Anda di halaman 1dari 10

IMPLEMENTASI EFEK SYARIAH PADA PASAR MODAL INDONESIA

Deni Heriansyahˡ, Iwan Setiawan², Yadi Janwari³


ˡ²³Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
Pascasarjana UIN Sunan Gunung Djati Bandung
abubila90@yahoo.co.id

ABSTRAK
Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan Penawaran Umum dan
perdagangan Efek, Perusahaan Publik yang berkaitan dengan Efek yang
diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan Efek. Terbitnya
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor
20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana
Syariah pada tanggal 18 April 2001 mendasari terbitnya Efek Syariah di Pasar
Modal Indonesia yang selanjutnya disusul dengan beberapa fatwa lainnya yang
sejenis. Di sisi lain, adanya respon positif dari pemerintah dengan menerbitkan
pula peraturan perundang-undangan yang mendukung tumbuh kembangnya
perekonomian berbasis syariah di Indonesia membuat efek syariah menjadi entitas
penting di kancah Pasar Modal Indonesia. Tulisan ini akan memaparkan tentang
implementasi Efek Syariah di Pasar Modal Indonesia. Metode yang digunakan
dalam penulisan makalah ini adalah metode kualitatif deskriptif dengan
melakukan kajian pustaka terhadap tema yang sedang dikaji. Melalui tulisan ini
dapat diketahui tentang pengertian Efek Syariah dan implementasinya di Pasar
Modal Indonesia, meliputi Saham Syariah, Sukuk, dan Unit Penyertaan dari
Reksa Dana Syariah.

Kata Kunci: Efek Syariah, Pasar Modal, Saham Syariah, Sukuk, Reksa Dana
Syariah.

ABSTRACT

Capital Market is activities related to Public Offering and trading of Securities,


Public Companies relating to the issued Securities and institutions and professions
related to Securities. The issuance of the Fatwa of the National Sharia Council of
the Indonesian Ulama Council (DSN-MUI) Number 20/DSN-MUI/IV/2001
concerning Guidelines for Investment Implementation for Sharia Mutual Funds on
April 18, 2001 underlies the issuance of Sharia Securities in the Indonesian
Capital Market, which was followed by several fatwa other similar. On the other
hand, the positive response from the government by issuing laws and regulations
that support the growth and development of a sharia-based economy in Indonesia
has made sharia securities an important entity in the Indonesian capital market.
This paper will describe the implementation of Sharia Securities in the Indonesian
Capital Market. The method used in writing this paper is a descriptive qualitative
method by conducting a literature review on the theme being studied. Through
this paper, it can be known about the definition of Sharia Securities and its
2

implementation in the Indonesian Capital Market, including Sharia Shares, Sukuk,


and Participation Units of Sharia Mutual Funds.

Keywords: Sharia Securities, Capital Market, Sharia Shares, Sukuk, Sharia


Mutual Funds.

PENDAHULUAN
Pasar modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum
dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.1 Pasar
modal termasuk Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) yang
memperdagangkan saham, ekuitas, obligasi, surat pengakuan utang, dan surat
berharga lainnya yang dikeluarkan oleh pemerintah atau perusahaan secara resmi.2
Tulisan berikut akan menjelaskan tentang efek syariah pada pasar modal
Indonesia, yang meliputi pengertian, konsep dasar, dan implementasinya. Metode
yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode kualitatif deskriptif
dengan melakukan kajian pustaka terhadap tema yang sedang dikaji. Melalui
tulisan ini dapat diketahui tentang seluk beluk efek syariah dan implementasinya
pada pasar modal Indonesia.

PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN EFEK SYARIAH
Efek syariah adalah gabungan dari dua buah kata, efek dan syariah. Efek
berarti surat berharga yang dapat diperdagangkan seperti surat saham dan
surat obligasi.3 Syariah berarti hukum agama yang menetapkan peraturan
hidup manusia, hubungan manusia dengan Allah swt., hubungan manusia
dengan manusia dan alam sekitar berdasarkan alquran dan hadis. 4 Secara
spesifik, syariah dalam hal ini bermakna prinsip syariah, yaitu prinsip hukum
Islam berdasarkan fatwa yang dikeluarkan oleh lembaga yang memiliki
kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang syariah.5
Secara terperinci, Pasal 1 angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal mengartikan efek sebagai surat berharga, yaitu surat
pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti
utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek,
dan setiap derivatif dari efek.
Secara spesifik, Pasal 1 angka 3 Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar
Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di bidang Pasar

