OLEH:
dr. Titis Indriyati
NIP. 19720722 200604 2 008
PUSKEMAS MABU’UN
TABALONG
KALIMANTAN SELATAN
2021
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI................................................................................................... i
BAB 1 PENDAHULUAN............................................................................... 1
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA..................................................................... 3
2.1. Definisi Hepatitis Imbas Obat................................................................. 3
2.2. Epidemiologi Hepatitis Imbas Obat........................................................ 3
2.3. Etiologi Hepatitis Imbas Obat................................................................. 4
2.4. Gejala Klinis Hepatitis Imbas Obat......................................................... 4
2.5. Mekanisme Hepatitis Imbas Obat........................................................... 5
2.5.1. Hepatotoksisitas Obat Anti Tuberkulosis...................................... 5
2.5.2. Hepatotoksisitas Obat Kemoterapi................................................ 6
2.5.3. Hepatotoksisitas Obat Anti Inflamasi Non Steroid....................... 8
2.5.4. Hepatotoksisitas Obat Antiretroviral............................................. 9
2.6. Diagnosis Hepatitis Imbas Obat.............................................................. 10
2.7. Penatalaksanaan Hepatitis Imbas Obat................................................... 12
2.7.1. Terapi Utama................................................................................. 12
2.7.2. Terapi Suportif.............................................................................. 13
2.7.3. Transplantasi Hati......................................................................... 13
2.8. Prognosis Hepatitis Imbas Obat.............................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 16
i
BAB 1
PENDAHULUAN
Sebagian besar obat masuk melalui saluran cerna, dan hati berperan sentral
dalam memetabolisme beberapa obat.1 Hepatotoksisitas merupakan kerusakan
hati yang diakibatkan oleh xenobotic (benda asing) dan hepatitis imbas obat
merupakan komplikasi potensial yang hampir selalu ada pada setiap obat yang
diberikan, karena hati merupakan pusat disposisi metabolik dari semua obat dan
bahan asing yang memasuki tubuh. Kerusakan hati dapat diakibatkan melalui
inhalasi, pencernaan, dan pemberian secara parenteral sejumlah obat-obatan dan
zat kimia. Zat kimia ini meliputi toksin industri (co, carbon tetraklorida,
trikloroetilen, dan fosfor kuning), dan racun bicyclic octapeptide tahan panas dari
beberapa spesies Amanita dan Galerina (keracunan jamur hepatotoksik), dan
lebih sering oleh obat-obatan. Lebih dari 900 obat, toksin, dan herbal dilaporkan
mengakibatkan kerusakan hati, dan obat-obatan ini mencakup sekitar 20-40% dari
semua penyebab gagal hati fulminan.2
Metabolisme obat-obatan terjadi di mikrosom sel hati. Obat yang telah larut
dalam air tentu tidak lagi memerlukan metabolism di hati. Sebagian obat bersifat
lipofilik sehingga mampu menembus membran sel usus. Obat kemudian diubah
dan diekskresikan ke dalam urin atau empedu. Biotransformasi hepatik ini
melibatkan jalur oksidatif utama, enzim yang terlibat adalah sitokrom C reduktase
dan sitokrom P450.2
Reaksi tersebut sebagian idiosinkratik pada dosis terapoetik yang
dianjurkan, dari 1 tiap 10.000 pasien sampai 1 tiap 100.000 pasien dengan pola
yang konsisten untuk setiap obat. Sebagian lagi tergantung pada dosis obat.
