Anda di halaman 1dari 11

Bahan kimia halus

Fungsi/kegunaan asam karboksilat

Asam karboksilat memiliki banyak kegunaan bagi manusia karena merupakan prekursor


pembentukan senyawa lain. Misalnya, pembentukan senyawa ester, keton, dan juga
aldehida. Dan juga kegunaan dari asam karboksilat sebagai bahan baku serta sintetis dan
plastik, bahan pelarut, pembasmi hama, penghilang karat, bahan pembuat warna,
pengawet, dan tambahan bahan makanan.

Bahan kimia khusus


1. FUNGSI NaOH

Natrium hidroksida (NaOH), juga dikenal sebagai soda kaustik, soda api, atau sodium
hidroksida, adalah sejenis basa logam kaustik. Ia digunakan di berbagai macam bidang
industri, kebanyakan digunakan sebagai basa dalam proses produksi bubur kayu dan
kertas, tekstil, air minum, regulasi pH, dan sintesis organik sabun dan deterjen.

2. Titanium dioksida
 Sifat fisik

Titanium dioksida adalah oksida titanium sederhana yang diekstraksi dari mineral alami,
yaitu ilmenit, rutile, dan anatase. Ketika dimurnikan dari bentuk mineral alaminya,
titanium dioksida berwarna putih bubuk. Senyawa ini terutama digunakan sebagai pigmen
dalam cat, dan juga merupakan bahan umum dalam tinta, tabir surya, dan pewarna
makanan.

Titanium dioksida memiliki rumus kimia TiO2. Senyawa ini tidak benar-benar terjadi
secara alami dalam bentuk murni. Sebaliknya, biasanya ditemukan dalam kombinasi
dengan senyawa lain, seperti batuan beku. Misalnya, dalam bentuk rutil, biasanya
ditemukan dalam kristal kuarsa. Mineral rutil yang terbentuk secara alami dapat
mengandung hingga 10% besi serta sejumlah besar niobium dan tantalum.

Fungsi/kegunaan
Permintaan ekonomi untuk titanium dioksida terutama didasarkan pada sifat-sifatnya
sebagai pigmen dan penghambat UV. Senyawa ini diekstraksi dan diproses sebagai bahan
untuk berbagai produk. Titanium dioksida dimanfaatkan secara luas untuk berbagai
keperluan seperti cat, pelindung sinar matahari, dan pewarna makanan. Apabila digunakan
sebagai pigmen, senyawa ini disebut putih titanium, Pigment White 6 (PW6), atau CI
77891.

Produk Dengan Titanium Dioksida Titanium dioksida adalah bahan kimia anorganik yang
sangat stabil dan tidak reaktif, bahkan pada suhu tinggi. Ini berarti dapat digunakan dalam
pembuatan berbagai produk, mulai dari cat dan bahan tambahan makanan hingga keramik,
perekat, dan bahkan pasta gigi. Dalam produk ini, digunakan baik sebagai salah satu bahan
utama, sebagai prekursor, atau sebagai katalis.

Proses pengolahannya.
Titanium dioksida pertama kali diproduksi secara massal sebagai pigmen pada tahun 1916.
Sumber mineral yang paling umum adalah ilmenit. Pasir mineral rutil juga dapat diolah
untuk menghasilkan bentuk senyawa yang murni. Metode pembuatan yang paling umum
digunakan adalah proses klorida, yang digunakan untuk memisahkan titanium dari
bijihnya:

TiO2 + C → Ti + CO2

Ti + 2Cl2 → TiCl4

TiCl4 + O2 → TiO2 + 2Cl2

Proses sulfat juga digunakan oleh beberapa pabrik pengolahan untuk menghasilkan
pigmen dalam bentuk kristal. Proses yang sama juga dapat mengekstraksi senyawa dan
menghasilkan bentuk anatase dari titanium dioksida. Anatase adalah bentuk mineral
metastabil dari TiO2, biasanya digunakan dalam kertas untuk membuat warna lebih putih.
Beberapa langkah diperlukan untuk proses sulfat pembuatan titanium dioksida:
1. Bijih titanium, biasanya ilmenit, dilarutkan dalam asam sulfat untuk membentuk titanil
sulfat (TiOSO4)
2. Titanil sulfat kemudian mengalami hidrolisis, menghasilkan material tidak larut dan
terhidrasi dari TiO2
3. TiO2 padat dipanaskan dalam kalsiner untuk menguapkan air apa pun dan menguraikan
banyak asam sulfat 
4. Setelah didinginkan, produk padat kemudian dibentuk menjadi kristal putih
Pabrik pengolahan yang menggunakan proses sulfat untuk pembuatan TiO2 membutuhkan
konsentrat mineral ilmenit. Jika ini tidak tersedia, sumber titanium lain yang sesuai dapat
diolah terlebih dahulu. Besi pertama kali diekstraksi dari ilmenit dengan mengolahnya
dengan asam sulfat. Ini menghasilkan mineral rutil, yang diproses lebih lanjut berdasarkan
tujuan penggunaan seperti zat tingkat pigmen. Ilmenit juga dapat diproses menggunakan
proses Becher. Proses ini melibatkan pengoksidasi mineral untuk memisahkan komponen
besi.