1
Pasal 1 angka 13 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
2
Lihat Ela Elliyana, Lembaga Keuangan dan Pasar Modal, (Malang: Ahli Media Press,
2020), 39.
3
Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Pusat Bahasa, 2008), 374.
4
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, 1402.
(Syariah adalah bentuk tidak baku dari kata syariat).
5
Lihat Pasal 1 angka 7 dan angka 12 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah.
3

Modal, mengartikan efek syariah sebagai surat berharga yang akad,


pengelolaan perusahaannya, maupun cara penerbitannya memenuhi prinsip-
prinsip syariah, yaitu prinsip-prinsip yang didasarkan atas ajaran Islam yang
penetapannya dilakukan dalam bentuk fatwa DSN-MUI.
Dengan demikian, efek syariah dapat dimaknai sebagai surat berharga
berupa surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi,
tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak
berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek yang telah memenuhi
prinsip hukum Islam dalam akadnya, pengelolaan perusahaannya, dan
penerbitannya berdasarkan fatwa DSN-MUI.

B. KONSEP DASAR EFEK SYARIAH


Pada dasarnya, sesuai dengan pengertian efek syariah di atas, maka konsep
dasar dari efek syariah adalah efek yang telah memenuhi prinsip hukum
Islam, sehingga dari mulai akad, cara, hingga kegiatan usaha yang menjadi
landasan pelaksanaannya tidak boleh bertentangan dengan prinsip-prinsip
hukum Islam di pasar modal.
Prinsip-prinsip hukum Islam yang dimaksud adalah sebagaimana
termaktub dalam berbagai literatur hukum ekonomi syariah (fiqh al-
mu`āmalah al-māliyyah) yang bersumber dari alquran dan hadis yang secara
spesifik terwujud dalam bentuk fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) yang oleh ketentuan perundang-undangan telah
ditetapkan sebagai lembaga yang memiliki otoritas penuh untuk memberikan
fatwa di bidang syariah. Kaidah dasar yang menjadi pedoman dalam
pelaksanaan efek syariah adalah kaidah yang menyatakan bahwa semua
bentuk muamalah boleh dilakukan selama tidak dalil yang mengharamkannya
(al-aṣlu fī al-mu`āmalāt al-ibāḥah mā lam yadulla dalīl `alā taḥrīmihā).
Dalam tataran praktis, suatu efek dapat dinyatakan sebagai efek syariah
apabila efek tersebut telah memperoleh Pernyataan Kesesuaian Syariah, yaitu
berupa pernyataan tertulis yang dikeluarkan oleh DSN-MUI bahwa efek
tersebut sudah sesuai dengan prinsip-prinsip Syariah.6

C. IMPLEMENTASI EFEK SYARIAH


a) Dasar Hukum
Ketentuan tentang efek syariah di Indonesia yang pertama kali
diterbitkan adalah Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI) Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman
Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah bertanggal 18 April
2001 M bertepatan dengan tanggal 24 Muharam 1422 H. Selanjutnya,
terbit beberapa Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) yang berkaitan dengan hal ini antara lain sebagai berikut:
1. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) Nomor 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah,

6
Lihat Pasal 1 angka 5 dan angka 6 Fatwa DSN-MUI Nomor 40/DSN-MUI/X/2003
tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di bidang Pasar Modal.
4

