANTAR PENDIDIDKAN PANCASILA DAN KEWARGANEGARAAN SERTA
DASAR HUKUM SEBAGAI MATAKULIAH DASAR DAN WAJIB DI PERGURUAN
TINGGGI DALAM MENGEMBANGKAN KEMAMPUAN UTUH SEBAGAI CALON
SARJANA DAN PROFESIONAL”

Pendahuluan:
Bagi negara Indonesia yang mempunyai penduduk dengan jumlah dan memiliki
perbedaan yang tinggi, Pancasila dibutuhkan sebagai dasar negara yang berfungsi sebagai
daya ikat serta dasar pemersatu bangsa dan negara. Pancasila jelas merupakan seperangkat
nilai.

Nilai tersebut dapat ditemukan pada alinea keempat Pembukaan UUD 1945 menyatakan
bahwa: “suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan
berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab,
Persatuan Indonesia, dan Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan Sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia ”.

Kewarganegaraan adalah keanggotaan secara pasif dan aktif dari seorang individu dalam
sebuah negara-bangsa dengan hak-hak universal tertentu dan kewajiban-kewajiban pada level
yang spesifik dari kesetaraan.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan salah satu pengetahuan yang


wajib di pelajari mulai dari tingkat SD,SMP,SMA dan Mahasiswa di seluruh Indonesia. Hal
ini, di karenakan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan membahas banyak tentang
sejarah perkembangan bangsa, nilai-nilai pancasila, norma-norma di dalam suatu Negara,
ideologi pancasila dan masih banyak yang lebih penting lainnya.

4
Maka dari itu mata kuliah topik PPKn ini sangatlah penting di pelajari agar setiap
generasi Indonesia mampu menumbuhkan rasa cinta terhadap bangsa dan Negara sendiri
serta membantu nilai moral setiap generasi bangsa. Dengan makalah ini kami berharap
mampu membantu pembaca dalam mengetahui tentang pendidikan pancasila dan
kewarganegaraan secara luas.

Pembahasan:
1. Pengantar Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
Dalam perjalanan sejarah bangsa Indonesia, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila
sebagai pandangan hidup bangsa sudah terwujud dalam kehidupan bermasyarakat sejak
sebelum Pancasila sebagai dasar negara dirumuskan dalam satu sistem nilai. Sejak zaman
dahulu, wilayah-wilayah di nusantara ini mempunyai beberapa nilai yang dipegang teguh
oleh masyarakatnya, sebagai contoh:
a. Percaya kepada Tuhan dan toleran.
b. Gotong royong.
c. Musyawarah.
d. Solidaritas atau kesetiakawanan sosial, dan sebagainya.

Pancasila merupakan pernyataan dari niat dan cita-cita yang harus diusahakan
pelaksanaanya di dalam kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Pancasila juga
merupakan sifat-sifat pokok dari kehalusan budi manusia. Dengan Pancasila, Negara dan
politik negara mendapat dasar moral yang kuat dengan demikian Pancasila merupakan
fondamen dari negara Indonesia.

Hal tersebut penting untuk diketahui karena berlakunya pendidikan Pancasila di


perguruan tinggi mengalami pasang surut. Selain itu, kebijakan penyelenggaraan
pendidikan Pancasila di perguruan tinggi tidak serta merta diimplementasikan baik di
perguruan tinggi negeri maupun di perguruan tinggi swasta. Keadaan tersebut terjadi
karena dasar hukum yang mengatur berlakunya pendidikan Pancasila di perguruan tinggi
selalu mengalami perubahan dan persepsi pengembang kurikulum di masing-masing
perguruan tinggi berganti-ganti.

Lahirnya ketentuan dalam pasal 35 ayat (5) Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012
yang menyatakan bahwa kurikulum pendidikan tinggi wajib memuat mata kuliah agama,

5
Pancasila, kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia menunjukkan bahwa negara
berkehendak agar pendidikan Pancasila dilaksanakan dan wajib dimuat dalam kurikulum
perguruan tinggi sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri. Dengan demikian, mata kuliah
Pancasila dapat lebih fokus dalam membina pemahaman dan penghayatan mahasiswa
mengenai ideologi bangsa Indonesia.

Pancasila diharapkan dapat menjadi ruh dalam membentuk jati diri mahasiswa guna
mengembangkan jiwa profesionalitasnya sesuai dengan bidang studinya masing-masing.
Selain itu, dengan mengacu kepada ketentuan dalam pasal 2 Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2012, sistem pendidikan tinggi di Indonesia harus berdasarkan Pancasila.
Implikasinya, sistem pendidikan tinggi (baca: perguruan tinggi) di Indonesia harus terus
mengembangkan nilai-nilai Pancasila dalam berbagai segi kebijakannya dan
menyelenggarakan mata kuliah pendidikan Pancasila secara sungguh-sungguh dan
bertanggung jawab.

Sebagai Konsekuensi atas pengakuan kedudukan Pancasila dan lahirlah bidang studi
mata kuliah PPKN yang merupakan usaha dasar untuk mentranformasikan dalam hal ini
tidak hanya mengalihkan saja nilai-nilai tersebut tetapi mengembangkan kepada
mahasiswa untuk membentuk sikap dan pribadi yang perilakunya dijiwai oleh nilai nilai
Pancasila. Mata kuliah PPKN (Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan), yang
bertujuan agar anak didik menghayati dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

2. Dasar Hukum Mata Kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarnegaraan menjadi Mata
Kuliah Dasar dan Wajib di Perguruan Tingggi Dalam Mengembangkan Kemampuan
Utuh Sebagai Calon Sarjana dan Profesional
Tujuan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dapat dipahami dengan menelaah
dasar-dasar pendidikan Pancasila sebagai bagian yang tidak terpisah dalam konsep
pendukung pencapaian dalam penyelenggaraan pendidikan Pancasila di perguruan tinggi
di seluruh Indonesia. Pendidikan Pancasila sangat diperlukan untuk membentuk karakter
manusia yang profesional dan bermoral karena perubahan budaya asing yang mendatangi
masyarakat Indonesia bukan hanya terjadi dalam masalah pengetahuan dan teknologi,
melainkan juga berbagai aliran (mainstream) dalam berbagai kehidupan bangsa. Selain itu

6
untuk menunjukkan pentingnya penanaman nilai-nilai ideologi melalui Pendidikan
Pancasila.

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2012, tentang pendidikan


tinggi, memuat penegasan tentang pentingnya dan ketentuan penyelenggaraan
Pendidikan Pancasila sebagaimana termaktub dalam pasal-pasal berikut:
a. Pasal 2, menyebutkan bahwa pendidikan tinggi berdasarkan Pancasila, Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, Negara Kesatuan Republik
Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
b. Pasal 35 ayat (3) menegaskan ketentuan bahwa kurikulum Pendidikan tinggi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memuat mata kuliah: agama, Pancasila,
kewarganegaraan, dan bahasa Indonesia.

Dengan demikian, berdasarkan ketentuan dalam pasal 35 ayat (3) Undang-Undang


Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012, ditegaskan bahwa penyelenggaraan
pendidikan Pancasila di perguruan tinggi itu wajib diselenggarakan dan sebaiknya
diselenggarakan sebagai mata kuliah yang berdiri sendiri dan harus dimuat dalam
kurikulum masing-masing perguruan tinggi.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan sangat diperlukan agar mahasiswa


menjadi pribadi yang paham tentang hak dan kewajibannya sebagai Warga Negara
Indonesia, berpikir kritis, bertoleransi tinggi, pribadi yang cinta damai, menjadi sosok
yang mengenal dan berpartisipasi dalam kehidupan politik lokal, nasional, dan
internasional. Hakikat tujuan pembelajaran Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
(PPKn) yaitu mengembangkan siswa menjadi warga negara yang baik yang memiliki
rasa kebanggaan terhadap Negara Indonesia, cinta tanah air, jujur, disiplin, tanggung
jawab, santun, peduli, dan percaya diri dalam berinteraksi di lingkungan rumah, sekolah,
dan sekitarnya serta berbangsa dan bernegara. (Supriyanto, 2018: 116)

Mata kuliah pendidikan Pancasila adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar mahasiswa secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki pengetahuan, kepribadian, dan keahlian,
sesuai dengan program studinya masing-masing sehingga mahasiswa mampu memberikan

7
kontribusi yang konstruktif dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, dengan
mengacu kepada nilai-nilai Pancasila.

Tujuan pembelajaran pada hakikatnya merupakan penguasaan kompetensi yang ingin


dicapai. Dalam kaitannya dengan PKn sebagai wahana pembelajaran bela negara, tujuan
PKn tentunya diarahkan untuk membentuk mahasiswa menjadi warga negara yang
memiliki kesadaran kebangsaan sebagai bangsa Indonesia, sehingga termotivasi untuk
melakukan berbagai sikap dan Tindakan positif dalam berbagai aspek kehidupan sebagai
bentuk partisipasi aktif dalam upaya bela negara

Pancasila sebagai ideologi negara merupakan kristalisasi nilai-nilai budaya dan agama
dari bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia mengakomodir
seluruh aktivitas kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, demikian pula
halnya dalam aktivitas ilmiah.

Pentingnya Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu dapat ditelusuri ke dalam


hal-hal sebagai berikut. Pertama, pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan
bangsa Indonesia dewasa ini seiring dengan kemajuan iptek menimbulkan perubahan
dalam cara pandang manusia tentang kehidupan. Hal ini membutuhkan renungan dan
refleksi yang mendalam agar bangsa Indonesia tidak terjerumus ke dalam penentuan
keputusan nilai yang tidak sesuai dengan kepribadian bangsa.

Kedua, dampak negatif yang ditimbulkan kemajuan iptek terhadap lingkungan hidup
berada dalam titik nadir yang membahayakan eksistensi hidup manusia di masa yang
akan datang. Oleh karena itu, diperlukan tuntunan moral bagi para ilmuwan dalam
pengembangan iptek di Indonesia.

Ketiga, perkembangan iptek yang didominasi negara-negara Barat dengan politik


global ikut mengancam nilai-nilai khas dalam kehidupan bangsa Indonesia, seperti
spiritualitas, gotong royong, solidaritas, musyawarah, dan cita rasa keadilan. Oleh karena
itu, diperlukan orientasi yang jelas untuk menyaring dan menangkal pengaruh nilai-nilai
global yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kepribadian bangsa Indonesia.

8
Penilaian dapat dipahami sebagai cara yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan
atau kemajuan dalam suatu kegiatan. Dalam konteks pembelajaran PKn, penilaian
merupakan roses untuk mendapatkan informasi tentang prestasi atau kinerja peserta didik
dalam mata pelajaran PPKn. (Wahab & Sapriya, 2011, p. 351)
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sulkipani (2017: 52) mengungkapkan
bahwa “Implementasi PKn di perguruan tinggi diwujudkan dalam bentuk pembelajaran,
yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Ketiga tahapan tersebut didesain
sedemikian rupa sehingga dapat menumbuh kembangkan kesadaran bela negara
mahasiswa”. Tahap perencanaan merupakan tahap awal dalam aktivitas pembelajaran
yang sangat penting sebagai rambu-rambu dalam pelaksanaan pembelajaran itu sendiri.
Diperlukan analisis yang mendalam untuk merancang perencanaan pembelajaran.
Sehingga diperoleh perencanaan pembelajaran yang mengakomodir ketiga kompetensi
yang diharapkan yaitu aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik.

Berdasarkan SK Dirjen Dikti No 38/DIKTI/Kep/2002, Pasal 3, Ayat (2) bahwa


kompetensi yang harus dicapai mata kuliah pendidikan Pancasila yang merupakan bagian
dari mata kuliah pengembangan kepribadian adalah menguasai kemampuan berpikir,
bersikap rasional, dan dinamis, serta berpandangan luas sebagai manusia intelektual
dengan cara mengantarkan mahasiswa:
a. Agar memiliki kemampuan untuk mengambil sikap bertanggung jawab sesuai hati
nuraninya.
b. Agar memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta
cara cara pemecahannya.
c. Agar mampu mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu pengetahuan
teknologi dan seni
d. Agar mampu memaknai peristiwa sejarah dan nilai-nilai budaya bangsa untuk
menggalang persatuan indonesia.

Oleh karena Kompetensi yang diharapkan mahasiswa adalah untuk menjadi ilmuwan
dan profesional yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air, demokratis,
berkeadaban, Selain itu kompetensi yang diharapkan agar mahasiswa menjadi warga
negara yang memiliki daya saing, berdisiplin, berpartisipasi aktif dalam membangun
kehidupan yang damai berdasarkan system nilai Pancasila (Kaelan & Zubaidi, 2007).

9
Adapun visi dan misi mata kuliah pendidikan Pancasila adalah sebagai berikut:
a. Visi Pendidikan Pancasila
Terwujudnya kepribadian sivitas akademika yang bersumber pada nilai-nilai
Pancasila.
b. Misi Pendidikan Pancasila
 Mengembangkan potensi akademik peserta didik.
 Menyiapkan peserta didik untuk hidup dan berkehidupan dalam masyarakat,
bangsa dan negara (misi psikososial).
 Membangun budaya ber-Pancasila sebagai salah satu determinan kehidupan (misi
sosiokultural).
 Mengkaji dan mengembangkan pendidikan Pancasila sebagai sistem pengetahuan
terintegrasi atau disiplin ilmu sintetik (synthetic discipline), sebagai misi
akademik

Sehingga landasan Hukum, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ini meliputi:


a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
b. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara.
c. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
d. Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional Revolusi Mental;
5. Peraturan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 44 Tahun 2015
tentang Standar Nasional Pendidikan Tinggi.

Sebelumnya, penyelenggaraan pendidikan Pancasila sebagai mata kuliah di perguruan


tinggi ditegaskan dalam Surat Edaran Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Nomor
914/E/T/2011, tertanggal 30 Juni 2011, ditentukanbahwa perguruan tinggi harus
menyelenggarakan pendidikan Pancasila minimal 2 (dua) SKS atau dilaksanakan bersama
mata kuliah pendidikan kewarganegaraan dengan nama Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn) dengan bobot minimal 3 (tiga) SKS.

Dalam hal ini Menteri Ristekdikti juga menyampaikan hal hal yang berkaitan dengan
mata kuliah Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan tersebut sebagai berikut:

10
a. Amanah dalam UUD 1945 pada Pasal 27 ayat (3), “Setiap warga negara berhak dan
wajib turut serta dalam upaya pembelaan negara” dan Pasal 30 ayat (1), “Tiap-tiap warga
berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan negara”.
Sebagai warga negara harus selalu siaga dalam usaha membela bangsa dan negara, 
menjaga pertahanan dan keamanan sehingga selalu terwujud kedamaian dan kenyamanan 
di masyarakat.

b. Amanah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, diperlukan


pendidikan yang mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
menghasilkan intelektual, ilmuwan, dan/atau profesional yang berbudaya dan kreatif,
toleran, demokratis, berkarakter, tangguh, serta berani membela kebenaran untuk
kepentingan bangsa.
Dalam pasal 35 ayat 3 UU. No. 12 Tahun 2012, disebutkan bahwa kurikulum
pendidikan tinggi merupakan pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tinggi, yang wajib memuat mata kuliah :
 Agama
 Pancasila
 Kewarganegaraan
 Bahasa Indonesia
Yang dilaksanakan melalui kegiatan kurikuler, kokurikuler, dan ekstrakurikuler.

c. Undang – Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara, menimbang:


 Bahwa pertahanan negara bertitik tolak pada falsafah dan pandangan hidup bangsa
Indonesia untuk menjamin keutuhan dan tetap tegaknya Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UndangUndang Dasar 1945;
 Bahwa pertahanan negara sebagai salah satu fungsi pemerintahan negara yang
merupakan usaha untuk mewujudkan satu kesatuan pertahanan negara guna
mencapai tujuan nasional, yaitu untuk melindungi segenap bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan

11
kehidupan bangsa dan ikut serta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial;
 Bahwa dalam penyelenggaraan pertahanan negara setiap warga negara
mempunyai hak dan kewajiban untuk ikut serta dalam upaya pembelaan negara
sebagai pencerminan kehidupan kebangsaan yang menjamin hak-hak warga
negara untuk hidup setara, adil, aman, damai, dan sejahtera;
 Bahwa usaha pertahanan negara dilaksanakan dengan membangun, memelihara,
mengembangkan, dan menggunakan kekuatan pertahanan negara berdasarkan
prinsip prinsip demokrasi, hak asasi manusia, kesejahteraan umum, lingkungan
hidup, ketentuan hukum nasional, hukum internasional dan kebiasaan
internasional, serta prinsip hidup berdampingan secara damai.
 Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b, c, d,
dan e perlu dibentuk Undang-Undang tentang Pertahanan Negara.

Mengingat:  
 Pasal 5 ayat (1), Pasal 10, Pasal 11, Pasal 20 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 27 ayat
(3), dan  Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945;  
 Ketetapan MPR-RI Nomor: VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional 
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia dan Ketetapan MPR-RI
Nomor:  VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Peran
Kepolisian Negara Republik Indonesia. 

Kemudian dengan persetujuan bersama antara Dewan Perwakilan Rakyat Republik 


Indonesia (DPRRI) dan Presiden Republik Indonesia memutuskan dan menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERTAHANAN NEGARA

Dalam pasal 9, bela negara merupakan upaya setiap warga negara untuk
mempertahankan Republik Indonesia terhadap ancaman baik dari luar maupun dalam
negeri, dan bentuk pengabdian sesuai dengan profesinya. Dalam mensukseskan
pertahanan negara melalui bela negara, dukungan dosen dan mahasiswa baik secara fisik
maupun non fisik diarahkan untuk menghasilkan lulusan berkualitas yang siap
menghadapi tantangan globalisasi memiliki sikap toleran, tanggap terhadap lingkungan,

12
memahami wawasan kebangsaan dan bertanggungjawab dalam keutuhan Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

d. Memperhatikan Instruksi Presiden Nomor 12 Tahun 2016 tentang Gerakan Nasional


Revolusi Mental, dalam melaksanakan butir kelima, bahwa untuk mewujudkan generasi
bangsa Indonesia yang berkarakter tangguh, cinta tanah air, bela negara serta mampu
meningkatkan jati diri bangsa, maka pendidikan Mata Kuliah Wajib Umum (MKWU)
diperkuat sebagai salah satu komponen pembentuk budaya bangsa.

Untuk itu Menristekdikti juga menginstruksikan kepada seluruh perguruan tinggi


untuk mengintegrasikan dan menginternalisasikan muatan nilai Pancasila, moral
kebangsaan serta budaya nasional dalam proses pembelajaran setiap mata kuliah dan
kegiatan kemahasiswaan sebagai bagian dari bela negara.

Menindaklanjuti undang undang tersebut, Kementerian Ristekdikti juga menawarkan


berbagai hibah pembelajaran untuk keempat mata kuliah tersebut. Pancasila adalah dasar
filsafah negara Indonesia, sebagaimana tercantum dalam pembukaan UUD 1945. Oleh
karena itu setiap warga negara Indonesia harus mempelajari, mendalami, menghayati,
dan mengamalkan dalam segala bidang kehidupan. Pancasila merupakan warisan luar
biasa dari pendiri bangsa yang mengacu kepada nilai-nilai luhur.

Nilai nilai luhur yang menjadi panutan hidup tersebut telah hilang otoritasnya,
sehingga manusia menjadi bingung. Kebingungan tersebut dapat menimbulkan krisis
baik itu krisis moneter yang berdampak pada bidang politik, sekaligus krisis moral pada
sikap perilaku manusia. Dalam upaya merespon kondisi tersebut, pemerintah perlu
mengantisipasi agar tidak menuju kearah keadaan yang lebih memprihatinkan.
Salah satu solusi yang dilakukan oleh pemerintah, dalam menjaga nilai-nilai panutan
dalam berbangsa dan bernegara secara lebih efektif yaitu melalui bidang pendidikan. Oleh
karena itu, tujuan pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ini sasarannya adalah bagi
para mahasiswa-mahasiswi di perguruan tinggi di seluruh Indonesia.

Adapun dasar-dasar pendidikan pancasila tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:


 Dasar Filosofis

13
Secara historis perjuangan menegakkan hak asasi manusia terjadi di dunia
Barat (Eropa). Adalah John Locke, seorang filsuf Inggris pada abad ke-17, yang
pertama kali merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada
setiap diri manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik.
Perkembangan selanjutnya ditandai adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat,
yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Perancis.
 Magna Charta (1215)
Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan para bangsawan.
Isinya adalah  pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para
bangsawan beserta keturunannya, seperti  hak untuk tidak dipenjarakan tanpa
adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan  sebagai balasan atas
bantuan biaya pemerintahan yang telah diberikan oleh para bangsawan.  Sejak
saat itu, jaminan hak tersebut berkembang dan menjadi bagian dari sistem
konstitusional  Inggris.

 Revolusi Amerika (1276)


Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan penjajahan Inggris
disebut  Revolusi Amerika. Declaration of Independence (Deklarasi
Kemerdekaan) Amerika Serikat  menjadi negara merdeka tanggal 4 Juli1776
merupakan hasil dari revolusi ini.

 Revolusi Prancis (1789)


Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya
sendiri (Louis  XVI) yang telah bertindak sewenang-wenang dan absolut.
Declaration des droits de I’homme et  du citoyen (Pernyataan Hak-Hak
Manusia dan Warga Negara) dihasilkan oleh Revolusi Prancis.  Pernyataan ini
memuat tiga hal: hak atas kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan 
persaudaraan (fraternite).

Dalam perkembangannya, pemahaman mengenai HAM makin luas. Sejak


permulaan abad ke-20, konsep hak asasi berkembang menjadi empat macam
kebebasan (The Four Freedoms). Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh
Presiden Amerika Serikat, Franklin D. Rooselvelt. Keempat macam kebebasan
itu meliputi:

14
 Kebebasan untuk beragama (freedom of religion).
 Kebebasan untuk berbicara dan berpendapat (freedom of speech).
 Kebebasan dari kemelaratan (freedom from want).
 Kebebasan dari ketakutan (freedom from fear).

Hak asasi manusia kini sudah diakui seluruh dunia dan bersifat universal,
meliputi berbagai bidang kehidupan manusia dan tidak lagi menjadi milik negara
Barat. Sekarang ini, hak asasi manusia telah menjadi isu kontemporer di dunia.
PBB pada tanggal 10 Desember 1948 mencanangkan Universal Declaration of
Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia).

Pada saat Republik Indonesia diproklamasikan pasca Perang Dunia kedua,


dunia dicekam oleh pertentangan ideologi kapitalisme dengan ideologi
komunisme.

Kapitalisme berakar pada faham individualisme yang menjunjung tinggi


kebebasan dan hak-hak individu; sementara komunisme berakar pada faham
sosialisme atau kolektivisme yang lebih mengedepankan kepentingan masyarakat
di atas kepentingan individual. Kedua aliran ideologi ini melahirkan sistem
kenegaraan yang berbeda.

Paham individualisme melahirkan negara negara kapitalis yang mendewakan


kebebasan (liberalisme) setiap warga, sehingga menimbulkan perilaku dengan
superioritas individu, kebebasan berkreasi dan berproduksi untuk mendapatkan
keuntungan yang maksimal.

Sementara paham kolektivisme melahirkan negara-negara komunis yang


otoriter dengan tujuan untuk melindungi kepentingan rakyat banyak dari
eksploitasi segelintir warga pemilik kapital.

Pertentangan ideologi ini telah menimbulkan ‘perang dingin’ yang dampaknya


terasa di seluruh dunia. Namun para pendiri negara Republik Indonesia mampu
melepaskan diri dari tarikan-tarikan dua kutub ideologi dunia tersebut, dengan

15
merumuskan pandangan dasar (philosophische grondslag) pada sebuah konsep
filosofis yang bernama Pancasila.

Nilai-nilai yang terkandung pada Pancasila bahkan bisa berperan sebagai


penjaga keseimbangan (margin of appreciation) antara dua ideologi dunia yang
bertentangan, karena dalam ideologi Pancasila hak-hak individu dan masyarakat
diakui secara proporsional.

Presiden Soekarno pernah mengatakan, ”Jangan sekali-kali meninggalkan


sejarah.” Pernyataan tersebut dapat dimaknai bahwa sejarah mempunyai fungsi
penting dalam membangun kehidupan bangsa dengan lebih bijaksana di masa
depan. Hal tersebut sejalan dengan ungkapan seorang filsuf Yunani yang bernama
Cicero (106-43SM) yang mengungkapkan, “Historia Vitae Magistra”, yang
bermakna, “sejarah memberikan kearifan”. Pengertian lain dari istilah tersebut
yang sudah menjadi pendapat umum (common-sense) adalah “Sejarah merupakan
guru kehidupan”.

Dalam peristiwa sejarah nasional, banyak hikmah yang dapat dipetik,


misalnya mengapa bangsa Indonesia sebelum masa pergerakan nasional selalu
mengalami kekalahan dari penjajah?

Jawabannya antara lain karena perjuangan pada masa itu masih bersifat
kedaerahan, kurang adanya persatuan, mudah dipecah belah, dan kalah dalam
penguasaan IPTEKS termasuk dalam bidang persenjataan. Hal ini berarti bahwa
apabila integrasi diselenggarakan dan sebaiknya diselenggarakan sebagai mata
kuliah yang berdiri sendiri dan harus dimuat dalam kurikulum masing-masing
perguruan tinggi. Dengan demikian, keberadaan mata kuliah pendidikan
Pancasila merupakan kehendak negara, bukan kehendak perseorangan atau
golongan, demi terwujudnya tujuan negara.

 Dasar Sosiologis
Salah satu yang menjadi dasar pembentukan nilai dari Pancasila yaitu
sosiologi. Pemilihan aspek sosiologi itu sendiri dikarenakan terjadinya secara

16
langsung hubungan atau interaksi antar manusia. Jika dilihat lebih detail,
sosiologi memiliki pembahasan yang luas. Beberapa hal yang menjadi
pembahasan sosial yaitu latar belakang manusia, pengaruh ataupun lingkup
interaksi dari berbagai kalangan masyarakat, permasalahan sosial yang dialami,
ataupun perubahan hubungan sosial itu sendiri seiring berjalannya waktu.

Menurut (Soekanto:1982) berpendapat bahwa jalan pikiran setiap orang dalam


nilai-nilai sosiologi berbeda-beda bergantung pada waktu ataupun daerah yang ia
tinggali. Bagaimana suatu daerah ataupun sekelompok orang menghadapi
masalah sosial ataupun menjalani kehidupan. Dengan adanya aturan-aturan yang
berdasar di dalam jiwa seseorang inilah maka dapat tercipta nilai sosiologi itu
sendiri.

Dapat kita lihat pada pada Bangsa Indonesia sendiri yang merupakan suatu
negara dengan nilai kebhinekaan yang menyatukan kurang lebih 300 suku yang
tersebar di lebih dari 17.000 pulau. Hal ini menjadikan negara Indonesia sendiri
memiliki tingkat sosial yang sangat tinggi antar suku. Nilai sosiologi pada
Indonesia tercipta bukan hanya dari satu orang saja tetapi ini terjadi karena
seluruh masyarakat Indonesia sendiri yang memiliki nilai-nilai budaya melalui
asal usul pendiri dari bangsa Indonesia.

Nilai sosiologi yang terkandung pada Indonesia merupakan kenyataan pada


kehidupan sehari-hari bagaimana masyarakat menjalani kehidupan tersebut baik
secara materil ataupun fungsional. Kenyataan objektif membentuk Pancasila dari
dasar yang terikat pada setiap masyarakat bangsa untuk mentaati peraturan baik
tertulis (peraturan perundang-undangan, yurisprudensi, dan traktat) ataupun yang
tidak tertulis seperti adat istiadat, kesepakatan atau kesepahaman, dan konvensi.

Kebihekaan atau pluritas pada masyarakat bangsa Indonesia yang sangat


tinggi. Hal ini dapat kita lihat dimana agama, ras, etnik, bahasa, tradisi-budaya
yang berbeda dapat menjadi satu kesatuan dalam ideologi Pancasila. Sehingga
Pancasila dapat diterima dengan baik oleh bangsa Indonesia. Ketika bangsa
Indonesia terjadi suatu perpecahan di beberapa kelompok masyarakat, maka
ideologi Pancasila yang akan menjadi solusi untuk menyelesaikan perpecahan.

17
Hal ini akan berdampak baik bagi masyarakat agar tetap menjadi satu kesatuan
jika seluruh masyarakat dapat menerapkan ideologi Pancasila di kehidupan
sehari-hari. Seperti contoh bentuk kuat dan ‘ajaibnya’ kedudukan Pancasila
sebagai kekuatan pemersatu, seperti kegagalan upaya pemberontakan yang
terakhir (G30S/PKI) pada 1 Oktober 1965. Dan hal ini menjadikan hari tersebut
sebagai Hari Kesaktian Pancasila.
Selain itu salah satu pelopor bangsa yaitu Bung Karno berpendapat bahwa
nilai Pancasila merupakan ilham atau pemberian dari Tuhan Yang Maha Kuasa.
Jika kita melihat keterkaitan Pancasila dengan teori kausalitas (Notonegoro),
kemerdekaan Indonesia berasal dari Allah, Tuhan Yang Maha Esa. Hal ini juga
dicantumkan pada Alinea III Pembukaan UUD 1945. Kemerdekaan Indonesia
haruslah menjadi hal yang patut untuk disyukuri mengingat usaha para pejuang
terdahulu membuat bangsa Indonesia sekarang merasa hidup lebih aman.

Hal yang seharusnya saat ini dilakukan sebagai bentuk syukur kemerdekaan
Indonesia yaitu dengan menerapkan nilai Pancasila di kehidupan sehari-hari tanpa
melupakan norma sosiologi yang tidak tertulis (seperti adat istiadat, kesepakatan
atau kesepahaman, dan konvensi). Salah satu contoh konstribusi yang sering
dilakukan yaitu dengan membayar pajak tepat waktu. Pajak tersebut yang akan
digunakan untuk kepentingan negara menjadi lebih baik lagi. Selain itu
masyarakat juga dapat ikut andil dalam perkembangan negara dengan mengikuti
organisasi yang membahas perkembangan sosiologi dengan menerapkan
Pancasila sebagai acuan.

Dengan hal ini, Pancasila harus dilestarikan turun temurun dari generasi ke
generasi supaya menjaga keutuhan bangsa Indonesia. Pelestarian nilai Pancasila
dapat dilihat melalui pembelajaran formal di sekolah. Penerapan nilai Pancasila
ditanam sejak usia dini sehingga generasi kedepannya akan tumbuh mencintai
bangsa Indonesia dan selalu menerapkan atau mentaati aturan dan nilai dari
Pancasila.

 Sumber Yuridis Pendidikan Pancasila

18
Pancasila sebagai norma dasar negara dan dasar negara Republik Indonesia
yang berlaku adalah Pancasila yang tertuang dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Pembukaan UUD NRI Tahun
1945) junctis Keputusan Presiden RI Nomor 150 Tahun 1959 mengenai Dekrit
Presiden RI/Panglima Tertinggi Angkatan Perang Tentang Kembali Kepada
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Naskah Pembukaan UUD NRI 1945 yang berlaku adalah Pembukaan UUD
NRI Tahun 1945 yang disahkan/ditetapkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan
Indonesia (PPKI) tanggal 18 Agustus 1945. Sila-sila Pancasila yang tertuang
dalam Pembukaan UUD NRI Tahun 1945 secara filosofis-sosiologis
berkedudukan sebagai Norma Dasar Indonesia dan dalam konteks politis yuridis
sebagai Dasar Negara Indonesia. Konsekuensi dari Pancasila tercantum dalam
Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, secara yuridis konstitusional mempunyai
kekuatan hukum yang sah, kekuatan hukum berlaku, dan kekuatan hukum
mengikat.

Nilai-nilai Pancasila dari segi implementasi terdiri atas nilai dasar, nilai
instrumental, dan nilai praksis. Nilai dasar terdiri atas nilai Ketuhanan Yang
Maha Esa, nilai Kemanusiaan yang adil dan beradab, nilai Persatuan Indonesia,
nilai Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Nilai dasar ini terdapat pada Pembukaan UUD NRI Tahun 1945, dan
Penjelasan UUD NRI Tahun 1945 mengamanatkan bahwa nilai dasar tersebut
harus dijabarkan konkret dalam Batang Tubuh UUD NRI Tahun 1945, bahkan
pada semua peraturan perundang-undangan pelaksanaannya.

Peraturan perundang-undangan ke tingkat yang lebih rendah pada esensinya


adalah merupakan pelaksanaan dari nilai dasar Pancasila yang terdapat pada
Pembukaan dan batang tubuh UUD NRI Tahun 1945, sehingga perangkat
peraturan perundang-undangan tersebut dikenal sebagai nilai instrumental
Pancasila. Jadi nilai instrumental harus merupakan penjelasan dari nilai dasar;
dengan kata lain, semua perangkat perundang-undangan haruslah merupakan

19
penjabaran dari nilai-nilai dasar Pancasila yang terdapat pada Pembukaan dan
batang tubuh UUD NRI Tahun 1945.

Para penyusun peraturan perundang-undangan (legal drafter) di lembaga-


lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif dari tingkat pusat hingga daerah
adalah orang-orang yang bertugas melaksanakan penjabaran nilai dasar Pancasila
menjadi nilai-nilai instrumental. Mereka ini, dengan sendirinya, harus
mempunyai pengetahuan, pengertian dan pemahaman, penghayatan, komitmen,
dan pola pengamalan yang baik terhadap kandungan nilai-nilai Pancasila. Sebab
jika tidak, mereka akan melahirkan nilai-nilai instrumental yang menyesatkan
rakyat dari nilai dasar Pancasila.

Jika seluruh warga bangsa taat asas pada nilai-nilai instrumental, taat pada
semua peraturan perundang-undangan yang betul-betul merupakan penjabaran
dari nilai dasar Pancasila, maka sesungguhnya nilai praksis Pancasila telah wujud
pada amaliyah setiap warga. Pemahaman perspektif hukum seperti ini sangat
strategis disemaikan pada semua warga negara sesuai dengan usia dan tingkat
pendidikannya, termasuk pada para penyusun peraturan perundang-undangan.

Oleh karena itu menjadi suatu kewajaran, bahkan keharusan, jika Pancasila
disebarluaskan secara massif antara lain melalui pendidikan, baik pendidikan
formal maupun nonformal. Penyelenggaraan pendidikan Pancasila di Perguruan
Tinggi lebih penting lagi karena Perguruan Tinggi sebagai agen perubahan yang
melahirkan intelektual-intelektual muda yang kelak menjadi tenaga inti
pembangunan dan pemegang estafet kepemimpinan bangsa dalam setiap strata
lembaga dan badan-badan negara, lembaga-lembaga daerah, lembaga lembaga
infrastruktur politik dan sosial kemasyarakatan, lembaga-lembaga bisnis, dan
lainnya.

Negara Republik Indonesia adalah negara hukum (rechtsstaat) dan salah satu
cirinya atau istilah yang bernuansa bersinonim, yaitu pemerintahan berdasarkan
hukum (rule of law). Pancasila sebagai dasar negara merupakan landasan dan
sumber dalam membentuk dan menyelenggarakan negara 31 hukum tersebut. Hal
tersebut berarti pendekatan yuridis (hukum) merupakan salah satu pendekatan

20
utama dalam pengembangan atau pengayaan materi mata kuliah pendidikan
Pancasila.

Urgensi pendekatan yuridis ini adalah dalam rangka menegakkan Undang-


Undang (law enforcement) yang merupakan salah satu kewajiban negara yang
penting. Penegakan hukum ini hanya akan efektif, apabila didukung oleh
kesadaran hukum warga negara terutama dari kalangan intelektualnya. Dengan
demikian, pada gilirannya melalui pendekatan yuridis tersebut mahasiswa dapat
berperan serta dalam mewujudkan negara hukum formal dan sekaligus negara
hukum material sehingga dapat diwujudkan keteraturan sosial (social order) dan
sekaligus terbangun suatu kondisi bagi terwujudnya peningkatan kesejahteraan
rakyat sebagaimana yang dicita-citakan oleh para pendiri bangsa. Kesadaran
hukum tidak semata-mata mencakup hukum perdata dan pidana, tetapi juga
hukum tata negara.

Ketiganya membutuhkan sosialisasi yang seimbang di seluruh kalangan


masyarakat, sehingga setiap warga negara mengetahui hak dan kewajibannya.
Selama ini sebagian masyarakat masih lebih banyak menuntut haknya, namun
melalaikan kewajibannya. Keseimbangan antara hak dan kewajiban akan
melahirkan kehidupan yang harmonis sebagai bentuk tujuan negera mencapai
masyarakat adil dan makmur.

3. Landasan Yuridis Pendidikan Pancasila


Dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional yang menetapkan
kurikulum pendidikan agama, pendidikan kewarganegaraan dan bahasa. UU No. 14
Tahun 2005 tentang guru dan dosen yang menetapkan lulusan program magisster untuk
mengajar program diploma dan sarjana. Peraturan pemerintah No. 19 Tahun 2005
tentang Standar Nasional Pendidikan yang menetapkan kurikulum tingkat satuan
pendidikan tinggi, wajib memuat mata kuliah pendidikan agama, pendidikan
kewarganegaraan dan bahasa indonesia serta bahasa inggris. Sedangkan pada kurikulum
tingkat satuan pendidikan tinggi program diploma dan sarjana, wajib memuat mata
kuliah yang bermuatan kepribadian, kebudayaan serta mata kuliah statistika dan atau
matematika.

21
Berdasarkan pertimbangan diatas maka Dirjen Dikti memutuskan dengan SK No.
43/DKTI/2006 tentang Rambu-Rambu Pelaksanaan Kelompok Mata Kuliah
Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi, melalui pendidikan kewarganegaraan.

Silabus pendidikan pancasila semenjak tahun 1983 sampai tahun 1999, telah banyak
mengalami perubahan untuk menyesuaikan diri dengan perubahan yang berlaku dalam
masyarakat, bangsa, dan negara yang berlangsung cepat, serta kebutuhan untuk
mengantisipasi tuntunan perkembangan ilmu pengetahuan yang sangat pesat disertai
dengan pola kehidupan mengglobal.