Hepatotoksisitas imbas obat merupakan alasan paling sering penarikan obat dari
pasaran di Amerika Serikat dan di dalamnya termasuk lebih dari 50% kasus gagal
hati akut. Di Amerika Serikat, sekitar 2.000 kasus gagal hati akut dan 50%nya
diakibatkan oleh obat (39% Asetaminofen, 13% merupakan reaksi idiosinkrasi
karena obat lainnya). Kira-kira 2-5% yang dirawat dengan keluhan ikterik dan
10% kasus hepatitis akut diakibatkan oleh obat-obatan. Sekitar 75% reaksi
1
idiosinkrasi mengakibatkan transplantasi hati atau kematian. Sedangkan data
mengenai insidens secara internasional belum diketahui.2
Gambaran klinis hepatotoksisitas imbas obat sulit dibedakan secara klinis
dengan penyakit hepatitis atau kolestasis dengan etiologi lain. Jadi penting untuk
mempertimbangkan anamnesis pasien ikterik atau gangguan fungsi hati mengenai
paparan bahan kimia yang dipergunakan di tempat kerja atau di rumah, obat-
obatan yang dipergunakan baik yang menggunakan resep dokter, obat yang dibeli
secara bebas, obat herbal, maupun obat-obatan yang diberikan melalui
pengobatan alternatif.2
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
3
mendeteksi atau mendiagnosis, dan kurangnya observasi terhadap pasien-
pasien yang mengalami DILI.3
4
2.5. Mekanisme Hepatitis Imbas Obat
Mekanisme jejas hati imbas obat yang mempengaruhi protein-protein
transport pada membrane kanalikuli dapat terjadi melalui mekanisme
apoptosis hepatosit imbas asam empedu dimana terjadi penumpukan asam-
asam empedu di dalam hati karena gangguan transpor pada kanalikuli yang
menghasilkan translokasi Fassitoplasmik ke membran plasma, dimana
reseptor-reseptor ini mengalami pengelompokan sendiri dan memicu
kematian sel melalui apoptosis. Disamping itu banyak reaksi hepatoselular
melibatkan sistem sitokrom P-450 yang mengandung heme yang
menghasilkan reaksi-reaksi energi tinggi yang dapat membuat ikatan
kovalen obat dengan enzim, sehingga menghasilkan ikatan baru yang tak
punya peran. Kompleks enzim-obat ini bermigrasi ke permukaan sel di
dalam vesikel-vesikel untuk berperan sebagai imunogen-imunogen sasaran
serangan sitolitik sel T, merangsang respons imun multifaset yang
melibatkan sel-sel T sitotoksik dan berbagai sitokin. Obat-obat tertentu
menghambat fungsi mitokondria dengan efek ganda pada beta-oksidasi dan
enzim-enzim rantai respirasi. Metabolitmetabolit toksis yang dikeluarkan
dalam empedu dapat merusak epitel saluran empedu.1
5
tingkat lanjut berat. Dengan demikian risiko hepatotoksisitas pada pasien
dengan obat anti tuberkulosis dipengaruhi faktor-faktor klinik dan genetik.
Pada pasien tuberkulosis dengan hepatitis C atau HIV mempunyai risiko
hepatotoksisitas terhadap obat anti tuberkulosis lima dan empat kali lipat.
Sementara pasien tuberkulosis dengan karier HBsAg positif dan
HBeAg-negatif yang inaktif dapat diberikan obat standar jangka pendek
isoniazid, rifampin, etambutol dan/atau pirazinamid dengan syarat
pengawasan tes fungsi hati paling tidak dilakukan setiap bulan. Sekitar 10%
pasien tuberkulosis yang mendapatkan isoniazid mengalami kenaikan kadar
aminotransferase serum dalam minggu-minggu pertama terapi yang
nampaknya menunjukkan respons adaptif terhadap metabolit toksik obat.
