Anda di halaman 1dari 10

TUGAS KEPERAWATAN JIWA

KONSEP ASKEP KLIEN DENGAN


HALUSINASI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak

Dosen Pengampu : Ns. Suci Amin, S.Kep, MMR

Oleh :

FEBRIAN VALENTINO

UTARI WIJAYANTI

YANDI ASITO

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN AL INSYIRAH

PROGRAM STUDI S1 KEPERWATAN

PEKANBARU

2022
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN KLIEN DENGAN HALUSINASI

A. PENGERTIAN
Halusinasi merupakan suatu kondisi individu menganggap jumlah serta pola stimulus
yang datang (baik dari dalam maupun dari luar) tidak sesuai dengan kenyataan, disertai
distorsi dan gangguan respons terhadap stimulus tersebut baik respons yang berlebihan
maupun yang kurang memadai (Townsend, 2010). Halusinasi adalah satu gejala
gangguan jiwa pada individu yang ditandai dengan perubahan sensori persepsi,
merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan perabaan atau
penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebenarnya tidak ada (Keliat, Akemat,
2010).

B. INTENSITAS HALUSINASI
1. Tahap I : Menenangkan, ansietas tingkat sedang. Secara umum menyenangkan .
Karakteristik : Merasa bersalah dan takut serta mencoba memusatkan pada
penenangan pikiran untuk mengurangi ancietas. . individu mengetahui bahwa pikiran
dan sensori yang dialaminya dapat dikendalikan dan bisa diatasi ( non psikotik).
Perilaku yang teramati :
a. Menyeringai / tertawa yang tidak sesuai
b. Menggerakan bibirnya tampa menimbulkan suara
c. Respon verbal yang lambat .
d. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasikan .
2. Tahap II: menyalahkan , ancietas tingkat berat . Halusinasi menjijikan .
Karakteristik : pengalaman sensori bersifat menjijikan dan menakutkan,
orang yang berhalusinasi mulai merasa kehilangan kendali mungkin berusaha untuk
menjauhkan dirinya dari sumber yang dipersepsikan , individu mungkin merasa malu
karena pengalaman sensorinya dan menarik diri dari orang lain ( non psikotik ) :
Perilaku klien yang teramati :
a. Peningkatan SSO yang menunjukan ancietas. misalanya
peningkatan nadi, TD dan pernafasan .
b. Penyempitan kemampuan kosentrasi.
c. Dipenuhi dengan pengalaman sensori mungkin kehilangan
kemampuan untuk membedakan antara halusinasi dan realita .
3. Tahap III; pengendalian, ancietas tingkat berat .Pengalaman sensori menjadi
pengauasa.
Karakteristik : orang yang berhalusinasi menyerah untuk melawan
pengalaman halusinasi dan membiarkan halusinasi menguasai dirinya. Isi
halusinasi dapat berupa permohonan, individu mungkin mengalami kesepian jika
pengalaman tersebut berakhir. (Psikotik ). Perilaku klien yang teramati:
a. Lebih cendrung mengikuti petunjuk yang diberikan oleh halusinasinya dari pada
menolak .
b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain
c. Rentang perhatian hanya beberapa menit atau detik, gejala fisik dari ansietas
berat seperti: berkeringat, tremor, ketidak mampuan mengikuti petunjuk .
4. Tahap IV: menaklukan , ansietas tingkat panik. Secara umum halusinasi menjadi
lebih rumit dan saling terkait dengan delusi.
Karakteristik : pengalaman sensori mungkin menakutkan jika individu tidak
mengikuti perintah, halusinasi bisa berlangsung dalam beberapa jam atau hari
apabila tidak diintervensi terapeutik ( psikotik ). Perilaku yang teramati :
a. Perilaku menyerang – teror seperti panik .
b. Sangat potensial melakukan bunuh diri atau mebunuh orang lain
.
c. Kegiatan fisik yang merefleksikan isi halusinasi seperti : amuk,
agitasi, menarik diri.
d. Tidak mampu berespon terhadap petunjuk yang komplek .
e. Tidak mampu berespon terhadap lebih dari satu orang .

