Anda di halaman 1dari 30

Nama : Anton Setyono, S.Pd.

Prodi : Ilmu Pengetahuan Alam ( IPA)


LPTK PPG : Universitas Pendidikan Indonesia (UPI)

LK. 1.2 Eksplorasi Penyebab Masalah

Analisis eksplorasi penyebab


No. Masalah yang telah diidentifikasi Hasil eksplorasi penyebab masalah
masalah
1 Pedagogik Kajian Literatur: Dari hasil eksplorasi masalah dari
Motivasi belajar siswa pada pembelajaran kajian literatur dan wawancara
IPA rendah Fina Aulia(2017) faktor-faktor yang mempengaruhi dapat dianalisis bahwa motivasi
 siswa cenderung mengobrol dan rendahnya motivasi belajar siswa mulai dari yang paling belajar yang rendah disebabkan
bercanda dengan teman sekelasnya berpengaruh sampai yang sedikit berpengaruh yakni faktor oleh :
 siswa tidak aktif dalam tempat belajar, fungsi fisik, kecerdasan, sarana dan 1. Faktor diri sendiri, yaitu
pembelajaran prasarana, waktu, kebiasaan belajar, guru, orang tua, kemauan siswa dalam belajar
emosional serta kesehatan, dan yang terakhir adalah factor 2. Faktor keluarga, dukungan
teman dari keluarga sangat penting
untuk mendukung siswa dlam
Rike Kurnia Sari (2020) rendahnya motivasi siswa belajar belajar, Suasana keluarga
IPA karena rendahnya disiplin belajar, sikap belajar siswa yang nyaman akan
yang tidak terlibat aktif dalam pembelajaran di kelas, meningkatkan motivasi siswa.
tingkat aktivitas siswa yang kurang, dan tingkat kepuasan 3. Faktor Lingkungan pergaulan
belajar yang rendah. terutama teman sebaya.
4. Faktor Guru, Pembelajaran
yang kurang menarik
Muhibbin Syah (2012:146) mengemukakan ada tiga aspek membuat siswa bosan dan
yang berpengaruh terhadap keaktifan siswa. Berikut uraian kurang termotivasi dalam
dari ketiga aspek tersebut: belajar
1. Aspek internal, meliputi: a. Segi fisiologis. b. Segi
psikologis, setiap kondisi dan fungsi psikologis berpengaruh
terhadap belajar siswa. Terdapat berbagai aspek psikologis,
antara lain: (1) tingkat kecerdasan; (2) sikap; (3) potensi
yang dimiliki; (4) minat; (5) motivasi. Jadi, dapat dikatakan
bahwa motivasi ialah keadaan psikologi yang memengaruhi
siswa untuk belajar.
2. Aspek eksternal, meliputi: a. Lingkungan sosial, di
antaranya: guru, staf sekolah, serta teman sekolah. b.
Lingkungan non sosial, di antaranya: sarana prasarana di
sekolah, rumah serta keluarga, suasana dalam kegiatan
belajar.
3. Aspek pendekatan belajar, adalah strategi yang dilakukan
siswa untuk menunjang efisiensi dan efektifitas dalam
kegiatan belajar mengajar.

(Hidajat, Hanurawan, Chusniyah, & Rahmawati, 2020)


menyimpulkan pada penelitiannya bahwa pergeseran
motivasi disebabkan faktor intrinsik pada awalnya dan terus
menerus didorong juga oleh faktor lainnya yang
mempengaruhi motivasi akademik yaitu dukungan social
(teman, guru, keluarga), orientasi tujuan (orientasi
penguasaan, membuktikan tujuan orientasi), pengalaman
siswa akan kegagalan dan kecemasan untuk mendapatkan
pencapaian, dan efikasi diri.

DAFTAR PUSTAKA

Aulia, Fina (2017) .Faktor-faktor yang mempengaruhi rendahnya


motivasi belajar siswa pada mata pelajaran matematika
materi trigonometri kelas XI MAN Bawu Jepara tahun
ajaran 2016/2017 (Undergraduate (S1) thesis, UIN
Walisongo). WALISONGO Institutional Repository.
https://eprints.walisongo.ac.id/id/eprint/7873.

Hidajat, H. G., Hanurawan, F., Chusniyah, T., & Rahmawati, H.


(2020). Why I’m Bored in Learning? Exploration of
Students’ Academic. International Journal of
Instruction, 119-136.
Rike Kurnia Sari, F. C. (2020). ANALISIS FAKTOR
RENDAHNYA MOTIVASI BELAJAR SISWA
DALAM PROSES PEMBELAJARAN IPA DI SD
NEGERI 80/I RENGAS CONDONG KECAMATAN
MUARA BULIAN. Al-Jahiz: Journal of Biology
Education Research, 63-79.

Syah, Muhibbin. (2012). Psikologi Belajar. Jakarta : Raja


Grafindo Persada.

HASIL WAWANCARA

Guru IPA (Tantin Setiyowati, S.Pd.)


Penyebab kurangnya motivasi belajar :
1. Dukungan orang tua tidak ada
2. Lingkungan / situasi belajar didalam kelas akan
sangat mempengaruhi siswa

Rekan Sejawat (Sri Nofianti, S.Pd.)


1. Dikarenakan pandemic, anak terlalu tergantung
pada hp dan selalu bermain games, sehingga anak
kesulitan dalam menyesuaikan kembali ke situasi
sekarang tatap muka.
2. Perlu penanganan khusus untuk anak yang
motivasinya kurang setelah pandemic
3. Pembelajaran yang digunakan kurang menarik

Kepala Sekolah (Eko Sarwono, S.Pd.)


1. Siswa menganggap IPA seperti matematika sebagai
pelajaran yang sulit sehingga membuat mindset
anak sulit belajar IPA.
2. Dukungan yang diberikan dari orang tua untuk
pembelajaran kurang.
3. Suasana di rumah yang tidak kondusif sehingga
terbawa ke sekolah
4. Strategi guru dalam mengajar juga sangat
diperhatikan.

Pengawas Sekolah(Drs. Suparno, M.Pd)

Ada dua factor yang mempengaruhi motivasi belajar siswa


ada factor dari dalam diri siswa seperti: Kemauan siswa
dalam belajar, juga dipengaruhi oleh factor dari luar
terutama factor dari orang tua dan lingkungan pergaulan
siswa tersebut, ketika teman – teman di lingkungan
pergaulan anak tersebut motivasi belajarnya tinggi,
kemungkinan besar anak akan terbawa juga dan sebaliknya.