Dalam rangka menyempurnakan perkuliahan pendidikan Pancasila yang digolongkan


dalam mata kuliah dasar umum di perguruan tinggi, Dirjen Dikti, menerbitkan SK,
Nomor 25/DIKTI/KEP/1985, tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti Mata Kuliah Dasar
Umum (MKDU). Sebelumnya, Dirjen Dikti telah mengeluarkan SK tertanggal 5
Desember 1983, Nomor 86/DIKTI/Kep/1983, tentang Pelaksanaan Penataran Pedoman
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila Pola Seratus Jam di Perguruan Tinggi.
Kemudian, dilengkapi dengan SK Kepala BP-7 Pusat tanggal 2 Januari 1984, Nomor
KEP/01/BP-7/I/1984, tentang Penataran P-4 Pola Pendukung 100 Jam bagi Mahasiswa
Baru Universitas/Institut/Akademi Negeri dan Swasta, menyusul kemudian diterbitkan
SK tanggal 13 April 1984, No. KEP-24/BP-7/IV/1984, tentang Pedoman Penyusunan
Materi Khusus sesuai Bidang Ilmu yang Diasuh Fakultas/Akademi dalam Rangka
Penyelenggaraan Penataran P-4 Pola Pendukung 100 Jam bagi Mahasiswa Baru
Universitas/Institut/Akademi Negeri dan Swasta.

Dalam era kepemimpinan Presiden Soeharto, terbit Instruksi Direktur Jenderal


Perguruan Tinggi, nomor 1 Tahun 1967, tentang Pedoman Penyusunan Daftar
Perkuliahan, yang menjadi landasan yuridis bagi keberadaan mata kuliah Pancasila di
perguruan tinggi. Keberadaan mata kuliah Pancasila semakin kokoh dengan berlakunya
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989, tentang Sistem Pendidikan
Nasional, yang pada pasal 39 ditentukan bahwa kurikulum pendidikan tinggi harus
memuat mata kuliah pendidikan Pancasila. Kemudian, terbit peraturan pelaksanaan dari
ketentuan yuridis tersebut, yaitu khususnya pada pasal 13 ayat (2) Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 60 Tahun 1999, tentang Pendidikan Tinggi. Pasal 1 SK
Dirjen Dikti Nomor 467/DIKTI/Kep/1999, yang substansinya menentukan bahwa mata

22
kuliah pendidikan Pancasila adalah mata kuliah yang wajib ditempuh oleh seluruh
mahasiswa baik program diploma maupun program sarjana.

Perubahan dari silabus pancasila adalah dengan keluarnya keputusan Direktur Jendral
Pendidikan Tinggi, Nomor: 265/Dikti/Kep/2000 tentang penyempurnaan kurikulum inti
mata kuliah pengembangan kepribadian pendidikan Pancasila pada perguruan tinggi
Indonesia. Pada 2000, Dirjen Dikti mengeluarkan kebijakan yang memperkokoh
keberadaan dan menyempurnakan penyelenggaraan mata kuliah pendidikan Pancasila,
yaitu:
a. SK Dirjen Dikti, Nomor 232/U/2000, tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi,
b. SK Dirjen Dikti, Nomor 265/Dikti/2000, tentang Penyempurnaan Kurikulum Inti
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian (MKPK), dan
c. SK Dirjen Dikti, Nomor 38/Dikti/Kep/2002, tentang Rambu-rambu Pelaksanaan
Kelompok Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di Perguruan Tinggi.

Dalam keputusan ini dinyatakan, bahwa mata kuliah pendidikan Pancasila yang
mencakup unsur filsafat pancasila, merupakan salah satu komponen yang tidak dapat
dipisahkan dari kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian (MKPK) pada
susunan kurikulum inti perguruan tinggi di Indonesia.

Pendidikan Pancasila dirancang dengan maksud untuk memberikan pengertian kepada


mahasiswa tentang Pancasila sebagai filsafat atau tata nilai bangsa, dasar negara, dan
ideologi nasional dengan segala implikasinya. Selanjutnya, berdasarkan keputusan
Menteri Pendidikan Nasional No. 22/UU/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum
Pendidikan Tinggi, dan penilaian hasil belajar mahasiswa, telah ditetapkan bahwa
pendidikan Agama, pendidikan Pancasila, dan Kepribadian yang wajib diberikan dalam
kurikulum setiap program studi. Oleh karena itu, untuk melaksanakan ketentuan di atas,
maka Direktur Jendral Pendidikan Tinggi Depdiknas mengeluarkan Surat Keputusan
Mata Kuliah Pengembangan Kepribadian di perguruan tinggi.

Berdasarkan UU No. 20/2003 tentang sistem pendidikan, maka, Direktur Jendral


Pendidikan Tinggi mengeluarkan surat keputusan No. 43/Dikti/Kep/2006 tentang kampus
kampus pelaksanaan kelompok mata kuliah pengembangan kepribadian di perguruan

23
tinggi, SK ini adalah penyempurnaan dari SK yang lalu. Ditetapkannya Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003, kembali mengurangi langkah pembudayaan
Pancasila melalui pendidikan. Dalam Undang-Undang tersebut pendidikan Pancasila
tidak disebut sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi sehingga beberapa
universitas menggabungkannya dalam materi pendidikan kewarganegaraan.

4. Tujuan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi

Urgensi pendidikan Pancasila, yaitu dapat memperkokoh jiwa kebangsaan mahasiswa


sehingga menjadi dorongan pokok (leitmotive) dan bintang penunjuk jalan (leitstar) bagi
calon pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa di berbagai bidang dan tingkatan.
Selain itu, agar calon pemegang tongkat estafet kepemimpinan bangsa tidak mudah
terpengaruh oleh pahampaham asing yang dapat mendorong untuk tidak dijalankannya
nilai-nilai Pancasila.

Pentingnya pendidikan Pancasila di perguruan tinggi adalah untuk menjawab


tantangan dunia dengan mempersiapkan warga negara yang mempunyai pengetahuan,
pemahaman, penghargaan, penghayatan, komitmen, dan pola pengamalan Pancasila. Hal
tersebut ditujukan untuk melahirkan lulusan yang menjadi kekuatan inti pembangunan
dan pemegang estafet kepemimpinan bangsa dalam setiap tingkatan lembaga-lembaga
negara, badan-badan negara, lembaga daerah, lembaga infrastruktur politik, lembaga-
lembaga bisnis, dan profesi lainnya yang menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila.

Dengan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan Tinggi, diharapkan dapat


tercipta wahana pembelajaran bagi para mahasiswa untuk secara akademik mengkaji,
menganalisis, dan memecahkan masalah-masalah pembangunan bangsa dan negara dalam
perspektif nilai-nilai dasar Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara Republik
Indonesia.

Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan Nasional bertujuan untuk


mewujudkan tujuan Pendidikan Nasional. Sistem pendidikan nasional yang ada
merupakan rangkaian konsep, program, tata cara, dan usaha untuk mewujudkan tujuan
nasional yang diamanatkan Undang -Undang Dasar Tahun 1945, yaitu mencerdaskan

24
kehidupan bangsa. Jadi tujuan penyelenggaraan Pendidikan Pancasila di Perguruan
Tinggi pun merupakan bagian dari upaya untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.

Pendidikan Pancasila sebagai bagian dari pendidikan nasional, mempunyai tujuan


mempersiapkan mahasiswa sebagai calon sarjana yang berkualitas, berdedikasi tinggi,
dan bermartabat agar:
a. Menjadi pribadi yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
b. Sehat jasmani dan rohani, berakhlak mulia, dan berbudi pekerti luhur.
c. Memiliki kepribadian yang mantap, mandiri, dan bertanggung jawab sesuai hari
nurani.
d. Mampu mengikuti perkembangan IPTEK dan seni.
e. Mampu ikut mewujudkan kehidupan yang cerdas dan berkesejahteraan bagi
bangsanya.

Penjabaran secara spesifik sehubungan dengan tujuan penyelenggaraan Pendidikan


Pancasila di Perguruan Tinggi adalah untuk:
a. Memperkuat Pancasila sebagai dasar falsafah negara dan ideologi bangsa melalui
revitalisasi nilai-nilai dasar Pancasila sebagai norma dasar kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.
b. Memberikan pemahaman dan penghayatan atas jiwa dan nilai-nilai dasar Pancasila
kepada mahasiswa sebagai warga negara Republik Indonesia, serta membimbing
untuk dapat menerapkannya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara.
c. Mempersiapkan mahasiswa agar mampu menganalisis dan mencari solusi terhadap
berbagai persoalan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara melalui sistem
pemikiran yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila dan UUD NRI Tahun 1945.
d. Membentuk sikap mental mahasiswa yang mampu mengapresiasi nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, kecintaan pada tanah air dan kesatuan bangsa, serta
penguatan masyarakat madani yang demokratis, berkeadilan, dan bermartabat
berlandaskan Pancasila, untuk mampu berinteraksi dengan dinamika internal dan
eksternal masyarakat bangsa Indonesia.

Kesimpulan:

25
Pancasila dibutuhkan sebagai dasar negara yang berfungsi sebagai daya ikat serta dasar 
pemersatu bangsa dan negara. Sehingga, Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan
merupakan  salah satu pengetahuan yang wajib di pelajari mulai dari tingkat SD,SMP,SMA
dan Mahasiswa  di seluruh Indonesia. Hal ini, di karenakan Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan  membahas banyak tentang sejarah perkembangan bangsa, nilai-nilai
pancasila, norma-norma di  dalam negara Indonesia, ideologi pancasila dan masih banyak
yang lebih penting lainnya.

2.2 Resume Kelompok 2


Judul:
“SEJARAH PERADABAN BANGSA INDONESIA MASA PENJAJAHAN SERTA
PROSES LAHIRNYA PANCASILA DAN UUD 1945 DAN PROKLAMASI
KEMERDEKAAN RI”

Pendahuluan:
Bangsa Indonesia tentunya tidak pernah luput dari yang namanya Pancasila. Segala
kegiatan baik itu kegiatan sehari-hari ataupun yang jarang dilakukan tidak lepas dari nilai-
nilai Pancasila. Proses lahirnya Pancasila tentu harus di ketahui oleh masyarakat Indonesia,
selain karena pada setiap kegiatan tak boleh lepas dari nilai Pancasila, mengetahui proses
lahirnya Pancasila juga termasuk dalam mengamalkan nilai Pancasila itu sendiri.

Pancasila terdiri dari bahasa Sansekerta yaitu Panca yang berarti lima dan sila berarti batu
sendi atau alas dasar, hal ini dicetuskan oleh Ir. Soekarno. Pancasila dirumuskan pada sidang
badan penyelidik usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia atau BPUPKI pada 29 Mei
1945 sampai 1 Juni 1945. Awalnya pembentukan BPUPKI bertujuan untuk menyelidiki hal-
hal penting serta menyusun rencana rencana yang berhubungan dengan Persiapan
Kemerdekaan Indonesia BPUPKI juga bertugas untuk mempersiapkan dan merancang dasar
negara Indonesia yang sekarang kita kenal sebagai Pancasila. 

Maka sebagai bangsa Indonesia, kita harus mengetahui sejarah Pancasila dan bagaimana
penggunaan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari.

Pembahasan:
1. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila dalam Arus Sejarah Bangsa Indonesia

26
a. Periode Pengusulan Pancasila
Dalam pembahasan ini akan dikemukakan beberapa peristiwa penting tentang
perumusan Pancasila. Seperti kita ketahui bahwa perumusan Pancasila itu pada
mulanya dilakukan dalam sidang BPUPKI pertama yang dilaksanakan pada 29 Mei -
1 Juni 1945. BPUPKI dibentuk oleh Pemerintah Pendudukan Jepang pada 29 April
1945 dengan jumlah anggota 60 orang. Badan ini diketuai oleh dr. Rajiman
Wedyodiningrat yang didampingi oleh dua orang Ketua Muda (Wakil Ketua), yaitu
Raden Panji Suroso dan Ichibangase (orang Jepang).

BPUPKI dilantik oleh Letjen Kumakichi Harada, panglima tentara ke-16 Jepang
di Jakarta, pada 28 Mei 1945. Sehari setelah dilantik, 29 Mei 1945, dimulailah sidang
yang pertama dengan materi pokok pembicaraan calon dasar negara. Menurut catatan
sejarah, tokoh-tokoh yang berbicara dalam sidang BPUPKI adalah: Mr. Muh Yamin,
Ir. Soekarno, Ki Bagus Hadikusumo, Mr. Soepomo. Mereka berempat memiliki
perbedaan pemikiran, tetapi meskipun begitu tidak mengurangi rasa persatuan dan
kesatuan demi mewujudkan Indonesia merdeka. Sikap toleransi yang berkembang di
kalangan para pendiri negara seperti inilah yang seharusnya perlu diwariskan kepada
generasi-generasi seperti kita dan selanjutnya.

Pada 1 Juni 1945, Ir. Soekarno yang berpidato dalam sidang BPUPKI. Beliau
menyampaikan 5 gagasan tentang dasar negara yaitu:
 Nasionalisme atau Kebangsaan Indonesia.
 Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan
 Mufakat atau Demokrasi
 Kesejahteraan Sosial
 Ketuhanan yang berkebudayaan. Berdasarkan catatan sejarah, kelima butir
gagasan itu oleh Soekarno diberi nama Pancasila. Selanjutnya, Soekarno juga
mengusulkan jika seandainya peserta sidang tidak menyukai angka 5, maka ia
menawarkan angka 3, yaitu Trisila yang terdiri atas:
 Sosio-Nasionalisme
 Sosio-Demokrasi
 Ketuhanan Yang Maha Esa. Soekarno akhirnya juga menawarkan angka 1,
yaitu Ekasila yang berisi asas Gotong Royong.

27
b. Periode Perumusan Pancasila
Suatu hal terpenting yang mengemuka dalam sidang BPUPKI adalah disetujuinya
naskah awal “Pembukaan Hukum Dasar” yang kemudian dikenal dengan nama
Piagam Jakarta. Piagam Jakarta itu merupakan naskah awal pernyataan kemerdekaan
Indonesia. Pada alinea keempat Piagam Jakarta itulah terdapat rumusan Pancasila
sebagai berikut: 1.Ketuhanan, dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi
pemelukpemeluknya. 2. Kemanusiaan yang adil dan beradab. 3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan. 5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

c. Periode Pengesahan Pancasila

Pada 12 Agustus 1945, ketika itu Soekarno, Hatta, dan Rajiman Wedyodiningrat
dipanggil oleh penguasa militer Jepang di Asia Selatan ke Saigon untuk membahas
tentang hari kemerdekaan Indonesia sebagaimana yang pernah dijanjikan. Namun, di
luar dugaan ternyata pada 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu tanpa
syarat.Melalui jalan berliku, akhirnya dicetuskanlah Proklamasi Kemerdekaan
Indonesia pada 17 Agustus 1945. Teks kemerdekaan itu didiktekan oleh Moh. Hatta
dan ditulis oleh Soekarno pada dini hari.

Indonesia sebagai bangsa yang merdeka memerlukan perangkat dan kelengkapan


kehidupan bernegara, seperti: Dasar Negara, Undang-Undang Dasar, Pemimpin
negara, dan perangkat pendukung lainnya. Putusanputusan penting yang dihasilkan
mencakup hal-hal berikut:
 Mengesahkan Undang-Undang Dasar Negara (UUD ‘45) yang terdiri atas
Pembukaan dan Batang Tubuh. Naskah Pembukaan berasal dari Piagam Jakarta
dengan sejumlah perubahan. Batang Tubuh juga berasal dari rancangan BPUPKI
dengan sejumlah perubahan pula.
 Memilih Presiden dan Wakil Presiden yang pertama (Soekarno dan Hatta).
 Membentuk KNIP yang anggota intinya adalah mantan anggota PPKI ditambah
tokoh-tokoh masyarakat dari banyak golongan. Komite inidilantik 29 Agustus
1945 dengan ketua Mr. Kasman Singodimejo.

28
2. Dibutuhkannya Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
a. Pancasila sebagai Identitas Bangsa Indonesia
Budaya dapat membentuk sebuah bangsa melalui proses akulturasi. Kebudayaan
mempunyai banyak defenisi. Salah satu defisini kebudayaan adalah sebagai berikut:

”Suatu desain untuk hidup yang merupakan suatu perencanaan dan sesuai dengan
perencanaan itu masyarakat mengadaptasikan dirinya pada lingkungan fisik, sosial,
dan gagasan”. (Sastrapratedja, 1991: 144)

Kebudayaan bangsa Indonesia merupakan hasil inkulturasi, yaitu proses


perpaduan berbagai elemen budaya dalam kehidupan masyarakat sehingga
menjadikan masyarakat berkembang secara dinamis.
(J.W.M. Bakker, 1984: 22) menyebutkan adanya beberapa saluran inkulturasi,
yang meliputi: jaringan pendidikan, kontrol, dan bimbingan keluarga, struktur
kepribadian dasar, dan self expression.

Kebudayaan bangsa Indonesia juga merupakan hasil akulturasi sebagaimana yang


ditengarai Eka Dharmaputera dalam bukunya Pancasila: Identitas dan Modernitas.
Haviland menegaskan bahwa akulturasi adalah perubahan besar yang terjadi sebagai
akibat dari kontak antarkebudayaan yang berlangsung lama.

As’ad Ali dalam buku Negara Pancasila; Jalan Kemashlahatan Berbangsa


mengatakan bahwa Pancasila sebagai identitas kultural dapat ditelusuri dari kehidupan
agama yang berlaku dalam masyarakat Indonesia.

Karena tradisi dan kultur bangsa Indonesia dapat diitelusuri melalui peran agama-
agama besar, seperti: peradaban Hindu, Buddha, Islam, dan Kristen. Agama-agama
tersebut menyumbang dan menyempurnakan konstruksi nilai, norma, tradisi, dan
kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dalam masyarakat.

29
b. Pancasila sebagai Kepribadian Bangsa Indonesia

Pancasila disebut juga sebagai kepribadian bangsa Indonesia, artinya nilai-nilai


ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan diwujudkan dalam
sikap mental dan tingkah laku serta amal perbuatan.

Kepribadian itu mengacu pada sesuatu yang unik dan khas karena tidak ada
pribadi yang benar-benar sama. Setiap pribadi mencerminkan keadaan atau halnya
sendiri, demikian pula halnya dengan ideologi bangsa. (Bakry, 1994: 157)

c. Pancasila sebagai Pandangan Hidup Bangsa Indonesia


Pancasila sebagai pandangan hidup artinya nilai-nilai Pancasila melekat dalam
kehidupan masyarakat dijadikan norma dalam bersikap dan bertindak. Ketika
Pancasila berfungsi sebagai pandangan hidup bangsa Indonesia, maka seluruh nilai
Pancasila dijadikan pedoman ke dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara.

d. Pancasila sebagai Jiwa Bangsa


Sebagaimana dikatakan von Savigny bahwa setiap bangsa mempunyai jiwanya
masing-masing, yang dinamakan “volkgeist” yang berarti “jiwa rakyat atau jiwa
bangsa”. Pancasila sebagai jiwa bangsa lahir bersamaan dengan lahirnya bangsa
Indonesia. Pancasila telah ada sejak dahulu kala bersamaan dengan adanya bangsa
Indonesia. (Bakry, 1994: 157)

e. Pancasila sebagai Perjanjian Luhur

30
Artinya nilai-nilai Pancasila sebagai jiwa bangsa dan kepribadian bangsa
disepakati oleh para pendiri negara (political consensus) sebagai dasar negara
Indonesia. (Bakry, 1994: 161)

3. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis Tentang Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia
Pancasila adalah lima nilai dasar luhur yang ada dan berkembang bersama dengan
bangsa Indonesia sejak dulu. Sejarah merupakan deretan peristiwa yang saling
berhubungan. Peristiwa-peristiwa masa lampau yang berhubungan dengan kejadian masa
sekarang dan semuanya bersumber pada masa yang akan datang. Hal ini berarti bahwa
semua aktivitas manusia pada masa lampau berkaitan dengan kehidupan masa sekarang
untuk mewujudkan masa depan yang berbeda dengan masa sebelumnya. Dasar Negara
merupakan alas, pijakan atau fundamen yang mampu memberikan kekuatan terhadap
berdirinya sebuah Negara.

Negara Indonesia dibangun juga berdasarkan pada suatu landasan atau pijakan yaitu
pancasila. Pancasila, dalam fungsinya sebagai dasar Negara, merupakan sumber kaidah
hukum yang mengatur Negara Republik Indonesia, termasuk di dalamnya seluruh unsur-
unsurnya yaitu pemerintah, wilayah, dan rakyat. Pancasila dalam kedudukannya
merupakan dasar pijakan penyelenggaraan Negara dan seluruh kehidupan Negara
Republik Indonesia.

Pancasila sebagai dasar Negara mempunyai arti yaitu mengatur penyelenggaraan


pemerintahan. Konsekuensinya adalah Pancasila merupakan sumber dari segala sumber
hukum. Hal ini menempatkan pancasila sebagai dasar Negara yang berarti melaksanakan
nilai-nilai Pancasila dalam semua peraturan perundang-undangan yang berlaku. Oleh
karena itu, sudah seharusnya semua peraturan perundang-undangan di Negara Republik
Indonesia bersumber pada Pancasila.
a. Sumber Historis Pancasila
Nilai-nilai Pancasila sudah ada dalam adat istiadat, kebudayaan, dan agama yang
berkembang dalam kehidupan bangsa Indonesia sejak zaman kerajaan dahulu.
Misalnya, sila Ketuhanan sudah ada pada zaman dahulu, meskipun dalam praktik
pemujaan yang beraneka ragam, tetapi pengakuan tentang adanya Tuhan sudah
diakui.

31
Dalam Philosophy disebutkan beberapa unsur yang ada dalam agama, seperti
kepercayaan kepada. kekuatan supranatural, perbedaan antara yang sakral dan yang
profan, tindakan ritual pada objek sakral, sembahyang atau doa sebagai bentuk
komunikasi kepada Tuhan, takjub sebagai perasaan khas keagamaan, tuntunan moral
diyakini dari Tuhan, konsep hidup di dunia dihubungkan dengan Tuhan, kelompok
sosial seagama dan seiman.

b. Sumber Sosiologis Pancasila


Nilai-nilai Pancasila (ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, keadilan)
secara sosiologis telah ada dalam masyarakat Indonesia sejak dahulu hingga sekarang.
Salah satu nilai yang dapat ditemukan dalam masyarakat Indonesia sejak zaman
dahulu hingga sekarang adalah nilai gotong royong. Misalnya dapat dilihat, bahwa
kebiasaan bergotongroyong, baik berupa saling membantu antar tetangga maupun
bekerjasama untuk keperluan umum di desa-desa.

Kegiatan gotong royong itu dilakukan dengan semangat kekeluargaan sebagai


cerminan dari sila Keadilan Sosial. Gotong royong juga tercermin pada sistem
perpajakan di Indonesia. Hal ini disebabkan karena masyarakat secara bersama-sama
mengumpulkan iuran melalui pembayaran pajak yang dimaksudkan untuk
pelaksanaan pembangunan.

c. Sumber Politis Pancasila


Sebagaimana diketahui bahwa nilai-nilai dasar yang terkandung dalam Pancasila
bersumber dan digali dari local wisdom, budaya, dan pengalaman bangsa Indonesia,
termasuk pengalaman dalam berhubungan dengan bangsa-bangsa lain. Pancasila
menjadi kaidah penuntun dalam setiap aktifitas sosial politik.Dengan demikian,sektor
masyarakat akan berfungsi sebagai masukan yang baik terhadap sektor pemerintah
dalam sistem politik.

Pada gilirannya ,sektor pemerintah akan menghasut sebuah output politik berupa
kebijakan yang memihak kepentinganrakyat dan diimplementasikan secara
bertanggung jawab dibawah kontrol infrastruktur poli tik. Dengan
demikian ,diharapkan akan terwujud bersih masyarakat yang adil dalam kemakmuran
dan masyarakat yang makmur dalam keadilan.

32
d. Pancasila sebagai Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
 Pancasila Era Pra Kemerdekaan
Asal mula Pancasila secara budaya, Menurut Sunoto (1984) melalui kajian
filsafat Pancasila, menyatakan bahwa unsur-unsur Pancasila berasal dari bangsa
Indonesia sendiri, walaupun secara formal Pancasila baru menjadi dasar Negara
Republik Indonesia pada tanggal 18 Agustus 1945, namun jauh sebelum tanggal
tersebut bangsa Indonesia telah memiliki unsur-unsur Pancasila dan bahkan
melaksanakan di dalam kehidupan merdeka.

Sejarah bangsa Indonesia memberikan bukti yang dapat kita cari dalam
berbagai adat istiadat, tulisan, bahasa, kesenian, kepercayaan, agama dan
kebudayaan pada umumnya. (Sunoto, 1984: 1). Dengan rinci Sunoto
menunjukkan fakta historis, diantaranya adalah :
 Ketuhanan Yang Maha Esa : bahwa di Indonesia tidak pernah ada putus-
putusnya orang percaya kepada Tuhan.
 Kemanusiaan yang adil dan beradab : bahwa bangsa Indonesia terkenal ramah
tamah, sopan santun, lemah lembut dengan sesama manusia.
 Persatuan Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dengan ciri-cirinya guyub,
rukun, bersatu, dan kekeluargaan.
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan : bahwa unsur-unsur demokrasi sudah ada dalam
 masyarakat kita.
 Keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia : bahwa bangsa Indonesia dalam
menunaikan tugas hidupnya terkenal lebih bersifat social dan berlaku adil
terhadap sesama.

Pancasila sebagai dasar negara Republik Indonesia, ditetapkan pada tanggal 18


Agustus 1945 sebagai dasar negara, maka nilai-nilai kehidupan berbangsa,
bernegara dan berpemerintahan sejak saat itu haruslah berdasarkan pada
Pancasila, namun pada kenyataannya, nilai-nilai yang ada dalam Pancasila telah
dipraktekkan oleh nenek moyang bangsa Indonesia dan kita praktekkan hingga
sekarang.

33
Hal ini berarti bahwa semua nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila telah
ada dalam kehidupan rakyat Indonesia sejak zaman nenek moyang.Pada tanggal
22 Juni 1945, Panitia Sembilan berhasil merumuskan Rancangan pembukaan
Hukum Dasar, yang oleh Mr. M. Yamin dinamakan Jakarta Charter atau Piagam
Jakarta. Di dalam rancangan pembukaan alinea keempat terdapat rumusan
Pancasila yang tata urutannya tersusun secara sistematis:
 Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syari’at Islam bagi
pemelukpemeluknya
 Kemanusiaan yang adil dan beradab
 Persatuan Indonesia
 Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
 Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Selain itu, dalam piagam Jakarta pada alenia ketiga juga memuat rumusan teks
Proklamasi Kemerdekaan Indonesia yang pertama berbunyi “Atas berkat rahmat
Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya
berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia dengan ini
menyatakan kemerdekaannya”.Kalimat ini merupakan cetusan hati nurani bangsa
Indonesia yang diungkapkan sebelum Proklamasi kemerdekaan, sehingga dapat
disebut sebagai declaration of Indonesian Independence.

 Pancasila Era Kemerdekaan


Bangsa Indonesia pasca kemerdekaan mengalami banyak perkembangan.
Sesaat setelah kemerdekaan Indonesia pada 1945, Pancasila melewati masa-masa
percobaan demokrasi. Pada waktu itu, Indonesia masuk ke dalam era percobaan
demokrasi multi-partai dengan sistem kabinet parlementer. Partai-partai politik
pada masa itu tumbuh sangat subur, dan proses politik yang ada cenderung selalu
berhasil dalam mengusung kelima sila sebagai dasar negara (Somantri, 2006).

Pancasila pada masa ini mengalami masa kejayaannya. Selanjutnya, pada


akhir tahun 1959, Pancasila melewati masa kelamnya dimana Presiden Soekarno
menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Pada masa itu, presiden dalam rangka

34
tetap memegang kendali politik terhadap berbagai kekuatan mencoba untuk
memerankan politik integrasi paternalistik (Somantri, 2006).

Pada akhirnya, sistem ini seakan mengkhianati nilai-nilai yang ada dalam
Pancasila itu sendiri, salah satunya adalah sila permusyawaratan. Kemudian, pada
1965 terjadi sebuah peristiwa bersejarah di Indonesia dimana partai komunis
berusaha melakukan pemberontakan. Pada 11 Maret 1965, Presiden Soekarno
memberikan wewenang kepada Jenderal Suharto atas Indonesia. Ini merupakan
era awal orde baru dimana kemudian Pancasila mengalami mistifikasi.

Pancasila pada masa itu menjadi kaku dan mutlak pemaknaannya. Pancasila
pada masa pemerintahan presiden Soeharto kemudia menjadi core-
values(Somantri, 2006), yang pada akhirnya kembali menodai nilai-nilai dasar
yang sesungguhnya terkandung dalam Pancasila itu sendiri. Pada 1998,
pemerintahan presiden Suharto berakhir dan Pancasila kemudian masuk ke dalam
era baru yaitu era demokrasi, hingga hari ini.

 Pancasila Era Orde Lama


Pancasila sebagai idiologi Negara dan falsafah bangsa yang pernah
dikeramatkan dengan sebutan azimat revolusi bangsa, pudar untuk pertama
kalinya pada akhir dua dasa warsa setelah proklamasi kemerdekaan.Meredupnya
sinar api pancasila sebagai tuntunan hidup berbangsa dan bernegara bagi jutaan
orang diawali oleh kahendak seorang kepala pemerintahan yang terlalu gandrung
pada persatuan dan kesatuan. Kegandrungan tersebut diwujudkan dalam bentuk
membangun kekuasaan yang terpusat, agar dapat menjadi pemimpin bangsa yang
dapat menyelesaikan sebuah revolusi perjuangan melawan penjajah (nekolim,
neokolonialisme) serta ikut menata dunia agar bebas dari penghisapan bangsa atas
bangsa dan penghisapan manusia dengan manusia. Orde lama berlangsung dari
tahun 1959-1966.

Pada masa itu berlaku demokrasi terpimpin. Setelah menetapkan berlakunya


kembali UUD 1945, Presiden Soekarno meletakkan dasar kepemimpinannya.

35
Yang dinamakan demokrasi terimpin yaitu demokrasi khas Indonesia yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan.

Demokrasi terpimpin dalam prakteknya tidak sesuai dengan makna yang


terkandung didalamnya dan bahkan terkenal menyimpang. Dimana demokrasi
dipimpin oleh kepentingan-kepentingan tertetu.

Masa pemerintahan Orde Lama, kehidupan politik dan pemerintah sering


terjadi penyimpangan yang dilakukan Presiden dan juga MPRS yang bertentangan
dengan pancasila dan UUD 1945. Artinya pelaksanaan UUD 1945 pada masa itu
belum dilaksanakan sebagaimana mestinya. Hal ini terjadi karena
penyelenggaraan pemerintahan terpusat pada kekuasaan seorang presiden dan
lemahnya kontrol yang seharusnya dilakukan DPR terhadap kebijakan-kebijakan.

Selain itu, muncul pertentangan politik dan konflik lainnya yang


berkepanjangan sehingga situasi politik, keamanan dan kehidupan ekonomi makin
memburuk puncak dari situasi tersebut adalah munculnya pemberontakan
G30S/PKI yang sangat membahayakan keselamatan bangsa dan Negara.
Mengingat keadaan makin membahayakan Ir. Soekarno selaku presiden RI
memberikan perintah kepada Letjen Soeharto melalui Surat Perintah 11 Maret
1969 (Supersemar) untuk mengambil segala tindakan yang diperlukan bagi
terjaminnya keamanan, ketertiban dan ketenangan serta kestabilan jalannya
pemerintah. Lahirnya Supersemar tersebut dianggap sebagai awal masa Orde
Baru.

 Pancasila Era Orde Baru


Era Orde Baru dalam sejarah republik ini merupakan masa pemerintahan yang
terlama, dan bisa juga dikatakan sebagai masa pemerintahan yang paling stabil.
Stabil dalam artian tidak banyak gejolak yang mengemuka, layaknya keadaan
dewasa ini. Stabilitas yang diiringi dengan maraknya pembangunan di segala
bidang. Era pembangunan, era penuh kestabilan, menimbulkan romantisme dari
banyak kalangan. Diera Orde Baru, yakni stabilitas dan pembangunan, serta merta
tidak lepas dari keberadaan Pancasila.

36
Pancasila menjadi alat bagi pemerintah untuk semakin menancapkan
kekuasaan di Indonesia. Pancasila begitu diagung-agungkan; Pancasila begitu
gencar ditanamkan nilai dan hakikatnya kepada rakyat; dan rakyat tidak
memandang hal tersebut sebagai sesuatu yang mengganjal. Menurut Hendro
Muhaimin bahwa Pemerintah di era Orde Baru sendiri terkesan “menunggangi”
Pancasila, karena dianggap menggunakan dasar negara sebagai alat politik untuk
memperoleh kekuasaan.

Disamping hal tersebut, penanaman nilai-nilai Pancasila di era Orde Baru juga
dibarengi dengan praktik dalam kehidupan sosial rakyat Indonesia. Kepedulian
antar warga sangat kental, toleransi di kalangan masyarakat cukup baik, dan
budaya gotong-royong sangat dijunjung tinggi.

Selain penanaman nilai-nilai tersebut dapat dilihat dari penggunaan Pancasila


sebagai asas tunggal dalam kehidupan berorganisasi, yang menyatakan bahwa
semua organisasi, apapun bentuknya, baik itu organisasi masyarakat, komunitas,
perkumpulan, dan sebagainya haruslah mengunakan Pancasila sebagai asas
utamanya. Pada era Orde Baru sebagai era “dimanis-maniskannya” Pancasila.

Secara pribadi, Soeharto sendiri seringkali menyatakan pendapatnya mengenai


keberadaan Pancasila, yang kesemuanya memberikan penilaian setinggi-tingginya
terhadap Pancasila. Ketika Soeharto memberikan pidato dalam Peringatan Hari
Lahirnya Pancasila, 1 Juni 1967. Soeharto mendeklarasikan Pancasila sebagai
suatu force yang dikemas dalam berbagai frase bernada angkuh, elegan, begitu
superior.

Dalam pidato tersebut, Soeharto menyatakan Pancasila sebagai “tuntunan


hidup”, menjadi “sumber tertib sosial” dan “sumber tertib seluruh perikehidupan”,
serta merupakan “sumber tertib negara” dan “sumber tertib hukum”. Kepada
pemuda Indonesia dalam Kongres Pemuda tanggal 28 Oktober 1974, Soeharto
menyatakan, “Pancasila janganlah hendaknya hanya dimiliki, akan tetapi harus
dipahami dan dihayati!” Dapat dikatakan tidak ada yang lebih kuat maknanya
selain Pancasila di Indonesia, pada saat itu, dan dalam era Orde Baru.

37
 Pancasila Era Reformasi
Memahami peran Pancasila di era reformasi, khususnya dalam konteks
sebagai dasar negara dan ideologi nasional, merupakan tuntutan hakiki agar setiap
warga negara Indonesia memiliki pemahaman yang sama dan akhirnya memiliki
persepsi

38
dan sikap yang sama terhadap kedudukan, peranan dan fungsi Pancasila dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Pancasila sebagai paradigma ketatanegaraan artinya pancasila menjadi


kerangka berpikir atau pola berpikir bangsa Indonesia, khususnya sebagai dasar
negara ia sebagai landasan kehidupan berbangsa dan bernegara. Sebagai negara
hukum, setiap perbuatan baik dari warga masyarakat maupun dari pejabat-pejabat
harus berdasarkan hukum, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.

Dalam kaitannya dalam pengembangan hukum, Pancasila harus menjadi


landasannya. Artinya hukum yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh
bertentangan dengan sila-sila Pancasila. Substansi produk hukumnya tidak
bertentangan dengan sila-sila pancasila.

4. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia
a. Argumen tentang Dinamika Pancasila dalam Sejarah Bangsa
Dinamika Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia memperlihatkan adanya
pasang surut dalam pemahaman dan pelaksanaan nilai-nilai Pancasila.
 Pancasila sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan Presiden Soekarno.
Pada masa pemerintahan presiden Soekarno, terutama pada 1960- an
NASAKOM(*) lebih populer daripada Pancasila.
 Pancasila sebagai ideologi negara dalam masa pemerintahan Presiden Soeharto.
Pada zaman pemerintahan presiden Soeharto, Pancasila dijadikan pembenar
kekuasaan melalui penataran P-4(**) sehingga pasca turunnya Soeharto ada
kalangan yang mengidentikkan Pancasila dengan P-4.
 Era Reformasi, Pada masa pemerintahan era reformasi, ada kecenderungan para
penguasa tidak respek terhadap Pancasila, seolah-olah Pancasila ditinggalkan.

b. Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila sebagai Ideologi Negara


Unsur-unsur yang mempengaruhi tantangan terhadap Pancasila sebagai ideologi
negara meliputi faktor eksternal dan internal.

