Anda di halaman 1dari 91

PANDUAN PRAKTEK KLINIS

BAGIAN NEONATOLOGI
SMF KESEHATAN ANAK
RSUD SULTAN IMANUDDIN

1 Penatalaksanaan Bayi Normal 1


2 Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah 3
3 Penatalaksanaan Bayi lahir dari Ibu Diabetes Melitus 8
4 Penatalaksanaan Bayi lahir dari Ibu menderita Hepatitis B 10
5 Penatalaksanaan Bayi lahir dari Ibu menderita Malaria 11
6 Penatalaksanaan Bayi lahir dari Ibu menderita Sifilis 12
7 Penatalaksanaan Bayi lahir dari Ibu menderita Tuberkulosis 13
8 Penatalaksanaan Bayi lahir dari Ibu menderita HIV 15
9 Penatalaksanaan Trauma Lahir 17
10 Penatalaksanaan Kelainan Bawaan 19
11 Penatalaksanaan Resusitasi : Langkah Awal 21
12 Penatalaksanaan Resusitasi : Ventilasi Tekanan Positif 24
13 Penatalaksanaan Resusitasi : Kompresi dada 26
14 Penatalaksanaan Resusitasi : Pemasangan pipa endotrakeal 28
15 Penatalaksanaan Gangguan Napas pada neonatus 30
16 Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum 33
17 Penatalaksanaan Icterus Neonatorum 38
18 Penatalaksanaan Hipoglekemi 41
19 Penatalaksanaan Tetanus neonatorum 44
20 Penatalaksanaan Diare pada Bayi 46
21 Penatalaksanaan Tranfusi Tukar 49
22 Penatalaksanaan Terapi Sinar 52
23 Penatalaksanaan Syok pada Bayi 54
24 Penatalaksanaan Aspirasi Mekoneum 57
25 Penatalaksanaan Penyakit Membrana Hialin 60
26 Penatalaksanaan memberi minum bayi / anak dengan menyusukan langsung 62
ke ibunya
27 Penatalaksanaan memberi minum bayi / anak dengan menggunakan sendok / 64
pipet
28 Penatalaksanaan memberi minum bayi / anak denganmenggunakan pipa 65
penduga lambung ( maag slang / sonde )
30 Asfiksia neonatorum 67
31 Kejang neonatus 72
32 Penggunaan ventilator mekanik pad a gangguan nafas sedang dan gangguan 77
nafas berat
33 Gangguan termoregulasi pada neonatus 83
Penatalaksanaan Bayi Normal
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/2
Ditetapkan
Tanggal terbit Direktur RSUD Sultan Imanuddin

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Bayi baru lahir (BBL) dalam keadaan normal, kemudian dapat menja
bermasalah. Untuk itu diperlukankecermatan dan perhatian dalam
perawatan BBL meskipun terlahir normal.
Tujuan Melaksanakan perlayanan Ilmu Kesehatan Anak yang komprehensif,
cepat, tepat, akurat dan optimal agar bayi normal dapat tumbuh kembang
secara optimal.
Kebijakan 1. Dilakukan IMD ( Inisiasi Menyusu Dini )
2. BBL dirawat dengan Sistem Rawat Gabung, dirawat bersama dengan
ibu selama 24 jam
3. ASI secara eksklusif
4. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik
PROSEDUR
Gambaran Klinik 1. Bayi Bugar, menangis keras, aktif, gerakan simetris
2. Berat lahir cukup
3. Tidak didapati tanda prematuris : lanugo ( rambut halus di kulit), alat
kelamin luar pada bayi perempuan labium majus sudah menutup,
pada bayi laki-laki : rugea pada skrotum jelas, testis teraba.
Penunjang Pemeriksaan Skor Ballard atau Dubowitz.
Diagnosis 1. Umur kehamilan Cukup Bulan : 37 – 42 minggu;
2. Berat Lahir 2500 – 4000 gram;
3. Lahir menangis keras, napas spontan dan teratur
Skor Apgar, pada menit pertama > 7
4. Tidak terdapat kelainan bawaan berat/mayor
Terapi 1. Perawatan Neonatal Esensial
 Persalinan yang bersih dan aman
 Inisiasi pernapasan spontan
 Dilanjutkan dengan : Jaga kehangatan dengan membungkus
dengan kain, selimut atau pakaian kering dan hangat, memakai
tutup kepala, tidak memandikan sebelum berumur 6 jam;
 Pemberian ASI dini dan eksklusif, pada 30 menit pertama setelah
lahir dengan cara segera meletakkan pada dada ibu
 Pencegahan terhadap infeksi dan pemberian imunisasi;
2. Pemberian Vitamin K1 secara intramuscular atau oral
 Dosis injeksi : 1 mg i.m sekali pemberian;
3. Perawatan mata dengan memberikan tetes mata antibiotika tetrasiklin
atau kloramfenikol;
4. Perawatan tali pusat : menjaga kebersihan dan menjaga agar tali
pusat kering tidak lembab; atau dengan mengompres dengan
menggunakan larutan alcohol 70 %
5. Pemberian segera vaksin Hepatitis B pertama dan Vaksin Polio pada
saat bayi mau pulang

1
Penatalaksanaan Bayi Normal
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
Pemantauan 1. Pemantauan minimal 6 jam pertama untuk melihat kemungkinan
timbul bahaya, terutama hipotermia dan hipoglekemia serta
gangguan napas
2. Bayi pulang sebelum hari ke 3, kunjungan tindak lanjut pada hari ke
3 – 7 untuk memastikan bahwa bayi tidak menderita kuning (ikterus
neonatorum)
3. Pemantauan Tumbuh Kembang
 Perlu kunjungan tindak lanjut pada bidan atau dokter;
 Imunisasi BCG pada usia 1 bulan;
 Periksa teratur di Klinik Tumbuh Kembang, Posyandu,
Puskesmas, Bidan atau Dokter Spesialis.
Prognosis Baik

2
Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/5
Ditetapkan
Tanggal terbit Direktur RSUD Sultan Imanuddin

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir <2500 g
tanpa memandang masa gestasi (berat lahir adalah berat bayi yang
ditimbang dalam 1 jam setelah lahir)
BBLR dapat disebabkan karena :
 Persalinan kurang bulan/premature
Umur kelahiran antara 28 minggu – 36 minggu
 Bayi lahir kecil untuk masa kehamilan
Kecl untuk masa kehamilannya karena ada hambatan pertumbuhan
dalam kandungan
Tujuan Melaksanakan pelayanan Ilmu Kesehatan Anak yang komprehensif,
cepat, tepat, akurat dan optimal agar BBLR terhindar dari komplikasi,
gejala sisa atau kematian
Kebijakan 1. BBLR dirawat di level II (Bangsal Bayi Risiko Tinggi) atau Level
III, tergantung pada kondisi bayi
2. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA)
dan perawat dan tenaga penunjang medik
PROSEDUR
Diagnosis
Faktor Risiko/ 1. Faktor ibu : umur, jumlah paritas, penyakit kehamilan, gizi kurang
Dan predisposisi atau malnutrisi, trauma, kelelahan, merokok, kehamilan tak
diinginkan, obat-obatan diminum, aktivitas
2. Faktor plasenta : penyakit vaskuler, kehamilan ganda,
3. Faktor lain : kelainan bawaan, infeksi.
Gambaran Klinik 1. Berat lahir <2500 gram
2. Tanda prematuritas (bila bayi kurang bulan)
 Tulang rawan telinga belum terbentuk : masih terdapat lanugo
(rambut halus pada kulit); Refleks refleks masih lemah
 Alat kelamin luar : pada perempuanlabium mayus belum menutup
labium minus, pada laki-laki belum terjadi penurunan testis dan
kulit testis rata.
3. Tanda bayi KMK (kecil untuk masa kehamilan) cukup bulan atau
lebih bulan :
 Tidak dijumpai tanda prematuritas
 Kulit keriput
 Kuku lebih panjang
Penunjang 1. Pemeriksaan Skor Ballard
2. Pemeriksaan kadar gula darah
3. Pemeriksaan lain sesuai kondisi spesifik atau komplikasinya.

3
Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/5
Terapi 1. Mempertahankan suhu tubuh normal
 Gunakan salah satu cara menghangatkan dan mempertahankan
suhu tubuh bayi, seperti, kontak kulit ke kulit, kangaroo mother
care, pemancar panas incubator atau ruang hangat.
 Jangan memandikan segera atau menyentuh bayi dengan tangan
dingin
2. Pemberian Vitamin K1 intramuskular
3. Nilai segera tanda vital : pernapasan, denyul jantung, warna kulit dan
aktifitas. Kelola sesuai kondisi spesifik atau komplikasinya.
4. Pemberian minum
 ASI merupakan pilihan utama, pastikan bayi menerima dalam
jumlah cukup
Berat lahir 1750 – 2500 gram
Bayi sehat
 Biarkan bayi menyusu semau bayi, anjurkan bayi menyusu
lebih sering (missal setiap 2 jam) bila perlu.
 Bila bayi kurang dapat mengisap, tambahkan ASI peras
dengan menggunakan salah satu alternatif cara pemberian
minum.
Bayi Sakit
 Apabila bayi dapat minum per oral dan tidak memerlukan
cairan IV, berikan minum seperti pada bayi sehat
 Apabila bayi memerlukan cairan IV:
Berikan minum per oral hari ke 2 / segera setelah bayi stabil.
Anjurkan pemberian ASI apabila ibu ada dan bayi
menunjukkan tanda-tanda iap untuk menyusu
5. Apaibila proses menyusu terhalangi, berika ASI peras melalui pipa
lambung
6. Berikan cairan IV dan ASI menurut umur, lihat table 2.

Tabel 1 Jumlah cairan yang dibutuhkan bayi (mL.kg)


Kari ke
Berat 1 2 3 4 5+

>1500 g 60 80 100 120 150


<1500 g 80 100 120 140 150

Table 2 Jumlah cairan IV dan ASI untuk bayi sakit berat


1750 – 2500 g
Pemberian U m u r (hari)
1 2 3 4 5 6 7
Kecepatan cairan IV 5 4 3 2 0 0 0
(mL/jam atau tetes mikro/menit)
Jumlah ASI setiap 3 jam 0 6 14 22 30 35 38
(mL/kali)

4
Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah
No. Dokumen No. Revisi Halaman
3/5
Terapi Berat lahir 1500 - 1749 gram
Bayi sehat
1. Berikan ASI peras dengan cangkit/sendok sesuai dengan table 3
apabila dengan cangkir/ sendok tidak memungkinkan atau ada risiko
terjadi aspirasi ke dalam paru(batuk tau tersedak), berikan minum
dengan pipa lambung
2. Beri minum 8x dalam 24 jam (missal setiap 3 jam). Apabila bayi
telah mendapat minum 160 mL/kg bb/hari tetapi masi kelihatan
lapar, beri tambahan ASI
Apabila bayi dapat minum baik dengan menggunakan cangkir/sendok,
coba untuk menyusu
Bayi sakit
1. Beri cairan IV
2. Beri ASI panas dengan pipa lambung mulai hari kedua atau segera
setelah bayi stabil,kurangi jumlah cairan IV secara berlahan sesuai
dengan table 4
3. Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok apabila
kondisi bayi stabil dan dapat menelan tanpa batuk atau sendok
4. Apabila bayi telah dapat minum baik, menggunakan
cangkir/sendok,coba unutk menyusu

Tabel 3 Jumlah ASI untuk bayi sehat berat 1500-1749 g


Pemberian U m u r (hari)
1 2 3 4 5 6 7
Jumlah ASI setiap 3 jam 12 18 22 26 30 33 35
(mL/kali)

Tabek 4 Jumlah cairan IV dan ASI untuk bayi sakit berat


1500-1749 g
Pemberian U m u r (hari)
1 2 3 4 5 6 7
Kecepatan cairan IV 4 4 3 2 2 0 0
(mL/jam atau tetes mikro/menit)
Jumlah ASI setiap 3 jam 0 6 13 20 24 33 35
(mL/kali)

Berat lahir 1250 – 1499 gram


1. Beri ASI peras melalui pipa lambung sesuai tabel 5
2. Berika minum setiap 3 jam. Apabila bayi telah mendapat minum 160
mL/kg berat badan per hari tetapi ,asih terlihat lapar, berika
tambahan ASI.
Lanjut pemberian minum menggunakan cangkir/sendok. Apabila
bayi telah dapat minum baik, coba untuk menyusu.

5
Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah
No. Dokumen No. Revisi Halaman
4/5
Terapi Bayi sakit
 Beri cairan IV
 Beri ASI panas dengan pipa lambung mulai hari kedua atau segera
setelah bayi stabil, kurangi jumlah cairan IV secara berlahan sesuai
dengan table 6
 Berikan minum setiap 3 jam. Apabila bayi telah mendapat minum
160 mL/kg bb/hari tetapi masih kelihatan lapar, berikan tambahan
ASI.
 Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok
 Apabila bayi telah dapat minum baik, coba menyusu

Tabel 5 Jumlah ASI untuk bayi sehat berat 1250-1499 g


Pemberian U m u r (hari)
1 2 3 4 5 6 7
Jumlah ASI setiap 3 jam 10 15 18 22 26 28 30
(mL/kali)

Tabel 6 Jumlah cairan IV dan ASI untuk bayi sakit berat


1250-1490 g
Pemberian U m u r (hari)
1 2 3 4 5 6 7
Kecepatan cairan IV 3 3 3 2 2 0 0
(mL/jam atau tetes mikro/menit)
Jumlah ASI setiap 3 jam 0 6 9 16 20 28 30
(mL/kali)

Berat lahir <1250 gram (tidak tergantung kondisi)


 Beri hanya cairan IV untuk 48 jam pertama.
 Beri ASI peras melalui pipa lambung mulai hariketiga atau segera
serelah bayi stabil, kurangi jumlah cairan IV secara perlahan sesuai
dengan table 7.
 Berikan minum setiap 2 jam. Apabila bayi telah dapat minum 160
mL/kg berat badan per hari tetapi masih kelihatan lapar, berikan
tambahan ASI

Tabel 7 Jumlah cairan IV dan ASI untuk semua bayi berat <1250 g
Pemberian U m u r (hari)
1 2 3 4 5 6 7
Kecepatan cairan IV 4 4 3 3 2 2 0
(mL/jam atau tetes mikro/menit)
Jumlah ASI setiap 3 jam 0 0 3 5 8 11 15
(mL/kali)
 Lanjutkan pemberian minum menggunakan cangkir/sendok
 Apabila bayi telah dapat minum baik coba menyusu
 Suportif
 Jaga dan pantau kehangatan dan patensi jalan napas

6
Penatalaksanaan Bayi Berat Lahir Rendah
No. Dokumen No. Revisi Halaman
5/5
Terapi  Pantau kecukupan nutrisi, cairan dan elektrolit
 Bila terjadi penyulit segera kelola sesuai dengan penyulit yang
timbul (misalnya hipotermia, kejang, gangguan napas,
hiperbilirubinemia dll)
 Berikan dukungan emosiaonal kepada ibu dan anggota keluarga.
Anjurkan ibu untuk tetap bersama bayi.
Pemantauan  Apabila minimal 6 jam pertama untuk melihat kemungkinan timbul
bahaya, terutama hipotermia, hipoglikemia dan gangguan napas
 Bila perlu pemeriksaan USG kepala, fisioterap;
 Pada umur 6 minggu konsultasi ke dokter spesialis mata untuk
kemungkinan adanya retinopathy of prematurity(ROP)
 THT : skrining pendengaran dilakukan sebelum bayi pulang.
 Pemantauan tumbuh kembang
Pertumbuhan : berat badan, panjang badan dan lingkar kepala (lihat
grafik pertumbuhan). Tes perkembangan, Denver Development
Screening Test (DDST)
Prognosis Angka kematian 35 kali lebih tinggi dibanding berat lahir >2500 gram
Masalah jangka panjang yang mungkin timbul :
Gangguan perkembangan gangguan pertumbuhan; ROP; Gangguan
pendengaran; Penyakit paru kronik.

7
Penatalaksanaan Bayi lahir dari ibu menderita Diabetes
PANDUAN Melitus
PRAKTIK KLINIS No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/2
Ditetapkan
Tanggal terbit Direktur RSUD Sultan Imanuddin

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Bayi lahir dari ibu Diabetes Melitus kemungkinan besar akan mengalami
masalah beberapa waktu setelah lahir, meskipun tampak normal pada
waktu lahir. Masalah pada waktu lahir berupa gangguan maturitas paru,
besar masa kehamilan(BMK) atau makrosomia, atau bila disertai dengan
penyakit vaskuler akan mengalami berat lahir kecil masa kehamilan
(KMK).
Bayi lahir dari ibu Diabetes Melitus, berisiko untuk terjadi hipoglikemia
pada 3 hari pertama setelah lahir, walaupun bayi sudah dapat minum
dengan baik.
Tujuan Melaksanakan pelayanan Ilmu Kesehatan Anak yang komprehensif,
cepat, tepat, dan optimal agar bayi dari ibu penderita DM dapat terhindar
dari kecacatan, komplikasi dan kematian.
Kebijakan 1. Bayi hipoglikemia harus dirawat di Level II (Bangsal Bayi Risiko
Tinggi)
2. Atau Level III
3. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Diagnostik Pemeriksaan laboratorium yang harus dimonitor ketat adalah :
1. Kadar glukose serum menggunakan Dextrostix segera setelah lahir
dan selanjutnya sesuai prosedur pemeriksaan kadar glukose darah.
2. Bila < 45 mg/dL, dilakukan pemeriksaan ulang.
3. Kadar kalsium serum diperiksa umur 6, 24 dan 48 jam. Bila kadarnya
rendah, kadar magnesium darah juga harus diperiksa karena kadarnya
juga turun.
4. Hemoglobin/hematokrit diperiksa pada umur 4 dan 24 jam.
5. Pemeriksaan laboratorium lain sesuai indikasi.
Terapi 1. Anjurkan ibu untuk menyusui secara dini dan lebih sering, paling
tidak 8 x sehari, siang dan malam
2. Bila bayi berumur kurang dari 3 hari, amati sampai umur 3 hari;
3. Periksa kadar glukose pada :
 Saat bayi datang atau pada umur 3 jam;
 Tiga jam setelah pemeriksaan pertama, kemungkinan tiap 6 jam
selama 24 jam atau sampai kadar glukose dalam batas normal
dalam 2 x pemeriksaan berturut-turut
4. Bila kadar glukose ≤ 45 mg/dL atau bayi menunjukkan tanda
hipoglikimia, kelola untuk hipoglikemi.

8
Penatalaksanaan Bayi lahir dari ibu menderita Diabetes
Melitus
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
Pemantauan 1. Bila dalam pengamatan tidak ada tanda hipoglikemi atau masalah
lain, bayi dapat minum dengan baik, pulangkan pada hari ke 3.
2. Bila bayi berumur 3 hari atau lebih dan tidak menunjukkan tanda-
tanda penyakit, bayi tidak perlu pengamatan. Bila bayi dapat minum
baik dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di
rumah sakit, bayi dapat dipulangkan
Prognosis Jika tanda komplikasi prognosis baik

9
Penatalaksanaan Bayi lahir dari ibu menderita infeksi
PANDUAN Hepatitis B
PRAKTIK KLINIS No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/1
Ditetapkan
Tanggal terbit Direktur RSUD Sultan Imanuddin

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006

Pengertian Bayi lahir dari ibu menderita hepatitis B yang dikonfirmasi dengan
pemeriksaan laboratorium ibu
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal. Agar bayi lahir dari ibu Hepatitis B terhindar
dari kompikasi dan gejala sisa di masa mendatang
Kebijakan 1. Bayi dari Ibu Hepatitis B dapat dirawat di Bangsal Rawat Gabung,
Level II dan Level III tergantung kondisi bayi
2. Pemberian segera (kurang dari 12 jam) HB Ig (Hepatitis B
Immunoglobuline)
3. Pemberian segera vaksin Hepatitis B
4. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari spesialis anak (SpA), perawat
dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Diagnostik Berdasarkan konfirmasi hasil laboratorium ibu, hasil pemeriksaan Hbs Ag
dan IGM anti-HBc positip
Terapi 1. Segera berikan HBIg atau Immunoglobulin Hepatitis B (IGHB) 200
IU (0,5 mL) IM, dalam waktu kurang dari 12 jam maksimal 24 jam
2. Kemudian segera berikan dosis awal Vaksin Hepatitis B (VHB) 0,5
mL IM segera setelah lahir (sebaiknya dalam 12 jam sesudah lahir)
pada sisi paha lainnya, dilanjutkan dosis ke-2 dan ke-3 sesuai jadwal
imunisasi hepatitis
3. Bila tidak tersedia HBIg, hanya diberikan vaksinasi Hepatitis B saja
4. Ibu tetap menyusui, tapi apabila ada luka pada putting susu dan ibu
mengalami Hepatitis Akut, sebaiknya tidak diberika ASI.
Pemantauan Lakukan pemeriksaan tiap 2 minggu dalam 8 minggu
Prognosis Jika tanpa komplikasi prognosis baik

10
Penatalaksanaan Bayi lahir dari ibu menderita Malaria
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/1
Ditetapkan
Tanggal terbit Direktur RSUD Sultan Imanuddin