C. FAKTOR PRESDISPOSISI DAN PRESIPITASI


1. Factor predisposisi
a. Biologis :
1) Genetik: Diturunkan melalui kromosom orangtua (kromosom keberapa masih
dalam penelitian). Diduga kromosom no.6 dengan kontribusi genetik
tambahan nomor 4, 8, 15 dan 22. Pada anak yang kedua orangtuanya tidak
menderita, kemungkinan terkena penyakit adalah satu persen. Sementara
pada anak yang salah satu orangtuanya menderita kemungkinan terkena
adalah 15%. Dan jika kedua orangtuanya penderita maka resiko terkena
adalah 35 persen. Kembar indentik berisiko mengalami gangguan sebesar
50%, sedangkan kembar fraterna berisiko mengalami gangguan 15%
2) Kelainan fisik: Lesi pada daerah frontal, temporal dan limbik.
Neurotransmitter dopamin berlebihan, tidak seimbang dengan kadar
serotonin
3) Riwayat janin pada saat prenatal dan perinatal meliputi trauma, penurunan
oksigen pada saat melahirkan, prematur, preeklamsi, malnutrisi, stres, ibu
perokok, alkohol, pemakaian obat-obatan, infeksi, hipertensi dan agen
teratogenik. anak yang dilahirkan dalam kondisi seperti ini pada saat dewasa
(25 tahun) mengalami pembesaran ventrikel otak dan atrofi kortek otak.
Anak yang dilahirkan dalam lingkungan yang dingin sehingga
memungkinkan terjadinya gangguan pernapasan
4) Nutrisi: Adanya riwayat gangguan nutrisi ditandai dengan penurunan BB,
rambut rontok, anoreksia, bulimia nervosa.
5) Keadaan kesehatan secara umum: misalnya kurang gizi, kurang tidur,
gangguan irama sirkadian, kelemahan, infeksi, penurunan aktivitas, malas
untuk mencari bantuan pelayanan kesehatan
6) Sensitivitas biologi: riwayat peggunaan obat halusinogen, riwayat terkena
infeksi dan trauma serta radiasi dan riwayat pengobatannya
7) Paparan terhadap racun : paparan virus influenza pada trimester 3
kehamilan dan riwayat keracunan CO, asbestos karena mengganggu
fisiologi otak
b. Psikologis
1) Intelegensi: riwayat kerusakan struktur di lobus frontal dan kurangnya suplay
oksigen terganggu dan glukosa sehingga mempengaruhi fungsi kognitif
sejak kecil misalnya: mental retardasi (IQ rendah)
2) Ketrampilan verbal
a) Gangguan keterampilan verbal akibat faktor komunikasi dalam keluarga,
seperti : Komunikasi peran ganda, tidak ada komunikasi, komunikasi
dengan emosi berlebihan, komunikasi tertutup,
b) Adanya riwayat gangguan fungsi bicara, akibatnya adanya riwayat
Stroke, trauma kepala
c) Adanya riwayat gagap yang mempengaruhi fungsi sosial pasien
3) Moral : Riwayat tinggal di lingkungan yang dapat mempengaruhi moral
individu, misalnya lingkungan keluarga yang broken home, konflik, Lapas.
4) Kepribadian: mudah kecewa, kecemasan tinggi, mudah putus asa dan
menutup diri
5) Pengalaman masa lalu :
a) Orangtua yang otoriter dan selalu membandingkan
b) Konflik orangtua sehingga salah satu orang tua terlalu menyayangi
anaknya
c) Anak yang dipelihara oleh ibu yang suka cemas, terlalu melindungi,
dingin dan tak berperasaan
d) Ayah yang mengambil jarak dengan anaknya
e) Mengalami penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup
klien baik sebagai korban, pelaku maupun saksi
f) Penilaian negatif yang terus menerus dari orang tua
6) Konsep diri : adanya riwayat ideal diri yang tidak realistis, identitas diri tak
jelas, harga diri rendah, krisis peran dan gambaran diri negative
7) Motivasi: riwayat kurangnya penghargaan dan riwayat kegagalan
8) Pertahanan psikologi: ambang toleransi terhadap stres rendah dan adanya
riwayat gangguan perkembangan
9) Self control: adanya riwayat tidak bisa mengontrol stimulus yang datang,
misalnya suara, rabaan, penglihatan, penciuman, pengecapan, gerakan
c. Social cultural
1) Usia : Riwayat tugas perkembangan yang tidak selesai
2) Gender : Riwayat ketidakjelasan identitas dan kegagalan peran gender
3) Pendidikan : Pendidikan yang rendah, riwayat putus sekolah dan gagal
sekolah
4) Pendapatan : Penghasilan rendah
5) Pekerjaan : Pekerjaan stresful, Pekerjaan beresiko tinggi
6) Status sosial : Tuna wisma, Kehidupan terisolasi
7) Latar belakang Budaya : Tuntutan sosial budaya seperti paternalistik dan
adanya stigma masyarakat, adanya kepercayaan terhadap hal-hal magis
dan sihir serta adanya pengalaman keagamaan
8) Agama dan keyakinan : Riwayat tidak bisa menjalankan aktivitas keagamaan
secara rutin dan kesalahan persepsi terhadap ajaran agama tertentu
9) Keikutsertaan dalam politik: riwayat kegagalan dalam politik
10) Pengalaman sosial : Perubahan dalam kehidupan, misalnya bencana,
perang, kerusuhan, perceraian dengan istri, tekanan dalam pekerjaan dan
kesulitan mendapatkan pekerjaan
11) Peran sosial: Isolasi sosial khususnya untuk usia lanjut, stigma yang negatif
dari masyarakat, diskriminasi, stereotype, praduga negatif
2. Factor presipitasi
a. Nature
Enam bulan terakhir terjadi hal-hal berikut ini:
1) Faktor biologis : kurang nutrisi, Ada gangguan kesehatan secara umum
(menderita penyakit jantung, kanker, mengalami trauma kepala atau sakit
panas hingga kejang-kejang), sensitivitas biologi (terpapar obat halusinogen
atau racun, asbestosis, CO)
2) Faktor psikologis : mengalami hambatan atau gangguan dalam ketrampilan
komunikasi verbal, ada kepribadian menutup diri, ada pengalaman masa lalu
tidak menyenangkan (misalnya: menjadi korban aniaya fisik, saksi aniaya fisik
maupun sebagai pelaku, konsep diri yang negatif (harga diri rendah,
gambaran citra tubuh, keracuan identitas, ideal diri tidak realistis, dan
gangguan peran), kurangnya penghargaan, pertahanan psikologis rendah
(ambang toleransi terhadap stres rendah), self control (ada riwayat terpapar
stimulus suara, rabaan, penglihatan, penciuman dan pengecapan, gerakan
yang berlebihan dan klien tidak bisa mengontrolnya
3) Faktor social budaya : usia, gender, pendidikan rendah/putus atau gagal
sekolah, pendapatan rendah, pekerjaan tidak punya, status social jelek (tidak
terlibat dalam kegiatan di masyarakat, latar belakang budaya, tidak dapat
menjalankan agama dan keyakinan, keikutsertaan dalam politik tidak bisa
dilakukan, pengalaman sosial buruk, dan tidak dapat menjalankan peran
sosial.
b. Origin
1) Internal : Persepsi individu yang tidak baik tentang dirinya, orang lain dan
lingkungannya.
2) Eksternal : Kurangnya dukungan keluarga, masyarakat, dan kurang
dukungan kelompok/teman sebaya
c. Timing: stres terjadi dalam waktu dekat, stress terjadi secara berulang-ulang/
terus menerus
d. Number: Sumber stres lebih dari satu dan stres dirasakan sebagai masalah yang
sangat berat