3. Nacl
Nama IUPAC : Natrium Klorida
Rumus kimia : NaCl
Berat Molekul : 58,44 g mol−1
Bentuk : padatan
Densitas : 0.940 g/Cm3
Boiling Point : 1413°C
Melting Point : 801°C
Warna : Putih
(MSDS NaCl)

Fungsi & kegunaan

 Produksi bahan kimia


Garam natrium klorida digunakan, secara langsung atau tidak langsung, dalam produksi
banyak bahan kimia, yang mengkonsumsi sebagian besar produksi natrium klorida dunia.
 Pelembut air
Air sadah mengandung ion kalsium dan magnesium yang mengganggu aksi sabun dan
berkontribusi pada penumpukan skala atau lapisan endapan mineral alkali dalam peralatan
rumah tangga dan industri serta pipa. Unit pelembut air komersial dan residensial
menggunakan resin penukar ion untuk menghilangkan ion yang menyebabkan kesadahan
tersebut. Resin ini dihasilkan dan diregenerasi menggunakan natrium klorida.
 Homeopati
Ketika digunakan dan dijual sebagai obat homeopati, obat ini diberi label Natrum
Muriaticum (Nat-mur). Obat ini diresepkan untuk luka dingin, menstruasi yang berat,
gangguan pencernaan yang menyakitkan, tetesan hidung karena alergi, dan migrain di
mana sensasi seolah-olah ada ribuan palu yang mengetuk kepala. Obat ini juga telah
diresepkan untuk gejala emosional yang berasal dari kesedihan kronis dan kelelahan. Nat-
mur berkontra indikasi pada kondisi hipertensi, penyakit ginjal, dan epilepsi.
Proses produksi Sodium Cloride (NaCl)
Proses produksi Sodium Cloride (NaCl) dengan proses Sedimentation Microfiltration.
Dengan 3 tahapan proses yaitu:
1. Tahap Pre-Treatment Bahan Baku
2. Tahap Pemasakan
3. Tahap Pengolahan Produk
Adapun uraian dan penjelasan dari proses di atas adalah sebagai berikut:
1. Tahap Pre-Treatment Bahan Baku
Bahan baku berupa air laut dengan konsentrasi awalNaCl sebesar 3,05% dengan
suhu 32°C dipompa menuju Settling Lagoon/tangki sedimentasi (F-110) sebagai tempat
pengolahan pertama yang digunakan untuk proses pengendapan impuritis/zat pengotor
berbentuk solid. Pada Settling Lagoon, ditambahkan tawas ( Al2 ( SO 4)3) sebagai flokulan
agar terjadi proses disionisasi sehingga zat-zat padat dalam suspensi kecil dapat
membentuk flok-flok untuk mempercepat proses pengendapan suspensi tersebut.
Selanjutnya, air laut dialirkan menuju Reaktor (R-120) untuk mereaksikan komponen-
komponen di dalam air laut dengan NaOH 48%, agar komponen-komponen dalam bentuk
aquos dapat membentuk padatan solid agar nantinya lebih mudah untuk dihilangkan.
Selain untuk membentuk produk solid, reaksi yang terjadi juga dapat meningkatkan
jumlah kandungan NaCl di dalam air laut. Reaktor yang digunakan adalah tipe CSTR
dengan tekanan operasi 1 atm dan suhu operasi sebesar 32°C dengan pendingin yang
diekspansikan melalui jacket.
Produk hasil reaksi dan sisa reaktan yang tidak bereaksi sebesar 10% kemudian
dialirkan menuju Clarifier (H-130) untuk memisahkan liquid dengan padatan. Clarifier
bekerja pada kondisi operasi 30°C dan tekanan 1 atm. Pada Clarifier, padatan akan
mengendap kemudian liquid akan mengalami overflow sehingga terpisah dari padatan. Air
laut yang keluar dari Clarifier masih memiliki impurities-impurities dengan ukuran yang
sangat kecil yang terlarut di dalam air laut karena belum terpisahkan dari Clarifier. Untuk
menghilangkan impurities tersebut maka diperlukan proses filtrasi dengan menggunakan
Microfilter (H-140) untuk menyaring impurities-impurities dengan ukuran yang sangat
kecil. Microfilter yang digunakan adalah Microfilter dengan ukuran filter sebesar 0,5μm.
Padatan yang tersaring diatas microfilter selanjutnya dialirkan menuju unit pengolahan
limbah padat, sedangkan filtrat akan dialirkan menuju proses pemasakan untuk
membentuk kristal sodium chloride (NaCl).
2. Tahap Pemasakan
Proses pertama pada tahap pemasakan adalah proses evaporasi untuk mengurangi
kadar air di dalam air laut dengan cara penguapan H 2O dengan menggunakan Evaporator
(V-210). Evaporator yang digunakan adalah triple-effect evaporator dengan umpan maju.
Steam evaporator diperoleh dari boiler dengan suhu 148°C dan tekanan 4,5 atm. Air boiler
diperoleh dari air proses dan hasil kondensasi dari vapor yang keluar dari evaporator III
yang telah melalui proses Water Treatment. Evaporator akan memekatkan brine/larutan
garam dari konsentrasi 3,05% menjadi 60%. Kondensat dari evaporator berupa mother
liquor dialirkan ke unit pengolahan limbah cair, sedangkan vapor yang keluar dari
evaporator III dialirkan menuju Barometric Condenser (E-211) sehingga uap H 2O dapat
terkondensasi menjadi liquid yang kemudian digunakan kembali untuk menunjang sistem
utilitas. Sementara itu, brine pekat yang keluar dari evaporator selanjutnya dialirkan ke
dalam Crystallizer (X-220). Proses kristalisasi pada Crystallizer menggunakan proses
pendinginan dan penambahan inti garam (NaCl) untuk mempercepat proses kristalisasi
dengan suhu operasi sebesar 32°C dan tekanan 1 atm. Produk yang keluar dari Crystallizer
berupa campuran kristal sodium chloride (NaCl) dan mother liquor yang akan dipisahkan
menggunakan Centrifuge (H-230). Centrifuge akan memisahkan kristal-kristal garam
basah dengan mother liquor yang terbentuk saat proses kristalisasi. Mother Liquor akan
dialirkan menuju unit pengolahan limbah dan kristal NaCl basah kemudian akan melalui
proses pengeringan.
Proses pengeringan kristal NaCl basah dilakukan dengan mengunakan Rotary
Dryer (B-240) dengan bantuan udara panas sebagai pengering. Udara panas yang
digunakan memiliki suhu 40°C dan kondisi operasi di dalam Rotary Dryer adalah 40°C
dengan tekanan 1 atm. Pada saat proses pengeringan, terdapat komponen solid yang
terbawa dengan udara panas yang akan dipisahkan dengan Cyclone (H-241). Produk
kristal kering dari Rotary Dryer dan Cyclone selanjutnya akan melalui tahap pengolahan
produk.
3. Tahap Pengolahan Produk

