Anda di halaman 1dari 4

HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP DENGAN PEMBERIAN MIE TERI

(Stelephorus sp) DAN DAUN KELOR (Moringa Oleifera) PADA ANAK STUNTING DI
SD TUNTUNGAN MEDAN

SKRIPSI

SYUHAIDA RUSLANA
P01031219153

KEMENTERIAN KESEHATAN
REPUBLIK INDONESIA
POLITEKNIK KESEHATAN
MEDAN JURUSAN GIZI
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Kesehatan  anak  merupakan  modal  utama untuk  pertumbuhan  yang  optimal.


Tumbuh kembang  anak  yang  berlangsung  baik  sejak  masa bayi  hingga  usia  sekolah 
akan  menjadikannya manusia  yangpenuh  potensi  bagi  kehidupan  di masa yang  akan 
datang.  Kesehatan  seorang  anak yang mencakup kesehatan badan, rohani dan sosial, bukan 
hanya  berkaitan  dengan  penyakit  dan kelemahan,tetapi juga  berkaitan 
dengan perkembangan  fisik,  intelektual  dan  emosional. Perkembangan fisik yang telah
dicapai anak pada usia sekolah sangat ditentukan oleh asupa gizi sejak bayi, bahkan ketika
masih didalam kandungan.pola konsumsi atau pola makan pada usia sekolah uga akan
mempengaruhi pencapaian perkembangan pada masa-masa berikutnya.perkembangan fisik
yang tidak normal,dapat digunakan sebagai gambaran mengenai riwayat status gizi dan
perkembangan berikutnya.perkembangan fisik dapat diukur melalui parameter-parameter
antropometri seperti tinggi dan berat badan menurut umur(Widanti, 2017).

Stunting didefinisikan sebagai keadaan tubuh yang pendek atau sangat pendek yang
didasarkan pada indeks Panjang Badan menurut Umur (PB/U) atau Tinggi Badan menurut
Umur (TB/U) dengan ambang batas (z-score) antara -3 SD sampai dengan < -2 SD.Stunting
pada anak merupakan hasil jangka panjang konsumsi kronis diet berkualitas rendah yang
dikombinasikan dengan morbiditas, penyakit infeksi dan masalah lingkungan (Olsa et al.,
2018).

Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) pada tahun 2013 diketahui bahwa
pravelensi kejadian stunting secara nasional adalah 37,2% dan pada tahun 2018 sebesar
30,8% yang berarti terjadi penurunan angka stunting secara nasional (Kementerian Kesehatan
RI, 2018).sedangkan Prevalensi balita pendek di Indonesia juga tinggi dibandigkan Vietnam
(23%), Malaysia (17%), Thailand (16%), dan Singapura (4%). Indoneisa menduduki urutan
ke 17 dari 117 negara dengan prevalensi 30,8% (Kementerian Kesehatan RI, 2018).

Menurut data Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) yang dikeluarkan Kemenkes RI,dari 34
provinsi provinsi indonesia, angka stunting di Sumut mencapai 25,8%.Sementara itu, untuk
angka kasus stunting tertinggi di Sumut ada di Kabupaten Mandailing Natal sebesar 47,7%,
Kabupaten Padanglawas sebesar 42% dan Pakpak Bharat 40% (SSGI, 2021).

Faktor-faktor penyebab Stunting terbagi atas faktor langsung dan tidak langsung. Faktor
langsung antara lain ibu yang mengalami kekurangan nutrisi, kehamilan pretern, pemberian
makanan yang tidak optimal, tidak ASI eksklusif dan infeksi. Sedangkan faktor tidak
langsungnya adalah pelayanan kesehatan, Pendidikan, sosial budaya dan sanitasi lingkungan
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2016).

Salah satu faktor yang berpengaruh secara langsung pada balita stunting adalah rendahnya
asupan zat gizi terutama energi, protein, iron, zinc, dan kalsium. Asupan zat gizi tersebut
diperoleh dari Air Susu Ibu (ASI) dan Makanan Pendamping-Air Susu Ibu (MP-ASI)
(Hestuningtyas & Noer, 2014).

Asupan zat gizi yang rendah dipengaruhi oleh pola asuh, salah satunya adalah perilaku
pemberian makan yang tidak tepat. Penelitian menyebutkan adanya hubungan yang nyata
antara pola pengasuhan dengan stunting.10 Perilaku pemberian makanan balita dipengaruhi
oleh pengetahuan gizi ibu. Pengetahuan gizi ibu adalah salah satu faktor yang mempunyai
pengaruh signifikan pada kejadian stunting.11 Oleh karena itu, upaya perbaikan stunting
dapat dilakukan dengan peningkatan pengetahuan sehingga dapat memperbaiki perilaku
pemberian makan pada anak, maka asupan makan anak juga dapat diperbaiki, yaitu dengan
konseling gizi (Hestuningtyas & Noer, 2014).

Berdasarkan hasil penelitian Septamarini dalam Journal of Nutrition College tahun 2019
mengatakan bahwa Ibu dengan pengetahuan yang rendah berisiko 10,2 kali lebih besar
anak mengalami Stunting dibandingkan dengan ibu berpengetahuan cukup. Pengetahuan
merupakan hasil dari “tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan
terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indera manusia,
uakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2007).

Stunting mempunyai dampak buruk bagi anak. Dampak buruk jangka pendek yang dapat
ditimbulkan oleh Stunting adalah terganggunya perkembangan otak, penurunan
kecerdasan, gangguan pertumbuhan fisik dan metabolisme dalam tubuh. Sementara itu,
dalam jangka panjang Stunting akan mengakibatkan penurunan kemampuan kognitif,
penurunan prestasi belajar, penurunan kekebalan tubuh, beresiko mengalami kegemukan
(Obesitas), sangat rentan terhadap penyakit tidak menular dan penyakit degenaratif
seperti diabetes melitus, penyakit jantung dan pembuluh darah, kanker, stroke, dan
disabilitas, serta penurunan produktivitas pada usia dewasa (Tarigan & Aryastami, 2012).

Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk menurunkan angka kejadian stunting adalah
dengan pemanfaatan daun kelor (Moringa oleifera) yang selama ini belum banyak diketahui
manfaatnya oleh masyarakat secara luas. Tanaman moringa oleifera (kelor) mempunyai
kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Kandungan nutrisi mikro sebanyak 7 kali vitamin C
jeruk, 4 kali vitamin A wortel, 4 gelas kalsium susu, 3 kali potassium pisang, dan protein
dalam 2 yoghurt.Pada daun kelor kering kandungan kalsium lebih tinggi yaitu sejumlah
1600-2200mg dari daun basah yaitu sejumlah 350-550mg, dengan demikian banyak
disediakan dalam bentuk ekstrak. Ekstrak daun kelor lebih memudahkan ketika dikonsumsi,
baik orang dewasa maupun anak-anak.Oleh karena itu kelor disebut miracle tree and
mother’s best friend.Kandungan nutrisi yang lengkap pada daun kelor tersebut dapat
dijadikan sebagai alternatif sumber nutrisi lengkap yang dapat ditambahkan dalam
pengolahan makanan bagi anak dalam masa pertumbuhan (Tekle et al., 2015)

Penelitian yang dilakukan oleh Dyah Muliawati dkk ini menunjukkan jika ada perbedaan
rerata kenaikan tinggi badan dengan pemberian ekstrak moringa oleifera pada balita. Akan
tetapi hal tersebut tidak semata-mata karena pengaruh konsumsi ekstrak moringa oleifera
saja. Berbagai faktor baik eksternal maupun internal dari balita juga ikut serta berpengaruh
(Muliawati et al., 2019)

Selain daun kelor sebagai bahan baku,penambahan teri juga dilakukan karena mengandung
kalsium yang sangat tinggi dan terletak pada tulung ikan teri yaitu banyak mengandung
protein dan kalsium. Tiap 100 gram teri segar mengandung energi 77 kkal; protein l6 gr;
lemak 1.0 gr; kalsium 500 mg; phosfor 500 mg; besi 1.0 mg; Vit A 47; dan Vit B 0.1 mg
(Stolephorus, 2003).
Kandungan kalsium yang terdapat pada ikan teri tinggi dan sangat baik untuk menjaga tulang
tetap sehat dan kuat. Tidak hanya kalsium, ikan teri juga memiliki kandungan vitamin K,
magnesium, serta fosfor yang sama baiknya untuk menjaga kesehatan tulang. Makan teri
selama menyusui bahkan dapat mencegah wanita terkena osteoporosis dini (Aprialdi, 2020).

B. Rumusan Masalah
Adakah hubungan pengetahuan dan sikap dengan pemberian mie penambahan ikan
teri (Stelephorus sp.) dan daun kelor(Moringa Oleifera) pada anak stunting di SD
tuntungan medan ?

C. Tujuan
1. Umum
Mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap dengan pemberian mie penambahan
ikan teri (Stelephorus sp.) dan daun kelor(Moringa Oleifera) pada anak stunting di
SD tuntungan medan

2. khusus
a. Menilai asupan kalsium sebelum dan sesudah intervensi mie teri dan daun kelor pada
anak stunting di sd tuntungan medan
b. Menilai kenaikan tb balita yang gizi kurang sebelum dan sesudah intervensi mie teri
dan daun kelor pada anak stunting di sd tuntungan medan
c. Diketahuinya hubungan antara perilaku ibu terhadap intervensi mie teri dan daun
kelor pada anak stunting di sd tuntungan medan
d. Diketahuinya hubungan antara pengetahuan ibu terhadap intervensi mie teri dan daun
kelor pada anak stunting di sd tuntungan medan

D. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi tambahan dalam bidang akademik
khususnya pada mata kuliah gizi dan untuk menambah informasi ilmiah dari
penelitian yang dilakukan

2. Manfaat Praktis
a. Bagi Masyarakat
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan pengetahuan kepada
masyarakat terutama ibu mengenai pentingan pengetahuan ibu dan perilaku makan
terhadap tumbuh kembang anak

b. Bagi Pendidikan
Sebagai referensi tentang hubungan pengetahuan dan sikap dengan pemberian mie
penambahan ikan teri (Stelephorus sp.) dan daun kelor(Moringa Oleifera) pada anak
stunting di SD tuntungan medan

c. Bagi Penulis
Menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam menulis skripsi

Anda mungkin juga menyukai