D. PENILAIAN TERHADAP STRESSOR


1. Kognitif : Tidak dapat berpikir logis, inkoheren, Disorientasi, Gangguan memori jangka
pendek maupun jangka panjang, Konsentrasi rendah, kekacauan alur pikir, Ketidakmampuan
mengambil keputusan, Fligh of idea, gangguan berbicara dan perubahan isi pikir
2. Afektif : Tidak spesifik, reaksi kecemasan secara umum, kegembiraan yang
berlebihan, kesedihan yang berlarut dan takut yang berlebihan, curiga yang
berlebihan dan defensif sensitif
3. Fisiologis : pusing, kelelahan, keletihan, denyut jantung meningkat, keringat dingin,
gangguan tidur, muka merah/tegang, frekuensi napas meningkat, ketidakseimbangan
neurotransmitter dopamine dan serotonine
4. Perilaku : Berperilaku aneh sesuai dengan isi halusinasi, berbicara dan tertawa
sendiri, daya tilik diri kurang, kurang dapat mengontrol diri, penampilan tidak sesuai,
Perilaku yang diulang-ulang, menjadi agresif, gelisah, negativism, melakukan
pekerjaan dengan tidak tuntas, gerakan katatonia, kaku, gangguan ekstrapiramidal,
gerakan mata abnormal, grimacvin, gaya berjalan abnormal, komat-kamit,
menggerakkan bibir tanpa adanya suara yang keluar
5. social : Ketidakmampuan untuk berkomunikasi, acuh dengan lingkungan, penurunan
kemampuan bersosialisasi, paranoid, personal higiene jelek, sulit berinteraksi
dengan orang lain, tidak tertarik dengan kegiatan yang sifatnya menghibur,
penyimpangan seksual dan menarik diri.