Produk kristal kering dari Rotary Dryer dan Cyclone selanjutnya akan
didistribusikan menggunakan Screw Conveyor (J-311) menuju Elevator (J-312) yang akan
membawa kristal kering menuju Ball Mill (C-310) untuk menghancurkan dan
menghaluskan kristal-kristal NaCl agar memiliki ukuran yang lebih kecil. Kristal-kristal
halus selanjutnya dipilah menggunakan Screener (H-320) dengan ukuran 100 mesh.
Kristal NaCl yang tidak lolos dari Screener akan direcycle kembali ke Ball Mill untuk
kembali dihaluskan sedangkan kristal NaCl yang lolos dari Screener dan memiliki ukuran
100 mesh akan dibawa menuju Silo Penyimpanan Produk (F-330) yang selanjutnya akan
melalui proses packaging dan pengiriman ke konsumen.

4. Aluminium Klorida

Sifat Fisik atau Sifat Fisika Aluminium Klorida

 Padatan kristal putih atau kuning muda (atau padatan amorf tergantung pada
metode produksinya)
 aroma atau baunya seperti HCl
 hidroskopis
 titik leleh 190 °C pada tekanan 2,5 atm
 menyublim pada suhu 181,2 °C
 massa jenis (density) 2,44 g/cm3 pada suhu 25 °C
 terurai dalam air dan menghasilkan panas
 larut dalam HCl
 larut dalam banyak pelarut organik, termasuk etanol absolute (etanol dengan
tingkat kemurnian tinggi), kloroform, karbon tetraklorida dan eter
 sedikit larut dalam benzena.

