BAB 12
PASAR MODAL SYARIAH
A. Definisi
Dalam konteks ekonomi, sebagian kelompok masyarakat kerap memiliki
tingkat pendapatan yang tinggi. Pendapatan tersebut tentu saja tidak sepenuhnya
digunakan untuk aktifitas konsumsi. Bahkan dalam level tertentu, ketika masyarakat
memiliki pendapatan yang sangat tinggi kecenderungan mereka untuk menggunakan
pendapatannya untuk konsumsi makin menurun. Kelebihan pendapatan tersebut
tentu saja dialokasikan untuk ditabung dan atau diinvestasikan pada berbagai
portofolio investasi. Dalam kondisi tertentu, terutama ketika perusahaan akan
melakukan ekspansi atau menambah skala produksi atau juga mengembangkan
bisnisnya menjadi lebih besar, kerap membutuhkan dana tambahan untuk modal
kerja. Kebutuhan perusahaan terhadap dana untuk mengembangkan investasi
bisnisnya akan mengantarkan perusahaan pada pasar keuangan dan pasar modal.
Dalam konteks inilah terjadi interaksi antara penawaran dan permintaan terhadap
modal atau dana dalam jangka panjang. Muncullah institusi pasar modal dengan
beragam varian produknya.
Secara etimologis untuk istilah pasar digunakan kata bursa, exchange dan
market. Sedangkan untuk istilah modal sering digunakan kata efek, securities, dan
stock. Menurut Undang-undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yang
dimaksud dengan Pasar modal adalah kegiatan yang berkaitan dengan Penawaran
umum dan Perdagangan efek, Perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang
diterbitkannya serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Sedangkan
yang dimaksud dengan efek adalah surat berhaga, yaitu surat pengakuan utang, surat
berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak
investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivative dari efek.
Dalam perkembangannya, Pasar modal dikenal juga dengan nama Bursa
efek. Bursa efek menurut Pasal 1 Ayat (4) UU No. 8 Tahun 1996 tentang Pasar
Modal adalah pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan system dan/atau
sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain dengan
tujuan memperdagangkan efek di antara mereka. Sebelum tahun 2007, Bursa efek di
211
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
Indonesia dikenal Bursa Efek Jakarta (BEJ) dan Bursa Efek Surabaya (BES). 1
Tanggal 30 Oktober 2007 BES dan BEJ sudah dimerger dengan nama Bursa Efek
Indonesia (BEI). Dengan demikian saat ini hanya ada satu pelaksana bursa efek di
Indonesia yaitu BEI. Bagi pasar modal syariah, listing-nya dilakukan di Jakarta
Islamic Index yang telah diluncurkan sejak 3 Juli 2000.
Sebelum membahas lebih lanjut tentang pasar modal, berikut pengertian
Pasar Modal menurut beberapa ahli, diantaranya:
1. Dahlan Siamat, dalam pengertian sempit dan sederhana adalah suatu tempat
yang terorganisasi di mana efek-efek diperdagangkan yang disebut Bursa
Efek. Bursa efek atau stock exchange adalah suatu sistem yang terorganisasi
yang mempertemukan penjual dan pembeli efek yang dilakukan baik secara
langsung maupun dengan melalui wakil-wakilnya. Fungsi bursa efek ini
antara lain menjaga kontinuitas pasar dan menciptakan harga efek yang wajar
melalui mekanisme permintaan dan penawaran. Definisi pasar modal dalam
arti luas adalah pasar konkret atau abstrak yang mempertemukan pihak yang
menawarkan dan yang memerlukan dana jangka panjang, yaitu jangka satu
tahun ke atas. 2
2. Tjipto Darmadji, dkk; adalah pasar untuk berbagai instrumen keuangan
jangka panjang yang bisa diperjualbelikan baik dalam bentuk utang ataupun
modal sendiri. 3
3. Kasmir, pasar modal dalam arti sempit merupakan tempat para penjual dan
pembeli bertemu untuk melakukan transaksi. Artinya pembeli dan pejual
langsung beretemu utnuk melakukan transaksi dalam suatu lokasi tertentu.
Lokasi atau tempat pertemuan disebut pasar. Namun dalam arti luas
pengertian pasar merupakan tempat melakukan transaksi antara pembeli dan
penjual, di mana pembeli dan penjual tidak harus bertemu dalam suatu tempat
atau bertemu langsung, akan tetapi dapat dilakukan melalui sarana informasi
yang ada seperti sarana elektronika 4.
1
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, (Jakarta: PT RajaGrafindo 2008). h. 208.
2
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga keuangan, (Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Indonesia, 2004),, Edisi Keempat, hlm. 249.
3
Tjipto Darmadji, dkk., Pasar Modal di Indonesia, (Jakarta: Salemba Empat, 2000), hlm. 1.
4
Kasmir, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, h. 209
212
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
Dari uraian pengertian di atas, dapat disimpulkan pasar modal secara umum
merupakan suatu tempat bertemunya para penjual dan pembeli untuk melakukan
transaksi dalam rangka memperoleh modal. Penjual dalam pasar modal adalah
perusahaan yang membutuhkan modal (Emiten), sehingga mereka berusaha untuk
menjual efek-efek di pasar modal. Sedangkan pembeli (Investor) adalah pihak yang
ingin membeli modal di perusahaan yang menurut pertimbangan mereka dinilai
menguntungkan.
Sedangkan pasar modal syariah secara sederhana dapat diartikan sebagai
pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan transaksi
ekonomi dan terlepas dari hal-hal yang dilarang oleh syariat seperti: unsur riba,
perjudian, bersifat spekulasi dan lain-lain. Pasar modal syariah secara prinsip sangat
berbeda dengan pasar modal konvensional. Sejumlah instrumen syariah sudah
diterbitkan di pasar modal Indoneisa seperti dalam bentuk saham dan obligasi
dengan kriteria tertentu yang sesuai dengan prinsip syariah.
Pasar modal syariah adalah pasar modal yang seluruh mekanisme
kegiatannya terutama mengenai emiten, jenis efek yang diperdagankan dan
mekanisme perdagangannya telah sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Sedangkan
yang dimaksud dengan efek syariah adalah efek sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan di bidang Pasar Modal yang akad, pengelolaan
perusahaan, maupun cara penerbitannya memenuhi Prinsip-prinsip syariah. Adapun
yang dimaksud dengan Prinsip-prinsip syariah adalah prinsip yang didasarkan oleh
syariah ajaran Islam yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI melalui fatwa. 5
B. Karakteristik
Secara faktual, Pasar modal pada dasarnya menjalankan dua fungsi secara
simultan yaitu pertama, fungsi ekonomi dengan mempertemukan dua pihak, yaitu
pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang memerlukan dana, dan
kedua, fungsi keuangan yaitu memberikan kesempatan untuk memperoleh imbalan
bagi pemilik dana melalui investasi. Dalam konteks fungsi keuangan, pasar modal
5
Fatwa Dewan Syariah Nasional No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan
Pedoman Umum Penerapan Syariah di Bidang Pasar Modal, Himpunan Fatwa Dewan Syariah
Nasional, (Jakarta: PT Intermasa, 2003) Edisi Kedua, hlm. 272.
213
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
berperan sebagai sarana bagi pendanaan usaha atau sebagai sarana bagi pihak
perusahaan untuk mendapatkan dana dari masyarakat pemodal (investor). dana yang
diperoleh dari pasar modal dapat digunakan untuk pengembangan usaha, ekspansi,
penambahan modal kerja dan lain-lain. Sedangkan bagi investor pasar modal
menjadi sarana bagi mereka untuk berinvestasi pada instrumen keuangan seperti
saham, obligasi, reksa dana, dan lain-lain.
Modal yang diperdagangkan dalam pasar modal merupakan modal yang bila
diukur dari waktunya merupakan modal jangka panjang atau diatas 1 tahun. Oleh
karena itu bagi emiten sangat menguntungkan mengingat masa pengembangannya
relatif panjang, baik yang berisfat kepemilikan maupun yang bersifat obligasi. Bagi
pemilik saham dapat pula menjualkannya kepada pihak lain, apabila membutuhkan
dana atau sudah tidak ingin lagi menjadi pemegang saham pada eprusahaan yang
bersangkutan. Sedangkan bagi modal yang bersifat obligasi, jangka waktunya relatif
terbatas. dalam waktu tertentu dan dapat pla dialihkan ke pemilik lain jika memang
sudah tidak dibutuhkan lagi sebagaimana halnya modal yang bersifat kepemilikan.
Saat ini kondisi dan eksistensi Pasar modal kerap menjadi tolak ukur
kemajuan perekonomian suatu Negara. Pasar modal memungkinkan percepatan
pertumbuhan ekonomi dengan memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk
dapat memanfaatkan dana langsung dari masyarakat tanpa harus menunggu
tersedianya dana dari operasi perusahaan. Ada beberapa manfaat pasar modal, yaitu:
1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha
2. Memberikan sarana investasi bagi investor
3. Penyebaran kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat menengah.
4. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme, menciptakan iklim
berusaha yang sehat.
5. Menciptakan lapangan kerja/profesi yang menarik.
6. Memberikan kesempatan memiliki perusahaan yang sehat dan mempunyai
prospek.
7. Alternatif investasi yang memberikan potensi keuntungan dengan risiko yang
bisa diperhitungkan melalui keterbukaan, likuiditas, dan diversifikasi investasi.
8. membina iklim keterbukaan bagi dunia usaha, memberikan akses kontrol sosial.
214
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
Seperti juga fungsi pasar modal dalam konteks perekonomian secara umum,
keberadaan pasar modal syariah secara umum berfungsi:
1. memungkinkan bagi masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan bisnis dengan
memperoleh bagian dari keuntungan dan risikonya.
2. Memungkinkan para pemegang saham menjual sahamnya gnua mendapatkan
likuiditas.
3. Memungkinkan perusahaan meningkatkan modal dari luar untuk membangun
dan mengembangkan lini produksinya.
4. Memisahkan operasi kegiatan bisnis dari fluktuasi jangka pendek pada harga
saham yang merupakan ciri umum pada pasar modal konvensional.
5. Memungkinkan investasi pada ekonomi itu ditentukan oleh kinerja kegiatan
bisnis sebagaimana tercermin pada harga saham.
6
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, Jakarta: Prenada Media Group,
2006, h. 114
7
www.bapepam.go.id.
215
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
• 1952: Bursa efek di Jakarta diaktifkan kembali dengan UU Darurat Pasar Modal
1952, yang dikeluarkan oleh menteri kehakiman (Lukman Wiradinata) dan
menteri keuangan (Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo). Instrumen yang
diperdagankan: obligasi Pemerintah RI (1950)
• 1956: Program nasionalisasi perusahaan Belanda. Bursa efek semakin tidak aktif
• 10 Agustus 1977: Bursa efek diresmikan kembali oleh Presiden Soeharto. BEJ
dijalankan di bawah Bapepam (Badan Pelaksana Pasar Modal). Tanggal 10
Agustus diperingati sebagai HUT Pasar Modal. Pengaktifan kembali pasar
modal ini juga ditandai dengan go public PT Semen Cibinong sebagai emiten
pertama.
• 1977-1987: Perdagangan di bursa efek sangat lesu. Jumlah emiten hingga 1987
baru mencapai 24. Masyarakat lebih memilih instrument perbankan
dibandingkan instrument pasar modal.
• 1987: Ditandai dengan hadirnya Paket Desember 1987 (PAKDES 87) yang
memberikan kemudahan bagi perusahaan untuk melakukan penawaran umum
dan investor asing menanamkan modal di Indonesia.
• 1988-2990: Paket deregulasi di bidang perbankan dan pasar modal diluncurkan.
Pintu BEJ terbuka untuk asing. Aktivitas bursa terlihat meingkat.
• 2 Juni 1988: Bursa Paralel Indonesia (BPI) mulai beroperasi dan dikelola oleh
Persatuan Perdagangan Uang dan Efek (PPUE), sedangkan organisasinya terdiri
dari broker dan dealer.
• Desember 1988: Pemerintah mengeluarkan Paket Desember 1988 (PAKDES
'88) yang memberikan kemudahan perusahaan untuk go public dan beberapa
kebijakan lain yang positif bagi pertumbuhan pasar modal.
• 16 Juni 1989: Bursa Efek Surabaya (BES) mulai beroperasi dan dikelola oleh
perseroan terbatas milik swasta yaitu PT Bursa Efek Surabaya.
• 13 Juli 1992: Swastanisasi BEJ; Bapepam berubah menjadi Badan Pengawas
Pasar Modal. Tanggal ini diperingati sebagai HUT BEJ
• 22 Mei 1995: Sistem Otomasi perdagangan di BEJ dilaksanakan dengan system
computer JATS (Jakarta Automated Trading Systems).
216
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
217
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
kali obligasi syariah dengan akad sewa atau dikenal dengan obligasi syariah Ijarah.
Selanjutnya, pada tahun 2006 muncul instrument baru yaitu Reksa Dana Indeks di
mana indeks yang dijadikan sebagai underlying adalah Indeks Jakarta Islamic Indeks
(JII)8
Menariknya, dalam konteks global, equity fund dan indeks saham secara luas
yang mengikuti ketentuan syariah lebih dahulu diluncurkan di Amerika. Equity
Fund pertama adalah the Amana Fund yang diluncurkan pada bulan Juni 1986 oleh
the North American Islamic Trust. Pada bulan Februari 1999, Dow Jones Indexes
meluncurkan Dow Jones Islamic Market Index (DJIM) dan sampai akhir tahun 2002
Dow Jones terus mengembangkan seri DJIM dengan DJIM-Japan, DJIM-Asia,
DJIM-Americas, DJIM-Internet dan yang terakhir DJIM-Extra Liquid. Namun,
ternyata kurang dari 5% perusahaan yang diliput dalam DJIM berasal dari Negara
yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Sementara banyak sekali Islamic
private dan mutual fund yang mengikuti DJ Islamic Market Index, termasuk
corporate dan retail fund yang diluncurkan oleh lembaga keuangan dari Timur
Tengah seperti Al-Baraka, SAMBA dan Wafra. Bahkan pada bulan November 1999,
Financial Times Stock Exchange (FTSE) International di London juga telah
meluncurkan the FTSE Global Islamic Index Series (FTSE-GIIS) World Bank, telah
bekerja sama dengan ANZ Bank meluncurkan benchmark untuk Islamic Leasing
Fund.