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Bayi lahir dari Ibu Malaria baik secara klinis maupun laboratoris
Bayi kemungkinan besar akan mengalami masalah beberapa waktu
setelah lahir, meskipun tampak normal pada waktu lahir.
Di daerah endemik malaria, infeksi plasmodium falsiparum selama
kehamilan meningkatkan kejadian anemia ibu hamil, abortus, lahir mati,
kelahiran prematur, gangguan pertumbuhan intrauterin dan bayi berat
lahir rendah (BBLR).
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal agar bayi lahir dari ibu penderita malaria
terhindar dari kompikasi, kecacatan atau kematian dan mencegah
penularan
Kebijakan 1. Bayi dirawat di level II (Bangsal Bayi Risiko Tinggi) atau Level III
2. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Diagnostik 1. Periksa hapusan darah terutama untuk menemukan Plasmodium
falsiparum pada setiap bayi yang dilahirkan ibu penderita atau
dicurigai menderita malaria.
2. Cari tanda malaria kongenital : (14 jam sampai 8 minggu setelah
lahir) ikterus, hepato-splenomegali, anemia, demam, malasah minum,
muntah
Terapi 1. Periksa hapusan darah terutama Plasmodium Falsiparum, bila :
a. Hasil (-) tidak perlu pengobatan
b. Hasil (+) obati dengan anti malaria
2. Berikan klorokuin basa 10 mg/kg per oral, dilanjutkan 5 mg/kg 6 jam
kemudian, selanjutnya 5 mg/kg 12 jan dan 24 jam setelah pemberian
pertama. Jangan memberi kina pada bayi dibawah umur 4 bulan,
mengingat efek sampi ng menimbulkan hipotensi.
3. Anjurkan ibu tetap menyusui bayinya dengan ASI
Pemantauan Lakukan pemeriksaan tiap 2 minggu dalam 8 minggu
Prognosis Jika tanpa komplikasi prognosis baik

11
Penatalaksanaan Bayi lahir dari ibu menderita Sifilis
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/1
Ditetapkan
Tanggal terbit Direktur RSUD Sultan Imanuddin

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Bayi lahir dari ibu sifilis berdasarkan gejala klinis maupun laboratoris
Bayi kemungkinan besar akan mengalami masalah beberapa waktu
setelah lahir, meskipun tampak normal pada waktu lahir. Meskipun
transmisi infeksi sifilis ke janin diperkirakan terjadi pada dua trimester
akhir, namun spirokhael dapat menembus plasenta kapan saja selama
kehamilan
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal agar bayi lahir dari ibu sifilis dapat terhindar
dari kompikasi, kecacatan atau kematian serta mencegah penularan atar
bayi
Kebijakan 1. Bayi dirawat di level II (Bangsal Bayi Risiko Tinggi)
2. Mencegah penularan dengan memperhatikan “Universal Precaution”
3. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Diagnostik 1. Lakukan pemeriksaan klinis dan tes serologis (segera setelah lahir)
pada bayi yang dilahirkan ibu dengan hasil seropositif yang :
 Tidak diobati atau tidak punya catatan pengobatan yang baik
 Belum diobati dengan penisilin 2,4 juta unit dimulai sejak 30 hari
sebelum melahirkan. Diobati tetapi belum sembuh.
 Tidak terjadi penurunan titer treponema setelah pengobatan
2. Tanda-tanda sifilis kongenital pada bayi :
Edema, ruam kulit, lepuh di telapak tangan/kaki, kondiloma di anus
rinitis, hidrops fetalis/hepato-splenomegali
Terapi 1. Bila hasil tes pada ibu positif dan sudah diobati dengan Penisilin 2,4
juta unit dimulai sejak 30 hari sebelum melahirkan, bayi tidak perlu
diobati.
2. Bila ibu tidak diobati atau diobati secara tidak adekuat atau tidak
diketahui status pengobatannya, beri bayi Benzathine Benzylpenicilin
IM dosis tunggal; rujuk ubu dan bapaknya ke rumah sakit yang
melayani penyakit menular seksual untuk tindak lanjut
Pemantauan Pemeriksaan ulang 4 minggu kemudian untuk memeriksa pertumbuhan
bayi dan memeriksa tanda-tanda sifilis kongenital
Prognosis Jika tanpa komplikasi prognosis baik

12
Penatalaksanaan Bayi lahir dari ibu menderita Tuberkulosis
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/2
Ditetapkan
Tanggal terbit Direktur RSUD Sultan Imanuddin

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Bayi lahir dari ibu tuberkulosis (TB) secara klinis maupun laboratoris
bayi kemungkinan besar akan mengalami masalah beberapa waktu setelah
lahir, meskipun tampak normal pada waktu lahir. Mekanisme infeksi
intrauterin dapat melalui beberapa cara yaitu plasenta yang terinfeksi basil
tuberkulosis; TB plasenta yang menyebar ke janin melalui vena
umbilikalis; aspirasi lendir yang telah terinfeksi pada saat lahir; atau
paparan yang terjadi pada periode post natal
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal agar bayi lahir dari ibu tuberkulosis dapat
terhindar dari kompikasi, kecacatan atau kematian.
Kebijakan 1. Bayi dirawat di level II (Bangsal Bayi Risiko Tinggi)
2. Mencegah penularandengan memperhatikan “Universal Precaution”
3. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Diagnostik 1. Setiap bayi yang dicurigai menderita TB kongenital atau terinfeksi
tuberkulosis perinatal, dianjurkan dilakukan tes tuberkulin PPD
meskipun hasilnya bisa negatif kecuali kalau infeksinyasudah
berlangsung selama 4-6 bulan
2. Bila bayi terbukti menderita TB kongenital, lakukan penanganan
sebagai TB kongenital (lihat Penaganan TB kongenital)
Terapi 1. Bila ibu menderita Tuberkulosis paru aktif dan mendapat pengobatan
kirang 2 bulan sebelum melahirkan, atau didiagnosis menderita TB
setelah melahirkan :
 Jangan diberi vaksin BCG saat setelah lahir
 Beri profilaksis Isoniazid (INH) 5mg/kg sekali sehari oral;
 Pada umur 8 minggu evaluasi, catat berat badan, pemeriksaan tes
mantoux dan radiologi bila memungkinkan.
2. Bila ditemukan kecurigaan TB aktif, mulai berikan pengobatan anti
TB lengkap (sesuaikan dengan program pengobatan TB pada bayi dan
anak)
 Bila keadaan bayi baik dan hasil tes negatif, lanjutkan terapi
pencegahan dengan INH selama 6 bulan
 Tunda pemberian vaksin BCG sampai 2 minggu setelah pengobatan
selesai. Bila vaksin BCG sudah terlanjur diberikan, ulang
pemberiannya 2 minggu setelah pengobatan INH selesai.
 Yakinkan ibu bahwa ASI tetap boleh diberikan

13
Penatalaksanaan Bayi lahir dari ibu menderita Tuberkulosis
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
Pemantauan 1. Bila ibu baru terdiagnosis setelah melahirkan atau belum diobati
 Semua anggota keluarga harus diperiksa lebih lanjut untuk
kemungkinan terinfeksi.
 Bayi deperiksa foto dada dan tes PPD pada umur 4-6 minggu.
 Ulang tes PPD pada umur 4 bulan dan 6 bulan.
 Bila hasil tes negatif pada umur 4 bulan dan tidak ada infeksi aktif
di seluruh anggota keluarga, pemberian INH dapat dihentikan,
pemberian ASI dapt dilanjutkan, dan bayi tidak perlu dipisahkan
dari ibu.
2. Bila ibu tidak mengalami infeksi aktif, dalam pengobatan, hasil
pemeriksaan sputum negatif dan hasil foto dada stabil :
 Foto ulang ibu pada 3 dan 6 bulan setelah melahirkan, dan yakinkan
ibu tetap minum obat
 Periksa anggota keluarga lain
 Bayi diperiksa tes tuberkulin PPD pada umur 4 bulan; bila hasilnya
negatif, sputum ibu negatif, dan anggota lain tidak terinfeksi,
hentikan pemberian INH
 Ulang pemeriksaan tes tuberkulin PPD pada 6, 9 dan 12 bulan
3. Bila ibu mendapatkan pengonatan secara adekuat
 Periksa ibu foto dada ulang pada 3 dan 6 bulan setelah melahirkan
karena ada kemungkinan terjadi eksaserbasi
 Lakukan pemeriksaan ulang tes tuberkulin PPD setiap 3 bulan
selama 1 tahun, setelah itu evaluasi tiap tahun
 INH tidak perlu diberikan pada bayi
4. Periksa anggota keluarga lain
5. Lakukan tindak lanjut terhadap bayi tiap 2 minggu untuk menilai
kenaikan berat
Prognosis Jika tanpa komplikasi prognisis baik

14
Penatalaksanaan Bayi lahir dari ibu menderita HIV
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/2
Ditetapkan
Tanggal terbit Direktur RSUD Sultan Imanuddin

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian  Bayi lahir dari Ibu HIV AIDS secara teknis dan laboratoris
 HIV adalah virus RND dari sub famili Retro Virus. HIV
menimbulkan kekurangan kekebalan tubuh sehingga menimbulkan
gejala berat yang disebabkan penyakit AIDS (AcquiredImmuno
Defficiency Syndrome).
 Penularan dari bu ke bayinya lebih progresif dari pada penularan pada
anak. Bayi lahir dari ibu HIV positif dapat tertular sebelum dilahirka,
pada waktu lahir atau melalui ASI
Tujuan Melaksanakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal agar bayi lahir dari ibu HIV-AIDS terhindar dari
kompikasi komplikasi yang lebih berat dan mencegah penularan.
Kebijakan 1. Bayi dirawat di level II (Bangsal Bayi Risiko Tinggi)
2. Mencegah penularandengan memperhatikan “Universal Precaution”
3. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri daridokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Penunjang 1. HIV antibodi :
Pada anak > 18 bulan dinyatakan positif dan anti HIV IgG anti bodi
(+) dengan pemeriksaan Elisa & Blot. Pada bayi < 18 bulan bila hasil
tes tersebut (-) diragukan karena masih terdapat antibodi
transplasental dari ibu.
2. Virologi tes untuk neonatus dengan Pemeriksaan PCR, Tes HIV dan
deteksi P antigen. Dengan tes tersebut, dapat menderita 50% bayi-
bayi neonatus atau 95% pada bayo umur 3-6 bulan.
3. CT Scan : klasifikasi basal ganglia dan atrofi corteks cerebri.
Diagnostik 1. Tidak ada tanda-tanda spesifik HIV yang dapat ditemukan pada saat
lahir. Tanda klinis dapat ditemukan pada umur 6 minggu, tetapi tes
antibodi baru dapat dideteksi pada umur 18 bulan
2. Gejala klinik pada neonatus dapat berupa :
BBLR atau gagal tumbuh. Infeksi saluran napas beulang, otitis media,
sinusitis sepsis, moniliasis berulang, infeksi non spesifik seperti
hepato splenomegali limfadenopati, dan panas. Terdapat pula
gangguan motorik yang progresif.
Diagnosis Diagnosis berdasarkan :
1. Persangkaan infeksi berdasarkan gejala klinik dan risiko tertular pada
daerah yang banyak ditemukan HIV,
2. Berdasarkan tes serologi

15
Penatalaksanaan Bayi lahir dari ibu menderita HIV
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
Terapi 1. Terapi retrovirus
 Bila ibu sudah mendapat AZT (Zidovudine) 4 minggu sebelum
melahirkan maka setelah lahir bayi diberi AZT 2 mg/kg bb/oral tiap
6 jam selama minggu
 Bila ibu sudah mendapat NEVIRAPINE dosis tinggal selama
proses persalinan, dan bayi berumur kurang 3 hari, segera beri bayi
NEVIRAPINE dalam suspensi 2 mg/kg BB secara oral
2. Pemberian minum
 Terangkan kepada ibu bahwa menyusui dapat berisiko menularkan
infeksi AIDS sedangkan pemberian susu formula dapat
menyebabkan risiko kesakitan dan kematian meniggi, khususnya
bila pemberian susu formula tidak diberikan secara aman
 Lakukan konseling pada ibu tentang pilihan pemberian minum
kepada bayinya. Hargai dan dukunglah apapun pilihan ibu.
 Terangkan kepada ibu tentang untuk dan rugi pilihan pemberian
minum
 Susu formula dapat diberikan bila memungkinkan dalam hal
penyediaan kebersihannyan, dan dapat tersedia setiap waktu
 ASI Eksklusif dapat segera dihentikan, bila susu formula sudah
dapat disediakan
 Dalam beberapa situasi, kemungkinan lain adalah :
 Memeras ASI dan menghangatkan wakti akan diberikan.
 Pemberian ASI oleh ibu susuan (“Wet Nursing”) yang jelas HIV
negatif
 Jangan memberikan minuman kombinasi disamping pemberian
ASI, karena meningkatkan risiko terjadinya infeksi
3. Lain-lain
 Hormati kerahasiaan ibu dan keluarganya dan lakukan konseling
pada keluarga, beri dukungan mental
 Rawat bayi seperti bayi lain, dan perhatian khusus pada pencegahan
infeksi
 Bayi tetap diberi imunisasi rutin
Pemantauan 1. Pemantauan pemberian minum ASI atau susu formula
2. Kunjungan ulang untuk memonitor tumbuh kembang
3. Nasehati sewaktu-waktu kembali apabila menemui kelainan
4. Tanda klinis dapat ditemukan pada umur 6 minggu setelah lahir
5. Tes antibodi baru dapat didetreksi pada umur 18 bulan, untuk
menentukan status HIV bayi
Prognosis 1. Tanpa pemberian antiretro virus, bayi dengan ibu HIV positif, akan
tertular sebelum dilahirkan, atau pada waktu lahir sebersar 25%, atau
melalui ASI sampai 15%
2. Sebesar 80% penularan secara vertikal dari ibu pada umur 2 tahun
menunjukkan gejala klinis HIV. Gambaran gejalan klinik AIDS
tampak pada umur 1 tahun sebesar 23%, dan pada umur 4 tahun
sebesar 40%

16
Penatalaksanaan Trauma Lahir
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/2
Ditetapkan
Tanggal terbit Direktur RSUD Sultan Imanuddin

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian  Trauma lahir terjadi akibat proses persalinan yang memberi dampak
gejala sisa neurogik derajat ringan sampai berat
 Sebagian besar trauma lahir tidak memerlukan penaganan segera,
tetapi sebagian lainnya dapat mengancam jiwa antara lain pendarahan
dan syok yang membutuhkan penatalaksaan segera
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal agar bayi yang mengalami trauma lahir dapat
terhindar dari kompikasi, kecacatan atau kematian.
Kebijakan 1. Bayi dirawat di level II (Bangsal Bayi Risiko Tinggi) atau Level III
sesuai dengan kondisi bayi
2. Mengurangi prosedur yang tidak perlu
3. Mencegah gejala sisa neurologik dengan perawatan yang
komprehensif
4. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Faktor Risiko/ 1. Riwayat kelahiran kurang bulan
Dan predisposisi 2. Riwayat partus lama
3. Riwayat persalinan tindakan
4. Makrosomi, distosia, kelainan presenrasi, kelainan letak
5. Cephalopelvic disproportion
Gejala klinik Gambaran klinis sesuai dengan lokasi trauma (kulit, kepala, wajah, mata,
telinga, leher, bahu, abdomen, ekstremitas, genital) berupa :
1. Benjolan di kulit kepala
2. Pergerakan abdominal atau posisi asimetris tangan atau kaki
3. Bengkak pada daerah tulang yang terkena
4. Mengaing apabila lengan, kaki atau bahu digerakkan
5. Tidak dapat menutup mata, atau mengerutkan dahi pada sisi yang
terkena trauma, atau kesulitan menelan
Penunjang Sesuai dengan jenis trauma lahir dan komplikasi yang diderita
a. Pemerikasaan laboratorium sesuai lokasi trauma
1. Kulit : jumlah trombosit
2. Kepala : darah rutin, bilirubin
3. Wajah, leher dan bahu, punggung, abdomen : darah rutin, analisa
gas darah jika ditemukan gangguan napas berat
b. Pemeriksaan radiologi dan lainnya. Sesuai indikasi

17
Penatalaksanaan Trauma Lahir
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
Diagnosis 1. Kulit : laserasi, petekie, ekimosis, Nekrosis jaringan lemak subkutan.
2. Kepala : Kaput suksedaneum (subaraknoid, epidural, subdural).
Fraktur kranium
3. Wajah : fraktur, dislokasi, palsi dan paralisis nofasialis
4. Mata : horner syndrom, pendarahan subkonjungtiva, intra okuler
5. Telinga : aberasi, hematom, laserasi, avulsi.
6. Trauma pita suara
7. Leher dan bahu : fraktur Klavicula, palsi brakialis (Duchene-Erb
Klumke); paralisis, niphrenikus, jejas otot stornokleidomastoideus
8. Jejas pada punggung
9. Jejas pada abdomen : Ruptur hati, limpa, pendarahan adrenal,
kerusakan ginjal
10. Ekstremitas : fraktur humerus, fraktur dislokasi
11. Genital : edema, hematom, jejas testis
Terapi 1. Kulit : tak ada terapi spesifik
1. Petakie, akan menghilang setelah 2-3 hari.
2. Ekimosis akan menghilang dalam 1 minggu
3. Laserasi : perawatan luka
2. Kepala :
1. Kaput suksedaneum akan membaik dalam beberapa hari
2. Sefalhematoma akan membaik setelah 2 minggu – 3 bulan
3. Pendarahan subaponeurotik : pemantauan dan atasi syok,
konsultasi bagian bedah
4. Fraktur kranium, pendarahan intrakranial : pemantauan dan
mengatasi masalah sirkulasi dan ventilasi, konsultasi bedah
syaraf.
5. Leher dan bahu, medulaspinalis ekstremitas
Fraktur, palsi brankialis,paralisis niphrenikus, otot sternokleido
mastoideus, imobilisasi, konsultasi bedah dan rehabilitasi medik
6. Jejas pada abdomen :
Ruptur hati, limpa, pendarahan adrenal, kerusakan ginjal :
Pemantauan tanda pendarahan dan syok, konsultasi bedah
Pemantauan Tergantung pada jenis trauma lahir
Prognosis Tergantung pada jenis trauma lahir

18
Penatalaksanaan Kelainan Bawaan
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/2
Ditetapkan
Tanggal terbit Direktur RSUD Sultan Imanuddin

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian 1. Bayi yang menderita kelainan bawaan berbagai jenis
2. Jenis kelainan bawaan :
 Kelainan bawaan mayor
Merupakan kelainan bawaan yang mempengaruhi fungsi vital
tubuh, kelainan ini dapat mengancam jiwa sehingga memerlukan
tindakan bedah segera.
 Kelainan bawaan minor
Kelainan bawaan yang terutama tidak mempengaruhi fungsi vitas
tubuh, lebih bersifat kosmetikdan memerlukan tindakan bedah yang
dapat direncanakan
3. Kelainan bawaan merupakan penyimpangan dalam pertumbuhan
struktur sejak kehidupan hasil konsepsi sel telur, manifestasinya
berupa kelainan morfologi dalam tumbuh kembang bayi yang
dijumpai sejak lahir.
4. Kelainan ini dapat mengakibatkan angka kematian dan kesakitan
yang tinggi
Tujuan Melaksanakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal agar bayi dengan kelainan bawaan dapat
terhindar dari kompikasi dan kecacatan yang lebih hebat atau kematian.
Kebijakan 1. Bayi dirawat di level II (Bangsal Bayi Risiko Tinggi) atau Level III
sesuai dengan kondisi bayi
2. Mengurangi prosedur yang tidak perlu
3. Konsultasi antar bagian
4. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri daridokter spesialis anak (SpA), ,
perawat dan tenaga penunjang medik.
Faktor Risiko/ 1. Infeksi : Toksoplasma, rubella, cytomegalovirus, siphilis, varicella
Dan predisposisi 2. Penyakit ibu : Diabetes melitus, phenilketonuria, hipertermi
3. Obat-obatan dan zak kimia : alkohol, metotrexate, animopterin anti
kejang, cocain, metilmerkuri, talidomid
4. Radiasi
Gambaran klinik 1. Manifestasi fetal (intra uterin)
 Polihidramnion : obtriksi gastrointestinal, defek dinding abdomen
 Oligohidramnion : agenesis ginjal (Potters syndrom)
 Peritonitis mekoneum : obstruksi intestinal atau performasi saluran
cerna

19
Penatalaksanaan Kelainan Bawaan
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
Gambaran klinik 2. Manifestasi postnatal
 Distres respirasi :
Astresis koana, laringotrakheal cleft, agenesis tracheal, atresia
oesophagus, trakheo esophageal fistula, hernia diafragmatik,
emfisema lobaris congenital.
 Abdimen yang cekung (Scaphoid abdomen) :
Hernia diafragmatika, atresia esofagus atau trakheo esophageal
fistula.
 Produksi lendir atau ludah yang berlebihan sebelum minum
pertama
Astresia esofagus
 Distensi gas udara
Obstruksi duodenum mengaibatkan distensi udara
 Muntah
a. Muntah bercampur/berwarna empedu
Atresia duodeni, jejenum, ileum, colon, penyakit hirschpring
b. Muntah tanpa bercampur warna empedu
Stenosis pylorus, stenosis duodenum proksimal
 Gangguan pasasi/evakuasi mekoneum
Atresia ani, atresia ileum, penyakit hirschsprung
Penunjang Sesuai dengan jenis kelainan bawaan dan komplikasi yang diderita
Dapat berupa : pemeriksaan laboratorium, radiologis, dan kromosom
Pemeriksaan pranatal : Uji tapis dan diagnosis pranatal
Diagnosis Anemnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
Terapi 1. Manajemen umum
a. Menjaga patensi saluran napas, oksigenasi cukup
b. Stabilisasi suhu dan mejaga bayi tetap hangat
c. Pemberian nutrisi dan cairan yang adekuat
d.Pemberian medikamentosa sesuai dengan indikasi
2. Manajemen khusus
Sesuai dengan jenis kelainan bawaan dan komplikasi yang diderita
a. Kelainan bawaan minor jika memerlukan tindakan bedah dapat
direncanakan
b. Kelainan bawaan manyor memerlukan tindakan bedah segera
Pemantauan Tergantung pada jenis kelainan bawaan yang diderita
Mengoptimalisasi keadaan umum pra operatif dan perawatan pasca
operatif
Prognosis Tergantung pada jenis kelainan bawaan dan komplikasi yang diderita

20
Penatalaksanaan Resusitasi : Langkah Awal
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/3
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Langkah awal adalah tindakan yang dilakukan dalam tahapan awal
resusitasi bila dijumpai salah satu atau lebih dari keadaan sebagai berikut:
 Air ketuban tidak jernih atau bercampur mekonium
 Tidak bernapas atau menangis
 Tonus otot tidak baik
 Warna kulit tidak kemerahan
 Bayi kurang bulan
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal pada saat awal bayi mengalami afeksia.
Kebijakan 1. Setiap persalinan dengan risiko harus dihadiri minimal satu orang
tenaga yang terampil melakukan tindakan Resusitasi Neonatus
2. Pelayanan penderita dilakukan di tempat persalinan baik di kamar
bersalin maupun Kamar Operasi
3. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
Peralatan 1. Tempat resusitasi dengan alas datar, kering dan hangat
2. Pemancar panas atau boks dengan lampu penghangat
3. Semua alat resusitasi dalam keadaan siap pakai.
 Alat penghisap
Penghisap lendir : Penghisap lendir kaca atau penghisap lendir De
Lee atau penghisal mekanis/elektrik
Kateter penghisap no. 5F atau 6F, 8F, 10F
Sonde minuman no. 8F dan semprit 20 ml
Penghisap makonium dan penyambung (connector)
 Alat balon dan sungkup resusitasi
 Oksigen dilengkapi alat pengukur aliran oksigen dan pipa-
pipanya
 Alat inturbasi
Laringoskop dengan daun no. 0 (untuk bayi kurang bulan) dan no.
1 (untuk bayi cukup bulan), lampu dan baterai ekstra untuk
laringoskop
Pipa endrotrakeal ukuran 2,5; 3,0; 3,5; 4,0 mm, Stilet, Gunting,
Sarung tangan.