Sifat Kimia atau Reaksi Kimia Aluminum Klorida

 Aluminium klorida dapat bereaksi dengan kalsium dan magnesium hidrida dalam
tetrahidrofuran membentuk tetrahidro aluminat, Ca(AlH4)2.
 Aluminium klorida bereaksi dengan hidrida logam alkali dalam eter membentuk
aluminium hidrida.
Persamaan reaksinya :
AlCl3 + 3LiH → AlH3 + 3LiCl
 Dalam HCl dingin dan encer, Aluminium klorida dapat mengalami reaksi hidrolisis
membentuk aluminium klorida heksahidrat, AlCl3⋅6H2O.
 Aluminium klorida bereaksi hebat dengan air, menghasilkan aluminum hidroksida
dan gas HCl.
AlCl3 + H2O → Al(OH)3 + HCl(g)
 Aluminium klorida merupakan zat kimia korotif. Selain itu, penggunaannya harus
berhati-hati karena reaksi Aluminium klorida dengan zat lain berlangsung
eksotermik. Reaksi eksotermik yang hebat dapat terjadi jika dicampur dengan air
atau alkena.

Manfaat atau Kegunaan Aluminium Klorida

Aplikasi komersial aluminium klorida sangat yang luas. Beberapa kegunaan dari
aluminium klorida sebagai berikut.

 untuk produksi elektrolitik aluminium


 digunakan dalam berbagai reaksi organik, termasuk alkilasi Friedel-Crafts,
polimerisasi, isomerisasi, hydrocracking, oksidasi, dekarboksilasi, dan
dehidrogenasi. 

Proses pembuatan aluminium klorida

Pembuatan alumunium klorida dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan proses
kalsinasidan proses klorinasi. Pada masing-masing proses memiliki keunggulan
masing-masing sehingga pemilihan proses menyesuaikan proses mana yang paling
ekonomis dan yang paling aman.Adapun perbandingannya dapat dilihat pada
Tabel 4. Berdasarkan ketiga aspek tersebut, maka dipilih proses asidifikasi
larutan alkali silikat dengan pertimbangan dari segi teknis yaitu kondisi operasi
atmosferis yang berlangsung pada suhu 90 –91℃ dengan tekanan 1 atm sehingga
lebih mudah dalam pengontrolan reaksi, desain peralatan lebih murah serta
kemurnian produk yang dihasilkan lebih tinggi. Selain itu dari segi ekonomi,
bahan baku yang digunakan lebih murah jika dibandingkan dengan dua proses yang
lainnya. Sedangkan berdasarkan segi lingkungan, limbah yang dihasilkan berbentuk
garam, sehingga lebih mudah dalam penanggulangannya.
Proses pembuatan Precipitated silica ini dilakukan dengan beberapa tahap, yaitu :
a.Persiapan Bahan Baku
Bahan baku asam sulfat 98% dialirkan ke dalam mixeruntuk diencerkan hingga
konsentrasinya mencapai 5%. Agar reaksi berlangsung sempurna, digunakan asam
sulfat berlebih 10%. Selanjutnya hasil dari pengenceran ini dipompa menuju heater
untuk memanaskan suhuasam sulfat tersebut menjadi 90 ℃ sesuai kondisi operasi
reaktor. Sodium silikat dari tangki penyimpanan juga dipanaskan pada heater
sebelum dialirkan ke reaktor.
b.Pembentukan Produk
Pada tahap ini, asam sulfat yang sudah diencerkan akan direaksikan dengan
sodium silikat pada sebuah reaktor CSTR. Reaktor bekerja pada suhu 90 oC dan
tekanan 1 atm. Reaksi yang terjadi adalah reaksi eksotermis, maka diperlukan coil
pendingin untuk menjaga suhu operasi tetap pada batas yang diinginkan. Pada
reaktor digunakan pengaduk untuk mempercepat terjadinya reaksi.
c.Pemurnian Produk
Produk yang dihasilkan dari reaktor ini akan didinginkan terlebih dahulu dalam
cooler sebelum dialirkan ke thickener. Thickener digunakan untuk mengurangi jumlah
liquid sebelum dialirkan ke rotary drum vacuum filter.Cake yang dihasilkan akan
dialirkan ke rotary dryer untuk dikeringkan, sedangkan filtrat yang dihasilkan akan
dialirkan menuju WTP. Rotary dryer digunakan untuk mengurangi kadar air pada
cake menjadi maksimum 10% dengan media pemanas steam. Selanjutnya cake yang
sudah kering akan diangkut dengan cooling conveyor untuk didinginkan
sebelum menuju ke ball mill. Produk dihancurkan hingga ukuran produk menjadi
325 mesh/44 mikron. Setelah itu, produk diayak menggunakan vibrating screen
untuk memisahkan produk yang ukurannya sudah memenuhi spesifikasi dengan
yang belum memenuhi spesifikasi. Produk yang belum memenuhi spesifikasi akan
dikembalikan lagi ke ball mill, sedangkan untuk produk yang ukurannya telah
memenuhi spesifikasi akan masuk ke dalam gudang produk dan di-packingdengan
ukuran 50 kg/karung.
5. Asam sitrat
Asam sitrat mempunya sifat kimia maupun sifat fisik, berikut sifat-sifat yang dimiliki oleh
asam sitrat (Othmer, 1987):