8
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, hal 116
218
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
efek syariah. Efek syariah adalah efek yang akad, pengelolaan perusahaan, maupun
cara penerbitannya memenuhi prinsip-prinsip syariah yang didasarkan atas ajaran
Islam yang penetapannya dilakukan oleh DSN-MUI dalam bentuk fatwa. Secara
umum ketentuan penerbitan efek syariah haruslah sesuai dengan prinsip syariah di
pasar modal. Prinsip-prinsip syariah di pasar modal adalah prinsip-prinsip hukum
Islam dalam kegiatan di bidang pasar modal berdasarkan fatwa Dewan Syariah
Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI), baik fatwa DSN-MUI yang
ditetapkan dalam peraturan Bapepam dan LK maupun fatwa DSN-MUI yang telah
diterbitkan sebelum ditetapkannya peraturan Bapepam dan LK.
Pada pasar modal syariah emiten yang menerbitkan efek syariah harus
memenuhi kriteria tertentu, yaitu:
1. Jenis usaha, produk barang, jasa yang diberikan dan akad serta cara pengelolaan
perusahaan emiten atau perusahaan publik yang menerbitkan efek syariah tidak
boleh bertentangan dengan Prinsip-prinsip Syariah. Pelaksanaan transaksi efek
di pasar modal syariah harus dilakukan menurut prinsip kehati-hatian serta tidak
diperbolehkan melakukan spekulasi dan manipulasi yang di dalamnya
mengandung unsur dharar, gharar, riba, maisir, risywah, maksiat dan
kezaliman. Termauk dalam transaksi yang mengandung unsur yang dilarang
antara lain:
a. Najsy, yaitu melakukan penawaran palsu;
b. Bai’ al-ma’dum, yaitu melakukan penjualan atas barang (efek syariah)
yang belum dimiliki (short selling);
c. Insider trading, yaitu memakai informasi orang dalam untuk
memperoleh keuntungan atas transaksi yang dilarang;
d. Menimbulkan informasi yang menyesatkan;
e. Margin trading, yaitu melakukan transaksi atas efek syariah dengan
fasilitas pinjaman berbasis bunga atas kewajiban penyelesaian pembelian
efek syariah tersebut;
f. Ihktikar (penimbunan), yaitu melakukan pembelian atau dan
mengumpulkan suatu efek syariah untuk menyebabkan perubahan harga
efek syariah, dengan tujuan memengaruhi pihak lain;
219
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
9
Peraturan Bapepam-LK o. IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah, dan Peraturan No.
IX.A.14 tentang Akad-akad yang Digunakan Dalam Penerbitan Efek Syariah di pasar modal.
220
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
10
SCO adalah pihak atau pejabat dari suatu perusahaan atau lembaga yang telah mendapat
sertifikasi dari DSN-MUI dalam pemahaman mengenai prinsip-prinsip syariah di pasar modal.
221
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
dan obligasi syariah (Islamic bonds/sukuk), sekuritas pemerintah berbasis bagi hasil
dan surat berharga lain yang akadnya sesuai dengan prinsip syariah. 11
Sampai saat ini, efek-efek syariah menurut Fatwa DSN MUI No.40/DSN-
MUI/X/2003 tentang Pasar Modal mencakup Saham Syariah, Obligasi Syariah,
Reksa Dana Syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA)
Syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Belakangan, instrumen keuangan syariah bertambah dalam fawa DSN-MUI Nomor:
65/DSN-MUI/III/2008 tentang Hak Memesan Efek Terlebih Dahulu (HMETD)
Syariah dan Fatwa DSN-MUI Nomor: 66/DSN-MUI/III/2008 tentang Waran
Syariah pada tanggal 6 Maret 2008.
1. Saham Syariah
Saham atau stocks adalah surat bukti atau tanda kepemilikan bagian modal
pada suatu perusahaan terbatas. Dengan memiliki saham berarti bukti bahwa yang
bersangkutan adalah bagian dari pemilik perusahaan. Semakin besar saham yang
dimilikinya, maka semakin besar pula kekuasaannya di perusahaan tersebut.
Keuntungan yang diperoleh dari saham dikenal dengan nama dividen. Pembagian
dividen ditetapkan pada penutupan laporan keuangan berdasarkan RUPS ditentukan
berapa dividen yang dibagi dan laba ditahan.
Di samping itu dengan adanya aktivitas perdagangan saham di pasar
sekunder pemegang saham dimungkinkan memperoleh capital gain yaitu selisih
antara harga beli dengan harga jual saham. Namun, pemegang saham juga harus siap
menghadapi risiko capital loss yang merupakan kebalikan dari capital gain serta
risiko likuiditas, yaitu ketika perusahaan yang sahamnya dimiliki kemudian
dinyatakan bangkrut oleh pengadilan, atau perusahaan tersebut dibubarkan, maka
hak klaim dari pemegang saham mendapat prioritas terakhir setelah seluruh
kewajiban perusahaan dapat dlunasi (dari hasil penjualan kekayaan perusahaan). Di
pasar sekunder atau dalam aktivitas perdagangan saham sehari-hari, harga-harga
saham mengalami fluktuasi baik berupa kenaikan maupun penurunan. Pembentukan
harga saham terjadi karena adanya permintaan dan penawaran atas saham tersebut.
11
Iggi H. Achsien, Investasi Syariah di Pasar Modal, Menggagas Konsep dan Politik dan
Manajemen Portofolio Syariah, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), hlm. 59-60.
222
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
Dengan kata lain, harga saham terbentuk oleh supply dan demand atas saham
tersebut. Dengan demikian, keuntungan yang diperoleh dari memegang saham
antara lain:
a. Dividen yang merupakan bagi hasil atas keuntungan yang dibagikan dari laba
yang dihasilkan emiten, baik dibayarkan dalam bentuk tunai maupun dalam
bentuk saham.
b. Rights yang merupakan hak untuk memesan efek lebih dahulu yang diberikan
oleh emiten.
c. Capital gain yang merupakan keuntungan yang diperoleh dari jual beli saham di
pasar modal.
Sedangkan saham syariah adalah sertifikat yang menunjukkan bukti
kepemilikan suatu perusahaan yang diterbitkan oleh emiten yang kegiatan usaha
maupun cara pengelolaannya tidak bertentangan dengan prinsip syariah. 12 Saham
merupakan surat berharga yang mempresentasikan penyertaan modal ke dalam suatu
perusahaan. Sementara dalam prinsip syariah, penyertaan modal dilakukan pada
perusahaan-perusahaan yang tidak melanggar prinsip-prinsip syariah, seperti bidang
perjudian, riba, memproduksi barang yang diharamkan seperti minuman beralkohol.
Penyertaan modal dalam bentuk saham yang dilakukan pada suatu perusahaan yang
kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan prinsip syariah dapat dilakukan
berdasarkan akad musyarakah dan mudharabah. Akad musyarakah umumnya
dilakukan pada saham perusahaan privat, sedangkan akad mudharabah umumnya
dilakukan pada saham perusahaan publik.
Secara praktis, instrument adalah suatu praktik keuangan kontemporer yang
belum pernah dipraktikkan pada masa Rasulullah saw. Dikarenakan belum adanya
nash atau teks Al-Qur’an yang menjadi dasar hukum yang jelas dan pasti tentang
keberadaan saham, maka para ulama dan fuqaha kontemporer berusaha untuk
menemukan rumusan kesimpulan hukum tersendiri untuk saham. Para fuqaha
kontemporer berselisih pendapat dalam memperlakukan saham dari aspek hukum
khususnya dalam jual beli. Ada sebagian yang membolehkan transaksi jual beli
12
Fatwa dewan Syariah Nasional No. 20/DSN-MUI/IV/2001 tentang Pedoman Pelaksanaan
Investasi untuk Reksa Dana Syariah. Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi
Syariah, Fatwa DSN MUI No. 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum
Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal.
223
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
saham dan ada juga yang tidak membolehkan. Para fuqaha yang tidak membolehkan
memiliki beberapa argumentasi sebagai berikut: 13
a. Saham dipahami sebagaimana layaknya obligasi, dimana saham juga
merupakan utang perusahaan terhadap para investor yang harus
dikembalikan, maka dari itu memperjualbelikannya juga sama hukumnya
dengan jual beli utang yang dilarang Islam
b. Banyaknya praktik jual beli najasy di bursa efek
c. Para investor pembeli saham keluar dan masuk tanpa diketahui oleh seluruh
pemegang saham
d. Harga saham yang diberlukan ditentukan senilai dengan ketentuan
perusahaan yaitu pada saat penerbitan dan tidak mencerminkan modal awal
pada waktu pendirian
e. Harta atau modal perusahaan penerbit saham tercampur dan mengandung
unsur haram sehingga menjadi haram semuanya
f. Transaksi jual beli saham dianggap batal secara hukum, karena dalam
transaksi tersebut tidak mengimplementasikan prinsip pertukaran (sharf),
jual beli saham adalah pertukaran uang dan barang, maka prinsip saling
menyerahkan (taqabudh) dan persamaan nilai (tamatsul) harus diaplikasikan.
Dikatakan kedua prinsip tersebut tidak terpenuhi dalam transaksi jual beli
saham
g. Adanya unsur ketidaktahuan (jahalah) dalam jual beli saham dikarenakan
pembeli tidak mengetahui secara persis spesifikasi barang yang akan dibeli
yang terefleksikan dalam lembaran saham. Adapun salah satu syarat sahnya
jual beli adalah diketahuinya barang (ma’luumu al mabi’)
h. Nilai saham pada setiap tahunnya tidak bisa ditetapkan pada suatu harga
tertentu, harga saham selalu berubah-ubah mengikuti kondisi pasar bursa
saham, untuk itu saham tidak dapat dikatakan sebagai pembayaran nilai pada
saat pendirian perusahaan.
Berbeda dengan pendapat pertama, maka para fuqaha yang membolehkan
jual beli saham mengatakan bahwa saham sesuai dengan terminology yang melekat
13
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis, Jakarta: Penerbit Kencana, 2010, h. 224-225
224
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
kepadanya, maka saham yang dimiliki oleh seseorang menunjukkan sebuah bukti
kepemilikan atas perusahaan tertentu yang berbentuk aset, sehingga saham
merupakan cerminan kepemilikan atas aset tertentu. Logika tersebut dijadikan dasar
pemikiran bahwa saham dapat diperjualbelikan sebagaimana layaknya barang.
Aturan dan norma jual beli saham tetap mengacu kepada pedoman jual beli barang
pada umumnya, yaitu terpenuhinya rukun, syarat, aspek ‘an taradhin, serta terhindar
dari unsur maysir, gharar, riba, haram, dhulm, ghisy, dan najasy. Praktik forward
contract, short selling, option, insider trading, “penggorengan saham” merupakan
transaksi yang dilarang secara Islam dalam dunia pasar modal. Adanya fatwa ulama
kontemporer tentang jual beli saham semakin memperkuat landasan akan bolehnya
jual beli saham.
Di Indonesia, prinsip-prinsip penyertaan modal secara syariah tidak
diwujudkan dalam bentuk saham syariah maupun non syariah, melainkan berupa
pembentukan indeks saham yang memenuhi prinsip-prinsip syariah. Dalam hal ini,
di Bursa Efek Indonesia terdapat Jakarta Islamic Indeks (JII) yang merupakan 30
saham yang memenuhi kriteria syariah yang ditetapkan Dewan Syariah Nasional
(DSN). Indeks JII dipersiapkan oleh PT Bursa Efek Indonesia (BEI) bersama dengan
PT Danareksa Invesment Management (DIM). Jakarta Islamic Index dimaksudkan
untuk digunakan sebagai tolok ukur (benchmark) untuk mengukur kinerja suatu
investasi pada saham dengan basis syariah. Melalui indeks ini diharapkan dapat
meningkatkan kepercayaan investor untuk mengembangkan investasi dalam ejuiti
secara syariah. Jakarta Islamic Index terdiri dari 30 jenis saham yang dipilih dari
saham-saham yang sesuai dengan syariah Islam.
Penerbitan efek syariah berbentuk saham oleh emiten atau perusahaan publik
yang menyatakan bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan usahanya dilakukan
berdasarkan prinsip-prinsip syariah di pasar modal. Emiten atau perusahaan publik
yang melakukan penerbitan efek syariah berupa saham wajib mengikuti ketentuan
umum pengajuan pernyataan pendaftaran atau pedoman mengenai bentuk dan isi
pernyataan pendaftaran perusahaan publik dan serta ketentuan tentang penawaran
umum yang terkait lainnya yang diatur oleh Bapepam LK; dan mengungkapkan
informasi tambahan dalam propektus bahwa kegiatan usaha serta cara pengelolaan
225
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
14
Peraturan Bapepam LK No. IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah.
226
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
15
Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, hlm 270.
227
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
tertentu, nilai manfaat dan jasa atas aset proyek tertentu, serta kepemilikan atas aset
proyek tertentu atau aktivitas investasi tertentu. Sejauh ini, obligasi syariah diatur
dalam Fatwa DSN MUI antara lain Fatwa DSN MUI No. 32/DSN-MUI/IX/2002
tentang Obligasi Syariah, No. 33/DSN-MUI/IX/2002 tentang Obligasi Syariah
Mudharabah, No. 41 /DSN-MUI/III/2004 tentang Obligasi Syariah Ijarah dan No.
59/DSN-MUI/V/2007 tentang Obligasi Syariah Mudharabah Konversi. Di samping
itu, pada tanggal 7 Mei 2008 disahkan UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat
Berharga Syariah Negara (SBSN) yang menjadi legal basis bagi penerbitan dan
pengelolaan Sukuk Negara atau SBSN. Surat Berharga Syariah Negara selanjutnya
disingkat SBSN, atau dapat disebut sukuk negara, adalah surat berharga negara yang
diterbitkan berdasarkan prinsip syariah, sebagai bukti atas bagian penyertaan
terhadap Aset SBSN, baik dalam mata uang rupiah maupun valuta asing.
Ada beberapa alasan mengapa obligasi syariah dibutuhkan, yaitu 16:
a. Perspektif pasar modal, dengan adanya obligasi syariah maka:
Pengembangan pasar modal syariah secara lebih luas sebagai implikasi dari
masterplan pasar modal yang dicanangkan Bapepam LK
Pengembangan instrument-instrumen syariah di pasar modal baik pasar
primer maupun sekunder
Bentuk pendanaan yang inovatif dan kompetitif sehingga semakin
memperkaya pengembangan produk yang ada di pasar modal
Kebutuhan alternatif instrumen investasi berdasarkan Islam seiring
berkembangnya institusi-institusi keuangan Islam
b. Perspektif emiten, dengan adanya obligasi syariah maka:
Mengembangkan akses pendanaan untuk masuk ke dalam institusi keuangan
non konvensional
Memperoleh sumber pendanaan yang kompetitif
Memperoleh struktur pendanaan yang inovatif dan menguntungkan
Memberikan alternatif investasi kepada masyarakat pasar modal
16
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis, h. 240
228
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
229
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
230
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
231
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
Penerbitan sukuk
Pemerintah
(Obligor)
3 1 4
SPV
Pemegang Sukuk
Keterangan:
1) SPV dan obligor melakukan transaksi jual beli aset, disertai dengan Purchase
and Sale Undertaking di mana pemerintah menjamin untuk membeli kembali
aset dari SPV, dan SPV wajib menjual kembali aset kepada pemerintah, pada
saat sukuk jatuh tempo atau dalam hal terjadi default.
2) SPV menerbitkan sukuk untuk membiayai pembelian aset.
3) Pemerintah menyewa kembali aset dengan melakukan perjanjian sewa (ijara
agreement) dengan SPV untuk periode yang sama dengan tenor sukuk yang
diterbitkan.
4) Berdasarkan servicing agency agreement, pemerintah ditunjuk sebagai agen
yang bertanggung jawab atas perawatan aset.
17
Andri Soemitra, Bank dan Lembaga Keuangan Syariah, h.149
232
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
Keterangan:
a. Obligor membayar sewa (imbalan) secara periodik kepada SPV selama masa
sewa.
b. Imbalan dapat bersifat tetap (fixet rate) ataupun mengambang (floating rate).
c. SPV melalui agen yang ditunjuk akan mendistribusikan imbalan depada
investor.
Keterangan:
a. Penjualan kembali oleh SPV kepada obligor sebesar nilai nominal Sukuk, pada
saat sukuk jatuh tempo.
b. Hasil penjualan aset, digunakan oleh SPV untuk melunasi sukuk kepada investor.
233
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
ini, reksa dana Syariah berperan sebagai mudharib dan emiten berperan sebagai
Mudharib. Oleh karena itu hubungan ini disebut sebagai ikatan Mudharabah
Bertingkat.
Dalam kedua situasi tersebut manajer investasi akan memberikan jasa secara
langsung atau tidak langsung kepada pemilik harta (investor) yang ingin melakukan
investasi mengikuti prinsip Syariah. Oleh karena di samping memahami investasi
mengikuti prinsip syariah, manajer investasi juga harus mampu melakukan kegiatan
pengelolaan yang sesuai dengan syariah. Sehingga diperlukan adanya panduan
mengenai norma-norma yang harus dipenuhi oleh manjer investasi agar investasi
dan hasilnya tidak melanggar ketentuan syariah, termasuk ketentuan yang berkaitan
dengan gharar dan maysir.
Berdasarkan Fatwa DSN MUI No. 20/DSN-MUI/IX/2000 mendefinisikan
reksadana syariah sebagai reksa dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip
Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-
mal/rabb al-mal) dengan manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun
antara manajer investasi sebagai wakil shahib al-mal dengan pengguna investasi.
Selain itu fatwa DSN MUI pun memuat antara lain:
a. Dalam reksa dana konvensional masih terdapat unsur-unsur yang
bertentangan dengan Islam baik dari segi akad, pelaksanaan investasi
maupun dari segi pembagian keuntungan
b. Investasi hanya dapat dilakukan pada instrument keuangan yang sesuai
dengan Islam, yang meliputi saham yang sudah melalui penawaran umum
dan pembagian deviden didasarkan pada tingkat laba usaha, penempatan
pada deposito dalam bank umum syariah, dan surat utang yang sesuai dengan
Islam.
c. Jenis usaha emiten harus sesuai dengan Islam antara lain tidak boleh
melakukan usaha perjudian dan sejenisnya, usaha pada lembaga keuangan
ribawi, usaha memproduksi, mendistribusi serta memperdagangkan makanan
dan minuman haram serta barang atau jasa yang merusak moral dan
membawa mudharat. Pemilihan dan pelaksanaan investasi harus
dilaksanakan dengan prinsip kehati-hatian dan tidak boleh ada unsur yang
234
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
235
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
2) Dari obligasi yang sesuai dengan syariah: bagi hasil yang diterima secara
periodik dari laba emiten
3) Dari surat berharga pasar uang yang sesuai dengan Islam: bagi hasil yang
diterima oleh issuer
4) Dari deposito dapat berupa: bagi hasil yang diterima dari bank-bank
Islam
Pada dasarnya setiap kegiatan investasi mengandung dua unsur yaitu
keuntungan dan risiko. Adapun keuntungan dalam menginvestasikan dananya
melalui reksa dana ialah 18:
Tingkat likuiditas yang baik, yang dimaksud dengan likuiditas di sini adalah
kemampuan untuk mengelola uang masuk dan keluar dari reksa dana. Dalam
hal ini yang paling sesuai adalah reksa dana untuk saham-saham yang telah
dicatatkan di bursa dimana transaksi terjadi setiap hari, tidak seperti deposito
berjangka atau sertifikat deposito periode tertentu. Selain itu, pemodal dapat
mencairkan kembali saham/unit penyertaan setiap saat sesuai dengan
ketetapan yang dibuat masing-masing reksa dana sehingga memudahkan
investor untuk mengelola kasnya
Manajer professional, reksa dana dikelola oleh manajer investasi yang
handal, ia mencari peluang investasi yang paling baik untuk reksa dana
tersebut. Pada prinsipnya, manajer investasi bekerja keras untuk meneliti
ribuan peluang investasi bagi pemegang saham/unit reksa dana. Adapun
pilihan investasi itu sendiri dipengaruhi oleh tujuan investasi dari reksa dana
tersebut
Diversifikasi, adalah istilah investasi dimana anda tidak menempatkan
seluruh dana yang dimiliki di dalam satu peluang investasi, dengan maksud
membagi risiko. Manajer investasi memilih berbagai macam saham,
sehingga kinerja satu saham tidak akan mempengaruhi keseluruhan kinerja
reksa dana.
18
Nurul Huda dan Mohamad Heykal, Lembaga Keuangan Islam: Tinjauan Teoritis dan
Praktis, h. 257
236
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
Biaya rendah, karena reksa dana merupakan kumpulan dana dari banyak
investor sehingga besarnya kemampuan melakukan investasi akan
menghasilnya biaya transaksi yang murah.
Selain keuntungan ada pula risiko yang terjadi pada investasi di reksa dana,
yaitu 19:
Risiko perubahan kondisi ekonomi dan politik
Risiko berkurangnya nilai unit penyertaan
Risiko wanprestasi oleh pihak-pihak terkait
Risiko likuiditas
Risiko kehilangan kesempatan transaksi investasi pada saat pengajuan klaim
asuransi
5. Efek Beragun Aset Syariah
Efek Beragun Aset Syariah adalah efek yang diterbitkan oleh kontrak
investasi kolektif EBA Syariah yang portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa
tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian
hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, Efek bersifat investasi
yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset
keuangan setara, yang sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.
Ketentuan melakukan Penawaran umum EBA Syariah, yaitu:
a. Mengikuti Ketentuan Umum Pengajuan Pernyataan Pendaftaran, Peraturan
Pernyataan Pendaftaran dalam Rangka Penawaran Umum Efek Beragun Aset
(Asset Backed Securities) serta ketentuan tentang Penawaran Umum yang terkait
lainnya:
b. Mencantumkan ketentuan dalam Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset
(KIK-EBA) Syariah dan informasi tambahan dalam propektus hal-hal sebagai
berikut:
Bahwa aset yang menjadi portofolio EBA Syariah tidak bertentangan
dengan prinsip-prinsip syariah di pasar modal;
Wakil manajer investasi yang melaksanakan pengelolaan KIK-EBA
Syariah dan penanggung jawab atas pelaksanaan kegiatan kustodian pada
19
Ibid, h. 258
237
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
20
Peraturan Bapepam LK No. IX.A.13 tentang Penerbitan Efek Syariah.
238
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
21
Andri Soemitra, bank dan Lembaga Keuangan Syariah, h. 157-159
239
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
22
Bapepam-LK, Master Plan Pasar Modal Indonesia 2005-2009, 2005, hlm. 64.
240
Lembaga Keuangan Syariah: Suatu Kajian Teoritis Praktis
241