21
Penatalaksanaan Resusitasi : Langkah Awal
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/3
Peralatan  Obat-obatan
a. Epinefrin 1 : 10.000 dalam ampul 3 ml atau 10 ml
b.Cairan penamabak volume darah (volume expander), salah satu
dari yang berrikut ini : Laarutan NaCl 0,9%, Ringer laktat
 Lain-lain
3 lembar kain yang kering dan hangat
Stetoskop, Plester, Spmprit ½ atau ¾ inci untuk 1,3,5,10,20,50ml
Kapas Alkohol
Baki untuk katerisasi umbilikalis, kateter umbilikalis berukuran
3,5F, 5F, three-way stopcocks, Sonde lambung
Prosedur 1. Memastikan ada persetujuan tindakan medik resusitasi. Bila keadaan
sangat emerjensi, persetujuan tindakan medik dapat diminta
kemudian
2. Alat pemancar panas telah diaktifkan atau boks yang sudah
dihangatkan sehingga tempat meletakkan bayi menjadi hangat
3. Cuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir, memakai sarung
tangan stteril atau DDT
4. Bila ketuban tidak bercampur dengan mekonium
 Begitu lahir segera tali pusat dipotong, dibungkus dengan kain
kering dan hangat dan diletakkan pada tempat resusitasi
Bayi diterima menggunakan kain bersih dan hangat
 Segera setelah bayi diletakkan dibawah alat pemancar panas, atau
boks hangat, diposisikan setengah tengadah, bahu diberi ganjalan
kain. Pastikan jalan napas terbuka
 Selalu lakukan pengisapan lendir di mulut dahulu kemudian
hidung, jangan memasukkan alat penghisap lebih 5 cm ke dalam
mulut atau 3 cm ke dalam hidung, lama penghisapan 3-5 detik
5. Bila ketuban bercampur mekonium :
Penhisapan dimulai sejak awal, yaitu setelah kepala lahir sebelum
bahu dilahirkan, hisap mekonium dari mulut , farings, dan hidung.
Penghisapan dapat diteruskan dengan menggunakan pipa ET dan
penghisap mekonium setelah bayi lahir dan pada penilaian bayi tidak
bugar.
6. Mengeringkan, merangsang & meposisikan kembali
 Keringkan seluruh tubuh dengan kain kering dan hangat
 Rangsang dengan menggosok punggung atau rangsang taktil pada
jari atau telapak kaki
 Ganti kain yang basah dengan yang kering, bungkus bayi dengan
kain tersebut kecuali daerah dada dan kepala
 Kemudian atur posisi kepala dengan posisi setengah tengadah dan
mengganjal bahu dengan gulungan kain
 O2 aliran bebas diberikan sambil melakukan Langkah Awal

22
Penatalaksanaan Resusitasi : Langkah Awal
No. Dokumen No. Revisi Halaman
3/3
Prosedur 7. Menilai bayi
Bila bayi bernapas spontan, teratur, Lakukan Asuhan Bayi Normal,
berikan kepada ibu untuk memperoleh kehangatan, memperoleh
ASI, mendapat kasih saying.
Bila bayi tidak bernapas atau mengap-mengap atau frekuensi jantung
<100x/menit atau tetap sianosis setelha diberi oksigen 100% :
lakukan segera Ventilasi Tekanan Positip
 Cara menilai frekuensi jantung
Ada 2 cara unutk menilai frekuensi denyut jantung :
Menggunakan stetoskop, mendengarkan di apeks cordis dan
meraba denyut jantung arteri umbilikalis.
 Cara nenghitung frekuensi denyut jantung dihitung dalam 6 detik
dikalikan 10, sehingga diperoleh frekuensi jantung permenit
8. Pancatatan tindakan dalam rekam medic
9. Pencegahan Infeksi Pasca Tindakan

23
Penatalaksanaan Resusitasi :
PANDUAN Ventilasi Tekanan Positip dengan balon resusitasi dan sungkup
PRAKTIK KLINIS No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/2
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Ventilasi Tekanan Positip adalah langkah paling penting & efektif dalam
resusitasi kadiopulmoner pada bayi yang mengalami afiksia
Tindak lanjut setelah langkah dalam tahapan resusitasi jika ditemukan
keadaan:
1. Bayi tidak berpas atau mengap-mengap
2. Frekuensi jantung <100 x / menit
3. Bayi tetap sianosis setelah pemberian oksigen 100%
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal agar bayi segera bernapas atau menangis.
Kebijakan 1. Setiap persalinan dengan risiko harus dihadiri minimal satu orang
tenaga yang terampil melakukan tindakan Resusitasi Neonatus
2. Pelayanan penderita dilakukan di tempat persalinan baik di kamar
bersalin maupun Kamar Operasi dan ruang neonatologi
3. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
Peralatan 1. Balon resusitasi (Balon mengembang sendiri) dengan ukuran volume
minimal 240 ml
2. Sungkup
a. Pilih sungkuo dengan ukuran yang tepat, yaitu dapat menutupi
dagu, mulut dan hidung bayi, tetapi tidak menutupi mata
b. Janggan menggunakan sungkup pada kasus Hernia diafragma
3. Oksigen
Dibutuhkan sumber oksigen 100% bersama pipa oksigen dan alat
pengukurnya. VTP pada bayi baru lahir harus sesuai dengan
konsentrasi oksigen 90-100%
Prosedur 1. Memastikan ada persetujuan tindakan medik resusitasi
Bila keadaan sangan emergensi, maka persetujuan tindakan medik
dapat diminta kemudian
2. Bayi diletakkan di bawah pemancar panas, jaga bayi tetap hangat
3. Balon dihubungkan dengan sumber oksigen, sungkup dihubungkan
dengan balon. Menguji balon mengembang sendiri dan sungkup.

24
Penatalaksanaan Resusitasi :
Ventilasi Tekanan Positip dengan balon resusitasi dan sungkup
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
Prosedur 4. Pastikan bayi diletakkan dalam posisi yang benar
- Posisi pelaksana ventilasi tekanan positip (VTP) berdiri di sebelah atau
dekat kepala bayi.
- Posisi balon tidak menghalangi pendangan mata ke dada bayi untuk
melihat gerak turun naik dadabayi selama VTP
5. Melakukan ventilasi pada bayi 2 kali : Melihat apakah dada bayi
mengembang atau tidak
6. Bila dada sudah mengembang, lakukan ventilasi 20x dalam 30 detik
Tekanan pada ventilasi : pernapasan awal segera setelah lahir >30
cmH2O; Paru normal : 15-20 cmH2O; paru yang sakit atau premature :
20-40 cmH2O

Remas(pompa) lepas-lepas(dua tiga) Remas(pompa) lepas-lepas(dua tiga)


7. Setelah 30 detik VTP lakukan penilaian usaha napas, frekuensi janutng dan
warna kulit
 Bila bernapas spontan, tidak mengap-mengap, frekuensi jantung
100x/menit atau lebih, warna kulit tidak sianosis, hentikan VTP secara
bertahap, berikan oksigen. Lakukan pemantauan lebih sering
 Bila tidak bernapas atau mengap-mengap atau frekuensi jantung <100-
60 x/menit atau sianosis teruskan ventilasi tekanan positip dengan
frekuensi 20 kali dalam 30 detik, kemudian lakukan penialaian ulang
usaha napas, frekuensi jantung dan warna kulit
 Bila frekuensi jantung <60 x per menit teruskan VTP disertai kompresi
dada.
8. Pencegana Infeksi Pasca Tindakan

25
Penatalaksanaan Resusitasi : Kompresi Dada
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/2
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian  Kompresi dada adalah suatu tindakan lanjut dalam tahap resusitasi
setelah ventilasi tekanan positip
 Merupakan tindakan melakukan kompresi yang teratur pada tulang
dada dengan tujuan memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ
vital, dilakukan bersama VTP
Indikasi :
Bila setelh 30 detik melakukan VTP dengan oksigen 100%, frekuensi
jantung bayi <60 kali/menti
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal agar bayi segera bernapas spontan atau
menangis.
Kebijakan 1. Setiap persalinan dengan risiko harus dihadiri minimal satu orang
tenaga yang terampil melakukan tindakan Resusitasi Neonatus
2. Pelayanan penderita dilakukan di tempat persalinan baik di kamar
bersalin maupun Kamar Operasi dan ruang neonatologi.
3. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA), ,
perawat dan tenaga penunjang medik.
Peralatan -
Prosedur 1. Memastikan ada persetujuan tindakan medic resusitasi, bila keadaan
sangan emenrgensi, maka persetujuan tindakan medic dapat
dimintakan kemudian
2. Bayi diletakkan di bawah pemancar panas, jaga bayi tetap hangat
3. Posisi Pelaksana Kompresi Dada menghadap ke dada bayi
4. Lokasi kompresi dada
Kompresi dilakukan di 1/3 bagian bawah tulang dada dengan cara
menyelusuru lengkung tulang terbawah tulang iga dengan jari sampai
menemukan sifoid. Lalu tempatkan jari-jari sedikit di atas sifoid
5. Teknik menggunakan kedua ibu jari atau menggunakan teknik 2 jari
6. Dalamnya kompresi dada (dalamnya tekanan)
Gunakan tekanan yang cukup untuk menekan tulang dada kira-kira
sedalam 1/3 diameter anteroposterior, kemudian tekanan dilepaskan
untuk memungkinkan pengisian jantung, yang dimaksud dengan
kompresi ialah tekanan ke bawah ditambah pembebasan tekanan.
Ibu jari atau ujung jari harus tetap kontak dengan tempat kompresi
dada

26
Penatalaksanaan Resusitasi : Kompresi Dada
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
Prosedur 7. Kecepatan kompresi dada
Rasio kompresi dada dan ventilasi dalam 1 menit ialah 90 kompresi
dada dan 30 ventilasi (rasio 3:1). Dengan demikian kompresi dada
dilakukan 3 kali dalam 1 ½ detik dan ½ detik untuk ventilasi 1 kali.
8. Kecepatan penekanan harus konsisten
9. Melakukan penilaian setelah 30 detik melakukan kompresi dada
 Bila frekuensi jantung ≥60 kali/menit tindakan kompresi dada
dihentikan, periksa usaha napas dan warna kulit :
a. Bila bayi bernapas spontan dan teratur, atau bayi menangis,
berarti resusitasi berhasil, bayi diletakkan dengan ibu/payu dara
ibu, kemudian dirawat di ruang perawatan khusus untuk
pemantauan
b.Bila bayi belum bernapas spontan, dan atau warna kulit bayi
masih kebiruan atau pucat, lakukan VTP saja tanpa kompresi
dada, nilai bayi setiap 30 detik
 Bila frekuensi jantung <60 klai/menit, berikan pengobatan dengan
Empinefrin, melalui ET (lebih diutamakan) atau jalur intra vena.
Kemudian segera lakukan kompresi dada dan VTP denga
koordinasi yang baik selama 30 detik dan nilai ulang keadaan bayi.
10. Keputusan untuk menghentikan resusitasi.
Resusirasi kardiopulmoner dihentikan bila setelah 15 menit dilakukan
tindakan resusitasi dengan benar, tetap tidak ada denyut jantung.
11. Membuat Catatan Rekam Medik/Catatan Tindakan resusitasi
12. Pencegahan Infeksi Pasca Tindakan

27
Penatalaksanaan Resusitasi : Pemasangan Pipa Endotrakeal
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/2
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Pemasangan Pipa Endotrakeal adalah suatu tindakan lanjut dalam tahapan
resusitasi
Indikasi :
1. Bayi dengan riwayat ketuban bercampur mekoneum dan bayi tidak
bugar (depresi pernapasan, tonus otot dan frekuensi jantung)
2. Bila VTP dengan balon dan sungkup tidak menghasilkan
pengembangan dada atau bila VTP berlangsunglebih dari beberapa
menit
3. Bila diperlukan untuk memudahkan koordinasi antara kompresi dada
dan ventilasi
4. Pemberian empinefrin untuk stimulasi jantung
5. Bayi sangat premature
6. Bayi dengan dugaan hernia diafragmatika
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal agar bayi segera bernapas spontan atau
menangis.
Kebijakan 1. Setiap persalinan dengan risiko harus dihadiri minimal satu orang
tenaga yang terampil melakukan tindakan Resusitasi Neonatus
2. Pelayanan penderita dilakukan di tempat persalinan baik di kamar
bersalin maupun Kamar Operasi dan ruang neonatologi.
3. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
Peralatan 1. Laringoskop dengan baterai & lampu cadangan
2. Daun laringoskop (no.1, no. 0)
3. Pipa endotrakeal no. 2.5, 3.0, 3.5, &4.0
4. Kateter penghisap lender 10F/>
5. Plester, gunting, stetoskop, gudel
6. Balon resusitasi & sungkup, dan manometer
Prosedur 1. Memastikan ada persetujuan tindakan medik resusitasi
Bila keadaan sangat emergensi, maka persetujuan tindakan medik
dapat dimintakan kemudian
2. Bayi diletakkan dibawah pemancar panas, jaga tetap hangat
Alas datar, kepalalurus dan leher sedikit tengadah.
3. Pemasangan laringoskop dan melihat glottis
 Penolong berada di sisi atas kepala
 Nyalakan lampu laringoskop
 Pegang laringoskop dengan ibu jari dan ketiga jari tangan kiri (tidak
peduli penolong kidal atau normal) dan arahkan daun laringoskop
ke sisi berlawanan dengan penolong.
 Pegang kepala dengan tangan kanan
 Masukkan daun laringoskop antara palatum dan lidah

28
Penatalaksanaan Resusitasi : Pemasangan Pipa Endotrakeal
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
Prosedur  Ujung daun laringoskop daimasikkan menyusuri lidah secara
perlahan ke pangkal lidah sampai di vallecula (lekuk antara pangkal
lidah dan epiglottis)
 Angkat daun laringoskop dengan cara mengangkat seluruh
laringoskop ke arah daun laringoskop menunjuk, dengan demikian
lidah akan terjulur sedikit sehungga farings terlihat. Letak Tanda
Petunjuk Benar kija Glottis dan pita suara rampak disebelah atas
dengan muara di bawah
 Penghisapan lendir
 Berhenti selama 20 detik
Tindakan intubasi dibatasi 20 detik untuk mencegah hipoksia
 Pada waktu berhenti, bayi distabilkan denga memompa balon dan
sungkup
4. Menemptkan pipa endotrakeal
Masukkan pipa ET diantara pita suara, sampai sebatas garis tanda pita
suara, agar ujung pipa terletak dalam trakea di tengan antara pita suara
carina. Sewaktu memasukkan pipa ET, jangan kenai pita usara dengan
ujung pipa, karena dapat menyebabkan spasme pita suara
5. Mengeluarkan laringoskop
 Pita ET dipegang dengan tangan kanan yang bertumpu paka muka
bayi, tekan ke bibir
 Laringoskop dikeluarkan dengan tangan kiri tanpa
mengganggu/menggeser pipa ET
6. Memastikan letak pipa ET
 Sambil memegang pipa ET, sambung pipa ke balon resusitasi dan
lakukan ventilasi sambil memperhatikan dada dan perut
 Apabila letak pipa ET betuk akan terlihat
a. Dada mengembang
b. Perut tidak mengembung sewaktu ventilasi
 Mendengarkan suara napas
a. Mintalalah kepada orang lain (pembantu) untuk mendengarkan
suara napas menggunakan stetoskop. Pastikan letak stetoskop di
pinggir bagian atas dada kiri dan kanan. Apabila letak stetoskop
lebih rendah, maka suara udara yang masuk ke lambung dapat
terdengar sebagai suara napas.
b.Apabila letak pipa ET betul akan terdengar
 Udara masuk ke kedua sisi dada
 Suara napas kiri sama dengan kanan
7. Perhatikan tanda cm pada pip ET setinggi batas bibir atas
8. Fiksasikan pipa ET ke wajah bayi dengan plester
9. Membuat Catatan Rekam Medik/Catatan Ridakan resusitasi
10. Pencegahan Infeksi pasca tindakan

29
Penatalaksanaan Gangguan Napas pada Neonatus
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/3
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian  Ganguan napas pada neonatus adalah suatu keadaan bayi yang
sebelumnya normal atau bayi dengan asfiksia yang sudah dilakukan
resusitasi dan berhasil, tetapi beberapa saat kemudian mengalami
gangguan napas
 Gangguan napas merupakan salah satu Kegawatan yang dapat
memberikan dampak kematian atau bila dapat bertahan hidup dengan
gejala sisa
 Gangguan napas dapat diakibatkan oleh banyak faktor penyebab,
namun penanganan awal kegawatannya yang merupakan hal yang
sangat penting.
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal agar bayi segera bernapas .
Kebijakan 1. Setiap persalinan dengan risiko harus dihadiri minimal satu orang
tenaga yang terampil melakukan tindakan Resusitasi Neonatus
2. Pelayanan penderita dilakukan di tempat persalinan baik di kamar
bersalin maupun Kamar Operasi dan runag neonatologi.
3. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Faktor Risiko/ 1. Kelainan paru : Pnemonia, Aspirasi susu
Dan predisposisi 2. Kelainan jantung : Penyakit Jantung Bawaan, disfungsi miokardium
3. Kelainan Susunan Syaraf Pusat akibat : Asfiksia, Pendarahan otak
4. Kelainan metabolik : Hipoglekimia, Asidosis metabolik
5. Kelainan Bedah : Pneumotoraks, Fistel Trakheoesofageal, Hernia
diafragmatika
6. Kelainan lain : Sindrom Aspirasi Mekonium, Transient tachypnea of
the Newborn Penyakit Membra Hialin
Gambaran Klinik 1. Frekuensi napas bayi lebih 60 kali/menit, mungkin menunjukkan satu
atau lebih tanda tambahan gangguan napas.
2. Frekuensi napas bayi kurang 30 kali/menit
3. Bayi dengan sianosis sentral (biru pada lidah dan bibir)
4. Bayi apnea (naas berhenti lebih 20 detik)

30
Penatalaksanaan Gangguan Napas pada Neonatus
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/3
Penunjang 1. Pemeriksaan laboratorium darah rutin dan preparat darah apus,
analisa gas darah, dula darah
2. Pemeriksaan Radiologi
3. Pemeriksaan EKG
Diagnosis Klasifikasi gangguan napas
Frekuensi Gejala tambahan gangguan napas Klasifikasi
Napas
>60 DENGAN Sianosis sentral DAN tarikan Gangguan
Kali/menit dinding dada atau merintih saat napas berat
ekspirasi
ATAU > DENGAN Sianosis sentral ATAU tarikan
90 dinding dada ATAU merintih saat
kali/menit ekspirasi
ATAU < DENGAN Gejala lain dari gangguan napas
30 atau
kali/menit TANPA
60-90 DENGAN Tarikan dinding dada ATAU Gangguan
kali/menit merintih saat ekpirasi napas sedang
Tetapi Sianosis sentral
TANPA
ATAU > TANPA Tarikan dinding dada atau
90 merintih saat ekpirasi atau
kali/menit sianosis sentral
60-90 TANPA Tarikan dinding dada atau Gangguan
kali/menit merintih saat ekpirasi atau napas ringan
sianosis sentral

Terapi 1. MENAJEMEN UMUM


 Jaga tetap hangat
 Pasang jalur infus intravena, sesuai dengan kondisi bayi, yang
paling sering dan bila bayi tidak dalam keadaan dehidrasi berikan
infus Dekstrosa 5%
 Pantau selalu tanda vital, Jaga patensi jalan napas
Berikan oksigen (2-3 liter/menit dengan kateter nasal)
 Jika bayi mengalami apnea
Lakukan tindakan resusitasi sesuia tahap yang diperlukan.
Lakukan penilaian lanjut
 Segera periksa kadar glukosa darah
 Pemberian nutrisi adekuat
2. Manajemen Khusus
3. Menajemen lanjut sesuai dengan kemungkinan penyebab dan jenis
atau derajat gangguan napas
A. Gangguan napas ringan
 Amatin pernapasan bayi setiap 2 jam selama 6 jam
 Bila memburuk atau timbul gejala sepsis, terapi sepsis dan
tangani gangguan napas sedang
 Berikan ASI bila mampu mengisap, jika tidak, menggunakan
pipa lambung

