SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
i
ii
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
iii
RINGKASAN
DIAJENG ROCHMA ISLAMI. Analisis Status Kerawanan Pangan dan Kualitas
Diet Pada Wanita Hipertensi di Perdesaan. Dibimbing oleh IKEU TANZIHA dan
DRAJAT MARTIANTO.
Penyakit Tidak Menular (PTM) masih menjadi masalah yang serius baik
di dunia maupun di Indonesia. Salah satu faktor risiko penyakit kardiovasular
adalah hipertensi yang masih banyak terjadi pada wanita di perdesaan. Hal ini
menjadi perhatian tersendiri, karena kemiskinan (sebagian besar terjadi pada
masyarakat perdesaan) dengan risiko akses makanan yang terbatas ternyata
mempunyai risiko hipertensi. Dimensi kemiskinan merupakan gambaran akses
terhadap pangan pada individu menjadi terbatas. Terdapat hubungan antara
paparan kronis dari stres psikososial yang berkontribusi terhadap perkembangan
hipertensi. Di sela perkembangan tersebut, individu mulai mengubah keragaman
dan kualitas diet yang dikonsumsi. Berdasarkan hal tersebut, maka analisis status
kerawanan pangan melalui kualitas diet dan mental emosional menjadi perhatian
tersendiri untuk dibahas. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis status
kerawanan pangan dan kualitas diet pada wanita hipertensi di perdesaan.
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan subjek 143
wanita (71 normal dan 72 hipertensi) di desa Pondokbungur, Kabupaten
Purwakarta. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Desember 2017. Responden
tergabung dalam penelitian induk berjudul “Healthy Diet Indicator, Diet Lemak
dan Garam, Profil Lipid, dan Risiko Hipertensi pada Wanita Sunda dan
Minangkabau di Daerah Perdesaan” yang mendapatkan bantuan dana hibah oleh
Neys-van Hoogstraten Foundation (NHF). Kriteria inklusi berupa subjek
merupakan wanita dewasa hipertensi dan normal yang juga ikut serta dalam induk
penelitian, berusia 35-55 tahun, asli atau sudah lama tinggal di daerah penelitian,
untuk hipertensi dalam kategori ≥140/90 mmHg dalam dua kali pengukuran, dan
bersedia menjadi responden wawancara sekaligus melakukan pemeriksaan
kesehatan.
Variabel independen adalah kualitas diet berdasarkan DASH like diet,
status gangguan mental emosional, dan status rawan pangan sedangkan variabel
dependen adalah status hipertensi. Pengukuran hipertensi sebagai skrining di
lapangan menggunakan automatic blood pressure monitor dari Omron.
Pengumpulan data diet pangan akan menggunakan bantuan Buku Foto Makanan
yang digunakan oleh Survei Diet Total Kementerian Kesehatan tahun 2014.
Kualitas diet diperoleh dengan metode multiple recall 2x24 jam, sedangkan
gangguan mental emosional menggunakan kuesioner SRQ yang dikembangkan
oleh WHO (1994). Status rawan pangan dengan pembentukan dummy variabel
dari kuesioner FIES yang dikembangkan oleh FAO (2015). Analisis data
menggunakan uji Chi-Square, Chi-Square multi table, Regresi Logistik dan uji
beda Mann-Whitney. Analisis data dan pengolahan lainnya menggunakan
perangkat program computer Microsoft Excel 2010, Software R, dan Software
Statistical Program For Social Science (SPPS) versi 16.
Hasil menunjukkan bahwa ada hubungan antara kerawanan pangan tingkat
berat dengan status hipertensi (p=0.044, p<0.05). Hal ini memberikan arti bahwa
responden yang merasakan kesulitan dalam akses terhadap pangan tingkat berat
iv
(severe) lebih beresiko mengalami hipertensi sebanyak 4.138 kali lipat
dibandingkan orang yang tidak kesulitan akses pangan.
Analisis hubungan menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status
kerawanan pangan dengan status kualitas diet berdasarkan DASH Like Diet
(p>0.05). Begitu pula tidak ada hubungan antara status kualitas diet dengan
hipertensi pada populasi penelitian. Hubungan antara rawan pangan, gangguan
mental emosional dan hipertensi juga kemudian dianalisis. Hasil menunjukkan
bahwa ada hubungan antara kelompok rawan pangan tingkat sedang dengan status
mental emosional (p<0.05). Hal ini menunjukkan bahwa responden yang
mengalami kesulitan akses pangan tingkat sedang memiliki resiko 4.435 kali
untuk memiliki gangguan mental emosional dibandingkan mereka yang tidak
merasakan kesulitan akses pangan tingkat sedang. Hal ini diduga karena adanya
proses adaptasi atau resistensi pada kelompok tingkat rawan pangan berat, namun
dalam masa alarm reaction pada kelompok rawan pangan tingkat sedang.
Berdasarkan penelusuran lebih lanjut, diketahui bahwa responden yang
mengalami hipertensi telah melakukan perubahan pola makan, sehingga tidak
adanya perbedaan asupan zat gizi terjadi karena adanya perubahan pola hidup
yang telah dilakukan oleh responden yang menderita hipertensi, yang mana
beberapa diantaranya berkaitan dengan perubahan diet. Perubahan gaya hidup
yang dilakukan di antaranya berupa mencari informasi mengenai hipertensi,
mengonsumsi obat anti hipertensi, lebih rutin berolahraga, menurunkan berat
badan dengan mengurangi makan, mengurangi rokok, mengurangi ikan asin,
mengurangi garam, dan mengurangi vetsin. Pola makan di perdesaan ditandai
dengan tidak adanya perbedaan asupan zat gizi juga diduga karena adanya
perubahan urbanisasi pola hidup sehingga pola makan cenderung mulai homogen.
Selain itu, kelemahan penelitian ini intake asupan natrium hanya berasal dari
makanan, belum merupakan garam tambahan seperti penggunaan garam meja.
Pada penelitian ini, umur dapat menjadi variabel pencetus terjadinya hipertensi
karena berbeda signifikan terhadap kejadian hipertensi antar kelompok normal
dan hipertensi (p=0.001 p<0.05).
Berdasarkan temuan pada penelitian di atas, maka perlu dilakukan
penelitian selanjutnya untuk mengetahui aspek akses pangan yang memengaruhi
terjadinya kerawanan pangan pada wanita diperdesaan yang akhirnya
berhubungan dengan hipertensi. Perhatian terhadap kriteria responden telah
melakukan perubahan diet atau belum dan juga menggunakan alat ukut kesehatan
mental yang lain agar bisa dilakukan perbandingan. Selain itu, pengukuran
terhadap asupan natrium pada garam tambahan seperti garam meja, kecap, dan
bumbu lainnya juga perlu diperhatikan. Desain penelitian kohort atau case control
terhadap hubungan rawan pangan dengan hipertensi dapat menjadi perhatian
untuk penelitian selanjutnya. Pengembangan variabel yang lebih luas juga bisa
menjadi perhatian pada penelitian selanjutnya mengingat dimensi kerawanan
pangan yang sangat luas, tidak hanya aksesibilitas, namun juga terdapat dimensi
ketersediaan, utilitas, dan stabilitas.
Kata kunci: DASH, gangguan mental emosional, hipertensi, kualitas diet, rawan
pangan
v
SUMMARY
DIAJENG ROCHMA ISLAMI. Analysis of Food Insecurity Status and Diet
Quality Among Hypertensive Women in Rural Areas. Supervised by IKEU
TANZIHA dan DRAJAT MARTIANTO.
vi
Relationship analysis showed there was no correlation between food
insecurity status and diet quality status based on DASH Like Diet (p≥0.05). There
was also no correlation between the quality status of diet and hypertension in the
study population. The relationship between food insecurity, mental emotional
disorders and hypertension was also analyzed. The results showed that there was a
relationship between moderate food insecurity status group with emotional mental
status (p <0.05). This showed that respondents who have difficulty accessing it
were 4,435 times to have a mental emotional disorder compared to those who
cannot access it in moderate level. This is due to the process of adaptation or
increase in the level of hunger, however this group were at alarm reaction stage as
the proccess of stress coping.
Based on this research, it was found that respondents who experienced
hypertension had made a change in diet, so that there was no difference in nutrient
intake due to changes in lifestyle that had been done by respondents who suffered
from hypertension, some of which were related to changes in diet. Lifestyle
changes were include seeking information about hypertension, taking anti-
hypertensive drugs, exercising more routinely, losing weight by reducing food,
reducing cigarettes, reducing salted fish, reducing salt, and reducing blood
glucose. Dietary patterns in rural areas are characterized by no differences in
nutrient intake also allegedly due to changes in urbanization of lifestyle, so that
eating patterns tend to start homogeneous. In addition, the weakness of this study
intake of sodium only comes from food, not added from additional salt yet such as
the use of table salt. In this study, age can be a precipitating variable for
hypertension because it was significantly different from the incidence of
hypertension between normal and hypertensive groups (p=0.001, p<0.05).