bertanggal 14 September 2002 M bertepatan dengan tanggal 6 Rajab


1423 H.
2. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) Nomor 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
Mudarabah, bertanggal 14 September 2002 M bertepatan dengan
tanggal 6 Rajab 1423 H.
3. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan
Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal,
bertanggal 23 Oktober 2002 bertepatan dengan tanggal 16 Syakban
1423 H.
4. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) Nomor 41/DSN-MUI/III/2003 tentang Obligasi Syariah Ijarah,
bertanggal 4 Maret 2004 bertepatan dengan tanggal 12 Muharam
1425 H.
5. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) Nomor 59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah
Mudarabah Konversi, bertanggal 30 Mei 2007 bertepatan dengan
tanggal 13 Jumadilawal 1428 H.
6. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) Nomor 69/DSN-MUI/VI/2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN) bertanggal 26 Juni 2008 bertepatan dengan tanggal
22 Jumadilakhir 1429.
7. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) Nomor 70/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), bertanggal 26 Juni 2008
bertepatan dengan tanggal 22 Jumadilakhir 1429.
8. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) Nomor 72/DSN-MUI/VI/2008 tentang Metode Penerbitan
Surat Berharga Syariah Negara (SBSN), bertanggal 26 Juni 2008
bertepatan dengan tanggal 22 Jumadilakhir 1429.
9. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) Nomor 76/DSN-MUI/VI/2008 tentang SBSN Ijarah Asset to
be Leased, bertanggal 3 Juni 2010 bertepatan dengan tanggal 20
Jumadilakhir 1431 H.
10. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) Nomor 80/DSN-MUI/III/2011 tentang Penerapan Prinsip
Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di
Pasar Reguler Bursa Efek, bertanggal 8 Maret 2011 bertepatan
dengan tanggal 3 Rabiulakhir 1432 H.
11. Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) Nomor 95/DSN-MUI/VII/2014 tentang Surat Berharga
Syariah Negara (SBSN) Wakalah, bertanggal 15 Juli 2014 bertepatan
dengan tanggal 17 Ramadan 1435 H.
Dari sisi peraturan perundang-undangan, Badan Pengawas Pasar
Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) sebagai regulator pasar
5

modal di Indonesia, pada tanggal 23 November 2006 telah menerbitkan


beberapa peraturan khusus terkait pasar modal syariah, yaitu Peraturan
Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah dan Peraturan Nomor
IX.A.14 tentang Akad-Akad yang digunakan dalam Penerbitan Efek
Syariah, kemudian pada tanggal 31 Agustus 2007 menerbitkan pula
Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan Daftar Efek
Syariah, dan selanjutnya meluncurkan Daftar Efek Syariah pertama kali
pada tanggal 12 September 2007.7
Perkembangan Pasar Modal Syariah mencapai puncak dengan
disahkannya UU Nomor 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah
Negara (SBSN) pada tanggal 7 Mei 2008. Undang-Undang ini menjadi
dasar hukum terbitnya Surat Berharga Syariah Negara atau Sukuk Negara
yang akhirnya diterbitkan untuk pertama kali pada tanggal 26 Agustus
2008 dengan seri IFR0001 dan IFR0002.8
Selanjutnya, pada tanggal 30 Juni 2009, melalui Keputusan Ketua
Bapepam dan LK Nomor Kep-180/BL/2009, Bapepam-LK telah
menyempurnakan Peraturan Nomor IX.A.13 tentang Penerbitan Efek
Syariah dan Peraturan Nomor II.K.1 tentang Kriteria dan Penerbitan
Daftar Efek Syariah. Dan terakhir, pada tanggal 24 April 2012 peraturan
tersebut telah diperbaharui lagi dengan terbitnya Keputusan Ketua
Bapepam dan LK Nomor Kep-208/BL/2012 tentang Kriteria dan
Penerbitan Daftar Efek Syariah.

b) Implementasi
Sampai dengan sekarang, efek syariah yang telah diterbitkan di Pasar
Modal Indonesia meliputi tiga jenis efek yaitu Saham Syariah, Sukuk, dan
Unit Penyertaan dari Reksa Dana Syariah. Secara singkat implementasi
ketiga jenis efek ini dapat dipaparkan sebagai berikut:
1. Implementasi Saham Syariah
Saham merupakan surat berharga sebagai bukti penyertaan modal
kepada perusahaan, dan dengan bukti penyertaan tersebut, pemegang
saham berhak untuk mendapatkan bagian hasil dari usaha
perusahaan tersebut. Konsep penyertaan modal dengan hak bagian
hasil usaha ini merupakan konsep yang tidak bertentangan dengan
prinsip syariah karena dalam kajian hukum ekonomi syariah (fiqh al-
mu`āmalah al-māliyyah) telah dikenal adanya akad
9
syirkah/musyārakah. Bahkan, Dewan Syariah Nasional Majelis
Ulama Indonesia (DSN-MUI) pada tanggal 13 April 2000 telah
mengeluarkan fatwa Nomor 08/DSN-MUI/IV/2000 tentang

7
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/pages/pasar-modal-syariah. Diakses pada tanggal
14 April 2022.
8
https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/pages/pasar-modal-syariah. Diakses pada tanggal
14 April 2022.
9
Syirkah dalam kajian hukum ekonomi syariah terbagi dalam dua bagian, yaitu syarikāt
al-amwāl dan syirkah almuḍārabah. Lihat Wahbah al-Zuḥailī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuh,
(Beirut: Dār al-Fikr, 1985), juz IV, 792.
6

Pembiayaan Musyarakah. Dengan demikian, secara konsep Saham


merupakan efek yang tidak bertentangan dengan prinsip syariah.
Namun begitu, ada beberapa ketentuan yang harus dipenuhi agar
sebuah Saham menjadi Saham Syariah sebagai berikut:
a. Emiten dan perusahaan publik secara jelas menyatakan dalam
anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha emiten dan perusahaan
publik tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.
b. Apabila Emiten dan perusahaan publik tidak secara jelas
menyatakan dalam anggaran dasarnya bahwa kegiatan usaha
Emiten dan perusahaan publik tidak bertentangan dengan prinsip-
prinsip syariah, maka dalam praktik secara nyata, kegiatan
usahanya tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah
sebagaimana diatur dalam peraturan Bapepam dan LK Nomor
IX.A.13, yaitu tidak melakukan kegiatan usaha sebagai berikut:
1. Perjudian dan permainan yang tergolong judi;
2. Perdagangan yang tidak disertai dengan penyerahan
barang/jasa;
3. Perdagangan dengan penawaran/permintaan palsu;
4. Bank berbasis bunga;
5. Perusahaan pembiayaan berbasis bunga;
6. Jual beli risiko yang mengandung unsur ketidakpastian
(garar) dan/atau judi (maisir), antara lain asuransi
konvensional;
7. Memproduksi, mendistribusikan, memperdagangkan dan/atau
menyediakan barang atau jasa haram zatnya (harām liżātih),
barang atau jasa haram bukan karena zatnya (harām ligairih)
yang ditetapkan oleh DSN-MUI dan/atau barang atau jasa
yang merusak moral dan bersifat mudarat;
8. Melakukan transaksi yang mengandung unsur suap (risywah).
c. Rasio total utang berbasis bunga dibandingkan total ekuitas tidak
lebih dari 82% (delapan puluh dua persen).
d. Rasio total pendapatan bunga dan total pendapatan tidak halal
lainnya dibandingkan total pendapatan usaha dan total pendapatan
lainnya tidak lebih dari 10% (sepuluh persen).
2. Impelementasi Sukuk
Sukuk adalah istilah baru sebagai pengganti dari istilah Obligasi
Syariah (Islamic Bonds). Dalam bahasa Arab, ṣukūk adalah bentuk
jamak dari kata ṣākk yang berarti waṡīqah bimāl au naḥwih, yaitu
akta/sertifikat/bukti kepemilikan harta atau sejenisnya.10
Sementara itu, dalam Peraturan Bapepam dan LK Nomor IX.A.13,
Sukuk didefinisikan sebagai Efek Syariah berupa sertifikat atau bukti
kepemilikan yang bernilai sama dan mewakili bagian yang tidak

Majma` al-Lugah al-`Arabiyyah Jumhūriyyah Miṣr al-`Arabiyyah, al-Mu`jam al-Waṣīṭ,


10

(Mesir: Maktabah al-Syurūq al-Dauliyyah, 2004), 519.