40
* NASAKOM = Nasionalis, Agama dan Komunis.
** P-4 = Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila atau Eka Prasetya Pancakarsa, merupakan sebuah
panduan tentang pengamalan Pancasila dalam kehidupan bernegara semasa Orde Baru.
Faktor Eksternal meliputi :
 Pertarungan ideologis antara negara-negara super power antara Amerika Serikat
dan Uni Soviet antara 1945 sampai 1990 yang berakhir dengan bubarnya negara
Soviet sehingga Amerika menjadi satu-satunya negara super power.
 Menguatnya isu kebudayaan global yang ditandai dengan masuknya berbagai
ideologi asing dalam kehidupan berbangsa dan bernegara karena keterbukaan
informasi.
 Meningkatnya kebutuhan pertambahan penduduk dan kemajuan teknologi
sehingga terjadi eksploitasi terhadap sumber daya alam secara masif. Dampak
konkritnya adalah kerusakan lingkungan, seperti banjir, kebakaran hutan. Faktor
Internal meliputi :
 Pergantian rezim yang berkuasa melahirkan kebijakan politik yang berorientasi
pada kepentingan kelompok atau partai sehingga ideologi Pancasila sering
terabaikan.
 Penyalahgunaan kekuasaan (korupsi) mengakibatkan rendahnya kepercayaan
masyarakat terhadap rezim yang berkuasa sehingga kepercayaan terhadap ideologi
menurun drastis. Ketidakpercayaan terhadap partai politik (parpol) juga
berdampak terhadap ideologi negara.
 Masalah perpajakan di Indonesia.
 Masih terdapat perlaku warga Negara khususnya oknum aparat dan anggota
masyarakat yang belum baik dan terpuji, yaitu masih ada praktek
ketidakjujuran dalam pengelolaan dan kepatuhan dalam membayar pajak,
praktek suap dan lain.
 Masih terdapat tingkat pemahaman yang rendah bagi sebagian warga Negara
dalam kewajiban perpajakan sehingga diperlukan proses sosialisasi dan
pendidikan secara terus menerus dari pihak pemerintah kepada warga Negara.
 Pendapatan Negara dari sector pajak masih menjadi andalan utama bagi
pemerintahan Indonesia untuk membiayai pembangunan nasional sehingga
diperlukan upaya sungguh dalam memanfaatkan potensi bangsa dalam
perpajakan.

41
c. Argumen tentang Tantangan terhadap Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa dan
Bernegara
Salah satu tantangan terhadap Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara adalah meletakkan nilai-nilai Pancasila tidak dalam posisi sebenarnya
sehingga nilai-nilai Pancasila menyimpang dari kenyataan hidup berbangsa dan
bernegara.

Salah satu contohnya, pengangkatan presiden seumur hidup oleh MPRS dalam
TAP No.III/MPRS/1960 Tentang Pengangkatan Soekarno sebagai Presiden Seumur
Hidup. Hal tersebut bertentangan dengan pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 yang
menyatakan bahwa, ”Presiden dan wakil presiden memangku jabatan selama lima (5)
tahun, sesudahnya dapat dipilih kembali”. Pasal ini menunjukkan bahwa
pengangkatan presiden seharusnya dilakukan secara periodik dan ada batas waktu
lima tahun.

5. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa Indonesia
untuk Masa Depan
a. Inti atau esensi sila-sila Pancasila meliputi:
 Tuhan, yaitu sebagai kausa prima
 Manusia, yaitu makhluk individu dan makhluk sosial
 Satu, yaitu kesatuan memiliki kepribadian sendiri
 Rakyat, yaitu unsur mutlak negara, harus bekerja sama dan gotong royong
 Adil, yaitu memberikan keadilan kepada diri sendiri dan orang lain yang menjadi
haknya.

b. Esensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa


Pancasila dikatakan sebagai dasar filsafat negara (Philosofische Grondslag) karena
mengandung unsurunsur berikut:
 Alasan filosofis berdirinya suatu negara
 Setiap produk hukum di Indonesia harus berdasarkan nilai Pancasila.
Pancasila sebagai pandangan hidup bangsa (Weltanschauung) mengandung unsur-
unsur seperti:
 Nilai-nilai agama

42
 Budaya
 Adat istiadat.
c. Urgensi Pancasila dalam Kajian Sejarah Bangsa
Pentingnya Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia dikarenakan beberapa hal
berikut:
 Pengidentikan Pancasila dengan ideologi lain
 Penyalahgunaan Pancasila sebagai alat justifikasi kekuasaan rezim tertentu
 Melemahnya pemahaman dan pelaksanaan nilai Pancasila dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara.

Kesimpulan:
Rangkuman tentang Pengertian dan Pentingnya Pancasila dalam Kajian Sejarah
Bangsa Indonesia. Pengertian Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan
hal-hal sebagai berikut: 
1. Pancasila merupakan produk otentik pendiri negara Indonesia (The Founding fathers). 
2. Nilai-nilai Pancasila bersumber dan digali dari nilai agama, kebudayaan, dan adat
istiadat. 
3. Pancasila merupakan pandangan hidup bangsa dan dasar filsafat kenegaraan.

Pentingnya Pancasila dalam sejarah bangsa Indonesia menunjukkan hal-hal


berikut: 
1. Betapapun lemahnya pemerintahan suatu rezim, tetapi Pancasila tetap bertahan dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara. 
2. Betapapun ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai ideologi bangsa, tetapi terbukti
Pancasila merupakan pilihan yang terbaik bagi bangsa Indonesia. 
3. Pancasila merupakan pilihan terbaik bagi bangsa Indonesia karena bersumber dan digali
dari nilai-nilai agama, kebudayaan, dan adat istiadat yang hidup dan berkembang di bumi
Indonesia.

2.3 Resume Kelompok 3


Judul:
“PANCASILA SEBAGAI IDEOLOGI BANGSA DAN SEBAGAI DASAR NEGARA
SERTA SISTEM FILSAFAT DALAM BERBANGSA DAN BERNEGARA”

43
Pembahasan:
1. Ideologi Pancasila sebagai Dasar Negara

a. Pengertian dan Hakikat Ideologi


 Pengertian Ideologi
Ideologi secara umum merupakan sistem keyakinan yang dianut oleh
masyarakat untuk menata dirinya sendiri. Ideologi menjadi pusat perdebatan
banyak pakar di Amerika Serikat pada era setelah Perang Dingin setelah Perang
Dunia II.

Dua pendapat yang terkenal antara lain Daniel Bell yang menyimpulkan dalam
bukunya Matinya Ideologi telah meramalkan bahwa ideologi telah sampai kepada
ajalnya.99 Dan ramalan itu terbukti dengan hancurnya komunisme pada abad 20.
Kehancuran komunisme seakan-akan membenarkan “ideologi yang baru” seperti
yang telah dicetuskan oleh Francis Fukuyama dalam bukunya The end of history
and the last men.100 Namun bagaimanapun juga tesis Fukuyama merupakan suatu
ideologi baru yaitu kepercayaan pada ideologi liberalisme.

 Hakikat Ideologi
Dalam sejarah di Indonesia, ideologi seringkali dianut karena manfaatnya.109
Akan tetapi orang menganut dan mendukung suatu ideologi pada dasarnya juga
karena keyakinan bahwa ideologi itu benar. Ide-ide atau pengertian itu merupakan
suatu sistem, suatu perangkat yang menjadi suatu kesatuan, menjadi ideologi
mengenai manusia dan seluruh realitas.

44
Setiap ideologi pada intinya pasti mempunyai citra manusia tertentu. Dengan
kata lain, setiap ideologi pasti mempunyai suatu citra dan gambaran: manusia itu
apa, dan bagaimana relasi-relasinya dengan alam semesta dengan sesama manusia
dan dengan Penciptanya. Dikatakan: mengenai manusia dan seluruh realitas,
mengandung arti bahwa manusia itu mempunyai posisi tertentu, mempunyai
kedudukan, berarti mempunyai hubungan atau relasi.

b. Tipe-tipe Ideologi
Terdapat dua tipe ideologi sebagai ideologi suatu negara. Kedua tipe tersebut
adalah ideologi tertutup dan ideologi terbuka.Ideologi tertutup adalah ajaran atau
pandangan dunia atau filsafat yang menentukan tujuan-tujuan dan normanorma politik
dan sosial, yang ditasbihkan sebagai kebenaran yang tidak boleh dipersoalkan lagi,
melainkan harus diterima sebagai sesuatu yang sudah jadi dan harus dipatuhi.

Kebenaran suatu ideologi tertutup tidak boleh dipermasalahkan berdasarkan nilai-


nilai atau prinsip-prinsip moral yang lain. Isinya dogmatis dan apriori sehingga tidak
dapat dirubah atau dimodifikasi berdasarkan pengalaman sosial. Karena itu ideologi
ini tidak mentolerir pandangan dunia atau nilai-nilai lain.

 Ideologi Tertutup
Salah satu ciri khas suatu ideologi tertutup adalah tidak hanya menentukan
kebenaran nilai-nilai dan prinsip-prinsip dasar saja, tetapi juga menentukan hal-hal
yang bersifat konkret operasional. Ideologi tertutup tidak mengakui hak masing-
masing orang untuk memiliki keyakinan dan pertimbangannya sendiri. Ideologi
tertutup menuntut ketaatan tanpa reserve.

Ciri lain dari suatu ideologi tertutup adalah tidak bersumber dari masyarakat,
melainkan dari pikiran elit yang harus dipropagandakan kepada masyarakat.
Sebaliknya, baik/buruknya pandangan yang muncul dan berkembang dalam
masyarakat dinilai sesuai tidaknya dengan ideologi tersebut. Dengan sendirinya
ideologi tertutup tersebut harus dipaksakan berlaku dan dipatuhi masyarakat oleh

45
elit tertentu, yang berarti bersifat otoriter dan dijalankan dengan cara yang
totaliter.

Contoh paling baik dari ideologi tertutup adalah Marxisme-Leninisme.


Ideologi yang dikembangkan dari pemikiran Karl Marx yang dilanjutkan oleh
Vladimir Ilianov Lenin ini berisi sistem berpikir mulai dari tataran nilai dan
prinsip dasar dan dikembangkan hingga praktis operasional dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Ideologi Marxisme-Leninisme meliputi
ajaran dan paham tentang:
 Hakikat realitas alam berupa ajaran materialisme dialektis dan ateisme
 Ajaran makna sejarah sebagai materialisme historis
 Norma-norma rigid bagaimana masyarakat harus ditata, bahkan tentang
bagaimana individu harus hidup
 Legitimasi monopoli kekuasaan oleh sekelompok orang atas nama kaum
proletar.

 Ideologi Terbuka
Tipe kedua adalah ideologi terbuka. Ideologi terbuka hanya berisi orientasi
dasar, sedangkan penerjemahannya ke dalam tujuan-tujuan dan normanorma
sosial-politik selalu dapat dipertanyakan dan disesuaikan dengan nilai dan prinsip
moral yang berkembang di masyarakat. Operasional cita-cita yang akan dicapai
tidak dapat ditentukan secara apriori, melainkan harus disepakati secara
demokratis. Dengan sendirinya ideologi terbuka bersifat inklusif, tidak totaliter
dan tidak dapat dipakai melegitimasi kekuasaan sekelompok orang. Ideologi
terbuka hanya dapat ada dan mengada dalam sistem yang demokratis.

Tipe ideologi tertutup maupun terbuka masing-masing memiliki acuan seperti


pendapat Soerjanto Poespowardojo dalam buku Pancasila sebagai ideologi: dalam
berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bermasyarakat sebagai
berikut:
 Ideologi ditangkap dalam artian negatif, karena dikonotasikan dengan sifat
totaliter, yaitu memuat pandangan dan nilai yang menentukan seluruh segi
kehidupan manusia secara total, secara mutlak menurut manusia hidup dan

46
bertindak sesuai dengan apa yang digariskan oleh ideologi itu, sehingga
akhirnya mengingkari kebebasan pribadi manusia serta membatasi ruang
geraknya.
 Ideologi ditangkap dalam artian positif, terutama pada sekitar Perang Dunia II
karena menunjuk kepada keseluruhan, pandangan cita-cita, nilai, dan
keyakinan.

Sesuai dengan pendapat Soerjanto Poespowardojo tersebut maka tipe ideologi


terbuka termasuk dalam artian yang positif karena ada pada sistem demokrasi
yang mengoperasionalkan seluruh cita-cita, nilai, dan keyakinan secara holistik
sesuai dengan perkembangan masyarakat.

c. Ideologi Dunia
Istilah ideologi negara mulai banyak digunakan bersamaan dengan perkembangan
pemikiran Karl Marx yang dijadikan sebagai ideologi beberapa negara pada abad ke-
18. Namun sesungguhnya konsepsi ideologi sebagai cara pandang atau sistem berpikir
suatu bangsa berdasarkan nilai dan prinsip dasar tertentu telah ada sebelum kelahiran
Marx sendiri. Bahkan awal dan inti dari ajaran Marx adalah kritik dan gugatan
terhadap sistem dan struktur sosial yang eksploitatif berdasarkan ideologi kapitalis.

Pemikiran Karl Marx kemudian dikembangkan oleh Engels dan Lenin kemudian
disebut sebagai ideologi sosialisme-komunisme. Sosialisme lebih pada sistem
ekonomi yang mengutamakan kolektivisme dengan titik ekstrem menghapuskan hak
milik pribadi, sedangkan komunisme menunjuk pada sistem politik yang juga
mengutamakan hak-hak komunal, bukan hak-hak sipil dan politik individu. Ideologi
tersebut berhadapan dengan ideologi liberalisme-kapitalis yang menekankan pada
individualisme baik dari sisi politik maupun ekonomi.

d. Ideologi dan Hukum


Apabila hukum adalah suatu sistem aturan berlaku yang mengatur hubungan
sosial dan diatur oleh sistem politik, maka tampak jelas bahwa hukum terhubung
dengan ideologi.Berdasarkan uraian di atas maka ideologi sangat diperlukan dalam
suatu masyarakat yang sedang dimodernisasikan. Dalam masyarakat tradisional
terdapat semacam ideologi politik yang tertulis, atau suatu sistem kepercayaan yang

47
merupakan sebagian dari kepercayaan agama dan adat. Indonesia merupakan negara
majemuk yang dibentuk atas dasar kesadaran bahwa masyarakat. Kemajemukan itu
dinyatakan dalam UUD sebagai wujud dari legitimasi dari rakyat.

e. Pancasila

 Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia


Pancasila sering disebut sebagai dasar falsafah negara (dasar filsafat negara)
dan ideologi negara. Pancasila dipergunakan sebagai dasar untuk mengatur
pemerintahan dan mengatur penyelenggaraan negara. Konsep-konsep Pancasila
tentang kehidupan bernegara yang disebut cita hukum (staatsidee), merupakan cita
hukum yang harus dilaksanakan secara konsisten dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara.

Pancasila juga mempunyai fungsi dan kedudukan sebagai pokok atau kaidah
negara yang mendasar (fundamental norma). Kedudukan Pancasila sebagai dasar
negara bersifat tetap, kuat, dan tidak dapat diubah oleh siapapun, termasuk oleh
MPR-DPR hasil pemilihan umum. Mengubah Pancasila berarti membubarkan
Negara Kesatuan Republik Indonesia yang diproklamasikan pada tanggal 17
Agustus 1945.

48
Pengertian pancasila sebagai dasar negara, sesuai dengan bunyi Pembukaan
UUD 1945 pada alinea keempat ”…, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan
Indonesia dalam suatu Pengertian pancasila sebagai dasar negara, sesuai dengan
bunyi Pembukaan UUD 1945 pada alinea keempat ”…, maka disusunlah
kemerdekaan kebangsaan Indonesia dalam suatu Di dalam Pembukaan UUD 1945
tersebut meskipun tidak tercantum kata Pancasila, namun bangsa Indonesia sudah
bersepakat bahwa lima prinsip yang menjadi dasar Negara Republik Indonesia
disebut Pancasila. Dengan demikian Pancasila dapat disebut sebagai dasar falsafah
negara. Pancasila sebenarnya juga tersirat dalam batang tubuh UndangUndang
Dasar 1945 (UUD 1945)

 Pancasila dalam Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia


Kesepakatan tersebut, tercantum pula dalam berbagai Ketetapan MPR dan
MPRS Republik Indonesia diantaranya sebagai berikut:
 Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966
Dalam konsideran Ketetapan MPRS ini ditegaskan bahwa untuk
terwujudnya kepastian dan keserasian hukum, serta kesatuan tafsiran dan
pengertian mengenai Pancasila dan pelaksanaan UUD 1945 perlu adanya
rincian dan penegasan mengenai sumber tertib hukum dan tata urutan
peraturan perundang-undangan Republik Indonesia.

 Ketetapan MPRS No. XXV/MPRS/1966


Dalam konsideran Ketetapan MPRS ini ditegaskan dan ditetapkan bahwa
paham atau ajaran Komunisme/Leninisme pada inti hakikatnya bertentangan
dengan Pancasila. Berkenaan dengan pelaksanaannya juga dilarang untuk
menyebarkan atau mengembangkan faham atau ajaran Komunisme/Marxisme-
Leninisme dalam segala bentuk dan manifestasinya.

 Ketetapan MPRS No. II/MPR/1973


Tentang Tata Cara Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden Republik
Indonesia Salah satu syarat yang harus dipenuhi oleh calon Presiden dan
Wakil Presiden menurut Pasal 1 Ketetapan MPR ini adalah: “Setia kepada
cita-cita Proklamasi 17 Agustus 1945, Pancasila dan UUD 1945”.

49
 Ketetapan MPRS No. II/MPR/1978
Tentang Pedoman Penghayatan dan Pengalaman Pancasila (Ekaprasetia
Pancakarsa) Pancasila seperti dalam tercantum dalam Pembukaan
UndangUndang Dasar 1945 merupakan kesatuan yang bulat dan utuh dari
kelima sila, yaitu KeTuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan
beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, Keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.

 Ketetapan MPRS No. I/MPR/1988


Tentang Peraturan Tata Tertib MPR Dalam Pasal 5 Ketetapan MPR ini
disebutkan, bahwa anggota MPR adalah pengemban dan pengutara yang
berbudi pekerti luhur dari cita-cita moral Pancasila serta setia kepada
Pancasila sebagai dasar dan ideology negara, UUD 1945 dan Revolusi
Kemerdekaan Bangsa Indonesia untuk mengemban Amanat Penderitaan
Rakyat.

 Ketetapan MPR RI No. XVII/MPR/1998 Tentang Pencabutan Ketetapan


Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia No. II/MPR/1978
Tentang Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (Ekaprastya Pancakarsa) dan
Penetapan Tentang Penegasan Pancasila sebagai Dasar Negara
Pada Pasal 1 menyebutkan bahwa “Pancasila sebagaimana dimaksud
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah dasar negara dari
Negara Kesatuan Republik Indonesia harus dilaksanakan secara konsisten
dalam kehidupan bernegara”.

 Ketetapan MPR No. III/MPR/2000 Tentang Sumber Hukum dan Tata Urutan
Peraturan Perundang-Undangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia
Dalam ketetapan ini di antaranya menyebutkan : Sumber Hukum dasar
nasional yang tertulis dalam Pembukaan UndangUndang Dasar 1945, yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa; kemanusia yang adil dan beradab, persatuan
Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam

50
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial
bagi seluruh rakyat Indonesia.

 Pancasila Memenuhi Syarat sebagai Dasar Negara

Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dasar negara Pancasila perlu


difahami konsep, prinsip dan nilai yang terkandung di dalamnya agar dapat
dengan tepat mengimplementasikannya. Namun sebaiknya perlu diyakini terlebih
dahulu bahwa Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar negara dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan beragam suku, agama, ras dan antar

51
golongan yang ada. Pancasila memenuhi syarat sebagai dasar negara bagi Negara
Kesatuan Republik Indonesia dengan alasan sebagai berikut:
 Pancasila memiliki potensi menampung keadaan pluralistik masyarakat
Indonesia yang beraneka ragam suku, agama, ras dan antar golongan. Pada
Sila Ketuhanan Yang Maha Esa, menjamin kebebasan untuk beribadah sesuai
agama dan keyakinan masing-masing. Kemudian pada Sila Persatuan
Indonesia, mampu mengikat keanekaragaman dalam satu kesatuan bangsa
dengan tetap menghormati sifat masingmasing seperti apa adanya.
 Pancasila memberikan jaminan terealisasinya kehidupan yang pluralistik,
dengan menjunjung tinggi dan menghargai manusia sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai makhluk Tuhan secara berkeadilan yang disesuaikan
dengan kemampuan dan hasil usahanya. Hal ini ditunjukkan dengan Sila
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab.
 Pancasila memiliki potensi menjamin keutuhan Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, yang terdiri atas
ribuan pulau sesuai dengan Sila Persatuan Indonesia.
 Pancasila memberikan jaminan berlangsungnya demokrasi dan hak-hak asasi
manusia sesuai dengan budaya bangsa. Hal ini, selaras dengan Sila
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan.
 Pancasila menjamin terwujudnya masyarakat yang adil dan sejahtera sesuai
dengan Sila Keadilan sosial bagi seluruh rakyat sebagai acuan dalam
mencapai tujuan tersebut. Pancasila sebagai kaidah negara yang fundamental
berarti bahwa hukum dasar tertulis (UUD), hukum tidak tertulis (konvensi),
dan semua hukum atau peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam
negara Republik Indonesia harus bersumber dan berada dibawah pokok
kaidah negara yang fundamental tersebut

2. Pancasila sebagai Sistem Filsafat


 Pengertian Filsafat
 Istilah ‘filsafat’ secara etimologis merupakan padanan kata “falsafah” (Arab)
dan “philosophy” (Inggris) yang berasal dari bahasa Yunani “philosophia”.

52
 Kata philosophia merupakan kata majemuk yang terususun dari kata “philos”
atau “philein” yang berarti kekasih, sahabat, mencintai dan kata sophia yang
berarti kebijaksanaan, hikmat, kearifan, pengetahuan.
 Dengan demikian philosophia secara harafiah berarti mencintai kebijaksanaan,
mencintai hikmat atau mencintai pengetahuan.
 Cinta mempunyai pengertian yang luas. Sedangkan kebijaksanaan mempunyai
arti yang bermacam-macam yang berbeda satu dari yang lainnya.
 Istilah philosophos pertama kali digunakan oleh Pythagoras.
 Pancasila dapat digolongkan sebagai filsafat dalam arti produk, sebagai
pandangan hidup, dan dalam arti praktis.
 Ini berarti filsafat Pancasila mempunyai fungsi dan peranan sebagai pedoman
dan pegangan dalam sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan
sehari-hari, dalam bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara bagi bangsa
Indonesia.
 Pengertian Filsafat Pancasila
 Pancasila sebagai filsafat mengandung pandangan, nilai, dan pemikiran yang
dapat menjadi substansi dan isi pembentukan ideologi Pancasila.
 Filsafat Pancasila dapat didefinisikan secara ringkas sebagai refleksi kritis dan
rasional tentang Pancasila sebagai dasar negara dan kenyataan budaya bangsa,
dengan tujuan untuk mendapatkan pokok-pokok pengertiannya yang mendasar
dan menyeluruh.
 Pancasila dikatakan sebahai filsafat, karena Pancasila merupakan hasil
permenungan jiwa yang mendalam yang dilakukan oleh the founding father
kita, yang dituangkan dalam suatu sistem (Ruslan Abdul Gani).
 Filsafat Pancasila memberi pengetahuan dan penngertian ilmiah yaitu tentang
hakikat dari Pancasla (Notonagoro).

3. Pancasila sebagai Suatu Sistem Filsafat


Sistem filsafat dapat dilakukan dengan cara deduktif dan induktif. Cara deduktif yaitu
dengan mencari hakikat Pancasila serta menganalisis dan menyusunnya secara sistematis
menjadi keutuhan pandangan yang komprehensif. Cara induktif yaitu dengan mengamati
gejala-gejala sosial budaya masyarakat, merefleksikannya, dan menarik arti dan makna
yang hakiki dari gejala-gejala itu.

53
 Ciri Sistem Filsafat Pancasila
 Pancasila yang terdiri atas lima sila pada hakikatnya merupakan sistem
filsafat.
 Yang dimaksud sistem adalah suatu kesatuan bagianbagian yang saling
berhubungan, saling bekerjasama untuk tujuan tertentu dan secara keseluruhan
merupakan suatu kesatuan yang utuh.
 Sila-sila Pancasila yang merupakan sistem filsafat pada hakikatnya merupakan
suatu kesatuan organis. Artinya, antara sila-sila Pancasila itu saling berkaitan,
saling berhubungan bahkan saling mengkualifikasi. Pemikiran dasar yang
terkandung dalam Pancasila, yaitu pemikiran tentang manusia yang
berhubungan dengan Tuhan, dengan diri sendiri, dengan sesama, dengan
masyarakat bangsa yang nilai-nilai itu dimiliki oleh bangsa Indonesia.
 Dengan demikian Pancasila sebagai sistem filsafat memiliki ciri khas yang
berbeda dengan sistemsistem filsafat lainnya, seperti materialisme, idealisme,
rasionalisme, liberalisme, komunisme dan sebagainya.

 Ciri Sistem Filsafat Sila Pancasila


 Sila-sila Pancasila merupakan satu-kesatuan sistem yang bulat dan utuh.
Dengan kata lain, apabila tidak bulat dan utuh atau satu sila dengan sila
lainnya terpisah-pisah maka itu bukan Pancasila.
 Susunan Pancasila dengan suatu sistem yang bulat dan utuh itu dapat
digambarkan sebagai berikut:
- Sila 1, meliputi, mendasari dan menjiwai sila 2,3,4 dan 5; 8.
- Sila 2, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, dan mendasari dan menjiwai sila 3,
4 dan 5.
- Sila 3, diliputi, didasari, dijiwai sila 1, 2, dan mendasari dan menjiwai sila
4, 5.
- Sila 4, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3, dan mendasari dan menjiwai
sila 5.
- Sila 5, diliputi, didasari, dijiwai sila 1,2,3,4.

 Wawasan Filsafat

54
Meliputi bidang atau aspek penyelidikan ontologi, epistemologi, dan
aksiologi. Ketiga bidang tersebut dapat dianggap mencakup kesemestaan.
 Landasan Ontologis Pancasila
- Dasar ontologis Pancasila pada hakikatnya adalah manusia, yang memiliki
hakikat mutlak yaitu monopluralis, atau monodualis, karena itu juga
disebut sebagai dasar antropologis. Subyek pendukung pokok dari sila-sila
Pancasila adalah manusia.
- Hal tersebut dapat dijelaskan bahwa yang Berketuhan Yang Maha Esa,
yang berkemanusiaan yang adil dan beradab, yang berpersatuan, yang
berkerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan serta yang berkeadilan sosial pada
hakikatnya adalah manusia.
- Sedangkan manusia sebagai pendukung pokok sila-sila Pancasila secara
ontologis memiliki hal-hal yang mutlak, yaitu terdiri atas susunan kodrat,
raga dan jiwa, jasmani dan rohani. Sifat kodrat manusia adalah sebagai
makhluk individu dan makhluk sosial serta sebagai makhluk pribadi dan
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

 Landasan Epistemologis Pancasila


- Secara epistemologis kajian Pancasila sebagai filsafat dimaksudkan
sebagai upaya untuk mencari hakikat Pancasila sebagai suatu sistem
pengetahuan.
- Pancasila sebagai sistem filsafat pada hakikatnya juga merupakan sistem
pengetahuan. Ini berarti Pancasila telah menjadi suatu belief system,
sistem cita-cita, menjadi suatu ideologi. Oleh karena itu Pancasila harus
memiliki unsur rasionalitas terutama dalam kedudukannya sebagai sistem
pengetahuan.
- Dasar epistemologis Pancasila pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan
dengan dasar ontologisnya. Maka, dasar epistemologis Pancasila sangat
berkaitan erat dengan konsep dasarnya tentang hakikat manusia.
- Pancasila sebagai suatu obyek pengetahuan pada hakikatnya meliputi
masalah sumber pengetahuan dan susunan pengetahuan Pancasila.

55
- Tentang sumber pengetahuan Pancasila, sebagaimana telah dipahami
bersama adalah nilai-nilai yang ada pada bangsa Indonesia sendiri. Nilai-
nilai tersebut merupakan kausa materialis Pancasila.

 Landasan Aksiologis Pancasila


- Sila-sila Pancasila sebagai suatu sistem filsafat memiliki satu kesatuan
dasar aksiologis, yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila pada
hakikatnya juga merupakan suatu kesatuan. Aksiologi Pancasila
mengandung arti bahwa kita membahas tentang filsafat nilai Pancasila.
- Istilah aksiologi berasal dari kata Yunani “axios” yang artinya nilai,
manfaat, dan “logos” yang artinya pikiran, ilmu atau teori.
- Aksiologi adalah teori nilai, yaitu sesuatu yang diinginkan, disukai atau
yang baik. Bidang yang diselidiki adalah hakikat nilai, kriteria nilai, dan
kedudukan metafisika suatu nilai.
- Nilai (value) berasal dari kata Latin “valere” yang artinya kuat, baik,
berharga. Dalam kajian filsafat merujuk pada sesuatu yang sifatnya abstrak
yang dapat ·diartikan sebagai “keberhargaan” (worth) atau “kebaikan”
(goodness). Nilai itu sesuatu yang berguna. Nilai juga mengandung
harapan akan sesuatu yang diinginkan.
- Nilai adalah suatu kemampuan yang dipercayai yang ada pada suatu benda
untuk memuaskan manusia (dictionary of Sosiology An Related Science).
Nilai itu suatu sifat atau kualitas yang melekat pada suatu obyek.

 Nilai Filsafat Pancasila


Dalam filsafat Pancasila, disebutkan ada tiga tingkatan nilai yaitu nilai
dasar, nilai instrumental, dan nilai praktis.
- Nilai dasar, adalah asas-asas yang kita terima sebagai dalil yang bersifat
mutlak, sebagai sesuatu yang benar atau tidak perlu dipertanyakan lagi.
Nilai-nilai dasar dari Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan,
nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
- Nilai instrumental, adalah nilai yang berbentuk norma sosial dan norma
hukum yang selanjutnya akan terkristalisasi dalam peraturan dan
mekanisme lembaga-lembaga negara.

56
- Nilai praksis, adalah nilai yang sesungguhnya kita laksanakan dalam
kenyataan. Nilai ini merupakan batu ujian apakah nilai dasar dan nilai
instrumental itu benar-benar hidup dalam masyarakat. NilaI-nilai dalam
Pancasila termasuk nilai etik atau nilai moral merupakan nilai dasar yang
mendasari nilai intrumental dan selanjutnya mendasari semua aktivitas
kehidupan masyarakat, berbansa, dan bernegara.

4. Implementasi Pancasila sebagai Dasar Filsafat dalam Kehidupan Berbangsa dan


Bernegara
 Implementasi Pancasila Dalam Bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mengilhami dasar
ontologis manusia. Sebab secara kenyataan objektif bahwa manusia adalah
sebagai subjek Negara, Karenanya kehidupan politik harus benar-benar
merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia. Pengembangan politik
Negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini mencerminkan kepada
moralitas sebagaimana tertuang dalam sila-sila Pancasila dan esensinya, sehingga
praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara harus segera diakhiri.

 Implementasi Pancasila Dalam Bidang Ekonomi


Di dalam dunia ilmu ekonomi terdapat istilah yang kuatlah yang menang,
sehingga lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas dan
jarang mementingkan moralitas kemanusiaan. Hal ini tidak sesuai dengan
Pancasila yang lebih tertuju kepada ekonomi kerakyatan, yaitu ekonomi yang
humanistic yang berorientasi pada tujuan demi kesejahteraan rakyat secara luas,
(Mubyarto,1999). Pengembangan ekonomi bukan hanya mengejar pertumbuhan
saja melainkan demi kemanusiaan, demi kesejahteraan seluruh masyarakat. Maka
sistem ekonomi Indonesia berdasarkan atas azas kekeluargaan seluruh bangsa.

 Implementasi Pancasila Dalam Bidang Sosial dan Budaya


Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya
disesuaikan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki
oleh masyarakat. Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan reformasi
di segala bidang kehidupan. Sebagai anti-klimaks proses reformasi yakni sering

57
adanya stagnasi nilai sosial budaya dalam masyarakat, sehingga tidak
mengherankan jikalau di berbagai wilayah Indonesia terjadi berbagai gejolak yang
sangat meresahkan dan memprihatinkan seperti amuk massa yang cenderung
anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat satu dengan lainnya yang muaranya
adalah masalah politik.

Oleh karena itu dalam pengembangan nilai sosial budaya di era reformasi
dewasa ini semua pihak turut ambil bagian mengangkat kembali nilai-nilai yang
dimiliki bangsa Indonesia sebagaimana nilai-nilai yang terkandung di dalam
Pancasila. Dalam prinsip etika pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik,
artinya nilai-nilai pancasila berlandaskan pada nilai yang bersumber pada harkat
dan martabat manusia sebagai makhluk yang berbudaya.

 Implementasi Pancasila Dalam Bidang Pertahanan dan Keamanan Negara


Pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi tegaknya
hakhak warga negara maka diperlukan peraturan perundangundangan, baik dalam
rangka mengatur ketertiban warga negara maupun dalam rangka melindungi hak-
hak warga Negara. Pancasila sebagai dasar Negara senantiasa menyesuaikan diri
pada hakikat nilai kemanusiaan monopluralis maka pertahanan dan keamanan
negara harus dikembalikan pada kedudukannya seperti sediakala, agar tercapainya
harkat dan martabat manusia sebagai pendukung pokok negara.

Dasar-dasar kemanusiaan yang beradab merupakan basis moralitas pertahanan


dan keamanan negara. Pertahanan dan keamanan negara harus
mengimplementasikan nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila pancasila.
Sehingga ungkapan yang menyatakan bahwa Indonesia adalah Negara berdasar
atas hukum, bukan berdasar atas kekuasaan belaka dapat terwujud adanya.

Kesimpulan:
Dengan mengimplementasikan Pancasila dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara, maka Pancasila merupakan sebuah kompromi dan konsensus nasional

58
karena memuat nilai-nilai yang dijunjung tinggi oleh semua golongan dan lapisan
masyarakat Indonesia. Pancasila harus dipandang sebagai satu kesatuan yang bulat
dan utuh ialah karena setiap sila dalam Pancasila tidak dapat di-antitesis-kan satu
sama lain.

Pancasila merupakan intelligent choire karena mengatasi keaneka-ragaman


masyarakat Indonesia dengan tetap toleran terhadap adanya perbedaan. Penetapan
Pancasila sebagai dasar filsafat Negara tidak hendak menghapuskan perbedaan
(indifferentism), tetapi merangkum semuanya dalam satu semboyan empiris khas
Indonesia yang dinyatakan dalam seloka “Bhineka Tunggal Ika.”

Bahwa Negara Pancasila adalah suatu Negara yang didirikan, dipertahankan dan
dikembangkan dengan tujuan untuk melindungi dan mengembangkan martabat dan
hak-hak azasi semua warga bangsa Indonesia (Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab),
agar dapat hidup layak sebagai manusia, mengembangkan dirinya dan mewujudkan
kesejahteraannya lahir batin seluruh rakyat serta mencerdaskan kehidupan bangsa
yang berkeadilan sosial.

2.4 Resume Kelompok 4


Judul:
“PANCASILA SEBAGAI SISTEM ETIKA DAN PANDANGAN HIDUP BANGSA
INDONESIA”

Pendahuluan:
Pancasila dan etika adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan karena sama-sama
mengajarkan tentang nilai-nilai yang mengandung kebaikan. Etika Pancasila adalah
etika yang mendasarkan penilaian baik dan buruk pada nilai-nilai Pancasila, yaitu
nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan dan nilai
keadilan. Suatu perbuatan dikatakan baik bukan hanya apabila tidak bertentangan
dengan nilai-nilai Pancasila tersebut, tetapi bagaimana meninggikan nilai-nilai yang
ada menjadi suatu hal yang lebih memberikan manfaat kepada yang lain.

Mengacu kepada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila, maka Pancasila


dapat menjadi sistem etika yang sangat kuat, nilai-nilai yang ada tidak hanya bersifat

59
mendasar, namun juga realistis dan aplikatif. Nilai-nilai Pancasila merupakan nilai-
nilai ideal yang sudah ada dalam cita-cita bangsa Indonesia yang harus diwujudkan
dalam realitas kehidupan. Nilai-nilai Pancasila apabila benar-benar dipahami,
dihayati dan diamalkan, tentu mampu menurunkan tingkat kejahatan dan
pelanggaran dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. (Amri,
2018)

Etika merupakan cabang falsafah dan sekaligus merupakan cabang dari ilmu
kemanusiaan (humaniora). Etika sebagai cabang falsafah membahas sistem dan
pemikiran mendasar tentang ajaran dan pandangan moral. Etikasebagai cabang
ilmu membahas bagaimana dan mengapa kita mengikuti suatu ajaran moral
tertentu. Etika sosial meliputi cabang etika yang lebih khusus seperti etika keluarga,
etika profesi, etika bisnis, etika lingkungan, etika pendidikan, etika kedokteran, etika
jurnalistik, etika seksual dan etika politik. (Amri, 2018)

Pancasila merupakan nilai dasar yang menjadi pedoman hidup bagi bangsa
Indonesia. Nilai-nilai dasar itu kemudian melahirkan empat kaidah penuntun hukum
yang harus dijadikan pedoman dalam pembangunan hukum. Maka dari itu, untuk
menerapkan etika sesuai dan berdasarkan dari nilai-nilai dasar yaitu Pancasila,
diperlukan pembahasan lebih lanjut, sehingga judul dan pembahasan dari laporan ini
adalah Pancasila sebagai Sistem Etika dan Pandangan Hidup Bangsa Indonesia.

Pembahasan:
1. Menelusuri Konsep dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika
Pancasila sebagai sistem etika di samping merupakan way of life bangsa Indonesia,
juga merupakan struktur pemikiran yang disusun untuk memberikan tuntunan atau
panduan kepada setiap warga negara Indonesia dalam bersikap dan bertingkah laku.
Pancasila sebagai sistem etika dimaksudkan untuk mengembangkan dimensi moralitas
dalam diri setiap individu sehingga memiliki kemampuan menampilkan sikap spiritualitas
dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

Mahasiswa sebagai peserta didik termasuk anggota masyarakat ilmiah-akademik yang


memerlukan sistem etika yang orisinal dan komprehensif agar dapat mewarnai setiap
keputusan yang diambilnya dalam profesi ilmiah. Sebab keputusan ilmiah yang diambil

60
tanpa pertimbangan moralitas, dapat menjadi bumerang bagi dunia ilmiah itu sendiri
sehingga menjadikan dunia ilmiah itu hampa nilai.