31
Penatalaksanaan Gangguan Napas pada Neonatus
No. Dokumen No. Revisi Halaman
3/3
Terapi  Kurangi pemberian O2 secara bertahap bila ada perbaikan
 Hentikan pemberian O2 jika frekuensi napas antara 30-60
kali/menit
B. Gangguan napas sedang
 Lanjutkan pemberian O2 2-3 liter/menit dengan kateter
nasal, dapat diberikan O2 4-5 liter/menit dengan sungkup,
atau head boxes
 Bayi jangan diberi minum
 Jika ada tanda sepsis aau komplikasi lain beri terapi sesuai
indikasi
 Bila bayi mulai perbaikan (frekuensi napas menurun tidak
kurang dari 30 kali/menit, takian dinding dada atau suara
merintih berkurang) disertai perbaikan tanda klinis :
1.Kurangi terapi O2 secara bertahap
2.Pasang pipa lambung, berikan ASI setiap 2 jam
3.Jika masih tidak dapat menyusu, berikan ASI peras
dengan memakai salah satu alternatif pemberian minum
C. Gangguan napas berat
 Teruskan pemberian O2
 Terapi untuk dugaan kemungkinan besar sepsis
 Bila menunjukkan tanda pemburukan atau terdapat
sianosis sentral, naikkan pemberian O2 pada kecepatan
aliran tinggi. Jika gangguan napas semakin berat dan
sianosis sentral menetap pertimbangkan penggunaan
ventilator mekanik
 Jika gangguan napas masih menetap setelah 2 jam, pasang
pipa lambung
 Nilai kondisi minimal 4 kali setiap hari terhadap tanda
perbaikan
 Jika menunjukkan tanda perbaikan (frekuensi napas
menurun, retraksi berkurang, warna kulit membaik, tidak
merintih dan tidak apnea :
1.Kurangi/turunkan pemberian O2 secara bertahap
2.Mulailah pemberian ASI peras melalui pipa lambung
3.Periksa kadar glukosa darah
Pemantauan Pemantauan pada bayi kecil ( berat lahir <2500 gram atau umur
kehaliman <37 minggu) gangguan napas sering memburuk dalam waktu
36-48 jam pertama dan tidak banyak terjadi perubahan dalam satu dua
hari berikutnya dan kemudian akan membaik pada hari ke 4-7.
Jika bayi tampak kemerahan tanpa terapi O2 selama 3 hari, minum baik
dan tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit
bayi dapat dipulangkan
Pemantauan terhadapap penyakit penyebab gangguan napas
Pemantauan terhadap komplikasi gangguan anapas
Prognosis Tergantung dengan jenis gangguan napas, penyebab dan komplikasi

32
33
Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/5
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Sepsis Neonatorum adalah Sindroma klinis penyakit sistemik akibat
infeksi selama satu bulan pertama kehidupan
Penyebab bakteri, virus, jamur dan protozoa
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal agar bayi tidak mengalami komplikasi lebih bera
atau kematian
Kebijakan 1. Tindakan pencegahan lebih diutamakan
2. Pemberian antibiotika harus sesuai dengan kebijakan yang
dikeluarkan oleh Rumah Sakit
3. Terapi awal harus segera dilakukan tanpa menunggu hasil kultur
4. Penambahan atau penghentian antibiotika berdasarkan keadaan klinis
dan atau hasil kultur
5. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Faktor Risiko/ 1. Riwayat ibu mengalami infeksi intra uterin, demam dengan
Dan predisposisi kecurigaan infeksi berat atau ketuban pecah dini
2. Riwayat persalinan tindakan, penolong dan lingkungan persalinan
kirang higienis
3. Riwayat lahir asfiksia berat, bayi kurang bulan, berat lahir rendah
4. Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercamput mekonieum
5. Riwayat bayi malas minum, penyakitnya cepat memberat
Tabel 1 Skoring faktor risiko sepsis neonatorum
Faktor Skor
Prematuris 3
Riwayat air ketuban keruh, purulen atau bercampur mekonium 2
Riwayat demam pada ibu saat hamil 2
Asfiksia 2
Pertus lama 1
Riwayat periksa vagina tidak bersih 2
Ketuban pecah dini 1
Sumber : Gupte S, Chowdhry J 2003
Catatan : Skor 3-5 lakukan pemeriksaan penunjang (septik work up)
Skor >5 terapi antibiotik dan pemeriksaan penunjang

Gambaran klinik Keadaan umum


 Suhu tubuh tidak normal, letargi atau lunglai, mengantuk atau aktivitas
berkurang
 Malas minum (sebelumnya pernah minum dengan baik), Iritabel atau
rewel
 Kondisi memburuk secara cepat dan dramatis

34
Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/5
Gambaran klinik Gastrointestinal
 Muntah, diare, perut kembung,hepatomegali
 Tanda mulai muncul sesudah hari ke empat
Kulit
 Perfusi kulit kurang, sianosis, pucat, petekie, ruam, sklerem, ikterik
Kardiopulmuner
 Takipnu, distres respirasi (merintih, retraksi) takikardil, hipotensi
Neurologis
 Iritabilitas, penurunan kesadaran, kejang, ubun-ubun membonjol, kaku
kuduk
 Sesuai dengan meningitis

Tabel 2 gejala klinik sepsis neonatorum


1 Keadaan umum Tidak bugar, malas minum,
hipertermia/hipotermi, skleredema
2 Sistem susunan saraf pusat Hipotoni, iritabel, kejang, letargi, tremor,
ubun-ubun cembung, high pitch cry
3 Sistem saluran napas Pernapasan tidak teratur, apnea, takipnea
(>60 x/menit), sesak napas, sianosis
4 Sistem kardiovaskuler Takikardi (>160 x/menit), akral dingin,
dehidrasi, syok
5 Sistem saluran pencernaan Mencret, muntah, hepatomegali, perut
kembung
6 Sistem hematologi Kuning, pucat, splenomegali, petekie,
purpura, perdarahan lakopenia
Sumber : Monitja HE, 1997, Harianto A, Indarso F, Etika R, Damanik SM, 2002
Terdapat lebih dari satu gejala atau tanda pada paling tidak 4 kelompok
gejala klinik
Penunjang 1. Laboratorium
Lekositosis atau lekopeni, netropeni, rasio netrofit imatur/total (I/T)
lebih 0,2
Tabel 4 Sistem skor hematologis untuk prediksi sepsis neonatorum
Kriteria Skor
Peningkatan I/T 1
Penurunan/peningkatan jumlah PMN total 1
I:M ≥ 0,3 1
Peningkatan jumlah PMN i atur

1
Jumlah lekosit toral sesuai umur 1
Bayi baru lahir ≥ 25.000/mm3 atau ≤ 5.000/mm3
Umur 12-24 jam ≥ 30.000 /mm3
Umur >2 hr ≥ 21.000/mm3
Perubahan PMN 1
≥3 vakuolisasi, toksik granular, Dohle bodies
Trombosit <150.000/mm3 1
Sumber : Sales-santos M & Bunye MO, 1995
Jumlah skor lebih atau sama dengan 3 maka kemungkinan besar
sepsis

35
Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum
No. Dokumen No. Revisi Halaman
3/5
Penunjang Penggunaan skor ini harus disesuaikan dengan klinis
 Kultur, pengecatan gram dari darah, urin dan cairan serebro
spinal serta dilakukan uji kepekaan kuman
Analisa gas darah ditemukan hipoksia, asidosis metabolik,
asidosis laktat
 Pemeriksaan cairan serebrospinal peningkatan jumlah lekosit
terutama PNM, jumlah lekosit 20/ml (umur kurang dari 7 hari)
dan 10/ml (umur lebih 7 hari, menigkatnya kadar protein,
penurunan kadar glukosa serta pada pengecatan gram ditemukan
kuman. Gambaran ini sesuai dengan meningitis yang sering
terjadi pada sepsis
 Gangguan metabolik
Hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik
 Peningkatan kadar bilirubin
2. Radiologis
Foto rongen dada dapat ditemukan sebagai berikut
 Pneumonia kongenital : konsolidasi bilateral atau efusi pleura
 Pneumonia : destruksi jaringan bronkopulmoner, etelektasis
segmental atau laboris, gambaran retikugranuler (seperti penyakit
membran hialin), efusi pleuraPemeriksaan cairan serebrospinal
peningkatan jumlah lekosit terutama PNM, jumlah lekosit 20/ml
(umur kurang dari 7 hari) dan 10/ml (umur lebih 7 hari,
menigkatnya kadar protein, penurunan kadar glukosa serta pada
pengecatan gram ditemukan kuman. Gambaran ini sesuai dengan
meningitis yang sering terjadi pada sepsis
 Gangguan metabolik
Hipoglikemi atau hiperglikemi, asidosis metabolik
 Peningkatan kadar bilirubin
3. Radiologis
Foto rongen dada dapat ditemukan sebagai berikut
 Pneumonia kongenital : konsolidasi bilateral atau efusi pleura
Pneumonia : destruksi jaringan bronkopulmoner, etelektasis
segmental atau laboris, gambaran retikugranuler (seperti penyakit
membran hialin), efusi pleura
Diagnosis 1. Dugaan sepsis
Jika tidak ditemukan riwayat infeksi intra uteri, ditemukan satu
kategori Adan satu atau dua kategori B
2. Kecurigaan besar sepsis
Pada bayi umur sampai dengan 3 hari
Bila ada riwayat ibu dengan infeksi rahim, demam dengan
kecurigaan infeksi berat atau (ketuban pecah dini) atau bayi
mempunyai 2 atau lebih kategori A atau 3 atau lebih Kategori B
Pada bayi umur lebih dari 3 hari
Bila bayi mempunyai dua atau lebih temuan Kategori A atau
tiga atau lebih temuan Kategori B
3. Sepsis : Jika pada hasil kultur ditemukan kuman

36
Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum
No. Dokumen No. Revisi Halaman
4/5
Diagnosis Tabel 4 : Kelompok temuan yang berhubungan dengan sepsis
Kategori A Kategori B
1. Kesulitan bernapas (misalnya : 1. Tremor
napas lebih dari 30 kali per 2. Letergi atau lunglai
menit, retraksi dinding dada, 3. Mengantuk atau aktivitas
grunting pada waktu ekspirasi, berkurang
sianosis sentral) 4. Iritabel atau rewel
2. Kejang 5. Muntah (menyokong ke arah
3. Tidak sadar sepsis)
4. Suhu tubuh tidak normal (tidak 6. Perut kembung (menyokong ke
normal sejak lahir & tidak arah sepsis)
memberi respons terhadap terapi 7. Tanda-tanda mulai muncul
atau suhu tidak stabil sesudah setelah hari ke empat
pengukuran suhu normal selama (menyokong ke arah sepsis)
tiga kali atau lebih, menyokong 8. Air ketuban bercampur
ke arah sepsis) mekonium
5. Persalinan di lingkungan yang 9. Malas minum, sebelumnya
kurang higienis (menyokong ke minum degan baik ( menyokong
arah sepsis) ke arah sepsis)
6. Kondisi memburuk secara cepat
dan dramatis (menyokong ke
arah sepsis)

Terapi 1. Dugaan sepsis


Pada dugaan sepsis pengobatan ditujukan pada temuan khusus
(misalnya kejang) serta dilakukan pemantauan
2. Kecurigaan besar sepsis/sepsis :
 Antibiotik
Antibiotik awal diberikan Ampisilin dan gentamisin, bila
organisme idak dapat ditemukan dan bayi tetap menunjukkan
tanda infeksi sesudah 48 jam, ganti ampisilin dan beri sofataksim
disamping tetap diberi gantamisin.
Jika ditemukan organisme penyebab infeksi, digunakan antibiotik
sesuai uji kepekaan kuman. Antibiotik diberikan 7 hari setelah ada
perbaikan (dosis lihat tabel 5)
Pada sepsis dengan meningitis, pemberian antibiotik sesuai
pengobatan meningitis.
Tabel : Dosis antibiotik untuk sepsis
Antibiotik Cara pemberian Dosis dama mg
Hari 1-7 Hari 8
Ampisilin IV, IM 50 mg/kg setiap 12 50 mg/kg setiap 8
jam jam
Ampisilin utk IV 100 mg/kg setiap 12 100 mg/kg setiap 8
meningitis jam jam
Sefotaksim IV, IM 50 mg/kg setiap 12 50 mg/kg setiap 8
jam jam
Sefotaksim utk IV 50 mg/kg setiap 6 50 mg/kg setiap 6
meningitis jam jam
Gantamisin IV, IM <2 kg
4 mg/kg sekali sehari 3,5 mg/kg setiap
12 jam
≥2 kg
5 mg/kg sekali sehari 3,5 mg/kg setiap

37
12 jam

38
Penatalaksanaan Sepsis Neonatorum
No. Dokumen No. Revisi Halaman
5/5
Terapi  Respirasi
Menjaga patensi jalan napas dan pemberian oksigen untuk
mencegah hipoksia. Pada kasus tertentu dibutuhkan ventilatir
mekanik.
 Kardiovaskuler
Pasang jalur IV dan beri cairan IV dengan dosis rumat serta
pemantauan tensi dan perfusi jaringan untuk cegah syok
 Hematologi
Tranfusi komponen jika diperlukan, Atasi kelainan yang
mendasari.
Tranfusi tukar diperlukan tidak ditemukan perbaikan klinis dan
laboratorium
 Tunjangan nutrisi adekuat
 Pengobatan terhadap tanda khusus lain atau penyakit penyerta
serta komplikasi
 Pada kasus tertentu dibutuhkan imunoterapi dengan pemberian
imunoglobulin, antibodi monoklonal
 Pada kasus tertentu misalnya hidrosefalus dan akumulasi progesif,
enterokolitis nekrotikan, perlu tindakan bedah
 Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialis lain, dll)
Pemantauan 1. Terapi
Pada dugaan sepsis lakukan pemantauan. Jika ditemukan tambahan
tanda sepsis maka dikelola sebagai kecurigaan besar sepsis
2. Tumbuh kembang
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita dengan sepsis dapat
akibatkan gangguan tumbuh kembang. Misalnya gejala sisa
neurologis berupa retardasi mental, gangguan penglihatan, kesukaran
belajar, kelainan tingkah laku
Prognosis Angka kematian 13-50%

39
Penatalaksanaan Ikterus Neonatorum
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/3
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian  Ikterus adalah gambaran klinis; pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena deposisi bilirubin. Klinis ikterus tapak bila kada
bilirubin dalam serum adalah ≥5 mg/dl
 Dibedakan ikterus neonatorum fisiologis dan ikterus neonatorum
patologis (Hiperbilirubinemia)
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal agar bayi yang mengalami ikterus tidak
berkembang menjadi Kern interus
Kebijakan 1. Bayi dengan ikterus neonatorum patologis yang dirawat di Level II
(Bangsal Bayi Risiko Tinggi) atau Level III
2. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari spesialis anak (SpA), perawat
dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Faktor Risiko/ 1. Riwayat ibu melahirkan anak dengan ikterus
predisposisi 2. Golongan darah ibu dan ayah berbeda
3. Riwayat ikterus hemolitik, difisiensi glukose-6-fosfat dehidro-genase,
(G6PD), atau inkompatibilitas faktor rhesus atau golongan darah
ABO pada kelahiran sebelumnya
4. Riwayat anemia, pembesaran hati atau limpa pada keluarga
5. Infeksi neonatal, trauma lahir
6. Prematuritas, bayi berat lahir rendah
Gambaran klinik Bayi tampak berwarna kuning. Amati ikterus pada siang hari dengan sinar
lampu yang cukup. Tekan kulit dengan ringan memakai jari tangan untuk
memastikan warna kulit dan jaringan subkutan :
 Pada hari pertama, tekan pada ujung hidung atau dahi
 Pada hari ke 2, tekan pada lengan atau tungkai
 Pada hari ke 3 dan seterusnya, tekan pada tangan dan kaki
Penunjang 1. Darah rutin, Preparat Darah Hapus
2. Kadar Bilirubin Total, Direk, Indirek
3. Kadar G 6 PD, uji Coombs
4. Golongan darah ibu dan bayi : ABO dan Rheses
Diagnosis 1. Ikterus fisiologis
 Bilirubin serum <12 mg/dl pada hari ke 3
 Bilirubin serum total mencapai puncak pada hari ke 3-5 kehidupan
dan menurun pada akhir minggu pertama
 Tidak ada tanda ikterus patologis

40
Penatalaksanaan Ikterus Neonatorum
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/3
Diagnosis 2. Ikterus patologis
 Ikterus tampak dalam 24 jam pertama kehidupan
 Bilirubin total untuk bayi cukup bulan ≥ 13 mg/dl atau bayi kurang
bulan ≥10 mg/dl
 Penigkatan kadar bilirubin >5 mg/dl
 Bilirubin direk >2 mg/dl
 Ikterus menetap pada bayi cukup bulan > 1 minggu atau pada bayi
kurang bulan >2 bulan

Tabel 1 perkiraan klinis derajat ikterus


Usia Ikterus terlihat pada Klasifikasi
Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat
Hari 2 Lengan dan tungkai Ikterus berat
Hari 3 dan Tangan dan kaki
seterusnya
Terapi 1. Ikterus fisiologis
 Minum ASI dini dan sering
 Bila perlu terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
 Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan
ulang dan kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning)
2. Ikterus patologis
 Mulai terapi sinar bila ikterus berat, jangan menunda terapi sinar
dengan menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin serum
 Tentukan apakah bayi mempunyai faktor risiko BBL < 2500 gr,
usia kehamilan <37 minggu, hemolisis atau sepsis
 Periksa kadar bilirubin :
o Bila kadar bilirubin dibawah kadar yang memerlukan terapi sinar,
hentikan terapi sinar
o Bila kadar bilirubin serum sesuai kadar yang memerlukan terapi
sinar, lanjutkan terapi sinar
 Bila faktor Rh dan golongan darah ABO bukan penyebab hemolisis
atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga, lakukan uji
saring G6PD.
 Bila ada riwayat ikterus hemolisis, atau inkompatibilitas faktor Rh
atau golongan darah ABO pada kelahiran sebelumnya:
o Ambil sempel darah bayi dan ibu dan periksa kadar hemoglobin,
golongan darah bayi dan tes Coombs;
o Bila tidak ada bukti faktor Rh atau gologan darah ABO sebagai
penyebab hemolisis, atau bila ada riwayat keluarga defisiensi
G6PD, lakukan pemeriksaan G6PD, bila memungkinkan
o Prosedur tranfusi tukar dilakukan sesuai kadar dalam tabel 2

41
Penatalaksanaan Ikterus Neonatorum
No. Dokumen No. Revisi Halaman
3/3
Terapi Tabel 2 Penanganan ikterus berdasarkan kadar bilirubin serum
Usia Terapi sinar Tranfusi Tukar
Bayi sehat Faktor Risiko Bayi sehat Faktor Risiko
Mg/ µmol/ Mg/ µmol/ Mg/ µmol/ Mg/ µmol/
dL L dL L dL L dL L
Hari 1 Setiap ikterus yang terlihat 15 260 13 220
Hari 2 15 260 15 220 19 330 15 260
Hari 3 18 310 16 270 30 510 20 340
Hari 4 20 340 17 290 30 510 20 340
dst
Bila hasil pemeriksaan kadar bilirubin dan uji lain telah diperoleh,
tentukan kemungkinan diagnosisnya
 Bila bilirubin direk >2 mg/dl : hentikan terapi sinar
 Pangobatan fakto penyebab ikterus dan komplikasinya
 Terapi Suportip
Minum ASI atau pemberian ASI peras
Infus Cairan dengan dosis rumatan
Pemantauan 1. Terapi
Bilirubin pada kulit dapat menghilang dengan cepat dengan terapi
sinar.
Warna kulit tidak dapat digunakan sebagai petunjuk untuk
menentukan kadar bilirubin serum selama bayi dilakukan terapi sinar
dan selama 24 jam setelah dihentikan.
 Pulangkan bayi bila terapi sinar sudah tidak diperlukan, bayi
minum dengan baik, atau bila sudah tidak ditemukan masalah
yang membutuhkan perawatan di rumah sakit
 Ajari ibu untuk menilai ikterus dan beri nasehat pada ibu utnuk
kembali bila terjadi ikterus lagi
2. Tumbuh kembang
 Bayi pasca perawatan hiperbilirubinemia perlu pemantauan
Tumbuh kembang,
 Sesuai dengan indikasi lakukan konsultasi ke Bagian THT

Prognosis Baik jika tanpa komplikasi

42
Penatalaksanaan Hipoglikemi
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/3
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Hipoglikemi adalah keadaan hasil pengukuran kadar glukose darah <45
g/dl (2.6 mmol/L). setiap stres yang terjadi mengurangi cadangan glukosa
yang ada.
Kegawatan terjadi bila hipoglikemia bila berlanjut menjadi penyulit atau
komplikasi yang berdampak pada kejang dan hipoksia terutama hipoksia
otak
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal.
Kebijakan 1. SMF Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi
2. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Faktor Risiko/ 1. Ibu menderiata DM sebelum dan selam kehamilan terutama DM
predisposisi yang tidak terkontrol
2. Riwayat bayi berat lahir rendah (prematuris, kecil untuk masa
kehamilan)
3. Riwayat Bayi Besar untuk Masa Kehamilan (BMK), makrosomi
4. Riwayat bayi dengan Penyakit Jantung Bawaan
5. Riwayat bayi menderita asfiksia, hipotermi, hipertermi, gangguan
pernapasan
Gambaran klinik 1. Tremor (“jitteriness”), nistagmus gerakan involunter pada mata
2. Bayi lenah, apatis, latergik, keringat dingin, sianosis
3. Kejang
4. Apne atau napas lambat, tidak teratur
5. Tangis melengking atau lemah merintih
6. Hipotoni, masalah minum
Penunjang 1. Pemeriksaan kadar glukose darah pada bayi risiko tinggi
2. Pemeriksaan urin rutin, khususnya reduksi urin pada waktu yang
sama
3. Kadar elektrolit darah
Diagnosis Kadar glukose darah <45 mg/dl (2.6 mmol/L).
Hipoglikemi sistomatis dan hipoglikemi asimtomatis

Terapi 1. Glukose darah <25 mg/dl (1.1 mmol/L) atau terdapat terdapat tanda
klinis hipoglikemi
 Pasang jalur IV jika belum terpasang, jika tidak dapat dipasang
dengan cepat, berikan larutan glukose melalui pipa lambung
dengan dosis sama
 Berikan glukose 10% 2 mL/kg secara IV bolus
dalam lima menit