Pakar (Aufa Maulida Fitrianingrum, S.Pd., M.Si.-Dosen


Universitas Negeri Manado)

Menurut saya motivasi belajar siswa bisa rendah karena


disebabkan beberapa hal.
1.Faktor diri sendiri, faktor ini terjadi dari dalam diri siswa
seperti siswa belum memiliki cita –cita yg jelas, rasa
kurang percaya diri, memiliki stigma bahwa belajar itu
susah dan membosankan, manajemen prioritas dan kontrol
diri yg kurang.
2. Faktor lingkungan. Pergaulan dan teman sangat
memengaruhi semangat belajar siswa. Jika siswa cenderung
berada di lingkup pertemanan yang suka menghabiskan
waktu untuk bermain-main, hura-hura, dsb maka akan
membuatnya kurang antusias dalam belajar.
3. Faktor keluarga. Keluarga yang kurang harmonis akan
mengganggu konsentrasi belajar siswa. Selain itu, persepsi
orang tua terkait pendidikan akan sangat berpengaruh pada
perkembangan anak-anak. Jika harapannya ortu sangat
tinggi, maka akan membebani siswa. Namun jika terlalu
rendah (seakan-akan ortu beranggapan dengan
menyekolahkan anaknya sudah menggugurkan kewajiban)
maka anak tidak akan memiliki motivasi yang tinggi dalam
belajar.
4. Peran Guru. Selain sebagai pengajar, guru memiliki peran
sebagai motivator bagi siswanya. Jika dalam penyampaian
materi guru tidak menyampaikan dengan baik dan sesuai
dengan perkembangan zaman siswa, maka siswa akan
cenderung bosan dan kurang meminati KBM. Penerapan
metode pembelajaran yang sesuai dengan gaya belajar siswa
harus dilakukan oleh guru untuk meningkatkan motivasi
belajar siswa.
2 Siswa belum memiliki kemampuan literasi KAJIAN LITERATUR Dari hasil eksplorasi masalah dari
sains yang baik kajian literatur dan wawancara
Sutrisna (2021) Rendahnya kemampuan literasi sains dapat dianalisis bahwa belum
peserta didik dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu baiknya literasi sains disebabkan
1. minat membaca yang masih rendah, oleh :
2. alat evaluasi yang belum mengarah pada 1. Minat baca yang rendah,
pengembangan literasi sains, dan siswa lebih suka
3. kurangnya pengetahuan guru tentang literasi sains. menggunakan google dalam
mengerjakan sesuatu.
2. Buku ajar yang kurang
Faktor penyebab rendahnya literasi sains menurut Fuadi menarik dan kontekstual,
(2020) dan Suparya (2022): membuat siswa enggan
1. Pemilihan buku ajar membaca
Pengetahuan dan penerapan literasi sains yang 3. Kurangnya pengetahuan guru
hanya mengandalkan buku ajar atau teks (tekstual) tentang indikator literasi sains
belum sepenuhnya menyentuh jiwa peserta 4. Metode mengajar guru yang
didik,akibatnya pelajaran menjadi membosankan belum dapat sepenuhnya
dan peserta didik kurang memahami materi memfasilitasi anak untuk
pelajaran dalam konteks kehidupan. berliterasi
2. Miskonsepsi 5. Masih kurangnya dukungan
yang terlalu banyak menyebabkan guru lebih dari orang tua siswa
senang mengajar dengan metode yang
memungkinkan materi cepat habis sesuai dengan
target kurikulum. Kegiatan ini yang sering
menimbulkan miskonsepsi siswa, ketika siswa
mengalami miskonsepsi maka akan berimplikasi
pada rendahnya penguasaan konsep IPA siswa.
3. Pembelajaran tidak kontekstual
4. Rendahnya kemampuan membaca
5. Lingkungan dan iklim belajar
Selain 5 penyebab diatas Suparya(2022) juga menambahkan
penyebab lainnya
1. Infrakstruktur sekolah
Sebagai contoh, sekolah yang minim peralatan
penunjungan proses pembelajaran akan
menyebabkan pembelajaran tidak optimal
2. Sumber daya manusia
Sumber daya manusia yang dimaksud disini adalah
kualitas tenaga pengajar (guru) di sekolah. Semakin
berkualitasguru yang mengajar maka proses
pembelajaran semakin berkualitas sehingga
literasi siswa semakin baik
3. Manajemen sekolah
Manajemen sekolah yang dimaksud disini adalah
bagaimana peran kepala sekolah dalam
memfasilitasi tenagapendidik dan kependidikan
untuk meningkatkan profesionalitas mereka.

Saraswati (2021) Faktor penyebab rendahnya literasi sains


berasal dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal
yang mempengaruhi terdiri dari minat sains, motivasi
literasi, perhatian belajar di luar dan di dalam kelas,
kesiapan belajar sebelum pembelajaran. Faktor eksternal
terdiri dari faktor metode pengajaran guru literasi sains,
pemahaman guru terhadap indikator literasi sains, fasilitas
kelas, dan teman sebaya.

DAFTAR PUSTAKA

Sutrisna, N. (2021). ANALISIS KEMAMPUAN LITERASI SAINS


PESERTA DIDIK SMA DI KOTA SUNGAI PENUH. Jurnal
Inovasi Penelitian, 1(12), 2683-2694.

Suparya, I. K., I Wayan Suastra, & Putu Arnyana, I. B.


(2022). RENDAHNYA LITERASI SAINS:
FAKTOR PENYEBAB DAN ALTERNATIF
SOLUSINYA. Jurnal Ilmiah Pendidikan Citra
Bakti, 9(1), 153-166.
https://doi.org/10.38048/jipcb.v9i1.580
Fuadi, H., Robbia, A. Z., Jamaluddin, J., & Jufri, A. W.
(2020). Analisis Faktor Penyebab Rendahnya
Kemampuan Literasi Sains Peserta Didik. Jurnal
Ilmiah Profesi Pendidikan, 5(2), 108–116.
https://doi.org/10.29303/jipp.v5i2.122
Saraswati, Y., Sifak Indana, & Elok Sudibyo. (2021). Science
Literacy Profile of Junior High School Students Based
on Knowledge, Competence, Cognitive, and Context
Aspects. IJORER : International Journal of Recent
Educational Research, 2(3), 329-341.
https://doi.org/10.46245/ijorer.v2i3.118

HASIL WAWANCARA

Guru IPA (Tantin Setiyowati, S.Pd.)


Penyebab kurangnya literasi sains :
1. Karena penggunaan hp untuk digunakan untuk
literasi masih sangat minim, kebanyakan untuk
main games. Hp digunakan literasi hanya ketika
guru mengarahkan langsung kegiatan literasi
dikelas.
2. Siswa malas membaca
3. Siswa membaca hanya dalam waktu sebentar

Rekan Sejawat (Sri Nofianti, S.Pd.)


1. Minat baca kurang
2. Anak lebih suka bermain games
3. Anak lebih suka hal yang praktis dengan
menggunakan google
Kepala Sekolah (Eko Sarwono, S.Pd.)