Mahasiswa berkedudukan makhluk individu dan sosial sehingga setiap keputusan


yang diambil tidak hanya terkait dengan diri sendiri, tetapi juga berimplikasi dalam
kehidupan sosial dan lingkungan. Pancasila sebagai sistem etika merupakan moral
guidance yang dapat diaktualisasikan ke dalam tindakan konkrit, yang melibatkan
berbagai aspek kehidupan.

Oleh karena itu, sila-sila Pancasila perlu diaktualisasikan lebih lanjut ke dalam
putusan tindakan sehingga mampu mencerminkan pribadi yang saleh, utuh, dan
berwawasan moral-akademis. Dengan demikian, mahasiswa dapat mengembangkan
karakter yang Pancasilais melalui berbagai sikap yang positif, seperti jujur, disiplin,
tanggung jawab, mandiri, dan lainnya.

Mahasiswa sebagai insan akademis yang bermoral Pancasila juga harus terlibat dan
berkontribusi langsung dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagai perwujudan
sikap tanggung jawab warga negara. Tanggung jawab yang penting berupa sikap
menjunjung tinggi moralitas dan menghormati hukum yang berlaku di Indonesia. Untuk
itu, diperlukan penguasaan pengetahuan tentang pengertian etika, aliran etika, dan
pemahaman Pancasila sebagai sistem etika sehingga mahasiswa memiliki keterampilan
menganalisis persoalan-persoalan korupsi dan dekadensi moral dalam kehidupan bangsa
Indonesia.

a. Konsep Pancasila sebagai Sistem Etika

61
 Pengertian Etika
Istilah “etika” berasal dari bahasa Yunani, “Ethos” yang artinya tempat tinggal
yang biasa, padang rumput, kandang, kebiasaan, adat, watak, perasaan, sikap, dan
cara berpikir. Secara etimologis, etika berarti ilmu tentang segala sesuatu yang
biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam arti ini, etika berkaitan
dengan kebiasaan hidup yang baik, tata cara hidup yang baik, baik pada diri
seseorang maupun masyarakat. Kebiasaan hidup yang baik ini dianut dan
diwariskan dari satu generasi ke generasi yang lain. Dalam artian ini, etika sama
maknanya dengan moral. Etika dalam arti yang luas ialah ilmu yang membahas
tentang kriteria baik dan buruk. (Bertens, 1997: 4--6)

Etika pada umumnya dimengerti sebagai pemikiran filosofis mengenai segala


sesuatu yang dianggap baik atau buruk dalam perilaku manusia. Keseluruhan
perilaku manusia dengan norma dan prinsip-prinsip yang mengaturnya itu kerap
kali disebut moralitas atau etika. (Sastrapratedja, 2002: 81)

Etika selalu terkait dengan masalah nilai sehingga perbincangan tentang etika,
pada umumnya membicarakan tentang masalah nilai (baik atau buruk). Apakah
yang Anda ketahui tentang nilai? Frondizi menerangkan bahwa nilai merupakan
kualitas yang tidak real karena nilai itu tidak ada untuk dirinya sendiri, nilai
membutuhkan pengemban untuk berada (2001:7).

62
Misalnya, nilai kejujuran melekat pada sikap dan kepribadian seseorang.
Istilah nilai mengandung penggunaan yang kompleks dan bervariasi. Lacey
menjelaskan bahwa paling tidak ada enam pengertian nilai dalam penggunaan
secara umum, yaitu sebagai berikut:
 Sesuatu yang fundamental yang dicari orang sepanjang hidupnya.
 Suatu kualitas atau tindakan yang berharga, kebaikan, makna atau pemenuhan
karakter untuk kehidupan seseorang.
 Suatu kualitas atau tindakan sebagian membentuk identitas seseorang sebagai
pengevaluasian diri, penginterpretasian diri, dan pembentukan diri.
 Suatu kriteria fundamental bagi seseorang untuk memilih sesuatu yang baik di
antara berbagai kemungkinan tindakan.
 Suatu standar yang fundamental yang dipegang oleh seseorang ketika
bertingkah laku bagi dirinya dan orang lain.
 Suatu ”objek nilai”, suatu hubungan yang tepat dengan sesuatu yang sekaligus
membentuk hidup yang berharga dengan identitas kepribadian seseorang.
Objek nilai mencakup karya seni, teori ilmiah, teknologi, objek yang
disucikan, budaya, tradisi, lembaga, orang lain, dan alam itu sendiri. (Lacey,
1999: 23)

Dengan demikian, nilai sebagaimana pengertian butir kelima, yaitu sebagai


standar fundamental yang menjadi pegangan bagi seseorang dalam bertindak,
merupakan kriteria yang penting untuk mengukur karakter seseorang. Nilai
sebagai standar fundamental ini pula yang diterapkan seseorang dalam
pergaulannya dengan orang lain sehingga perbuatannya dapat dikategorikan etis
atau tidak.

Etika berarti moral, sedangkan etiket lebih mengacu pada pengertian sopan
santun, adat istiadat. Jika dilihat dari asal usul katanya, etika berasal dari kata
“ethos”, sedangkan etiket berasal dari kata “etiquette”. Keduanya memang
mengatur perilaku manusia secara normatif. tetapi Etika lebih mengacu ke filsafat
moral yang merupakan kajian kritis tentang baik dan buruk, sedangkan etiket
mengacu kepada cara yang tepat, yang diharapkan, serta ditentukan dalam suatu
komunitas tertentu.

63
Contoh, mencuri termasuk pelanggaran moral, tidak penting apakah dia
mencuri dengan tangan kanan atau tangan kiri. Etiket, misalnya terkait dengan tata
cara berperilaku dalam pergaulan, seperti makan dengan tangan kanan dianggap
lebih sopan atau beretiket. (Bertens, 1997: 9)

 Aliran-aliran Etika
Ada beberapa aliran etika yang dikenal dalam bidang filsafat, meliputi etika
keutamaan, teleologis, deontologis. Etika keutamaan atau etika kebajikan adalah
teori yang mempelajari keutamaan (virtue), artinya mempelajari tentang perbuatan

64
manusia itu baik atau buruk. Etika kebajikan ini mengarahkan perhatiannya
kepada keberadaan manusia, lebih menekankan pada “saya harus menjadi orang
yang bagaimana?”.

Beberapa watak yang terkandung dalam nilai keutamaan adalah baik hati,
ksatria, belas kasih, terus terang, bersahabat, murah hati, bernalar, percaya diri,
penguasaan diri, sadar, suka bekerja bersama, berani, santun, jujur, terampil, adil,
setia, ugahari (bersahaja), disiplin, mandiri, bijaksana, peduli, dan toleran.
(Mudhofir, 2009: 216--219)

Etika teleologis adalah teori yang menyatakan bahwa hasil dari tindakan moral
menentukan nilai tindakan atau kebenaran tindakan dan dilawankan dengan
kewajiban. Seseorang yang mungkin berniat sangat baik atau mengikuti asas-asas
moral yang tertinggi, akan tetapi hasil tindakan moral itu berbahaya atau jelek,
maka tindakan tersebut dinilai secara moral sebagai tindakan yang tidak etis. Etika
teleologis ini menganggap nilai moral dari suatu tindakan dinilai berdasarkan pada
efektivitas tindakan tersebut dalam mencapai tujuannya. Etika teleologis ini juga
menganggap bahwa di dalamnya kebenaran dan kesalahan suatu tindakan dinilai
berdasarkan tujuan akhir yang diinginkan (Mudhofir, 2009: 214). Aliran-aliran
etika teleologis, meliputi eudaemonisme, hedonisme, utilitarianisme.

Etika deontologis adalah teori etis yang bersangkutan dengan kewajiban moral
sebagai hal yang benar dan bukannya membicarakan tujuan atau akibat.
Kewajiban moral bertalian dengan kewajiban yang seharusnya, kebenaran moral
atau kelayakan, kepatutan. Kewajiban moral mengandung kemestian untuk
melakukan tindakan.

Pertimbangan tentang kewajiban moral lebih diutamakan daripada


pertimbangan tentang nilai moral. Konsep-konsep nilai moral (yang baik) dapat
didefinisikan berdasarkan pada kewajiban moral atau kelayakan rasional yang
tidak dapat diturunkan dalam arti tidak dapat dianalisis. (Mudhofir, 2009: 141)

Tabel 2.4.1 Aliran Etika dan Karakteristiknya


Aliran Orientasi Watak Nilai Keterangan

65
Etika Keutamaan atau Disiplin, kejujuran,Moralitas yang didasarkan
Keutamaan kebajikan belas kasih, murah pada agama kebanyakan
hati, dst menganut etika keutamaan
Tleologis Konsekuensi atau Kebenaran dan Aliran etika yang berorientasi
akibat kesalahan pada konsekuensi atau hasil
didasarkan pada seperti: Eudaemonisme,
tujuan akhir Hedonisme, Utilitarianisme.
Deontologis Kewajiban atau Kelayakan, Pandangan etika yang
keharusan kepatutan, mementingkan kewajiban
kepantasan seperti halnya pemikiran
Immanuel Kant yang terkenal
dengan sikap imperatif
kategoris, perbuatan baik
dilakukan tanpa pamrih.
Sumber: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016.

 Etika Pancasila
Etika Pancasila adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila Pancasila
untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara di
Indonesia. Oleh karena itu, dalam etika Pancasila terkandung nilai-nilai
ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai
tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek
kehidupannya.

Sila keTuhanan mengandung dimensi moral berupa nilai spiritualitas yang


mendekatkan diri manusia kepada Sang Pencipta, ketaatan kepada nilai agama
yang dianutnya. Sila kemanusiaan mengandung dimensi humanus, artinya
menjadikan manusia lebih manusiawi, yaitu upaya meningkatkan kualitas
kemanusiaan dalam pergaulan antar sesama. Sila persatuan mengandung dimensi
nilai solidaritas, rasa kebersamaan (mitsein), cinta tanah air. Sila kerakyatan
mengandung dimensi nilai berupa sikap menghargai orang lain, mau mendengar
pendapat orang lain, tidak memaksakan kehendak kepada orang lain. Sila keadilan
mengandung dimensi nilai mau peduli atas nasib orang lain, kesediaan membantu
kesulitan orang lain.

Etika Pancasila itu lebih dekat pada pengertian etika keutamaan atau etika
kebajikan, meskipun corak kedua mainstream yang lain, deontologis dan
teleologis termuat pula di dalamnya. Namun, etika keutamaan lebih dominan
karena etika Pancasila tercermin dalam empat tabiat saleh, yaitu kebijaksanaan,
kesederhanaan, keteguhan, dan keadilan.

66
Kebijaksanaan artinya melaksanakan suatu tindakan yang didorong oleh
kehendak yang tertuju pada kebaikan serta atas dasar kesatuan akal-rasa-kehendak
yang berupa kepercayaan yang tertuju pada kenyataan mutlak (Tuhan) dengan
memelihara nilai-nilai hidup kemanusiaan dan nilai-nilai hidup religius.
Kesederhaaan artinya membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas dalam hal
kenikmatan. Keteguhan artinya membatasi diri dalam arti tidak melampaui batas
dalam menghindari penderitaan. Keadilan artinya memberikan sebagai rasa wajib
kepada diri sendiri dan manusia lain, serta terhadap Tuhan terkait dengan segala
sesuatu yang telah menjadi haknya. (Mudhofir, 2009: 386)

b. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika


Pentingnya Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan problem yang dihadapi
bangsa Indonesia sebagai berikut:
 Banyaknya kasus korupsi yang melanda negara Indonesia sehingga dapat
melemahkan sendi-sendi kehidupan berbangsa dan bernegara.
 Masih terjadinya aksi terorisme yang mengatasnamakan agama sehingga dapat
merusak semangat toleransi dalam kehidupan antar umat beragama, dan
meluluhlantakkan semangat persatuan atau mengancam disintegrasi bangsa.
 Masih terjadinya pelanggaran hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan
bernegara, seperti: kasus penyerbuan Lembaga Pemasyarakatan Cebongan
Yogyakarta, pada tahun 2013 yang lalu.
 Kesenjangan antara kelompok masyarakat kaya dan miskin masih menandai
kehidupan masyarakat Indonesia.
 Ketidakadilan hukum yang masih mewarnai proses peradilan di Indonesia, seperti
putusan bebas bersyarat atas pengedar narkoba asal Australia Schapell Corby.
 Banyaknya orang kaya yang tidak bersedia membayar pajak dengan benar, seperti
kasus penggelapan pajak oleh perusahaan, kasus panama papers yang menghindari
atau mengurangi pembayaran pajak.

Kesemuanya itu memperlihatkan pentingnya dan mendesaknya peran dan


kedudukan Pancasila sebagai sistem etika karena dapat menjadi tuntunan atau sebagai
Leading Principle bagi warga negara untuk berperilaku sesuai dengan nilai-nilai

67
Pancasila. Etika Pancasila diperlukan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara sebab berisikan tuntunan nilai-nilai moral yang hidup.

Namun, diperlukan kajian kritis-rasional terhadap nilai-nilai moral yang hidup


tersebut agar tidak terjebak ke dalam pandangan yang bersifat mitos. Misalnya,
korupsi terjadi lantaran seorang pejabat diberi hadiah oleh seseorang yang
memerlukan bantuan atau jasa si pejabat agar urusannya lancar. Si pejabat menerima
hadiah tanpa memikirkan alasan orang tersebut memberikan hadiah. Demikian pula
halnya dengan masyarakat yang menerima sesuatu dalam konteks politik sehingga
dapat dikategorikan sebagai bentuk suap.

2. Menanya Alasan Diperlukannya Pancasila sebagai Sistem Etika


Pancasila sebagai sistem etika tidaklah muncul begitu saja. Pancasila sebagai sistem
etika diperlukan dalam kehidupan politik untuk mengatur sistem penyelenggaraan negara.
Anda dapat bayangkan apabila dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara tidak ada
sistem etika yang menjadi guidance atau tuntunan bagi para penyelenggara negara,
niscaya negara akan hancur. Beberapa alasan mengapa Pancasila sebagai sistem etika itu
diperlukan dalam penyelenggaraan kehidupan bernegara di Indonesia, meliputi hal-hal
sebagai berikut:
a. Dekadensi Moral
Dekadensi moral yang melanda kehidupan masyarakat, terutama generasi muda
sehingga membahayakan kelangsungan hidup bernegara. Generasi muda yang tidak
mendapat pendidikan karakter yang memadai dihadapkan pada pluralitas nilai yang
melanda Indonesia sebagai akibat globalisasi sehingga mereka kehilangan arah.
Dekadensi moral itu terjadi ketika pengaruh globalisasi tidak sejalan dengan nilai-
nilai Pancasila, tetapi justru nilai-nilai dari luar berlaku dominan.

Contoh-contoh dekadensi moral, antara lain: penyalahgunaan narkoba, kebebasan


tanpa batas, rendahnya rasa hormat kepada orang tua, menipisnya rasa kejujuran,
tawuran di kalangan para pelajar. Semua itu menunjukkan lemahnya tatanan nilai
moral dalam kehidupan bangsa Indonesia. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem
etika diperlukan kehadirannya sejak dini, terutama dalam bentuk pendidikan karakter
di sekolah-sekolah.

68
b. Korupsi
Korupsi akan merajalela karena para penyelenggara negara tidak memiliki rambu-
rambu normatif dalam menjalankan tugasnya. Para penyelenggara negara tidak dapat
membedakan batasan yang boleh dan tidak, pantas dan tidak, baik dan buruk.
Pancasila sebagai sistem etika terkait dengan pemahaman atas kriteria baik dan buruk.

Archie Bahm dalam Axiology of Science, menjelaskan bahwa baik dan buruk
merupakan dua hal yang terpisah. Namun, baik dan buruk itu eksis dalam kehidupan
manusia, maksudnya godaan untuk melakukan perbuatan buruk selalu muncul. Ketika
seseorang menjadi pejabat dan mempunyai peluang untuk melakukan tindakan buruk
(korupsi), maka hal tersebut dapat terjadi pada siapa saja. Oleh karena itu, simpulan
Archie Bahm, ”Maksimalkan kebaikan, minimalkan keburukan”. (Bahm, 1998: 58)

c. Kurangnya Rasa
Kurangnya rasa perlu berkontribusi dalam pembangunan melalui pembayaran
pajak. Hal tersebut terlihat dari kepatuhan pajak yang masih rendah, padahal peranan
pajak dari tahun ke tahun semakin meningkat dalam membiayai APBN. Pancasila
sebagai sistem etika akan dapat mengarahkan wajib pajak untuk secara sadar
memenuhi kewajiban perpajakannya dengan baik. Dengan kesadaran pajak yang
tinggi maka program pembangunan yang tertuang dalam APBN akan dapat dijalankan
dengan sumber penerimaan dari sektor perpajakan. Berikut ini diperlihatkan gambar
tentang iklan layanan masyarakat tentang pendidikan yang dibiayai dengan pajak.

d. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)


Pelanggaran hak-hak asasi manusia (HAM) dalam kehidupan bernegara di
Indonesia ditandai dengan melemahnya penghargaan seseorang terhadap hak pihak
lain. Kasus-kasus pelanggaran HAM yang dilaporkan di berbagai media, seperti
penganiayaan terhadap pembantu rumah tangga (PRT), penelantaran anak-anak yatim
oleh pihak-pihak yang seharusnya melindungi, kekerasan dalam rumah tangga
(KDRT), dan lain-lain.

Kesemuanya itu menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat terhadap nilai- nilai


Pancasila sebagai sistem etika belum berjalan maksimal. Oleh karena itu, di samping
diperlukan sosialisasi sistem etika Pancasila, diperlukan pula penjabaran sistem etika

69
ke dalam peraturan perundang-undangan tentang HAM (Lihat Undang-Undang No.
39 Tahun 1999 tentang HAM).

e. Kerusakan Lingkungan
Kerusakan lingkungan yang berdampak terhadap berbagai aspek kehidupan
manusia, seperti kesehatan, kelancaran penerbangan, nasib generasi yang akan datang,
global warming, perubahan cuaca, dan lain sebagainya. Kasus-kasus tersebut
menunjukkan bahwa kesadaran terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai sistem etika
belum mendapat tempat yang tepat di hati masyarakat. Masyarakat Indonesia dewasa
ini cenderung memutuskan tindakan berdasarkan sikap emosional, mau menang
sendiri, keuntungan sesaat, tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan dari
perbuatannya.

Contoh yang paling jelas adalah pembakaran hutan di Riau sehingga


menimbulkan kabut asap. Oleh karena itu, Pancasila sebagai sistem etika perlu
diterapkan ke dalam peraturan perundang-undangan yang menindak tegas para pelaku
pembakaran hutan, baik pribadi maupun perusahaan yang terlibat.

Selain itu, penggiat lingkungan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan


bernegara juga perlu mendapat penghargaan. Lingkungan hidup yang nyaman
melahirkan generasi muda yang sehat dan bersih sehingga kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara menjadi lebih bermakna.

3. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politis tentang Pancasila sebagai Sistem Etika
a. Sumber Historis
Pada zaman Orde Lama, Pancasila sebagai sistem etika masih berbentuk sebagai
Philosofische Grondslag atau Weltanschauung. Artinya, nilai-nilai Pancasila belum
ditegaskan ke dalam sistem etika, tetapi nilai-nilai moral telah terdapat pandangan
hidup masyarakat. Masyarakat dalam masa orde lama telah mengenal nilai-nilai
kemandirian bangsa yang oleh Presiden Soekarno disebut dengan istilah berdikari
(berdiri di atas kaki sendiri). Pada zaman Orde Baru, Pancasila sebagai sistem etika
disosialisasikan melalui penataran P-4 dan diinstitusionalkan dalam wadah BP-7. Ada
banyak butir Pancasila yang dijabarkan dari kelima sila Pancasila sebagai hasil

70
temuan dari para peneliti BP-7. Untuk memudahkan pemahaman tentang butir-butir
sila Pancasila dapat dilihat pada tabel berikut: (Soeprapto, 1993: 53--55)

Tabel 2.4.2 Cara Pengamalan pada Sila Pancasila


No. Sila Pancasila Cara Pengamalan
1 Ketuhanan Yang Maha Esa a. Manusia Indonesia percaya dan takwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa sesuai dengan agama dan
kepercayaannya masing-masing menurut dasar
kemanusiaan yang adil dan beradab.
b. Hormat menghormati dan bekerja sama antar para
pemeluk agama dan para penganut kepercayaan yang
berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
c. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah
sesuai dengan agama dan kepercayaannya.
d. Tidak memaksakan suatu agama dan kepercayaan
kepada orang lain.
2 Kemanusiaan yang Adil dan a. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan
Beradab persamaan kewajiban asasi antar sesama manusia
sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
b. Saling mencintai sesama manusia.
c. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
d. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
e. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
f. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
g. Berani membela kebenaran dan keadilan.
h. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari
seluruh umat manusia. Oleh karena itu,
dikembangkan sikap hormat menghormati dan
bekerja sama dengan bangsa lain.
3 Persatuan Indonesia a. Menempatkan persatuan, kesatuan, kepentingan,
keselamatan bangsa dan bernegara di atas
kepentingan pribadi atau golongan.
b. Rela berkorban untuk kepentingan bangsa dan negara.
c. Cinta tanah air dan bangsa.
d. Bangga sebagai bangsa Indonesia dan bertanah air
Indonesia.
e. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan
bangsa yang berbhineka tunggal ika.
4 Kerakyatan yang Dipimpin oleh a. Sebagai warga negara dan warga masyarakat
Hikmat Kebijaksanaan dalam mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang
Permusyawaratan / Perwakilan sama dengan mengutamakan kepentingan negara dan
masyarakat.
b. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
c. Mengutamakan musyawarah dalam mengambil
keputusan untuk kepentingan bersama.
d. Musyawarah untuk mencapai mufakat diliputi oleh
semangat kekeluargaan.
e. Dengan itikad yang baik dan rasa tanggung jawab
menerima dan melaksanakan hasil putusan
musyawarah.
f. Musyawarah dilakukan dengan akal sehat dan sesuai
dengan hati nurani yang luhur.
g. Putusan yang diambil harus dapat
dipertanggungjawabkan secara moral kepada Tuhan
Yang Maha Esa, menjunjung tinggi harkat dan

71
martabat manusia serta nilai-nilai kebenaran dan
keadilan, dengan mengutamakan persatuan dan
kesatuan demi kepentingan bersama.
5 Keadilan Sosial bagi Seluruh a. Mengembangkan perbuatan yang luhur yang
Rakyat Indonesia mencerminkan sikap dan suasana kekeluargaan dan
kegotongroyongan.
b. Bersikap adil.
c. Menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Menghormati hak-hak orang lain.
d. Suka memberi pertolongan kepada orang lain.
e. Menjauhi sikap pemerasan terhadap orang lain.
f. Tidak bersifat boros.
g. Tidak bergaya hidup mewah.
h. Tidak melakukan perbuatan yang merugikan
kepentingan umum
i. Suka bekerja keras.
j. Menghargai hasil karya orang lain.
k. Bersama-sama berusaha mewujudkan kemajuan yang
merata dan berkeadilan sosial.
Sumber: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016.

Pada era reformasi, Pancasila sebagai sistem etika tenggelam dalam hiruk-pikuk
perebutan kekuasaan yang menjurus kepada pelanggaraan etika politik. Salah satu
bentuk pelanggaran etika politik adalah abuse of power, baik oleh penyelenggara
negara di legislatif, eksekutif, maupun yudikatif. Penyalahgunaan kekuasaan atau
kewenangan inilah yang menciptakan korupsi di berbagai kalangan penyelenggara
negara.

b. Sumber Sosiologis
Sumber sosiologis Pancasila sebagai sistem etika dapat ditemukan dalam
kehidupan masyarakat berbagai etnik di Indonesia. Misalnya, orang Minangkabau
dalam hal bermusyawarah memakai prinsip “bulat air oleh pembuluh, bulat kata oleh
mufakat”. Masih banyak lagi mutiara kearifan lokal yang bertebaran di bumi
Indonesia ini sehingga memerlukan penelitian yang mendalam.

c. Sumber Politis
Sumber politis Pancasila sebagai sistem etika terdapat dalam norma-norma dasar
(Grundnorm) sebagai sumber penyusunan berbagai peraturan perundangan-undangan
di Indonesia. Hans Kelsen mengatakan bahwa teori hukum itu suatu norma yang
berbentuk piramida. Norma yang lebih rendah memperoleh kekuatannya dari suatu
norma yang lebih tinggi. Semakin tinggi suatu norma, akan semakin abstrak sifatnya,

72
dan sebaliknya, semakin rendah kedudukannya, akan semakin konkrit norma tersebut.
(Kaelan, 2011: 487).

Pancasila sebagai sistem etika merupakan norma tertinggi (Grundnorm) yang


sifatnya abstrak, sedangkan perundang-undangan merupakan norma yang ada di
bawahnya bersifat konkrit. Etika politik mengatur masalah perilaku politikus,
berhubungan juga dengan praktik institusi sosial, hukum, komunitas, struktur-struktur
sosial, politik, ekonomi.

Etika politik memiliki 3 dimensi, yaitu tujuan, sarana, dan aksi politik itu sendiri.
Dimensi tujuan terumuskan dalam upaya mencapai kesejahteraan masyarakat dan
hidup damai yang didasarkan pada kebebasan dan keadilan. Dimensi sarana
memungkinkan pencapaian tujuan yang meliputi sistem dan prinsip-prinsip dasar
pengorganisasian praktik penyelenggaraan negara dan yang mendasari institusi-
institusi sosial. Dimensi aksi politik berkaitan dengan pelaku pemegang peran sebagai
pihak yang menentukan rasionalitas politik. Rasionalitas politik terdiri atas
rasionalitas tindakan dan keutamaan. Tindakan politik dinamakan rasional bila pelaku
mempunyai orientasi situasi dan paham permasalahan. (Haryatmoko, 2003: 25 – 28)

Hubungan antara dimensi tujuan, sarana, dan aksi politik dapat digambarkan
sebagai berikut. (Haryatmoko, 2003: 26)

Gambar 2.4.1 Hubungan antara dimensi tujuan, sarana, dan aksi politik
Sumber: Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan, 2016

4. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika

73
a. Argumen tentang Dinamika Pancasila sebagai Sistem Etika
Beberapa argumen tentang dinamika Pancasila sebagai sistem etika dalam
penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut.
 Zaman Orde Lama
Pemilu diselenggarakan dengan semangat demokrasi yang diikuti banyak
partai politik, tetapi dimenangkan empat partai politik, yaitu Partai Nasional
Indonesia (PNI), Partai Muslimin Indonesia (PARMUSI), Partai Nahdhatul Ulama
(PNU), dan Partai Komunis Indonesia (PKI).

Tidak dapat dikatakan bahwa pemerintahan di zaman Orde Lama mengikuti


sistem etika Pancasila, bahkan ada tudingan dari pihak Orde Baru bahwa
pemilihan umum pada zaman Orde Lama dianggap terlalu liberal karena
pemerintahan Soekarno menganut sistem demokrasi terpimpin, yang cenderung
otoriter.

 Zaman Orde Baru


Sistem etika Pancasila diletakkan dalam bentuk penataran P-4. Pada zaman
Orde Baru itu pula muncul konsep manusia Indonesia seutuhnya sebagai cerminan
manusia yang berperilaku dan berakhlak mulia sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.

Manusia Indonesia seutuhnya dalam pandangan Orde Baru, artinya manusia


sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang secara kodrati bersifat
monodualistik, yaitu makhluk rohani sekaligus makhluk jasmani, dan makhluk
individu sekaligus makhluk sosial. Manusia sebagai makhluk pribadi memiliki
emosi yang memiliki pengertian, kasih sayang, harga diri, pengakuan, dan
tanggapan emosional dari manusia lain dalam kebersamaan hidup.

Manusia sebagai makhluk sosial, memiliki tuntutan kebutuhan yang makin


maju dan sejahtera. Tuntutan tersebut hanya dapat terpenuhi melalui kerjasama
dengan orang lain, baik langsung maupun tidak langsung. Oleh karena itulah, sifat
kodrat manusia sebagai makhluk individu dan sosial harus dikembangkan secara
selaras, serasi, dan seimbang. (Martodihardjo, 1993: 171)

74
 Manusia Indonesia seutuhnya (adalah makhluk mono-pluralis yang terdiri atas:
 Susunan kodrat: jiwa dan raga
 Kedudukan kodrat: makhluk Tuhan dan makhluk berdiri sendiri
 Sifat kodrat: makhluk sosial dan makhluk individual.

Keenam unsur manusia tersebut saling melengkapi satu sama lain dan
merupakan satu kesatuan yang bulat. Manusia Indonesia menjadi pusat persoalan,
pokok dan pelaku utama dalam budaya Pancasila.. (Notonagoro dalam Asdi,
2003: 17-18)

 Sistem etika Pancasila pada era reformasi tenggelam dalam eforia demokrasi.
Namun seiring dengan perjalanan waktu, disadari bahwa demokrasi tanpa
dilandasi sistem etika politik akan menjurus pada penyalahgunaan kekuasaan,
serta machiavelisme (menghalalkan segala cara untuk mencapi tujuan). Sofian
Effendi, Rektor Universitas Gadjah Mada dalam sambutan pembukaan Simposium
Nasional Pengembangan Pancasila sebagai Paradigma Ilmu Pengetahuan dan
Pembangunan Nasional (2006: xiv) mengatakan sebagai berikut:

“Bahwa moral bangsa semakin hari semakin merosot dan semakin hanyut
dalam arus konsumerisme, hedonisme, eksklusivisme, dan ketamakan karena
bangsa Indonesia tidak mengembangkan blueprint yang berakar pada sila
Ketuhanan Yang Maha Esa”.

b. Argumen tentang Tantangan Pancasila sebagai Sistem Etika


Pertama, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Lama
berupa sikap otoriter dalam pemerintahan sebagaimana yang tercermin dalam
penyelenggaraan negara yang menerapkan sistem demokrasi terpimpin. Hal tersebut
tidak sesuai dengan sistem etika Pancasila yang lebih menonjolkan semangat
musyawarah untuk mufakat.

Kedua, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada zaman Orde Baru terkait
dengan masalah NKK (Nepotisme, Kolusi, dan Korupsi) yang merugikan
penyelenggaraan negara. Hal tersebut tidak sesuai dengan keadilan social karena

75
nepotisme, kolusi, dan korupsi hanya menguntungkan segelintir orang atau kelompok
tertentu.

Ketiga, tantangan terhadap sistem etika Pancasila pada era Reformasi berupa
eforia kebebasan berpolitik sehingga mengabaikan norma-norma moral. Misalnya,
munculnya anarkisme yang memaksakan kehendak dengan mengatasnamakan
kebebasan berdemokrasi.

5. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika


a. Esensi Pancasila sebagai Sistem Etika
Hakikat Pancasila sebagai sistem etika terletak pada hal-hal sebagai berikut:
 Hakikat sila ketuhanan terletak pada keyakinan bangsa Indonesia bahwa
Tuhan sebagai penjamin prinsip-prinsip moral. Artinya, setiap perilaku warga
negara harus didasarkan atas nilai-nilai moral yang bersumber pada norma
agama. Setiap prinsip moral yang berlandaskan pada norma agama, maka
prinsip tersebut memiliki kekuatan (force) untuk dilaksanakan oleh pengikut-
pengikutnya.
 Hakikat sila kemanusiaan terletak pada actus humanus, yaitu tindakan manusia
yang mengandung implikasi dan konsekuensi moral yang dibedakan dengan
actus homini, yaitu tindakan manusia yang biasa. Tindakan kemanusiaan yang
mengandung implikasi moral diungkapkan dengan cara dan sikap yang adil
dan beradab sehingga menjamin tata pergaulan antar manusia dan antar
makhluk yang bersendikan nilai-nilai kemanusiaan yang tertinggi, yaitu
kebajikan dan kearifan.
 Hakikat sila persatuan terletak pada kesediaan untuk hidup bersama sebagai
warga bangsa yang mementingkan masalah bangsa di atas kepentingan
individu atau kelompok. Sistem etika yang berlandaskan pada semangat
kebersamaan, solidaritas sosial akan melahirkan kekuatan untuk menghadapi
penetrasi nilai yang bersifat memecah belah bangsa.
 Hakikat sila kerakyatan terletak pada prinsip musyawarah untuk mufakat.
Artinya, menghargai diri sendiri sama halnya dengan menghargai orang lain.
 Hakikat sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia merupakan
perwujudan dari sistem etika yang tidak menekankan pada kewajiban semata

76
(deontologis) atau menekankan pada tujuan belaka (teleologis), tetapi lebih
menonjolkan keutamaan (virtue ethics) yang terkandung dalam nilai keadilan
itu sendiri.

b. Urgensi Pancasila sebagai Sistem Etika


Hal-hal penting yang sangat urgen bagi pengembangan Pancasila sebagai sistem
etika meliputi hal-hal sebagai berikut: Pertama, meletakkan sila-sila Pancasila sebagai
sistem etika berarti menempatkan Pancasila sebagai sumber moral dan inspirasi bagi
penentu sikap, tindakan, dan keputusan yang diambil setiap warga negara.

Kedua, Pancasila sebagai sistem etika memberi guidance bagi setiap warga negara
sehingga memiliki orientasi yang jelas dalam tata pergaulan baik lokal, nasional,
regional, maupun internasional.

Ketiga, Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi dasar analisis bagi berbagai
kebijakan yang dibuat oleh penyelenggara negara sehingga tidak keluar dari semangat
negara kebangsaan yang berjiwa Pancasilais.

Keempat, Pancasila sebagai sistem etika dapat menjadi filter untuk menyaring
pluralitas nilai yang berkembang dalam kehidupan masyarakat sebagai dampak
globalisasi yang memengaruhi pemikiran warga negara.

Kesimpulan:
Pancasila sebagai sistem etika adalah cabang filsafat yang dijabarkan dari sila-sila
Pancasila untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara di Indonesia. Oleh karena itu, di dalam etika Pancasila terkandung nilai-
nilai ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan. Kelima nilai
tersebut membentuk perilaku manusia Indonesia dalam semua aspek kehidupannya.

Pentingnya pancasila sebagai sistem etika bagi bangsa Indonesia ialah menjadi
rambu normatif untuk mengatur perilaku kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan
bernegara di Indonesia. Dengan demikian, pelanggaran dalam kehidupan bernegara,
seperti korupsi (penyalahgunaan kekuasaan) dapat diminimalkan.

77
2.5 Resume Kelompok 5
Judul:
“PANCASILA SEBAGAI NILAI DASAR PENGEMBANGAN ILMU PENGETAHUAN”

Pendahuluan:
Pada awalnya ilmu pengetahuan yang dimiliki oleh manusia relatif masih
sederhana dan belum berkembang. Namun, seiring dengan berjalannya waktu, ilmu
pengetahuan mengalami perkembangan yang pesat dalam teori dan teknologi, yang
berbanding lurus dengan sikap kritis dan cerdas manusia dalam menanggapi berbagai
peristiwa di sekitarnya.

Perkembangan pesat ilmu pada saat ini memberikan dampak positif dan dampak
negatif pada manusia. Salah satu dampak negatifnya adalah timbulnya gejala
penurunan derajat manusia. Produk yang dihasilkan oleh manusia, baik teori maupun
materi, menjadi lebih bernilai daripada penggagasnya. Hal ini disebabkan karena
perkembangan ilmu saat ini tidak memiliki nilai Pancasila didalamnya dan tidak
adanya implementasi pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu.

Oleh karena itu, penerapan nilai-nilai Pancasila dalam pengembangan ilmu


pengetahuan di Indonesia harus diperkuat agar bangsa Indonesia tidak terjerumus
pada pengembangan ilmu yang semakin jauh dari nilai-nilai ketuhanan, kemanusiaan,
persatuan, kerakyatan, dan keadilan.

Pembahasan:
1. Pengertian Pancasila

Pancasila berasal dari bahasa Sansekerta (India) yang memiliki dua macam arti, yaitu
“panca” yang artinya lima dan “syila” (vokal “I” pendek) yang artinya batu sendi, alas,
dasar, atau syiila (vokal “I” panjang) yang artinya peraturan tingkah laku yang

78
baik/penting. Kemudian kata-kata tersebut diartikan sebagai “Susila” dalam bahasa Jawa.
Oleh karena itu, secara etimologis kata Pancasila memiliki makna “Berbatu sendi lima”.

Pancasila merupakan ideologi nasional bangsa Indonesia. Pancasila sebagai ideologi


negara tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yang merupakan bagian dari UUD 1945.
Meskipun UUD 1945 sudah mengalami beberapa kali amandemen, Pancasila tetap
menduduki posisi sebagi ideologi nasional dalam kehidupan bernegara. Itulah salah satu
keistimewaan Pancasila. Keeksisan Pancasila sebagai ideologi negara berkaitan erat
dengan sifat Pancasila itu sendiri. Oleh karena itu, setiap masyarakat tentu melandasi
segala aspek kehidupannya dengan dasar-dasar nilai Pancasila. Begitu pula dalam upaya
pengembangan IPTEK, Pancasila dijadikan sebagai kerangka pikir dalam
pelaksanaannya.

2. Pengertian Ilmu
a. Secara Etimologi (segi bahasa)
Ilmu berasal dari bahasa Arab, ‘ilm (Ensiklopedi Islam, 1997), dan bahasa
Yunani, logos, yang memiliki arti “Pengetahuan”. Kata “Ilmu” biasa dipadankan
dengan kata Arab “ma’rifah” yang bermakna pengetahuan dan “syu’ur” yang
bermakna perasaan.

b. Secara Terminologi (segi istilah)


 Dalam KBBI, ilmu diartikan sebagai pengetahuan suatu bidang yang disusun
secara bersistem menurut metode tertentu dan dapat digunakan untuk
menerangkan suatu gejala pada sebuah bidang.
 Menurut Afanasyef, seorang pemikir Marxist dari Rusia, ilmu merupakan
pengetahuan manusia tentang alam, pikiran, dan masyarakat. Beliau
mencerminkan alam, berbagai konsep, kategori, dan hukum-hukum, yang mana
ketetapan dan kebenarannya diuji oleh pengalaman praktis.
 Menurut Moh. Hatta, ilmu adalah sebuah pengetahuan yang teratur mengenai
pekerjaan hukum secara kausal dalam suatu golongan masalah yang sama
tabiatnya, maupun menurut kedudukannya yang tampak dari luar, maupun dari
dalam.