Isoniazid dilanjutkan atau tidak tetap akan terjadi penurunan kadar
aminotransferase sampai batas normal dalam beberapa minggu. Hanya
sekitar satu persen yang berkembang menjadi seperti hepatitis viral yang
mana 50% kasus terjadi pada 2 bulan pertama dan sisanya baru muncul
beberapa bulan kemudian.1
6
Pada dosis yang dianjurkan tidak bersifat hepatotoksisitas hanya
menimbulkan abnormalitas tes fungsi hati sementara pada dosis tinggi pada
transplantasi sumsum tulang otolog. Klorambusil berhubungan dengan
kerusakan hati. Busulfan, kelas alkilsulfonat, cepat hilang dari darah dan
diekskresikan lewat urin. Metabolisme lewat hati tidak begitu penting
sehingga pada dosis standar tidak menimbulkan hepatotoksisitas. Cytosine
Arabinoside (Ara-C) efek hepatotoksisitasnya belum jelas. 5-FU tidak
menimbulkan kerusakan hati bila diberikan secara per oral dan jarang
dilaporkan menimbulkan hepatotoksisitas pada pemberian intravena. Akan
tetapi berbeda bila diberikan secara intraarterial dengan pompa infus untuk
terapi metastasis hepar karena kanker kolorektal dimana terjadi
hepatotoksisitas berupa jejas hepatoselular dengan peningkatan
aminotransferase, fosfatase alkali, dan bilirubin serum, atau terjadinya
striktur duktus biliaris intrahepatik atau ekstrahepatik dengan peningkatan
bilirubin dan fosfatase alkali. 6-Mercaptopurine (6-MP) bersifat
hepatotoksik terutama bila dosis melebihi dosis yang biasa digunakan (dosis
dewasa 2 mg/ kg) dan dapat berupa hepatoselular atau kholestatik.
Perbedaan rute obat oral atau parenteral tidak merubah sifat
hepatotoksisitasnya. Azatioprin (AZ) memiliki sifat hepatotoksisitas
meskipun jarang terjadi.
Hepatotoksisitas berupa peningkatan kadar bilirubin serum dan
fosfatase alkali dengan peningkatan sedang kadar aminotransferase dan
secara histologik berupa kholestasis dengan nekrosis parenkhim hati yang
bervariasi. 6-thioguanine dikenal menyebabkan penyakit oklusi vena.
Metotreksat (MTX) pada dosis standar diekskresi tanpa perubahan melalui
urin. Pada dosis tinggi sebagian dimetabolisir oleh hati menjadi 7-
hydroxymethotrexate. Pada terapi pemeliharaan leukemia akut anak-anak,
methotrexate dapat menimbulkan fibrosis dan sirosis hati. Pada pemakaian
dosis tinggi, MTX meningkatkan aminotransferase dan lactate
dehydrogenase (LDH). Pasien artritis rematoid atau psoriasis dengan MTX
dosis kumulatif kurang dari 2 gram mempunyai insidensi hepatotoksisitas
yang rendah meskipun durasi terapinya lama, 28-48 bulan. Dengan
7
demikian pemakaian MTX dosis rendah jangka panjang dapat menimbulkan
fibrosis/sirosis, sementara dosis tinggi menyebabkan perubahan tes fungsi
hati. Gemcitabine sering menyebabkan kenaikan transaminase sementara
tetapi tidak bermakna. Mitoxantrone mempunyai insidensi toksisitas serius
lebih rendah dibanding obat-obat kanker antrasiklin yang lain, dan hanya
menimbulkan kenaikan kadar AST dan ALT sementara saja. Insidensi
disfungsi hati karena pemakain bleomycin sangat rendah.
Hepatotoksisitas mitomycin belum jelas, tetapi ditemukan dalam
konsentrasi tinggi dalam empedu. Paclitaxel dan docetaxel sebagian besar
diekskresi melalui hati dan perlu hati-hati pada pasien dengan gangguan
fungsi hati. Etoposide tidak menimbulkan hepatotoksisitas pada dosis
standar meskipun diekskresikan terutama dalam empedu. Cisplatin jarang
menyebabkan hepatotoksisitas pada dosis standar tetapi kadang-kadang
dijumpai kenaikan AST Pada dosis tinggi menimbulkan kenaikan AST dan
ALT. Procarbazine dikenal dapat menyebabkan hepatitis granulomatosa.
Hydroxyurea dapat menimbulkan toksisitas hati dan pernah dilaporkan
sebagai penyebab peliosis hepatis.1
8
mekanisme utama bertanggung jawab atas jejas hati oleh OAINS, yaitu
hipersensitivitas dan aberasi metabolik.
Meskipun masih perlu diteliti lebih lanjut, faktor-faktor risiko
hepatotoksisitas idiosinkratik imbas OAINS meliputi wanita, umur > 50
tahun dan penyakit otoimun yang mendasari. Faktor risiko lain adalah
paparan obat lain yang juga bersifat hepatotoksik pada saat bersamaan.
Reaksi hipersensitivitas sering mengalami titer anti-nuclear factor atau
antibodi anti-smooth muscle yang bermakna, limfadenopati dan eosinofilia.
Aberasi metabolik dapat terjadi karena polimorfisme genetik yang dapat
merubah kerentanan terhadap bermacam-macam obat. Pasien yang
mengalami hepatotoksisitas imbas OAINS harus dianjurkan untuk tidak
minum lagi OAINS selamanya. Parasetamol merupakan obat pilihan untuk
analgesik sedangkan aspirin dapat digunakan sebagai pengganti OAINS,
karena toksisitas OAINS berhubungan dengan struktur molekular cincin
diphenylamine yang tidak dimiliki aspirin.1
9
Riwayat pemakaian obat-obat atau substansi hepatotoksik lain harus
dapat diungkapkan. Onset umumnya cepat, malaise, dan ikterus, serta dapat
terjadi gagal hati akut yang berat terutama bila pasien masih mengkonsumsi
obat tersebut setelah onset hepatotoksisitas. Apabila jejas hepatosit lebih
dominan maka kadar aminotransferase dapat meningkat hingga paling tidak
5 kali batas atas normal, sedangkan kenaikan fosfatase alkali dan bilirubin
menonjol pada kolestasis. Pada kasus ini gejala hepatitis biasanya muncul
dalam beberapa hari atau minggu sejak mulai minum obat dan mungkin
terus berkembang bahkan sesudah obat penyebab dihentikan
pemakaiannya.1
10
Bilirubin yang berkaitan
dengan graft-versushost
≥2-<3 ≥3-<6
disease (GVHD) untuk ≥6-<15 mg ≥15 mg
Normal mg /100 mg /100
studi transplantasi sumsum /100 ml /100ml
ml ml
tulang, jika disebutkan
khusus dalam protokol
>BAN-2,5 >2,5-5,0 x >5,0-20,0
GGT DBN >20 x BAN
x BAN BAN x BAN
Hepatomegali Tidak ada - - Ada -
Catatan: Derajat hepatomegali hanya untuk efek samping berat berkaitan dengan pengobatan
termasuk penyakit oklusi vena
<BBN-3,0 ≥ 2-<3
Hipoalbuminemuia DBN <2 g/dl -
g/dl g/dl
Ensefalopati/
Disfungsi/gagal hati (klinis) Normal - - Asteriksis
koma
Aliran Aliran
Aliran vena porta Normal - vena porta vena porta -
menurun retrogad
>BAN-2,5 >2,5-5,0 x >5,0-20,0
SGOT (AST) DBN >20 x BAN
x BAN BAN x BAN
>BAN-2,5 >2,5-5,0 x >5,0-20,0
SGPT (ALT) DBN >20 x BAN
x BAN BAN x BAN
Mengancam
Problem hepatik lainnya Tidak ada Ringan Sedang Berat
nyawa/cacat
Keterangan : DBN = Dalam Batas Normal; BAN = Batas Atas Normal; BBN =
Batas Bawah Normal
Sumber : King, P.D., Perry, M.C., 2001. Hepatotoxicity of Chemotherapy. The
Oncologist 6:162-176.
11
4. Dijumpai respons positif pada pemaparan ulang dengan obat yang sama
(paling tidak kenaikkan 2 kali lipat enzim hati).
Dikatakan reaksi “drug-related” jika semua tiga kriteria pertama terpenuhi
atau jika dua dari tiga kriteria pertama terpenuhi dengan respons positif pada
pemaparan ulang obat.1
12
- SGOT, SGPT ≥ 3 kali, gejala (-) → teruskan pengobatan dengan
pengawasan
Panduan OAT yang dianjurkan:
-
Hentikan OAT yang bersifat hepatotoksik (RHZ)
-
Monitor klinis dan laboratorium. Bila klinis dan
laboratorium normal kembali (bilirubin, SGOT, SGPT), maka
tambahkan H (INH) desensitisasi sampai dengan dosis penuh (300
mg)
-
Selama itu perhatikan klinik dan periksa laboratorium saat
INH dosis penuh, bila klinik dan laboratorium normal, tambahkan
rifampisin, desensitisasi sampai dengan dosis penuh (sesuai berat
badan) sehingga paduan obat menjadi RHES
-
Pirazinamid tidak boleh digunakan lagi.6
2.7.2.Terapi Suportif
Pasien dengan gejala yang berat membutuhkan untuk menerima pengobatan
suportif di rumah sakit, antara lain cairan intravena dan obat-obatan untuk
menghilangkan mual dan muntah.2
2.7.3.Transplantasi Hati
Ketika fungsi hati sangat menurun (drug induced fulminant hepatic injury),
transplantasi hati mungkin satu-satunya pilihan terapi. Terapi awal untuk
transplantasi hati penting untuk disadari. Kriteria yang umumnya
dipergunakan untuk transplantasi hati adalah kriteria Kings College.
Kriteria Kings College untuk transplantasi hati pada kasus toksisitas
asetaminofen:
-
pH darah kurang dari 7,3 (tanpa melihat grade ensefalopati)
-
Prothrombin time (PT) lebih besar dari 100 detik atau INR > 7,7
-
Konsentrasi serum kreatinin lebih besar dari 3,4 mg/dL pada pasien
dengan ensefalopati derajat III atau IV
Pengukuran laktat serum pada 4 dan 12 jam pertama juga membantu
detifikasi awal pasien yang memerlukan transplantasi hati.
13
Kriteria Kings College untuk transplantasi hati pada kasus hepatotoksisitas
imbas obat yang lain:
- PT > 100 detik (tanpa memandang derajat ensefalopati) atau
- 3 dari kriteria di bawah ini:
1. Usia < 10 tahun dan > 40 tahun.
2. Etiologi Non-A/Non-B hepatitis, halotan hepatitis, atau reaksi obat
idiosinkrasi
3. Durasi ikterik lebih dari 7 hari sebelum onset ensefalopati.
4. PT lebih besar dari 50 detik.
5. Konsentrasi bilirubin serum lebih besar dari 17 mg/dL.2
14
akut untuk reaksi idiosinkratik obat buruk dengan angka mortalitas lebih
dari 80%.2
DAFTAR PUSTAKA
15
2. Tendean, M. 2012. Hepatitis Imbas Obat. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Krida Wacana.
3. Loho IM, Hasan I. 2014. Drug Induced Liver Injury Tantangan dalam
Diagnosis. Departemen Ilmu Penyakit Dalam, FKUI. Jakarta.
4. Astuti, R. 2014. Pengobatan Tuberkulosis pada Pasien Hepatotoksisitas
Imbas Obat. Medan: Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
5. PPHI (INA ASL). Artikel Umum: Hepatitis Imas Obat (HIO) / Drug Induced
Liver Injury (DILI). 23 Juli 2013. Diunduh http://pphi-online.org/alpha/?
p=806. Februari 2018.
6. PDPI. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia,
2006. Alvaible URL: http://www.klikpdpi.com/konsensus/Xsip/tb.pdf.
16