E. SUMBER KOPING
1. Personal ability : Ketidakmampuan memecahkan masalah, ada gangguan dari
kesehatan fisiknya, ketidakmampuan berhubungan dengan orang lain, pengetahuan
tentang penyakit dan intelegensi yang rendah, identitas ego yang tidak adekuat.
2. Social support : Hubungan antara individu, keluarga, kelompok, masyarakat tidak
adekuat, komitmen dengan jaringan sosial tidak adekuat
3. Material asset : Ketidakmampuan mengelola kekayaan, misalnya boros atau santa
pelit, tidak mempunyai uang untuk berobat, tidak ada tabungan, tidak memiliki
kekayaan dalam bentuk barang, tidak ada pelayanan kesehatan dekat tempat tinggal
4. Positif belief : Distress spiritual, tidak memiliki motivasi, penilaian negatif terhadap
pelayanan kesehatan, tidak menganggap itu suatu gangguan
F. MEKANISME KOPING
1. Konstruktif
-
2. Destruktif
 Regresi
 Proyeksi
 Denial
 Withdrawal

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan persepsi sensori: Halusinasi (dengar, penglihatan, penghidu dan peraba)
H. Intervensi Keperawatan
TERAPI GENERALIS
1. Intervensi ditujukan ke klien
a. Tujuan keperawatan
1) Klien dapat mengenali halusinasi yang dialaminya
2) Klien dapat mengontrol halusinasinya
3) Klien mengikuti program pengobatan secara optimal
b. Intertvensi
1) Bantu klien mengenali halusinasi
Untuk membantu klien mengenali halusinasi, klien dapat berdiskusi dengan
klien tentang isi halusinasi (apa yang di dengar, dilihat atau dirasa), waktu
terjadinya halusinasi, frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang
menyebabkan halusinasinya muncul dan respons klien saat halusinasi
muncul.
2) Melatih klien mengontrol halusinasi
Untuk membantu klien agar mampu mengontrol halusinasi, perawat dapat
melatih klien empat cara yang sudah terbukti dapat mengendalikan
halusinasi. Keempat cara mengontrol halusinasi adalah sebagai berikut:
a) Menghardik halusinasi
Menghardik halusinasi adalah cara mengendalikan diri terhadap
halusinasi dengan cara menolak halusinasi yang muncul. Klien dilatih
untuk mengatakan tidak terhadap halusinasi yang muncul atau tidak
memperdulikan halusinasinya. Jika ini dapat dilakukan, klien akan
mampu mengendalikan diri dan tidak mengikuti halusinasi yang muncul.
Mungkin halusinasi tetap ada, tetapi dengan kemampuan ini, klien tidak
akan berlarut untuk menuruti halusinasinya. Berikut ini tahapan
intervensi yang dilakukan perawat dalam mengajarkan klien:
(1) Menjelaskan cara menghardik halusinasi
(2) Memperagakan cara menghardik
(3) Meminta klien memperagakan ulang
(4) Memantau penerapan cara dan menguatkan perilaku klien
b) Bercakap-cakap dengan orang lain
Bercakap-cakap dengan orang lain dapat membantu mengontrol
halusinasi. Ketika klien bercakap-cakap dengan orang lain, terjadi
distraksi, fokus perhatian klien akan beralih dari halusinasi ke
percakapan yang dilakukan dengan orang lain.
c) Melakukan aktivitas yang terjadwal
Untuk mengurangi risiko halusinasi muncul lagi adalah dengan
menyibukkan diri melakukan aktivitas yang teratur. Dengan aktivitas
secara terjadwal, klien tidak akan mengalami banyak waktu luang sendiri
yang sering kali mencetuskan halusinasi. Oleh karena itu, halusinasi
dapat dikontrol dengan cara beraktivitas secara teratur dari bangun pagi
sampai tidur malam. Tahapan intervensi perawat dalam memberikan
aktivitas yang terjadwal, yaitu:
(1) Menjelaskan pentingnya aktivitas yang teratur untuk mengatasi
halusinasi