43
Penatalaksanaan Hipoglikemi
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/3
Terapi  Infus glukose 10% sesuai kebutuhan rumatan
 Periksa kadar glukose darah satu jam setelah bolus glukose dan
kemudian tiap tiga jam:
o Jika kadar glukose darah <25mg/dL (1.1 mmol/L), ulangi
pemberian bolus glukose seperti tersebut di atas dan lanjutkan
pemberian infus
o Jika kadar glukose darah 25 -45 mg/dl (1.1-2.6 mmol/L),
lanjutkan infus dan ulangi pemeriksaan kadar glukose setiap tiga
jam sampai kadar glukose ≥45 mg/dl (2.6 mmol/L)
o Bila kadar glukose darah ≥45 mg/dl (2.6 mmol/L) dalam dua
kali pemeriksaan berturut-turut, ikuti petunjunk tentang
frekuensi pemeriksaan kadar glukose darah setelah kadar kadar
glukose darah kembali normal
 Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berukan
ASI peras dengn menggunakan salah satu alternatif cara
pemberian minum
 Bila kemampuan minum bayi meningkat turunkan pemberian
cairan infus setiap hari secara bertahap
2. Bila glukose darah 25-45 mg/dl (1.1-2.6 mmol/L) tanpa tanda
hipoglikemia
 Anjurkan ibu menyusui. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan
ASI peras dengn menggunakan salah satu alternatif cara
pemberian minum
 Pantau tanda hipoglikeia, bila ada, tangani seperti tersebut di atas
 Periksa kadar glukose darah dalam tiga jam atau sebelum
pemberian minum berikutnya:
o Jika kadar glukose darah <25 mg/dl (1.1 mmol/L), atau terdapat
tanda hipoglikemi, tangani seperti tersebut di atas
o Jika kadar glukose masih antara 25-45 mg/dl (1.1-2.6 mmol/L),
naikkan frekuensi pemberian minum ASI atau naikkan volume
pemberian dengan menggunakan salah satu alternatif cara
pemberian minum
o Jika kadar glukose darah 45 mg/dl (2.6 mmol/L)atau lebih, lihat
tentang frekuensi pemeriksaan kadar glukose darah di bawah ini
3. Terapi faktor penyebab dan komplikasi yang terjadi
4. Bila diperlukan dapat dilakukan konsultasi ke Sub Bagian
Endokrinologi Anak
Pemantauan 1. Terapi
Setelah terapi dan kadar glukose darah normal, dilakukan
pemantauan terapi dan ulangan pemeriksaan kada glukose darah
sebagai berikut :
 Jika bayi mendapatkan cairan IV, untuk alasan apapun, lanjutkan
pemeriksaan kadar glukose darah setiap 12 jam selama bayi masih
memerlukan cairan infus. Jika kapan saja kadar glukose darah
turun, tangani seperti tersebut di atas

44
Penatalaksanaan Hipoglikemi
No. Dokumen No. Revisi Halaman
3/3
Pemantauan  Jika bayi sudah tidak lagi mendapat infus cairan IV, periksa kadar
glukose darah setiap 12 jam sebanyak dua kali pemeriksaan :
o Jika kapan saja kadar glukose darah turun, tangani seperti
tersebut di atas
o Jika kadar glukose darah tetap normal selama waktu tersebut,
maka pengukuran dihentikan
2. Timbuh kembang
 Bila ibu menderita DM, perlu pemeriksaan atau uji tapis unutk
bayinya
 Bila bayi menderita DM(Juvenile Diabetes Mellitus) kalola DM
nya atau konsultasi ke Sub Bagian Endokrinologi Anak
Prognosis Baik jika tanpa komplikasi

45
Penatalaksanaan Tetanus Neonatorum
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/2
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Penyakit yang disebabkan klostridium tetani.
Kejadian penyakit ini sangat berhubungan dengan aspek pelayanan
kesehatan neonatal, terutama pelayanan persalinan (persalinan yang
bersih dan aman), khususnya perawatan tali pusat.
Komplikasi atau penyulit yang ditakutkan adalah spasme otot diafragma
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal.
Kebijakan 1. SMF Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi
2. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Faktor Risiko/ 1. Persalinan kurang higienis terutama yang ditolong oleh tenaga non
predisposisi medis yang tidak terlatih
2. Perawatan tali pusat yang tidak higienis,pemberian dan penambahan
suatu zat pada tali pusat
3. Status imunisasi anti tetanus ibu tidak lengkap atau tanpa imunisasi
Gambaran Klinik 1. Riwayat bayi malas minum sesudah dapat minum normal
2. Bayi sadar, terjadi spasme otot berulang
3. Mulut “mencucu” seperti mulut ikan (carper mouth)
4. Trismus (mulut sukar dibuka), perut teraba keras (perut papan)
5. Opistotonus (ada sela antara punggung bayi dengan alas saat bayi
ditidurkan)
6. Infeksi tali pusat, tali pusat biasanya kotor dan berbau
7. Anggota gerak spastik (boxing position) Riwayat spasme atau
kekakuan pada ekstremitas, otot mulut dan perut
8. Kejang dipicu oleh kebisingan atau prosedur atau tindakan
pengobatan
Penunjang Pemeriksaan penunjang dilakukan jika klinis ragu dengan sepsis :
1. Pemeriksaan darah rutin dan darah apus
2. Lumbal pungsi dan pemeriksaan Cairan serebrospinal
Diagnosis Berdasarkan faktor risiko dan gambaran klinis
Terapi 1. Medikamentosa
 Pasang jalur IV dan beri cairan dengan dosis rumatan
 Berikan diazepam 10 mg/kg/hari secara IV dalam 24 jam atau
dengan bolus IV setiap 3 jam (dengan dosis 0.5 mL/kg per kali
pemberian), maksimum 40 mg/kg/hari.
o Bila jalur IV tidak terpasang, pasang pipa lambung dan berikan
diazepam melalui pipa atau melalui rectum
o Bila perlu, beri tambahan dosis 10 mg/kg tiap 6 jam
o Bila frekuensi napas kurang 30 kali/menit, obat dihentikan,
meskipun bayi masih mengalami spasme

46
Penatalaksanaan Tetanus Neonatorum
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
Terapi  Bila bayi mengalami henti napas selama spasme atau sianosis
sentral setelah spasme, berikan oksigen dengan kecepatan aliran
sedang, bila belum bernapas lakukan resusitasi, bila tidak berhasil
dirujuk ke rumah sakit yang mempunyai fasilitas NICU
 Berikan bayi :
o Human tetanus immunoglobulin 500 U IM atau tetanus
antitoksin 5000 U IM
o Tetanus toksoid 0.5 MK IM pada tempat yang berbeda dengan
pemberian antitoksin
o Bensilpenisilin G 100.000 U/kg IV dosis tunggal selama 10 hari
 Pengobatan untuk infeksi lokal tali pusat
 Berikan ibunya imunisasi tetanus toksoid 0.5 ml, minta datang
kembali satu bulan kemudian untuk pemberian dosis kedua
2. Fisioterapi
3. Konsultasi ke bagian Rehabilitasi Medik
Pemantauan 1. Terapi
 Rawat bayi di ruang yang tenang, kurangi rangsangan yang tidak
perlu
 Pasang pipa lambung bila belum terpasang dan beri ASI peras
diantara periode spasme. Nilai kemampuan minum dua kali sehari
dan anjurkan untuk menyusu ASI secepatnya begitu terlihat bayi
siap untuk mengisap.
 Bila sudah tidak terjadi spasme selama dua hari, bayi minum baik
dan tidak ada lagi masalah, maka bayi dapat dipulangkan
2. Tumbuh kembang
Pemantauan tumbuh kembang diperlukan terutama untuk asupan gizi
yang seimbang dan stimulasi mental
Prognosis Angka kematian tetanus neonatorum masih sangat tinggi (50% atau lebih)

47
Penatalaksanaan Diare pada Bayi
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/3
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Keadaan bayi berak cair lebih sering dari biasanya atau tinja berwarna
hijau dan mangandung lendir atau darah.
Banyak penyebab diare selain infeksi, tetapi sepsis merupakan penyebab
yang paling sering selama periode neonatal.
Lakukan tindakan pencegahan infeksi dengan ketat, bila merawat bayi
dengan diare untuk mencegah infeksi silang di ruang perawatan bayi
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal.
Kebijakan 1. SMF Kesehatan Anak Sub Bagian Perinatologi
2. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Faktor Risiko/ Riwayat kelahiran : ketuban pecah dini, kurang bulan, infeksi intra uterin
predisposisi
Gambaran Klinik 1. Bayi berak cair lebih sering dari biasanya
2. Tinja berwarna hijau dan mengandung lendir atau darah
3. Kehilangan banyak cairan hingga menyebabkan dehidrasi
Tanda dehidrasi (mata cekung, ubun-ubun cekung, elastisitas kulit
turun, lidah dan membran mukosa kering). Secara umum sulit
mencari tanda dehidrasi pada neonatus, dicurigai bila berat badan
turun >10% dan atau jumlah kencing menurun
4. Tanda-tanda sepsis
5. Distensi abdomen
Penunjang Fases lengkap
Darah rutin
Diagnosis Tabel 1. Diagnosis banding diare
Pemeriksaan
penunjang atau Kemungkinan
Anamnesis Pemeriksaan diagnosis lain diagnosis
yang sudah
diketahui
-Riwayat ibu -Bayi kecil -Sepsis Diare karena
dengan infeksi, (berat lahir -Darah rutin sepsis
demam yang <2500 g atau -Kultur darah,
dicurigai sebagai umur kehamilan tinja
infeksi berat, <37 minggu) -Apusan dubur
ketuban pecah
>18jam
-Timbul pada
hari ke 1-3

48
Penatalaksanaan Diare pada Bayi
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/3
Diagnosis -Minum selain -Minum baik Diare non
ASI infeksi
-Timbul diare
sesudah
minuman lain
dimulai
-Bayi ikterus -Tinja kuning lunak Diare karena
yang mendapat -Tidak muntah terapi sinar
terapi sinar
-Timbul diare
sesudah terapi
sinar dimulai
-Wabah diare -Tinja cair, -Sepsis Diare karena
pada perawatan kehijauan dan -Dehidrasi infeksi
bayi bayak, terus nosokominal
-Timbul sesudah menerus bahkan
hari ke-2 pada bayi saat
minum ASI
-Darah dalam tinja
-Muntah
-Minum tidak -Layuh atau latergi -Sepsis Enterokolitis
mau atau buruk -Bayi tampak sakit -Cairan aspirat nakrotikains
-Timbul hari ke 2 -Diare fulminan lembung
s/d hari ke 10 -Bayi kecil (berat menigkat
-Asfiksia lahir <2500 g atau
umur kehamilan
<37 minggu)
-Diare bercampur
lendir atau darah
-Muntah, sering
bercampur darah
-Distensi abdomen
-Progresifitas tanda-
tanda penyakit
(suhu tubuh tidak
stabil dan atau
apnea)

Terapi 1. Tetap berikan ASI. Jika bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI peras
dengn menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum.
2. Jika ibu memberikan makanan atau cairan lain selai ASI,
minuman/makanan lain haru sdihentikan
3. Berikan larutan rehidrasi oral, setiap kali diare :
a. Jika bayi dapat menyusu, berikan ASI sesering mungkin, atau
berikan larutan rehidrasi oral sebanyak 20 ml antara pemberian
ASI dengan menggunakan salah satu cara alternatif oemberian
minum
b. Jika bayi tidak dapat menyusu dengan baik, pasang pipa lambung.
Berikan cairan oralit 20 ml melalui pipa. Berikan ASI peras 20
ml, jika tidak cukup dan berikan ASI dan oralit secara simultan
c. Jika tidak ada ASI, berikan larutan rehidrasi oral 20 ml yang
sudah diencerkan dengan perbandingan 1:3
49
Penatalaksanaan Diare pada Bayi
No. Dokumen No. Revisi Halaman
3/3
Terapi 4. Jika bayi tidak dehidrasi, ASI diberikan lebih sering dan lebih lama
5. Jika bayi menunjukkan tanda dehidrasi atau sepsis :
a. Pasang infus/intavena
b.Buat perkiraan bahwa bayi mengalami dehidrasi 10% dan
sesuaikan volume cairan yang diberikan
c. Berikan RL atau NaCl 0.9% 100ml/kg/6 jam, dengan cara
pemberian : 30 ml/kg/1 jam, bayi dikaji ulang setelah 1 jam. Jika
membaik, lanjutkan dengan 70 ml/kg/5jam
d.Berikan RL atau NaCl 0,9% 100mg/kg/6jam, dengan cara
pemberian: 30 ml/kg/1jam, bayidikaji ulang setelah 1 jam. Jika
membaik, lanjutkan dengan 70 ml/kg/5jam
e. Jika kondisi tidak membaik, menunjukkan tanda-tanda denyut
nadi lemah, ulang 30 ml/kgBB, kemudian lanjutkan dengan
70ml/kg/5jam selama 18 jam berikutnya
f. Kaji ulang dalam waktu 12 jam:
1) Jika bayi telah ter-rehidrasi, dan tidak diare lagi, berikan
cairan rumatan sesuai umur
2) Jika bayi masih diare, asumsu dehidrasi 20%, selain cairan
rumatan sesuai umur, tambahkan 20 ml setiap diare dan
sesuaikan volume cairan yang diberikan.
6. Apabila terjadi diare nosokominal
a. Ambil sempel darah unutk dilakukan kultur dan beri antibodi
sesuai dengan kecurigaan sepsis
b.Pastikan bahwa bayi mendapat cukup cairan, untuk mengganti
cairan yang hilang karena diare
c. Isolasi bayi
Ikuti prosedur pencegahan infeksi dengan ketat pada saat
merawat bayi dengan diare. Kenakan sarung tangan ketika
memegang popok kotor ataupun benda-benda lain yang dipakai
untuk perawatan bayi dan cuci tangan setelah menangani bayi
dengan diare
Pamantauan Tanda rehidrasi, tinja dan kencing
Prognosis Pada umumnya baik, bergantung pada penyebab diare.

50
Penatalaksanaan Transfusi Tukar
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/3
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Transfusi tukar merupakan penggantian sebagian atau seluruh sel darah
merah dan plasma dengan sel darah merah dan plasma yang sesuai dari
donor dalam jumlah tertentu dengan tujuan memperbaiki keadaan bayi.
Melakukan tindakan mengganti 90% darah dalam sirkulasi dan 88%
hemoglobin
Indikasi
Hiperbilirubinemia, penyakit hemolisis pada neontus, pembekuan
intravaskuler menyeluruh, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
berat, polisitemia, anemia berat, berbagai penyakit yang membutuhkan
komplemen, opsonin dan gama globulin, penyakit metabolik yang
menyebabkan asidosis berat, sepsis.
Kontra indikasi
a. Syok
b. Bradikardi (denyut jantung kurang dari 100 x/menit)
c. Takikardi (denyut jantung 180 x/menit)
d. Distress respirasi
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal.
Kebijakan 1. SMF Kesehatan Anak Sub Bagian neonatologi
2. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
Peralatan 1. Set tranfusi darah
2. Paket darah, usia darah donor yang dipakai sebaikknya kurang dari
24 jam (darah segar) atau paling tidak kurang dari 72 jam (darah
baru), jumlah darah 85 ml x berat badan bayi x 2, telah dihangatkan
3. Lampu pemanas dan alat monitor kardiorespirasi
4. Perlengkapan vena seksi atau kateter vena umbilikal
5. Masker, tutup kepala dan baju steril. Sarung tangan steril, kain steril
6. Nier-bekken 2 buah dan botol kosong penampung darah
7. Kateter polietilen kecil ukuran 3,5F untuk bayi kurang bulan, kurang
3,5 kg menggunakan 5F, untuk berat badan lebih dari 3,5 kg
digunakan 8F
8. Three way stop cock, semprit 5 cc, 10 cc dan 20 cc
9. Heparin, kalsium glukonas 10% dan NaCl 0.9%
10. Meja tindakan atau inkubator
11. Alat dan obat-obatan resusitasi lengkap
12. Formulir isian transfusi tukar
13. Tabung untuk pemeriksaan darah dan formulir permintaan
pemeriksaan

51
Penatalaksanaan Transfusi Tukar
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/3
Prosedur A. Persiapan tindakan transfusi tukar
1. Cek darah dengan lembar catatan medis dokter dan tanda tangani
form mengenai hal tersebut
2. Pastikan orang tua bayi telah menandatangani surat persetujuan
tindakan
3. Bayi dipuasakan 3-4 jam sebelum tindakan, lambung
dikosongkan dengan pipa penduga lambung dan pipa dibiarkan
terbuka untuk tujuan dekompresi dan menghindari terjadinya
aspirasi.
4. Koreksi gangguan asam basa, hipoksia dan hipotermia.
5. Pemasangan monitor kardiorespirasi, megatur suhu lingkungan
dengan lampu penghangat.
6. Hangatkan darah dalam penghangat darah hingga 37oC
7. Pakai sarung tangan dan celemek steril
8. Pasang kateter umbilikal ke dalam vena umbilikalis
9. Kateter terhubungkandengan 2 buah three way stopcock yang
disusun seri
10.Menggabungkan three way stopcock dengan selang infus darah
donor dan selang ke botol pembungan.
11.Harus ada petugas yang melakukan mengawasi keadaan bayi dan
mencatat waktu saat dilakukan penarikan dan pendorongan darah,
jumlah darah yang dimasukkan dan dikeluarkan
12.Pelaksanaan trasfusi tukar
B. Pelaksanaan transfusi tukar
1. Mula-mula darah bayi dikeluarkan 10-20 cc, sebagian darah
digunakan untuk pemeriksaan laboratorium
2. Wakktu pengeluaran darah selama 2-4 menit. Darah dibuang
melalui pipa pembuang dengan mengatur katup three way
stopcock
3. Darah donor yang telah dihangatkan 36,7-37oC dimasukkan
dalam jumlah yang sama dengan darah yang dibuang. Selama 2-4
menit. Setelah darah masuk tunggu selama 20 detik untuk beredar
di sirkulasi
4. Kedua tindakan di atas dilakukan berulang sampai jumlah darah
yang dikehendaki
5. Kantung harus digoyang secara lembut selama tindakan transfusi
tukar karena sel darah merah akan mengendap dengan cepat.
6. Dicatat jumlah darah yang sudah dikeluarkan diganti dengan
sejumlah darah yang ditrasfusikan
7. Setiap 150 cc darak masuk diberikan 1 cc kalsium glukonas 10%
8. Setiap 200 cc darah masuk kateter dibilas dengan heparin NaCl
(4000 IU heparin dalam 500 cc NaCl 0,9%) sebaynyak 5 cc
9. Pada pengambilan darah terakhir digunakan untuk pemeriksaan
laboratorium
10. Tanda vital : temperatur, denyut jantung, respirasi, suhu dicatat
setiap 15 menit selama prosedur dan segera catat setiap kali ada
perubahan tanda vital atau warna kulit bayi atau aktivitas bayi.

52
Penatalaksanaan Transfusi Tukar
No. Dokumen No. Revisi Halaman
3/3
Prosedur C. Perawatan pasca trasfusi tukar
1. Bayi dipuasakan 3-4 jam, diberi infus rumatan
2. Lanjutkan pengamatan menggunakan alat monitor kardi respirasi
3. Amati gerakan bayi dan tanda perdarahan dan infeksi di tempat
pemasangan kateter
4. Tiap jam diperiksa : temperatur, denyut jantung, respirasi, semala
enam jam. Bila stabil dan dalam batas normal, setelah itulakukan
pengamatan rutin sesuai anjuran
5. Ukur lingkar perut dan lakukan pengamatan rutin ( tiap 3-4 jam)
selama 24 jam. Dengarkan bising usus
6. Amati adanya darah dalam tinja
7. Amati gejala intoleransi makanan: aspirat lambung, muntah,
distensi abdomen
8. Buat laporan keperawatan pada formulit transfusi tukar dan catat
keadaan bayi selama prosedur
9. Berikan penjelasan kepada orang tua tentang prosedur,
komplikasi
10. Jika stabil, diet enteral atau peroral dapat dimulai
11. Pengawasan komplikasi dan kemungkinan transfusi tukar ulang
12. Pada kasus hiperbilirubinemia, setelah transfusi tukar dilanjutkan
terapi sinar
D. Pemeriksaan laboratorium
a. Sebelum transfusi tukar (22 ml)
1. Hb, Ht, lekosit, hitung jenis (1 ml + EDTA)
2. Bilirubin total, direk, indirek; protein total, albumin,
globulin, Gula Darah; Na, K, Ca (5 ml darah beku)
3. Commb’s test dan G6PD (3 ml +EDTA
4. Kultur darah (1 ml darah beku)
5. HBS Ag, SGOT, SGPT (5ml darah beku)
6. TORCH (8 ml darah beku)
Catatan : bagi penderita kurang mampu hanya diperiksa
sampai nomor 6
b. Setelah transfusi tukar
1. No. 1 dan 2
2. CT, BT; studi koagulasi
BGA (atas indikasi)

53
Penatalaksanaan Terapi Sinar
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/2
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Suatu tindakan mengendalikan kadar bilirubin darah dengan pemberian
sinar untuk mengubah bilirubin menjadi bentuk isomer yang larut air
(diekskresikan melalui empedu/urin)
Indikasi sesuai keriteria prosedur penatalaksanaan ikterus
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal.
Kebijakan 1. SMF Kesehatan Anak Sub Bagian neonatologi
2. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
Peralatan Alat terapi sinar
1. Lampu fluoresens Blue lamps:425 to 475 nm
2. Ganti lampu setiap 2000 jam atau setelah penggunaan 3 bulan,
walaupun lampu masih menyala, atau mulai berkedip
Prosedur 1. Persiapan terapi sinar
 Pastikan penutup atau pelindung diletakkan pada posisi yang benar
 Hangatkan ruangan sehigga suhu dibawah lampu 28oC sampai
30oC
 Nyalakan tombol dan periksa apakah seluruh lampu flouresens
menyala dengan baik
 Letakkan tiai putih mengelilingi area sekeliling alat tersebut
berada untuk memantulkan kembali sinar sebanyak mungkin ke
arah bayi.
2. Pemberian terapi sinar
 Letakkan bayi dibawah lampu terapi sinar
o Bila berat bayi ≥2000 gram, letakan bayi dalam keadaan
telanjang di boks bayi. Bayi yang lebih kecil diletakkan di
inkubator
o Tutup mata dan gonad bayi dengan penutup, pastikan penutup
mata idak menutupi lubang hidung
 Letakkan bayi sedekat mungkin dengan lampu sesuai dengan
petunjuk atau manual dari pabrik pembuat alat. (0,5-0,7 m)
 Ubah pisisi bayi tiap 3 jam
 Pastikan kebutuhan cairan bayi terpenuhi
o Anjurkan ibu menyusui sesuai keinginan bayi, paling tidak
setiap 3 jam
o Bila bayi idak dapat menyusu, berikan ASI peras dengn
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum,
naikkan kebutuhan hariannya dengan menambah 25 mL/kgBB
o Bila bayi mendapat cairan IV, naikan kebutuhan hariannya 10%
o Bila bayi mendapat cairan IV atau diberi minum melalui pipa
lambung bayi tidak perlu dipindahkan dati lampu terapi sinar