79
c. Secara Umum
Pada dasarnya, ilmu adalah pengetahuan tentang suatu hal atau fenomena, baik
yang menyangkut alam ataupun sosial (kehidupan masyarakat), yang diperoleh
manusia melalui proses berpikir. Setiap ilmu merupakan pengetahuan tentang sesuatu
yang menjadi objek kajian dari suatu penemuan.

3. Pancasila sebagai Dasar Ilmu Pengembangan Ilmu

Pancasila memiliki banyak fungsi dan salah satu fungsinya adalah sebagai dasar nilai
pengembangan ilmu. Ini artinya, segala upaya pengembangan ilmu di Indonesia harus
diorientasikan pada nilai yang termaktub dalam Pancasila. Kompleksitas ilmu yang tidak
dibentengi dengan pegangan-pegangan moral dapat membawa pada kebebasan berilmu
yang tidak sesuai dengan manfaat hakiki ilmu itu sendiri. Pancasila hadir sebagai
pedoman untuk membatasi gerak-gerik keilmuwan agarsesuai kaidah kebenaran.
Pengembangan ilmu yang didasarkan pada nilai-nilaiPancasila diharapkan dapat
membawa perbaikan kualitas hidup dan kehidupan masyarakat.

Adapun implementasi Pancasila sebagai dasar nilai pengembangan ilmu adalah:


 Sila Ketuhanan yang Maha Esa
Melengkapi ilmu pengetahuan, menciptakan keseimbangan antara yang logis
dan tidak logis, serta mengklasifikasikan antara rasa dan akal. Berdasarkan sila
pertama, ilmu pengetahuan tidak hanya memikirkan apa yang ditemukan,
dibuktikan, dan dikembangkan, tetapi juga mempertimbangkan maksud dan akibat
kepada kerugian atau keuntungan manusia dan lingkungan.

Sila pertama menempatkan manusia di alam semesta bukan sebagai sentral,


melainkan sebagai bagian yang sistematika dari alam yang diolahnya. Contoh:

80
penciptaan mobil tanpa bahan bakar berupa minyak untuk menjaga kelestarian
alam.

 Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab


Memberikan dasar-dasar moralitas bahwa manusia dalam perkembangan ilmu
pengetahuan haruslah secara beradab. Ilmu pengetahuan adalah bagian dari proses
budaya manusia yang beradab dan bermoral. Oleh karena itu, perkembangan ilmu
pengetahuan harus berdasarkan kepada usaha-usaha mencapai kesejahteraan umat
manusia.

Sila ini menuntun para kaum berilmu kepada arah pengendalian berilmu. Ilmu
dikembalikan kepada fungsinya semula, yaitu untuk kemanusiaan, tidak hanya
untuk kelompok dan lapisan tertentu. Contoh: diterjunkannya para tenaga
kependidikan ke daerah terpencil untuk melakukan pengabdian, distribusi ilmu,
dan pengajaran kepada masyarakat.

 Sila Persatuan Indonesia


Memberikan kesadaran kepada bangsa Indonesia bahwa rasa nasionalisme
akibat perkembangan ilmu pengetahuan dapat terwujud dan terpelihara.
Persaudaraan dan hubungan antar daerah tetap dapat terjalin karena kemajuan
dalam bidang pengetahuan dan teknologi. Contoh: penciptaan media-media sosial
seperti facebook, twitter, dan skype untuk menjalin hubungan antar individu di
penjuru dunia.

Kesimpulan:
Pancasila adalah dasar atau pedoman dalam menjalankan urusan kenegaraan
Indonesia. Sedangkan ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu hal atau fenomena,
yang diperoleh manusia melalui proses berpikir. Maksud dari Pancasila sebagai dasar
pengembangan ilmu disini adalah dari sekian banyak fungsi Pancasila, Pancasila juga
digunakan sebagai acuan dalam pengembangan ilmu yang semakin hari semakin
kompleks.

81
Pancasila sebagai dasar pengembangan ilmu mencangkup nilai-nilai ketuhanan
(melengkapi ilmu pengetahuan, menciptakan keseimbangan antara yang logis dan
tidak logis, serta mengklasifikasikan antara rasa dan akal), kemanusiaan (menuntun
para kaum berilmu kepada arah pengendalian berilmu), dan persatuan (memberikan
kesadaran kepada bangsa Indonesia bahwa rasa nasionalisme akibat perkembangan
ilmu pengetahuan dapat terwujud dan terpelihara).

2.6 Resume Kelompok 6


Judul:
“IDENTITAS NASIONAL DALAM PEMBANGUNAN BANGSA DAN KARAKTER
SERTA DEMOKRASI INDONESIA YANG BERLANDASKAN PANCASILA DAN UUD
NKRI TAHUN 1945”

Pendahuluan:
Identitas nasional (national identity) berasal dari kata identitas dan nasional.
Identitas (identity) secara harfiah berarti ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri yang
melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain .
Sedangkan kata nasional (national) merupakan identitas yang melekat pada
kelompok- kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan, baik
fisik seperti budaya, agama, bahasa maupun non fisik seperti keinginan, cita-cita dan
tujuan.

Istilah identitas nasional secara terminologis adalah suatu ciri yang dimiliki
oleh suatu bangsa yang secara filosofis membedakan bangsa tersebut dengan bangsa
lain. Berdasarkan pengertian yang demikian ini maka setiap bangsa di dunia ini akan
memiliki identitas sendiri-sendiri sesuai dengan keunikan, sifat, ciri-ciri serta karakter
dari bangsa tersebut. Demikian pula hal ini juga sangat ditentukan oleh proses
bagaimana bangsa tersebut terbentuk secara historis. Berdasarkan hakikat pengertian
“identitas nasional” sebagaimana dijelaskan maka identitas nasional suatu bangsa
tidak dapat dipisahkan dengan jati diri suatu bangsa atau yang lebih popular disebut
sebagai kepribadian suatu bangsa.

Pembahasan:
1. Identitas Nasional dalam Pembangunan Bangsa dan Karakter

82
a. Pengertian Identitas Nasional
Istilah identitas nasional (national identity) berasal dari kata identitas dan
nasional. Identitas (identity) secara harfiah berarti ciri-ciri, tanda-tanda atau jati diri
yang melekat pada seseorang atau sesuatu yang membedakannya dengan yang lain
(ICCE, 2005:23). Sedangkan kata nasional (national) merupakan identitas yang
melekat pada kelompok- kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-
kesamaan, baik fisik seperti budaya, agama, bahasa maupun non fisik seperti
keinginan, cita-cita dan tujuan. Unsur-Unsur Identitas Nasional.

b. Unsur-Unsur Identitas Nasional


 Suku Bangsa
Suku bangsa adalah golongan sosial yang khusus yang bersifat askriptif (ada
sejak lahir), yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di
Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa atau kclompok etnis dengan tidak
kurang 300 dialek bahasa.

 Agama
Bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang agamis. Agama-agama
yang tumbuh dan berkembang di Nusantara adalah agama Islam, Kristen, Katolik,
Hindu, Buddha, dan Kong Hu Cu.

 Kebudayaan
Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya
adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektit
digunakan oleh pendukung- pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami
lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai rujukan atau pedoman untuk
bertindak (dalam bentuk kelakuan dan benda-benda kebudayaan) sesuai dengan
lingkungan yang dihadapi.

 Bahasa
Bahasa merupakan unsur pendukung identitas nasional yang lain. Bahasa
dipahami sebagai sistem perlambang yang dibentuk atas unsur-unsur bunyi
ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia.

83
Istilah identitas nasional (national identity) berasal dari kata identitas dan
nasional.

c. Hakikat Identitas Nasional


Dapat dikatakan bahwa hakikat identitas nasional kita sebagai bangsa di dalam
hidup dan kehidupan berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya
tercermin dalam berbagai penataan kehidupan kita dalam arti luas, misalnya dalam
Pembukaan UUD 1945 beserta batang tubuh UUD 1945, sistem pemerintahan yang
diterapkan, nilai-nilai etik, moral, tradisi, mitos, ideologi, dan lain sebagainya yang
secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik dalam tataran nasional maupun
internasional.

Perlu dikemukakan bahwa nilai-nilai budaya yang tercermin sebagai identitas


nasional ialah sesuatu yang terbuka cenderung terus menerus bersemi sejalan dengan
hasrat menuju kemajuan yang dimiliki oleh masyarakat pendukungnya. Konsekuensi
dan implikasinya adalah identitas nasional juga sesuatu yang terbuka, dinamis, dan
dialektis untuk ditafsir dengan diberi makna baru agar tetap relevan dan fungsional
dalam kondisi aktual yang berkembang dalam masyarakat.

Hakikat identitas nasional Indonesia adalah Pancasila yang diaktualisasikan dalam


berbagai kehidupan berbangsa. Aktualisasi ini untuk menegakkan Pancasila dan UUD
1945 sebagaimana dirumuskan dalam pembukaan UUD 1945 terutama alinea ke-4.

Intinya, hakikat Identitas Nasional kita sebagai bangsa di dalam kehidupan


berbangsa dan bernegara adalah Pancasila yang aktualisasinya tercermin dalam
penataan kehidupan kita dalam arti yang luas, misalnya di dalam aturan perundang-
undangan atau moral yang secara normatif diterapkan di dalam pergaulan, baik itu di
dalam tataran nasional maupun internasional dan sebagainya.

d. Identitas Nasional di Indonesia

84
Identitas nasional Indonesia merupakan ciri-ciri yang dapat membedakan negara
Indonesia dengan negara lain. Identitas nasional Indonesia dibuat dan disepakati oleh
para pendiri negara Indonesia. Identitas nasional Indonesia tercantum dalam konstitusi
Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 35-36C. Identitas nasional
yang menunjukkan jati diri Indonesia di antaranya adalah sebagai berikut:
 Bahasa Nasional atau Bahasa Perasatuan, yaitu Bahasa Indonesia
Bahasa merupakan unsur pendukung Identitas Nasonal yang lain. Bahasa
dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsurunsur
ucapan manusia dan yang digunakan sebagai sarana berinteraksi antar manusia. Di
Indonesia menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional. Meskipun di
Indonesia terdapat berbagai macam suku bangsa tetapi bangsa Indonesia disatukan
oleh bahasa nasional yaitu bahasa Indonesia.

 Bendera Negara, yaitu Sang Merah Putih


Bendera adalah sebagai salah satu identitas nasional, karena bendera
merupakan simbol suatu negara agar berbeda dengan negara lain. Seperti yang
sudah tertera dalam UUD 1945 pasal 35 yang menyebutkan bahwa “ Bendera
Negara Indonesia adalah Sang Merah Putih”. Warna merah dan putih juga
memiliki arti sebagai berikut, merah yang artinya berani dan putih artinya suci.

 Lagu Kebangsaan, yaitu Indonesia Raya


Lagu Indonesia Raya (diciptakan tahun 1924) pertama kali dimainkan pada
kongres pemuda (Sumpah pemuda) tanggal 28 Oktober 1928. Setelah proklamasi
Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945, lagu yang dikarang oleh
Wage Rudolf Soepratman ini dijadikan lagu kebangsaan. Ketika mempublikasikan
Indonesia Raya tahun 1928, Wage Rudolf Soepratman dengan jelas menuliskan
“lagu kebangsaan” di bawah judul Indonesia Raya. Teks lagu Indonesia Raya

85
dipublikasikan pertama kali oleh surat kabar Sin Po. Setelah dikumandangkan
tahun 1928, pemerintah colonial Hindia Belanda segera melarang penyebutkan
lagu kebangsaan bagi Indonesia Raya.

Selanjutnya lagu Indonesia Raya selalu dinyanyikan pada setiap rapat partai-
partai politik. Setelah Indonesia merdeka, lagu itu ditetapkan sebagai lagu
kebangsaan perlambang persatuan bangsa.

 Lambang Negara, yaitu Pancasila


Seperti yang dijelaskan pada Undang-Undang Dasar 1945 dalam pasal 36A
bahwa lambang negara Indonesia adalah Garuda Pancasila. Garuda Pancasila
disini yang dimaksud adalah burung garuda yang melambangkan kekuatan bangsa
Indonesia. Burung garuda sebagai lambang negara Indonesia memiliki warna
emas yang melambangkan kejayaan Indonesia. sedangkan perisai di tengah
melambangkan pertahanan bangsa Indonesia.

 Semboyan Negara, yaitu Bhinneka Tunggal Ika


Bhinneka Tunggal Ika bersifat konvergen tidak divergen, yang bermakna
pebedaan yang terjadi dalam keanekaragaman tidak untuk dibesar-besarkan, tetapi
dicari titik temu, dalam bentuk kesepakatan bersama. Hal ini akan terwujud
apabila dilandasi oleh sikap toleran, non sektarian, inklusif, dan rukun.Dalam
menerapkan Bhineka Tunggal Ika dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
perlu dilandasi oleh rasa kasih sayang.

 Dasar Falsafah Negara, yaitu Pancasila


Pancasila sebagai Dasar Negara Republik Indonesia, dalam hal ini Pancasila
mempunyai kedudukan istimewa dalam hidup kenegaraan dan hukum bangsa
Indonesia. fungsi pokok Pancasila adalah sebagai dasar negara, sesuai dengan
pembukaan UUD 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum atau sumber
dari tertib hukum.

Pancasila merupakan dasar negara yang dibentuk oleh para pendiri bangsa
Indonesia. sebagai dasar negara, Pancasila mengandung nilai-nilai yang sejatinya

86
sudah ada dalam bangsa Indonesia sendiri. Sehingga Pancasila mampu menjadi
wadah bagi masyarakat Indonesia yang beragam dan menunjukkan identitas
bangsa Indonesia yang sesungguhnya.

 Konstitusi (Hukum Dasar) Negara, yaitu UUD 1945


Undang-Undang Dasar merupakan suatu hal yang sangat penting dan vital
dalam suatu pemerintahan yang telah merdeka. Dengan adanya konstitusi dalam
suatu negara yang merdeka menandakan bahwa negara ini sebagai negara
konstitusional yang menjamin kebebasan rakyat Indonesia untuk memerintah diri
sendiri. Sebagai bangsa Indonesia Indonesia yang merdeka dan berdaulat untuk
membentuk pemerintah sendiri yang sah serta usaha menjamin hak-haknya
disertai menentang penyalahgunaan kekuasaan.
 Konsepsi Wawasan Nusantara
Wawasan nusantara adalah cara pandang, cara memahami, cara menghayati,
cara bersikap, cara bersikap, cara berpikir, cara bertingkah laku bangsa Indonesia
sebagai interaksi proses psikologis, sosiokultural, dengan aspek kondisi geografis,
kekayaan alam, dan kemampuan alam.

 Kebudayaan Daerah yang Telah Diterima sebagai Kebudayaan Nasional


Kebudayaan adalah pengetahuan manusia sebagai makhluk sosial yang isinya
adalah perangkat-perangkat atau model-model pengetahuan yang secara kolektif
digunakan oleh pendukung-pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami
lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagi rujukan dan pedoman untuk
bertindak.

Kebudayaan dapat dimaknai sebagai suatu budi dan daya manusia yang tidak
ternilai harganya dan mempunyai manfaat bagi kehidupan umat manusia, baik
pada masa lampau, masa kini, maupun pada masa yang akan datang. Kebudayaan
daerah kita pelihara dan kita kembangkan menjadi kebudayaan nasional yang
dinikmati oleh seluruh bangsa. Jadi, kebudayaan nasional yaitu suatu perpaduan
dan pengembangan berbagai macam kebudayaan daerah yang terus menerus
dibina dan dilestarikan keberadaannya, sehingga menjadi milik bersama.

87
2. Demokrasi Indonesia yang Berlandaskan Pancasila dan UUD Negara Kesatuan Republik
Indonesia Tahun 1945

Pancasila yang dalam keseluruhan konteks pembukaan UUD 1945, harus menjadi
rujukan bagi seluruh kalangan masyarakat. Karena Pancasila dirumuskan dari
kesepakatan tokoh-tokoh yang merumuskan Pancasila ini. Pancasila juga harus menjadi
landasan yang kokoh dalam pembentukan karakter bangsa. Di tengah kehidupan
masyarakat yang pruralistik, baik dari segi agama, kebudayaan, adat istiadat, dan etnis,
peranan Pancasila mempunyai nilai-nilai kebudayaan yang mampu mempersatukan
kemajemukan tersebut.

Dengan bentuk sosialisasi yang benar, maka dasar pancasila akan terimplementasi
dengan sempurna, sehingga dimasa depan nanti mampu menciptakan bangsa yang
berkarakter, berintegritas, bermanfaat dan mandiri yang terbentuk dari peradaban sehat.
a. Pengertian Demokrasi Pancasila
Isitlah “demokrasi” berasal dari bahasa Yunani kuno yang diutarakan di Athena
kuno pada abad ke-5 SM. Kata demokrasi berasal dari dua kata, yaitu “demos” yang
artinya rakyat, dan “kratos” yang artinya pemerintahan. Sehingga dapat diartikan
sebagai pemerintahan rakyat atau yang lebih dikenal sebagai pemerintahan dari
rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.

Menurut konsep demokrasi, kekuasaan menyiratkan arti politik dan pemerintahan,


sedangkan rakyat beserta warga masyarakat didefinisikan sebagai warga negara.
Kenyataannya, baik dari segi konsep maupun praktik, demos menyiratkan makna
diskriminatif. Demos bukan untuk rakyat keseluruhan, tetapi populus tertentu, yaitu
mereka yang berdasarkan tradisi atau kesepakatan formal memiliki hak preogratif

88
dalam proses pengambilan/pembuatan keputusan publik, wakil terpilih juga tidak
mampu mewakili aspirasi yang memilihnya.

Demokrasi yang dianut di Indonesia adalah demokrasi berdasarkan Pancasila.


Dalam demokrasi Pancasila, sistem pengorganisasian negara dilakukan oleh rakyat
sendiri atau dengan persetujuan rakyat. Kebebasan individu tidak bersifat mutlak,
tetapi harus diselaraskan dengan tanggung jawab sosial. Keuniversalan cita-cita
demokrasi dipadukan dengan cita-cita hidup bangsa Indonesia yang dijiwai oleh
semangat kekeluargaan, sehingga tidak ada dominasi mayoritas atau minoritas.

 Demokraasi Pancasila Seara Umum


Demokrasi Pancasila adalah suatu sistem demokrasi yang berdasarkan pada
asas kekeluargaan dan gotong royong yang bertujuan untuk kesejahteraan rakyat,
memiliki kandungan berupa unsur-unsur kesadaran dalam bereligius, menjunjung
tinggi kebenaran, budi pekerti luhur dan kecintaan, berkesinambungan dan
berkepribadian Indonesia. Demokrasi Pancasila merupakan demokrasi yang
konstitusional berdasarkan mekanisme kedaulatan rakyat disetiap penyelenggaraan
negara dan penyelenggaraan pemerintahan menurut konstitusi yaitu UUD 1945.

 Pengertian Demokrasi Pancasila Menurut Para Ahli

Selain pengertian secara umum demokrasi pancasila terdapat pula pengertian


menurut para ahli yang mengemukakan pendapatnya untuk mendefinisikan
pengertian demokrasi pancasila. Macam-macam pengertian demokrasi pancasila
ialah sebagai berikut:
 Menurut Prof Dardji Darmo Diharjo

89
Menurutnya bahwa pengertian demokrasi pancasila ialah paham demokrasi
yang bersumber dari kepribadian dan falsafah hidup bangsa Indonesia, yang
perwujudannya seperti dalam ketentuan-ketentuan pembukaan UUD 1945.

 Menurut GBHN Tahun 1978 Dan Tahun 1983


Menurut Garis Besar Haluan Negara Tahun 1978 dan Tahun 1983 yang
menetapkan bahwa pembangunan politik diarahkan untuk lebih memantapkan
perwujudan demokrasi pancasila. Dalam rangka memantapkan stabilitas
politik dinamis serta pelaksanaan mekanisme pancasila, maka diperlukan
pemantapan kehidupan konsntitusional kehidupan demokrasi dan tegaknya
hukum.

 Menurut Kansil
Pengertian demokrasi pancasila menurut hasil kansil ialah kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan dan perwakilan,
yang merupakan sila keempat dari dasar Negara Pancasila seperti yang
tercantum dalam alinea ke-4 pembukaan UUD 1945.
 Menurut Prof Notonegoro
Menurutnya pengertian demokrasi pancasila ialah kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan yang
ber-ketuhanan YME yang berkemanusiaan yang adil dan beradab yang
mempersatukan Indonesia dan yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia.

 Menurut Ensiklopedia Indonesia


Pengertian demokrasi pancasila bahwa pancasila meliputi bidang-bidang
politik, sosial dan ekonomi serta yang dalam penyelesaian masalah-masalah
nasional yang berusaha sejauh mungkin menempuh jalan permusyawaratan
untuk mencapai mufakat.

b. Sejarah Perkembangan Demokrasi Pancasila di Indonesia


 Perkembangan Demokrasi Pancasila Pada Masa Orde Baru

90
Pada masa Orde Baru menerapkan demokrasi Pancasila untuk menegaskan
bahwasanya model demokrasi inilah yang sesungguhnya sesuai dengan ideologi
negara Pancasila. Awal Orde Baru memberi harapan baru pada rakyat,
pembangunan disegala bidang melalui Pelita I,II,III,IV,V dan berhasil
menyelenggarakan PEMILU tahun 1971, 1977, 1982, 1982, 1987, 1992 dan 1997.
Namun demikian perjalanan demokrasi pada masa itu dianggap gagal, sebab:
 Rotasi kekuasaan politik yang tertutup.
 Rekrutmen politik yang tertutup.
 Pemilu yang jauh dari semangat demokratis.
 Pengakuan HAM yang terbatas.
 Tumbuhnya KKN.
 Sebab jatuhnya Orde Baru.
 Hancurnya ekonomi nasional.
 Terjadinya krisis politik.
 TNI juga tidak bersedia menjadi alat kekuasaan Orde Baru.
 Gelombang Demonstrasi yang menghebat menuntut Presiden Soeharto untuk
turun jadi Presiden.

 Perkembangan Demokrasi Pancasila Pada Masa Reformasi.


Sejak runtuhnya Orde Baru yang bersamaan dengan lengsernya Presiden
Soeharto, maka Indonesia memasuki suasana kenegaraan yang baru, sebagai hasil
dari kebijakan reformasi yang dijalankan hampir semua aspek kehidupan
masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan Reformasi ini
berpuncak dengan diamandemennya UUD 1945 (bagian Batang tubuhnya) karena
dianggap sebagai sumber kegagalan tatanan kehidupan kenegaraan di era Orde
Baru.

Demokrasi yang diterapkan Negara kita pada era Reformasi ini adalah
Demokrasi Pancasila, namun berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip dengan
demokrasi Parlementer. Perbedaan demokrasi Reformasi dengan demokrasi
sebelumnya adalah:
 Pemilu yang dilaksanakan jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya.

91
 Rotasi kekuasaan dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampai pada
tingkat desa.
 Pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara
terbuka.
 Sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya kebebasan menyatakan
pendapat.

c. Asas-Asas Demokrasi Pancasila


 Asas kerakyatan yaitu asas yang berdasar pada kesadaran terhadap kecintaan
kepada rakyat, nasib dan cita-cita rakyat, serta mempunyai sebuah jiwa kerakyatan
atau dalam arti untuk menghayati kesadaran bahwa semuanya senasib dan
memiliki cita-cita yang sama dengan yang lain.
 Asas musyawarah untuk meraih mufakat, yaitu asas yang berdasar pada
memperhatikan dan sikap menghargai aspirasi dari seluruh rakyat yang berjumlah
banyak dan melewati forum permusyawaratan dalam rangka untuk pembahasan
dalam menyatukan segala macam pendapat yang keluar dan untuk mencapai
mufakat yang dijalankan dengan adanya rasa kasih sayang dan pengorbanan agar
mendapatkan kebahagiaan bersama-sama.

d. Isi Pokok Demokrasi Pancasila


 Pelaksanaan UUD 1945 dan penjabarannya dituangkan Batang Tubuh dan
Penjelasan UUD 1945.
 Menghargai dan melindungi HAM (Hak Asasi Manusia).
 Pelaksanaan kehidupan ketatanegaraan berdasarkan dari kelembagaan.
 Sebagai sendi dari hukum yang dijelaskan dalam UUD 1945, yaitu negara hukum
yang demokratif.

e. Ciri-Ciri Demokrasi Pancasila


 Pemerintah berjalan sesuai konstitusi.
 Terdapat Pemilu secara berkesinambungan.
 Adanya penghargaan atas Hak Asasi Manusia dan perlindungan untuk hak
minoritas.
 Merupakan kompetisi dari berbagai ide dan cara dalam menyelesaikan masalah.

92
 Ide yang terbaik akan diterima ketimbang dari suara terbanyak.

f. Prinsip-Prinsip Demokrasi Pancasila


Demokrasi Pancasila merupakan budaya demokrasi yang dengan karakteristik
khas Indonesia yang mengandung prinsip-prinsip. Prinsip-prinsip pokok demokrasi
Pancasila adalah sebagai berikut:
 Perlindungan Hak Asasi Manusia.
 Pengambilan keputusan berdasar musyawarah.
 Badan peradilan merdeka yang berarti tidak terpengaruh akan kekuasaan
pemerintah dan kekuasaan lain. Misalnya Presiden, BPK, DPR atau yang lainnya.
 Terdapat partai politik dan organisasi sosial yang berfungsi menyalurkan aspirasi
rakyat.
 Sebagai pelaksana dalam pemilihan umum.
 Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD (Pasal 1 ayat 2
UUD 1945).
 Keseimbangan antara hak dan kewajiban.
 Pelaksanaa kebebasan yang bertanggung jawab secara moral kepada Tuhan Yang
Maha Esa, diri sendiri, masyarakat, dan negara ataupun orang lain.
 Menjunjung tinggi tujuan dan cita-cita Nasional.
 Pemerintah menurut hukum, dijelaskan dalam UUD 1945 yang berbunyi :
 Indonesia adalah negara berdasarkan hukum.
 Pemerintah berdasarkan sistem konstitusi tidak bersifat absolutisme (kekuasaan
tidak terbatas)
 Kekuasaan tertinggi ada ditangan rakyat.

g. Fungsi Demokrasi Pancasila


Demokrasi Pancasila memiliki banyak fungsi dalam pelaksanaannya terhadap
negara Indonesia. Macam-macam fungsi demokrasi Pancasila adalah sebagai berikut:
 Menjamin keikutsertaan rakyat dalam kehidupan bernegara seperti ikut
menyukseskan pemilu, pembangunan, duduk dalam badan
perwakilan/permusyawaratan.
 Menjamin berdirinya negara Republik Indonesia.
 Menjamin tetap tegaknya NKRI berdasar sistem konstitusional.

93
 Menjamin adanya hubungan yang sama serasi dan seimbang mengenai lembaga
negara.
 Menjamin tetap tegaknya hukum yang berasal dari Pancasila.
 Menjamin pemerintahan yang bertanggung jawab.

h. Implementasi Demokrasi Pancasila dalam Kehidupan Berbangsa


Pancasila sebagai dasar negara dan landasan idiil bangsa Indonesia, dewasa ini
dalam zaman reformasi telah menyelamatkan bangsa Indonesia dari ancaman
disintegrasi selama lebih dari 50 tahun. Namun sebaliknya sakralisasi dan penggunaan
berlebihan dari ideologi negara dalam format politik orde baru banyak menuai kritik
dan protes terhadap Pancasila.

Pada zaman reformasi saat ini pengimplementasikan Pancasila sangat dibutuhkan


oleh masyarakat. Karena didalam Pancasila terkandung nilai-nilai luhur bangsa
Indonesia yang sesuai dengan kepribadian bangsa. Selain itu, kini zaman globalisasi
begitu cepat menjangkit negara-negara diseluruh dunia termasuk Indonesia.
Gelombang demokrasi, Hak Asasi Manusia, neo-liberalisme, serta neo-konservatisme
dan globalisme bahkan telah memasuki cara pandang masyarakat Indonesia.

Hal demikian bisa meminggirkan sistem nilai dan idealisme baru yang
bertentangan dengan kepribadian bangsa. Adapun pengimplementasian tersebut
dirinci dalam berbagai macam bidang, yaitu:
 Implementasi Pancasila dalam bidang Politik
Pembangunan dan pengembangan bidang politik harus mendasar pada dasar
ontologis manusia. Hal ini didasarkan pada kenyataan objektif bahwa manusia
adalah sebagi subjek Negara, oleh karena itu kehidupan politik harus benar-benar
merealisasikan tujuan demi harkat dan martabat manusia.

Pengembangan politik negara terutama dalam proses reformasi dewasa ini


harus mendasar pada moralitas sebagimana tertuang dalam sila-sila Pancasila dan
esensinya, sehingga praktek-praktek politik yang menghalalkan segala cara harus
segera diakhiri.

94
 Implementasi Pancasila dalam bidang Ekonomi
Di dalam ilmu ekonomi terdapat istilah yang kuat yang menang, sehingga
lazimnya pengembangan ekonomi mengarah pada persaingan bebas dan jarang
mementingkan moralitas kemanusiaan. Hal ini tidak sesuai dengan Pancasila yang
lebih tertuju kepada ekonomi kerakyatan yang mendasar pada tujuan demi
kesejahteraan rakyat secara luas (Mubyarto, 1999). Pengembangan ekonomi
bukan hanya mengejar pertumbuhan saja melainkan demi kemanusiaan, demi
kesejahteraan seluruh masyarakat. Maka sistem ekonomi Indonesia mendasar atas
kekeluargaan seluruh bangsa.
 Implementasi Pancasila dalam bidang Sosial Budaya
Dalam pembangunan dan pengembangan aspek sosial budaya hendaknya
didasarkan atas sistem nilai yang sesuai dengan nilai-nilai budaya yang dimiliki
oleh masyarakat tersebut. Terutama dalam rangka bangsa Indonesia melakukan
reformasi di segala bidang dewasa ini. Sebagai anti-klimaks proses reformasi
dewasa ini sering kita saksikan adanya stagnasi nilai sosial budaya dalam
masyarakat sehingga tidak mengherankan jika diberbagai wilayah Indonesia saat
ini terjadi berbagai gejolak yang sangat memprihatinkan antara lain amuk massa
yang cenderung anarkis, bentrok antara kelompok masyarakat saty dengan yang
lainnya yang muaranya adalah masalah politik.
Oleh karena itu dalam pengembangan sosial budaya pada masa reformasi ini
kita harus menjunjung nilai-nilai yang dimiliki bangsa Indonesia sebagai dasar
nilai yaitu nilai Pancasila. Dalam prinsip etika Pancasila pada hakikatnya bersifat
kemanusiaan., artinya nilai-nilai Pancasila mendasar pada nilai yang bersumber
pada harkat dan martabat manusia sebagi makhluk yang berbudaya.

 Implementasi Pancasila dalam bidang Pertahanan dan Keamanan


Negara pada hakikatnya adalah merupakan suatu masyarakat hukum. Demi
tegaknya hak-hak warga negara maka diperlukan peraturan perundang-undangan
negara, baik dalam rangka mengatur ketertiban warga maupun dalam rangka
melindungi hak-hak warganya.

Karena Pancasila sebagai dasar Negara dan mendasar diri pada hakikat nilai
kemanusiaan monopluralis maka pertahanan dan keamanan negara harus

95
dikembalikan pada tercapainya harkat dan martabat manusia sebagai pendukung
pokok negara, dasar-dasar kemanusiaan yang beradab merupakan basis moralitas
pertahanan dan keamanan negara.

Oleh karena itu pertahanan dan keamanan negara harus mengimplementasikan


nilai-nilai yang terkandung dalam sila-sila Pancasila. Dan akhirnya agar benar-
benar negara meletakkan pada fungsi yang sebenarnya sebagai suatu negara
hukum dan bukannya suatu negara yang berdasarkan atas kekuasaan.
i. Nilai-Nilai Moral yang Terkandung dalam Demokrasi Pancasila
 Adanya rasa tanggung jawab terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
 Menjunjung tinggi kepada nilai-nilai kemanusian yang sesuai dengan harkat dan
martabat manusia.
 Menjamin dan dapat mempersatukan bangsa.
 Berguna untuk mewujudkan keadilan sosial

Kesimpulan:
Pancasila sebagai dasar demokrasi suatu negara diharapkan mampu mengatur
jalannya pemerintahan serta membangun bangsa dan negara menjadi lebih baik.
Demokrasi bagi masyarakat Indonesia dijadikan sebagai jalan menyalurkan aspirasi
berupa suara, dan hak-hak yang harus di miliki seluruh rakyat Indonesia. 
Dengan adanya Demokrasi bagi suatu negara menjadikan negara tersebut lebih
menghargai semua aspirasi dari masyarakat dan setiap warga negara memiliki hak
penuh dalam penyampaian pendapat terhadap segala sesuatu sebagai warga negara.
Demokrasi Pancasila juga dapat menjadikan kehidupan masyarakat dalam
berdemokrasi menjadi lebih baik, dan menjaga keutuhan berdiri dan tegaknya  negara
Republik Indonesia. Demokrasi juga menjadikan pemerintah lebih bertanggung jawab
kepada seluruh warga negaranya.

2.7 Resume Kelompok 7


Judul:
“INTEGRASI NASIONAL SEBAGAI SALAH SATU PARAMETER PERSATUAN DAN
KESTAUAN BANGSA SERTA PENEGAKAN HOKUM YANG BERKEADILAN”

96
Pendahuluan:
Kondisi nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia sangat beragam dengan
banyak suku bangsa di dalamnya. Setiap suku bangsa memiliki tradisi, bahasa, agama
dan kebudayaan tersendiri yang berbeda satu sama lain. Keberagaman yang amat
kompleks apabila tidak dapat dikelola dengan baik, sangat mungkin akan mudah
menjadi konflik. Namun demikian manakala dapat dikelola dengan baik dalam artian
disatukan melalui integrasi nasional dapat dijadikan modal dasar melaksanakan
pembangunan nasional.
Oleh karena itu dalam mengarungi kehidupannya, sebuah negara bangsa (nation-
state) selalu dihadapkan kepada upaya bagaimana menyatukan keanekargaman orang-
orang yang ada didalamnya agar memiliki rasa persatuan, kehendak untuk bersatu dan
secara bersama-sama bersedia membangun kesejahteraan untuk bangsa yang
bersangkutan. Oleh karena itu bagaimana mungkin suatu negara-bangsa bisa
membangun, jika ada orang-orang didalam negara tersebut tidak mau bersatu, tidak
memiliki perasaan sebagai satu kesatuan dan tidak bersedia mengikatkan diri sebagai
suatu bangsa.

Suatu negara bangsa membutuhkan persatuan untuk bangsanya yang dinamakan


integrasi nasional. Dapat dikatakan bahwa sebuah negara bangsa yang mampu
membangun integrasi nasionalnya akan memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan
bangsa yang ada didalamnya integrasi nasional merupakan salah satu tolok ukur
persatuan dan kesatuan bangsa.

Pembahasan:
Dalam mengarungi kehidupannya, sebuah negara-bangsa (nation state) selalu
dihadapkan pada upaya bagaimana menyatukan keanekaragaman orang–orang yang
ada di dalamnya agar memiliki rasa persatuan, kehendak untuk bersatu dan secara
bersama bersedia membangun kesejahteraan untuk bangsa yang bersangkutan. Oleh
karena itu, bagaimana mungkin suatu negara-bangsa bisa membangun, jika
orangorang yang ada di dalam negara tersebut tidak mau bersatu, tidak memiliki
perasaan sebagai satu kesatuan dan tidak bersedia mengikatkan diri sebagai satu
bangsa.

97
Suatu negara-bangsa membutuhkan persatuan untuk bangsanya yang dinamakan
integrasi nasional. Dapat dikatakan bahwa sebuah negara- bangsa yang mampu
membangun integrasi nasionalnya akan memperkokoh rasa persatuan dan kesatuan
bangsa-bangsa yang ada di dalamnya. Integrasi nasional merupakan salah satu tolok
ukur persatuan dan kesatuan bangsa
1. Menelusuri konsep dan urgensi integrasi nasional
 Makna Integrasi Nasional
Jika ditelusuri istilah integrasi nasional ini, dapat menguraikan istilah tersebut dari
dua pengertian: secara etimologi dan terminologi. Etimologi adalah studi yang
mempelajari asal usul kata, sejarahnya dan juga perubahan yang terjadi dari kata itu.
Pengertian etimologi dari integrasi nasional berarti mempelajari asal usul kata
pembentuk istilah tersebut. Secara etimologi, integrasi nasional terdiri atas dua kata
integrasi dan nasional. Pengertian integrasi nasional secara terminologi dapat
diartikan penggunaan kata sebagai suatu istilah yang telah dihubungkan dengan
konteks tertentu. Konsep integrasi nasional dihubungkan dengan konteks tertentu dan
umumnya dikemukakan oleh para ahlinya.
Beberapa pengertian integrasi nasional dalam konteks Indonesia dari para
ahli/penulis:
 Saafroedin Bahar (1996) Integrasi nasional adalah Upaya menyatukan seluruh
unsur suatu bangsa dengan pemerintah dan wilayahnya
 Riza Noer Arfani (2001) Integrasi nasional adalah Pembentukan suatu identitas
nasional dan penyatuan berbagai kelompok sosial dan budaya ke dalam suatu
kesatuan wilayah
 Djuliati Suroyo (2002) Integrasi nasional adalah Bersatunya suatu bangsa yang
menempati wilayah tertentu dalam sebuah negara yang berdaulat
 Ramlan Surbakti (2010) Integrasi nasional adalah Proses penyatuan berbagai
kelompok sosial budaya dalam satu kesatuan wilayah dan dalam suatu identitas
nasional

Istilah Integrasi nasional dalam bahasa Inggrisnya adalah “national integration”.