1. Minat baca siswa rendah


2. Bahasa yang dipakai di buku bacaan sulit dipahami
siswa
3. Sumber bacaan siswa di perpustakaan sudah banyak
tetapi belum ada waktu khusus di sekolah untuk
pembiasaan membaca
4. Kurangnya pendampingan orang tua dalam
menemani dan mendukung kegiatan belajar siswa
5. Faktor guru dalam melakukan pembiasaan dalam
literasi juga penting, bisa disisipkan disetiap model
pembelajarannya

Pengawas Sekolah (Drs. Suparno, M.Pd)

1. Minat baca yang kurang


2. Kurang motivasi dari pihak orang tua dan
guru/sekolah
3. Pemanfaatan perpustakaan belum optimal
4. Perlu pemberian reward untuk siswa yang aktif
memanfaatkan bahan bahan pustaka

Pakar (Aufa Maulida Fitrianingrum, S.Pd., M.Si.-Dosen


Universitas Negeri Manado)

Terkait literasi sains yang masih rendah bisa di sebabkan


oleh:
1. Kurangnya kebiasaan membaca sejak dini
2. Pemilihan buku ajar serta sumber referensi yang
masih belum maksimal. Buku atau sumber referensi
yang menarik akan menaikkan semangat siswa
untuk membaca dan memahami konten.
3. Masih minimnya pemanfaatan literasi sains di
kehidupan sehari-hari. Perlu adanya bahan literasi
yang kaitannya erat dengan peserta didik, agar
relevan dengan pemikiran mereka.
4. Pembuatan soal evaluasi cenderung tertutup (misal
dalam fisika, soal evaluasi langsung bisa
diselesaikan dengan suatu rumus)
3 Siswa kesulitan mengerjakan soal dengan KAJIAN LITERATUR Dari hasil eksplorasi masalah dari
mengaplikasikan rumus fisika terutama kajian literatur dan wawancara
ketika soal berbentuk grafik dan yang Menurut Charli (2018) Faktor yang menyebabkan siswa dapat dianalisis siswa mengalami
berhubungan dengan konversi satuan. mengalami kesulitan menyelesaikan soal yang kesulitan disebabkan oleh :
berhubungan dengan menggunakan simbol pada 1. Siswa belum menguasai
penelitian ini yaitu konsep yang salah
1. siswa tidak memahami simbol fisika, satunya disebabkan
2. siswa tidak mudah dalam mengingat simbol, karena model
3. siswa mengingat simbol dengan cara yang tidak pembelajaran yang
efektif yaitu dengan cara menghafal. dilakukan guru masih
Faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan belum optimal.
menyelesaikan soal yang berhubungan dengan 2. Rendahnya kemampuan
menggunakan rumus pada penelitian ini yaitu matematika dasar yang
1. siswa tidak menguasai konsep materi dengan dimiliki siswa pada
baik sehingga siswa tidak mengetahui rumus materi hitungan
yang harus digunakan, siswa mengingat Pembelajaran IPA
rumus fisika dengan cara menghafal bukan 3. Guru belum menerapkan
dengan cara memahami konsep, pembelajaran kontekstual
2. siswa jarang latihan soal-soal fisika yang 4. Siswa mudah menyerah
menggunakan rumus di rumah, ketika menghadapi soal
3. siswa tidak tertarik belajar menggunakan yang sulit
rumus, siswa merasa rumit mengerjakan soal 5. Orang tua yang tidak
yang menggunakan rumus, memberikan dukungan
4. siswa tidak memahami cara membolak-balikan lebih misalnya membuat
rumus. anak belajar lebih di
Faktor yang menyebabkan siswa mengalami kesulitan rumah.
menyelesaikan soal yang berhubungan dengan
menganalisis atau membaca grafik pada penelitian
ini yaitu
1. siswa tidak tertarik mengerjakan soal yang
berhubungan dengan grafik, siswa tidak
memahami maksud grafik,
2. siswa sering terkecoh dengan grafik yang ada
pada soal, guru jarang memberikan latihan soal
yang menggunakan grafik.

Menurut Albab(2020)faktor penyebab siswa tidak


mampu menyelesaikan soal grafik adalah karena
kemampuan konseptual rendah, kemampuan spasial
rendah, kemampuan mengingat rendah, kemampuan
matematis rendah, dan minat belajar siswa rendah.

Kesulitan pengerjaan soal yaitu, kesulitan yang


dialami siswa dalam menghubungkan konsep-konsep
fisika yang ada. Kesulitan pemahaman prinsip ini
yang dialami siswa terlihat dari kesalahan yang
dilakukan siswa dalam mengubah soal cerita kedalam
model matematika atau sebaliknya.Penyebab kesalahan
yang dilakukan siswa pada aspek kesulitan ini antara
lain, siswa tidak memahami maksud dari soal dan
perintah soal sehingga dalam menjawab soal siswa tidak
mengetahui tujuan apa yang ingin dicapai dalam soal,
olehnya siswa kesulitan dalam menghubungkan
konsep-konsep fisika yang ada. Kesulitan
pemahaman prinsip ini yang dialami siswa terlihat
dari kesalahan yang dilakukan siswa dalam
mengubah soal cerita kedalam model matematika atau
sebaliknya dimana soal cerita membutuhkan penalaran
yang lebih tinggi.(Juliartini, 2020)
DAFTAR PUSTAKA

Albab, U., Djudin, T., & Oktavianti, E. (2020). ANALISIS


KEMAMPUAN SISWA MENYELESAIKAN
SOAL BERBENTUK GRAFIK PADA MATERI
USAHA GAS DI MADRASAH ALIYAH. Jurnal
Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa, 9(1),
108–116.
Charli, L., Amin, A., & Agustina, D. (2018). Kesulitan Siswa
dalam Menyelesaikan Soal Fisika pada Materi Suhu
dan Kalor di Kelas X SMA Ar-Risalah Lubuklinggau
Tahun Pelajaran 2016/2017. JOEAI:Journal of
Education and Instruction, 1(1), 42-50.
https://doi.org/https://doi.org/10.31539/joeai.v1i1.239
Juliartini, N. M., Hatibe, A., & Darsikin, D. (2020). Analisis
Kesulitan Siswa SMA Dalam Memahami Konsep
Hukum Newton. Musamus Journal of Science
Education, 2(2), 81-90.
https://doi.org/10.35724/mjose.v2i2.3025

HASIL WAWANCARA

Guru IPA (Tantin Setiyowati, S.Pd.)


