Anda di halaman 1dari 4

Definisi Apotek

Apotek merupakan salah satu sarana pelayanan kesehatan maka dalam penyelenggaraan
harus mengutamakan kepentingan masyarakat yaitu menyediakan, menyiapkan dan
menyerahkan pembekalan farmasi yang bermutu baik. Berdasarkan Peraturan Materi
Kesehatan Republik Indonesai Nomor 9 tahun 2017 tentang Apotek, apotek adalah sarana
pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian oleh Apoteker. Sedangkan
yang dimaksud dengan pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan
bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud
mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. (PERMENKES No.
35 Tahun 2016).
Jenis jenis Sediaan Farmasi
Menurut Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa Sediaan Farmasi adalah obat,
bahan obat, obat tradisional dan kosmetika.
a) Obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk
mempengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi dalam rangka penetapan
diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk
manusia.
b) Bahan Obat merupakan eksipien/bahan tambahan
c) Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan sarian (galenik), atau campuran dari bahan tersebut yang secara turun
temurun telah digunakan untuk pengobatan, dan dapat diterapkan sesuai dengan norma yang
berlaku di masyarakat.
d) Kosmetika adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan membran
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan atau
memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh padakondisi baik (BPOM, 2013).
Bentuk sediaan obat merupakan sediaan farmasi dalam bentuk tertentu sesuai dengan
kebutuhan, mengandung satu zat aktif atau lebih dalam pembawa yang digunakan sebagai obat dalam
ataupun obat luar. Ada berbagai bentuk sediaan obat di bidang farmasi, yang dapat diklasifikasikan
menurut wujud zat dan rute pemberian sediaan. Berdasarkan wujud zat, bentuk sediaan obat dapat
dibedakan menjadi tiga, yaitu sediaan bentuk cair (larutan sejati, suspensi, dan emulsi), bentuk
sediaan semipadat (krim, lotion, salep, gel, supositoria), dan bentuk sediaan solida/padat (tablet,
kapsul, pil, granul, dan serbuk)
Definisi Narkotika

Undang-undang No. 35 tahun 2009 tentang narkotika disebutkan bahwa narkotika


adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun
semisintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa,
dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan ke dalam golongan-golongan
sebagaimana terlampir dalam undang-undang ini.

Gambar Logo obat Narkotika

Tujuan pengaturan narkotika:


1) Menjamin ketersediaan narkotika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu
pengetahuan,
2) Mencegah terjadinya penyalahgunaan narkotika, dan
3) Memberantas peredaran gelap narkotika.

Penggolongan Narkotika
a) Obat narkotika golongan I
Hanya digunakan untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan mempunyai potensi yang
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah Papaver somniverum
L,opium mentah, tanaman koka dan tanaman ganja, heroin.
b) Obat narkotika golongan II
Digunakan untuk terapi pilihan terakhir dan pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah Petidina,
Morfin dan garam-garamnya.
c) Obat narkotika golongan III
Banyak digunakan dalam terapi dan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah Codein, Doveri, Etil
Morfin, dihidrocodein.

Penggolongan Obat Psikotropika :

Pengertian sederhana dari Psikotropika adalah zat/obat alami/obat sintesis yang


mengalami perubahan khas sehingga mempengaruhi aktivitas mental/perilaku pengguna.
Sedangkan menurut UU No. 5 tahun 1997 tentang Psikotropika, Psikotropika adalah zat/obat,
baik alamiah maupun sintesis bukan Narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh
Sistem Syaraf Pusat (SSP) yang menyebabkan perubahan khas pada aktifitas mental dan perilaku.
Tujuan pengaturan Psikotropika adalah untuk menjamin ketersediaan Psikotropika guna
kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan, mencegah terjadinya penyalahgunaan
Psikotropika dan memberantas peredaran gelap Psikotropika. Sama halnya dengan Narkotika,
pengelolaan Psikotropika juga meliputi pemesanan, penyimpanan, pelaporan, dan pemusnahan
Psikotropika.
Dalam penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia No 5 tahun 1997 tentang
Psiktropika, Psikotropika dibedakan menjadi 4 golongan sebagai berikut:
a. Psikotropika golongan I: hanya untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan mempunyai
potensi amat kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah DMA,
MDMA, Meskalin dan Psilosibina.
b. Psikotropika golongan II: digunakan untuk terapi pengembangan ilmu pengetahuan serta
mempunyai potensi kuat mengakibatkan sindroma ketergantungan. Contohnya adalah
Amfetamin, Metakualon dan Sekobarbital.
c. Psikotropika golongan III: banyak digunakan dalam terapi dan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi sedang mengakibatkan sindrom ketergantungan.
Contohnya adalah Amobarbital, Flunitrazepam, Pentobarbital dan Siklobarbital.
d. Psikotropika golongan IV: sangat luas digunakan dalam terapi dan pengembangan ilmu
pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya
Alprazolam, Diazepam, Klobazam dan Klordiazepoksida.

2.5.1 Defenisi Penyimpanan

Penyimpanan obat adalah suatu kegiatan memyimpan dan memelihara dengan cara
menempatkan obat yang diterima pada tempat yang dinilai aman dari pencurian serta dapat menjaga
mutu obat. Sistem penyimpanan yang tepat dan baik akan menjadi salah satu faktor penentu mutu
obat yang didistribusikan (IAI, 2015)
Terdapat beberapa tujuan dilakukannya kegiatan penyimpanan obat antara lain adalah memelihara
mutu obat, menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab, menjaga ketersediaan stok obat,
serta memudahkan untuk pencarian dan pengawasan.
2.5.2 Penyimpanan Sediaan Farmasi

Sistem penyimpanan Sediaan Farmasi yang baik di apotek diatur dalam Permenkes RI
Nomor 35 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Dalam peraturan
ini disebutkan bahwa sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan
dan kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis, pengeluaran obat memakai sistem First
Expire First Out (FEFO) dan Firts In Firts Out (FIFO). FEFO dimana barang yang
mempunyai waktu kadaluarsa lebih cepat maka itulah yang akan dikeluarkan lebih dulu
sedangkan FIFO dimana barang yang baru diterima disimpan di belakang dari barang yang
diterima sebelumnya.
Hal yang sama disebutkan dalam Dalam Permenkes RI nomor 58 tahun 2014 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, dengan menambahkan bahwa penyimpanan
sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang penampilan dan penamaan
yang mirip =LASA ( Look Alike Sound Alike) tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi
penandaan khusus untuk mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat. (IAI,2015). Obat
yang didistribusikan di apotek akan sama dengan obat yang didistribusikan di rumah sakit,
meskipun tidak semua jenis obat yang ada di rumah sakit juga tersedia di apotek. Oleh karena
itu implementasi sistem penyimpanan obat yang baik di apotek sama dengan sistem
penyimpanan obat yang baik di rumah sakit.

2.5.3 Penyimpana Narkotika Psikotropika

Penyimpanan Narkotika

Narkotika yang berada di apotek wajib disimpan secara khusus sesuai dengan ketentuan yang
ditetapkan oleh Menteri Kesehatan dalam UU No. 35 Tahun 2009 pasal 14 ayat (1). Narkotika di
apotek wajib disimpan secara khusus sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Menteri
Kesehatan dalam peraturan perundang – undangan No. 28/Menkes/Per/ I/ 1978 pasal 5 tentang tata
cara penyimpanan narkotika, apotek harus memiliki tempat khusus untuk menyimpan narkotika.
Pada pasal 6 peraturan menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28/MENKES/PER/X/1978
menyatakan bahwa :
a) Apotek harus menyimpan narkotika dalam lemari khusus sebagaimana yang dimaksud dalam
pasal 5 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 28/MENKES/PER/I/1978.
b) Lemari khusus tidak boleh dipergunakan untuk menyimpan barang selain narkotika, kecuali
ditentukan oleh Menteri Kesehatan.
c) Anak kunci lemari khusus dikuasai penanggung jawab atau pegawai lain yang dikuasakan.
d) Lemari khusus harus ditaruh di tempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum. Tempat khusus
tersebut harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : Harus dibuat seluruhnya dari kayu atau
bahan lain yang kuat dengan ukuran 40 x 80 x 100 cm, harus mempunyai kunci yang kuat, dibagi
dua masing – masing dengan kunci yang berlainan bagian pertama di pergunakan untuk
menyimpan morfin, petidine dan garam – garamnya serta persediaan narkotika, bagian kedua di
pergunakan untuk menyimpan narkotika lainnya yang dipakai sehari – hari, lemari tersebut harus
menempel pada tembok atau lantai.

Penyimpanan Psikotropika
Obat-obat golongan Psikotropika dalam penyimpanannya diletakkan tersendiri dalam suatu
rak atau lemari khusus, terpisah dari obat-obat yang lain. Pemasukan dan pengeluaran dikontrol
dengan menggunakan kartu stok dan kartu stelling.

Anda mungkin juga menyukai