(2) Mendiskusikan aktivitas yang biasa dilakukan pasien
(3) Melatih pasien melakukan aktivitas
(4) Menyusun jadwal aktivitas sehari-hari sesuai dengan aktivitas yang
telah dilatih. Upayakan pasien mempunyai aktivitas mulai dari
bangun tidur pagi sampai tidur malam
(5) Memantau pelaksanaan jadwal kegiatan, memberikan penguatan
terhadap perilaku perilaku pasien yang positif
d) Minum obat secara teratur
Minum obat secara teratur dapat mengontrol halusinasi. Pasien juga
harus dilatih untuk minum obat secara teratur sesuai dengan program
terapi dokter. Pasien gangguan jiwa yang dirawat di rumah sering
mengalami putus obat sehingga klien mengalami kekambuhan. Jika
kekambuhan terjadi, untuk mencapai kondisi seperi semula akan
membutuhkan waktu. Oleh karena itu, klien harus dilatih minum obat
sesuai program dan berkelanjutan. Berikut ini intervensi yang dapat
dilakukan perawat agar klien patuh minum obat:
(1) Jelaskan kegunaan obat
(2) Jelaskan akibat jika putus obat
(3) Jelaskan cara mendapatkanobat/berobat
(4) Jelaskan cara minum obat dengan prinsip 5 benar (benar obat,
benar pasien, benar cara, benar waktu, dan benar dosis).
2. Intervensi ditujukan ke keluarga
a. Tujuan
1) Keluarga dapat terlibat dalam perawatan klien, baik di rumah sakit maupun
di rumah
2) Keluarga dapat menjadi sistem pendukung yang efektif untuk klien
b. Intervensi keperawatan
Keluarga merupakan faktor penting yang menentukan keberhasilan asuhan
keperawatan pada klien dengan halusinasi. Dukungan keluarga selama klien
dirawat di rumah sangat dibutuhkan sehingga klien termotivasi untuk sembuh.
Demikian juga saat klien tidak lagi dirawat di rumah sakit. Keluarga yang
mendukung klien secara konsisten akan membuat klien mampu
mempertahankan progran pengobatan secara optimal. Namun, jika keluarga
tidak mampu merawat klien, mereka akan kambuh bahkan untuk memulihkannya
lagi akan sangat sulit. Oleh karena itu, perawat harus memberikan pendidikan
kesehatan kepada keluarga agar keluarga mampu menjadi pendukung yang
efektif bagi klien dengan halusinasi, baik saat di rumah sakit maupun di rumah.
Tindakan keperawatan yang dapat dilakukan untuk keluarga klien halusinasi
adalah sebagai berikut:
1) Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat klien
2) Berikan pendidikan kesehatan tentang pengertian halusinasi, jenis halusinasi
yang dialami klien, tanda dan gejala halusinasi, proses terjadinya halusinasi,
dan cara merawat klien halusinasi
3) Berikan kesempatan kepada keluarga untuk memperagakan cara merawat
klien dengan halusinasi langsung dihadapan klien
4) Buat perencanaan pulang dengan keluarga
TERAPI SPESIALIS
1. Individu
a Terapi kognitif
b Terapi kognitif perilaku
2. Keluarga
Terapi Psikoedukasi keluarga
3. Kelompok
Terapi sosial skill training
Daftar Pustaka

Doenges, M.E, Townsend, M.C dan Moorhouse, M.F. (2007 ). Rencana Asuhan Keperawatan
Psikiatri. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Keliat, B.A dan Akemat. (2010). Model Praktik Keperawatan Profesional Jiwa . Cetakan I.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
NANDA, (2011). Diagnosa Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2009-2011 . Cetakan 2011.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Townsend. M.C, (2010). Buku Saku Diagnosis Keperawatan Psikiatri Rencana Asuhan &
Medikasi Psikotropik. Edisi 5. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai