Anda di halaman 1dari 12

1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Perkembangan kehidupan dewasa ini sangat berkembang pesat, terutama


dalam hal perekonomian. Banyak inovasi-inovasi yang dilakukan manusia untuk
memenuhi kebutuhannya. Dikarenakan setiap manusia memerlukan harta untuk
mencukupi segala yang dibutuhkan dalam 
hidupnya. Salah satunya adalah melalui kegiatan investasi di pasar modal,
khususnya saham.
Saham adalah surat berharga keuangan yang diterbitkan oleh suatu perusahaan
saham patungan sebagai suatu alat untuk meningkatkan modal jangka panjang.
Para pembeli saham membayarkan uang pada perusahaan melalui bursa efek dan
mereka menerima sebuah sertifikat saham sebagai tanda bukti kepemilikan
mereka atas saham-saham dan kepemilikan mereka dicatat dalam daftar saham
perusahaan. Para pemegang saham dari sebuah perusahaan merupakan pemilik-
pemilik yang disahkan secara hukum dan berhak untuk mendapatkan bagian dari
laba yang diperoleh perusahaan dalam bentuk deviden

B. Rumusan Masalah

1.       Bagaimana Sejarah Saham Syariah ?


2.       Apa definisi atau pengertian dari saham syariah ?
3.       Apa saja Jenis-jenis saham syariah ?
4. Bagaimna Karakteristik saham syariah ?      
5.       Apa mekanisme Investasi saham syariah ?
6.       Apa Faktor yang mempengaruhi Fluktuasi saham syariah ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah sebagai berikut :
Untuk memberikan suatu wawasan dan pengetahuan mengenai saham syariah
dan agar lebih memahami perkembangan saham syariah di Indonesia secara luas
khusus nya di bidang tersebut. Selain itu, makalah ini dibuat sebagai bahan
penyelesaian tugas makalah mata kuliah Manajemen Investasi Syariah mengenai
saham syariah.
2

BAB 2
PEMBAHASAN

A.    Sejarah Saham Syariah


Secara praktis instrument saham belum ada pada masa Nabi Muhammad
SAW dan para sahabat beliau. Pada masa tersebut yang dikenal hanyalah
perdagangan barang riil seperti layaknya yang terjadi pada pasar biasa. Pengakuan
kepemilikan sebuah perusahaan pada masa itu belum dinyatakan dalam bentuk
saham seperti sekarang. Dengan demikian pada pada masa itu, bukti
kepemilikan  dan atau jual beli atas sebuah aset hanya melalui mekanisme jual
beli biasa dan belum melalui Initial Public Offering (IPO) dengan saham sebagai
instrumennya. Pada saat itu yang terbentuk hanyalah pasar riil biasa yang
mengadakan pertukaran barang dengan uang dan pertukaran barang (barter).

Dikarenakan belum adanya pembahasan dalam Al-Qur’an maupun Hadis


yang menyatakan secara jelas dan pasti tentang keberadaan saham maka para
ulama berusaha untuk menemukan rumusan kesimpulan hukun tersendiri untuk
saham. Usaha tersebut lebih dikenal dengan ijtihad. Meskipun begitu terdapat
perbedaan pendapat dalam memperlakukan saham dari aspek hukum khususnya
dalam jual beli. Ada sebagian mereka yang memperbolehkan transaksi jual beli
saham ada pula yang tidak membolehkan. Majelis Ulama Indonesia (MUI)
merupakan kalangan ulama yang memandang kegiatan jual beli saham sebagai
kegiatan yang dihalalkan. Para ulama membolehkan jual beli saham mengatakan
bahwa saham merupakan cerminan kepemilikan atas aset tertentu. Para ulama
kontemporer yang merekomendasikan perihal tersebut diantaranya Abu Zahrah,
Abdurrahman Hasan, dan Khalaf sebagaimana dituangkan oleh Yusuf Qardhawi
dalam kitabnya Fiqh Zakah halaman 527. Meskipun begitu terdapat aturan dan
norma jual beli saham yang perlu tetap mengacu pada pedoman jual beli barang
pada umumnya dan sesuai dengan syariah Islam.

Adanya fatwa-fatwa ulama kontemporer tentang jual beli saham semakin


memperkuat landasan akan bolehnya jual beli saham. Dalam kumpulan fatwa
Dewan Islam Nasional Saudi Arabia yang diketuai oleh Syekh Abdul Aziz Ibn
Abdillah Ibn Baz jilid 13 bab jual beli halaman 320-321 fatwa nomor 4016 dan
5149 tentang hukum jual beli.

Selain fatwa tersebut, fatwa DSN Indonesia juga telah memutuskan akan
bolehnya jual beli saham. (Fatwa DSN-MUI No. 40/DSN-MUI/2003). Dalam
perkembangannya mulai tahun 2007 Bapepam –LK sudah mengeluarkan daftar
efek syariah yang berisis emiten-emiten yang sahamnya sesuai dengan ketentuan
3

Islam berdasarkan keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga


Keuangan No. Kep 325/BI/2007 tentang Daftar Efek Syariah tanggal 12
September 2007 yang berisi 174 saham syariah.

Dalam hal ini, di Indonesia usaha untuk melakukan investasi pada saham
syariah diwujudkan dengan adanya index syariah yang saat ini diwakili oleh
Jakarta Islamic Index. Index ini sendiri merupakan indeks 30 saham yang sudah
mendapatkan pengesahan dari DSN-MUI serta PT Bursa Efek Jakarta (saat itu)
dan PT Danareksa Invesment Management. Adapun tujuan dari dikeluarkannya
indeks JII adalah sebagai sarana pengukuran akan kinerja saham yang dianggap
memiliki basis syariah. Penentuan kriteria dari komponen yang terdapat dalam JII
disusun berdasarkan persetujuan dari DSN dan PT. DIM.

Geliat pasar modal syariah di Indonesia dimulai dengan diluncurkannya


reksadana syariah untuk pertama kalinya oleh Danareksa Syariah pada tahun
1997, dan disusul kemudian dengan peluncuran indeks syariah, yaitu Jakarta
Islamic Index (JII) pada tahun 2000. Selanjutnya seiring dengan dikeluarkannya
Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No: 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang obligasi
syariah, PT. Indosat untuk pertama kalinya menerbitkan obligasi syariah dengan
tingkat imbal hasil sebesar 16,75%, suatu tingkat return yang cukup tinggi
dibandingkan dengan rata-rata return obligasi konvensional pada waktu itu.
Obligasi yang diterbitkan PT. Indosat tersebut untuk selanjutnya menjadi pioner
penerbitan obligasi syariah di Indonesia.

Dibandingkan dengan beberapa negara yang mayoritas penduduknya


muslim, Indonesia tergolong lambat dalam mengembangkan pasar modal syariah,
bahkan dibandingkan negara sekuler seperti Amerika. Obligasi syariah pertama
yang diterbitkan di dunia adalah obligasi yang diterbitkan oleh Pemerintah
Malaysia pada tahun 1983. Indonesia baru menerbitkan obligasi syariah pada
tahun 2002. Sebuah rentang waktu yang cukup jauh dibandingkan dengan negara-
negara lainnya di kawasan Asia Pasifik, seperti Iran dan Kuwait (IOSCO,
2004:27).

Di Indonesia, tonggak awal yang berkaitan dengan pembuatan peraturan


pasar modal syariah bisa dikatakan baru dimulai pada tahun 2001, yakni
bersamaan dengan dikeluarkannya fatwa DSN MUI No. 20/DSN-MUI/IV/2001
tentang pedoman investasi untuk reksadana syariah. Kemudian diikuti oleh fatwa
DSN MUI tahun 2002 tentang obligasi syariah, serta nota kesepahaman Badan
Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dengan DSN-MUI tentang pembentukan
4

pasar modal yang berdasarkan prinsip-prinsip syariah (Nasarudin dan Surya,


2007:205). 

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Syarif (2008:38) pada tahun


2007, dari 388 saham emiten yang tercatat di BEI pada bulan November, hanya
164 saham yang sesuai dengan prinsip syariah dan layak untuk ditransaksikan
dalam pasar modal syariah. Kesesuaian dalam prinsip tersebut didasarkan kepada
produk yang dihasilkan emiten dan transaksi sahamnya di BEI. Sedangkan
sisanya 222 saham tergolong haram atau tidak sesuai dengan prinsip syariah,
seperti saham perbankan, consumer product (minuman keras) dan rokok.

Jakarta Islamic Index (JII), yang merupakan benchmark saham syariah di


Indonesia terdiri dari 30 saham yang diseleksi oleh Dewan Syariah Nasional
(DSN) per semester, tepatnya setiap bulan Januari dan Juni. Sampai akhir tahun
2006, kapitalisasi pasar JII telah mencapai 48 % dari total kapitalisasi saham di
BEI. 

Dalam kerangka kegiatan pasar modal syariah, ada beberapa lembaga


penting yang secara langsung terlibat dalam kegiatan pengawasan dan
perdagangan, yaitu: Bapepam, Dewan Syariah Nasional (DSN), bursa efek,
perusahaan efek, emiten, profesi dan lembaga penunjang pasar modal serta pihak
terkait lainnya. Khusus untuk kegiatan pengawasan dilakukan bersama oleh
BAPEPAM dan DSN. DSN berfungsi sebagai pusat referensi (reference center)
atas semua aspek-aspek syariah yang ada dalam kegiatan pasar modal syariah.
DSN bertugas memberikan fatwa-fatwa sehubungan dengan kegiatan emisi,
perdagangan, pengelolaan portofolio efek-efek syariah, dan kegiatan lainnya yang
berhubungan dengan efek syariah.

B.     Pengertian Saham Syariah


Istilah saham dapat diartikan sebagai sertifikat penyertaan modal dari
seseorang atau badan hukum terhadap suatu perusahaan. Saham merupakan tanda
bukti tertulis bagi para investor terhadap kepemilikan suatu perusahaan yang
telah go public. Melalui pembelian saham dalam jumlah tertentu, pihak pemegang
saham (shareholder) memiliki hak dan kewajiban untuk berbagi hasil dan
resiko (profit and loss sharing) dengan para pengusaha, menghadiri Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS), dan bahkan mengambil alih kepemilikan perusahaan.

Saham adalah tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan


tertentu pada perusahaan penerbit saham bersangkutan. Bentuk fisik saham berupa
5

selembar kertas yang menjelaskan bahwa pemilik kertas tersebut adalah pemilik
perusahaan yang menerbitkan kertas tersebut. Pemilik saham akan mendapatkan
keuntungan dari penyertaannya di perusahaan tersebut, namun hal tersebut sangat
tergantug pada perkembangan perusahaan penerbit saham.

Saham (stock) merupakan salah satu instrumen surat berharga yang paling


dominan dalam pasar modal. Menerbitkan saham menjadi salah satu pilihan bagi
pihak manajemen perusahaan untuk mendapatkan sumber pendanaan. Bagi para
pengusaha, keberadaan sumber dana dapat berfungsi sebagai modal untuk
mendirikan perusahaan dan atau pengembangan usaha. Sedangkan bagi investor,
saham merupakan instrument investasi yang menarik karena keberadaannya
dinilai menjanjikan keuntungan tertentu. Keuntungan tersebut biasanya dapat
diperoleh dari hasil selisih harga pembelian dengan penjualan saham (capital
gain) atau melalui pembagian keuntungan (dividen) dari hasil usaha yang
dijalankan oleh perusahaan pada periode tertentu.

Dalam Islam, saham pada hakikatnya merupakan modifikasi sistem


persekutuan modal dan kekayaan, yang dalam istilah fiqh dikenal dengan
nama syirkah. Pemegang saham dalam syirkah disebut syarik. Pada kenyataannya,
bahwa para syarik ada yang sering bepergian sehingga tidak dapat terjun langsung
dalam persekutuan. Karenanya, bentuk syirkah dimana para syarik dapat
mengalihkan kepemilikannya tanpa sepengetahuan pihak lain disebut syirkah
musahamah. Sedangkan bukti kepemilikannya disebut saham.

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia


(MUI) No.40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum
Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal, mendefinisikan saham syariah
merupakan bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria tidak
bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah.

Menurut Kurniawan (2008), saham syariah adalah saham-saham yang


diterbitkan oleh suatu perusahaan yang memiliki karakteristik sesuai dengan
syariah Islam.

Menurut Soemitra, saham syariah merupakan surat berharga yang


merepresentasikan penyertaan modal ke dalam suatu perusahaan. Penyertaan
modal dilakukan pada perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-
6

prinsip syariah. Akad yang berlangsung dalam saham syariah dapat dilakukan
dengan akad mudharabah dan musyarakah.

Pada sistem mudharabah, pihak yang menyetorkan dana tidak terlibat


dalam pengelolaan perusahaan. Investor (mudharib) menyerahkan pengelolaan
perusahaan kepada pihak lain. Sementara pada sistem musyarakah, dua atau
beberapa pihak bekerja sama saling menyetorkan modalnya. Bagi hasilnya
disesuaikan secara proporsional dengan dana yang disetorkan.
Dalam musyarakah, pihak-pihak yang terlibat boleh menjadi mitra diam (tidak
ikut mengelola) atau menjadi mitra aktif (ikut mengelola perusahaan).

C.    Jenis-Jenis Saham
Pada umumnya saham yang diterbitkan oleh sebuah perusahaan (emiten)
yang melakukan penawaran umum (Initial Public Offering) ada dua macam, yaitu
saham biasa (common stock) dan saham istimewa (preferred stock). Perbedaan
saham ini berdasarkan pada hak yang melekat pada saham tersebut. Hak tersebut
meliputi hak atas menerima dividen, dan memperoleh bagian kekayaan jika
perusahaan dilikuidasi setelah dikurangi semua kewajiban-kewajiban perusahaan.
Adapun ciri-ciri saham istimewa selengkapnya sebagai berikut:
1. Hak utama atas dividen, artinya saham istimewa mempunyai hak terlebih
dahulu dalam hal menerima dividen.
2. Hak utama atas aktiva perusahaan, artinya dalam hak likuidasi berhak
menerima pembayaran maksimum sebesar nilai nominal saham istimewa
setelah semua kewajiban perusahaan dilunasi.
3. Penghasilan tetap, artinya pemegang saham istimewa memperoleh
penghasilan dalam jumlah yang tetap.
4. Jangka waktu yang tidak terbatas, saham istimewa yang diterbitkan
mempunyai jangka waktu yang tidak terbatas, akan tetapi dengan syarat
bahwa perusahaan mempunyai hak untuk membeli kembali saham
istimewa tersebut dengan harga tertentu.
5. Tidak memiliki hak suara, artinya pemegang saham istimewa tidak
mempunyai suara dalam RUPS.
6. Saham istimewa kumulatif, artinya dividen yang tidak dibayarkan oleh
perusahaan kepada pemegang saham tetap menjadi hak pemegang saham
istimewa tersebut. Jika suatu perusahaan tidak membagikan dividen, maka
perusahaan harus membayarkan dividen terutang tersebut sebelum
membagikannya kepada pemegang saham biasa.
7

Selain dari saham biasa dan istimewa, saham memiliki macam dan jenis
yang cukup beragam, berikut adalah tipe macam saham:
1.      Saham yang dicap (assented shares), penyetempelan saham dapat terjadi
dalam hal perseroan mengalami kerugian besar, yang tidak dapat
dihapuskan dari cadangan perseroan. Jika terjadi hal demikian perseroan
harus mengadakan perubahan pada anggaran dasar perseroan, dengan
menurunkan nilai nominal dari sahamnya menjadi sama dengan kekayaan
(equity) dan dari nilai nominal sahamnya diturunkan secara proporsional.
2.      Saham tukar, yaitu jenis saham yang dapat ditukar oleh pemiliknya
dengan jenis saham lain, biasanya saham preferen dengan saham biasa.
3.      Saham tanpa suara, yaitu jenis saham yang pemiliknya tidak diberi hak
suara pada RUPS.
4.      Saham tanpa pari, yaitu saham yang tidak memiliki nilai nominal atau
pari, tetapi hak pemilikannya dapat diketahui dengan cara menjumlahkan
seluruh kekayaan dan kemudian dibagi dengan jumlah saham yang
dikeluarkan.
5.      Saham preferen unggul, yaitu saham preferen yang hak prioritasnya lebih
besar dari preferen lain.
6.      Saham preferen tukar, yaitu saham preferen yang dapat ditukar oleh
pemiliknya dengan saham biasa.
7.      Saham preferen partisipasi, yaitu saham yang disamping hak prioritasnya
masih dapat turut serta dalam pembagian dividen selanjutnya.
8.      Saham preferen kumulatif, yaitu saham preferen yang memberikan hak
untuk mendapatkan dividen yang belum dibayarkan pada tahun-tahun
yang lalu secara kumulatif.
9.      Saham pendiri, yaitu jasa yang diberikan oleh perusahaan, baik berupa
penyertaan modal yang bersumberkan dari penarikan beberapa peserta
lainnya atau dari relasi penting lain, biasanya dihargai perseroan dengan
memberikan kepada yang bersangkutan (memiliki saham).
10.  Saham pegawai, yaitu kesempatan yang diberikan oleh perseroan kepada
para pegawainya untuk memiliki saham perusahaan.
11.  Saham bonus, pada saat perbandingan antara cadangan dan saham modal
yang tidak berimbang pada suatu perseroan dapat dihilangkan dengan jalan
memberikan saham bonus kepada para pemegang saham dengan cuma-
Cuma.
8

D.    Karakteristik Saham Syariah


Data saham merupakan bagian dari Daftar Efek Syariah (DES) yang
dikeluarkan oleh Bapepam-LK. Terdapat beberapa pendekatan untuk menyeleksi
suatu saham apakah bisa dikategorikan sebagai saham syariah atau tidak, yaitu:

1.      Pendekatan jual beli. Dalam pendekatan ini diasumsikan saham adalah asset
dan dalam jual beli ada pertukaran asset ini dengan uang. Juga bisa
dikategorikan sebagai sebuah kerja sama yang memakai prinsip bagi hasil
(profit-loss sharing).
2.      Pendekatan aktivitas keuangan atau produksi. Dengan menggunakan
pendekatan produksi ini, sebuah saham bisa diklaim sebagai saham yang halal
ketika produksi dari barang dan jasa yang dilakukan oleh perusahaan bebas
dari element-element yang haram yang secara eksplisit disebut di dalam Al-
Quran seperti riba, judi, minuman yang memabukkan, zina, babi dan semua
turunan-turunannya.
3.      Pendekatan pendapatan. Metode ini lebih melihat pada pendapatan yang
diperoleh oleh perusahaan tersebut. Ketika ada pendapatan yang diperoleh dari
bunga (interest) maka secara umum kita bisa mengatakan bahwa saham
perusahaan tersebut tidak syariah karena masih ada unsur riba disana. Oleh
karena itu seluruh pendapatan yang didapat oleh perusahaan harus terhindar
dan bebas dari bunga atau interest.
4.      Pendekatan struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan tersebut. Dengan
melihat ratio hutang terhadap modal atau yang lebih dikenal
dengan debt/equity ratio. Dengan melihat ratio ini maka diketahui jumlah
hutang yang digunakan untuk modal atas perusahaan ini. Semakin besar ratio
ini semakin besar ketergantungan modal terhadap hutang. Akan tetapi untuk
saat ini bagi perusahan agak sulit untuk membuat rasio ini nol, atau sama
sekali tidak ada hutang atas modal. Oleh karena itu ada toleransi-toleransi atau
batasan seberapa besar “Debt to Equity ratio“ ini. Dan masing masing syariah
indeks di dunia berbeda dalam penetapan hal ini. Namun secara keseluruhan
kurang dari 45% bisa diklaim sebagai perusahaan yang memiliki saham
syariah.
9

E.     Mekanisme Investasi Saham Syariah


Hukum investasi pada saham secara resmi Badan Pengawas Pasar Modal
(Bapepam) meluncurkan prinsip dasar modal syariah pada tanggal 14 dan 15
Maret 2003 dengan ditandatangani nota kesepahaman antara Bapepam dengan
Dewan Syariah Nasional  Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), maka dalam
perjalanannya perkembangan dan pertumbuhan transaksi efek syariah di pasar
modal Indonesia terus meningkat. Fatwa DSN-MUI yang berkaitan dengan
industri pasar modal No. 05/DSN-MUI/IV/2000 tentang jual beli saham. Para ahli
fiqih berpendapat bahwa suatu saham dapat dikategorikan memenuhi prinsip
syariah apabila kegiatan perusahaan yang menerbitkan saham tersebut tidak
tercakup pada hal-hal yang dilarang dalam syariah Islam, seperti alkohol,
perjudian, pornografi, jasa keuangan yang bersifat konvensional, asuransi yang
bersifat konvensional.
Transaksi surat berharga syariah yang dilarang:
1.      Pelaksanaan transaksi harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta
tidak diperbolehkan melakukan spekulasi gambling (maisir) yang di
dalamnya mengandung unsur gharar, masir, dan riba.
2.      Tidakan yang dimaksud diatas meliputi:
a.       Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu.
b.      Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (efek syariah)
yang belum dimiliki (short selling).
c.       Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk memperolah
keuntungan transaksi yang dilarang.
d.      Menyebarluaskan informasi yang menyesatkan untuk memperoleh
keuntungan transaksi yang dilarang.
3.      Melakukan investasi pada perusahaan yang pada saat transaksi, tingkat
(nisbah) hutang perusahaan kepada lembaga keuangan ribawi lebih
dominan dari modalnya.
4.      Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas Efek Syariah dengan
fasilitas pinjaman atas kewajiban penyelesaian pembelian Efek Syariah
tersebut.
5.      Ihtikar (penumpukan), yaitu melakukan pembelian atau dan pengumpulan
suatu Efek Syariah  untuk menyebabkan perubahan harga Efek Syariah,
dengan tujuan mempengaruhi pihak lain.
10

F.    Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Fluktuasi Harga Saham


Harga saham selalu mengalami perubahan setiap harinya. Oleh karena itu,
investor harus mampu memperhatikan faktor-faktor yang memengaruhi harga
saham. Faktor-faktor yang memengaruhi fluktuasi harga saham dapat berasal dari
internal maupun eksternal.
Adapun faktor internalnya antara lain adalah laba perusahaan,
pertumbuhan aktiva tahunan, likuiditas, nilai kekayaan total, dan penjualan.
Sementara itu, faktor eksternalnya adalah kebijakan pemerintah dan dampaknya,
pergerakan suku bunga, fluktuasi nilai tukar mata uang, rumor dan sentiment
pasar, dan penggabungan usaha (Business Combination). Pada umumnya saham
yang diterbitkannya oleh sebuah perusahaan (emiten) yang melakukan penawaran
umum ada dua macam yaitu saham biasa (common stock) dan saham istimewa
(preferred stock).  
11

KESIMPULAN

Saham atau stocks adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal
pada suatu perusahaan terbatas. Dengan demikian si pemilik saham merupakan
pemilik perusahaan. Semakin besar saham yang dimilikinya, maka semakin besar
pula kekuasaannya di perusahaan tersebut. Keuntungan yang diperoleh dari saham
dikenal dengan nama dividen. Pembagian dividen ditetapkan pada penutupan
laporan keuangan berdasarkan RUPS ditentukan berapa dividen yang dibagi dan
laba ditahan.
Undang-Undang Nomor 8 tahun 1995 mengenai pasar modal juga membahas
tentang saham karena didalam undang-undang ini juga terdapat pembahasan
mengenai pasal-pasalyang mengatur tentang saham ,karena saham merupakan
bagian dari pasar modal.
Macam-macam saham dalam perusahaan yaitu Saham biasa (Common
stock) dan Saham Preferen (Prefered stock).
Saham syariah sudah diterapkan di beberapa negara untuk memfasilitasi para
investor muslim yang ingin bertransaksi dipasar modal yang sesuai dengan prinsip
syariah.
12

DAFTAR PUSTAKA

[1] Mohammad Heykal. Tuntunan dan Aplikasi Investasi Syariah. Jakarta: Elex


Media Komputindo, 2012), 42-44
[2] http://economy.okezone.com/read/2013/01/16/278/747126/makin-diminati-
investor-saham-syariah-melambung-62,
[3] Burhanudin, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010), 135
[4] Ade Arthesa dan Edia Handiman. Bank dan Lembaga Keuangan Bukan
Bank (Jakarta: Indeks. 2009), 229
[5] Burhanudin, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010), 135-136
[6] http://ekonomisyariah.blog.gunadarma.ac.id/2013/01/04/artikel-saham-
syariah/
[7] Andri Soemitra. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah (Jakarta: Kencana.
2009), 138
[8] Nafik HR, Muhammad. Bursa Efek dan Investasi Syariah (Jakarta: Serambi
Ilmu Semesta. 2009), 245
[9] Burhanudin, Aspek Hukum Lembaga Keuangan Syariah (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010), 136
[10] http://www.idx.co.id/id-id/beranda/informasi/bagiinvestor/saham.aspx.

Anda mungkin juga menyukai