A. Sifat Kimia

1. Kontak langsung (paparan) terhadap asam sitrat kering atau larutan dapat menyebabkan
iritasi kulit dan mata.

2. Mampu mengikat ion-ion logam sehingga dapat digunakan sebagai pengawet dan
penghilang kesadahan dalam air.

3. Pada pemanasan 175℃ , asam sitrat berubah menjadi aconitic acid. Aconitic acid jika
ditambah dengan hydrogen berubah menjadi tricarballylic acid.

4. Pada pemanasan 175℃ , asam sitrat jika dieliminasi dengan oksigen dan
menghilangkan karbondioksida berubah menjadi acetonedicarboxylic acid.
Acetonedicarboxylic acid jika diuapkan karbondioksidanya berubah menjadi acetone.

5. Pada pemanasan 175℃ , asam sitrat jika dihilangkan karbondioksida berubah menjadi
itaconic acid.

6. Larutan asam sitrat bila dicampur dengan asam sulfat atau oksidasi dengan larutan
potassium permanganate menghasilkan asam acetonedicarboxylic.

7. Pada suhu 35℃ , jika asam sitrat dioksidasi dengan potassium permanganate
menghasilkan asam oksalat.

8. Asam sitrat terdekomposisi menjadi asam oksalat dan asam asetat jika dibakar dengan
potassium hydroxide atau dioksidasi dengan asam nitrit.
B. Sifat Fisik

Tabel 2.1. Sifat Fisik Asam Sitrat

c. fungsi asam sitrat


Di industri makanan, asam sitrat berfungsi sebagai pengawet, zat penyedap, dan pembilas
sayuran. Dalam produk perawatan pribadi, asam sitrat digunakan untuk menambahkan
kualitas buih, menyesuaikan tingkat keasaman atau pH, dan sebagai asam alfa hidroksi
misalnya pada produk krim anti penuaan.

d. Proses pembuatan asam sitrat


Proses Fermentasi

Pada dasarnya proses fermentasi ini terbagi menjadi dua macamyaitu surface fermentation
(fermentasi permukaan) dan submerged atau deep submerged fermentation (fermentasi
biakan celup/dalam). Namun pada masingmasing metode dapat dikembangkan lagi
berdasarkan mikroorganisme yang digunakan :

a. Surface fermentation Pada proses surface fermentation digunakan kapang aspergillus


niger. Proses fermentasi permukaan ini diterapkan dalam dunia industri sejak tahun 1920-
an. Sebelum mengalami proses fermentasi bahan baku diencerkan terlebih dahulu hingga
konsentrasi gula 30% dalam mixer. Setelah itu ditambahkan asam sulfat, pospor,
potassium dan nitrogen dalam bentuk asam atau garam sebagai nutrient. Campuran ini
kemudian disterilkan lalu diencerkan kembali hingga konsentrasi gula mencapai 15% dan
selanjutnya difermentasikan. Proses fermentasi dilakukan didalam tangki-rangki yang
terbuatdari alumunium. Inokulum (Aspergillus niger) disemburkan bersama-samadengan
udara. Waktu inkubasi selama 9 – 11 hari. Lapisan lendir yang terbentuk dipermukaan
medium diambil dan diekstraksi, sedangkan cairan hasil fermentasi diberi perlakuan panas
dan penambahan kalsium hidroksida (pH 8,5) sehingga dihasilkan kalsium sitrat. Berikut
ini adalah gambar surface fermentation.

Gambar 2.1 Proses surface fermentation

Kebutuhan energy untuk “surface fermentation” tidak banyak Karena proses aerasi
menggunakan peralatan yang sederhana yaitu berupa kipas yang menghasilkan udara dan
digerakkan oleh motor elekrtik, energy yang dibutuhkan 1,3 – 2,6 MJ/m3.
(Kirk Ohmer,“Encyclopedia of Chemical Engineering”, Vol. 6, hal 157)

Anda mungkin juga menyukai