54
Penatalaksanaan Terapi Sinar
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
Prosedur  Letakkan bayi sedekat mungkin dengan lampu sesuai dengan
petunjuk atau manual dari pabrik pembuat alat. (0,5-0,7 m)
 Ubah pisisi bayi tiap 3 jam
 Pastikan kebutuhan cairan bayi terpenuhi
o Anjurkan ibu menyusui sesuai keinginan bayi, paling tidak
setiap 3 jam
o Bila bayi idak dapat menyusu, berikan ASI peras dengn
menggunakan salah satu cara alternatif pemberian minum,
naikkan kebutuhan hariannya dengan menambah 25 mL/kgBB
o Bila bayi mendapat cairan IV, naikan kebutuhan hariannya 10%
o Bila bayi mendapat cairan IV atau diberi minum melalui pipa
lambung bayi tidak perlu dipindahkan dati lampu terapi sinar
 Lanjutkan pengobatan dan pemeriksaan lain
 Pantau suhu tubuh bayi dan suhu udara ruangan setiap 3 jam
 Perekas kadar bilirubin serum tiap 12-24 jam
 Bila bilirubin serum tidak dapat diperiksa:
o Bila bayi kecil (berat lahir <2500 gram atau umur kehamilan <
37 minggu) atau sepsis, hentikan terapi sinar setelah 3 hari

55
Penatalaksanaan Syok pada Bayi
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/3
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal.
Kebijakan 1. SMF Kesehatan Anak Sub Bagian neonatologi
2. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Faktor Risiko/ Asfiksia, hipoksia
Dan predisposisi Dehidrasi
Perdarahan
Sepsis
Gambaran klinik
Penunjang Darah rutin
Analisa gas darah, asam laktat

56
Penatalaksanaan Syok pada Bayi
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/3
Terapi

Manajemen syok pada bayi baru lahir

Bayi dengan syok

Bradikardi akut HR normal/ꜛ Anemia primer


Ventilasi/oksigenasi Oksigensai/ventilasi Obat anti anemia
Pijat jantung Thermoregulasi Obat kronotropik
Epinefrin glukosa kardioversi
Obat kronotropik

Menentukan penyebab hipetensi

kardiogenik Sepsis hipovolemik indeterminate


(gangguan distribusi)

Fluid challenge

Jika anemia Albumin


mengancam jiwa Plasma
Tipe O, RH negative Norlam saline
Crossmatching Ringer laktat
heparinisasi

10-20 ml/kg/dalam 15-30 menit


(jika menggunakan kristaloid 20-40 ml/kg)

BGA, Glukosa, Ca, P, Hematokrit, x foto dada


Evaluasi sepsis dan terapi
Tipe dan crossmatch

Reassess
Perbaikan (+) Perbaikan (-)

Ulang fluid challange

Perbaikan (-)

Pasang CVP, akses vaskuler, kateter

57
Penatalaksanaan Syok pada Bayi
No. Dokumen No. Revisi Halaman
3/3
Pengertian
Pasang CVP, akses vaskuler, kateter

Ukur CVP
≤8 mm/Hg >8 mm/Hg

Lanjutkan ekspansi volume Pikirkan : CHD

Pertimbangkan obat inotropic/vasoaktif Penigkatan tekanan intra abdomen

Ekokardiografi
Fluid challenge harus hati-hati
Pertmbangkan obat inotropic/vasoaktif

Hipertensi Hepertensi Tensi normal/ꜛ


HT normal/ꜛ HR ꜜ Perfusi jelek

Dopamine Isoproterenol Vasodilator

Perbaikan (-) Perbaikan (-)

Dobutamin Epinefrin/neropinefrin+phentolamine

Perbaikan (-)

58
Penatalaksanaan Aspirasi Mekoneum
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/3
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Terisapnya cairan amnion yang tercemari cairan mekoneum ke dalam
paru yang dapat terjadi pada saat intrauterine, persalinan dan kelahiran
Mekoneum dalam cairan ketuban meripakan indikasi adanya gangguan
pada bayi yang berkaitan dengan masalah intrauterin berupa hipoksia.
Bila air ketuban bercampur mekoneum biasanya 50% mekoneum berada
di trakhea.
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal.
Kebijakan 1. SMF Kesehatan Anak Sub Bagian neonatologi
2. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri daridokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Faktor Risiko/ 1. Riwayat persalinan prematur (bayi lebih bulan)
Dan predisposisi 2. Riwayat janin umbuh lambat
3. Riwayat kesulitan persalinan dan riwayat Gawat Janin, asfiksia berat
4. Riwayat persalinan dengan air ketuban bercampur mekoneum

Gambaran klinik 1. Cairan amnion tercemar mekoneum


2. Kulit bayi diliputi mekoneum
3. Tali pusat dan kulit bayi berwarna hijau kekuningan
4. Bayi alami asfiksia berat dan beberapa jam kemudian menunjukkan
gangguan napas (merintih, sianosis, napas cuping hidung, retraksi,
takipneu, Barrel chest)
5. Biasanya disertai tanda bayi lebih bulan
Penunjang 1. Foto Toraks posisi AP dan Lateral, bila berlu serial
Aspirat pada satu atau kedua lapang paru, hiperinflasi, kadang
ditemukan gambaran atelektasis dan pneumotoraks
2. Laboratorium
Darah : Hb, darah tepi, kultur darah
Analisa gas darah
Biasanya didapatkan hasil hipoksemia, asidemia (asidosis metabolik,
respiratorik atau kombinasi).

59
Penatalaksanaan Aspirasi Mekoneum
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/3
Terapi 1. Tindakan resusitasi
 Tindakan resusitasi secara proaktif,
o Bila lahir per vaginam
Saat kepala bayi lahir, segera dilakukan pengisapan mulut,
kemudian hidung sebelum melahirkan bahu dan seluruh badan
bayi, kemudian setelah bayi lahir, segera dinilai kebugaran
bayi;
Bila bayi lahir dengan operasi bedah sesar :
Begitu bayi lahir segera dilakukan pengisapan mulut kemudian
hidug dan selanjutnya segera dinilai kebugaran bayi;
 Bila bayi bugar ( mengis keras, kulit merah, tonus otot baik dan
frekuensi jantung lebih dari 100x/menit); lanjutkan dengan
pengeringan, juga kehangatan dan perawatan bayi baru lahir
normal
 Bila bayi tidak bugar: segera dilakukan langkah awal dengan
mengisap mekoneum degan langsung ke trakhea. Bila tersedia
laringoskop dan pipa endotrakheal (ET) segera dilakukan
pengisapan melalui pipa ET sampai dianggap bersih (bisa diulang
2-3 kali), kemudian bayi dikeringkan sambil melakukan rangsang
taktil.
 Bila bayi tetap tidak bernapas, segera lakukan resusitasi
2. Medika mentosa
 Antibiotika ampisilin dan gentamisin (dosis sepsis)
3. Bedah
 Pada kasus komplikasi : pneumotoraks, pneumomediastinum,
emfisema sub kutan.
 Tindakan yang segera dilaksanakan pungsi toraks, bila gagal
dilakukan drainase.
4. Suportif
 Infus cairan : Glukose 10% sesuai dengan dosis rumatan
 Jaga kehangatan
 Terapi oksigen sesuai dengan kondisi
o Kriteria nasal, sungkup, Nasal prong Head Box
o Oksigen inkubator, Ventilator mekanik
Pemberian ASI eksklusif bila kondisi sedah memungkinkan
Pemantauan 1. Komplikasi
2. Terapi
Setelah bayi melewati masa krisis dan kebutuhan oksigen sudah
terpenuhi dengan oksigen ruangan/atmosfer, suhu tubuh bayi sudah
stabil diluar inkubator, bayi dapat minum/menetek, ibu bisa merawat
dan mengenali tanda-tanda sakit pada bayi dan tidak ada komplikasi
atau penyulit maka bayi dapat berobat jalan.
3. Tumbuh kembang

60
Penatalaksanaan Aspirasi Mekoneum
No. Dokumen No. Revisi Halaman
3/3
Prognosis 1. Angka kematian 20% karena kerusakan paru dan hipertensi pulmoner
2. Komplikasi :
Hipoksia serebri, gagal ginjal, keracunan O 2
Pneumotoraks, pneumomediastinum, pneumopericardium, pulmonary
interstitial emphysema. Sepsis.
Defisit neurologis, kejang, retardasi mental, epilepsi, palsi serebral

61
Penatalaksanaan Penyakit Membran Hialin
PANDUAN No. Dokumen No. Revisi Halaman
PRAKTIK KLINIS 1/2
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Gangguan napas pada bayi baru lahir yang terjadi karena belum
sempurnanya pembentukan atau fungsi surfaktan.
Tujuan Melaksakan pelayanan Ilmu Kesehatan anak yang komprehensif, cepat,
tepat, akurat dan optimal.
Kebijakan 1. SMF Kesehatan Anak Sub Bagian neonatologi
2. Tenaga pelayanan kesehatan terdiri dari dokter spesialis anak (SpA),
perawat dan tenaga penunjang medik.
PROSEDUR
Diagnosis
Faktor Risiko/ 1. Riwayat kelahiran kurang bulan, ibu DM
Dan predisposisi 2. Riwayat persalinan yang mengalami asfiksia perinatal (gawat janin),
atau partus tindakan dengan bedah sesar
3. Riwayat kelahiran saudara kandung dengan penyakit Membran Hialin
Gambaran klinik 1. Gejala biasanya dijumpai dalam 24 jam pertama kehidupan Penyakit
bisa menetap atau menjadi progresif setelah 48-96 jam pertama
kahidupan. Perjalanan klinis bervariasi sesuai dengan beratnya
penyakit, besarnya bayi, adanya infeksi dan derajat pirau PDA
2. Dujimpai sindroma klinis :
a. Sesak napas, frekuensi napas >60x/menit atau <30x/menit, naas
cuping hidung
b. “Grunting” saat ekspirasi atau napas mengap-mengap
c. Retraksi dinding dada, kadang dijumpai sianosis
3. Perhatikan tanda prematuritas
4. Kadang ditemukan hipotensi, hipotermia, edema perifer, edema paru
Penunjang 1. Foto toraks posisi AP dan Lateral, bila perlu serial
Stadium 1 : pola retikulogranulair
Stadium 2 : stadium 1 + air bronchogram
Stadium 3 : stadium 2 + batas jantung-paru kabur
Stadium 4 : stadium 3 + white lung
2. Laboratorium
Darah : Hb, Ht, darah tepi, kultur darah pada kecurigaan pneumonia.
3. Analisa gas darah : hipoksia, asidosis metabolik, respiratorik atau
kombinasi dan saturasi oksigen yang tidak normal
Terapi 1. Manajeman umum :
 Jaga jalan napas tetap bersih dan terbuka
 Terapi oksigen sesuai dengan kondisi
Nasal kateter, Sungkup, Nasal prong, Head Box, Oksigen
inkubator, Ventilator mekanik
Pertahankan pH of 7.25-7.4, PaO2 50-70 mm Hg,
PCO2 40-65 mm Hg dan keadaan klinis
 Jaga kehangatan

62
Penatalaksanaan Penyakit Membran Hialin
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
Terapi  Pemberian infus cairan intravena dengan dosis rumatan
 Pemberian nutrisi diutamakan pemberian ASI bila
memungkinkan
 Antibiotik : Ampisilin 50mg/kg intavena tiap 12 jam, Gentamisin
untuk berat badan <2 kg dosis 4mg/hari (7 hari pertama),
antibiotik dihentikan. Jika terbukti tidak ada infeksi.
2. Manajemen khusus
- Surfaktan :
Surfaktan diberikan dalam 24 jam pertama dosis : 4 ml/kgBB,
intra trakea, terbagi dalam 4 dosis. Dosis dapat diulang setelah
minimal 6 jam. Komplikasi : obstruksi jalan napas, perdarahan
dan infeksi paru.
- Bedah
Pada kasus dengan komplikasi pneumotoraks, pneumo
mediastinum, emfisema sub kutan
Pemantauan 1. Terapi
Setelah melewati masa kritis bayi dapat minum sendiri
persepen/menetek, ibu bisa merawat dan mengenali tanda-tanda sakit
pada bayi dan tidak ada komplikasi atau penyulit maka bayi dapat
berobat jalan.
2. Tumbuh kembang
Prognosis 1. Tanpa komplikasi maka proses tumbuh kembang anak selanjutnya
tidak mengalami gangguan
2. Apabila timbul komplikasi (hipoksia serebri, gagal ginjal, keracunan
O2, epilepsi maupun komplikasi palsi cerebral). Maka tumbuh
kembang anak tersebut akan mengalami gangguan dari yang ringan
sampai yang berat termasuk gangguan penglihatan.
Mortalitas dan morbiditas penyakit membrana hialin
Berat lahir (gr) Mortalitas (%) BPD ROP
<501 90 Semua Sangat tinggi
501-750 25 Sering Sedang
751-1000 15 Sebagian Kadang
1001-1500 10 Jarang Rendah
BPD : risiko terjadinya penyakit bronkopulmoner displasia
ROP : risiko terjadinya penyakit retinopaty of prematury
(sumber : Gomela TR 2004)

63
Memberi Minum Bayi/Anak Dengan Menyusukan Langsung
PANDUAN Ke Ibunya
PRAKTIK KLINIS No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/2
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Memberikan ASI kepada bayi dengan meyusukan langsung kepada
ibunya
Tujuan 1. Memenuhi kebutuhan tubuh akan makanan, cairan dan elektrolit
2. Menjalin hubungan batin antara bayi dan ibunya
3. Meningkatkan daya tahan tubuh
Kebijakan 1. Bayi baru lahir (menetek dini)
2. Bayi yang mengalami sakit (hiperbilirubin, diare)
3. Bayi sehat sampai 6 bulan (ASI eksklusif)
Prosedur 1. Persiapan
a. Persiapan alat
 Kapas pembersih pada tempatnya
 Nierbekken/bengkok untuk kapas kotor
b.Persiapan bayi dan ibu
 Bayi dirapikan kemudian lakukan pemeriksaan identitas bayi
yang tercantum pada peneng yang ada dipergelangan tangan
bayi
 Ibu diberi penjelasan tentang prosedur yang akan dilakukan
 Ibu disiapkan dalam keadaan bersih dan rapi
 Usahakan lingkungan dalam keadaan bersih dan tenang
2. Pelaksanaan
a. Perawat mencuci tangan
b.Ibu disiapkan dalam posisi duduk yang nyaman
c. Air susu ibu diperiksa, memancar dengan baik /tidak
d.Putting susu dan sekitarnya dibersihkan dengan kapas pembersih
e. Bayi dibawa dan diberikan kepada ibunya
f. Pastikan bayi melekat dengan benar pada payudara ibunya yang
diandai
 Dagu bayi menempel pada payudara ibu dengan baik
 Mulut terbuka lebar
 Bibir bawah membuka keluar
 Arcola tampak lebih banyak dibagian atas daripada dibagian
bawah mulut
g. Pastikan posisi menetek benar yang ditandai :
 Kepala dan tubuh bayi lurus
 Badan bayi menghadap ke dada ibunya
 Badan bayi menempel ke perut ibu
Seluruh badan tersangga dengan baik, jangan hanya leher dan
bahunya saja

64
Memberi Minum Bayi/Anak Dengan Menyusukan Langsung
Ke Ibunya
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
Prosedur h. Bayi disusukan dengan cara bergantian payudara kiri dan kanan
masing-masing selama 10 menit secara bergantian
i. Selesai menyusu, mulut bayi dibersihkan dengan kapas pembersih
j. Puting susu dan sekitarnya dibersihkan kembali dengan kapas
pembersih
k. Bayi diangkat dan ditengkurapkan dibahu atas perawat/ibunya
sambil ditepuk-tepuk disekitar punggung agar bersendawa
l. Bayi dan ibu dirapikan
m. Bayi dibaringkan telentang atau tengkurap dengan kepala
dimiringkan
n. Alat-alat dibersihkan, dibereskan dan dikembalikan ke tempat
semula
o. Perawat mencuci tangan
p. Catat pemberian ASI dalam lembaran catatan perawatan.

65
Memberi Minum Bayi/Anak Denganmenggunakan
PANDUAN Sendok/Pipet
PRAKTIK KLINIS No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/1
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Memberi minum bayi menggunakan sendok/pipet
Tujuan 1. Memenuhi kebutuhan tubuh akan makanan, cairan dan elektrolit
2. Mengurangi bingung puting pada bayi baru lahir yang tidak langsung
disusukan pada ibunya
Kebijakan 1. Bayi dengan refleks mengisap yang lemah (prematur)
2. Bayi dengan ibu yang sedang operasi (MOW)
3. Bayi dengan ibu post seksio (SC)
4. ASI ibu belum keluar
Prosedur 1. Persiapan
a. Persiapan alat
- Pipet/sendok dalam keadaan bersih
- Susu/minuman pada tempatnya
- Air matang pada tempatnya
- Pengalas dada
- Kapas pembersih pada tempatnya
- Nierbekken/bengkok untuk kapas kotor
b. Persiapan bayi dan ibunya
- Ibu diberi penjelasan tenang prosedur yang akan dilakukan
- Usahakan lingkungan dalam keadaan bersih dan tenang
2. Pelaksanaan
a. Perawat mencuci tangan
b. Pasang pengalas dada pada bayi
c. Bayi dipangku dengan posisi kepala lebih tinggi dari badan
d. Suhu susu diperiksa dengan cara meneteskan susu ke
punggung tangan (suhu susu yang baik adalah hangat-hangat
kuku)
e. Bayi diberi minum sedikit demi sedikit, dengan rasa kasih
sayang dan penuh perhatian
f. Selesai pemberian susu, bayi diberi air matang secukupnya
untuk membilas sisa susu di dalam mulut, selanjutnya mulut
bayi dibersihkan dengan kapas pembersih
g. Bayi diangkat dan ditelungkupkan di bahu perawat sambil
ditepuk-tepuk sekitar punggungnya agar bersendawa
h. Bayi ditidurkan dengan posisi kepala dimiringkan
i. Perawat cuci tangan
j. Catat jumlah minuman/susu yang diberikan pada lembaran
catatan perawat

66
Memberi Minum Bayi/Anak Dengan Menggunakan Pipa
PANDUAN Penduga Lambung (Maag Slang/Sonde)
PRAKTIK KLINIS No. Dokumen No. Revisi Halaman
1/2
Ditetapkan
Direktur RSUD Sultan Imanuddin
Tanggal terbit

Dr. Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Pengertian Memasukkan cairan ke dalam lambung bayi dengan menggunakan pipa
penduga lambung/maag slang.
Tujuan Memenuhi kebutuhan tubuh akan makanan, cairan dan elektrolit
Kebijakan 1. Anak yang tidak sadar/mengaami penurunan kesadaran
2. Anak yang tidak dapat menerima makan per oral
3. Anak dengan gangguan pencernaan (atresia aesofagus)
Prosedur 1. Persiapan
a. Persiapan alat
 Susu atau cairan sesuai kebutuhan
 Corong
 Pipa penduga lambung/maag slang
 Air matang pada tempatnya
 Alas dada bayi
 Spuit dengan ukuran sesuai kebutuhan
 Lidi kapas/cutton bud
 Plester
 Kasa steril dalam tempatnya
 Gunting verban
 Nierbekken/bengkok
b.Persiapan bayi dan ibu bayinya
 Ibu/keluarga diberi penjelasan tentang prosedur yang akan
dilakukan
 Posisi pasien diatur sesuai kebutuhan
2. Pelaksanaan
a. Perawat mencuci tangan
b.Pasang alas dada pada bayi
c. Bayi disiapkan dengan posisi kepala lebih tinggi dari badan
misalnya menggunakan bantal.
d.Bila pemberian cairan melalui hidung maka lubang hidung
dibersihkan dulu
e. Pipa penduga lambung diukur dari epigastrium sampai ke hidung
kemudian belik ke telinga. Selanjutnya pipa penduga diberi tanda
(ujung pipa pada arah epigastrium)
f. Ujung pipa dilicinkan dengan air atau pelicin lainnya
g.Bagian pangkal diklem atau dilipat, tutup dengan jari dan
ujungnya dimasukkan melalui hidung dengan hati-hati sampai
batas yang diberi tanda. Pastikan keadaan umum bayi, apakah ada
tanda-tanda sesak nafas atau tidak.

67
Memberi Minum Bayi/Anak Dengan Menggunakan Pipa
Penduga Lambung (Maag Slang/Sonde)
No. Dokumen No. Revisi Halaman
2/2
Prosedur h.Periksa apakah pipa betu-betul masuk ke dalam lambung caranya
dengan mengisap cairan lambung menggunakan spuit. Kemudian
pastikan bahwa yang keluar adalah cairan lambung dengan melihat
warna cairan.
i. Corong/spuit dipasang pada pangkal pipa
j. Tuangkan sedikit air matang. Klem/lipatan pipa dibuka kemudian
cairan dimasukkan melalui pinggir corong. Selama pemberian
cairan corong ditutup dengan kasa steril untuk mencegah
kontaminasi.
k.Bila cairan sudah habis, tuangkan sedikit air matang untuk
membilas pipa.
l. Bila pipa dipasang menetap, pangkal pipa diklem atau dilipat atau
diikat. Setelah itu difiksasi pada dahi atau pada pipi dengan
plester.
m. Perawat mencuci tangan
n.Catat jumlah cairan yang dimasukkan dan jam memasukkan pada
lembaran catatan perawatan.