7

tertentu (tidak terpisahkan atau tidak terbagi (syuyū`/undivided


share) atas:
a. Aset berwujud tertentu (al-a`yān al-maujūdāt);
b. Nilai manfaat atas asset (manāfi` al-a`yān) tertentu baik yang
sudah ada maupun yang akan ada;
c. Jasa (al-khadamāt) yang sudah ada maupun yang akan ada;
d. Aset proyek tertentu (al-maujūdāt al-masyrū` al-mu`ayyan),
dan atau
e. Kegiatan investasi yang telah ditentukan (nasyāṭ al-istiṡmār al-
khāṣṣah).
Sukuk memiliki karakteristik yang berbeda dengan Obligasi.
Sukuk bukan merupakan surat utang, melainkan bukti kepemilikan
bersama atas suatu aset/proyek. Setiap sukuk yang diterbitkan harus
mempunyai aset yang dijadikan dasar penerbitan (underlying asset).
Klaim kepemilikan pada Sukuk didasarkan pada aset/proyek yang
spesifik. Penggunaan dana Sukuk harus digunakan untuk kegiatan
usaha yang halal. Imbalan bagi pemegang Sukuk dapat berupa
imbalan bagi hasil atau marjin sesuai dengan jenis akad yang
digunakan dalam penerbitan Sukuk tersebut.
Jenis-jenis Sukuk berdasarkan ketentuan No. 17 tentang Investment
Sukuk dari Accounting and Auditing Organization for Islamic
Financial Institution (AAOIFI), yaitu sebuah organisasi yang
mengeluarkan standar keuangan syariah berskala internasional yang
berkedudukan di Bahrain adalah sebagai berikut:
a. Sertifikat kepemilikan dalam aset yang disewakan;
b. Sertifikat kepemilikan atas manfaat yang terbagi menjadi empat
tipe, yaitu sertifikat kepemilikan atas manfaat yang telah ada,
sertifikat kepemilikan atas manfaat aset di masa depan,
sertifikat kepemilikan atas jasa tertentu, dan sertifikat
kepemilikan atas jasa di masa depan;
c. Sertifikat Salam;
d. Sertifikat Istiṣna`;
e. Sertifikat Murābaḥah;
f. Sertifikat Musyārakah;
g. Sertifikat Muzāra`ah;
h. Sertifikat Musāqqah;
i. Sertifikat Mugārasah.
3. Impelementasi Unit Penyertaan dari Reksa Dana Syariah
Reksa Dana Syariah adalah wadah yang dipergunakan untuk
menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya
diinvestasikan kembali dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi
yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip syariah Islam, baik
dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (sāḥib al-
māl) dengan Manajer Investasi sebagai wakil pemilik harta, maupun
8

antara Manajer Investasi sebagaai wakil pemilik harta dengan


pengguna investasi.11
Reksa Dana Syariah seperti Reksa Dana pada umumya merupakan
salah satu alternatif investasi bagi masyarakat pemodal, khususnya
pemodal kecil dan pemodal yang tidak memiliki banyak waktu dan
keahlian untuk menghitung risiko atas investasi mereka. Reksa Dana
dirancang sebagai sarana untuk menghimpun dana dari masyarakat
yang memiliki modal dan mempunyai keinginan untuk berinvestasi,
namun hanya memiliki waktu dan pengetahuan yang terbatas.
Dalam praktiknya, Reksa Dana Syariah telah memiliki rambu-
rambu dan panduan yang pasti terkait jenis dan instrumen investasi,
jenis usaha Emiten, jenis transaksi yang dilarang, kondisi Emiten
yang tidak layak, dan perihal penentuan dan pembagian hasil
investasi sebagaimana telah diatur dalam Pasal 7, Pasal 8, Pasal 9,
Pasal 10, dan Pasal 11 dari Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-
MUI/IV/2001 tanggal 18 April 2001 tentang Pedoman Pelaksanaan
Investasi untuk Reksa Dana Syariah.
Terkait jenis dan instrumen investasi, investasi hanya dapat
dilakukan pada instrumen keuangan yang sesuai dengan syariah
Islam, meliputi instrumen saham yang sudah melalui penawaran
umum dan pembagian dividen didasarkan pada tingkat laba usaha,
penempatan dalam deposito pada Bank Umum Syariah, dan surat
utang jangka panjang yang sesuai dengan prinsip syariah.
Terkait jenis usaha Emiten, investasi hanya dapat dilakukan pada
efek-efek yang diterbitkan oleh pihak Emiten yang jenis kegiatan
usahanya tidak bertentangan dengan syariat Islam, yaitu segala jenis
kegiatan usaha yang bukan termasuk usaha-usaha sebagai berikut:
a. Usaha perjudian dan permainan yang tergolong judi atau
perdagangan yang dilarang.
b. Usaha lembaga keuangan konvensional (ribawī), termasuk
perbankan dan asuransi konvensional.
c. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, serta
memperdagangkan makanan dan minuman yang haram.
d. Usaha yang memproduksi, mendistribusi, dan/atau menyediakan
barang-barang ataupun jasa yang merusak moral dan bersifat
mudarat.
Terkait jenis transaksi yang dilarang, dalam hal pemilihan dan
pelaksanaan transaksi investasi harus dilaksanakan menurut prinsip
kehati-hatian (prudential management/ihtiyāṭ), serta tidak
diperbolehkan melakukan spekulasi yang di dalamnya mengandung
unsur garar yang meliputi:
a. Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;