Penyebab kesulitan siswa:
1. Pemahaman siswa terkait konsep di SD kurang, dan
ketika memasuki SMP Guru mengejar waktu agar
semua materi terselesaikan mengabitkan kurang
detailnya dalam pembelajaran
2. Siswa mudah menyerah saat menemui kesulitan
3. Tidak ada dukungan dari Orang tua untuk
menambah jam belajar
4. Sekolah tidak adanya jam tambahan
Rekan Sejawat (Sri Nofianti, S.Pd.)
1. Latar belakang orang tua yang kurang memberi
dukungan siswa
2. Siswa untuk memecahkan masalah harus dijelaskan
secara rinci terlebih dahulu
3. Penggunaan metode belajar yang kurang tepat
Kepala Sekolah (Eko Sarwono, S.Pd.)

1. Siswa beranggapan ketika ada hal hal yang


berhubungan dengan angka yang dikerjakan pasti
sulit.
2. Kurang termotivasi nya siswa
3. Guru kurang maksimal dalam pembelajarannya
4. Pemilihan Strategi metode mengajar guru yang
sangat menentukan

Pengawas Sekolah (Drs. Suparno, M.Pd)

1. Kurang motivasi dan dukungan dari pihak orang tua


dan guru/sekolah
2. Ketika anak menemukan soal yang sulit, terutama
siswa dengan kemampuan yang rendah malah lebih
tergantung dengan temannya dari pada berusaha
sendiri
3. Ketika berhadapan dengan angka maupun symbol
symbol anak kesulitan untuk mengingatnya

Pakar (Aufa Maulida Fitrianingrum, S.Pd., M.Si.-Dosen


Universitas Negeri Manado)

Kesulitan dalam operasi matematika dapat disebabkan


karena kemampuan siswa yang kurang (belum memahami
tentang operasi matematika) ataupun karena rasa takut jika
perhitungan yang dia lakukan salah. Untuk kemampuan
yang kurang, sebaiknya sebelum memasuki suatu materi,
guru bisa melakukan pretest sebagai prasyarat dan
mengetahui sejauh mana kompetensi siswa. Sedangkan
untuk mengatasi rasa takut, guru perlu memberikan
motivasi dan rasa nyaman dalam pembelajaran.
Hal di atas juga berlaku untuk penggunaan rumus. Namun,
untuk rumus, siswa harus ditekankan lebih tentang konsep.
Konsep yang matang dapat mempermudah siswa
menganalisis suatu permasalahan. Jika siswa menguasai
konsep, bahkan terkadang untuk kasus tertentu siswa tidak
perlu menggunakan rumus atau bahkan bisa menciptakan
rumus sendiri. Tentunya, dalam pembelajaran tetap butuh
peran serta guru agar tidak terjadi miskonsepsi.
4 Pada penerapan model pembelajaran KAJIAN LITERATUR Dari hasil eksplorasi masalah dari
inovatif khususnya pada model PBL, siswa kajian literatur dan wawancara
kesulitan menentukan masalah yang harus Ditinjau dari segi interaksi sosial pada masing-masing dapat dianalisis bahwa PBL belum
dicari dan Ketika organisasi kelompok, kelompoknya, penerapan PBL di lapangan kadang juga optimal disebabkan oleh :
siswa berdiskusi lebih bergantung ke tidak sesuai dengan harapan. 1. Guru kurang mampu dalam
temannya yang pintar 1. Kelompok tinggi yang seharusnya mampu pengkondisian siswa dalam
membantu temannya yang kurang, juga seringkali jumlah banyak
tidak berjalan seharusnya. Siswa kelompok tinggi 2. Siswa belum terbiasa dalam
kadang memiliki keegoisan yang tinggi, dan kadang model pembelajaran PBL
siswa rendah juga tidak peduli dengan diri mereka 3. Guru kesulitan dalam mencari
sendiri sehingga tidak ada usaha untuk mengejar masalah yang cocok pada
ketertinggalan dari temannya. materi tertentu
2. Proses diskusi dan tanya jawab terjadi hanya antar 4. Kurangnya pengembangan
siswa berkemampuan tinggi dan kemampuan diri guru tentang model model
sedang. “yang sering terjadi adalah siswa pembelajaran inovatif
kemampuan tinggi yang seharusnya membantu termasuk PBL.
teman yang kurang justru egois, ia cenderung suka 5. Gaya belajar siswa yang
menyelesaikan masalah sendirian. Begitupun pada berbeda beda belum mampu
siswa yang rendah tidak peduli juga dengan dirinya sepenuhnya diakomodir oleh
sendiri” Cuplikan di atas, menunjukkan bahwa guru guru.
mengalami hambatan dalam hal menciptakan
interaksi sosial kelompok ketika proses
pembelajaran berlangsung.(Tyas, 2017)
Hasil penelitian Tyas (2017) menunjukkan bahwa guru pada
tahap perencanaan mengalami hambatan
1. sulitnya menentukan masalah yang tepat sehingga
mampu menstimulus suasana diskusi yang baik dan
mampu menstimulus perkembangan intelektual
siswa.
2. Hambatan waktu yang lama dalam perencanaan dan
pelaksanaan pembelajaran disebabkan karena guru
belum terbiasa dengan pembelajaran PBL.
3. Interaksi sosial dalam kelompok sering tidak sesuai
dengan harapan.
4. Secara khusus ketika pelaksanaan, hambatan yang
dialami guru dalam implementasi setiap tahap PBL
terletak pada tahap ketiga, ketika membantu
investigasi mandiri dan kelompok. Guru tidak
mudah dalam memposisikan diri sebagai fasilitator,
membimbing, menggali pemahaman yang lebih
dalam, mendukung inisiatif siswa.
5. Faktor kemampuan awal siswa, tingkat dan
kecepatan berpikir dan aspek-aspek lain yang
heterogen membuat guru perlu terus melatih
kepekaan agar mampu menempatkan dirinya pada
posisi yang tepat agar proses inkuiri berjalan
dengan baik.

Menurut Sanjaya (2007:219), kelemahan Problem Based


Learning (PBL) adalah sebagai berikut:
a) jika siswa tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah
yang dipelajari sulit untuk dipecahkan,maka siswa akan
merasa enggan untuk mencoba;
b) perlu ditunjang oleh buku yang dapat dijadikan
pemahaman dalam kegiatan pembelajaran;
c) pembelajaran model Problem Based Learning (PBL)
membutuhkan waktu yang lama;
d) tidak semua mata pelajaran IPA dapat diterapkan model
ini.

Beberapa kendala pelaksanaan PBL oleh Mustangin


(2019) oleh diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Pada awal pembelajaran agak sedikit ramai
dalam mencari kelompoknya, bahkan ada yang
kurang setuju dengan anggotanya dikarenakan
kurang akrab.
2) Aktivitas peserta didik dalam berinovasi,
presentasi dan bertanya masih rendah.
3) Beberapa peserta didik kurang teliti dalam
menjawab soal sehingga banyak kesalahan yang
terjadi.
4) Guru mempersilakan peserta didik untuk
mempresentasikan hasil diskusinya namun
banyak diantara mereka yang malu dan takut hal ini
mungkin dikarenakan kebiasaan mereka pada
kegiatan sebelumnya yang pasif dalam
pembelajaran.