"Integration" berarti kesempurnaan atau keseluruhan. Kata ini berasal dari bahasa
latin integer, yang berarti utuh atau menyeluruh. Berdasarkan arti etimologisnya itu,
integrasi dapat diartikan sebagai pembauran hingga menjadi kesatuan yang utuh atau

98
bulat. “Nation” artinya bangsa sebagai bentuk persekutuan dari orang-orang yang
berbeda latar belakangnya, berada dalam suatu wilayah dan di bawah satu kekuasaan
politik.

“National integration is the awareness of a common identity amongst the citizens of a


country. It means that though we belong to different castes, religions and regions and
speak different languages we recognize the fact that we are all one. This kind of
integration is very important in the building of a strong and prosperous nation”. -
Kurana (2010)

Ada pengertian dari para ahli atau pakar asing mengenai istilah tersebut.
Misalnya, Kurana (2010) menyatakan integrasi nasional adalah kesadaran identitas
bersama di antara warga negara. Ini berarti bahwa meskipun kita memiliki kasta yang
berbeda, agama dan daerah, dan berbicara bahasa yang berbeda, kita mengakui
kenyataan bahwa kita semua adalah satu. Jenis integrasi ini sangat penting dalam
membangun suatu bangsa yang kuat dan Makmur. 

Secara terminologi, istilah integrasi nasional memiliki keragaman pengertian,


sesuai dengan sudut pandang para ahli. Namun demikian kita dapat menemukan titik
kesamaaannya bahwa integrasi dapat berarti penyatuan, pembauran, keterpaduan,
sebagai kebulatan dari unsur atau aspek aspeknya. Lalu unsur atau aspek apa sajakah
yang dapat disatukan dalam konteks integrasi nasional itu? Dalam hal ini kita dapat
membedakan konsep integrasi dalam beberapa jenis yang pada intinya hendak
mengemukakan aspek-aspek apa yang bisa disatukan dalam kerangka integrasi
nasional.

 Jenis Integrasi
Tentang pengertian integrasi ini, Myron Weiner dalam Ramlan Surbakti (2010)
lebih cocok menggunakan istilah integrasi politik daripada integrasi nasional.
Menurutnya integrasi politik adalah penyatuan masyarakat dengan sistem politik.
Integrasi politik dibagi menjadi lima jenis, yakni:
 Integrasi Bangsa

99
Integrasi bangsa menunjuk pada proses penyatuan berbagai kelompok budaya
dan sosial dalam satu kesatuan wilayah dan dalam suatu pembentukan identitas
nasional.

 Integrasi Wilayah

Integrasi wilayah menunjuk pada masalah pembentukan wewenang kekuasaan


nasional pusat di atas unit-unit sosial yang lebih kecil yang beranggotakan
kelompok kelompok sosial budaya masyarakat tertentu.

 Integrasi Elit

Integrasi elit massa menunjuk pada masalah penghubungan antara pemerintah


dengan yang diperintah. Mendekatkan perbedaanperbedaan Mengenai aspirasi dan
nilai pada kelompok elit dan massa.

 Integrasi Nilai
Integrasi nilai menunjuk pada adanya konsensus terhadap nilai yang minimum
yang diperlukan dalam memelihara tertib sosial.

 Integrasi Tingkah Laku

Integrasi tingkah laku (perilaku integratif), menunjuk pada penciptaan tingkah


laku yang terintegrasi dan yang diterima demi mencapai tujuan bersama.

Menurut Suroyo (2002), integrasi nasional mencerminkan proses persatuan


orang-orang dari berbagai wilayah yang berbeda, atau memiliki berbagai
perbedaan baik etnisitas, sosial budaya, atau latar belakang ekonomi, menjadi satu
bangsa ( n ation) terutama karena pengalaman sejarah dan politik yang relatif
sama. Dalam realitas nasional integrasi nasional dapat dilihat dari tiga aspek yakni
aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya. 

Dari aspek politik, lazim disebut integrasi politik, aspek ekonomi (integrasi
ekonomi), yakni saling ketergantungan ekonomi antar daerah yang bekerjasama

100
secara sinergi, dan aspek sosial budaya (integrasi sosial budaya) yakni hubungan
antara suku, lapisan dan golongan. Berdasar pendapat ini, integrasi nasional
meliputi:
- Integrasi Politik
Dalam tataran integrasi politik terdapat dimensi vertikal dan horizontal.
Dimensi yang bersifat vertikal menyangkut hubungan elit dan massa, baik
antara elit politik dengan massa pengikut, atau antara penguasa dan rakyat
guna menjembatani celah perbedaan dalam rangka pengembangan proses
politik yang partisipatif. Dimensi horizontal menyangkut hubungan yang
berkaitan dengan masalah teritorial, antar daerah, antar suku, umat beragama
dan golongan masyarakat Indonesia

- Integrasi Ekonomi
Integrasi ekonomi berarti terjadinya saling ketergantungan antar daerah
dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup rakyat. Adanya saling
ketergantungan menjadikan wilayah dan orang-orang dari berbagai latar akan
mengadakan kerjasama yang saling menguntungkan dan sinergis. Di sisi lain,
integrasi ekonomi adalah penghapusan (pencabutan) hambatan-hambatan antar
daerah yang memungkinkan ketidaklancaran hubungan antar keduanya, misal
peraturan, norma dan prosedur dan pembuatan aturan bersama yang mampu
menciptakan  Keterpaduan di bidang ekonomi.

- Integrasi sosial budaya


Integrasi ini merupakan proses penyesuaian unsur-unsur yang berbeda
dalam masyarakat sehingga menjadi satu kesatuan. Unsur-unsur yang berbeda
tersebur dapat meliputi ras, etnis, agama bahasa, kebiasaan, sistem nilai, dan
lain sebagainya. Integrasi sosial budaya juga berarti kesediaan bersatu bagi
kelompok-kelompok sosial budaya di masyarakat, misal suku, agama, dan ras.

 Pentingnya Integrasi Nasional


Menurut Myron Weiner dalam Surbakti (2010), dalam negara merdeka, faktor
pemerintah yang berkeabsahan ( leg itim ate) merupakan hal penting bagi

101
pembentukan negara-bangsa. Hal ini disebabkan tujuan negara hanya akan dapat
dicapai apabila terdapat suatu pemerintah yang mampu menggerakkan dan
mengarahkan seluruh potensi masyarakat agar mau bersatu dan bekerja bersama.
Kemampuan ini tidak hanya dapat dijalankan melalui kewenangan menggunakan
kekuasaan fisik yang sah tetapi juga persetujuan dan dukungan rakyatnya terhadap
pemerintah itu. Jadi, diperlukan hubungan yang ideal antara pemerintah dengan
rakyatnya sesuai dengan sistem nilai dan politik yang disepakati. Hal demikian
memerlukan integrasi politik.

Negara-bangsa baru, seperti halnya Indonesia setelah tahun 1945, membangun


integrasi juga menjadi tugas penting. Ada dua hal yang dapat menjelaskan hal ini.
Pertama, pemerintah kolonial Belanda tidak pernah memikirkan tentang perlunya
membangun kesetiaan nasional dan semangat kebangsaan pada rakyat Indonesia.
Penjajah lebih mengutamakan membangun kesetiaan kepada penjajah itu sendiri dan
guna kepentingan integrasi pribadi kolonial. Jadi, setelah Merdeka, kita perlu
menumbuhkan kesetiaan nasional melalui pembangunan integrasi bangsa.

Kedua, bagi negara-negara baru, tuntutan integrasi ini juga menjadi masalah pelik
bukan saja karena perilaku pemerintah kolonial sebelumnya, tetapi juga latar belakang
bangsa yang bersangkutan. Negara-bangsa (nation state) merupakan negara yang di
dalamnya terdiri dari banyak bangsa (suku) yang selanjutnya bersepakat bersatu
dalam sebuah bangsa yang besar. Suku-suku itu memiliki pertalian primordial yang
merupakan unsur negara dan telah menjelma menjadi kesatuan etnik yang selanjutnya
menuntut pengakuan dan perhatian pada tingkat kenegaraan. Ikatan dan kesetiaan
etnik adalah sesuatu yang alami, bersifat primer. Adapun kesetiaan nasional bersifat
sekunder. Bila ikatan etnik ini tidak diperhatikan atau terganggu, mereka akan mudah
dan akan segera kembali kepada kesatuan asalnya. Sebagai akibatnya mereka akan
melepaskan ikatan komitmennya sebagai satu bangsa.

Ditinjau dari keragaman etnik dan ikatan primordial inilah pembangunan integrasi
bangsa menjadi semakin penting. Ironisnya bahwa pembangunan integrasi nasional
selalu menghadapi situasi dilematis seperti terurai di depan. Setiap penciptaan negara
yang berdaulat dan kuat juga akan semakin membangkitkan sentimen primordial yang
dapat berbentuk gerakan separatis, rasialis atau gerakan keagamaan.

102
Kekacauan dan disintegrasi bangsa yang dialami pada masa-masa awal bernegara
misalnya yang terjadi di India dan Srilanka bisa dikatakan bukan semata akibat politik
“pecah belah” kolonial namun akibat perebutan dominasi kelompok kelompok
primordial untuk memerintah negara. Hal ini menunjukkan bahwa setelah lepas dari
kolonial, mereka berlomba saling mendapatkan dominasinya dalam pemerintahan
negara. Mereka berebut agar identitasnya diangkat dan disepakati sebagai identitas
nasional

Integrasi diperlukan guna menciptakan kesetiaan baru terhadap identitasidentitas


baru yang diciptakan (identitas nasional), misal, bahasa nasional, simbol negara,
semboyan nasional, ideologi nasional, dan sebagainya.

 Integrasi Versus Disintegrasi


Kebalikan dari integrasi adalah disintegrasi. Jika integrasi berarti penyatuan,
keterpaduan antar elemen atau unsur yang ada di dalamnya, disintegrasi dapat
diartikan ketidak-paduan, keterpecahan di antara unsur unsur yang ada. Jika integrasi
terjadi konsensus maka disintegrasi dapat menimbulkan konflik atau perseturuan dan
pertentangan.

Disintegrasi bangsa adalah memudarnya kesatupaduan antar golongan, dan


kelompok yang ada dalam suatu bangsa yang bersangkutan. Gejala disintegrasi
merupakan hal yang dapat terjadi di masyarakat. Masyarakat suatu bangsa pastilah
menginginkan terwujudnya integrasi. Namun, dalam kenyataannya yang terjadi justru
gejala disintegrasi. Disintegrasi memiliki banyak ragam, misalkan pertentangan fisik,
perkelahian, tawuran, kerusuhan, revolusi, bahkan perang.

2. Menggali Sumber Historis, Sosiologis, Politik Tentang Integrasi Nasional


Mengintegrasikan bangsa umumnya menjadi tugas pertama bagi Negara yang baru
merdeka. Hal ini dikarenakan negara baru tersebut tetap menginginkan agar semua warga
yang ada di dalam wilayah Negara bersatu untuk negara yang bersangkutan.
a. Perkembangan Sejarah Integrasi di Indonesia

103
 Model integrasi imperium Majapahit Model integrasi pertama ini bersifat
kemaharajaan (imperium) Majapahit. Struktur kemaharajaan yang begitu luas ini
berstruktur konsentris. Dimulai dengan konsentris pertama yaitu wilayah inti
kerajaan (nagaragung): pulau Jawa dan Madura yang diperintah langsung oleh raja
dan saudarasaudaranya. Konsentris kedua adalah wilayah di luar Jawa
(mancanegara dan pasisiran) yang merupakan kerajaan-kerajaan otonom.
Konsentris ketiga (tanah sabrang) adalah negara-negara sahabat di mana
Majapahit menjalin hubungan diplomatik dan hubungan dagang, antara lain
dengan Champa, Kamboja, Ayudyapura (Thailand).

 Model integrasi kolonial Model integrasi kedua atau lebih tepat disebut dengan
integrasi atas wilayah Hindia Belanda baru sepenuhnya dicapai pada awal abad
XX dengan wilayah yang terentang dari Sabang sampai Merauke. Pemerintah
kolonial mampu membangun integrasi wilayah juga dengan menguasai maritim,
sedang integrasi vertikal antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dibina
melalui jaringan birokrasi kolonial yang terdiri dari ambtenaar-ambtenaar
(pegawai) Belanda dan pribumi yang tidak memiliki jaringan dengan massa
rakyat. Dengan kata lain pemerintah tidak memiliki dukungan massa yang berarti.
Integrasi model kolonial ini tidak mampu menyatukan segenap keragaman bangsa
Indonesia tetapi hanya untuk maksud menciptakan kesetiaan tunggal pada
penguasa colonial.

 Model integrasi nasional Indonesia Model integrasi ketiga ini merupakan proses
berintegrasinya bangsa Indonesia sejak bernegara merdeka tahun 1945. Meskipun
sebelumnya ada integrasi kolonial, namun integrasi model ketiga ini berbeda
dengan model kedua. Integrasi model kedua lebih dimaksudkan agar rakyat
jajahan (Hindia Belanda) mendukung pemerintahan kolonial melalui penguatan
birokrasi kolonial dan penguasaan wilayah. Integrasi model ketiga dimaksudkan
untuk membentuk kesatuan yang baru yakni bangsa Indonesia yang merdeka,
memiliki semangat kebangsaan (nasionalisme) yang baru atau kesadaran
kebangsaan yang baru. Model integrasi nasional ini diawali dengan tumbuhnya
kesadaran berbangsa khususnya pada diri orang-orang Indonesia yang mengalami
proses pendidikan sebagai dampak dari politik etis pemerintah kolonial Belanda.

104
Mereka mendirikan organisasi-organisasi pergerakan baik yang bersifat
keagamaan, kepemudaan, kedaerahan, politik, ekonomi perdagangan dan
kelompok perempuan. Para kaum terpelajar ini mulai menyadari bahwa bangsa
mereka adalah bangsa jajahan yang harus berjuang meraih kemerdekaan jika ingin
menjadi bangsa merdeka dan sederajat dengan bangsa-bangsa lain. Mereka berasal
dari berbagai daerah dan suku bangsa yang merasa sebagai satu nasib dan
penderitaan sehingga bersatu menggalang kekuatan bersama. Misalnya, Sukarno
berasal dari Jawa, Mohammad Hatta berasal dari Sumatera, AA Maramis dari
Sulawesi, Tengku Mohammad Hasan dari Aceh.

Dalam sejarahnya, penumbuhan kesadaran berbangsa tersebut dilalui dengan


tahapan-tahapan sebagai berikut:
 Masa Perintis Masa perintis adalah masa mulai dirintisnya semangat kebangsaan
melalui pembentukan organisasi-organisasi pergerakan. Masa ini ditandai dengan
munculnya pergerakan Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Kelahiran Budi
Utomo diperingati sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

 Masa Penegas Masa penegas adalah masa mulai ditegaskannya semangat


kebangsaan pada diri bangsa Indonesia yang ditandai dengan peristiwa Sumpah
Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Dengan Sumpah Pemuda, masyarakat
Indonesia yang beraneka ragam tersebut menyatakan diri sebagai satu bangsa
yang memiliki satu Tanah Air, satu bangsa, dan bahasa persatuan yaitu bahasa
Indonesia.

 Masa Percobaan Bangsa Indonesia melalui organisasi pergerakan mencoba


meminta kemerdekaan dari Belanda. Organisasi-organisasi pergerakan yang
tergabung dalam GAPI (Gabungan Politik Indonesia) tahun 1938 mengusulkan
Indonesia Berparlemen. Namun, perjuangan menuntut Indonesia merdeka tersebut
tidak berhasil.

 Masa Pendobrak Pada masa tersebut semangat dan gerakan kebangsaan Indonesia
telah berhasil mendobrak belenggu penjajahan dan menghasilkan kemerdekaan.
Kemerdekaan bangsa Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.

105
Sejak saat itu bangsa Indonesia menjadi bangsa merdeka, bebas, dan sederajat
dengan bangsa lain. Nasionalisme telah mendasari bagi pembentukan negara
kebangsaan Indonesia modern.

Dari sisi politik, proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan pernyatan


bangsa Indonesia baik ke dalam maupun ke luar bahwa bangsa ini telah merdeka,
bebas dari belenggu penjajahan, dan sederajat dengan bangsa lain di dunia. Dari sisi
sosial budaya, Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945 merupakan “revolusi
integratifnya” bangsa Indonesia, dari bangsa yang terpisah dengan beragam identitas
menuju bangsa yang satu yakni bangsa Indonesia.

b. Pengembangan Integrasi di Indonesia


Lalu bagaimana mengembangkan integrasi nasional sebuah bangsa? Howard
Wriggins dalam Muhaimin & Collin MaxAndrews (1995) menyebut ada lima
pendekatan atau cara bagaimana para pemimpin politik mengembangkan integrasi
bangsa. Kelima pendekatan yang selanjutnya kita sebut sebagai faktor yang
menentukan tingkat integrasi suatu negara adalah:
 Adanya ancaman dari luar
Adanya ancaman dari luar dapat menciptakan integrasi masyarakat.
Masyarakat akan bersatu, meskipun berbeda suku, agama dan ras ketika
menghadapi musuh bersama. Contoh, ketika penjajah Belanda ingin kembali ke
Indonesia, masyarakat Indonesia bersatu padu melawannya. Suatu bangsa yang
sebelumnya berseteru dengan saudara sendiri, suatu saat dapat berintegrasi ketika
ada musuh negara yang datang atau ancaman bersama yang berasal dari luar
negeri. Adanya anggapan musuh dari luar mengancam bangsa juga mampu
mengintegrasikan masyarakat bangsa itu.

 Gaya politik kepemimpinan


Gaya politik para pemimpin bangsa dapat menyatukan atau mengintegrasikan
masyarakat bangsa tersebut. Pemimpin yang karismatik, dicintai rakyatnya dan
memiliki jasa-jasa besar umumnya mampu menyatukan bangsanya yang
sebelumya tercerai berai. Misal Nelson Mandela dari Afrika Selatan. Gaya politik
sebuah kepemimpinan bisa dipakai untuk mengembangkan integrasi bangm,sanya.

106
 Kekuatan lembaga-lembaga politik
Lembaga politik, misalnya birokrasi, juga dapat menjadi sarana pemersatu
masyarakat bangsa. Birokrasi yang satu dan padu dapat menciptakan sistem
pelayanan yang sama, baik, dan diterima oleh masyarakat yang beragam. Pada
akhirnya masyarakat bersatu dalam satu sistem pelayanan.

 Ideologi nasional
Ideologi merupakan seperangkat nilai-nilai yang diterima dan disepakati.
Ideologi juga memberikan visi dan beberapa panduan bagaimana cara menuju visi
atau tujuan itu. Jika suatu masyarakat meskipun berbeda-beda tetapi menerima
satu ideologi yang sama maka memungkinkan masyarakat tersebut bersatu. Bagi
bangsa Indonesia, nilai bersama yang bisa mempersatukan masyarakat Indonesia
adalah Pancasila. Pancasila merupakan nilai sosial bersama yang bisa diterima
oleh seluruh masyarakat Indonesia. Nilai-nilai bersama tidak harus berlaku secara
nasional. Di beberapa daerah di Indonesia terdapat nilai-nilai bersama.

 Kesempatan pembangunan ekonomi


Jika pembangunan ekonomi berhasil dan menciptakan keadilan, maka
masyarakat bangsa tersebut bisa menerima sebagai satu kesatuan. Namun jika
ekonomi menghasilkan ketidakadilan maka muncul kesenjangan atau
ketimpangan. Orang–orang yang dirugikan dan miskin sulit untuk mau bersatu
atau merasa satu bangsa dengan mereka yang diuntungkan serta yang
mendapatkan kekayaan secara tidak adil. Banyak kasus karena ketidakadilan,
maka sebuah masyarakat ingin memisahkan diri dari bangsa yang bersangkutan.
Dengan pembangunan ekonomi yang merata maka hubungan dan integrasi antar
masyarakat akan semakin mudah dicapai.

Sunyoto Usman (1998) menyatakan bahwa suatu kelompok masyarakat dapat


terintegrasi, apabila:

107
 Masyarakat dapat menemukan dan menyepakati nilai-nilai fundamental yang
dapat dijadikan rujukan bersama. Jika masyarakat memiliki nilai bersama yang
disepakati maka mereka dapat bersatu, namun jika sudah tidak lagi memiliki nilai
bersama maka mudah untuk berseteru.
 Masyarakat terhimpun dalam unit sosial sekaligus, memiliki “cross cutting
affiliation” sehingga menghasilkan “cross cutting loyality”. Jika masyarakat yang
berbeda-beda latar belakangnya menjadi anggota organisasi yang sama, maka
mereka dapat bersatu dan menciptakan loyalitas pada organisasi tersebut, bukan
lagi pada latar belakangnya.
 Masyarakat berada di atas memiliki sifat saling ketergantungan di antara unit-unit
sosial yang terhimpun di dalamnya dalam memenuhi kebutuhan ekonomi. Apabila
masyarakat saling memiliki ketergantungan, saling membutuhkan, saling
kerjasama dalam bidang ekonomi, maka mereka akan bersatu. Namun jika ada
yang menguasai suatu usaha atau kepemilikan maka yang lain akan merasa
dirugikan dan dapat menimbulkan perseteruan.

Pendapat lain menyebutkan, integrasi bangsa dapat dilakukan dengan dua strategi
kebijakan yaitu “policy assimilasionis” dan “policy bhinneka tunggal ika”
(Sjamsudin, 1989). Strategi pertama dengan cara penghapusan sifatsifat kultural
utama dari komunitas kecil yang berbeda menjadi semacam kebudayaan nasional.
Asimilasi adalah pembauran dua kebudayaan yang disertai dengan hilangnya ciri khas
kebudayaan asli sehingga membentuk kebudayaan baru. Apabila asimilasi ini menjadi
sebuah strategi bagi integrasi nasional, berarti bahwa negara mengintegrasikan
masyarakatnya dengan mengupayakan agar unsur-unsur budaya yang ada dalam
negara itu benar-benar melebur menjadi satu dan tidak lagi menampakkan identitas
budaya kelompok atau budaya local. Kebijakan strategi yang sebaiknya dilakukan di
Indonesia:
 Memperkuat nilai Bersama
 Membangun fasilitas
 Menciptakan musuh Bersama
 Memperkokoh lembaga politik
 Membuat organisasi untuk bersama
 Menciptakan ketergantungan ekonomi antar kelompok

108
 Mewujudkan kepemimpinan yang kuat
 Menghapuskan identitas-identitas lokal
 Membaurkan antar tradisi dan budaya lokal
 Menguatkan identitas nasional

Membangun fasilitas infrastruktur seperti jalan, gedung pertemuan, lapangan


olahraga, dan pasar merupakan contoh kebijakan penyelenggara negara yang
memungkinkan mampu mengintegrasikan masyarakatnya. Hal ini dikarenakan
masyarakat dari berbagai latar belakang akan bertemu, berinteraksi dan bekerja sama.
Pembangunan berbagai fasilitas itu bisa dilakukan apabila memiliki sumber
pembiayaan yang cukup. Di negara yang sedang membangun, salah satu sumber
utama pembiayaan negara tersebut adalah pajak yang dipungut dari warga negara.

c. Pajak sebagai Instrumen Memperkokoh Integrasi Nasional


Salah satu tujuan negara Republik Indonesia sebagaimana tersebut dalam alenia
ke empat Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 adalah “memajukan kesejahteraan
umum”. Kesejahteraan umum akan dapat dicapai atau akan lebih cepat dicapai,
apabila keuangan negara sehat, atau dengan kata lain negara memiliki dana yang
cukup untuk membiayai seluruh kegiatan yang diperlukan untuk menunjang tujuan
negara “memajukan kesejahteraan umum” tersebut.

Berbicara tentang keuangan negara yang sehat, tidak bisa dilepaskan dari sumber-
sumber penerimaan negara. Salah satu sumber keuangan negara adalah penerimaan
dari sektor pajak. Dalam kurun waktu 5 (lima) tahun terakhir Penerimaan pajak
merupakan sumber pendapatan negara yang utama. Pada Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara tahun 2016, pemerintah menargetkan pendapatan yang bersumber dari
penerimaan pajak adalah sebesar 1.360 triliun atau sebesar 74,63 % dari penerimaan
negara secara keseluruhan.

3. Membangun Argumen Tentang Dinamika dan Tantangan Integrasi Nasional

109
a. Dinamika Integrasi Nasional di Indonesia
Sejak kita bernegara tahun 1945, upaya membangun integrasi secara terus-
menerus dilakukan. Terdapat banyak perkembangan dan dinamika dari integrasi yang
terjadi di Indonesia. Dinamika integrasi sejalan dengan tantangan zaman waktu itu.

Dinamika itu bisa kita contohkan peristiswa integrasi berdasar 5 (lima) jenis
integrasi sebagai berikut:
 Integrasi bangsa Tanggal 15 Agustus 2005 melalui MoU (Memorandum of
Understanding) di Vantaa, Helsinki, Finlandia, pemerintah Indonesia berhasil
secara damai mengajak Gerakan Aceh Merdeka (GAM) untuk kembali bergabung
dan setia memegang teguh kedaulatan bersama Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Proses ini telah berhasil menyelesaikan kasus disintegrasi yang
terjadi di Aceh sejak tahun 1975 sampai 2005.

 Integrasi wilayah Melalui Deklarasi Djuanda tanggal 13 Desember 1957,


pemerintah Indonesia mengumumkan kedaulatan wilayah Indonesia yakni lebar
laut teritorial seluas 12 mil diukur dari garis yang menghubungkan titik-titik ujung
yang terluar pada pulau-pulau Negara Indonesia. Dengan deklarasi ini maka
terjadi integrasi wilayah teritorial Indonesia. Wilayah Indonesia merupakan satu
kesatuan wilayah dan laut tidak lagi merupakan pemisah pulau, tetapi menjadi
penghubung pulau-pulau di Indonesia.

 Integrasi nilai Nilai apa yang bagi bangsa Indonesia merupakan nilai integratif?
Jawabnya adalah Pancasila. Pengalaman mengembangkan Pancasila sebagai nilai
integratif terus-menerus dilakukan, misalnya, melalui kegiatan pendidikan
Pancasila baik dengan mata kuliah di perguruan tinggi dan mata pelajaran di
sekolah. Melalui kurikulum 1975, mulai diberikannya mata pelajaran Pendidikan
Moral Pancasila (PMP) di sekolah. Saat ini, melalui kurikulum 2013 terdapat mata
pelajaran PPKn. Melalui pelajaran ini, Pancasila sebagai nilai bersama dan
sebagai dasar filsafat negara disampaikan kepada generasi muda.

 Integrasi elit-massa Dinamika integrasi elit–massa ditandai dengan seringnya


pemimpin mendekati rakyatnya melalui berbagai kegiatan. Misalnya kunjungan

110
ke daerah, temu kader PKK, dan kotak pos presiden. Kegiatan yang sifatnya
mendekatkan elit dan massa akan menguatkan dimensi vertikal integrasi nasional.
Berikut ini contoh peristiwa yang terkait dengan dinamika integrasi elit massa.

 Integrasi tingkah laku (perilaku integratif). Mewujudkan perilaku integratif


dilakukan dengan pembentukan lembagalembaga politik dan pemerintahan
termasuk birokrasi. Dengan lembaga dan birokrasi yang terbentuk maka orang-
orang dapat bekerja secara terintegratif dalam suatu aturan dan pola kerja yang
teratur, sistematis, dan bertujuan. Pembentukan lembaga-lembaga politik dan
birokrasi di Indonesia diawali dengan hasil sidang I PPKI tanggal 18 Agustus
1945 yakni memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sidang PPKI ke-2 tanggal 19
Agustus 1945 memutuskan pembentukan dua belas kementerian dan delapan
provinsi di Indonesia.

b. Tantangan dalam Membangun Integrasi


Dalam upaya mewujudkan integrasi nasional Indonesia, tantangan yang dihadapi
datang dari dimensi horizontal dan vertikal. Dalam dimensi horizontal, tantangan
yang ada berkenaan dengan pembelahan horizontal yang berakar pada perbedaan
suku, agama, ras, dan geografi. Sedangkan dalam dimensi vertikal, tantangan yang
ada adalah berupa celah perbedaan antara elite dan massa, di mana latar belakang
pendidikan kekotaan menyebabkan kaum elite berbeda dari massa yang cenderung
berpandangan tradisional. Masalah yang berkenaan dengan dimensi vertikal lebih
sering muncul ke permukaan setelah berbaur dengan dimensi horizontal, sehingga hal
ini memberikan kesan bahwa dalam kasus Indonesia dimensi horizontal lebih
menonjol daripada dimensi vertikalnya.

Terkait dengan dimensi horizontal ini, salah satu persoalan yang dialami oleh
negara-negara berkembang termasuk Indonesia dalam mewujudkan integrasi nasional

111
adalah masalah primordialisme yang masih kuat. Titik pusat goncangan primordial
biasanya berkisar pada beberapa hal, yaitu masalah hubungan darah (kesukuan), jenis
bangsa (ras), bahasa, daerah, agama, dan kebiasaan.

Masih besarnya ketimpangan dan ketidakmerataan pembangunan dan hasil-hasil


pembangunan dapat menimbulkan berbagai rasa tidak puas dan keputusasaan di
masalah SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar-golongan), gerakan separatisme dan
kedaerahan, demonstrasi dan unjuk rasa. Hal ini bisa berpeluang mengancam integrasi
horizontal di Indonesia.

Terkait dengan dimensi vertikal, tantangan yang ada adalah kesediaan para
pemimpin untuk terus menerus bersedia berhubungan dengan rakyatnya. Pemimpin
mau mendengar keluhan rakyat, mau turun kebawah, dan dekat dengan kelompok-
kelompok yang merasa dipinggirkan.

Tantangan dari dimensi vertikal dan horizontal dalam integrasi nasional Indonesia
tersebut semakin tampak setelah memasuki era reformasi tahun 1998. Konflik
horizontal maupun vertikal sering terjadi bersamaan dengan melemahnya otoritas
pemerintahan di pusat. Kebebasan yang digulirkan pada era reformasi sebagai bagian
dari proses demokratisasi telah banyak disalahgunakan oleh kelompok-kelompok
dalam masyarakat untuk bertindak seenaknya sendiri. Tindakan ini kemudian
memunculkan adanya gesekan-gesekan antar kelompok dalam masyarakat dan
memicu terjadinya konflik atau kerusuhan antar kelompok. Bersamaan dengan itu
demonstrasi menentang kebijakan pemerintah juga banyak terjadi, bahkan seringkali
demonstrasi itu diikuti oleh tindakan-tindakan anarkis.

Keinginan yang kuat dari pemerintah untuk mewujudkan aspirasi masyarakat,


kebijakan pemerintah yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat,
dukungan masyarakat terhadap pemerintah yang sah, dan ketaatan warga masyarakat
melaksanakan kebijakan pemerintah adalah pertanda adanya integrasi dalam arti
vertikal. Sebaliknya kebijakan demi kebijakan yang diambil oleh pemerintah yang
tidak/kurang sesuai dengan keinginan dan harapan masyarakat serta penolakan
sebagian besar warga masyarakat terhadap kebijakan pemerintah menggambarkan
kurang adanya integrasi vertikal. Memang tidak ada kebijakan pemerintah yang dapat

112
melayani dan memuaskan seluruh warga masyarakat, tetapi setidak- tidaknya
kebijakan pemerintah hendaknya dapat melayani keinginan dan harapan sebagian
besar warga masyarakat.

Jalinan hubungan dan kerjasama di antara kelompok-kelompok yang berbeda


dalam masyarakat, kesediaan untuk hidup berdampingan secara damai dan saling
menghargai antara kelompok-kelompok masyarakat dengan pembedaan yang ada satu
sama lain, merupakan pertanda adanya integrasi dalam arti horizontal. Kita juga tidak
dapat mengharapkan terwujudnya integrasi horizontal ini dalam arti yang sepenuhnya.
Pertentangan atau konflik antar kelompok dengan berbagai latar belakang perbedaan
yang ada, tidak pernah tertutup sama sekali kemungkinannya untuk terjadi. Namun
yang diharapkan bahwa konflik itu dapat dikelola dan dicarikan solusinya dengan
baik, dan terjadi dalam kadar yang tidak terlalu mengganggu upaya pembangunan
bagi kesejahteraan masyarakat dan pencapaian tujuan nasional.

Di era globalisasi, tantangan itu ditambah oleh adanya tarikan global di mana
keberadaan negara-bangsa sering dirasa terlalu sempit untuk mewadahi tuntutan dan
kecenderungan global. Dengan demikian keberadaan negara berada dalam dua tarikan
sekaligus, yaitu tarikan dari luar berupa globalisasi yang cenderung mangabaikan
batas-batas negarabangsa, dan tarikan dari dalam berupa kecenderungan menguatnya
ikatanikatan yang sempit seperti ikatan etnis, kesukuan, atau kedaerahan. Di situlah
nasionalisme dan keberadaan negara nasional mengalami tantangan yang semakin
berat.

4. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Integrasi Nasional


Integrasi masyarakat merupakan kondisi yang sangat diperlukan bagi negara untuk
membangun kejayaan nasional demi mencapai tujuan yang diharapkan. Ketika
masyarakat suatu negara senantiasa diwarnai oleh pertentangan atau konflik, maka akan
banyak kerugian yang diderita, baik kerugian berupa fisik material seperti kerusakan
sarana dan prasarana yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat, maupun kerugian mental
spiritual seperti perasaan kekhawatiran, cemas, ketakutan, bahkan juga tekanan mental
yang berkepanjangan.

113
Di sisi lain, banyak pula potensi sumber daya yang dimiliki oleh negara di mana
semestinya dapat digunakan untuk melaksanakan pembangunan bagi kesejahteraan
masyarakatakhirnyaharus dikorbankan untuk menyelesaikan konflik tersebut. Dengan
demikian negara yang senantiasa diwarnai dengan konflik di dalamnya akan sulit untuk
mewujudkan kemajuan.

Kesimpulan:
Integrasi nasional berasal dari kata integrasi dan nasional. Integrasi berarti
memberi tempat dalam suatu keseluruhan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia,
integrasi berarti pembauran hingga menjadi kesatuan yang bulat dan utuh. Kata
nasional berasal dari kata nation (Inggris) yang berarti bangsa sebagai persekutuan
hidup manusia.

Integrasi nasional merupakan proses mempersatukan bagian-bagian, unsur atau


elemen yang terpisah dari masyarakat menjadi kesatuan yang lebih bulat, sehingga
menjadi satu nation (bangsa). Jenis jenis integrasi mencakup:
1. integrasi bangsa,
2. integrasi wilayah,
3. integrasi nilai,
4. integrasi elit-massa, dan
5. integrasi tingkah laku (perilaku integratif)

Dimensi integrasi mencakup integrasi vertikal dan horizontal, sedang aspek


integrasi meliputi aspek politik, ekonomi, dan sosial budaya. Integrasi berkebalikan
dengan disintegrasi. Jika integrasi menyiratkan adanya keterpaduan, kesatuan dan
kesepakatan atau konsensus, disintegrasi menyiratkan adanya keterpecahan,
pertentangan, dan konflik. 

Model integrasi yang berlangsung di Indonesia adalah model integrasi imperium


Majapahit, model integrasi kolonial, dan model integrasi nasional Indonesia.
Pengembangan integrasi dapat dilakukan melalui lima strategi atau pendekatan yakni:
1. Adanya ancaman dari luar,
2. Gaya politik kepemimpinan,

114
3. Kekuatan lembaga–lembaga politik,
4. Ideologi Nasional, dan
5. Kesempatan pembangunan ekonomi. Integrasi bangsa diperlukan guna membangkitkan
kesadaran akan identitas bersama, menguatkan identitas nasional, dan membangun
persatuan bangsa.

2.8 Resume Kelompok 8


Judul:
“KONSEP DAN URGENSI KONSTITUSI DALAM KEHIDUPAN BERBANGSA-
NEGARA”

Pendahuluan:
Konstitusi adalah seperangkat aturan atau hukum yang berisi ketentuan tentang
bagaimana pemerintah diatur dan dijalankan. Oleh karena aturan atau hukum yang
terdapat dalam konstitusi itu mengatur hal-hal yang amat mendasar dari suatu negara,
maka konstitusi dikatakan pula sebagai hukum dasar yang dijadikan pegangan dalam
penyelenggaraan suatu negara.

Pembahasan:
Konstitusi berfungsi:
1. Membatasi atau mengendalikan kekuasaan penguasa agar dalam menjalankan
kekuasaannya tidak sewenang-wenang terhadap rakyatnya;
2. Memberi suatu rangka dasar hukum bagi perubahan masyarakat yang dicita-citakan tahap
berikutnya;
3. Dijadikan landasan penyelenggaraan negara menurut suatu sistem ketatanegaraantertentu
yang dijunjung tinggi oleh semua warga negaranya;
4. Menjamin hak-hak asasi warga negara.

Konstitusi menjadi suatu yang urgen dalam tatanan kehidupan ketatanegaraan,


karena konstitusi merupakan sekumpulan aturan yang mengatur organisasi negara,
serta hubungan antara negara dan warga negara sehingga saling menyesuaikan diri
dan saling bekerjasama.

115
Struycken dalam bukunya “Het Staatsrecht van Het Koninkrijk der Nederlander”
menyatakan bahwa Undang-undang Dasar sebagai konstitusi tertulis merupakan
dokumen formal yang berisikan:
1. Hasil perjuangan politik bangsa di waktu yang lampau. 
2. Tingkat-tingkat tertinggi perkembangan ketatanegaraan bangsa. 
3. Pandangan tokoh-tokoh bangsa yang hendak diwujudkan baik untuk waktu sekarang
maupun untuk waktu yang akan datang.

Eksistensi konstitusi dalam suatu negara merupakan suatu keniscayaan, karena


dengan adanya konstitusi akan tercipta pembatasan kekuasaan melalui pembagian
wewenang dan kekuasaan dalam menjalankan negara. Selain itu, adanya konstitusi
juga menjadi suatu hal yang sangat penting untuk menjamin hak-hak asasi warga
negara, sehingga tidak terjadi penindasan dan perlakuan sewenang-wenang dari
pemerintah.

1. Menggali Sumber Historis, dan Politik tentang Konstitusi dalam Kehidupan Berbangsa-
Negara Indonesia
Menurut Thomas Hobbes (1588-1879), manusia pada “status naturalis” bagaikan
serigala. Hingga timbul adagium homo homini lupus (man is a wolf to [his fellow] man),
artinya yang kuat mengalahkan yang lemah. Lalu timbul pandangan bellum omnium
contra omnes (perang semua lawan semua). Hidup dalam suasana demikian pada
akhirnya menyadarkan manusia untuk membuat perjanjian antara sesama manusia, yang
dikenal dengan istilah factum unionis. Dari pandangan ini, kita akan dapat memahami,
mengapa manusia dalam bernegara membutuhkan konstitusi.
a. Seorang ahli konstitusi berkebangsaan Jepang Naoki Kobayashi mengemukakan
bahwa undang-undang dasar membatasi dan mengendalikan kekuasaan politik untuk
menjamin hak-hak rakyat. Melalui fungsi ini undang undang dasar dapat memberi
sumbangan kepada perkembangan dan pembinaan tatanan politik yang demokratis
(Riyanto, 2009).
b. Konstitusi juga diperlukan untuk membagi kekuasaan dalam negara. Pandangan ini
didasarkan pada fungsi konstitusi yang salah satu di antaranya adalah membagi
kekuasaan dalam negara (Kusnardi dan Ibrahim, 1988).

116
c. Konstitusi dapat berupa hukum dasar tertulis yang lazim disebut Undang-Undang
Dasar, dan dapat pula tidak tertulis. Tidak semua negara memiliki konstitusi tertulis
atau Undang-Undang Dasar.

Konstitusi mempunyai dua macam pengertian, yaitu  konstitusi dalam arti sempit dan
konstitusi dalam arti luas.
a. Dalam arti sempit, konstitusi merupakan suatu dokumen atau seperangkat dokumen
yang berisi aturan-aturan dasar untuk menyelenggarakan negara. 
b. Dalam arti luas, konstitusi merupakan peraturan, baik tertulis maupun tidak tertulis,
yang menentukan bagaimana lembaga negara dibentuk dan dijalankan.

2. Membangun Argumen tentang Dinamika dan Tantangan Konstitusi dalam Kehidupan


Berbangsa-Negara Indonesia

Pada awal era reformasi (pertengahan 1998), muncul berbagai tuntutan reformasi di
masyarakat. Beberapa tuntutan reformasi itu adalah:
a. Mengamandemen UUD NRI 1945,
b. Menghapuskan doktrin Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia,
c. Menegakkan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta
pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN),
d. Melakukan desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah,
e. Mewujudkan kebebasan pers,
f. Mewujudkan kehidupan demokrasi.

Adanya tuntutan tersebut didasarkan pada pandangan bahwa UUD NRI 1945 belum
cukup memuat landasan bagi kehidupan yang demokratis, pemberdayaan rakyat,
dan penghormatan HAM. Di samping itu, dalam tubuh UUD NRI 1945 terdapat pasal-
pasal yang menimbulkan penafsiran beragam, atau lebih dari satu tafsir (multitafsir) dan
membuka peluang bagi penyelenggaraan negara yang otoriter, sentralistik, tertutup, dan
berpotensi tumbuhnya praktik korupsi kolusi, dan nepotisme (KKN).

Dalam perkembangannya, tuntutan perubahan UUD NRI 1945 menjadi kebutuhan


bersama bangsa Indonesia. Berdasarkan hal itu MPR hasil Pemilu 1999, sesuai dengan

117
kewenangannya yang diatur dalam Pasal 37 UUD NRI 1945 melakukan perubahan secara
bertahap dan sistematis dalam empat kali perubahan, yakni:
a. Perubahan Pertama, pada Sidang Umum MPR 1999.
b. Perubahan Kedua, pada Sidang Tahunan MPR 2000.
c. Perubahan Ketiga, pada Sidang Tahunan MPR 2001.
d. Perubahan Keempat, pada Sidang Tahunan MPR 2002.

Proses perubahan UUD NRI 1945 yang dilakukan oleh MPR dapat digambarkan
sebagai berikut: perubahan yang dilakukan dimaksudkan guna menyesuaikan dengan
tuntutan dan tantangan yang dihadapi saat itu. Persoalan bangsa dan tantangan yang
dihadapi saat itu tentunya berbeda dengan masa awal reformasi.

3. Mendeskripsikan Esensi dan Urgensi Konstitusi dalam Kehidupan Berbangsa-Negara


Setelah melewati proses yang cukup panjang, akhirnya MPR RI berhasil
melakukan perubahan UUD NRI 1945. Perubahan UUD NRI 1945 yang pada
mulanya merupakan tuntutan reformasi, dalam perjalanannya telah menjadi
kebutuhan seluruh komponen bangsa. Jadi, tidak heran jika dalam proses perubahan
UUD NRI 1945, seluruh komponen bangsa berpartisipasi secara aktif.

Setelah disahkannya Perubahan Keempat UUD NRI 1945 pada Sidang Tahunan
MPR 2002, agenda reformasi konstitusi Indonesia untuk kurun waktu sekarang ini
dipandang telah tuntas. Perubahan UUD NRI 1945 yang berhasil dilakukan mencakup
21 bab, 72 pasal, 170 ayat, 3 pasal Aturan Peralihan, dan 2 pasal Aturan Tambahan.
Ada enam pasal yang tidak mengalami perubahan, yaitu Pasal 4, Pasal 10, Pasal 12,
Pasal 25, Pasal 29, dan Pasal 35. Berikut isi UUD NRI 1945 sebelum dan sesudah
perubahan:

118
UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara Indonesia memiliki kedudukan sebagai
hukum tertinggi dan hukum dasar negara. Sebagai hukum tertinggi negara, UUD NRI
1945 menduduki posisi paling tinggi dalam jenjang norma hukum di Indonesia.
Sebagai hukum dasar, UUD NRI 1945 merupakan sumber hukum bagi pembentukan
peraturan perundang-undangan dibawahnya.

Jenjang norma hukum di Indonesia terwujud dalam tata urutan peraturan


perundang-undangan. Tata urutan ini menggambarkan hierarki perundangan mulai
dari jenjang yang paling tinggi sampai yang rendah. Dalam sejarah politik hukum di
Indonesia, tata urutan peraturan perundang-undangan ini mengalami beberapa kali
perubahan, namun tetap menempatkan UUD NRI 1945 sebagai hukum tertinggi.

Sebagai hukum dasar dan hukum tertinggi negara, maka peraturan perundangan di
bawah UUD NRI 1945, isinya bersumber dan tidak boleh bertentangan dengannya.
Misal isi norma suatu pasal dalam undang-undang, tidak boleh bertentangan dengan
UUD NRI. Dengan demikian UUD NRI 1945 sebagai konstitusi negara menjadi batu
uji apakah isi peraturan dibawahnya bertentangan atau tidak.

Undang-undang pada dasarnya adalah pelaksanaan daripada norma-norma yang


terdapat dalam undang-undang dasar. Misal Pasal 31 Ayat 3 UUD NRI 1945
menyatakan “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem
pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia

119
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-
undang”. Berdasarkan hal di atas, disusunlah undang-undang pelaksanaanya,
yakni Undang-undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
a. Dalam sistem hukum di Indonesia, lembaga negara yang berwenang menguji
konstitusionalitas undang-undang terhadap UUD NRI 1945 adalah Mahkamah
Konstitusi.
b. Pengujian konstitusionalitas undang-undang adalah pengujian mengenai nilai
konstitusionalitas undang undang itu baik dari segi formal ataupun material terhadap
UUD.
c. Uji material menyangkut pengujian UU yang berkenaan dengan materi muatan dalam
ayat, pasal, dan/atau bagian UU yang dianggap bertentangan dengan UUD NRI 1945.
d. Uji formal menyangkut pengujian UU yang berkenaan dengan proses pembentukan
UU dan hal-hal lain yang tidak termasuk pengujian material.
e. Warga negara baik secara perseorangan atau kelompok dapat mengajukan pengujian
konstitusionalitas suatu undang-undang yang dianggap bertentangan dengan UUD
NRI 1945 ke Mahkamah Konstitusi.

2.9 Resume Kelompok 9


Judul:
“NEGARA DAN HAK SERTA KEWAJIBAN WARGA NEGARA DALAM DEMOKRASI
YANG BERDASARKAN KEDAULATAN RAKYAT DAN MUSYAWARAH UNTUK
MUFAKAT”

Pendahuluan:
Hak dan kewajiban merupakan suatu hal yang terikat satu sama lain, sehigga
dalam praktik harus dijalankan dengan seimbang. Hak merupakan segala sesuatu yang
pantas dan mutlak untuk didapatkan individu sebagai anggota warga Negara sejak
masih berada dalam kandungan, sedangkan kewajiban merupakan suatu keharusan
atau kewajiban bagi individu dalam melaksanakan peran sebagai anggota warga
Negara guna mendapat pengakuan akan hak yang sesuai dengan pelaksanaan
kewajiban tersebut. Jika hak dan kewajiban tidak berjalan secara seimbang dalam
praktik kehidupan, maka akan terjadi suatu ketimbangan yang akan menimbulkan

120
gejolak masyarakat dalam pelaksanaan kehidupan individu baik dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa, maupun bernegara.

Hak dan kewajiban warga negara merupakan wujud dari hubungan yang terbentuk
antara warga negara dan negara itu sendiri. Jadi sifat hak dan kewajiban itu adalah
bersifat timbal balik (resiprokalitas). Maksudnya adalah, bahwa warga negara
memiliki hak dan kewajiban terhadap negara, sebaliknya pula negara memiliki hak
dan kewajiban terhadap warga negara. Masalah pokok antara negara dengan warga
negara adalah masalah hak dan kewajiban. Setiap warga negara diberikan kebebasan
oleh negara dalam hak dan kewajiban semua sama. Berbicara hak dan kewajiban
negara kembali ke warga negara tersebut. Karena hubungan antara negra dengan wrga
negara sangat kuat hal itu bisa dilihat dari sila ke-4 pancasila bahwa kewajiban bangsa
indonesia berlandaskan pada kedaulatan rakyat.

Meningkatkan rasa kesadaran bersama akan tanggung jawab kita terhadap hak dan
kewajiban negara menjadi masalah utama. Warga negara memiliki hak, karena
ketidaksadaran maka hak tadi disalahgunakan orang lain. Begitu juga dengan
kewajiban seseorang terhapa negara, namun karena ketidaksadaran warga negara akan
tugas dan kewajibannya maka hak yang semestinya menjadi hak milik orang lain
dilanggar dan diabaikan.

Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, yaitu dengan cara
mengetahui posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga negara harus tahu hak dan
kewajibannya. Hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah seimbang.
Apabila masyarakat tidak bergerak untuk merubahnya. Karena para pejabat tidak akan
pernah merubahnya, walaupun rakyat banyak menderita karena hal ini. Mereka lebih
memikirkan bagaimana mendapatkan materi daripada memikirkan rakyat, sampai saat
ini masih banyak rakyat yang belum mendapatkan haknya. Oleh karena itu, kita
sebagai warga negara yang berdemokrasi harus bangun dari mimpi kita yang buruk ini
dan merubahnya untuk mendapatkan hak-hak dan tak lupa melaksanakan kewajiban
kita sebagai rakyat Indonesia. 

Walaupun aspek kewajiban asasi manusia jumlahnya lebih sedikit jika


dibandingkan dengan aspek hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam undang-

121
undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Namun secara filosofis tetap
menunjukkan adanya pandangan bangsa Indonesia bahwa hak asasi tidak dapat
berjalan tanpa dibarengi kewajiban asasi. Dalam hal ini, Indonesia menganut paham
harmoni antara kewajiban dan hak maupun sebaliknya. 

Hak dan kewajiban antara warga negara dan negara Indonesia mengalami
dinamika, terbukti adanya perubahan-perubahan isi pasal-pasal yang terdapat dalam
undang-undang dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 yang melaui proses
amandemen undang-undang dan juga perubahan undang-undang yang menyertainya.
Semua hal itu dilakukan untuk menyesuaikan hak dan kewajiban warga negara dan
negara Indonesia sesuai jamannya. Jika tidak dilakukannya hal tersebut, akan terjadi
ketidakpuasan antara warga negara dengan negaranya karena tidak mendapatkannya
apa yang warganya inginkan di jamannya. 

Hak dan Kewajiban Warga Negara dalam batas-batas tertentu telah dipahami
orang, akan tetapi karena setiap orang melakukan akitivitas yang beraneka ragam
dalam kehidupan kenegaraan, maka apa yang menjadi hak dan kewajibannya
seringkali terlupakan. Hak dan kewajiban warga negara dan hak asasi manusia dewasa
ini menjadi amat penting untuk dikaji lebih mendalam mengingat negara kita sedang
menumbuhkan kehidupan demokrasi. Berikut akan diulas harmoni kewajiban dan hak
negara dan negara dalam demokrasi berdasarkan sistem yang berlaku di negara
Indonesia.

Pembahasan:
1. Menelusuri Konsep dan Urgensi Harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan Warga Negara
Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima
atau dilakukan oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun juga yang
pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah beban untuk
memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan oleh pihak tertentu tidak
dapat oleh pihak lain mana pun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa oleh
yang berkepentingan. Hak dan kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipis
1ahkan. Menurut “teori korelasi” yang dianut oleh pengikut utilitarianisme, ada hubungan
timbal balik antara hak dan kewajiban. Menurut mereka, setiap kewajiban seseorang
berkaitan dengan hak orang lain, dan begitu pula sebaliknya. Mereka berpendapat bahwa

122
kita baru dapat berbicara tentang hak dalam arti sesungguhnya, jika ada korelasi itu, hak
yang tidak ada kewajiban yang sesuai dengannya tidak pantas disebut hak.

Hak dan kewajiban warga negara dan Negara Kesatuan Republik Indonesia diatur
dalam undang-undang dasar Negara Republik Indonesia yang dimulai dari pasal 27
sampai pasal 34, yang isi pasal tersebut terdapat hak asasi manusia dan kewajiban dasar
manusia. Pengaturan akan hak dan kewajiban tersebut bersifat garis besar yang
penjabarannya dituangkan dalam suatu undang-undang.

2. Alasan Diperlukan Harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan Warga Negara
Hak dan kewajiban warga negara dan hak asasi manusia dewasa ini menjadi amat
penting untuk di kaji mendalam mengingat negara kita sedang menumbuhkan kehidupan
demokrasi. Betapa tidak, di satu pihak implementasi hak dan kewajiban menjadi salah
satu indikator keberhasilan tumbuhnya kehidupan demokrasi. Di lain pihak hanya dalam
suatu negara yang menjalankan sistem pemerintah demokrasi, hak asasi manusia maupun
hak dan kewajiban warga negara dapat terjamin. Pengaturan hak asasi manusia maupun
hak dan kewajiban warga negara secara lebih operasional kedalam berbagai peraturan
perundang-undang sangat bermanfaat. Pengaturan demikian itu akan menjadi acuan bagi
penyelenggaraan negara agar terhindar dari tindakan sewenang-wenang ketika
mengoptimalkan tugas kenegaraan. Sedangkan bagi masyarakat atau warga negara hal itu
merupakan pegangangan atau pedoman dalam mengaktualisasikan hak-haknya dengan
penuh rasa tanggung jawab (Handayani, 2015: 2-3).

Hak dan Kewajiban merupakan sesuatu yang tidak dapat dipisahkan, akan tetapi
terjadi pertentangan karena hak dan kewajiban tidak seimbang. Bahwa setiap warga
Negara memiliki hak dan kewajiban untuk mendapatkan penghidupan yang layak, tetapi
pada kenyataannya banyak warga Negara yang belum merasakan kesejahteraan dalam
menjalani kehidupannya. Semua itu terjadi karena pemerintah dan para pejabat tinggi
lebih banyak mendahulukan hak dari pada kewajiban. Padahal menjadi seorang pejabat
itu tidak cukup hanya memiliki pangkat akan tetapi mereka berkewajiban untuk
memikirkan diri sendiri. Jika keadaannya seperti ini, maka tidak ada keseimbangan antara
hak dan kewajiban. Jika keseimbangan itu tidak ada akan terjadi kesenjangan social yang
berkepanjangan.

123
Untuk mencapai keseimbangan antara hak dan kewajiban, dengan cara mengetahui
posisi diri kita sendiri. Sebagai seorang warga Negara harus tau hak dan kewajibannya.
Seprti yang sudah tercantum dalam hukum dan aturan-aturan yang berlaku. Jika hak dan
kewajiban seimbang dan terpenuhi, maka kehidupan masyarakat akan aman sejahtera.
Hak dan kewajiban di Indonesia ini tidak akan pernah seimbang, apabila masyarakat tidak
bergerak untuk merubahnya. Oleh karena itu, diperlukannya harmoni kewajiban dan hak
Negara dan warga Negara agar terciptanya kehidupan bernegara yang harmonis dan
berkesinambungan antara kepentingan rakyat dalam pemenuhan hak dan kewajibannya
oleh Negara.

3. Sumber Historis, Sosiologis, Politik Tentang Harmoni Kewajiban dan Hak Warga Negara
Indonesia
a. Sumber Historis
Secara historis perjuangan menegakkan hak asasi manusia terjadi di dunia Barat
(Eropa). Adalah John Locke, seorang filsuf Inggris pada abad ke-17, yang pertama
kali merumuskan adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri
manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Perkembangan
selanjutnya ditandai adanya tiga peristiwa penting di dunia Barat, yaitu:
 Magna Chartha (1215)
Piagam perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan para bangsawan.
Isinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para bangsawan
beserta keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa adanya
pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan sebagai balasan atas bantuan biaya
pemerintahan yang telah diberikan oleh para bangsawan. Sejak saat itu, jaminan
hak tersebut berkembang dan menjadi bagian dari sistem konstitusional Inggris.

 Revolusi Amerika (1276)


Perang kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan penjajahan Inggris
disebut Revolusi Amerika. Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan)
Amerika Serikat menjadi negara merdeka tanggal 4 Juli 1776 merupakan hasil
dari revolusi ini.

 Revolusi Prancis (1789)

124
Revolusi Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya
sendiri (Louis XVI) yang telah bertindak sewenang-wenang dan absolut.
Declaration des droits de I’homme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak Manusia
dan Warga Negara) dihasilkan oleh Revolusi Prancis. Pernyataan ini memuat tiga
hal: hak atas kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan persaudaraan
(fraternite).

Dalam perkembangannya, pemahaman mengenai HAM makin luas. Sejak


permulaan abad ke-20, konsep hak asasi berkembang menjadi empat macam
kebebasan (The Four Freedoms). Konsep ini pertama kali diperkenalkan oleh Presiden
Amerika Serikat, Franklin D. Rooselvelt. Hak asasi manusia kini sudah diakui seluruh
dunia dan bersifat universal, meliputi berbagai bidang kehidupan manusia dan tidak
lagi menjadi milik negara Barat. Sekarang ini, hak asasi manusia telah menjadi isu
kontemporer di dunia. PBB pada tanggal 10 Desember 1948 mencanangkan Universal
Declaration of Human Rights (Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia). 

Pada tahun 1997, Interaction Council mencanangkan suatu naskah, berjudul


Universal Declaration of Human Responsibilities (Deklarasi Tanggung Jawab
Manusia). Naskah ini dirumuskan oleh sejumlah tokoh dunia seperti Helmut Schmidt,
Malcom Fraser, Jimmy Carter, Lee Kuan Yew, Kiichi Miyazawa, Kenneth Kaunda,
dan Hassan Hanafi yang bekerja selama sepuluh tahun sejak bulan Maret 1987.
Prinsip dasar deklarasi ini adalah tercapainya kebebasan sebanyak mungkin, tetapi
pada saat yang sama berkembang rasa tanggung jawab penuh yang akan
memungkinkan kebebasan itu tumbuh.

b. Sumber Sosiologis
Suatu kenyataan yang memprihatinkan bahwa setelah tumbangnya struktur
kekuasaan “otokrasi” yang dimainkan Rezim Orde Baru ternyata bukan demokrasi
yang kita peroleh melainkan oligarki di mana kekuasaan terpusat pada sekelompok
kecil elit, sementara sebagian besar rakyat (demos) tetap jauh dari sumber-sumber
kekuasaan (wewenang, uang, hukum, informasi, pendidikan, dan sebagainya).

Sumber terjadinya berbagai gejolak dalam masyarakat kita saat ini adalah akibat
munculnya kebencian sosial budaya terselubung (sociocultural animosity). Gejala ini

125
muncul dan semakin menjadi-jadi pasca runtuhnya rezim Orde Baru. Ketika rezim
Orde Baru berhasil dilengserkan, pola konflik di Indonesia ternyata bukan hanya
terjadi antara pendukung fanatik Orde Baru dengan pendukung Reformasi, tetapi
justru meluas menjadi konflik antarsuku, antarumat beragama, kelas sosial, kampung,
dan sebagainya. Sifatnya pun bukan vertikal antara kelas atas dengan kelas bawah
tetapi justru lebih sering horizontal, antarsesama rakyat kecil, 128 sehingga konflik
yang terjadi bukan konflik yang korektif tetapi destruktif (bukan fungsional tetapi
disfungsional), sehingga kita menjadi sebuah bangsa yang menghancurkan dirinya
sendiri (self destroying nation).

Ciri lain dari konflik yang terjadi di Indonesia adalah bukan hanya yang bersifat
terbuka (manifest conflict) tetapi yang lebih berbahaya lagi adalah konflik yang
tersembunyi (latent conflict) antara berbagai golongan. Socio-cultural animosity
adalah suatu kebencian sosial budaya yang bersumber dari perbedaan ciri budaya dan
perbedaan nasib yang diberikan oleh sejarah masa lalu, sehingga terkandung unsur
keinginan balas dendam. Konflik terselubung ini bersifat laten karena terdapat
mekanisme sosialisasi kebencian yang berlangsung di hampir seluruh pranata sosial di
masyarakat (mulai dari keluarga, sekolah, kampung, tempat ibadah, media massa,
organisasi massa, organisasi politik, dan sebagainya).

c. Sumber Politik
Sumber politik yang mendasari dinamika kewajiban dan hak negara dan warga
negara Indonesia adalah proses dan hasil perubahan UUD NRI 1945 yang terjadi pada
era reformasi. Pada awal era reformasi (pertengahan 1998), muncul berbagai tuntutan
reformasi di masyarakat, yaitu:
 Mengamandemen UUD NRI 1945
 Penghapusan doktrin Dwi Fungsi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(ABRI)
 Menegakkan supremasi hukum, penghormatan hak asasi manusia (HAM), serta
pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN)
 Melakukan desentralisasi dan hubungan yang adil antara pusat dan daerah
 Otonomi daerah
 Mewujudkan kebebasan pers

126
 Mewujudkan kehidupan demokrasi

Adanya tuntutan tersebut didasarkan pada pandangan bahwa UUD NRI 1945
belum cukup memuat landasan bagi kehidupan yang demokratis, pemberdayaan
rakyat, dan penghormatan HAM. Di samping itu, dalam tubuh UUD NRI 1945
terdapat pasal-pasal yang menimbulkan penafsiran beragam, atau lebih dari satu tafsir
(multitafsir) dan membuka peluang bagi penyelenggaraan negara yang otoriter,
sentralistik, tertutup, berpotensi tumbuhnya praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme
(KKN). Penyelenggaraan negara yang demikian itulah yang menyebabkan timbulnya
kemerosotan kehidupan nasional. Salah satu bukti tentang hal itu adalah terjadinya
krisis dalam berbagai bidang kehidupan (krisis multidimensional).

Tuntutan perubahan UUD NRI 1945 merupakan suatu terobosan yang sangat
besar. Dikatakan terobosan yang sangat besar karena pada era sebelumnya tidak
dikehendaki adanya perubahan tersebut. Sikap politik 130 pemerintah yang diperkuat
oleh MPR berkehendak untuk tidak mengubah UUD NRI 1945. Apabila muncul juga
kehendak mengubah UUD NRI 1945, terlebih dahulu harus dilakukan referendum
(meminta pendapat rakyat) dengan persyaratan yang sangat ketat.

Karena persyaratannya yang sangat ketat itulah maka kecil kemungkinan untuk
berhasil melakukan perubahan UUD NRI 1945. Dalam perkembangannya, tuntutan
perubahan UUD NRI 1945 menjadi kebutuhan bersama bangsa Indonesia.
Berdasarkan hal itu MPR hasil Pemilu 1999, sesuai dengan kewenangannya yang
diatur dalam Pasal 3 dan Pasal 37 UUD NRI 1945 melakukan perubahan secara
bertahap dan sistematis dalam empat kali perubahan, yaitu:
 Perubahan Pertama, pada Sidang Umum MPR 1999
 Perubahan Kedua, pada Sidang Tahunan MPR 2000
 Perubahan Ketiga, pada Sidang Tahunan MPR 2001
 Perubahan Keempat, pada Sidang Tahunan MPR 2002

Dari empat kali perubahan tesebut dihasilkan berbagai aturan dasar yang baru,
termasuk ihwal hak dan kewajiban asasi manusia yang diatur dalam pasal 28 A
sampai dengan 28 J.

127
4. Argumen Tentang Dinamika dan Tantangan Harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan
Warga Negara
Aturan dasar ihwal kewajiban dan hak negara dan warga negara setelah Perubahan
UUD NRI 1945 mengalami dinamika yang luar biasa. Berikut disajikan bentuk-bentuk
perubahan aturan dasar dalam UUD NRI 1945 sebelum dan sesudah Amandemen
tersebut.
a. Aturan Dasar Ihwal Pendidikan dan Kebudayaan, Serta Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi
Ketentuan mengenai hak warga negara di bidang pendidikan semula diatur dalam
Pasal 31 Ayat (1) UUD NRI 1945. Setelah perubahan UUD NRI 1945, ketentuannya
tetap diatur dalam Pasal 31 Ayat (1) UUD NRI 1945, namun 131 dengan perubahan.
Perhatikanlah rumusan naskah asli dan rumusan perubahannya berikut ini. Rumusan
naskah asli Pasal 31, (1) Tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran.
Rumusan perubahan Pasal 31, (1) Setiap warga negara berhak mendapatkan
pendidikan.

Perubahan UUD NRI Tahun 1945 juga memasukkan ketentuan baru tentang
upaya pemerintah dalam memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi. Rumusannya
terdapat dalam Pasal 31 Ayat (5) UUD NRI Tahun 1945: “Pemerintah memajukan
ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan
persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”.
Perubahan dunia itu pada kenyataannya berlangsung sangat cepat serta dapat
mengancam identitas bangsa dan negara Indonesia. Kita menyadari pula bahwa
budaya kita bukan budaya yang tertutup, sehingga masih terbuka untuk dapat ditinjau
kembali dan dikembangkan sesuai kebutuhan dan kemajuan zaman. Menutup diri
pada era global berarti menutup.kesempatan berkembang. Sebaliknya kita juga tidak
boleh hanyut terbawa arus globalisasi. Karena jika hanyut dalam arus globalisasi akan
kehilangan jati diri kita. Jadi, strategi kebudayaan nasional Indonesia yang kita
pilih.adalah sebagai berikut:
 Menerima sepenuhnya: unsur-unsur budaya asing yang sesuai dengan kepribadian
bangsa;

128
 Menolak sepenuhnya: unsur-unsur budaya asing yang tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa;
 Menerima secara selektif: unsur budaya asing yang belum jelas apakah sesuai atau
bertentangan dengan kepribadian bangsa.

b. Aturan Dasar Ihwal Perkonomian dan Kesejahteraan Sosial


Sebelum diubah, ketentuan ini diatur dalam Bab XIV dengan judul Kesejahteraan
Sosial dan terdiri atas 2 pasal, yaitu Pasal 33 dengan 3 ayat dan Pasal 34 tanpa ayat.
Setelah perubahan UUD NRI 1945, judul bab menjadi Perekonomian Nasional dan
Kesejahteraan Sosial, terdiri atas dua pasal, yaitu Pasal 33 dengan 5 ayat dan Pasal 34
dengan 4 ayat. Ambillah naskah UUD NRI 1945 dan bacalah dengan seksama pasal-
pasal yang dimaksud tersebut.Salah satu perubahan penting untuk Pasal 33 terutama
dimaksudkan untuk melengkapi aturan yang sudah diatur sebelum perubahan UUD
NRI 1945, sebagai berikut:
 Pasal 33 Ayat (1) UUD NRI 1945: menegaskan asas kekeluargaan;
 Pasal 33 Ayat (2) UUD NRI 1945: menegaskan bahwa cabang-cabang produksi
yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak harus
dikuasai Negara.
 Pasal 33 Ayat (3) UUD NRI 1945: menegaskan bahwa bumi dan air dan kekayaan
alam yang terkandung di dalamnya harus dikuasai negara.

Adapun ketentuan baru yang tercantum dalam Pasal 33 Ayat (4) UUD NRI 1945
menegaskan tentang prinsip-prinsip perekonomian nasional yang perlu dicantumkan
guna melengkapi ketentuan dalam Pasal 33 Ayat (1), (2), dan (3) UUD NRI 1945.
Mari kita bicarakan terlebih dahulu mengenai ketentuan-ketentuan mengenai
perekonomian nasional yang sudah ada sebelum perubahan UUD NRI 1945.

Sebelum diubah Pasal 34 UUD NRI 1945 ditetapkan tanpa ayat. Setelah dilakukan
perubahan UUD NRI 1945 maka Pasal 34 memiliki 4 ayat. Perubahan ini didasarkan
pada kebutuhan meningkatkan jaminan konstitusional yang mengatur kewajiban
negara di bidang kesejahteraan sosial. Adapun ketentuan mengenai kesejahteraan
sosial yang jauh lebih lengkap dibandingkan dengan sebelumnya merupakan bagian

129
dari upaya mewujudkan Indonesia sebagai negara kesejahteraan (welfare state),
sehingga rakyat dapat hidup sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaannya.

c. Aturan Dasar Usaha Pertahanan dan Keamanan Negara


Semula ketentuan tentang pertahanan negara menggunakan konsep pembelaan
terhadap negara [Pasal 30 Ayat (1) UUD NRI 1945]. Namun setelah perubahan UUD
NRI 1945 konsep pembelaan negara dipindahkan menjadi Pasal 27 Ayat (3) dengan
sedikit perubahan redaksional. Setelah perubahan UUD NRI Tahun 1945, ketentuan
mengenai hak dan kewajiban dalam usaha pertahanan dan keamanan negara [Pasal 30
Ayat (1) UUD NRI 1945] merupakan penerapan dari ketentuan Pasal 27 Ayat (3)
UUD NRI 1945.

Pasal 30 Ayat (2) UUD NRI 1945 menegaskan sebagai berikut: “Usaha
pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan
keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia, sebagai komponen utama, dan rakyat, sebagai kekuatan
pendukung”. Dipilihnya sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
(Sishankamrata) dilatarbelakangi oleh pengalaman sejarah bangsa Indonesia sendiri.

Dengan dasar pengalaman sejarah tersebut maka sistem pertahanan dan keamanan
rakyat semesta tersebut dimasukkan ke dalam ketentuan UUD NRI Tahun 1945.
Tahukah Anda apa maksud upaya tersebut? Jawabannya adalah untuk lebih
mengukuhkan keberadaan sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta tersebut.
Di samping itu juga kedudukan rakyat dan TNI serta Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Polri) dalam usaha pertahanan dan keamanan negara makin dikukuhkan.
Dalam hal ini kedudukan rakyat adalah sebagai kekuatan pendukung, sedang TNI dan
Polri sebagai kekuatan utama. Sistem ini menjadi salah satu ciri khas sistem
pertahanan dan keamanan Indonesia yang bersifat semesta, yang melibatkan seluruh
potensi rakyat warga negara, wilayah, sumber daya nasional, secara aktif, terpadu,
terarah, dan berkelanjutan.

d. Aturan Dasar Ihwal Hak dan Kewajiban Asasi Manusia


Penghormatan terhadap hak asasi manusia pasca Amandemen UUD NRI 1945
mengalami dinamika yang luar biasa. Jika sebelumnya perihal hak-hak dasar

130
warganegara yang diatur dalam UUD NRI 1945 hanya berkutat pada pasal 27, 28, 29,
30, 31, 32, 33, dan 34, setelah Amandemen keempat UUD NRI 1945 aturan dasar
mengenai hal tersebut diatur tersendiri di bawah judul Hak Asasi Manusia (HAM). Di
samping mengatur perihal hak asasi manusia, diatur juga ihwal kewajiban asasi
manusia.

5. Esensi dan Urgensi Harmoni Kewajiban dan Hak Negara dan Warga Negara
UUD NRI Tahun 1945 tidak hanya memuat aturan dasar ihwal kewajiban dan hak
negara melainkan juga kewajiban dan hak warga negara. Dengan demikian terdapat
harmoni kewajiban dan hak negara di satu pihak dengan kewajiban dan hak warga negara
di pihak lain. Esensi dan urgensi harmoni kewajiban dan hak Negara dan warga Negara
dapat dipahami dengan menggunakan pendekatan kebutuhan warga Negara yang
meliputi:
a. Agama
Bangsa Indonesia dikenal sebagai bangsa yang religius. Kepercayaan bangsa kita
kepada Tuhan Yang Maha Esa telah ada semenjak zaman prasejarah, sebelum
datangnya pengaruh agama-agama besar ke tanah air kita. Karena itu dalam
perkembangannya, bangsa kita mudah menerima penyebaran agama-agama besar itu.
Rakyat bangsa kita menganut berbagai agama berdasarkan kitab suci yang
diyakininya. Undang-Undang Dasar merupakan dokumen hukum yang mewujudkan
cita-cita bersama setiap rakyat Indonesia. Dalam hal ini cita-cita bersama untuk
mewujudkan kehidupan beragama juga merupakan bagian yang diatur dalam UUD.
Ketentuan mengenai agama diatur dalam UUD NRI 1945 Pasal 29.

b. Pendidikan dan Kebudayaan


Pendidikan dan kebudayaan merupakan dua istilah yang satu sama lain saling
berkorelasi sangat erat. Pendidikan adalah salah satu bentuk upaya pembudayaan.
Melalui proses, pendidikan kebudayaan bukan saja ditransformasikan dari generasi
tua ke generasi muda, melainkan dikembangkan sehingga mencapai derajat tertinggi
berupa peradaban. Tujuan pendidikan nasional terdapat dalam Pasal 31 Ayat (3) UUD
NRI 1945, yaitu “pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan suatu system
pendidikan nasional yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia
dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa yang di atur dengan undang-undang”.

131
Jika kita melihat fungsi-fungsi negara (function of the state) dalam lingkup
pembangunan negara (state-building) cakupannya meliputi hal-hal berikut ini:
 Fungsi minimal: melengkapi sarana dan prasarana umum yang memadai, seperti
pertahanan dan keamanan, hukum, kesehatan, dan keadilan.
 Fungsi madya: menangani masalah-masalah eksternalitas, seperti pendidikan,
lingkungan, dan monopoli.
 Fungsi aktivis: menetapkan kebijakan industrial dan redistribusi kekayaan.

Berdasarkan klasifikasi fungsi negara tersebut, penyelenggaraan pendidikan


termasuk fungsi madya dari negara. Artinya, walaupun bukan merupakan pelaksanaan
fungsi tertinggi dari negara, penyelenggaraan pendidikan juga sudah lebih dari hanya
sekedar pelaksanaan fungsi minimal negara. Oleh karena itu, penyelenggaraan
pendidikan sangatlah penting.

c. Perekonomian dan Kesejahteraan Rakyat


Sesuai semangat Pasal 33 Ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 asas perekonomian
nasional adalah kekeluargaan. Kekeluargaan merupakan asas yang dianut oleh
masyarakat Indonesia dalam berbagai aspek kehidupan yang salah satunya kegiatan
perekonomian nasional. Asas kekeluargaan dapat diartikan sebagai kerja sama yang
dilakukan lebih dari seorang dalam menyelesaikan pekerjaan, baik untuk kepentingan
pribadi maupun kepentingan umum.

Penerapan asas kekeluargaan dalam perekonomian nasional adalah dalam sistem


ekonomi kerakyatan. Sistem ekonomi kerakyatan adalah sistem ekonomi nasional
yang berasas kekeluargaan, berkedaulatan rakyat, bermoral Pancasila, dan
menunjukkan pemihakan sungguh-sungguh pada ekonomi rakyat. Sistem ekonomi
kerakyatan adalah sistem ekonomi yang bertumpu pada kekuatan mayoritas rakyat.
Dengan demikian sistem ini tidak dapat dipisahkan dari pengertian “sektor ekonomi
rakyat”, yakni sektor ekonomi baik sektor produksi, distribusi, maupun konsumsi
yang melibatkan rakyat banyak, memberikan manfaat bagi rakyat banyak, pemilikan
dan penilikannya oleh rakyat banyak.

132
d. Pertahanan dan Keamanan
Berdasarkan aturan dasar ihwal pertahanan dan keamanan Negara Pasal 30 Ayat
(2) UUD NRI Tahun 1945 bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara
dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta
(Sishankamrata) oleh Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara
Republik Indonesia (Polri), sebagai komponen utama, dan rakyat, sebagai kekuatan
pendukung. Dengan demikian tampak bahwa komponen utama dalam Sishankamrata
adalah TNI dan Polri. Mengenai adanya ketentuan dalam Pasal 30 Ayat (5) UUD NRI
1945 yang menyatakan bahwa kedudukan dan susunan TNI dan Polri lebih lanjut
diatur dengan undang-undang, merupakan dasar hukum bagi DPR dan presiden untuk
membentuk undang-undang. Pengaturan dengan undang-undang mengenai pertahanan
dan keamanan negara merupakan konsekuensi logis dari prinsip yang menempatkan
urusan pertahanan dan keamanan sebagai kepentingan rakyat.