11
Pasal 1 angka 27 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.
Pasal 1 angka 6 Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman
Pelaksanaan Investasi untuk Reksa Dana Syariah, tanggal 18 April 2001.
9

b. Bai` al-Ma`dūm, yaitu melakukan penjualan atas barang yang


belum dimiliki (short selling);
c. Insider trading, yaitu menyebarluaskan informasi yang
menyesatkan atau memakai informasi orang dalam untuk
memperoleh keuntungan transaksi yang dilarang;
d. Melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat transaksi
tingkat nisbah utangnya lebih dominan daripada modalnya.
Terkait kondisi Emiten yang tidak layak, yaitu Emiten yang
struktur utangnya terhadap modal sangat bergantung kepada
pembiayaan dari utang yang pada intinya merupakan pembiayaan
yang mengandung unsur riba, Emiten yang memiliki nisbah utang
terhadap modal lebih dari 82% (utang 45%-modal 55%), dan Emiten
yang manajemen perusahaannya telah melakukan pelanggaran
terhadap prinsip usaha yang Islami, maka terhadap Emiten-Emiten
tersebut tidak layak diinvestasikan oleh Reksa Dana Syariah.
Terkait penentuan dan pembagian hasil investasi, hasil investasi
dibagikan secara proporsional, bersih dari unsur non halal, hasil
investasi yang diterima dari saham berupa dividen, rights, dan
capital gain, dari obligasi syariah berupa bagi hasil periodik dari
laba Emiten, dari surat berharga pasar uang syariah berupa bagi hasil
dari issuer, dari deposito berupa bagi hasil yang diterima dari bank-
bank syariah. Hasil investasi yang dipisahkan karena berasal dari
non halal akan digunakan untuk kemaslahatan umat yang
penggunaannya ditentukan oleh Dewan Syariah Nasional dan
dilaporkan secara transparan.

KONKLUSI

Efek syariah adalah surat berharga berupa surat pengakuan utang, surat
berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak
investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek yang
telah memenuhi prinsip hukum Islam dalam akadnya, pengelolaan perusahaannya,
dan penerbitannya berdasarkan pada adanya Pernyataan Kesesuaian Syariah yang
dikeluarkan oleh Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
Implementasi efek syariah di Pasar Modal Indonesia pada saat ini meliputi
Saham Syariah, Sukuk, dan Unit Pernyataan dari Reksa Dana Syariah yang dalam
pelaksanaannya berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku
yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal berikut
peraturan pelaksanaannya dan fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama
Indonesia (DSN-MUI).

REFERENSI

Ela Elliyana, Lembaga Keuangan dan Pasar Modal, (Malang: Ahli Media Press,
2020).
10

Fatwa DSN-MUI Nomor 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan


Investasi untuk Reksa Dana Syariah.

Fatwa DSN-MUI Nomor 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan


Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di bidang Pasar Modal.

Majma` al-Lugah al-`Arabiyyah Jumhūriyyah Miṣr al-`Arabiyyah, al-Mu`jam al-


Waṣīṭ, (Mesir: Maktabah al-Syurūq al-Dauliyyah, 2004).

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia,


(Jakarta: Pusat Bahasa, 2008)

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal.

Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Wahbah al-Zuḥailī, al-Fiqh al-Islāmī wa Adillatuh, (Beirut: Dār al-Fikr, 1985).

https://www.ojk.go.id/id/kanal/syariah/pages/pasar-modal-syariah.

Anda mungkin juga menyukai