Based on the findings of the study above, it is necessary to conduct further
research to find out aspects of food access that affect the occurrence of food
insecurity in rural women who eventually relate to hypertension. Following up on
the weaknesses in this study, the researcher suggested to pay attention to the
criteria of respondents who had made dietary changes or not and also used other
mental health measuring devices so that comparisons could be made. In addition,
measurements of sodium intake in added salts such as table salt, soy sauce, and
other seasonings also need to be considered. The design of a cohort or case control
study on the relationship between food insecurity and hypertension can be a
concern for further research. Wider development of variables can also be a
concern in subsequent studies, given the very broad dimension of food insecurity,
not only accessibility, but also the dimensions of availability, utility, and stability.
vii
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2018
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam
bentuk apa pun tanpa izin IPB
viii
ANALISIS STATUS KERAWANAN PANGAN DAN KUALITAS
DIET PADA WANITA HIPERTENSI DI PERDESAAN
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Magister Ilmu Gizi
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2018
ix
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Ali Khomsan, MS
x
Scanned by CamScanner
Judul : Analisis Status Kerawanan Pangan dan Kualitas Diet Pada
Wanita Hipertensi di Perdesaan
Nama Mahasiswa : Diajeng Rochma Islami
NIM : I151160071
Disetujui oleh,
Komisi Pembimbing
Diketahui oleh
xi
PRAKATA
Segala Puji ke hadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat, dan taufikNya
sehingga dapat diselesaikannya tesis yang berjudul ― Analisis Status Kerawanan
Pangan dan Kualitas Diet Pada Wanita Hipertensi di Perdesaan. Tesis ini
diajukan sebagai bagian dari tugas akhir dalam rangka menyelesaikan studi di
Program Magister Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor. Selama proses penyelesaian tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak.
Penelitian ini tidak terlepas dari kontribusi dari komisi
pembimbing tesis Prof Dr Ir Ikeu Tanziha, MS, dan Dr Ir Drajat Martianto, MS,
yang telah menyediakan waktu, masukan, dan motivasi untuk memperkaya tulisan
tesis ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr Rimbawan selaku
Kepala Prodi yang telah memberikan saran perbaikan pada tesis ini.
Terima kasih kepada Food and Agriculture Organization (FAO),
khususnya Lina Rospita, MSc yang telah memberikan waktu, masukan, dan
bantuannya untuk kelancaran tesis saya dalam hal penggunaan alat ukur FIES.
Terima kasih kami sampaikan kepada Tim Peneliti “Healthy Diet Indicator, Diet
Lemak dan Garam, Profil Lipid, dan Risiko Hipertensi pada Wanita Sunda dan
Minangkabau di Daerah Perdesaan” yang telah memberikan kesempatan untuk
bekerjasama dan Neys-van Hoogstraten Foundation (NHF) atas bantuan dana
hibah dalam induk penelitian tersebut. Penulis juga berterima kasih kepada pihak
terkait lainnya yang selama proses penelitian telah membantu dalam mempelajari
program aplikasi R, Fachrouzi Iskandar, dan juga para enumerator yang telah
membantu di lapangan. Terima kasih juga kepada rekan Netta Meridianti Putri,
SGz, Pramita Ariawati Putri, MSi, dan Tina Purnawati, MGizi atas diskusi dan
motivasi selama penulisan tesis ini. Staf Sekretariat Pasca Gizi Mba Sarifah dan
Mba Aning atas bantuan administrasi selama proses tesis.
Secara khusus penulis ucapkan terima kasih kepada Ibunda Nurul Hidayati
dan Ayahanda Aminudin Afandhi, yang selalu memotivasi dan mendoakan setiap
waktu untuk segala hasil yang terbaik dalam penyelesaian sekolah magister ini.
Terima kasih kepada saudara kandung tersayang Ratih Rachma Islami, Amrizal
Karim Amrulloh, dan Qotrunnada Nafi’ Islami atas dukungannya untuk
menyelesaikan tesis. Kawan pascasarjana IPB (Netta, Hanna, Baiq, Tyas, Nila,
Zakia, Aprin, Emi, Sabila, Ernis, Elita), kawan ketika kuliah sarjana (Friska,
Windri, Ratih), kawan-kawan di organisasi dalam kampus, BSC dan Bindes, serta
luar kampus, TH dan BL, yang tidak dapat disebutkan satu persatu, mereka yang
memberikan semangat dan dukungan sedari awal hingga terselesaikannya karya
ilmiah ini.
Semoga tesis ini dapat bermanfaat.
xii
DAFTAR ISI
xiii
DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 Ethical Clearance 79
2 Kuesioner Food Insecurity Experience Scale (FIES) 80
3 Kuesioner Self Reporting Questionnaire (SRQ) 82
4 Kuesioner Food Recall 83
5 Hasil keluaran olah data aplikasi R 85
6 Hasil uji beda karakteristik sosial ekonomi dengan hipertensi 88
7 Hasil uji hubungan umur dengan hipertensi 89
8 Hasil uji hubungan kerawanan pangan dengan hipertensi 90
9 Hasil uji beda asupan zat gizi berdasarkan kategori rawan pangan berat 91
10 Hasil uji hubungan status kerawanan pangan dengan kualitas diet 92
11 Hasil uji hubungan kualitas diet dengan hipertensi 93
12 Hubungan kualitas diet dan hipertensi berdasarkan kelompok umur 94
13 Hasil uji beda asupan zat gizi komponen DASH Like Diet berdasarkan
status hipertensi 95
14 Hasil uji hubungan status kerawanan pangan dengan status gangguan
mental emosional 96
15 Hasil uji hubungan status gangguan mental emosional dengan hipertensi 97
16 Hasil uji hubungan gangguan mental emosional dan hipertensi berdasarkan
kelompok umur 98
17 Hasil uji beda komponen pertanyaan SRQ berdasarkan hipertensi 100
18 Hasil uji hubungan rawan pangan berat dengan kualitas diet
(kelompok hipertensi belum melakukan perubahan diet) 101
19 Uji beda asupan zat gizi kelompok rawan pangan berat dengan kelompok
tidak rawan pangan berat (kelompok hipertensi belum melakukan
perubahan diet) 102
xv
1
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit Tidak Menular (PTM) masih menjadi masalah yang serius baik
di dunia maupun di Indonesia. WHO memperkirakan PTM akan menyebabkan
73% kematian dan 60% morbiditas di dunia pada tahun 2020. Proporsi kematian
yang disebabkan oleh PTM di Indonesia cenderung meningkat dari 42% tahun
1995 mencapai 60% di tahun 2007 (WHO 2011). Penyakit kardiovaskular sebagai
salah satu PTM, mempunyai proporsi penyebab kematian paling tinggi di
Indonesia. Berdasarkan Non-Communicable Disease (NCD) Country Profiles oleh
WHO (2014), PTM di Indonesia menyumbang 71% angka kematian, terutama
penyakit kardiovaskular yang berperan 37% dari seluruh angka kematian. Hasil
Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8.3%
penduduk menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27.5% pada tahun 2004.
Berdasarkan Riskesdas (2013), prevalensi hipertensi pada perempuan lebih tinggi
(28.8%) dibandingkan pada laki-laki (22.8%).
Data Survei Diet Total (2014) menunjukkan bahwa proporsi penduduk
dengan kuintil kepemilikan menengah ke atas merupakan penduduk yang paling
banyak mengonsumsi gula (5.2%) dan garam (20.6%) melebihi angka anjuran
Permenkes nomor 30 tahun 2013 dibandingkan dengan kategori penduduk
menengah ke bawah dan terbawah, sedangkan penduduk kepemilikan teratas
paling banyak mengonsumsi lemak (35.8%) melebihi angka anjuran. Hal ini
membuktikan bahwa sosio-ekonomi memengaruhi akses seseorang terhadap
makanan sehingga meningkatkan risiko terjadinya PTM pada penduduk
menengah ke atas. Berdasarkan Riskesdas 2013, kejadian hipertensi baik melalui
pengukuran atau wawancara, masih banyak terjadi di perkotaan daripada
perdesaan, begitu pula bahwa kejadian hipertensi masih banyak terjadi pada
masyarakat dengan indeks kepemilikan menengah ke atas. Namun secara global,
terdapat fakta kontradiksi dengan hal ini. Berdasarkan Laporan Non-
Communicable Disease yang dikeluarkan oleh WHO (2014), 82% penyakit tidak
menular terjadi pada negara dengan pendapatan menengah dan bawah, yaitu 37%
disebabkan oleh penyakit kardiovaskular. Indrawati et al. (2009) mengolah data
Riskesdas 2007, mengungkapkan bahwa prevalensi hipertensi sebesar 68.5%
terjadi pada masyarakat miskin dan sangat miskin di Indonesia. Beberapa hal di
atas menunjukkan kontradiksi satu sama lain dengan pernyataan bahwa keadaan
sosio-ekonomi sangat berpengaruh terhadap hipertensi baik pada perkotaan atau
perdesaan, keadaan miskin atau menengah ke atas.
Food Research and Action Center (2017) menyatakan bahwa kondisi
kemiskinan, kerawanan pangan, asupan gizi yang buruk dapat berdampak pada
kesehatan tubuh. Hal ini terjadi bukan hanya karena kondisi kemiskinan pada saat
itu, namun juga karena keterbatasan akses fasilitas pelayanan kesehatan oleh
masyarakat miskin dan pola hidup yang buruk seperti kebiasaan merokok. Selain
itu, kondisi kemiskinan yang terjadi sejak masa kanak-kanak cenderung akan
mengalami kerawanan pangan, paparan terhadap hal-hal yang tidak sehat seperti
asap rokok, makanan yang tidak sehat, buruknya pertumbuhan, asma, kesulitan
belajar, rendahnya pendidikan dan masalah emosional, sehingga
2
Perumusan Masalah
Tujuan
Tujuan Umum
Menganalisis status kerawanan pangan dan kualitas diet pada wanita
hipertensi di perdesaan.
Tujuan Khusus
1. Menganalisis hubungan antara karakteristik sosio ekonomi dengan kejadian
hipertensi pada wanita di perdesaan
2. Menganalisis hubungan antara rawan pangan dengan kejadian hipertensi pada
wanita di perdesaan
3. Menganalisis hubungan rawan pangan, kualitas diet, dan kejadian hipertensi
pada wanita di perdesaan
4
Hipotesis
1. Ada hubungan antara rawan pangan dengan kejadian hipertensi pada wanita di
perdesaan
2. Ada hubungan antara rawan pangan dengan kualitas diet dan kejadian
hipertensi pada wanita di perdesaan
3. Ada hubungan antara rawan pangan dengan gangguan mental emosional dan
kejadian hipertensi pada wanita di perdesaan
Manfaat
2 TINJAUAN PUSTAKA
Hipertensi
Tekanan darah merupakan hasil dari kekuatan dorongan darah yang kuat
dari dinding pembuluh darah arteri (JNC 2003) sehingga darah dapat mengalir ke
seluruh tubuh. Ketika tekanan darah cenderung naik beberapa kali, maka
dikatakan tekanan darah tinggi (JNC 2003).
Tekanan darah tinggi biasa disebut juga dengan hipertensi. Hipertensi
adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah
diastolik lebih dari 90 mmHg dengan dua kali pengukuran yaitu mempunyai
selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat atau tenang (Kemenkes
2014). Hipertensi merupakan hal yang berbahaya karena menyebabkan kerja
jantung semakin keras dan berperan dalam kejadian aterosklerosis (pengerasan
pembuluh darah arteri). Hipertensi juga meningkatkan risiko terjadinya penyakit
jantung dan stroke. Hipertensi juga dapat menyebabkan komplikasi lain seperti
gagal jantung kongestif, penyakit ginjal, hingga kebutaan (JNC 2003).
Beberapa organisasi di dunia mengklasifikasikan hipertensi dengan nama
dan batasan yang berbeda. Kementerian Kesehatan (2014) menggunakan kategori
hipertensi menurut Joint National Committee ke tujuh pada tahun 2003 seperti
yang tertera pada Tabel 1. Meskipun hipertensi diklasifikasikan berdasarkan
tingkat tekanan darah, namun gejala dapat muncul kapan saja. Hipertensi
merupakan sillent killer dengan gejala yang timbul dapat berbeda-beda di tiap
5
individu, seperti sakit kepala, vertigo, jantung berdebar, mudah lelah, penglihatan
kabur, tinnitus, dan mimisan (Kemenkes 2014). Pengawasan pada orang dewasa
sering kali difokuskan pada hipertensi sistolik, sehingga peningkatan tekanan
darah cenderung lebih memperhatikan tatalaksana penurunan hipertensi sistolik.
Tabel 1 Klasifikasi tekanan darah orang dewasa
Klasifikasi Tekanan Tekanan Darah Tekanan Darah
Darah Sistol/TDS (mmHg) Diastiol/TDD (mmHg)
Normal <120 <80
Prehipertensi 120-139 80-89
Hipertensi Tingkat 1 140-159 90-99
Hipertensi Tingkat 2 ≥ 160 ≥100
Sumber: Kemenkes 2014; JNC 2004.
Hipertensi dibagi berdasarkan bentuk hipertensinya, yaitu hipertensi
diastolik, hipertensi campuran (sistol dan diastol), dan hipertensi sistolik. Jenis
hipertensi yang lain adalah hipertensi pumolnal yang terjadi karena penurunan
toleransi dalam aktivitas dan gagal jantung kanan, dan juga hipertensi pada
kehamilan seperti preeklampsia-eklampsia, hipertensi kronik, dan hipertensi
gestasional. Penyebab hipertensi dalam kehamilan sebenarnya belum jelas. Ada
yang mengatakan bahwa hal tersebut diakibatkan oleh kelainan pembuluh darah,
ada yang mengatakan karena faktor diet, tetapi ada juga yang mengatakan
disebabkan faktor keturunan, dan lain sebagainya (Kemenkes 2014).
Berdasarkan penyebab, hipertensi dibagi menjadi dua kategori, yaitu
hipertensi primer atau hipertensi esensial dan hipertensi sekunder atau hipertensi
non esensial. Hipertensi primer merupakan hipertensi idiopatik atau penyebabnya
tidak diketahui dan paling sering ditemukan pada 90% penderita hipertensi,
sedangkan 10% sisanya biasanya adalah hipertensi sekunder. Hipertensi sekunder
merupakan hasil dari adanya penyakit lain yang diderita oleh seseorang seperti
penyakit ginjal, penyakit kardiovaskular, penyakit jantung koroner, dan
sebagainya. Meskipun hipertensi primer tidak diketahui penyebabnya, namun
beberapa faktor tetap menjadi pemicu risiko munculnya hipertensi (Ibekwe 2015).
Penyebab hipertensi juga dapat dibedakan menurut faktor yang tidak dapat
diubah dan dapat diubah. Faktor yang tidak dapat diubah merupakan faktor yang
menjadi bawaan dan karakteristik individu dan tidak dapat diubah, oleh karena itu
faktor ini tidak dapat dikontrol atau sedikit hal yang bisa dilakukan. Beberapa
faktor yang tidak dapat diubah diantaranya adalah umur, jenis kelamin, riwayat
keluarga, genetik, dan sebagainya. Beberapa genetik berkaitan dengan hipertensi,
yaitu lebih banyak berhubungan dengan ginjal atau kontrol tekanan darah neuro-
endokrin. Evaluasi terhadap 2.5 juta genotype polymorphisms telah menemukan
gen CYP17A1, CYP1A2, FGF5, SH2B3, MTHFR, ZNF652, PLCD3 pada
individu yang hipertensi, tepatnya pada penduduk asli Eropa dan Asia (Newton-
Cheh et al. 2009). Faktor yang dapat diubah merupakan faktor yang timbul karena
karakteristik atau peranan lingkungan yang memengaruhi pola hidup seseorang
sehingga berkontribusi terhadap kesehatan. Faktor yang dapat diubah ini berupa
obesitas, kelebihan asupan garam, rendahnya aktivitas fisik atau olahraga, tinggi
asupan lemak, merokok, konsumsi alkohol, dan sebagainya (Ibekwe 2015).
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2007 dan 2013, diketahui bahwa
prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan jenis kelamin yang paling tinggi
6
tingkat kerawanan pangan untuk setiap responden dalam sebuah survei (FAO
2016).
Food Insecurity and Experience Scale Survey Module (FIES-SM) terdiri
dari delapan pertanyaan dengan respon sederhana berbentuk dikotomi (ya atau
tidak) (FAO 2016). Selain itu, untuk melihat seberapa besar reliabilitas FIES di
suatu wilayah, jawaban “tidak tahu” atau “tidak ada respon” tetap diberlakukan
(Ballard 2013). Responden akan ditanya seputar periode tertentu saat mereka
merasa cemas atau khawatir akan ketidakmampuan memperoleh makanan yang
cukup, rumah tangga mereka kehabisan makanan, atau mereka telah mengubah
kuantitas atau kualitas makanan yang dikonsumsi karena keterbatasan uang atau
sumber daya lainnya untuk memperoleh makanan. FIES merupakan alat ukur
yang fleksibel terhadap pertanyaan periode tertentu dan unit sasaran baik individu
maupun rumah tangga tergantung pada tujuan survei. Versi yang telah dicoba
aplikasikan bersamaan dengan survei Gallup World Poll (GWP), ditujukan
kepada unit individu dengan periode waktu 12 bulan. Hal ini dikarenakan GWP
dilakukan pada bulan yang beragam di negara yang berbeda-beda, sehingga bila
dilakukan dengan periode jangka pendek, maka hasilnya akan lemah untuk dapat
dikomparasikan antar negara karena adanya interaksi musim kerawanan pangan
dan musim saat pengambilan data dilakukan.
Delapan pertanyaan FIES merupakan satu kesatuan yang bersifat kontinyu,
yaitu setiap pertanyaan menggambarkan proses terjadinya kelaparan sebagai suatu
indikator terjadinya kerawanan pangan tingkat individu. Pertanyaan pertama
melambangkan kekhawatiran (worried), pertanyaan kedua tentang perubahan
makanan yang sehat dan bergizi (kualitas) (healthy), pertanyaan ketiga tentang
penurunan jenis makanan atau keberagaman (fewfoods), pertanyaan keempat
tentang penurunan frekuensi makan (skipped), pertanyaan kelima tentang
penurunan porsi makan (ateless), pertanyaan keenam tentang keadaan makanan di
tingkat rumah tangga yang habis (ranout), pertanyaan ketujuh tentang keadaan
lapar dan tidak makan (hungry), pertanyaan terakhir mengenai tidak makan sama
sekali dalam sehari atau lebih (whlday).
Rasch model merupakan bentuk statistika dalam IRT untuk
menggambarkan dasar teoritis yang menghubungkan data FIES-SM dengan
tingkat kerawanan pangan. Pengembangan melalui Rasch model adalah prasyarat
untuk validitas dan reliabilitas pengukuran yang didapatkan melalui FIES.
Tahapan ini penting sebagai tahap pertama dalam protokol analisis dengan tujuan
untuk menilai kualitas data dari masing-masing negara atau wilayah (terutama
mengenai seberapa baik hasil data yang diperoleh dari FIES-SM mencerminkan
asumsi pengukuran yang valid dari sifat laten uni-dimensional dalam model
logistik parameter tunggal). Selain itu, tahap ini juga untuk memperkirakan
parameter dari responden itu sendiri.
Kasus dengan respon yang tidak terisi (missing responses) perlu
dikeluarkan dari analisis. Adanya sejumlah respon yang hilang dan tidak
proporsional dapat mengindikasikan bahwa pertanyaan sulit dipahami atau
dijawab atau terlalu sensitif untuk responden. Tingkat keparahan di setiap
pertanyaan dapat diperkirakan dari tanggapan terhadap delapan pertanyaan FIES
yang bersifat dikotomi dengan menggunakan metode conditional maximum
likelihood (CML) dalam model IRT (Rasch Model) yang terdapat pada software
R. Metode estimasi alternatif yang didasarkan pada marginal maximum likelihood
11
(MML) akan menghasilkan estimasi parameter tiap pertanyaan yang hampir sama
di semua negara atau wilayah, seperti metode joint maximum likelihood (JML)
yaitu estimasi JML disesuaikan dengan bias yang diketahui di setiap pertanyaan.
Software R digunakan untuk memfasilitasi akses teknologi di suatu wilayah
karena berbasis terbuka untuk umum (open access).
Nilai mentah 0-8 dari FIES adalah bersifat ordinal, dengan tingkatan
kontinyu pada setiap pertanyaannya yang bertingkat. Adanya sifat ordinal ini,
maka nilai FIES dapat diklasifikasikan tingkat kerawanan pangannya. Pertanyaan
dari setiap FIES bersifat berdiri sendiri, namun tidak bisa dibedakan antar wilayah
begitu saja, contohnya raw score 3 di wilayah A dengan raw score 5 di wilayah
B. Nilai raw score FIES tidak bersifat interval, sehingga raw score tidak bisa
dihitung nilai rata-rata atau model regresi linier nya. Maka dari itu, penaksiran
nilai parameter kerawanan pangan menggunakan maxmimum likelihood
estimation dari data raw score FIES subjek yang diambil dari populasi. Max
likelihood sensitif terhadap data ekstrim, sehingga nilai hasil statistik sangat
terpengaruh dengan adanya data ekstrem. Oleh karena itu, pada hasil raw score
yang tidak memiliki nilai 0 sama sekali atau terdapat nilai 0 dengan populasi
sebagian besar kasus raw score nya adalah 0, maka hasil taksiran nilai parameter
FIES akan sulit untuk membentuk parameter tingkat keparahannya.
Terdapat 3 karakter elemen pengukuran kerawanan pangan pada tingkat
responden dalam FIES, diantaranya 1) Respondent Severity Parameter dalam
VoH global metric; 2) nilai probabilitas moderate or severe food insecurity (0
hingga mendekati 1); dan 3) probalibitas severe food insecurity. Untuk
menghasilkan nilai kategori yang dapat dibandingkan antar negara, maka harus
ada pembanding kategori, hal ini dengan menggunakan respondent severity
parameter VoH secara global, yang menjadi acuan linierisasi data dan memiliki
transformasi. Karena adanya kemungkinan level tingkat keparahan yang tidak
sama antar negara, maka respondent severity parameter dimasukkan dalam VoH
global standard metric, sehingga akan ditemukan nilai yang dapat menjadi
representasi tingkat keparahan yang sama di semua negara. Selain terdapat
respondent severity parameter VoH secara global sebagai elemen linier untuk
semua negara, pengukuran tingkat kerawanan pangan FIES juga menghasilkan
data kerawanan pangan moderate or severe dan severe. Data tingkat kerawanan
pangan ini juga mengukur besar pengukuran eror. Data ini bisa diartikan sebagai
proporsi orang dari suatu populasi yang direpresentasikan sebagai subjek yang
benar-benar mengalami kerawanan pangan melebihi ambang batas nilai yang ada.
Nilai data FIES pada akhirnya diperoleh dengan perbandingan tingkat standar
keparahan VoH Global, sehingga antar negara dapat dibandingkan.
Uji reliabilitas diperlukan setelah mendapatkan data dari lapangan untuk
memastikan bahwa FIES dapat diterima dengan baik di populasi yang menjadi
sasaran. Bila nilai reliabilitas >0.7, maka memiliki arti bahwa hasil dari
pengambilan data dengan pertanyaan FIES dapat diolah lebih lanjut, karena
masyarakat yang menjadi responden dapat menerima maksud dari pertanyaan
yang diajukan. Salah satu hasil luaran dari pengolahan data FIES yang lainnya
berupa gambar plot yang memastikan keandalan tiap pertanyaan FIES dalam
lapangan. Hasil luaran prevalensi dari pengolahan data mentah pertanyaan FIES
merupakan prevalensi untuk populasi, tidak menggambarkan seorang individu
tersebut rawan pangan atau tahan pangan. Meskipun dasar pengambilan data alat
12
ukur ini adalah individu dengan mengumpulkan data kelaparan individu, namun
hasil yang didapatkan menggambarkan populasi penelitian secara keseluruhan
yang telah mempertimbangkan nilai standar global, sehingga nilai tersebut dapat
dibandingkan (comparable) dengan negara lain.
Kualitas Diet
Desain
No Judul Peneliti Sasaran Kesimpulan
Penelitian
1 The Mediterranean and Fung TT, Hu Cross 1 432 kasus insiden kanker Kepatuhan terhadap diet DASH
Dietary Approaches to FB, Wu K, sectional kolon pada perempuan dan (yang melibatkan asupan biji-
Stop Hypertension Chiuve SE, 1 032 pada laki-laki bijian, buah, dan sayuran dalam
(DASH) diets and Fuchs CS, jumlah yang lebih tinggi;
colorectal cancer Giovannucci E jumlah susu rendah lemak
(2010) dalam jumlah sedikit, dan
jumlah yang lebih rendah dari
daging merah atau olahan, dan
minuman pemanis) dikaitkan
dengan risiko kanker kolorektal
yang lebih rendah
2 Adherence to a DASH- Fung TF, Chiuve Kohort- 88 517 wanita umur 34 to 59 Kepatuhan diet DASH
style diet and risk of E, McCullough prospektif tahun tanpa riwayat penyakit dikaitkan dengan risiko CHD
coronary heart disease ML, Rexrode kardiovaskular atau diabetes dan stroke yang lebih rendah di
and stroke in women KM, Logroscino pada tahun 1 980 antara wanita paruh baya
GL, Hu FB selama 24 tahun selama masa
(2008) tindak lanjut
3 Low-carbohydrate Fung TT, Hu Cross 86 621 wanita dalam masa Diet tinggi buah dan sayuran,
diets, dietary FB, Hankinson sectional tindak lanjut Nurses’ Health seperti yang ditunjukkan oleh
approaches to stop SE, Willett WC, Study dari tahun 1980 hingga DASH, dikaitkan dengan risiko
hypertension-style diets, Holmes MD 2006 kanker payudara yang lebih
and the risk of (2011) rendah. Selain itu, diet tinggi
postmenopausal breast protein nabati dan lemak serta
cancer karbohidrat yang moderat
dikaitkan dengan risiko kanker
yang lebih rendah
15
16
16
Tabel 3 Beberapa penelitian terkait diet DASH dan PTM (lanjutan)
Desain
No Judul Peneliti Sasaran Kesimpulan
Penelitian
4 DASH diet score and Harrington JM, Cross Laki-laki dan wanita berumur Ketaatan terhadap diet setara
distribution of blood Fitzgerald AP, sectional 47–73 tahun (n = 2 047) DASH dapat mengurangi
pressure in middle-aged Kearny PM, tekanan darah pada tingkat
men and women McCarthy VJC, populasi. Kebijakan publik yang
Madden J, mempromosikan pola makan
Browne G, sehat DASH dapat memberi
Dolan E, Perry J dampak signifikan pada
(2013) kesehatan penduduk dengan
mengurangi tekanan darah rata-
rata pada populasi
5 Effects of Dietary Salehi- Meta analisis Pubmed, ISI web of science, Diet seperti DASH dapat secara
Approaches to Stop Abargouei A, and EMBASE dengan studi signifikan melindungi risiko
Hypertension (DASH)- Maghsoudi Z, kohort tentang pola diet CVD, CHD, stroke, dan HF
style diet on fatal or Shirani F, DASH dengan penyakit masing-masing sebesar 20%,
nonfatal cardiovascular Azadbakht L kardiovaskular, penyakit 21%, 19%, dan 29%.
disease incidence: a (2012) jantung, gagal jantung stroke Selanjutnya, ada hubungan
systematic review and linier terbalik yang signifikan
meta-analysis on antara kepatuhan terhadap diet
observational DASH, CVD, CHD, stroke, dan
prospective studies risiko HF
6 Influence of Dietary Saneei P, Systematic PubMed, ISI Web of Science, Hasilnya menunjukkan efek
Approaches to Stop Abargouei AS, review Scopus dan Google scholar pengurangan yang
Hypertension (DASH) Esmaillzadeh A, database pada studi RCT menguntungkan dari diet seperti
diet on blood pressure: Azadbakt L yang mengevaluasi diet DASH DASH pada kedua tekanan
a systematic review and (2014) terhadap tekanan darah yang darah sistolik dan diastolik
meta-analysis on terpublikasikan hingga Juni pada orang dewasa
randomized controlled 2013
trials
15
17
17
18
18
Desain
No Judul Peneliti Sasaran Kesimpulan
Penelitian
diet on weight and body Abargouei A dari RCT berat badan pada peserta
composition in adults: a (2017) obesitas dan berat badan
systematic review and berlebih
meta-analysis of
randomized controlled
clinical trials
19
Lemak
Meskipun lemak tidak langsung berhubungan dengan tekanan darah,
namun lemak memiliki hubungan yang kuat dengan risiko penyakit
kardiovaskular. Vegan diketahui lebih sedikit yang menderita hipertensi daripada
mereka yang omnivora meskipun asupan garam antar keduanya tidak berbeda
signifikan. Diet vegan diketahui lebih tinggi lemak tidak jenuh ganda, rendah
lemak total, rendah lemak jenuh dan kolesterol. Lemak tidak jenuh ganda (PUFA)
merupakan prekusor prostaglandin yang memiliki fungsi memengaruhi ekskresi
natrium pada ginjal dan merelaksasi otot pembuluh darah jantung. Selain itu,
faktor lain selain asupan lemak, tingginya kadar kalium juga dapat menurunkan
tekanan darah pada vegan (Raymond and Couch 2011).
Protein
Sebuah penelitian OmniHeart Trial meneliti tentang pengaruh tiga versi
DASH pada tekanan darah dan serum lipid. Pada penelitian tersebut termasuk diet
DASH dengan versi tinggi protein (25% energi berasal dari protein, yaitu hampir
setengahnya berasal dari protein nabati) dan diet DASH dengan tinggi lemak tidak
jenuh (31% kalori berasal dari lemak tidak jenuh, hampir seluruhnya lemak tidak
jenuh tunggal (MUFA)). Meskipun tiap diet tersebut dapat menurunkan tekanan
darah sistol, subtitusi beberapa karbohidrat (sekitar 10% dari total kalori) pada
diet DASH baik protein atau MUFA sama-sama baik untuk menurukan tekanan
darah dan kolesterol darah (Appel et al. 2006; Miller et al. 2006).
bahwa IMT direkomendasikan sebagai alat skrining pada orang dewasa sebagai
faktor risiko kesehatan di masa depan (Raymond and Couch 2011).
Natrium
Telah banyak bukti beragam yang mendukung bahwa penurunan tekanan
darah dan risiko penyakit kardiovaskular dapat terjadi dengan penurunan asupan
natrium atau sodium (Raymond and Couch 2011). Terdapat respon individu yang
beragam terhadap asupan natrium. Beberapa orang dengan hipertensi
menunjukkan bahwa penurunan tekanan darah terjadi karena asupan garam yang
berkurang, yaitu kelompok ini disebut salt-sensitive hypertension. Salt-resistant
hypertension ditujukan kepada kelompok individu yang tekanan darahnya tidak
berkurang signifikan meskipun asupan garam telah dikurangi. Pada umumnya,
individu yang sensitif terhadap pengaruh garam lebih cenderung pada individu
berkulit hitam, obesitas, usia menengah atau lebih, terutama dengan komplikasi
diabetes, penyakit gagal ginjal, atau hipertensi itu sendiri (Raymond and Couch
2011).
Kalsium
Mierlo et al. (2006) menyatakan bahwa suplementasi kalsium
dibandingkan dengan asupan olahan susu berhubungan dengan risiko penurunan
tekanan darah. Dickinson et al. (2006) juga menyebutkan bahwa kalsium
memberikan pengaruh terhadap pasien hipertensi baik pada sistol maupun diastol.
Asupan kalsium yang rendah akan meningkatkan konsentrasi kalsium intraselular.
Kejadian ini mengakibatkan peningkatan 1,25-vitamin D3 dan hormon paratiroid
sehingga menyebabkan influks kalsium ke dalam sel otot halus dan resistensi
vaskular (Kris-Etherton et al. 2009). Mekanisme yang lain menunjukkan bahwa
peptida yang berasal dari protein susu, terutama pada produk fermentasi, memiliki
fungsi sebagai ACEs, sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Percobaan
DASH menemukan bahwa konsumsi buah, sayur, dan serat tinggi dalam 8
minggu; 3 porsi susu olahan rendah lemak per hari; rendah lemak total dan lemak
jenuh dapat menurunkan tekanan darah sistol dan diastol sebesar 5.5 dan 3 mm
Hg lebih tinggi daripada kelompok diet kontrol. Diet buah dan sayur tanpa adanya
produk susu olahan hanya dapat menurunkan sekitar setengah dari hasil diet
DASH (Raymond and Couch 2011).
Magnesium
Magnesium merupakan pro inhibitor kontraksi otot halus pembuluh darah
dan mempunyai peranan terhadap regulasi vasodilator tekanan darah. Sointia dan
Touyz (2007) menjelaskan bahwa asupan magnesium berkorelasi terhadap
penurunan tekanan darah. Komponen diet DASH memiliki pola kaya akan
magnesium, termasuk sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, dan serealia. Secara
keseluruhan, makanan yang kaya sumber magnesium lebih diutamakan daripada
penggunaan suplementasi magnesium baik untuk mencegah atau mengontrol
tekaan darah (ADA 2009).
Kalium
Respon asupan tinggi kalium terhadap penurunan tekanan darah seringkali
tergantung respon individu. Pengaruh kalium lebih terlihat pada individu yang
memiliki tekanan darah sangat tinggi pada kelompok kulit hitam dibandingkan
21
dengan warna kulit putih, dan pada kelompok yang mengonsumsi natrium
berlebihan. Adanya pola diet DASH yang mengutamakan asupan sayur dan buah
menyebabkan kebuthan kalium pada seseorang dapat terpenuhi sesuai dengan
rekomendasi. Namun pada beberapa individu dengan kondisi klinis adanya
gangguan pada eksresi kalium, asupan kalium sebaiknya rendah untuk mencegah
hiperkalemia (Raymond and Couch 2011).
Stres
murni 20 butir pertanyaan. SRQ-20 terdiri dari pertanyaan mengenai gejala yang
lebih mengarah kepada neurosis.
Sifat kerawanan pangan dan gizi yang bersifat kontinyu dimulai dari
ketersediaan lalu akses atau kertejangkauan hingga utilisasi atau pemanfaatan,
akan merujuk kepada status gizi seseorang (FAO 2000). Hal ini menunjukkan
bahwa jika salah satu pilar terganggu pada kondisi individu atau rumah tangga,
maka akan berpengaruh terhadap status gizi dan kesehatan pelaku tersebut.
Keterjangkauan seringkali berhubungan dengan bagaimana individu dapat
memperoleh kebutuhan makanannya baik dari segi ekonomi, sosial, dan fisik.
Perubahan yang terjadi di masa kerawanan pangan pada individu maupun rumah
tangga, akan memengaruhi keberagaman dan kualitas diet seseorang, hal ini yang
berkaitan dengan utilisasi. Pilar utilisasi merupakan pilar yang menunjukkan
bagaimana seseorang dapat memanfaatkan bahan makanan untuk memenuhi
kebutuhan gizi. Campbell et al. (2009) mengungkapkan bahwa wanita usia subur
memiliki risiko yang lebih besar terhadap defisiensi vitamin A di dalam keluarga
yang lebih banyak menghabiskan pengeluaran pangannya untuk nasi dan rendah
sayur atau buah serta pangan hewani.
Paradigma “belum makan kalau belum makan nasi” di Indonesia sangat
dikenal di banyak wilayah. Pemenuhan kebutuhan makanan seseorang yang
berasal dari individu yang sering merasakan kelaparan memungkinkan akan
cenderung lebih tinggi energi dan rendah serat. Hal ini tercermin dalam Indrawati
et al. (2009) mengolah data Riskesdas 2007, mengungkapkan bahwa prevalensi
hipertensi sebesar 68.5% terjadi pada masyarakat miskin dan sangat miskin di
Indonesia.
Gowda et al. (2012) mengungkap bahwa kerawanan pangan berhubungan
dengan peningkatan inflamasi yang berkaitan dengan penyakit kronis. Kejadian
ini juga disebabkan adanya respon imun yang menjadi mediator potensial
terhadap terjadinya inflamasi. Inflamasi yang terjadi secara kronik akan
menyebabkan penyakit kronis yang bisa terjadi kapan saja karena adanya riwayat
tersebut. Irving et al. (2014) juga mengungkap bahwa terdapat hubungan positif
antara kerawanan pangan dan hipertensi setelah dikoreksi dengan keadaan sosio-
ekonomi dan karakteristik lainnya.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Calhoun (2013), keadaan
rawan pangan rumah tangga berhubungan erat dengan status kesehatan karena
keterbatasan akses pangan, selain itu juga berdasarkan pengukuran kualitatif,
adanya gejala emosi dan fisik dirasakan oleh individu yang termasuk dalam rawan
pangan yang akan memberikan dampak negatif dalam kualitas hidupnya.
Tatalaksana rasa kepanikan dan kekhawatiran yang terus menerus dalam kondisi
rawan pangan dan tantangan rumah tangga lainnya memberikan dampak pada
kualitas dan kuantitas asupan makan (Kirkpatrick dan Tarasuk, 2008), sehingga
dapat berpengaruh pada status kesehatan. Castillo et al. (2012) membagi
kerawanan pangan menjadi dua jenis kategori yaitu tahan pangan yang rendah dan
tahan pangan yang sangat rendah. Kelompok dengan kondisi ketahanan pangan
yang rendah memiliki karakteristik akses makanan yang tidak teratur, binge-
eating saat makanan tersedia, konsumsi makanan berdensitas tinggi berlebihan,
24
obesitas, dan terdapat penderita diabetes tipe 2. Jenis kelompok rawan pangan ini
terjadi di daerah miskin di wilayah maju seperti Amerika Serikat. Keadaan jenis
kelompok tahan pangan yang sangat rendah sangat berbeda daripada kelompok
ketahanan pangan rendah, yaitu dapat menyebabkan status gizi kurang dan
kelaparan. Kelompok ini bisa biasa ditemukan di negara berkembang, baik di
perkotaan maupun di perdesaan. Hal ini menandakan bahwa tidak keadaan sosio-
ekonomi seperti pendapatan dan kemiskinan mempengaruhi status kesehatan.
Pada negara berkembang, terjadinya kerawanan pangan seringkali disebabkan
oleh adanya bencana alam dan perubahan iklim yang berdampak pada
ketersediaan makanan.
25
Tabel 4 Beberapa penelitian terkait kerawanan pangan dan peyakit tidak menular
No Judul Peneliti Keterangan
1 Food insecurity and Mendy VL, Ada hubungan antara kondisi rawan pangan dengan tekanan darah tinggi,
cardiovascular disease risk et al. (2018) diabetes, obesitas, konsumsi sayur dan buah, rendahnya aktivitas fisik, dan status
factors among Mississippi merokok pada populasi dewasa Mississippi. Hal ini dikaitkan dengan penelitian
adults Mello et al. (2010) bahwa populasi rawan pangan cenderung lebih tinggi
mengonsumsi jus dan rendahnya kebiasaan untuk mengurangi penggunaan lemak
atau minyak, serta rawan pangan berhubungan dengan kualitas diet.
2 Food insecurity and dietary Hanson KL Ada hubungan terbalik antara kerawanan pangan dengan kualitas diet pada
quality in US adults and and Connor populasi dewasa.
children: a systematic review LM (2014)
3 Food insecurity is associated Seligman et Pola makan yang ada pada populasi dewasa yang rawan pangan seperti tinggi
with chronic disease among al. (2018) natrium dan rendah kalium seperti pada makanan olahan dapat menjadi pemicu
low-income NHANES berkembangnya hipertensi. Diduga terdapat dua mekanisme resiko
participants berkembangnya diabetes pada kondisi rawan pangan, pertama karena adanya
hubungan antara akses ekonomi untuk mendapatkan pelayanan kesehatan dan
pengetahuan pasien tentang asupan makan yang lebih sehat dan terjangkau.
4 Food Insecurity, Chronic Gregory CA Secara umum, rendahnya ketahanan pangan berhubungan dengan berkembangnya
Disease, and Health Among and penyakit kronik. Perbedaan status kerawanan pangan di setiap rumah tangga
Working-Age Adults Coleman- menandakan untuk bahwa adanya potensi perbedaan status ekonomi dan
Jensen A pendapatan.
(2017)
5 Association of Household Weigel Populasi wanita yang rawan pangan dengan anak cenderung untuk memiliki
Food Insecurity with the MM, et al. kesehatan mental yang buruk dengan gejala stres, depresi, kecemasan, dan stres
Mental and Physical Health of (2016) psikologis. Namun tidak berhubungan dengan hipertensi, hal ini diduga karena
Low-Income Urban ada beberapa faktor yang tidak terlaporkan dalam penelitian seperti perbedaan
Ecuadorian Women with status gizi, umur, cara coping strategy stres, dan sebagainya.
Children
25
26
Tabel 5 Beberapa penelitian terkait stres dan tekanan darah dengan menggunakan SRQ
Desain
No Judul Peneliti Sasaran Kesimpulan
Penelitian
1 Hubungan Stres dengan Saputri (2010) Cross Analisis lanjutan Riskesdas Ada hubungan yang bermakna
Hipertensi Pada sectional 2007 antara stres dengan hipertensi
Penduduk di Indonesia setelah dikontrol oleh variabel
Tahun 2007 lain yaitu umur, status
(Analisis Data perkawinan, tingkat pendidikan,
Riskesdas 2007) IMT, DM dan pengerluaran
perkapita serta dikontrol pula
oleh adanya interaksi umur dan
stres yang berinteraksi negatif
(antagonism), yaitu umur
mengurangi efek dari stres
terhadap terjadinya hipertensi.
Dengan proporsi hipertensi
yang disebabkan adanya
interaksi tersebut sebesar 3.2%.
2 Hubungan Gangguan Idaiani dan Cross Analisis lanjutan Riskesdas Meskipun ada hubungan antara
Mental Emosional Wahyuni (2016) sectional 2013 stres atau gangguan mental
dengan Hipertensi pada emosional terhadap hipertensi
Penduduk Indonesia yang dinilai melalui pengukuran
tekanan darah serta sedang
mengomsumsi obat anti
hipertensi, tetapi hubungannya
sangat kecil yaitu OR
mendekati 1. Hal ini
mengarahkan bahwa
kemungkinan stres kronik yang
lebih berperan terhadap
27
28
28
Tabel 5 Beberapa penelitian terkait stres dan tekanan darah dengan menggunakan SRQ (lanjutan)
Desain
No Judul Peneliti Sasaran Kesimpulan
Penelitian
terjadinya hipertensi.
3 Penyimpangan Pola Isfandari (2016) Cross Analisis lanjutan Riskesdas Prevalensi stres emosional lebih
Prevalensi Hipertensi di sectional 2013 banyak pada perempuan
Indonesia – Penyusulan daripada laki-laki dan stres
oleh Perempuan pada berkontribusi terhadap tekanan
Usia 28 Tahun: darah tinggi
Masukan untuk
Perbaikan Pelayanan
Kesehatan
4 Prevalensi Hipertensi Rahajeng dan Kasus-kontrol Analisis lanjutan Riskesdas Kelompok yang mengalami
dan Determinannya di Tuminah (2009) 2007 yang berumur 18 tahun stres mempunyai proporsi lebih
Indonesia ke atas tinggi (11.7%) pada kelompok
hipertensi dibandingkan pada
kontrol (10.0%)
5 Pola Makan dan Malonda NSH, Kasus-kontrol Lansia umur 60-65 di Stres tidak berhubungan
Konsumsi Alkohol Dinarti LK, Kotamadya Tomohon siginikan dengan hipertensi.
sebagai Faktor Risiko Pangastuti R
Hipertensi Pada Lansia (2012)
6 Perbedaan Laju Rahajeng E, Kohort- Studi ini merupakan bagian Mereka yang mengonsumsi
Kecepatan Terjadinya Kristanti D, prospektif dari Studi Kohort Penyakit natrium tinggi dan mengalami
Hipertensi Menurut Kusumawardani Tidak Menular yang dilakukan stres juga ditemukan lebih cepat
Konsumsi Natrium N (2016) di Kecamatan Bogor Tengah, mengalami hipertensi (Hazard
[Studi Kohort Kota Bogor Provinsi Jawa Rate 300 per 1000 orang per
Prospektif di Kota Barat, Indonesia. Populasi tahun), dibandingkan yang tidak
Bogor, Jawa Barat, studi 5890 orang dewasa stres (Hazard Rate 94 per 1000
Indonesia] berusia 25 tahun ke atas orang per tahun).
7 Determinan Obesitas Riyadina W, Kohor- Analisis lanjut dari subset data Perempuan pasca-menopause
pada Perempuan Pasca- Kodim N, prospektif penelitian kohor prospektif yang obese memiliki persentase
29
Tabel 5 Beberapa penelitian terkait stres dan tekanan darah dengan menggunakan SRQ (lanjutan)
Desain
No Judul Peneliti Sasaran Kesimpulan
Penelitian
Menopause di Kota Madanijah S Studi Kohor Faktor Risiko lebih tinggi mengalami
Bogor Tahun 2014 (2017) PTM periode pemantauan 2 hipertensi tidak terkendali, DM
tahun dan PJK, tetapi tidak untuk
faktor stres.
8 Faktor Risiko Dominan Ghani et al. Cross Analisis Lanjutan Riskesdas Faktor risiko penyakit jantung
Penyakit Jantung (2016) sectional 2013 koroner adalah hipertensi,
Koroner di Indonesia gangguan mental emosional,
diabetes melitus, stroke, usia
≥40 tahun, kebiasaan merokok,
perempuan, tingkat pendidikan
rendah, obesitas sentral, dan
tingkat sosial ekonomi rendah
dengan ORadjusted berkisar
dari 1.30 hingga 10.09.
9 Faktor yang Sihombing Cross Analisis Lanjutan Riskesdas Faktor risiko hipertensi pada
Berhubungan dengan (2017) sectional 2013 yang berumur 18 tahun penduduk DM adalah kelompok
Hipertensi pada atau lebih yang terpilih umur 45 tahun atau lebih,
Penduduk Indonesia sebagai subjek biomedis gangguan mental emosional,
yang Menderita obesitas sentral,
Diabetes Melitus (Data hiperkolesterolemia dan
Riskesdas 2013) obesitas umum.
29
30
3 KERANGKA PEMIKIRAN
Karakteristik Sosio-ekonomi
Status Kualitas
Gangguan Diet
Mental
Emosional
Hipertensi
Gambar 2 Kerangka pemikiran analisis status kerawanan pangan dan kualitas diet
pada wanita hipertensi di perdesaan
32
4 METODE
Keterangan:
n1 = jumlah subjek atau responden hipertensi
n2 = jumlah subjek atau responden normal
Z = nilai z tabel
P = proporsi subyek hipertensi
d = presisi mutlak (tingkat ketepatan yang dikehendaki)
Tahapan Penelitian
subjek dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah (kuota)
yang diinginkan.
Skrining diawali dengan pengukuran tekanan darah. Pengukuran tekanan
darah dilakukan minimal dua kali dalam satu waktu dan memberikan saran
kepada calon sampel untuk mengatur nafasnya dengan duduk istirahat sesaat, hal
ini dilakukan sebagai upaya menghindari adanya bias hipertensi sesaat. Setelah
dilakukan pengukuran tekanan darah, tahap skrining selanjutnya adalah
memastikan bahwa calon sampel bersedia untuk diwawancarai dan melakukan tes
kesehatan sesuai prosedur penelitian.
Total sampel sebelum jadwal tes kesehatan yang terdata adalah 150
sampel, dengan rincian 75 normal dan 75 hipertensi. Setelah itu dilakukan
pemeriksaan kesehatan lalu tereduksi, sehingga total sampel menjadi 73 normal
dan 73 hipertensi. Skrining kembali dilakukan dengan meninjau jawaban
pertanyaan FIES oleh subjek, sehingga didapatkan 71 normal dan 72 hipertensi.
Skema pengambilan sampel dapat dilihat pada Gambar 3. Pada tahap skrining
pertama terdapat 159 subjek dengan peukuran pertama terdeteksi sebagai calon
hipertensi dengan tekanan dara ≥140/90. Lalu dipilih 75 hipertensi dengan
mengeluarkan responden dengan tekanan darah >165 karena diduga akan
mempengaruhi hasil. Setelah itu dilakukan pengukuran kedua, bila ada responden
di luar kriteria peneliti atau tidak bersedia, maka langsung mengukur kembali
wanita yang memiliki tekanan darah ≥165 namun dipastikan kembali ≥140/90,
serta wanita yang belum datang saat pengukuran pertama berlangsung, maka
diukur saat pengukuran kedua dan dalam keadaan tenang. Sebanyak 35 orang dari
75 calon sampel hipertensi di awal pengukuran harus diganti pada pengukuran
kedua.
Pengukuran hipertensi sebagai skrining di lapangan menggunakan
automatic blood pressure monitor dari Omron. Skrining pertama dilakukan di
awal penelitian untuk mengetahui populasi hipertensi dan non hipertensi. Lalu
skrining kedua dilakukan untuk memastikan bahwa calon responden tidak
menderita hipertensi dan non hipertensi sementara, sehingga skrining dilakukan
lebih dari satu waktu. Pengumpulan data diet pangan akan menggunakan bantuan
Buku Foto Makanan yang digunakan oleh Survei Diet Total Kementerian
Kesehatan tahun 2014. Pengolahan dan analisis data dilakukan oleh peneliti.
35
Pemilihan Desa
Sampling frame
Tahap Skrining
Wanita usia 35-55 tahun berdasarkan 2 kali pengukuran tekanan darah.
Kelompok Normal = 75 orang
Kelompok Hipertensi = 75 orang
Tahap Wawancara
Kelompok Normal = 75 orang
Kelompok Hipertensi = 75 orang
secara utuh menjadi sesuatu yang terukur dan membentuk prevalensi kerawanan
pangan (moderate dan severe) suatu populasi, dengan menggunakan metode
statistik yang dapat mengestimasi kesalahan.
Kebaharuan dari FIES adalah alat ukur ini dapat menghasilkan prevalensi
siapa yang dilanda kerawanan pangan dengan validasi dan reliabilitas yang dapat
diukur, sehingga dapat dibandingkan antar negara. Pendekatan yang digunakan
dalam analisis FIES adalah berdasarkan Item Response Theory (IRT), cabang
statistik yang memudahkan penggunanya untuk mengukur sesuatu yang tidak
dapat terukur (unobservable traits) melalui hasil survei. IRT terdiri dari beberapa
model, yaitu FIES secara spesifik menggunakan Rasch model, yang biasa
digunakan di bidang kesehatan, pendidikan, dan psikologi.
Data FIES dianalisis melalui tiga tahap, yaitu estimasi parameter, validasi
statistik, dan kalkulasi pengukuran kerawanan pangan. Validasi statistik
mengukur kualitas data FIES yang terkumpul dengan menguji konsistensi
jawaban menggunakan asumsi Rasch model. Analisis ini memperlihatkan: 1) baik
tidaknya setiap pertanyaan diterima oleh responden sesuai dengan yang
seharusnya; 2) pola respon yang sangat beragam dan tidak menentu; 3) pasangan
pertanyaan yang mungkin berlebihan; dan 4) proporsi keberagaman populasi.
Status prevalensi kerawanan pangan bisa didapatkan dari survei, maka hasil dari
survei perlu dibandingkan dengan ambang batas standar yang menggambarkan
tingkat kerawanan pangan. Ambang batas standar global FIES adalah pada
pertanyaan ATELESS dan WHLDAY, yaitu masing-masing mencerminkan tingkat
kerawanan pangan moderate dan severe. Hasil survei yang terkumpul diolah
dengan software R. Kategori yang dihasilkan adalah tahan pangan, rawan pangan
tingkat moderate dan severe, dan rawan pangan tingkat severe (FAO).
Uji reliabilitas diperlukan setelah mendapatkan data dari lapangan untuk
memastikan bahwa FIES dapat diterima dengan baik di populasi yang menjadi
sasaran. Bila nilai reliabilitas >0.7, maka memiliki arti bahwa hasil dari
pengambilan data dengan pertanyaan FIES dapat diolah lebih lanjut, karena
masyarakat yang menjadi responden dapat menerima maksud dari pertanyaan
yang diajukan. Salah satu hasil luaran dari pengolahan data FIES yang lainnya
berupa gambar plot yang memastikan keandalan tiap pertanyaan FIES dalam
lapangan. Hasil luaran prevalensi dari pengolahan data mentah pertanyaan FIES
merupakan prevalensi untuk populasi, tidak menggambarkan seorang individu
tersebut rawan pangan atau tahan pangan, sehingga untuk mendapatkan hubungan
status kerawanan pangan dengan hipertensi, dimana status kerawanan menjadi
variabel independen, maka menurut FAO (2013), perlu dibentuk dummy variable.
Meskipun dasar pengambilan data alat ukur ini adalah individu dengan
mengumpulkan data kelaparan individu, namun hasil yang didapatkan
menggambarkan populasi penelitian secara keseluruhan yang telah
mempertimbangkan nilai standar global, sehingga nilai tersebut dapat
dibandingkan (comparable) dengan negara lain. Penilaian FIES dibuat untuk
mengetahui hasil suatu daerah mencapai indikator SDG terkait akses pangan
untuk mencapai Zero Hunger and No One Left Behind.
Banyak peneliti mengembangkan sistem skor DASH di luar negeri, namun hanya
satu yang ditemukan terpublikasi di Indonesia. Rahadiyanti et al. (2015)
melakukan penelitian pengukuran kualitas diet berdasarkan target zat gizi DASH
yang dikeluarkan oleh JNC (2006) seperti pada Tabel 2 bab sebelumnya,
kemudian batasan-batasan zat gizi ini diperbarui dengan data terbaru seperti
penggunaan AKG 2013 dan beberapa literatur lainnya, yang mana sebelumnya
batasan tersebut masih menggunakan AKG 2004, sehingga menjadi DASH Like
Diet dengan batasan zat gizi baru. Pengembangan ini menggunakan pedoman
DASH diet, beberapa pertimbangan keilmuan dan AKG Indonesia tahun 2004,
yaitu tujuan penelitian ini sebenarnya adalah untuk meneliti hubungan kualitas
diet DASH dengan risiko hipertensi pada wanita prediabetes. Setiap asupan zat
gizi yang memenuhi target DASH Like Diet diberi skor 1; pada target pertengahan
diberi skor 0.5; dan tidak memenuhi target diberi skor 0. Subjek penelitian
dikategorikan memenuhi asupan makan DASH Like Diet jika skor total lebih dari
atau sama dengan 4.5.
Definisi Operasional
Kualitas diet diukur dengan menilai seberapa dekat pola makan dengan pedoman
diet yang ada dan seberapa beragam pilihan makanan yang termasuk
dalam kelompok makanan yang dikonsumsi (Wirt dan Collins, 2009).
Skor kualitas diet adalah hasil akumulasi skor masing-masing indeks skor DASH
Like Diet yang dikembangkan oleh Rahadiyanti et al. (2015).
Diet DASH adalah pola konsumsi yang didasarkan pada porsi jenis makanan atau
zat gizi tertentu yang dikhususkan untuk mencegah kenaikan tekanan
darah (JNC 2006).
Skor DASH (Dietary Approach to Stop Hypertension) adalah alat ukur untuk
penilaian kualitas diet yang menitikberatkan pada penyakit hipertensi,
yaitu komponennya sesuai dengan prinsip DASH Like Diet Rahadiyanti et
al. (2015).
Hipertensi adalah suatu kondisi ketika terjadi peningkatan tekanan darah secara
kronis, dan dalam jangka panjang dapat menyebabkan kerusakan organ
serta akhirnya meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas (Purba
2016). Tekanan darah responden mencapai ≥ 140 90 mmHg dengan
menitikberatkan pada hipertensi sistol dan pengukuran rata-rata dari dua
kali pengukuran (Riskesdas 2013).
