Anda di halaman 1dari 3

Yoshua Noverino I Tooy

Absen 32/9D

Beriman Kristiani
Umat Kristiani menghayati karya penyelamatan Allah yang paling nyata tampak dalam diri
Yesus Kristus.

Setelah berulang kali dan dengan pelbagai cara Allah bersabda dengan perantaraan para
nabi, “akhirnya pada zaman sekarang Ia bersabda kepada kita dalam Putera” (Ibr 1:1-2). Sebab Ia
mengutus Putera-Nya, yakni Sabda kekal, yang menyinari semua orang, supaya tinggal di tengah
umat manusia dan menceritakan kepada mereka hidup Allah yang terdalam (lih. Yoh 1:1-18).

Maka Yesus Kristus, Sabda yang menjadi daging, diutus sebagai manusia kepada manusia,
“menyampaikan sabda Allah” (lih. Yoh 3:34), dan menyelesaikan karya penyelamatan, yang
diserahkan Bapa kepada-Nya (lih. Yoh 5:36, 17:4).

Oleh karena itu barang siapa melihat Dia, melihat Bapa juga (lih. Yoh 14: 9).

Maka bagi umat Kristiani Yesus Kristus menjadi Tanda Agung Pewahyuan Allah.

Dalam dan melalui Yesus, Allah memperkenalkan diri secara paling sempurna. Dalam diri
Yesus Allah yang tidak kelihatan menjadi nyata. Ia tidak hanya mengajarkan Allah yang mengasihi,
melainkan Ia sendiri mengasihi.

Janji Allah untuk menyelamatkan umat manusia terlaksana secara penuh dan nyata dalam
diri Yesus Kristus. Ia adalah “Imanuel, yang berarti: Allah beserta kita” (Mat.1:23).

Untuk seorang Kristen, iman akan Allah berhubungan erat dengan iman akan Dia, yang
diutus-Nya, “Putera- Nya terkasih”, yang berkenan kepada-Nya (Mrk 1:11) dan Dia yang harus kita
dengarkan.

Kita dapat percaya kepada Yesus Kristus karena Ia sendiri Allah, Sabda yang menjadi manusia: “Tidak
seorang pun yang pernah melihat Allah; tetapi Anak Tunggal Allah yang ada di pangkuan Bapa,
Dialah yang menyatakan-Nya” (Yoh 1:18). Karena Ia sudah “melihat Bapa” (Yoh 6:46), Ia adalah satu-
satunya yang mengenal Bapa dan dapat mewahyukan-Nya (Katekismus Gereja Katolik art.151).

Maka menjadi tugas Gereja untuk meneruskan karya penyelamatan Allah dalam diri Yesus Kristus.

Kristus Tuhan, yang menjadi kepenuhan seluruh wahyu Allah yang Mahatinggi (lih. 2 Kor
1:30; 3:16-4:6), memerintahkan kepada para Rasul supaya Injil, yang dahulu telah dijanjikan melalui
para Nabi dan dipenuhi serta dimaklumkan oleh-Nya, disampaikan kepada semua orang sebagai
sumber segala kebenaran yang menyelamatkan.

Secara singkat iman Kristiani dirumuskan dalam Syahadat/Credo atau Pengakuan Iman. Dalam Credo
terungkaplah iman Gereja akan Tritunggal Maha Kudus.

Kunci pemahaman akan Tritunggal terletak pada iman bahwa Allah sejak semula
berkeinginan menyelamatkan manusia, dan tindakan penyelamatan itu paling nyata dalam diri Yesus
Kristus. Namun tidak berhenti disitu, sebab setelah Yesus Kristus wafat dan bangkit serta naik ke
surga, Allah tetap bekerja menyelamatkan manusia berkat Roh Kudus yang dicurahkan pada setiap
orang.

Maka, orang beriman Kristiani sejati adalah orang yang hidup dan tindakannya diwarnai dan
dimotivasi oleh iman Kristianinya, dan bukan sekedar oleh alasan keagamaan yang cenderung
lahiriah.

Hidup beriman Kristiani meliputi beberapa aspek, yaitu:

1. Pengalaman religius yang merupakan pengalaman dimana manusia sungguh menghayati karya
dan kebaikan Allah yang berpuncak dalam diri Yesus Kristus dan karena pengalaman itu manusia
sampai pada kemauan bebas untuk menyerahkan diri kepada kristus.

2. Aspek kedua adalah penyerahan iman yang merupakan jawaban atas wahyu Allah yang telah
berkarya. Penyerahan iman ini merupakan wujud tindakan yang sesuai ajaran-Nya dalam Mat 7: 21
“Bukan setiap orang yang berseru kepada-Ku: Tuhan, Tuhan! akan masuk dalam Kerajaan Sorga,
melainkan dia yang melakukan kehendak Bapa-Ku yang di Sorga.”

3. Aspek pengetahuan iman menuntut seorang umat Kristiani untuk terus menerus dan semakin
mampu mempertanggungjawabkan imannya.

Dalam hal ketaatan iman, kita dapat meneladani iman yang ditunjukkan para nabi, santo-santa dan
tokoh-tokoh suci, misalnya:

1. Dalam Perjanjian Lama kita mengenal Abraham; “Karena iman, Abraham taat ketika ia dipanggil
untuk berangkat ke negeri yang akan diterimanya menjadi milik pusakanya, lalu ia berangkat dengan
tidak mengetahui tempat yang ia tujui” (Ibr 11:8). Karena beriman, maka Abraham tinggal sebagai
orang asing di negeri yang dijanjikan Allah kepadanya. Karena beriman, maka Sara mengandung
seorang putera yang dijanjikan. Karena beriman, maka Abraham rela mempersembahkan puteranya
yang tunggal sebagai kurban (Allah pada akhirnya tidak membiarkannya mengorbankan Ishak, dan
menunjukkan seekor domba sebagai ganti kurban itu. Allah telah melihat iman Abraham).

2. Dalam Perjanjian Baru kita mengenal Maria. Perawan Maria menghayati ketaatan iman yang
paling sempurna. Oleh karena ia percaya bahwa bagi Allah “tidak ada yang mustahil” (Luk 1:37),
maka ia menerima pemberitahuan dan janji yang disampaikan oleh malaikat dengan penuh iman
dan memberikan persetujuannya: “Lihatlah, aku ini hamba Tuhan; jadilah padaku menurut
perkataanmu” (Luk 1:38).

Dari contoh tersebut menjadi sangat jelas bagi kita, usaha mewujudkan iman dalam hidup sehari-
hari membutuhkan keteguhan hati dan sikap penyerahan diri kepada penyelenggaraan Allah.

Meskipun iman lebih bersifat personal (merupakan hubungan pribadi dengan Tuhan), namun dalam
usaha pengembangan iman perlu adanya kebersamaan dalam jemaat agar iman kita semakin
dikuatkan dan diteguhkan dalam perjumpaan dengan saudara-saudara seiman.

Dalam upaya pengembangan iman tentunya tidaklah mudah karena kita juga akan menghadapi
berbagai macam tantangan dan hambatan. Tantangan dari dalam misalnya rasa malas, egois dan
kebiasaan buruk lainnya. Tantangan dari luar seperti pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, pengaruh media informasi, lingkungan yang kurang mendukung dan sebagainya.

Untuk menghadapi berbagai macam tantangan tersebut maka kita harus memperkokoh iman kita
disertai dengan sikap penyerahan diri kepada karya Allah yang menyelamatkan.

Beberapa hal yang dapat kita lakukan agar iman kita semakin berkembang misalnya:
1) Selalu mengikuti Perayaan Ekaristi pada hari Minggu dan hari-hari yang diwajibkan

2) Melakukan doa pribadi maupun doa bersama dalam keluarga

3) Terlibat secara aktif dalam kegiatan rohani di lingkungan

4) Membaca dan menghayati isi Kitab Suci

5) Mengikuti kegiatan koor, misdinar, atau lektor

6) Terlibat dalam karya sosial kemasyarakatan

7) Menerima sakramen tobat.

Anda mungkin juga menyukai