Kesulitan dalam menerapkan PBL pada penelitian


Baghousi(2019) mengidentifikasi kekurang lengkapan buku
teks dan ruang kelas yang terlalu padat sebagai kendala
utama pelaksanaan PBL. Adapun buku teks, hanya berisi
unit materi, bukan untuk proyek, dan terlalu banyak dengan
penugasannya. Keramaian yang berlebihan menjadi masalah
utama yang diangkat oleh banyak responden. Mereka
menjelaskan bahwa di kelas yang terdiri dari lebih dari dua
puluh lima siswa, seorang guru menemukan banyak
kesulitan dalam mengendalikan/mengelola kelas, dan jika
dia melakukannya, dia akan menghadapi masalah lain:
kekurangan waktu. Hambatan lain yang disebutkan
adalah sebagai berikut:
• Kurangnya pelatihan guru tentang PBL,
• Kurangnya bahan ajar dan pembelajaran: komputer,
proyektor video, poster dan sebagainya,
• Waktu yang tidak tepat: 3 jam seminggu untuk pelajaran
IPA,
• Kurangnya motivasi di antara siswa dengan kesulitan
bahasa.

DAFTAR PUSTAKA

Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi


Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana..
2010. Penelitian Kelas. Kencana: Jakarta.
Tyas, R. (2017). KESULITAN PENERAPAN PROBLEM
BASED LEARNING DALAM PEMBELAJARAN
MATEMATIKA. JURNAL TECNOSCIENZA, 43-
52.

Mustangin, Abdul Halim Fathani, & Teguh Sugiharto.


(2019). PENERAPAN PROBLEM BASED
LEARNING UNTUK MENINGKATKAN
KEMAMPUAN PEMECAHAN MASALAH
KONTEKSTUAL BAGI PESERTA DIDIK
KELAS X-IPA SMA ISLAM HASYIM ASY’ARI
BATU PADA MATERI SISTEM PERSAMAAN
LINEAR TIGA VARIABEL. Buana Matematika :
Jurnal Ilmiah Matematika Dan Pendidikan
Matematika, 9(2), 81–86.
https://doi.org/10.36456/buanamatematika.v9i2:.22
36
Baghoussi, M.& El Ouchdi, I.Z. (2019). The Implementation of
the Project-Based Learning Approach in the Algerian
EFL Context: Curriculum Designers’ Expectations and
Teachers’ Obstacles. Arab World English Journal
(AWEJ), 10(1), 271-282.
https://dx.doi.org/10.24093/awej/vol10no1.23

HASIL WAWANCARA

Guru IPA (Tantin Setiyowati, S.Pd.)

1. Siswa kurang menguasai konsep


2. Butuh waktu yang lama untuk pembelajaran PBL
ini
3. Siswa kurang aktif dalam diskusi dan diarahkan
untuk bertanya

Rekan Sejawat (Sri Nofianti, S.Pd.)


Siswa kurang percaya diri dalam menjawab
Solusi dari permasalahan yang dicari pada PBL, Siswa
harus diarahkan terlebih dahulu dan ada juga siswa yang
belum menguasai materi sehingga mengalami kesulitan

Kepala Sekolah (Eko Sarwono, S.Pd.)

1. Masih jarang guru yang menggunakan


pembelajaran inovatif secara konsisten
2. Kurangnya pelatihan guru dalam model model
pembelajaran
3. Guru berada pada zona nyaman dengan metode
ceramah dengan sesekali mengajar pembelajaran
inovatif
Pengawas Sekolah (Drs. Suparno, M.Pd)

1. Kurangnya keinginan guru dalam melaksanakan


model model pembelajaran inovatif seperti PBL
contohnya
2. Dampak dari hal itu, guru tidak mengikuti pelatihan
pelatihan yang relevan guna meningkatan
kemampuan mengajarnya
3. Pada pembelajaran PBL yang berpusat pada siswa,
guru masih kesulitan dengan jumlah siswa yang
besar

Pakar (Aufa Maulida Fitrianingrum, S.Pd., M.Si.-Dosen


Universitas Negeri Manado)

Model pembelajaran bisa tidak efektif dikarenakan siswa


belum terbiasa dengan model pembelajaran tersebut. Dalam
penerapannya, guru juga harus terus aktif memantau
perkembangan belajar siswa, agar tujuan pembelajaran
tercapai sesuai kompetensi yang dituju. Namun, selain hal
tersebut, yang paling mendasari kenapa suatu model tidak
efektif adalah gaya belajar siswa. Setiap anak adalah
individu yang unik dengan pemahaman dan gaya belajar
masing-masing. Sehingga ketika hanya menerapkan 1
model saja, bisa jadi model tersebut cocok untuk siswa
tertentu namun kurang cocok untuk siswa lain. Oleh karena
itu, penerapan model pembelajaran yang bervariasi
disesuaikan dengan gaya belajar siswa akan lebih baik dan
optimal hasilnya.
5 Siswa mengalami miskonsepsi dalam KAJIAN LITERATUR Berdasarkan kajian literatur dan
pembelajaran misalnya pada materi Gerak, wawancara, maka bisa dianalisis
misalnya kelajuan dan kecepatan dianggap Miskonsepsi juga terjadi karena siswa cenderung hanya siswa mengalami miskonsepsi
sama oleh siswa memahami konsep sebagian dan saat mengerjakan soal disebabkan oleh:
1. Siswa hanya memahami
siswa hanya menalar dan menghubungkan konsep yang
sebagian konsepnya
berkaitan atau dapat dikatakan siswa lebih banyak 2. Buku ajar yang tidak
menyimpulkan konsep sendiri. Apabila siswa kurang utuh kontekstual dan menjadi satu
memahami konsep tersebut penalaran siswa salah (Suparno, satunya sumber belajar.
3. Gaya bahasa guru dalam
2013:82)
menyampaikan konsep
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya belum diterima dengan baik
oleh siswa.
miskonsepsi pada siswa yaitu kurangnya minat belajar
4. Pembelajaran belum
siswa karena menganggap biologi sebagai mata kontektual
elajaran yang sulit, tidak adanya konfirmasi guru 5. Faktor lingkungan yang
terkait konsep yang dipahami siswa, proses memiliki pemahaman yang
pembelajaran yang berpusat pada guru, dan tidak sama juga berpengaruh
adanya sumber belajar tetap sehingga guru menjadi
satu-satunya sumber informasi siswa. (Khairaty,2018)

Sumber penyebab miskonsepsi pada siswa terletak pada


bahan ajar, dan pemahaman siswa sendiri menyumbang
presentase yang cukup besar. Dalam jenjang pendidikan
pada proses pembelajaran sebelumnya yang dialami oleh
siswa menyebabkan prakonsepsi mereka, jika dibiarkan
maka akan mengakibatkan miskonsepsi. (Dwilestari, 2022)

Sumber miskonsepsi dalam Patil (2019):

1) Buku/Bahan Referensi:

Buku ini mungkin tidak memiliki referensi atau bukti yang


memadai. Ini mungkin memiliki konten ambigu yang
disajikan. Buku & referensi tidak memiliki contoh yang
komprehensif & cukup untuk dipahami secara spesifik.

2) Bahasa Guru:

Bahasa adalah alat yang ampuh untuk berkomunikasi.


Bahasa komunikatif guru dapat mempengaruhi
pembelajaran dan miskonsepsi dalam konsep sains dapat
muncul. Bahasa guru dalam menggunakan bahasa daerah
juga dapat menciptakan kesalahpahaman.

3) Anggota Keluarga/Orang Tua:

Temperamen ilmiah dari anggota keluarga terutama orang


tua, juga mempengaruhi pemahaman siswadengan mengacu
pada konsep ilmiah. Peran yang diberikan kepada anggota
keluarga dapat menghambat pemikiran ilmiah dan
pembentukan konsep.

4) Siswa Kelompok Sebaya:

Kelompok sebaya lebih berpengaruh dalam bentuk


pembelajaran informal siswa.

5) Keyakinan budaya:

Keyakinan latar belakang individu & keluarga bersama


dengan agama, komunitas, ritual, tradisi, masyarakat di
mana dia tinggal juga dapat menyebabkan miskonsepsi.

6) Media:

Media adalah alat yang paling kuat karena membentuk atau


mengembangkan pendekatan berpikir individu.

7) Keyakinan Pribadi Siswa:

Keyakinan pribadi siswa yang dibuat oleh sekolah, media,


masyarakat, orang tua, diskusi kelompok sebaya,
sebelumnya pengalaman dll itu adalah salah satu sumber
miskonsepsi siswa sendiri

DAFTAR PUSTAKA

Suparno,P., 2005. Misconsepsi & Perubahan Konsep


Pendidikan Fisika. Jakarta: Grasindo.
Khairaty, N.I. ,Taiyeb.A.M.,&Hartati.(2018). IDENTIFIKASI
MISKONSEPSI SISWA PADA MATERI SISTEM
PEREDARAN DARAH DENGAN
MENGGUNAKAN THREE-TIER TEST DI KELAS
XI IPA 1 SMA NEGERI 1 BONTONOMPO.Jurnal
Nalar Pendidikan,6(1).7-13.
https://doi.org/10.26858/jnp.v6i1.6037
Dwilestari,D.& Desstya,A.(2022). Analisis Miskonsepsi
pada Materi Fotosintesis dengan Menggunakan
Peta Konsep pada Siswa Sekolah Dasar. Jurnal
Basicedu,6(3), 3343-3350.
https://doi.org/10.31004/basicedu.v6i3.2611
Patil, S. J., Chavan, R. L., & Khandagale, V. S. (2019).
Identification of misconceptions in science: Tools,
techniques & skills for teachers. Aarhat
Multidisciplinary International Education Research
Journal (AMIERJ), 8(2), 466-472.

HASIL WAWANCARA

Guru IPA (Tantin Setiyowati, S.Pd.)


Penyebab terjadinya miskonsepsi siswa :
1. Biasa terjadi pada konsep massa jenis pada materi
melayang, mengapung, dan tenggelam.
2. Pemahaman konsep yang kurang ditanamkan guru
3. Hanya mengajar secara text book
4. Pembelajaran kurang kontekstual
Rekan Sejawat (Sri Nofianti, S.Pd.)
Pada pembelajaran yang saya ampu, siswa tidak mengalami
miskonsepsi hanya saja siswa kurang mampu dalam
menguasai konsep yang diajarkan.
Kepala Sekolah (Eko Sarwono, S.Pd.)

1. Pembelajaran yang dilakukan guru belum merujuk


pada kehidupan nyata
2. Guru kurang mengkonfirmasi pemahaman konsep
siswa berdasarkan gaya bahasa mereka sendiri.
3. Pembelajaran guru hanya satu arah
4. Siswa jarang bertanya

Pengawas Sekolah (Drs. Suparno, M.Pd)

Jangan hanya melihat siswa yang mengalami miskonsepsi,


lihat juga gurunya apakah sumber miskonsepsi siswa
tersebut gurunya atau tidak. Penguasaan konsep guru
berpengaruh. Selain itu, Bahan ajar yang tidak kontekstual
juga bisa jadi sebab terjadinya miskonsepsi.

Pakar (Aufa Maulida Fitrianingrum, S.Pd., M.Si.-Dosen


Universitas Negeri Manado)

Miskonsepsi dapat terjadi dari peran guru dan siswa.


Sebagai seorang guru, konsep yang dimiliki harus benar
terlebih dahulu, ada beberapa kasus dari guru sudah
mengalami miskonsepsi. Oleh karena itu, guru juga harus
belajar dan aktif dalam diskusi dan perkembangan ilmiah.
Selain itu, dari segi guru, penyampaian materi dapat
memengaruhi miskonsepsi. Oleh karena itu, perlu metode
dan cara menyampaikan konsep yang mudah dipahami
siswa. Dari segi siswa, perlu kecermatan dalam memahami
suatu konsep. Terkadang konsep satu materi dengan materi
lain saling berkaitan. Jadi pemahaman siswa harus diajak
runut. Siswa perlu diajak untuk terjun langsung dalam
menganalisis materi, misal menggunakan praktikum atau
pengamatan. Jadi siswa langsung bisa merasakan dan lebih
mudah memahami suatu konsep. Penggunaan penerapan
konsep di kehidupan sehari-hari juga penting.
6. Siswa kesulitan dalam mengerjakan soal KAJIAN LITERATUR . Analisis penyebab masalahnya
soal berbasis HOTS berdasarkan hasil kajian literatur dan
Peserta didik belum mampu menggunakan wawancara adalah:
pengetahuan mereka untuk diterapkan ke dalam situasi yang 1. Siswa belum terbiasa dengan
baru, dalam memahami sebuah materi pelajaran juga tidak soal soal berbasis HOTS
dapat dilakukan oleh peserta didik secara keseluruhan. 2. Guru belum menerapkan
Peserta didik cenderung menghafal materi daripada pembelajaran berbasis HOTS
memahaminya, maka ketika guru memberikan soal yang 3. Guru belum mengembangkan
berbasis HOTs kepada peserta didik, peserta didik tidak soal soal berbasis HOTS, hal
dapat menyelesaikan soal secara maksimal pada kategori ini yang membuar siswa
menganalisis, mengevaluasi, dan menciptakan, setiap belum terbiasa mengerjsakan
peserta didik mengalami kesuliatan pada kategori yang soal HOTS
berbeda-beda. Hal ini serupa dengan hasil studi 4. Siswa tidak berkonsentrasi
internasional Programme for International Student dalam mengerjakan soal
Assessment (PISA) yang menunjukkan prestasi literasi sehingga kurang teliti dan
membaca, literasi matematika, dan literasi sains yang tidak tau maksud dari soal
dicapai peserta didik Indonesia sangat rendah. berbasis HOTS
Hasil studi PISA yang rendah tersebut tentunya
disebabkan oleh beberapa faktor. Salah satu faktor
penyebabnya antara lain karena peserta didik di Indonesia
kurang terlatih dalam menyelesaikan soal-soal kontekstual,
menuntut penalaran, argumentasi dan kreativitas dalam
meyelesaikannya, dimana soal-soal tersebut merupakan
karakteristik soal-soal TIMSS. TIMSS (Trends in
International Mathematics and Science Study) sebagai salah
satu studi yang dilakukan untuk membandingkan prestasi
matematika dan IPA. Dalam studi ini berorientasi pada soal
dengan karakteristik kontekstual, penalaran, argumentasi,
dan kreativitas yang serupa dengan soal berbasis HOTs.
(Fanani, 2018 : 57-58).
Penelitian yang serupa telah dilakukan oleh Kastri
Fani (2021) tentang analisis kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal HOTs pada pelajaran IPA kelas V
memperoleh hasil bahwa kesulitan yang dialami siswa
dalam menyelesaikan soal HOTS pada pelajaran IPA yaitu :
1. Siswa mengerjakan soal dengan terburu-buru,
2. Siswa yang tidak mengetahui bagaimana cara
menyelesaikan soal,
3. Siswa tidak terbiasa mengerjakan latihan soal,
4. Rendahnya tingkat konsentrasi siswa karena dalam
proses pembelajaran,
5. Rendahnya minat dan pengetahuan siswa dalam
menyelesaikan soal tipe HOTS (Higher Order
Thiking Skill), dan
6. Karena kondisi kelas yang kurang kondusif akan
mempengaruhi konsentrasi siswa, serta
7. Rendahnya motivasi dari orang tua dan kondisi
ekonomi keluarga yang tidak mendukung.
Penelitian dari Julianto(2022) ada beberapa faktor penyebab
yang mempegaruhi siswa kesulitan dalam mengerjakan soal
HOTS, yaitu : tidak terbiasa dalam menyelesaikan soal
HOTs, kurangnya pemahaman materi, kurang memahami
kalimat dalam soal, serta kurang teliti dalam membaca dan
memahami soal.

DAFTAR PUSTAKA
Fauziana, Kastri Fani, & Rahmiaty. (2021). Analisis
Kemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal
HOTS Pada Pelajaran IPA . Genderang Asa:
Journal of Primary Education, 2(2), 66–75.
https://doi.org/10.47766/ga.v2i2.165
Fanani, Moh. Zainal. (2018). Strategi Pengembangan Soal
Higher Order Thinking Skill (HOTS) dalam
Kurikulum 2013. Edudeen: Journal Of Islamic
Religious Education, 2(1), 57-76.
Julianto, J.(2022) Analisis Faktor Penyebab Kesulitan Siswa
Sekolah Dasar Kelas IV Dalam Menyelesaikan
Soal HOTS (High Order Thinking Skills) Pada
Mata Pelajaran IPA. Jurnal Penelitian Pendidikan
Guru Sekolah Dasar.10(1), 60-74.

HASIL WAWANCARA

Guru IPA (Tantin Setiyowati, S.Pd.)


Penyebab kesulitan siswa dalam menyelesaikan soal HOTS:
1. Pembelajaran belum HOTS sehingga anak kesulitan
dalam mengerjakan soal soal berbasis HOTS
kesulitan
2. Guru hanya memberikan soal dari buku
pendamping maupun buku paket tanpa melihat itu
soal HOTS apa bukan.
3. Guru belum mengembangkan sendiri soal berbasis
HOTS

Rekan Sejawat (Sri Nofianti, S.Pd.)


1. Siswa belum menguasai materi yang diajarkan
2. Ketika siswa diberikan soal berbasis HOTS terus
menerus, anak yang belum bisa malah menjadi
down

Kepala Sekolah (Eko Sarwono, S.Pd.)

1. Salah satu penyebab rendahnya penguasaan materi


dinilai karena peserta didik belum terbiasa
mengerjakan soal menggunakan HOTS.
2. Guru belum dapat menerapkan pembelajaran HOTS
secara maksimal dan masih melaksanakan
pembelajaran berbasis LOTS dan MOTS.
3. Soal berbasis HOTS itu dianggap lebih sulit pada
dasarnya adalah karena kebiasaan yang telah ada
selama ini.

Pengawas Sekolah (Drs. Suparno, M.Pd)

1. Model Pembelajaran yang digunakan oleh guru


belum menerapkan pembelajaran berbasis HOTS
dan hanya LOTS dan MOTS
2. Siswa belum terbiasa mengerjakan soal HOTS

Pakar (Aufa Maulida Fitrianingrum, S.Pd., M.Si.-Dosen


Universitas Negeri Manado)