68
PANDUAN
ASFIKSIA NEONATORUM
PRAKTIK KLINIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
………………… ………………… 1/4
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur Utama

…………………. Dr.Suyuti Syamsul, MPPM


NIP.196808072000031006
Asfiksia neonatorum : adalah gagal napas secara spontan dan teratur pada saat
PENGERTIAN lahir atau beberapa saat sesudah lahir
 Saat lahir bayi mengalami keadaan tidak dapat bernapas secara spontan dan
ANAMNESIS teratur atau bayi tidak menangis
 Tonus otot jelek
 Bayi prematur
 Air ketuban keruh bercampur mekonium, bayi tidak bugar
 Bayi lemah, tidak bernapas atau menangis
PEMERIKSAAN  Tonus otot lemah/jelek
FISIK  Sianosis
 Napas megap megap
 Menurut AAP (American Academic of Pediatrics) dan AHA (American Heart
KRITERIA Association) : bayi kurang bulan, bayi tidak bernapas spontan/tidak menangis,
DIAGNOSIS tonus otot jelek.
 Menurut Skor APGAR : yang dihitung sampai dengan menit ke 10:
- Asfiksia ringan : 7
- Asfiksia sedang : 4-6
- Assfiksia berat : 1- 3
 Menurut hasil AGD ( Analisis Gas Darah ) : pH< 7.25, paO2 < 50 mmHg,
paCO2 > 55 mm Hg,
 Menurut WHO : Skor Apgar plus gambaran HIE dan defisit neurologis
( Menurut Sarnat and Sarnat )
DIAGNOSIS ASFIKSIA NEONATORUM
KERJA
Hipoksia:
DIAGNOSIS Pulmonal :
BANDING 1. Penyakit Membran Hialin
2. Pneumonia
3. Kelainan kongenital paru
Ekstra pulmonal :
1. Ensefalopati hipoksik iskemik / Hypoxic Ischemic Encephalopathy (HIE )
2. Sepsis neonatorum
3. Penyakit Jantung bawaan
4. Asidosis metabolik dan Gangguan metabolik lain
69
PEMERIKSAAN  Analisis Gas Darah
PENUNJANG  Foto toraks dada
1. Resusitasi neonatus : mulai dari tahapan sebagai berikut :
o Langkah awal
o Ventilasi tekanan positip
o Kompresi dada
o Pemberian obat obatan dan cairan pengganti volume
Pemasangan pipa endotrakheal setiap ada indikasi (dapat pada setiap
tahapan)
2. Bayi yang memberi respons baik (asfiksia ringan) dirawat di Ruang Perawatan
TERAPI Pasca Resusitasi, setelah stabil dirawat di rawat gabung. Diberikan injeksi
vitamin K 1, vaksinasi Hepatitis B, tetes mata antibiotik (kloramfenikol,
tetrasiklin atau eritromisin) dan ASI ad libitum
3. Bayi dengan asfiksia sedang di rawat di bangsal Perawatan Bayi Risiko
Tinggi, bila ada napas spontan dapat diberi CPAP (Bubble CPAP), diberi
infus ivfd, dengan larutan dekstrose 5% atau 10 % dan asuhan bayi baru lahir.
Nutrisi dengan ASI atau nutrisi parenteral total.
4. Asfiksia berat : dirawat di NICU untuk ventilator mekanik
5. Obat2an bila perlu antibiotik (lini pertama : Ampisilin dan Gentamisin )
 Tentang Asfiksia, penyebab, gejala klinis dan komplikasi
EDUKASI
 Tentang pemberian dan manfaat ASI
1. Asfiksia ringan prognosis : ad vitam, ad sanationam, ad fungsionam = baik.
2. Asfiksia sedang : tergantung pada hasil pengelolaan atau manajemen, seharus
PROGNOSIS nya ad vitam, ad sanationam, ad fungsionam = baik .
3. Asfiksia berat : biasanya ad vitam, ad sanationam, ad fungsionam =
dubia.Tergantung kondisi bayi dan respons terhadap ventilator mekanik
TINGKAT Diagnosis : I (referensi no 1,2 ):
EVIDENS Terapi : I (referensi no: 1,2,3,4, 5,6 )
 Bayi bernapas spontan dan teratur
INDIKATOR  Bayi tidak sianosis
MEDIS  Hasil AGD baik

70
1. American Heart Association and American Academy of Pediatrics. Textbook
of neonatal resuscitation. Kattwinkel J, editor. 6th ed. New York: McGraw-
Hill; 2011
2. Dharmasetiawani N. Asfiksia dan resusitasi bayi baru lahir. Dalam: Kosim
MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A, editor. Buku ajar neonatologi.
Jakarta: IDAI; 2008: h 103-25.
3. Snyder E, Cloherty J. Perinatal asphyxia. Dalam: Cloherty J, Stark A, editors.
Manual of neonatal care. 4 ed. Philadelphia: Williams & Wilkins; 2008. h.
518-27.
KEPUSTAKAAN 4. Kosim M. Gangguan napas pada bayi baru lahir. Dalam: Kosim M, Yunanto
A, Dewi R, Sarosa G, Usman A, editor. Buku ajar neonatologi. Jakarta: IDAI;
2008. h. 126-45.
5. Sills JH. Perinatal asphyxia. In Gomella LG, Cunningham MD, Eyal FG,
Zenk KE, Editor. Neonatology, management, procedures, on-call problems,
diseases and drugs. 5th Ed. New York: McGraw-Hill; 2004: 512-2
6. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Masalah masalah
bayi baru lahir dan bayi muda. Pedoman bagi rumah sakit rujukan tingkat
pertama di kabupaten /kota. Edisi ke-1.World Health Organization dan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009. H 58.

71
Lampiran : BAGAN RESUSITASI

72
ALGORITMA ASFIKSIA RINGAN, SEDANG DAN BERAT

Penilaian awal :
Cukup bulan
Bernapas atau menangis
Tonus baik

Langkah awal :
Hangatkan
Posisikan
Bersihkan jalan napas
Keringkan dan rangsang taktil
Reposisi
Evaluasi

Bernapas atau menangis Sulit bernapas atau FJ <100 dpm


FJ > 100 dpm Megap megap atau apneu
sianosis menetap

Asfiksia ringan Asfiksia sedang Asfiksia berat

R. Pasca NICU
PBRT
Resusutasi

Rawat Gabung C.P Asfiksia


Sedang

73
PANDUAN
KEJANG NEONATUS
PRAKTIK KLINIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
………………… 1/5
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur Utama

…………………. Dr.Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Kejang neonatus : secara klinis adalah perubahan paroksimal dari fungsi
PENGERTIAN neurologik (misalnya perilaku, sensorik, motorik dan fungsi autonom system
syaraf) yang terjadi pada masa neonatus.
Kejang merupakan keadaan emergensi atau tanda bahaya yang sering terjadi pada
neonatus, karena kejang dapat mengakibatkan hipoksia otak yang cukup
berbahaya bagi ke langsungan hidup bayi atau dapat mengakibatkan sekuele di
kemudian hari di samping itu kejang dapat merupakan tanda atau gejala dari 1
masalah atau lebih. Walaupun neonatus mempunyai daya tahan terhadap
kerusakan otak lebih baik, namun efek jangka panjang berupa penurunan ambang
kejang, gangguan belajar dan daya ingat tetap terjadi.
A. Anamnesis :
ANAMNESIS Faktor risiko :
 Riwayat kejang dalam keluarga
Riwayat yang menyatakan adanya kejang pada masa neonatus pada anak
terdahulu atau bayi meninggal pada masa neonatus tanpa diketahui
penyebabnya. 5
 Riwayat kehamilan / Prenatal
- Infeksi TORCH atau infeksi lain saat ibu hamil
- Pre Eklamsi, gawat janin.
- Pemakaian obat golongan narkotika, metadon.
- Imunisasi anti tetanus, Rubela
 Riwayat Persalinan
- Asfiksia, episode hipoksik
- Trauma persalinan
- KPD (Ketuban Pecah Dini )
- Anesthesi lokal/ blok
 Riwayat Paska natal
- Infeksi neonatus , keadaan bayi yang tiba-tiba memburuk
- Bayi dengan pewarnaan kuning dan timbulnya dini.
- Perawatan tali pusat tidak bersih dan kering, infeksi tali pusat.
- Faktor pemicu kejang oleh suara bising atau karena prosedur
perawatan
- Waktu atau awitan kejang mungkin berhubugan dengan etiologi
Bentuk gerakan abnormal yang terjadi

74
Gambaran klinis kejang yang sering terjadi pada neonatus sebagai berikut
PEMERIKSAAN 1. Subtle:
FISIK Bentuk kejang subtle lebih sering terjadi dibanding tipe kejang yang lain,
hampir 50% dari kejang neonatus baik pada bayi kurang bulan maupun cukup
bulan,.
Manifestasi klinis berupa gerakan abnormal pada bibir, mulut, mata dan
anggota gerak.
2. Tonik
Kejang tonik biasanya terdapat pada bayi berat lahir rendah dengan masa
kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi-bayi dengan komplikasi perinatal
berat misalnya pada perdarahan intraventrikular. Bentuk klinis kejang ini
yaitu pergerakan tonik satu ekstremitas atau pergerakan tonik umum
a. Fokal : terdiri dari postur tubuh asimetris yang menetap dari badan atau
ekstremitas dengan atau tanpa adanya gerakan mata abnormal.
b. Kejang Tonik Umum: Ditandai dengan fleksi tonik atau ekstensi
leher,badan dan ekstremitas, biasanya dengan ekstensi ekstremitas bawah
juga..
Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus dibedakan dengan
sikap opistitonus yang disebabkan oleh rangsang meningeal karena infeksi
selaput otak atau kernikterik.
3. Klonik
Kejang klonik seringnya merupakan petunjuk dari lesi fokal yang mendasari
seperti infark korteks, namun kejang klonik juga dapat disebabkan oleh sebab
metabolik. Bayi dengan kejang klonik biasanya tidak mengalami penurunan
kesadaran
Dikenal 2 bentuk :
a. Fokal : terdiri dari gerakan bergetar dari satu atau dua ekstremitas
pada sisi unilateral dengan atau tanpa adanya gerakan wajah. Gerakan
ini pelan dan ritmik dengan frekuensi 1-4 kali perdetik
b. Multifokal : Kejang klonik pada neonatus dapat mempunyai lebih
dari satu fokus atau migrasi terdiri dari gerakan dari satu ekstremitas
yang kemudian secara acak pindah ke ekstremitas lainnya . Bentuk
kejang merupakan gerakan klonik dari salah satu atau lebih anggota
gerak yang berpindah-pindah atau terpisah secara teratur, misalnya
kejang klonik lengan kiri diikuti dengan kejang klonik tungkai bawah
kanan. Kadang-kadang karena kejang yang satu dengan yang lain
sering bersinambungan, seolah-olah memberi kesan sebagai kejang
umum. Bentuk kejang ini biasanya terdapat pada gangguan
metabolik. Kejang ini lebih sering dijumpai pada bayi Cukup Bulan
dengan berat lebih 2,500 grams.
4. Mioklonik
Kejang mioklonik cenderung terjadi pada kelompok otot fleksor. Kejang
mioklonik terdiri atas :
a. Fokal: terdiri dari kontraksi cepat satu atau lebih otot fleksor
ekstremitas atas
b. Multifokal : terdiri dari gerakan tidak sinkron dari beberapa bagian
tubuh

75
c. Umum : terdiri dari satu atau lebih gerakan fleksi massif dari kepala
dan badan dan adanya gerakan fleksi atau ekstensi dari ekstremitas
Ketiga jenis kejang mioklonik sering dijumpai pada bayi kurang bulang dan
cukup bulan saat sedang tidur.

Gerakan yang menyerupai kejang pada neonatus


1. Apne.
Pada bayi berat lahir rendah biasanya pernapasan tidak teratur, diselingi
dengan berhentinya pernapasan 3-6 detik dan sering diikuti hiperpnea selama
10-50 detik. Bentuk pernapasan ini disebabkan belum sempurnanya pusat
pernapasan di batang otak dan berhubungan dengan derajat prematuritas.
keadaan ini USG perlu segera dikerjakan
2. Jitterness
Jiterines adalah fenomena yang sering terjadi pada neonatus normal dan
harus dibedakan dengan kejang, sekitar 44% dari 936 bayi yang diamati.
Jiterines lebih sering terjadi pada bayi yang lahir dari ibu yang menggunakan
mariyuana, dapat pula merupakan tanda dari adanya sindroma abstinensia
neonatus. Bentuk gerakan adalah tremor simetris dengan frekuensi yang
cepat 5-6 kali perdetik
KRITERIA Diagnosis kejang pada neonatus didasarkan pada anamnesis yang lengkap,
DIAGNOSIS riwayat yang berhubungan dengan penyebab penyakitnya, manifestasi klinis
kejang, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang)
DIAGNOSIS KEJANG NEONATUS
KERJA
1. Hipoglikemia
DIAGNOSIS 2. Hiponatremia
BANDING 3. Hipernatremia
4. Hipokalsemia
5. Jitterness
6. Spasme
 Pemeriksaan Laboratorium :
PEMERIKSAAN - Gula darah
PENUNJANG - Elekrolit : Kalium , Natrium, Kalsium,
 EEG ( Elektro ensefalo grafi )
 Pemeriksan radiologis/pencitraan : USG kepala
Penatalaksanaan kejang pada neonatus meliputi stabilisasi keadaan umum bayi,
menghentikan kejang dan indentifikasi dan pengobatan faktor etiologi serta
suportif untuk mencegah kejang berulang.

Manajemen awal kejang


TERAPI
A. Terapi Suportif
1. Pengawasan jalan napas bersih dan terbuka, permberian oksigen
2. Pemantauan ketat : Pasang monitor jantung dan pernapasan
serta“pulse oxymeter “
3. Pasang jalur intra vena , berikan infus Dekstrose

76
4. Beri bantuan respirasi dan terapi oksigen bila diperlukan
5. Koreksi gangguan metabolik dengan tepat

B. Medikamentosa : pemberian antikonvulsan merupakan indikasi pada


manajemen awal .
1. Fenobarbital :
 Dosis awal (“ loading dose “) 20 – 40 mg mg/kgBB
intravena diberikan mulai dengan 20 mg/kg BB selama 5 – 10 menit
 Pantau depresi pernapasan dan tekanan darah
 Dosis rumatan : 3 – 5 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis
 Kadar terapeutik dalam darah diukur 1 jam setelah
pemberian intravena atau 2 – 4 jam setelah pemberian per oral
dengan kadar 15 – 45 ugm/mL
2. Fenitoin (Dilantin) : biasanya diberikan hanya apabila bayi
tidak memberi respons yang adekuat terhadap pemberian fenobarbital
 Dosis awal (“ Loading dose “) untuk status
epileptikus 15 – 20 mg/kgBB intravena pelan-pelan
 Karena efek alami obat yang iritatif maka beri
pembilas larutan garam fisiologis sebelum dan sesudah pemberian
obat
 Pengawasan terhadap gejala bradikardia, aritmia dan
hipotensi selama pemberian infus
 Dosis rumat hanya dengan jalur intra vena (karena
pemberian oral tidak efektif) 5 – 8 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2
atau 3 dosis
 Kadar terapeutik dalam darah ( Fenitoin bebas dan
terikat ) 12 – 20 mg/L atau 1-2 mg/L ( hanya untuk Fenitoin bebas )
3. Lorazepam ( Ativan TM ) : biasanya diberikan pada bayi baru
lahir yang tidak memberi respons terhadap pemberian fenobarbital dan
fenitoin secara ber urutan
 Dosis efektip : 0.05 – 0.10 mg/kgBB diberikan
intravena dimulai dengan 0.05 mg/kgBB pelan-pelan dalam
beberapa menit
 Obat ini akan masuk ke dalam otak dengan cepat dan
membentuk efek antikonvulsan yang nyata dalam waktu kurang 5
menit
 Pengawasan terhadap depresi pernapasan dan
hipotensi
 Tentang Kejang neonatus : penyebab, gejala klinis dan komplikasi
EDUKASI  Tentang pemberian pemberian obat anti kejang
 Tentang monitoring atau follow up
PROGNOSIS  Kejang metabolik : Ad vitam ,Ad sanationam ,Ad fungsionam = baik.
 Kejang karena HIE : tergantung pada hasil pengelolaan atau manajemen ,
seharus nya Ad vitam , Ad sanationam ,Ad fungsionam= baik .
 Status konvulsivus : biasanya Ad vitam , Ad sanationam , Ad fungsionam=
dubia.Tergantung kondisi bayi dan hasil pemeriksaan EEG nya ada fokal
77
epileptik atau tidak. Bila ada biasanya prognosis kurang baik.
TINGKAT Diagnosis : level 1, referensi nomer 7
EVIDENS Terapi : level 1 referensi nomor 8
INDIKATOR  Kejang berhenti
MEDIS  Gerakan abnormal dari mata, bibir, mulut dan ekstremitas berhenti

1. Gatot Irawan Santosa Kejang dan Spasme . Dalam: Kosim M, Yunanto A,


Dewi R, Sarosa G, Usman A, editor. Buku ajar neonatologi. Jakarta: IDAI;
2008. h. 220 - 243.
2. Departemen Kesehatan RI - IDAI (UKK Perinatologi) - MNH-JHPIEGO.
Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter, bidan, dan
perawat di rumah sakit. Kosim MS, Surjono A, Setyowireni D, penyunting.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI 2004
3. Kosim MS. Kejang pada bayi berat lahir rendah. Disampaikan pada
Seminar Penatalaksanaan terkini BBLR. Solo 27-28 Januari, 2007.
4. Pusponegoro HD. Update in neonatal convulsion. Dalam: Pusponegoro
KEPUSTAKAAN
HD, Handryastuti S, Kurniati N, penyunting. Pediatric neurology and
neuroemergency in daily practice. Jakarta: Badan Penerbit IDAI, 2006. h.9-
27.
5. Ismael S. Kejang pada bayi baru lahir. Dalam : SoetomenggoloTS. Ismael
S. Buku ajar neurologi anak. Jakarta : Badan Penerbit IDAI, 1999. h.253-73.
6. Sheth RD. Neonatal Seizures. Last updated March 30, 2005 Diunduh dari
URL : http//www.emedicine.com /Specialties.html.
7. Abend NS, Wusthoff CJ. Neonatal seizures and status epilepticus. J Clin
Neurophysiol 2012;29(5):441-8.
8. Jensen FE. Neonatal seizures : an update on mechanisms and management.
Clin perinatol2009;36(4):881.

78
PANDUAN PENGGUNAAN VENTILATOR MEKANIK PADA
PRAKTIK KLINIS GANGGUAN NAPAS SEDANG DAN GANGGUAN NAPAS BERAT
No. Dokumen No. Revisi Halaman
………………… 1/6
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur Utama

Dr.Suyuti Syamsul, MPPM


…………………. NIP. 196808072000031006
Penggunaan ventilator mekanik : adalah penggunaan alat bantu napas
(ventilator mekanik) pada bayi atau anak yang mengalami ganggu napas sedang
PENGERTIAN
dan berat ( yang mengalami Distres respirasi ).

Definisi Gangguan Napas adalah: suatu keadaan meningkatnya kerja pernapasan


yang ditandai dengan :

 Takipnea : frekuensi napas > 60 – 80 kali/menit


 Retraksi : cekungan atau tarikan kulit antara iga (interkostal) dan atau di
bawah sternum (sub sternal) selama inspirasi
 Napas cuping hidung : kembang kempis lubang hidung selama inspirasi
 Merintih; Grunting : terdengar merintih atau menangis saat inspirasi
 Sianosis: sianosis sentral yaitu warna kebiruan pada bibir (berbeda dengan
biru lebam atau membrane mukosa. Sianosis sentral tidak pernah normal,
selalu memerlukan perhatian dan tindakan segera. Mungkin mencerminkan
abnormalitas jantung, hematologik atau pernapasan yang harus dilakukan
tindakan segera
 Apnea atau henti napas (harus selalu dinilai dan tindakan segera)
 Dalam jam jam pertama sesudah lahir, empat gejala distres respirasi
(takipnea, retraksi, napas cuping dan grunting ) kadang juga dijumpai pada
bayi baru lahir normal tetapi tidak berlangsung lama. Gejala ini disebabkan
karena perubahan fisiologik akibat reabsorbsi cairan dalam paru bayi dan
masa transisi dari sirkulasi fetal ke sirkulasi neonatal.
 Bila takipnea, retraksi, cuping hidung dan grunting menetap pada
beberapa jam setelah lahir, ini merupakan indikasi adanya gangguan napas
atau distress respirasi yang harus dilakukan tindakan segera. i
 Riwayat kehamilan :prematur atau postmatur
 Riwayat persalinan yang kurang bagus
ANAMNESIS
 Riwayat asfiksia neonatorum
 Riwayat Gangguan napas sedang dan Gangguan napas berat

79
Manifestasi Klinis berdasarkan Skor Downe seperti berikut :

PEMERIKSAAN Skor
FISIK Pemeriksaan
0 1 2

Frekuensi napas < 60/menit 60-80/menit > 80/menit

Retraksi Tidak ada retraksi Retraksi ringan Retraksi berat

Sianosis hilang Sianosis menetap


Sianosis Tidak ada sianosis
dengan O2 walaupun diberi O2

Penurunan ringan
Air entry Udara masuk Tidak ada udara masuk
udara masuk

Dapat didengar Dapat didengar tanpa alat


Merintih Tidak merintih
dengan stetoskop bantu

Evaluasi

Total Diagnosis

1-3 Gangguan napas ringan

4-5 Gangguan napas sedang

≥6 Gangguan napas berat

Sumber: Wood DW, Downes’ JJ, Locks HI.

Berdasarkan :’
 Manifestasi Klinik : Hipoksia dan Sindrom Gangguan Napas berdasarkan
KRITERIA
Skor Downes
DIAGNOSIS
 Laboratorium Analisis Gas Darah : pa O2 rendah < 50 mmHg , paCO2 > 55
mm Hg, pH < 7.25
 Hasil X foto toraks sesuai dengan latar belakang penyakit penyebab
DIAGNOSIS GANGGUAN NAPAS SEDANG DAN GANGGUAN NAPAS BERAT
KERJA DENGAN PENGGUNAAN VENTILATOR MEKANIK

DIAGNOSIS 1. Kelainan sistem respirasi :


BANDING a. Obstruksi saluran napas atas : atresia koanae, web laringeal,
higroma, gondok, laringo/trakheomalasia, Sindroma Piere Robin
b. Respiratory Distress Syndrome = Penyakit membarana Hialin
c. Transient Tachynea of the Newborn
d. Pneumonia
e. Sindroma Aspirasi mekonium
f. PPHN = Persistent Pulmonary Hypertension in Newborn
g. Pneumotoraks, atelektasis, perdarahan paru, efusi pleura, palsi
nervus frenikus
h. Malformasi kongenital (mis : Trakheoesofageal fistukla, hernia
diafragmatika, emfisema lobaris, malformasi kistik adenomatoid)
i. Proses lambat : Displasia Bronkhopulmoner
2. Sepsis
80
3. Sistema Kardiovaskular : Penyakit jantung Bawaan, Gagal Jantung
kongestip, PDA ( Patent Ductus Arteriosus ), syok
4. Metabolik : keadaan yang dapat menyebabkan asidos, hipo/hipertermia,
gangguan keseimbangan elektrolit, hipoglikemia
5. Sistema Hemopoetik : Anemia ( termasuk anemia akibat kehilangan
darah secara akut, yang dapat mengakibatkan syok hipovolemik atau
kehiilangan darah kronik yang dapat menyebabkan Gagal Jantung kongestip
dan polisitemia)
6. SSP = Sistem Susunan Syaraf Pusat : perdarahan, depresi farmakologik, ”
drug withdrawal ” malformasi, asfiksia saat lahir /depresi pernapasan
1. X foto toraks (mutlak) dilakukan
2. Laboratorium :
PEMERIKSAAN
a. Analisis Gas Darah
PENUNJANG
b. Elektrolit
c. Pemeriksaan jumlah sel darah : polisitemia
mungkin karena hipoksemia kronik
TERAPI Gangguan napas berat :

1. Manajemen umum :
2. Pasang jalur infus
3. Penggunaan Ventilator Mekanik (VM) dengan prioritas awal :
o Ventilasi
o Sirkulasi
o Koreksi asidosis metabolik
o Jaga kehangatan
o Mencari penyebab
o Terapi surfaktan untuk RDS/HMD/Penyakit Membran
Parameter Pengaturan Ventilasi Mekanik
 PEEP ( Positive End Expiratory Pressure)
 PIP ( Peak Inspiratory Pressure)
 Ventilator Rate
 Inspiratory to Expiratory ratio
 FiO2 ( Konsentrasi Okigen Inspirasi)
 Flow Rate
Prinsip Dasar Ventilator Mekanik

1. Oksigenasi dapat ditingkatkan (diperbaiki) dengan


a) Meningkatkan FiO2
b) Meningkatkan MAP dengan menaikan PEEP, PIP, Flow Rate, dan
turunkan TE
2. Kadar CO2 dapat di turunkan dengan :
a. Meningkatkan Tidal Volume
b. Meningkatkan rate
c. Menurunkan PEEP
3. Kadar CO2 dapat di turunkan dengan :
a. Meningkatkan Tidal Volume
b. Meningkatkan rate

81
c. Rasio Inspiratory to Expiratory diperpanjang
d. FiO2 ( Konsentrasi Okigen Inspirasi) diturunkan
e. Flow Rate diturunkan
Modus Ventilasi mekanik
 CPAP (continues Positve Airway Pressure)
 Nasal IMV ( Intermittent mandatory Ventilation)
 SIMV (Syncronized Intermittent mandatory Ventilation)
 A/C atau SIPPV ( assist control atau Syncronized Intermitent
Positive Pressure Ventilation)
 Volume Guarante
 PSV ( Pressure Support Ventilation or Inspiratory Termination)
 HPO dan HPO + IM

Pedoman Umum Pengaturan awal Ventilasi Neonatus


1. Mulai dengan Modus AC
a. FiO2 ≥ 50%
b. Rate 40 – 60 x / menit
c. PIP 12- 16 cm H2O
d. PEEP 4 – 5 cm H2O, TI = 0,3 dtk ( 0,3 – 0,5)
e. I : E 1 : 1 sampai 1 : 2.
2 Pantau : sianosis, pengembangan dada, perfusi dan suara nafas.
3 Bila ventilasi tidak kuat, naikan PIP 1cm H2O sampai suara nafas
terdengar di kedua lap. Paru
4 Bila Oksigenasi buruk naikan FiO2 evaluasi / 1 menit
5 Lakukan BGA
6 Lakukan Penyesuaian
Langkah Penyesuaian Setting Ventilator
1. Oksigenasi
A. Pa O2 < 50 mmHg
o Tingkatkan FiO2 atau PEEP
o Pertimbangkan Surfactan
o Bila PaCO2 >50 mmHg , PIP perlu ditingkatka
B. PaO2 50 – 80 mmHg
o Per tahankan parameter ventiltor.
o BGA 2 jam emudian
C. PaO2 > 80 mmHg
o Turunkan FiO2 sebanyak 3-5 % sampai FiO2< 40%
o PEEP turunkan bertahaf 1 cm H2O2 tiap 3-4 jam
o FiO2 dan PEEP diturunkan bergantian
2. Ventilasi
A. Pa CO2 > 50 mmHg
 Tigkatkan PIP
 Ulangi BGA daklam 30 menit
B. PaCO2 45 – 50 mmHg
 Per tahankan parameter ventiltor.
 Ulangi BGA 1 - 2 jam kemudian

82
C. PaCO2 35 – 45 mmHg
 Turunkan PIP 1cm H2O secara bertahap
 Bila PIP 16 cm HH2O rubah ke SIMV dan lanjut Weaning
D. PaCO2 < 30 mmHg
 Turunkan PIP 2 cm H2O
 Ulangi BGA 20 -30 menit kemudian
 Diekstubasi bila : set ventilator minimal, elektrolitn normal, BGA normal,
Hb > 13 g/dl
Weaning Ventilator :

Usaha menurunkan setting ventilator sehingga bayi dapat dilepas dari pemakaian
ventilator

CARA I

Set AC dirubah ke SIMV bila : PIP ≤ 16 cm H2O FiO < 35% dan CO2
baik
 Set Modus SIMV dengan rate 50 x /menit
 Turunkan Rate SIMV 10 x / menit - 30 x / menit bila bayi bernafas baik
CARA II

AC di weaning ke ET CPAP tanpa melalui SIMV


 Bila PIP ≤ 16 cm H2O rate AC 50 / menit dan morpin di stop
 Sebaikanya beberapa menit
 Bila dengan ET CPAP bernafas baik di ekstubasi ke nasal CPAP
CARA III

 Di weaning dari IMV ke CPAP atau langsung memberikan O2 Headbox.


 Ekstubasi bila PIP ≤ 16 cm H2O , FiO2 < 40% rate ≤ 20 x
 Analisis BGA dan klinis stabil
Cara ini sudah jarang dilakukan

Ekstubasi

 PIP ≤ 16 cm H2O, FiO2 < 40%, rate ≤30 x / menit


 Morphin di stop (bila sebelumnya menggunakan)
 Switch ke ET CPAP beberapa menit . Bila baik dengan RR 30 x / menit
tidal Volume >3,5 ml/Kg . DJ baik à ekstubasi dengan nasal CPAP
 Weaning dapat dilakukan setiap 4 – 6 jam
Prinsip Umum Ekstubasi dan masalahnya :
 Pasca Ekstubasi sebaiknya menggunakan NCPAP untuk mengurangi
Reintubasi
 Weaning NCPAP 12- 24 jam
 Bayi < 1 kg weaning NCPAP beberapa minggu
 Teofilin oral 5 mg/kg/hari atau kafein sitrat oral 5 mg/kg/hari diberikan
pada bayi < 1,5 kg diberikan untuk memperpendek waktu weaning.
 Pemakaian kortikosteroid sebelum ektubasi di batasi
 Dexametahasone IV atau oaral 0,25 mg/kg/kali 3 x /hari
 Dipuasakan 6 jam sesudah dan sebelum intubasi utuk cegah aspirasi
 Bayi dalam posisi prone
83
1. Tentang : batasan gangguan napas sedang dan berat
EDUKASI 2. Tentang gejala gangguan napas sedang dan berat
3. Tentang dampak dan komplikasi gangguan napas sedang dan berat
Gangguan napas sedang : prognosisbaik.
Gangguan napas berat : dubia.
PRODIAGNOSIS Tergantung ada komplikasi : sepsis, prematuritas dll
Prognosis tergantung pada latar belakang etilogi gangguan napas
Prognosis baik bila gangguan napas akt dan tidak berhubungan dengan keadaan
hipoksemia yang lama
TINGKAT
EVIDENS Terapi : Level 1 ; refrensi nomor 11

1. Napas spontan adekuat


INDIKATOR 2. “Work of breathing”  normal
MEDIS 3. Retardasi minimal
4. Tidak ada sianoso
1. Wood DW, Downes’ JJ, Locks HI. A clinical score for the diagnosis of
respiratory failure. Am J Dis Child 1972; 123:227-9
2. Davis MA. Respiratory disorders of the newborn. Diunduh dari URL:
http//www.Respiratory Disorders of the Newborn Library Med.htm
3. Pramanik A. Respiratory distress syndrome. Diunduh dari URL:
http//www. eMedicine - Respiratory Distress Syndrome Article by Arun
Pramanik, MD.htm
4. Ranjit S . Acute respiratory failure and oxygen therapy. The Indian J Ped
2001; 69(3): 249 – 55.
5. Anonymous. Respiratory distress in the neonates. Diunduh dari URL:
http//www.Respiratory distress in the neonate.Final 5.18.98.pdf
6. Mitchell S. Neonatal respiratory distress. Diunduh dari URL : http//www.
KEPUSTAKAAN Neonatal respiratory distress.htm )
7. Kosim MS. Use of surfactant in neonatal intensive care units . Paediatr
Indones 2005; 45:233-40.
8. Priestly MA. Respiratory failure. Diunduh dari URL: http//www.e-
Medicine- Respiratory Failure Article by Margaret A Priestley, MD.htm
9. Departemen Kesehatan RI – UKK Perinatologi IDAI –MNH-JHPIEGO.
Buku Panduan Manajemen Masalah Bayi Baru Lahir Untuk Dokter,
Perawat, Bidan di Rumah Sakit . Kosim MS, Surjono A, Setyowireni D,
penyunting. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, 2004.
10. Tobias JD. Conventional mechanical ventilation. Saudi J Anaesth
2010;4(2):86-98.
11. Vitali SH, Arnold JH. Bench to bedside review:ventilator strategies to
reduce lung injury-lesson from pediatric and neonatal intensive care.
Critical care 2005;9:177-83.

84
PANDUAN
PRAKTIK GANGGUAN TERMO REGULASI PADA NEONATUS
KLINIS
No. Dokumen No. Revisi Halaman
………………… 1/5
Tanggal terbit Ditetapkan
Direktur Utama

…………………. Dr.Suyuti Syamsul, MPPM


NIP. 196808072000031006
Gangguan Termoregulasi Pada Neonatus: adalah gangguan yang terjadi pada
PENGERTIAN neonatus untuk menyeimbangkan antara produksi panas dan hilangnya panas
dalam rangka untuk menjaga suhu tubuh dalam keadaan normal.
Gangguan termoregulasi dapat berupa hipotermia dan hipertermia.
Hipotermia : adalah suatu keadaan suhu tubuh bayi < 36 º C yang dapat
disebabkan :
 terpapar dengan lingkungan yang dingin (suhu lingkungan rendah, permukaan
yang dingin atau basah)
 bayi dalam keadaan basah atau tidak berpakaian.
Hipotermia pada neonatus adalah suhu di bawah 36,5 oC, yang terbagi atas :
hipotermia ringan (cold stress) yaitu suhu antara 36 - 36,5 oC, hipotermia sedang
yaitu suhu antara 32 - 36 oC, dan hipotermia berat yaitu suhu tubuh < 32oC.
Hipertermia adalah keadaan suhu bayi > 38 º C yang dapat disebabkan oleh
karena :
 terpapar dengan lingkungan yang panas (suhu lingkungan panas,
 paparan sinar matahari atau paparan panas yang berlebihan dari inkubator
atau alat pemancar panas/radiant warmer).
Hipertermi adalah peningkatan suhu tubuh > 38 oC, hal ini akan menyebabkan
terjadinya vasodilatasi, peningkatan rata-rata metabolisme tubuh dan peningkatan
kehilangan cairan tubuh
Hipertermi timbul sebagai akibat kenaikan suhu lingkungan khususnya pada bayi-
bayi preterm, sebagai komplikasi dari pakaian yang inadekuat serta pemanasan
suhu lingkungan yang berlebihan dan akibat infeksi atau sepsis .
ANAMNESIS Hipotermia
Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif, kutis
PEMERIKSAAN marmorata, pucat, takipne atau takikardia. Sedangkan hipotermi yang
FISIK
berkepanjangan, akan menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen,

85
distres respirasi, gangguan keseimbangan asam basa, hipoglikemia, defek
koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal akut, enterokolitis nekrotikan, dan
pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian
 Hipertermi ditandai dengan perabaan yang hangat/panas, iritabel, takipnea dan
takikardi, tidak mau minum, tonus otot dan aktifitas menurun, berkeringat.
Pada keadaan yang berat akan menyebabkan hipoksia, asidosis metabolik,
hipglikemia, hipotensi, kejang dan kematian.
 Diagnosis hipotermi / hipertermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik
KRITERIA suhu tubuh atau kulit bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai
DIAGNOSIS
salah satu petunjuk penting untuk deteksi awal adanya suatu penyakit, dan
pengukurannya dapat dilakukan melalui aksila, rektal atau kulit
 Hipotermia sedang :
- Anamnesis :
o Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah
o Waktu timbulnya kurang dari 2 hari
- Pemeriksaan :
o Suhu Tubuh 32 oC- 36,4oC
o Gangguan napas
o Denyut jantung kurang dari 100 kali/menit
o Malas minum
o Letargi
 Hipotermia berat:
- Anamnesis :
o Bayi terpapar suhu lingkungan yang rendah
o Waktu timbulnya kurang dari 2 hari
- Pemeriksaan :
o Suhu tubuh < 32 oC
o Tanda hipotermia sedang
o Kulit teraba keras
o Napas pelan dan dalam
 Hipertermia :
- Anamnesis :
o Bayi berada dilingkungan yang sangat panas, terpapar
sinar matahari, berada di dalam inkubator, atau di bawah pemancar
panas.
- Pemeriksaan :
o Suhu subuh > 37, 5 oC
o Tanda dehidrasi (elastisitas kulit turun, mata dan
ubun-ubun besar cekung, lidah dan membran mukosa kering)
Malas minum
o Frekuensi napas > 60 kali. Menit
o Denyut jantung > 160 kali/ menit
o Letargi
o Iritabel
86
DIAGNOSIS
GANGGUAN TERMOREGULASI PADA NEONATUS
KERJA
DIAGNOSIS  Sepsis
BANDING  Hipoglikemia
Gula darah sewaktu.
PEMERIKSAAN Darah rutin : Hemoglobin, leukosit, trombosit, hitung jenis, preparat darah tepi dan
PENUNJANG c-reactive protein jika ada tanda tanda infeksi neonatus.
Hipotermia berat
 Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan
sebelumnya, bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu.
 Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai
topi dan selimut dengan selimut hangat
 Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.
 Bila bayi dengan gangguan napas (frekuensi napas lebih 60 atau kurang 30
kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi), lakukan manajemen
Gangguan napas.
 Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infus tetap
terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan
 Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang 45 mg/dL (2,6
mmol/L), tangani hipoglikemia.
 Nilai tanda kegawatan pada bayi (misalnya gangguan napas, kejang atau tidak
sadar) setiap jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai suhu
tubuh kembali dalam batas normal.
 Ambil sample darah dan beri antibiotika sesuai dengan yang disebutkan dalam
TERAPI penanganan kemungkinan besar sepsis.
 Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap :
 Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah
satu alternatif cara pemberian minum
 Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri
ASI peras begitu suhu bayi mencapai 35oC.
 Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5 oC/ jam,
berarti upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa
suhu bayi setiap 2 jam.
 Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan
setiap jam.
 Setelah suhu tubuh bayi normal :
 Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi
 Pantau bayi selama 12 jam kemudian, dan ukur suhunya setiap 3 jam
 Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap
dalam batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain
yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan dan
nasehati ibu bagaimana cara menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah.
Hipotermia sedang
 Ganti pakaian yang dingin dan basah dengan pakaian yang hangat, memakai
topi dan selimuti dengan selimut hangat.
 Bila ada ibu/ pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan
kontak kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat (PMK: Perawatan Metode
Kanguru).
 Bila ibu tidak ada :
o Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas,
Gunakan inkubator dan ruangan hangat, bila perlu ;
87
o Periksa suhu alat penghangat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan
menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan
pengatur suhu;
o Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah.
 Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu,
berikan ASI peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
 Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan
 napas, kejang, tidak sadar) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal
tersebut.
 Periksa kadar glukosa darah, bila < 45 mg/dL (2,6 mmol/L), tangani
hipoglikemia.
 Nilai tanda kegawatan, misalnya gangguan napas, bila ada tangani gangguan
napasnya.
 Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,5 oC/ jam, berarti
usaha menghangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu setiap 2 jam.
 Bila suhu tidak naik atau naik terlalu pelan, kurang 0,5 oC/jam, cari tanda
sepsis.
 Setelah suhu tubuh normal :
 Lakukan perawatan lanjutan
 Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu setiap 3 jam
 Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta
tidak ada masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat
dipulangkan. Nasihati ibu cara menghangatkan bayi di rumah.
Hipertermia
 Jangan memberi obat antipiretik kepada bayi yang suhu tubuhnya tinggi
 Bila suhu diduga karena paparan panas yang berlebihan :
 Bila bayi belum pernah diletakkan di dalam alat penghangat :
 Letakkan bayi di ruangan dengan suhu lingkunan normal (25-28 oC)
 Lepaskan sebagian atau seluruh pakaianya bial perlu
 Periksa suhu aksiler setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas
normal
 Bila suhu sangat tinggi (>39 oC), bayi dikompres atau dimandikan
selama 10 – 15 menit dalam air yang suhunya 4 oC lebih rendah dari
suhu tubuh bayi. Jangan menggunakan air dingin atau air yang
suhunya lebih rendah dari 4 oC dibawah suhu bayi.
 Bila bayi pernah diletakkan di bawah pemancar panas atau inkubator :
 Turunkan suhu alat penghangat, bila bayi di dalam inkubator, buka
inkubator sampai suhu dalam batas normal
 Lepas sebagian atau seluruh pakaian bayi selama 10 menit kemudian
beri pakaian lagi sesuai dengan alat penghangat yang digunakan
 Periksa suhu bayi setiap jam sampai tercapai suhu dalam batas normal
 Periksa suhu inkubator atau pemancar panas setiap jam dan sesuaikan
pengatur suhu.
 Bila bukan karena paparan panas yang berlebihan :
 Terapi untuk kemungkinan besar sepsis
 Letakkan bayi di ruang dengan suhu lingkungan normal (25-28 oC)
 Lepas pakaian bayi sebagian atau seluruhnya bila perlu
 Periksa suhu bayi setiap jam sampai dicapai suhu tubuh dalam batas
normal
 Bila suhu sangat tinggi (lebih dari 39 oC), bayi dikompres atau dimandikan
selama 10-15 menit dalam air yang suhunya 4 oC lebih rendah dari suhu
tubuh bayi.

88
 Tentang kehilangan suhu tubuh
 Tentang bertambah panas nya suhu tubuh
EDUKASI
 Pengelolaan hipotermia
 Pengelolaan hipertermia
 Hipotermia ringan dan hipotermia sedang prognosis baik
 Hipotermia berat prognosis kurang baik karena dapat berkembang

PROGNOSIS menjadi asidosis metabolik dan syok


 Hipertermia bila suhu < 41 ºC prognosis baik
 Hipertermia bila suhu > 41 º C prognosis kurang baik
Diagnosis : I referensi nomer 7
TINGKAT
EVIDENS Terapi : I referensi nomer 7
INDIKATOR  Tercapainya suhu normal tubuh bayi : < 36 º C
MEDIS
1. Ari Yunanto. Termoregulasi . Dalam: Kosim M, Yunanto A, Dewi R, Sarosa
G, Usman A, editor. Buku ajar neonatologi. Jakarta: IDAI; 2008. h. 95 – 105
2. Mizzi J, Sultana P. Hypothermia in the early neonatal period. Malta Medical
Journal 2003; 15:22 – 4.
3. Lynam L, Koersch F, Schindler M. et al. A Research program to examine
evidence-based practices in newborn thermoregulation. Z Geburtshilfe
Neonatal 2006; 210.
4. Perlman J, McGowan JE. Temperature regulation: issues of hypothermia and
hyperthermia in neonatal resuscitation. Session 1026. Weill Cornell Medical
KEPUSTAKAAN Centre 2000. Diunduh dari : http://www.aap.org.
5. Departemen Kesehatan RI - IDAI (UKK Perinatologi) – MNH
6. JHPIEGO. Buku panduan manajemen masalah bayi baru lahir untuk dokter,
bidan, dan perawat di rumah sakit. Kosim MS, Surjono A, Setyowireni D,
penyunting. Jakarta: Departemen Kesehatan RI 2004, h.37 – 41.
7. Gomella TL, Cunningham MD, Eyal FG, Zenk KE, penyunting. Neonatology
management, procedures, on-call problems, diseases, and drugs. Edisi ke 5.
New York : Lange Medical Books / McGraw-Hill, 2004, h.38 – 42..
8. Mullany LC. Neonatal hypothermia in low resource. Semin perinatol
2010;34(6):426-33.

89
i

90

Anda mungkin juga menyukai