Keamanan nasional suatu negara salah satu evolusi di era modern saat ini adalah
dimana sekala ancaman tidak hanya ditargetkan pada sistem semata namun dapat
menargetkan infrastruktur kritis suatu negara. Oleh sebab itu, untuk menanggapi
ancaman maka suatu negara membutuhkan pengolahan keamanan melalui regulasi
kebijakan di bidang pertahanan dan keamanan nasional. Dalam konteks ini, Indonesia
sebagai salah satu negara dengan tingkat populasi terbesar di dunia akan
membutuhkan pertahanan maupun keamanan baik dari segi regulasi maupun badan
khusus yang menangapi permasalahan. Dengan demikan, kebutuhan membangun
pertahanan dan keamanan nasional sangat penting dan Indonesia juga perlu belajar
dari pengalaman beberapa negara dan membutuhkan kerja sama di bidang pertahanan
dan keamanan (Yasin, 2015: 103).

Kesimpulan:
1. Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan suatu yang semestinya diterima atau
dilakukan melulu oleh pihak tertentu dan tidak dapat oleh pihak lain mana pun juga yang
pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa olehnya. Wajib adalah beban untuk
memberikan sesuatu yang semestinya dibiarkan atau diberikan melulu oleh pihak tertentu

133
tidak dapat oleh pihak lain mana pun yang pada prinsipnya dapat dituntut secara paksa
oleh yang berkepentingan.
2. Hak dan kewajiban warga negara merupakan wujud dari hubungan warga negara dengan
negara. Hak dan kewajiban bersifat timbal balik, bahwa warga negara memiliki hak dan
kewajiban terhadap negara, sebaliknya pula negara memiliki hak dan kewajiban terhadap
warga negara.
3. Hak dan kewajiban warga negara dan negara Indonesia diatur dalam UUD NRI 1945
mulai pasal 27 sampai 34, termasuk di dalamnya ada hak asasi manusia dan kewajiban
dasar manusia. Pengaturan akan hak dan kewajiban tersebut bersifat garis besar yang
penjabarannya dituangkan dalam suatu undang-undang.
4. Sekalipun aspek kewajiban asasi manusia jumlahnya lebih sedikit jika dibandingkan
dengan aspek hak asasi manusia sebagaimana tertuang dalam UUD NRI 1945, namun
secara filosofis tetap mengindikasikan adanya pandangan bangsa Indonesia bahwa hak
asasi tidak dapat berjalan tanpa dibarengi kewajiban asasi. Dalam konteks ini Indonesia
menganut paham harmoni antara kewajiban dan hak ataupun sebaliknya harmoni antara
hak dan kewajiban.
5. Hak dan kewajiban warga negara dan negara mengalami dinamika terbukti dari adanya
perubahan-perubahan dalam rumusan pasal-pasal UUD NRI 1945 melalui proses
amandemen dan juga perubahan undang-undang yang menyertainya.
6. Jaminan akan hak dan kewajiban warga negara dan negara dengan segala dinamikanya
diupayakan berdampak pada terpenuhinya keseimbangan yang harmonis antara hak dan
kewajiban negara dan warga negara.

2.10 Resume kelompok 10


Judul:
“WAWASAN NUSANTARA SEBAGAI PANDANGAN KOLEKTIF KEBANGSAAAN 
DAN KETAHANAN NASIONAL DALAM MEMBANGUN KOMITMEN KOLEKTIF 
KEBANGSAAAN”

Pendahuluan:
Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia dan terletak diantara dua benua benua,
Asia  di utara, Australia di Selatan, dan dua samudra yaitu Hindia/Indonesia di barat
dan Pasifik  Timur. Dalam perspektif geopolitik, bentangan posisi geografis ini tentu
saja menjadikan  Indonesia sebagai negara yang memiliki bergaining power dan

134
bergaining position strategis  dalam percaturan dan hubungan antarbangsa, baik dalam
lingkup kawasan maupun Global. Hal  ini berangkat dari pemikiran bahwa ruang
merupakan inti dari geopolitik karena di sana  merupakan wadah dinamika politik dan
militer. 

Penguasaan ruang secara de facto dan de jure merupakan legitimasi dari


kekuasaan  politik. Bertambahnya ruang negara atau berkurangnya ruang negara oleh
berbagai jenis sebab,  selalu dikaitkaSementara itu, hubungan antar bangsa senantiasa
diwarnai oleh kompetisi dan  kerjasama. Dalam hubungan tersebut, setiap bangsa
berupaya untuk mencapai dan mengamankan  kepentingan nasionalnya menggunakan
semua instrumen kekuatan nasional dimilikinya.n  dengan kehormatan dan kedaulatan
negara dan bangsa (Sunardi, 2000, 33 – 35). 

Dalam kaitan kepentingan nasional itulah, bangsa Indonesia tentu saja harus
senantiasa  mengembangkan dan memiliki kesadaran ruang (space consciousness) dan
kesadaran geografis  (geographical awareness) sebagai Negara kepulauan. Hal ini
logis dan sangat mendasar  mengingat, di satu sisi, posisi geografis yang strategis dan
terbuka serta mengandung keragaman  potensi sumber kekayaan alam, tentu saja
merupakan peluang dan keuntungan bagi bangsa  Indonesia dalam mewujudkan cita-
cita dan tujuan nasionalnya. 

Namun di sisi lain, posisi geografis yang menjadi perlintasan dan pertemuan
kepentingan  berbagai negara ini, mengandung pula kerawanan dan kerentanan karena
pengaruh  perkembangan lingkungan strategis yang dapat berkembang menjadi
ancaman bagi ketahanan  bangsa dan pertahanan Negara. 

Berbagai pengaruh dan dampak negatif dari perkembangan lingkungan strategis


yang  disertai berubahnya persepsi dan hakikat ancaman terhadap eksistensi maupun
kedaulatan  bangsa, tentu saja harus dicermati dan disikapi oleh bangsa Indonesia
secara sungguh–sungguh.  Hal ini penting mengingat kemajuan ilmu pengetahuan
teknologi, informasi dan komunikasi.  Oleh karena itu, salah satu upaya yang harus
menjadi fokus perhatian segenap komponen bangsa adalah kemandirian dalam
penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan teknologi di berbagai  bidang. 

135
Dalam konteks membangun ketahanan nasional aspek pertahanan keamanan,
maka  penguasaan, pengembangan dan pemanfaatan teknologi merupakan cara cerdas
untuk  mengantisipasi dan menghadapi ancaman militer maupun ancaman nir militer.
Terkait hal  tersebut, keberadaan perguruan tinggi beserta civitas academikanya,
memiliki relevansi yang  sangat strategis dalam memperkuat sistem pertahanan negara
di masa damai maupun di masa  perang. Sesuai dengan kapasitas, kapabilitas dan
kompetensinya, peranserta dan partisipasi aktif  perguruan tinggi semakin dibutuhkan
untuk melipatgandakan kekuatan dan kemampuan  pertahanan negara dalam
menghadapi potensi ancaman

Pembahasan:
1. Geopolitik dan Geostrategi Indonesia

Keberlangsungan hidup dan eksistensi suatu bangsa, sangat dipengaruhi oleh


kemampuan bangsa tersebut dalam memahami dan menguasai kondisi geografi serta
lingkungan sekitarnya. Tumbuh kembangnya atau berkurangnya ruang hidup bangsa,
juga dipengaruhi oleh pandangan geopolitik yang diyakini oleh entitas suatu bangsa.

“Geopolitik bukan ilmu pengetahuan murni, melainkan sebuah multidisiplin ilmu


yang mempelajari hubungan antar ruang dan politik, antara teritorial dan individu.
Meletakkan semua masalah pada aspek geografi yang memungkinkan kita menganalisa
kondisi saat ini, memahami hubungan satu kejadian dengan kejadian lainnya”. Menurut
Sophie Chautard dalam bukunya La Geopolitique.

Pandangan Gearoid O’ Tuathail menyatakan bahwa “Geopolitik tidak memiliki


makna atau identitas tunggal yang mencakup segala hal. Geopolitik merupakan suatu
wacana, yaitu suatu cara penggambaran, perwakilan dan penulisan tentang geografi dan
politik internasional yang sangat beragam secara kultural dan politik.”

Dalam pidato peresmian Lemhannas RI tahun 1965, Presiden pertama RI, Ir.
Soekarno, menegaskan bahwa pertahanan nasional hanya dapat dilaksanakan secara
sempurna, bila suatu bangsa mendasarkan pertahanan nasional atas pengetahuan
geopolitik.

136
a. Wawasan Nusantara

Pengetahuan geopolitik yang dimaksud adalah geopolitik Indonesia yang


dikembangkan berdasarkan tiga faktor yang membentuk karakter bangsa indonesia,
yaitu sejarah lahirnya negara, bangsa dan tanah air, serta cita – cita dan ideologi
bangsa.

Berdasarkan ketiga hal tersebut, bangsa indonesia telah mengembangkan


pandangan geopolitik yang bersumber pada nilai – nilai kesejarahan yang sudah
dimulai sejak era prakolonialisme hingga era kemerdekaan RI.

Pandangan yang bersumber pada kesamaan pengalaman pahit sejarah, pada


akhirnya menghasilkan konsepsi Wawasan Nusantara sebagai pandangan geopolitik
yang memandang wilayah nusantara sebagai ruang hidup yang harus dipertahankan
dan dikelola sebagai sumber kehidupan bangsa indonesia dalam mencapai tujuan dan
cita – cita nasional.

Secara formal, Wawasan Nusantara dipahami dan dimengerti sebagai cara


pandang bangsa indonesia tentang diri dan lingkungan keberadaanya dalam
memanfaatkan kondisi dan konstelasi geografi dengan menciptakan tanggungjawab
dan motivasi atau dorongan bagi seluruh bangsa indonesia untuk mencapai tujuan
nasional.

Sebagai wawasan nasional, konsepsi Wawasan Nusantara menganut filosofi dasar


geopolitik Indonesia yang mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Sebagai
hasil perenungan filsafat tentang diri dan lingkungannya, Wawasan Nusantara
mencerminkan pula dimensi pemikiran mendasar bangsa Indonesia yang mencakup
dimensi kewilayahan sebagai suatu realitas serta dimensi kehidupan, bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara sebagai suatu fenomena hidup. Kedua dimensi pemikiran
tersebut merupakan keterpaduan pemikiran dalam dinamika kehidupan pada seluruh
aspek kehidupan nasional yang berlandaskan Pancasila.
Setiap komponen dan anak bangsa harus mampu memandang, menyikapi serta
mengelola sifat dan karakter geografis lingkungannya yang sarat dengan potensi dan
risiko ancaman. Pola pikir, pola sikap dan pola tindak bangsa Indonesia harus paham,

137
akrab dan menyatu dengan perilaku geografis kepulauan indonesia sebagai ruang,
alat dan kondisi juang untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya.

b. Ketahanan Nasional

Ketahanan Nasional merupakan kondisi sekaligus konsepsi pembangunan nasional


dalam pencapaian tujuan dan cita – cita bangsa. Sebagai suatu kondisi, Ketahanan
Nasional merupakan kondisi dinamis bangsa yang berisi ketangguhan serta keuletan
dan kemampuan bangsa untuk mengembangkan kekuatan nasional dalam
menghadapi segala macam dan bentuk ancaman, tantangan, hambatan, dan gangguan
baik yang datang dari dalam maupun luar, yang mengancam dan membahayakan
integritas, identitas serta kelangsungan hidup bangsa dan negara.

Ketahanan Nasional merupakan kondisi kehidupan nasional yang harus


diwujudkan dan dibina secara dini, terus menerus, terpadu dan sinergis. Ketahanan
Nasional merupakan landasan konsepsional strategis yang sekaligus merupakan pisau
analisis untuk memecahkan berbagai permasalahan strategis bangsa melalui
pendekatan 8 (delapan) aspek kehidupan nasional (asta gatra) yang terdiri dari 3
(tiga) aspek alamiah (tri gatra) yang bersifat statis dan 5 (lima) aspek kehidupan
(panca gatra) yang bersifat dinamis.

Peran dan hubungan diantara kedelapan gatra saling terkait dan saling tergantung
secara utuh menyeluruh membentuk tata laku masyarakat dalam kehidupan nasional.
Dalam implementasinya, ketahanan nasional diselenggarakan dengan mengutamakan
pendekatan kesejahteraan dan pendekatan keamanan yang serasi, selaras dan
seimbang.

Kesejahteraan dapat digambarkan sebagai kemampuan bangsa dalam


menumbuhkan dan mengembangkan nilai-nilai nasionalnya demi sebesar-besar
kemakmuran yang adil dan merata, rohaniah, dan jasmaniah. Sementara itu,
keamanan harus dipahami sebagai kemampuan bangsa dalam melindungi nilai-nilai
nasionalnya terhadap ancaman dari luar dan dari dalam, termasuk di dalamnya
melindungi pancasila sebagai dasar Negara.

138
Dalam perspektif Ketahanan Nasional, pertahanan negara Indonesia tidak terlepas
dari pengaruh dan dinamika kondisi yang terkait dengan delapan aspek kehidupan
nasional. Konsep keseimbangan dan saling keterkaitan antar satu gatra dengan gatra
lainnya serta sistem pertahanan negara yang bersifat kesemestaan, mencerminkan
adanya keterhubungan yang kuat antara kondisi Ketahanan Nasional dengan
Pertahanan Negara secara menyeluruh.

Pembinaan dan pengkondisian Ketahanan Nasional dalam berbagai aspeknya,


akan menentukan kualitas Pertahanan Negara, baik di masa damai maupun dalam
masa perang. Kualitas Pertahanan Negara akan berbanding lurus dengan kondisi
Ketahanan Nasional yang dimiliki, artinya setiap perubahan kondisi Ketahanan
Nasional bangsa, dengan sendirinya akan berpengaruh terhadap kualitas pertahanan
negara dalam implementasinya.

2. Nasionalisme dan Wawasan Kebangsaan Indonesia

Sejarah mencatat bahwa setidaknya ada empat hal yang dapat menjadi perekat bangsa,
yaitu pertama, jaringan perdagangan di masa lampau. Kedua, penggunaan bahasa yang
sejak 1928 kita sebut sebagai bahasa Indonesia. Ketiga, imperium HindiaBelanda
sesudah pax neerlandica, dan keempat, pengalaman bersama hidup sebagai bangsa
Indonesia sejak 1945.

Proses pembentukan bangsa Indonesia diawali oleh keinginan untuk lepas dari
penjajahan dan ingin memiliki kehidupan yang lebih baik bebas dari penindasan dan
bebas untuk melakukan apa yang diinginkan sebagai sebuah bangsa yang dibalut dalam
rasa Nasionalisme.

Kemudian Kerangka cita-cita Nasional (bangsa) tersebut terangkum apik dalam


pembukaan UUD 1945, dengan Negara republik Indonesia sebagai pengemban amanah
dari kedaulatan rakyat Indonesia. Pertumbuhan wawasan kebangsaan Indonesia bersifat
unik dan tidak dapat disamakan dengan pertumbuhan nasionalisme bangsa lain.

Walaupun rasa “persatuan” keIndonesiaan telah bertunas lama dalam sejarah bangsa
Indonesia, namun semangat kebangsaan atau nasionalisme ke-Indonesiaan dalam arti

139
yang sesungguhnya, secara formal baru lahir pada permulaan abad ke-20. Semangat
kebangsaan tersebut lahir sebagai reaksi perlawanan terhadap kolonialisme yang telah
berlangsung berabad abad lamanya. Karena itu, nasionalisme Indonesia kontemporer
terutama berakar pada keadaan bangsa Indonesia pada abad keduapuluh, namun beberapa
dari akar-akarnya berasal dari lapisan sejarah yang jauh lebih tua (Kahin, 1970).

Kebangkitan dan lahirnya semangat kebangsaan dan nasionalisme Indonesia pada


awal abad ke-20, ditandai oleh tiga momentum sejarah yang saling terkait erat dan tidak
dapat dipisahkan, yaitu : Kebangkitan nasional tahun 1908, Sumpah Pemuda tahun 1928
dan Proklamasi kemerdekaan RI tahun 1945.

Ketiga momentum sejarah tersebut, merupakan rangkaian proses terbentuknya


nasionalisme Indonesia yang sarat dengan nilai – nilai ke-Indonesiaan. Semangat
kebangsaan dan nasionalisme Indonesia berpijak pada sistem nilai dan pandangan hidup
bangsa Indonesia.

Dalam pidato Bung Karno (7 Mei 1953) di Universitas Indonesia, yang intinya ialah:
Pertama, nasionalisme Indonesia bukan nasionalisme sempit (chauvinism) tetapi
nasionalisme yang mencerminkan perikemanusiaan (humanisme, internasionalisme);
Kedua, kemerdekaan Indonesia tidak hanya bertujuan untuk menjadikan negara yang
berdaulat secara politik dan ekonomi, tetapi juga mengembangkan kepribadian sendiri
atau kebudayaan yang “bhinneka tunggal ika”.

Menurut Notonagoro, Unsur-unsur yang membentuk nasionalisme Indonesia adalah


sebagai berikut:
a. Kesatuan Sejarah
Kesatuan yang dibentuk dalam perjalanan sejarahnya yang panjang sejak zaman 
Sriwijaya, Majapahit dan munculnya kerajaan-kerajaan Islam hingga akhirnya
muncul  penjajahan VOC dan Belanda. Secara terbuka nasionalisme mula pertama
dicetuskan dalam  Sumpah Pemuda 28 Oktober 1928 dan mencapai puncaknya pada
Proklamasi Kemerdekaan RI  pada 17 Agustus 1945.

b. Kesatuan Nasib

140
Bangsa Indonesia terbentuk karena memiliki persamaan nasib, yaitu penderitaan
selama  masa penjajahan dan perjuangan merebut kemerdekaan secara terpisah dan
bersama-sama.

c. Kesatuan Kebudayaan
Walaupun bangsa Indonesia memiliki keragaman kebudayaan dan menganut
agama yang  berbeda, namun keseluruhannya itu merupakan satu kebudayaan yang
serumpun dan mempunyai  kaitan dengan agamaagama besar yang dianut bangsa
Indonesia.

d. Kesatuan Wilayah
Bangsa ini hidup dan mencari penghidupan di wilayah yang sama yaitu tumpah
darah  Indonesia.

e. Kesatuan Asas Kerohanian


Bangsa ini memiliki kesamaan cia-cita, pandangan hidup dan falsafah kenegaraan
yang  berakar dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia sendiri di masa lalu
maupun pada masa  kini. Bagi bangsa Indonesia, mengutip sejarawan sosial Charles
Tilly, Nasionalisme kita adalah  “state-led nationalism”. Semacam nasionalisme yang
dibangun dari atas, dan lalu meluncur ke  bawah. Artinya, negara harus membentuk
watak dan karakter serta memberi arah bagi anak  bangsa. Negara harus melakukan
konstruksi wawasan kebangsaan sebagai “proyek bersama” bagi seluruh warganya.
Namun demikian, apa yang diupayakan negara tentu saja harus  dipahami, dimengerti
dan didukung oleh seluruh anak bangsa tanpa terkecuali.

3. Globalisasi dan Tantangannya

Globalisasi merupakan proses hubungan antarbangsa yang sudah terjadi sejak berabad
lalu. Proses ini berkembang dari waktu ke waktu sejalan dengan perkembangan ideologi,
politik, ekonomi dan sosial budaya. Perkembangan serta kemajuan ilmu pengetahuan
teknologi informasi dan komunikasi, telah mendorong hubungan sosial dan saling
ketergantungan antarbangsa, antarnegara dan antar manusia semakin besar.

141
Globalisasi yang didominasi oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi
informasi, telah merubah pola hubungan antar bangsa dalam berbagai aspek dan
menjadikan globalisasi sebagai fenomena yang bersifat multidimensi. Negara seolah
tanpa batas, saling tergantung, dan saling terhubung antara satu negara dengan negara
lainnya.

Dominasi negara-negara maju terhadap negara-negara berkembang semakin menguat


melalui konsep pasar bebas dalam lingkup global maupun regional. Di tengah kuatnya
arus globalisasi yang ditandai dengan persaingan global, saat ini tidak ada satupun negara
di dunia yang mampu berdiri sendiri. Saling ketergantungan dan saling keterhubungan
merupakan hal yang sulit untuk dihindari.

Era reformasi yang diawali krisis moneter tahun 1998, merupakan bukti kuatnya
pengaruh globalisasi terhadap dinamika kehidupan nasional. Sejak era reformasi
digulirkan tahun 1998, dari perspektif kehidupan demokrasi, kehidupan politik nasional
mengalami kemajuan yang sangat signifikan. Kebebasan dan keterbukaan dalam
menyampaikan pendapat, menjadi ciri kehidupan masyarakat sehari – hari.

Di satu sisi, pencapaian ini tentu saja merupakan kemajuan dan prestasi besar bangsa.
Namun di sisi lain, tidak dapat disangkal, bahwa keseharian kehidupan masyarakat telah
diwarnai pola pikir, pola sikap dan pola tindak individualistis dan kelompok. Masyarakat
luas, dalam berbagai tataran, telah mengadopsi nilai – nilai baru yang belum sepenuhnya
dipahami serta diyakini kebenaran dan kesesuaiannya dengan karakter bangsa.

Nilai – nilai luhur bangsa dianggap sebagai nilai lama yang usang dan sudah tidak
relevan dengan semangat reformasi yang sarat dengan semangat perubahan. Semangat
perubahan telah diartikan secara hitam putih dan bahkan cenderung pragmatis tanpa
memperhatikan dampak yang diakibatkannya.

Dinamika kehidupan nasional berjalan sangat dinamis tapi kontra produktif bagi
penguatan wawasan kebangsaan. Dampak demokratisasi tidak didasari dengan
pemahaman nilai nilai Pancasila telah memunculkan sikap individualistis yang sangat
jauh berbeda dengan nilai-nilai Pancasila yang lebih mengutamakan semangat

142
kegotongroyongan, keseimbangan, kerjasama, saling menghormati, kesamaan, dan
kesederajatan dalam hubungan manusia dengan manusia.

Perubahan tata nilai dan tata laku sebagian besar komponen bangsa tercermin dari
sikap pragmatisme dalam menyikapi dan menyelesaikan berbagai permasalahan bangsa.
Pancasila masih tampak kokoh berdiri mempersatukan berbagai komponen bangsa, suku
bangsa, golongan dan etnik di bawah NKRI. Namun, bangsa ini harus berani jujur untuk
mengakui bahwa Pancasila sebagai dasar negara cenderung dipandang hanya sebatas
simbol yang mulai kehilangan roh dan makna filosofinya.

Tidak mengherankan, apabila saat ini Nasionalisme ataupun Wawasan kebangsaan ke


Indonesia-an, menjadi barang mewah yang sangat sulit ditemukan di kalangan generasi
muda. Wawasan kebangsaan bukan merupakan sesuatu yang menarik untuk dibahas atau
bahkan menjadi trendsetter dalam kehidupan kalangan muda. Mungkin ada benarnya bila
banyak orang menyimpulkan bahwa generasi muda Indonesia sedang mengalami krisis
wawasan kebangsaan. Wawasan kebangsaan, kini terasa menjadi sesuatu yang bersifat
abstrak tak tersentuh dan mengalami sebuah pendangkalan makna secara mendasar.

Globalisasi yang menembus batas-batas negara telah mengaburkan persepsi dan


wawasan kebangsaan, sesuatu yang justru merupakan hal yang sangat esensial dalam
mempertahankan eskistensi dan kedaulatan negara. Oleh karena itu, berbicara soal
wawasan kebangsaan akan terdengar asing, dan bagi mereka yang berapi-api
membelanya akan dianggap sebagai anomali ditengah kehidupan modern.

Tak satu negara pun bisa bertahan hanya dengan sekadar menyejajarkan diri dengan
pesaing atau bahkan dengan mereka yang dianggap unggul, melainkan bangsa ini harus
menyejajarkan diri dengan mereka yang masuk “kelas dunia”. Di tengah semakin
kaburnya wujud dan bentuk ancaman yang berkembang, potensi ancaman tidak lagi
dalam bentuk ancaman yang bersifat fisik.

Invasi dalam bentuk pengerahan kekuatan militer tidak lagi menjadi pilihan bagi
negara – negara memiliki kepentingan atas negara lain. Ideologi, politik, ekonomi dan
budaya kini merupakan pilihan negara – negara lain untuk memaksakan kepentingannya
dan “menaklukan” negara lainnya. Namun demikian, dampak yang ditimbulkan

143
menyentuh hampir seluruh sendi – sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan
bernegara di perkotaan maupun hingga pelosok desa.

4. Pertahanan Negara dan Bela Negara


Bagi bangsa Indonesia, perang merupakan jalan terakhir yang terpaksa harus
ditempuh untuk mempertahankan ideologi negara, kemerdekaan dan kedaulatan NKRI.
Doktrin dan Sistem Pertahanan Negara Indonesia tersebut secara tersirat mencerminkan
pandangan bangsa Indonesia tentang konsep perang dan damai, yakni “Bangsa Indonesia
cinta damai, akan tetapi lebih cinta kemerdekaan”.

Bangsa Indonesia tidak mengembangkan ajaran tentang kekuasaan dan adu kekuatan,
karena hal tersebut mengandung benih-benih persengketaan, permusuhan dan
ekspansionisme. Indonesia mengembangkan dan menyelenggarakan sistem pertahanan
negaranya dalam nuansa keterbukaan, yang merupakan perwujudan prinsip cinta damai
dan ingin hidup berdampingan secara harmonis dengan negara-negara lain.

Sikap dan cara pandang bangsa Indonesia tersebut merefleksikan pandangan


Geopolitik dan Geostrategi bangsa Indonesia yang secara jelas dituangkan dalam Buku
Putih Pertahanan Indonesia tahun 2008.
a. Sistem Pertahanan Semesta
Sebagai penjabaran konstitusi pada aspek pertahanan, bangsa Indonesia telah
menyusun Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang
menetapkan bahwa

Sistem Pertahanan Negara Indonesia adalah sistem pertahanan bersifat semesta


yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya.
Hal ini merupakan upaya untuk menyinergikan kinerja komponen Militer dan Nir
Militer dalam rangka menjaga, melindungi dan memelihara kepentingan nasional
Indonesia.

Sistem Pertahanan Semesta memadukan pertahanan militer dan pertahanan


nirmiliter yang saling menyokong dalam menegakkan kedaulatan negara, keutuhan
wilayah NKRI, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.

144
UU RI Nomor 3 Tahun 2002 pasal 9 ayat (2) juga menjabarkan bahwa
keikutsertaan warga negara dalam upaya bela negara, diselenggarakan melalui:
pendidikan kewarganegaraan; pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; pengabdian
sebagai prajurit TNI; dan pengabdian sesuai dengan profesi. Dengan demikian,
Sistem Pertahanan Semesta dilaksanakan dengan melibatkan seluruh warga negara,
wilayah, serta segenap sumber daya nasional yang dipersiapkan secara dini oleh
pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berlanjut.

b. Spektrum Bela Negara


Setiap bangsa akan senantiasa dihadapkan pada perjuangan untuk
mempertahankan ruang hidup dan kepentingan nasionalnya. Oleh karena itu,
spektrum bela negara tidak terbatas pada pemahaman bela negara secara fisik pada
masa perang saja, melainkan juga mencakup pada aspek yang lebih luas mulai dari
bentuk yang paling halus hingga aspek yang paling keras. Bela negara dalam
spektrum yang halus atau lunak mencakup aspek psikologis dan aspek fisik.

Aspek psikologis mencerminkan kondisi jiwa, karakter dan jati diri setiap
warganegara yang dilandasi oleh pemahaman nilai – nilai luhur bangsa, Ideologi
Pancasila dan UUD NRI tahun 1945. Aspek fisik pada dasarnya merupakan
implementasi dan perwujudan bela negara aspek psikologis yang tercermin dari pola
tindak secara nyata dalam perjuangan mengisi kemerdekaan melalui berbagai
aktitifitas, mulai dari pengabdian sesuai profesi, menjunjung tinggi nama bangsa dan
negara dalam berbagai kegiatan nasional maupun internasional, partisipasi aktif dalam
penanganan permasalahan sosial maupun bencana hingga kewaspadaan individual
dalam menghadapi ancaman non fisik dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya.

Bela negara dalam spektrum yang keras merupakan bentuk hak dan kewajiban
perwujudan bela negara secara fisik dalam menghadapi ancaman yang didominasi
oleh ancaman militer negara lain. perang yang melibatkan kekuatan militer secara
langsung sudah tidak menjadi model penyelesaian konflik antar dua negara. Sebagai
bangsa yang merdeka dan berdaulat, bangsa Indonesia harus tetap memiliki
kesadaran bahwa probabilitas terjadinya perang masih sangat terbuka. Perang terbatas
yang terjadi di berbagai kawasan di Afrika, Afganistan dan Irak merupakan gambaran

145
bahwa probabilitas perang masih menjadi pilihan dalam mempertahankan
kepentingan nasional suatu bangsa.

Yang perlu dipahami, spektrum bela negara mulai dari spektrum lunak hingga
spektrum keras merupakan spektrum bela negara yang tidak terputus dan
berkelanjutan. Bela negara spektrum lunak merupakan pondasi dasar terbentuknya
kualitas bela negara spektrum keras. Artinya, kualitas bela negara spektrum lunak
akan berbanding lurus dengan kualitas bela negara spektrum keras. Dengan demikian
tidak dapat dipungkiri bahwa membangun pemahaman bela negara yang
komprehensif di masa damai merupakan faktor kunci keberhasilan terselenggaranya
implementasi konsep bela negara dalam sistem pertahanan semesta.

5. Peran PerguruanTinggi dalam Pembangunan Wawasan Kebangsaan

Perguruan Tinggi, sesungguhnya memiliki peran yang vital dan krusial dalam 
pembentukan watak dan karakter bangsa, khususnya generasi muda terpelajarnya. Dalam
kaitan pembentukan manusia Indonesia yang modern dan berwawasan kebangsaan itulah,
peran  perguruan tinggi menjadi sangat penting dan menentukan masa depan bangsa. Hal
ini tidak  terlepas dari fungsi perguruan tinggi yang mengemban tugas dan tanggung
jawab. 

Kalangan perguruan tinggi diharapkan mampu mentransformasikan dirinya sebagai 


spearhead pembangunan watak dan karakter bangsa. Dengan kapasitas dan
kapabilitasnya. 

Sebagai lembaga pendidikan tinggi, perguruan tinggi harus mampu membebaskan


diri  dari berbagai kepentingan apapun di luar kepentingan pendidikan. Disadari, ilmu
pengetahuan  dan teknologi merupakan kebutuhan untuk meningkatkan kesejahteraan dan
daya saing suatu  bangsa. Namun harus disadari pula, bahwa kesejahteraan dan daya
saing bangsa tidak cukup  hanya dibangun oleh penguasaan ilmu pengetahuan dan

146
teknologi. Masih dibutuhkan kecerdasan  emosional dan spiritual untuk memanfaatkan
dan mengelola kemajuan teknologi agar membawa  manfaat besar bagi bangsa. 

Oleh karena itu, lembaga pendidikan tinggi harus mampu menyajikan keseimbangan 
antara peningkatan kecerdasan intelektual dengan kecerdasan emosional maupun
kecerdasan  spiritual para mahasiswanya. Dalam bahasa sederhana, kecerdasan emosional
yang bersumber  dari budaya dan kearifan lokal diwujudkan dalam bentuk perilaku yang
menjunjung  tinggi Moral dan Etika; Kejujuran dan Kebangsaan.

Kesimpulan:
Era reformasi yang membawa semangat perubahan dan keterbukaan telah
membawa  banyak perubahan positif maupun negatif bagi kehidupan nasional.
Keterbukaan dan kebebasan  individu yang merupakan ciri demokrasi barat semakin
mendominasi pola pikir, pola sikap dan  pola tindak generasi penerus bangsa. 

Semangat gotong royong yang merupakan jiwa dan semangat yang terkandung
dalam Pancasila,  mulai dikesampingkan dan diabaikan. Tata nilai baru yang belum
sepenuhnya dipahami dan  diterima oleh bangsa Indonesia telah mengakibatkan
disharmonisasi hubungan vertikal maupun  horisontal di antara masyarakat Indonesia
yang majemuk. 

Berbagai permasalahan bangsa yang terjadi akhir – akhir ini, disebabkan semakin 
lunturnya toleransi atas perbedaan dan kemajemukan di antara komponen bangsa.
Permasalahan  ini tidak dapat dibiarkan berlarut-larut karena akan melemahkan sendi
– sendi kehidupan  bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Oleh karena itu, seluruh
komponen bangsa dalam  susunan struktur, Infra struktur dan Sub struktur politik
harus mampu membangun kembali  komunikasi politik yang didasarkan atas
kesadaran kolektif bangsa untuk mempertahankan nilai  – nilai empat konsensus
nasional.

147
DAFTAR PUSTAKA

Kaelan & Zubaidi, A. (2007). Pendidikan kewarganegaraan untuk Perguruan Tinggi.


Yogyakarta: Paradigma.

Nurwardani, Paristiyanti dkk. 2016. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi.


Cetakan 1. Hal 11-46. Indonesia : Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan,
ISBN 978- 602-6470-01-0

Sulkipani. (2017). Perencanaan Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)


Untuk Mengembangkan Kesadaran Bela Negara Mahasiswa. Jurnal Civics. Volume 14.
Nomor 1.

Supriyanto, Anton. (2018). Upaya Untuk Meningkatkan Keberanian Berpendapat


Dan Prestasi Belajar Melalui Penerapan Model Dilema Moral Mata Pelajaran PPKn. Jurnal
Bhineka Tunggal Ika: Kajian Teori dan Praktik PKn. Volume 5, No.2 , November 2018, pp.
116- 122.

Wahab, A. A., & Sapriya. (2011). Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan.
Bandung: Alfabeta.

Jimmy Pratama, Kristianus. 2019. Dinamika, Tantangan, Esensi dan Urgensi


Pancasila Sebagai Sistem Filsafat. (online).
https://www.researchgate.net/publication/336981894_DINAMIKA_TANTANGAN_ESENSI
_DAN_URGENSI_PANCASILA_SEBAGAI_SISTEM_FILSAFAT.

Kemristekdikti. 2016. Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi. Jakarta:


Kemristekdikti.

Amri, S. R. (2018). Pancasila Sebagai Sistem Etika. Voice of Midwifery, 8(01), 760-
768.

iii
Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kementerian Riset, Teknologi,
dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (2016). Pendidikan Pancasila Untuk Perguruan
Tinggi. Penerbit: Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia.

Putri, F. S., & Dewi, D. A. (2021). Implementasi Pancasila sebagai Sistem Etika.
EduPsyCouns: Journal of Education, Psychology and Counseling, 3(1), 176-184.

Afifah, Siti. 2012. Arti Defenisi Pengertian Ilmu dan Filsafat Ilmu. (online).
(http://edu.dzihni.com/2012/06/arti-defenisi-pengertian-ilmu-dalam.html, diakses tanggal 30
September 2021).

Noval. 2015. 15 Pengertian Ilmu Menurut Para Ahli Terlengkap. (online).


(http://www.seputarpengetahuan.com/2015/05/15, diakses tanggal 30 September 2021).

Setiawan, Ebta. 2012. Kamus Besar Bahasa Indonesia. (online). (


http://kbbi.web.id/ilmu, diakses tanggal 30 September 2021).

Daryono, M, dkk. 1997. Pengantar Pendidikan Pancasila. :Rineka Cipta.


(http://library.fip.uny.ac.id/opac/index.php?p=show_detail&id=5542, diakses pada tanggal 5
September 2021)

Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan. 2016. Pendidikan Pancasila


untuk Perguruan Tinggi Cetakan I. Jakarta:  Kemenrisetdikti.

[MKRI] Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. 2015. Hak Dan Kewajiban Warga
Negara Indonesia Dengan UUD 45. https://mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=11732 

Handayani, Ria. 2015. Hak dan Kewajiban Warga Negara. Vol 3 No.5 

Murzanita, Melisa. 2018. Harmoni Kewajiban Dan Hak Negara Dan Warga Negara
Dalam Demokrasi Yang Bersumbu Pada Kedaulatan Rakyat Dan Musyawarah Untuk
Mufakat. Makalah. (http://melisamurzanita.blogspot.com/2018/03/harmoni-hak-dan-
kewajiban-negara-dan.html). 

iv
Winarno, dkk.2016. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: Direktorat Jenderal
Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenrisetdikti Republik Indonesia. 

Yasin, Johan. 2015. Hak Azasi Manusia Dan Hak Serta Kewajiban Warga Negara
Dalam Hukum Positif Indonesia. Vol 2 No. 1 

Yovita, Fiona. 2020. Bagaimana Harmoni Kewajiban Dan Hak Negara Dan Warga
Negara Dalam Demokrasi Yang Bersumbu Pada Kedaulatan Rakyat Dan Musyawarah Untuk
Mufakat. (http://web.if.unila.ac.id/fionayovita2311/2020/03/29/pendidikan-kewarga-
negaraan-pertemuan-5)>.

Arjoso, Amin . 2000. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Yayasan Kepada Bangsaku.
Jakarta. 

Chautard, Sophie. 2009. La Geopolitique. 2e edition. Studyrama. 

Kansil, CST dan Kansil, Christine ST . 2001. Pancasila dan Undang – Undang Dasar
1945.  Pradnya Paramita, Jakarta. 

Lemhannas RI. 2012. Geostrategi dan Ketahanan Nasional. Jakarta. 

Lemhannas RI. 2012. Wawasan Nusantara. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai