Anda di halaman 1dari 7

BUKU JAWABAN UJIAN (BJU)

UAS TAKE HOME EXAM (THE)


SEMESTER 2021/22.1 (2021.2)

Nama Mahasiswa :

Nomor Induk Mahasiswa/NIM :

Tanggal Lahir :

Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4312 / HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN

Kode/Nama Program Studi : 311 / ILMU HUKUM

Kode/Nama UPBJJ : 81 / Majene

Hari/Tanggal UAS THE : Selasa / 28 Desember 2021

Tanda Tangan Peserta Ujian

Petunjuk

1. Anda wajib mengisi secara lengkap dan benar identitas pada cover BJU pada halaman ini.
2. Anda wajib mengisi dan menandatangani surat pernyataan kejujuran akademik.
3. Jawaban bisa dikerjakan dengan diketik atau tulis tangan.
4. Jawaban diunggah disertai dengan cover BJU dan surat pernyataan kejujuran akademik.

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS


TERBUKA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

Surat Pernyataan Mahasiswa


Kejujuran Akademik

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama Mahasiswa :
NIM :
Kode/Nama Mata Kuliah : HKUM4312 / HUKUM PERLINDUNGAN KONSUMEN
Fakultas : FHISIP
Program Studi : ILMU HUKUM
UPBJJ-UT : 81 / Majene

1. Saya tidak menerima naskah UAS THE dari siapapun selain mengunduh dari aplikasi THE pada laman
https://the.ut.ac.id.
2. Saya tidak memberikan naskah UAS THE kepada siapapun.
3. Saya tidak menerima dan atau memberikan bantuan dalam bentuk apapun dalam pengerjaan soal ujian
UAS THE.
4. Saya tidak melakukan plagiasi atas pekerjaan orang lain (menyalin dan mengakuinya sebagai pekerjaan
saya).
5. Saya memahami bahwa segala tindakan kecurangan akan mendapatkan hukuman sesuai dengan aturan
akademik yang berlaku di Universitas Terbuka.
6. Saya bersedia menjunjung tinggi ketertiban, kedisiplinan, dan integritas akademik dengan tidak
melakukan kecurangan, joki, menyebarluaskan soal dan jawaban UAS THE melalui media apapun, serta
tindakan tidak terpuji lainnya yang bertentangan dengan peraturan akademik Universitas Terbuka.

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya. Apabila di kemudian hari terdapat pelanggaran
atas pernyataan di atas, saya bersedia bertanggung jawab dan menanggung sanksi akademik yang ditetapkan oleh
Universitas Terbuka.
Majene, 28 Desember 2021

Yang Membuat Pernyataan

NAMA
BUKU JAWABAN UJIAN UNIVERSITAS TERBUKA

1. A. Berdasarkan contoh kasus tersebut bahwa Warga negara sebagai konsumen yaitu
adanya hak warga negara dalam mendapat informasi tentang covid 19, adanya
penyediaan kebutuhan antisipasi covid 19 dan bahan pokok warga negara yang
dilakukan oleh pemerintah. Contoh kasus ini berdasarkan pendapat ahli hukum yaitu
Menurut Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja, hukum konsumen adalah : keseluruhan
asas- asas dan kaidah – kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan
penggunaan produk barang dan/atau jasa, antara penyedia dan penggunaannya, dalam
kehidupan bermasyarakat.

B. Contoh kasus yang memiliki aspek-aspek yang terkait dengan pengertian hukum
perlindungan konsumen yaitu pemerintah melakukan melakukan sosialisai tentang
gejala, tanda dan cara mencegah penularan serta kebiasaan cuci tangan atau pola
hidup bersih dan sehat yang harus dilakukan. Di samping penyuluhan pemerintah wajib
menyediakan kebutuhan antisipasi Covid 19 seperti masker, hand sanitizer, dan bahan
pokok dengan harga yang terjangkau, serta bersama dunia usaha mendorong
kelancaran distribusi dan mendorong transaksi daring untuk sembako dengan tetap
melibatkan pedagang kecil sebagai distribusi bukan hanya ritel modern agar ekonomi
rakyat juga tetap berjalan. Dan apabila terjadi eskalasi penularan virus yang
eksponensial maka disarankan pemerintah jangan ragu – ragu melakukan lockdown
sebagai opsi terakhir karena keselamatan dan keamanan “warga negara sebagai
konsumen” harus menjadi prioritas.
Contoh kasus tersebut memiliki keterkaitan dengan Hukum perlindungan konsumen
yaitu keseluruhan asas –asas dan kaidah yang mengatur dan melindungi konsumen
dalam hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk konsumen antara
penyedia dan penggunaanya daam bermasyarakat.

C. Perlindungan konsumen adalah sebuah topik yang sangat penting bagi masyarakat,
yang notabene tidak pernah lepas dari kegiatan konsumsi. Mewujudkan perlindungan
konsumen adalah mewujudkan hubungan berbagai dimensi yang satu sama lain
memiliki keterkaitan dan ketergantungan antara konsumen, pengusaha dan pemerintah.
Menurut saya apa yang telah dilakukan oleh pemerintah terhadap contoh kasus tersebut
sudah tepat, pemerintah telah melakukan upaya yang begitu keras dalam melindungi
warga negara terhadap covid 19, bahkan pemerintah tidak ragu – ragu melakukan
lockdown sebagai opsi terakhir karena keselamatan dan keamanan warga negara
sebagai konsumen.

2. A. Berdasarkan Pasal 1338 KUH Perdata, maka setiap perjanjian haruslah tunduk pada
asas itikad baik (bonafide/good faith) dalam pelaksanaannya, karena sifatnya yang
mengikat sebagaimana sebuah undang-undang. Namun ada pengecualian dari
ketentuan Pasal 1338 KUH Perdata ini. Pengecualian tersebut ditemukan dalam
ketentuan yang mengatur tentang keadaan memaksa (overmacht) yaitu dalam Pasal
1244 dan Pasal 1245 KUH Perdata. Sistem hukum KUH Perdata tidak mengintrodusir
prinsip rebus sic stantibus dalam ranah hukum perjanjian namun lebih mengedepankan
aspek overmacht. Sekitar Bulan Desember Tahun 2019, kasus covid-19 pertama kali
dilaporkan di Wuhan, Provinsi Hubei. Sumber penularan kasus ini masih belum diketahui
pasti, tetapi kasus pertama dikaitkan dengan pasar ikan di Wuhan. Corona Virus
Disease-19 (COVID-19) di Indonesia berdampak buruk bagi perekonomian negara,
perbankan, sampai keberlangsungan hidup Masyarakat.
Oleh karena semakin luasnya covid-19 yang menyebar ke seluruh dunia termasuk
Indonesia dan berdampak kepada semua bidang kehidupan manusia, termasuk bidang
ekonomi. Maka Otoritas Jasa Keuangan menerbitkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor 11/POJK.03/2020 tentang Stimulus Perekonomian Nasional Sebagai Kebijakan
Countercylical Dampak Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (selanjutnya disebut
POJK No. 11/2020). Tetapi, Perlu pula dicatat bahwa kebijakan
restrukturisasi/keringanan kredit/pembiayaan diserahkan sepenuhnya kepada kebijakan
yang diambil oleh pihak Bank. Dalam hal ini, Bank yang akan melakukan
penanganan melalui kebijakan yang memuat kriteria debitur dan sektor yang terkena
dampak Covid-19 untuk kemudian berhak mendapatkan kebijakan
restrukturisasi.keringanan kredit tersebut.

B. Ekonomi dapat berjalan apabila ada transaksi antara konsumen dengan pelaku usaha,
oleh karena itu penting untuk menjaga kepercayaan bertransaksi (confidence to
transact) antara keduanya. Peran utama Pemerintah sebagai regulator adalah untuk
menjamin adanya kepercayaan dalam bertransaksi antara konsumen dengan pelaku
usaha melalui kebijakan yang dikeluarkannya. Kepercayaan bertransaksi di
masa pandemi COVID-19 sangat bergantung kepada respon pemerintah sebagai
regulator. Respon pemerintah dalam menghadapi pandemi COVID-19 sangat beragam
namun bertumpu pada upaya pembatasan berbagai aktivitas sosial dan ekonomi.
Kebijakan PSBB yang diambil pemerintah ini sangat berpengaruh terhadap proses
pelaksanaan transaksi jual beli barang dan jasa di pasar. Dampak nyata  dilapangan
meliputi: 1)Keterbatasan pergerakan orang, barang dan jasa; berkurangnya ketersedia-
an pasar untuk melakukan transaksi dan ketersediaan barang dan jasa; 2)Terjadinya
perpindahan transaksi tatap muka menjadi transaksi online dan, 3)Turunnya daya beli
karena berkurangnya pendapatan masyarakat karena tidak bisa mencari
nafkah. "Kondisi ini mengakibatkan disrupsi terhadap perlindungan konsumen yang jelas
memerlukan kebijakan tambahan karena kebijakan yang ada sebelum masa pandemi
COVID-19 jelas sekali tidak akan bisa mencakup kondisi luar biasa yang timbul", jelas
Arief Safari, Koordinator Komisi Komunikasi dan Edukasi BPKN yang tampil sebagai
salah satu nara sumber.
Beragam insiden perlindungan konsumen diberbagai sektor yang terjadi menjadi catatan
BPKN di pandemi COVID-19, diantaranya yaitu  pangan, kesehatan, e-commerce, listrik,
telekomunikasi, dan masih banyak yang lainnya sehingga perlu upaya pencegahan dan
juga pemulihan atas insiden yang terjadi. Diskusi yang diselenggarakan oleh BPKN yang
bekerjasama dengan  AACIM (Asian Association for Consumer Interests and
Marketing), Fakultas Ekologi Manusia (FEMA IPB), Universitas Airlangga (UNAIR),
Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), dan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Perbanas
(STIE PERBANAS),   menyelenggarakan Webinar via Zoom dan Facebook BPKN LIVE
STREAMING (https://bit.ly/2Wu9Xu5) Perlindungan Konsumen Di Masa
Pandemi COVID-19 bertujuan mencari solusi atau pandangan dari beberapa pakar dan
guna besama-sama mencari solusi terkait perlindungan kepada konsumen di
pandemi COVID-19.

C. Masalah dalam layanan jasa kesehatan yaitu Terjadi kelangkaan terhadap produk-
produk sanitasi, obat-obatan, dan alat perlindungan diri (APD) bagi petugas medis yang
berguna untuk mencegah infeksi virus corona. Barang-barang ini bila tersedia,
khususnya di situs-situs jual beli online, harganya naik tidak wajar dan tidak jelas
mutunya. Selain itu Akses pasien kepada pelayanan rumah sakit juga berkurang karena
prioritas penanganan pasien COVID-19

3. A. Kewenangan BPKN dalam memberikan perlindungan kepada konsumen terkait data


pasien Covid-19 sudah cukup optimal. Hanya saja dengan dilakukannya pelacakan
(tracking) harusnya hanya menggunakan informasi lokasi tanpa identitas pribadi pasien,
membuat data pasien Covid-19 lebih terjaga selagi para konsumen menggunakan
aplikasi yang telah di buat secara baik dan benar tidak menyalahgunakannya. Para
konsumen akan diperintahkan untuk membagikan data lokasinya saat bepergian, agar
pelacakan kontak dengan penderita Covid-19 bisa dilakukan. Selain itu semua pihak
yang bertanggungjawab terhadap data pasien Covid-19, agar tidak menyebarluaskan
data dan pemerintah harus segera mensahkan UU tentang Perlindungan Data Pribadi
terkait dengan berbagai persoalan seperti Covid-19, melakukan sinkornisasi dafa
penanganan Covid-19 antara pusat dan daetah yang valid sebagai indikator kepentingan
bersama.

B. BPKN merupakan lembaga yang memiliki tanggung jawab penuh kepada presiden, yang
memiliki kedudukan kuat dalam mengembangkan upaya perlindungan konsumen.
Karena bagian dari kelengkapan dalam sistem perlindungan konsumen yang
dikembangkan dalam UUPK, maka kewenangan BPKN tidak dapat diintervensi oleh
pelaku usaha dalam melaksanakan tugasnya memberikan perlindungan kepada
konsumen.
Fungsi dari BPKN yaitu untuk memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah
untuk mengembangkan upaya Perlindungan Konsumen.

C BPKN ditegaskan tidak dapat membantu konsumen yang haknya di langgar dikarenakan
kewenangan BPKN hanya sebatas memberikan saran dan rekomendasi kepada
pemerintah dalam rangka penyusunan kebijakan dlm perlindungan konsumen serta
melakukan penelitian dan pengkajian terhadap peraturan perundang undangan yang
berlaku di bidang konsumen. Maka dari itu BPKN tidak dapat mengambil langkah
kongkret untuk menindaki pelanggaran yang dilakukan pelaku usaha yang berakibat
merugikan konsumen

1 A. Kendala atau kelemahan yang menyebabkan BPSK tidak dapat berjalan dengan optimal
yaitu :
 Kendala pada kelembagaan
 Kendala pada bagian pendanaan
 Kendala pada bagian sumber daya manusia BPSK
 Kendala peraturan
 Kendala pembunaan dan pengawasan, serta minimnya koordinasi antar aparat
penanggung jawab
 Kurangnya sosialisasi dan rendahnya kesadaran hukum konsumen
 Kurangnya respon dan pemahaman daru badan peradilan terhadap kebijakan
perlindungan konsumen
 Kurangnya respon masyarakat terhadap UU Perlindungan Konsumen dan Lembaga
BPSK

B. Berdasarkan prinsip demikian, putusan BPSK mestinya harus dipandang sebagai


putusan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap (inkracht van gewijsde). Namun,
coba bandingkan prinsip tersebut dengan Pasal 56 Ayat (2) UU Perlindungan
Konsumen.Para pihak ternyata masih bias mengajukan ‘ keberatan’ ke Pengadilan
Negeri paling lambat 14 hari setelah pemberitahuan BPSK. Hal ini bertentangan dengan
sifat putusan BPSK yang bersifat final dan mengikat.Masalah juga timbul pada saat
eksekusi. Agar mempunyai kekuatan eksekusi, putusan BPSK harus dimintakan
penetapan (fiat eksekusi) ke pengadilan. Dalam praktek, tidak mungkin memintakan
penetapan eksekusi karena belum ada peraturan atau petunjuk tentang tata cara
pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK. Perma No. I Tahun 2006 tentang cara
pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK pada hakikatnya hanya mengatur
mengenai pengajuan keberatan terhadap putusan BPSK. Pasal 2 Perma ini
menegaskan bahwa yang bias diajukan keberatan adalah terhadap putusan arbitrase
BPSK. Sedangkan keberatan mengenai putusan konsiliasi atau mediasi, serta
penetapan eksekusi sama sekali tidak diatur. BPSK ini sebenarnya diadopsi dari model
Small Claims Tribunal, dalam tatanan konsep memiliki potensi menjadi pilihan
penyelesaian sengketa konsumen yang diminati.Potensi-potensi tersebut antara lain :
BPSK menjembatani antara mekanisme ADR (Alternatif Dispute Resolution) yang simple
dan fleksibel dengan mekanisme pengadilan yang dimiliki otoritas; perpaduan ketiga
unsure yang seimbang (Konsumen,pelaku Usaha dan pemerintah) dalam BPSK
merupakan kekuatan dalam menyelaraskan konflik kepentingan; BPSK berfungsi
sebagai “ Quasi Pengadilan Plus” (fungsi ajudikasi dan non ajudikasi); dan berdasarkan
konsep yuridisnya BPSK berkedudukan di setiap Kota/Kabupaten. Jadi setidaknya jika
dijalankan dengan baik BPSK telah memenuhi prinsip pengelolaan lembaga
penyelesaian sengketa. Dalam kenyataannya BPSK hingga kini justru semakin
kehilangan pamor. Masyarakat pada umumnya lebih familiar dengan LPKSM semacam
YLKI dari pada BPSK. Di sisi lain Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
kerap’kebanjiran’adauan dari konsumen. Atas aduan ini, YLKI biasanya memfasilitasi
perdamaian antara pelaku usaha dan konsumen yang terkait. Pada prakteknya, dalam
mendamaikan aduan konsumen ini, YLKI secara tidak langsung telah melakukan
konsiliasi dan mediasi layaknya kewenangan BPSK. Dalam tahap konsiliasi ini, YLKI
berusaha mempertemukan pelaku usaha dengan konsumen. Biasanya sengketa bias
selesai di tahap ini. Jika konsiliasi ini gagal, YLKI masih bias menempuh langkah
berikutnya, yaitu mediasi. Dalam tahap ini, YLKI memberikan nasihat kepada para pihak.
Kalau perkaranya tidak terlalu rumit, biasanya juga berakhir di tahap mediasi ini. Tapi
kalau tidak tercapai titik temu, akan direkomendasikannya ke BPSK. Dalam konteks
sengketa konsumen, kehadiran BPSK yang dibentuk pemerintah, semestinya bisa
menjadi bagian dari upaya perlindungan konsumen ketika sengketa dengan pelaku
usaha. Pemerintah sebagai institusi pembentuk BPSK rasanya kurang serius dalam
pengembangan BPSK sehingga benar-benar bisa menjadi optimal.Kesan umum yang
nampak baik pemerintah pusat maupun daerah lebih sibuk mengejar dan melayani
investor dari pada memikirkan kepentingan publik termasuk hakhak konsumen. Diantara
kendala-kendala yang bersifat multidimensi dalam pengelolaan BPSK, terdapat dua hal
yang menjadi sumber persoalan yakni keberadaan peraturan perundang-undangan dan
sumber daya manusia. Kedua persoalan tersebut saling terkait dan menyebabkan
munculnya persoalan-persoalan lain yang mengakibatkan kurang berperannya BPSK
selama ini. Selain hal tersebut diatas persyaratan bagi anggota BPSK yang diatur dalam
Kepmenperindag RI No. 301/MPP/Kep/10/2001 tentang Pengangkatan, Pemberhentian,
Anggota dan Sekretariat BPSK Nampak lebih mengedepankan aspek formal dari pada
kapasitas maupun kompetensinya. Misalnya saja persyaratan pangkal/golongan
tertentu. (minimal Pembina/Iva)bagi anggota BPSK dari unsur pemerintah seringkali
mempersulit dalam pencarian dan perekrutan orang yang tepat. Pada umumnya
pegawai pemerintah di daerah dengan golongan pangkat tersebut telah menduduki
jabatan yang penting. Establish dan tentunya’ amat sibuk’ dengan tugas dinasnya
sehingga sulit terlibat aktif dan progresif di BPSK. Padahal SDM sangat penting dalam
menunjang operasional dan pengembangan BPSK.

C BPSK tidak memiliki hak untuk mencabut izin usaha dari pelaku usaha yang dengan
sengaja menjual informasi sensitif nasabahnya. BPSK memiliki tugas dan wewenang
sebagai berikut :
 melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen
 memberikan kontribusi perlindungan konsumen
 melakukan pengawasan
 melaporkan kepada penyidik umum terkait pelanggaran ketentuan UU No 8 tahun
1999
 menerima pengaduan bauk tertulis maupun tidak dari konsumen terkait pelanggaran
perlindungan konsumen
 melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa, dsb
 Pihak yang memiliki wewenang dalam mencabut izin usaha pelaku usaha yang
sengaja menjual informasi sensitif nasabahnya ialah Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
dengan wewenang.
 pengaturan dan pengawasan kelembagaan bank yang meliputi perizinan untuk
pendirian bank dan kegiatan usaha bank
 menetapkan sanmsi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran
terhadap peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan
 memberikan dan mencabut izin usaha, dsb

Anda mungkin juga menyukai