untuk kesulitan terkait soal HOTS biasanya terjadi karena


kurangnya pembiasaan/pengalaman siswa dalam
menyelesaikan soal-soal HOTS. Sehingga guru perlu untuk
membiasakan berpikir kritis dalam menyelesaikan
permasalahan serta mengimplementasikan soal-soal HOTS
dalam latihan atau evaluasi.
7. Penggunaan media pembelajaran berbasis Kendala yang dialami mahasiswa dalam menggunakan Dari Kajian Literatur dan Wawancara
IT seperti Phet belum maksimal simulasi virtual PhET pada pembelajaran praktikum bisa dilihat bahwa penyebab
gelombang sebesar 23,53% berasal dari dosen/pembimbing penggunaan Virtual lab belum
meliputi pelatihan dan penerapan PhET, 41,18% dari maksimal dalam hal ini Phet
program simulasi virtual PhET yaitu panduan, fitur, akeses, disebabkan:
bahasa, dan 35,29% dari mahasiswa yakni konsep 1. Siswa belum mampu
gelombang dan PhET. Dengan demikian terdapat hasil yang mengoperasikan gawai atau
signifikan terhadap kendala mahaiswa dalam menggunakan komputer untuk
PhET pada pembelajaran praktikum gelombang.(Ulfah, pembelajaran dan
2020) kebanyakan hanya untuk
bermain games.
Media pembelajaran tidak hanya memiliki kelebihan saja, 2. Tidak adanya pelatihan
tetapi setiap media pasti memiliki kekurangannya masing- dalam penerapan Phet
masing, begitu juga dengan media pembelajaran simulasi membuat penguasaan guru
PhET. Kekurangan pada media pembelajaran ini yaitu: tentang Phet masih kurang
1. Setiap mau praktikum guru atau siswa harus 3. Belum adanya guide atau
menyediakan komputer yang sudah terdapat aplikasi PhET, petunjuk penggunaan
bila aplikasi ini tidak tersedia maka praktikum tidak bisa aplikasi Phet
dilakukan. 4. Laboratorium komputer
2. Praktikum yang akan dilakukan harus sesuai dengan apa masih belum yang ada
yang sudah diprogramkan pada aplikasi PhET. disekolah belum
3. Siswa harus bisa berkerja mandiri untuk mengikuti dimanfaatkan
pembelajaran yang diberikan oleh guru. 5. Bahasa bawaan pada Phet
4. Siswa akan merasa jenuh bila tidak memahami cara yang menggunakan bahasa
menggunakan komputer (W. K. Adams: 2010). inggris menyulitkan siswa
Selaras dengan hal itu pada penelitian Verdian,dkk (2021) pada praktikum
juga mengungkapkan kekurangan simulasi PhET adalah menggunakan Phet.
perlunya perangkat elektronik untuk menjalankan simulasi
dan perlunya penguasaan Information Communication and
Technology (ICT) oleh guru.

Daftar Pustaka
Ulfah, R. Y., Yuliani, H., & Nastiti, L. R. (2020,
November). Kendala mahasiswa dalam
menggunakan simulasi virtual phet pada
pembelajaran praktikum gelombang selama
pandemi covid-19. In SNPF (Seminar Nasional
Pendidikan Fisika).

W. K. Adams. (2010). Student Engagement and Learning


with PhET Interactive Simulations. Journal Il
Nuovo Cimento.DOI 10.1393/ncc/i2010-10623-0

Verdian, F., Jadid, M. A., & Rahmani, M. N. (2021). Studi


Penggunaan Media Simulasi PhET dalam
Pembelajaran Fisika. Jurnal Pendidikan dan Ilmu
Fisika, 1(2), 39-44.
HASIL WAWANCARA

Guru IPA (Tantin Setiyowati, S.Pd.)


Penyebab penggunaan media pembelajaran berbentuk Phet
belum maksimal:
1. Siswa belum menggunakan secara langsung dan
hanya memperhatikan saja
2. Penguasan penggunaan teknologinya rendah
3. Guru malas ribet dengan menyiapkan perangkat
Phet dan LKPD nya.
4. LKPD belum pas dengan kegiatan anaknya
Rekan Sejawat (Sri Nofianti, S.Pd.)
1. Siswa tidak tahu caranya membuka Phet di
computer/hp.
2. Guru belum membuat langkah kerja yang lengkap
Kepala Sekolah (Eko Sarwono, S.Pd.)

1. Penguasaan Bapak Ibu guru tentang penggunaan


media pembelajaran berupa Phet.
2. Guru belum membimbing penggunaan media
belajar dengan baik
3. Perlu diketahui sudah adakah langkah kerja yang
harus dilaksakan siswa secara mandiri
4. Masih banyak yang belum memiliki gawai.

Pengawas Sekolah (Drs. Suparno, M.Pd)

Umumnya disekolah sekolah yang saya ampu, penggunaan


media pembelajaran berbasis IT masih rendah hal itu salah
satu penyebabnya yaitu tidak adanya pelatihan pelatihan
yang di ikuti oleh guru. Selain itu siswa juga belum
menguasai penggunaan IT ataupun penggunaan gawai.
Penggunaan gawai untuk para siswa kebanyakan untuk
Media social ataupun bermain games.

Pakar (Aufa Maulida Fitrianingrum, S.Pd., M.Si.-Dosen


Universitas Negeri Manado)

Terkait dengan penerapan phet sebagai bahan praktikum,


memang sebaiknya guru perlu membuat modul pelaksanaan
praktikum online atau menggunakan video tutorial. Hal ini
karena selain masih menggunakan bahasa inggris sebagai
pengantar, ada banyak variasi dalam penggunaan
demonstrasi atau praktikum. Modul atau tutorial akan
mempermudah siswa, karena mereka memiliki panduan
yang jelas dalam mengerjakan pembelajaran yang
menggunakan phet.
Penggunaan teknologi tidak dapat dipungkiri sangat
membantu dalam pembelajaran terutama untuk ke
depannya. Sehingga penerapan teknologi perlu diterapkan
dan dikenalkan kepada siswa sejak dini. Pembiasaan perlu
dilakukan, agar siswa dapat dengan lancar menggunakan
media2 yang dipakai dalam KBM. Yang paling penting,
dalam setiap penggunaan media, perlu ada guide berupa
lembar kerja siswa (LKS) atau tutorial penggunaan media
yang dipakai. Penyebab paling besar belum maksimal nya
pembelajaran berbantuan teknologi terjadi karena kurang
guide sehingga siswa bingung dalam mencapai kompetensi
yang dituju. Selain itu, meskipun telah ada guide, guru tetap
wajib menemani, menjelaskan, serta memandu siswa dalam
setiap KBM yang berlangsung.
DAFTAR LAMPIRAN WAWANCARA

1. WAWANCARA DENGAN REKAN SEJAWAT (SRI NOFIANTI, S.Pd.) :


https://drive.google.com/drive/folders/1BD1i_7fnd4tQPO1UWzBxOJhGM12g834w?usp=sharing
2. WAWANCARA DENGAN GURU IPA (TANTIN SETIYOWATI, S.Pd.) : https://drive.google.com/drive/folders/1xlQVKEAnCE_rbAnZKbmpF-
iImgA2kP5_?usp=sharing
3. WAWANCARA DENGAN KEPALA SEKOLAH (EKO SARWONO, S.Pd.) :
https://drive.google.com/drive/folders/1FkZ3qgJxzbSwSd7qOJ8sngTvtKe99zm2?usp=sharing
4. WAWANCARA DENGAN PENGAWAS SEKOLAH (Drs. SUPARNO, M.Pd) : https://drive.google.com/drive/folders/1jOJrULiKTnurzsUGCsah-
lUHvSRh4Omx?usp=sharing
5. WAWANCARA DENGAN PAKAR (AUFA MAULIDA FITRIANINGRUM, S.Pd., M.Si. – DOSEN UNIVERSITAS NEGERI MANADO) :
https://drive.google.com/drive/folders/1H3IUuB78aTqEUjOzsjCmxB05nrkF2aV0?usp=sharing

Anda mungkin juga menyukai