Subjek adalah responden atau penjawab (atas pertanyaan yang diajukan untuk
kepentingan penelitian) (KBBI). Responden dalam penelitian ini adalah
wanita dewasa berumur 35-55 tahun yang tinggal di area perdesaan di
Kabupaten Purwakarta yang memiliki tekanan darah kategori hipertensi.
Karakteristik sosio-ekonomi adalah informasi terkait responden yang meliputi
umur, pendidikan, pengetahuan, dan status kemiskinan.
Stres adalah reaksi seseorang baik secara fisik maupun secara psikis
apabila ada perubahan dari lingkungan yang mengharuskan seseorang
menyesuaikan diri.
Status gangguan mental emosional adalah penilaian status psikologis yang
didasarkan pada pengkategorian Self Reporting Questionnaire menurut
WHO (1994) (gangguan emosional atau tidak gangguan emosional).
Gangguan mental emosional adalah keadaan yang mengindikasikan seseorang
sedang mengalami perubahan psikologis (distres psikologik). Gangguan
ini dapat dialami semua orang pada keadaan tertentu dan dapat pulih
seperti semula. Gangguan ini dapat berlanjut menjadi gangguan yang lebih
serius apabila tidak berhasil ditanggulangi (Kemenkes 2013).
Sumber: Kecamatan Pondok Salam dalam Angka 2017 dan Google Map
Gambar 4 Peta Desa Pondokbungur, Kecamatan Pondoksalam, Kabupaten
Purwakarta
Desa Pondokbungur terletak di ketinggian 371 meter dari permukaan air
laut dengan tipologi desa berupa perbukitan di bagian selatan Kabupaten
Purwakarta (Gambar 4). Pada tahun 2016, luas lahan pertanian sawah sebesar 207
Ha, lahan pertanian non-sawah 34 Ha, dan lahan non pertanian sebesar 230 Ha.
Desa ini terdiri dari 16 RT dan 4 RW. Berdasarkan Kecamatan Pondoksalam
dalam Angka tahun 2017, pendidikan tertinggi yang ditamatkan oleh penduduk
desa sebagian besar merupakan kelompok tidak/belum tamat SD. Terdapat 1
tenaga medis berupa bidan dan 3 paraji yang terlatih. Sarana kesehatan terdapat 1
tempat bidan praktek dan 3 pos pelayanan terpadu (posyandu). Desa ini tidak
memiliki pasar, namun memiliki 17 toko, 5 warung/kedai makanan, dan 15
industri makanan dan minuman sebagai penggerak sarana ekonomi (BPS 2017).
Hal ini dapat menggambarkan bahwa sebagian besar penduduk Desa
Pondokbungur merupakan penduduk dengan mata pencaharian di bidang
pertanian dan perdagangan.
Hipertensi
telah mengetahui kondisi tekanan darah yang dimiliki. Tahap skrining kedua
dilakukan di waktu yang berbeda untuk mengkoreksi kembali keadaan hipertensi
demi memastikan bahwa kondisi tekanan darah sebelumnya bukan hipertensi
sementara.
Subjek yang diambil dalam penelitian merupakan subjek yang juga masuk
dalam penelitian induk yang berjudul “Healthy Diet Indicator, Diet Lemak dan
Garam, Profil Lipid, dan Risiko Hipertensi pada Wanita Sunda dan Minangkabau
di Daerah Perdesaan”. Pada tahap skrining, didapatkan 75 subjek hipertensi dan
75 subjek normal. Jumlah ini kemudian tereduksi pada saat tahap pelaksanaan
penelitian sebanyak 2 subjek dari kelompok hipertensi dan 2 subjek dari
kelompok tekanan darah normal karena subjek tidak mengikuti pemeriksaan
kesehatan sehingga antropometri subjek tidak ada dalam data. Selain itu, pada saat
pengolahan tahap entry data, ditemukan bahwa sebanyak 3 subjek (1 hipertensi
dan 2 normal) menjawab tidak tahu pada pertanyaan kuesioner FIES (pengolahan
data FIES membutuhkan jawaban dikotomi ya/tidak), maka subjek juga tersaring
kembali. Sebaran individu menurut status tekanan darah pada penelitian ini
disajikan dalam Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran individu menurut status tekanan darah
Subjek
Status tekanan darah
Jumlah %
Normal (≤120/80) 71 49.65
Hipertensi (≥140/90) 72 50.35
Kerawanan Pangan
“tidak”. Maka dari itu, dengan mengetahui jumlah pola yang tidak sesuai dengan
pola ekspektasi dan melihat pertanyaan mana yang menyebabkan pola ekspektasi
tersebut berbeda, akan menentukan apakah pertanyaan tersebut memang telah
terimplementasikan dengan baik atau tidak.
Berdasarkan Tabel 11, ada ketidaksesuaian dilihat dari kecenderungan
nilai respon afirmatif yang semakin mengecil hingga pertanyaan terakhir
(whlday), kecuali untuk poin pertanyaan nomor 5 mengenai ateless. Oleh karena
itu, hal ini mendukung bahwa tahap atau proses pengalaman kelaparan di populasi
penelitian hampir sama dengan proses kelaparan di tingkat global, namun pada
populasi penelitian, proses kelaparan lebih sering terjadi bahwa subjek lebih
dahulu mengurangi porsi makan daripada mengurangi jam makan pada proses
kelaparannya. Berdasarkan FAO (2013), domain pertanyaan ke-empat dan ke-
lima (skipped dan ateless) merupakan domain terjadinya masalah kekurangan
kuantitas makanan pada individu. Berdasarkan hal tersebut, maka posisi ateless
yang lebih sering terjadi lebih dahulu pada populasi penelitian masih dianggap
normal dan dapat diterima sejalan dengan proses kelaparan secara global. Hal ini
didukung dengan hasil Equating plot pada Gambar 5, yang menggambarkan
bahwa tiap item pertanyaan masih sejalan dengan standar global.
Adanya nilai standar eror menjelaskan bahwa pengukuran terhadap adanya
kemungkinan eror penting untuk dilakukan. Hal ini dikarenakan tidak bisa
dipastikannya bahwa delapan pertanyaan FIES benar-benar mengukur secara tepat
konsep latent trait, sehingga perlu adanya kuantifikasi eror terhadap
ketidakpastian tersebut.
Terdapat empat hasil dari Rasch model yang akan memperlihatkan
kualitas data yang terkumpul, yaitu infit, outfit, matrix korelasi residual, dan
reliabilitas. Infit memperlihatkan pertanyaan yang bekerja tidak semestinya pada
populasi tertentu. Nilai infit ini bisa tergantung dari penerjemahan pertanyaan
yang berarti pertanyaan tidak dapat dipahami dengan baik oleh responden atau
karena adanya masalah saat pengumpulan data. Kategori rendah (<0.7)
menandakan bahwa pertanyaan tersebut redundant dengan pertanyaan lainnya.
Kategori sesuai dengan Rasch Model (0.8-1.2) menandakan bahwa pertanyaan
mempunyai hubungan dengan latent trait yang ada. Pertanyaan dengan infit tinggi
(>1.3) menandakan bahwa pertanyaan bekerja tidak semestinya, sehingga
implementasi harus berubah untuk pertanyaan tersebut di survey yang akan
mendatang.
Outfit hampir sama dengan infit, tetapi sensitif terhadap kasus dengan pola
yang tidak biasa dengan responden yang sedikit. Nilai oufit >2 dikatakan tinggi.
Hasil dari outfit menggambarkan adanya pola respon dari responden yang tidak
biasa. Berdasarkan Tabel 12, diketahui bahwa pertanyaan kategori whlday
memiliki nilai outfit >2, hal ini dikarenakan terlalu sedikitnya jumlah populasi
penelitian sehingga nilai outfit menjadi bias lebih dari acceptable range yang
ditentukan.
48
ekonomi dengan faktor paling kuat adalah pendapatan, ras dan suku, imigrasi,
kedudukan di keluarga, disabilitas, status kesehatan, paparan kekerasan, dan
modal sosial. Amirian et al. (2008) dalam penelitiannya pada rumah tangga
petani sawah di wilayah enclave, melihat sebaran dengan peubah akses pangan
berupa pendapatan, pendidikan, kepemilikan, dan situasi ketahanan pangan
berdasarkan aspek akses pangan. Pada penelitian tersebut, dinyatakan bahwa
masih terdapat kelompok tidak tahan pangan pada rumah tangga petani sawah dan
juga ada hubungan nyata antara ketersediaan energi per kapita dengan pendapatan
keluarga. Tanziha dan Herdiana (2009) dalam penelitiannya di daerah kabupaten
Lebak mengungkap bahwa terdapat hubungan signifikan antara jumlah anggota
rumah tangga dan pengeluaran per kapita dengan ketahanan pangan. Pada tahun
2010, Tanziha et al. juga juga menggunakan indikator besar keluarga dan
pengeluaran untuk dihubungkan dengan tingkat intensitas kerawanan pangan.
Karakteristik sosial ekonomi memegang peranan penting dalam dimensi akses
pangan untuk mencegah kondisi rawan pangan tingkat individu.
Berdasarkan Riskesdas 2013, terdapat tiga cara untuk mengukur status
sosio-ekonomi, yaitu melalui data penghasilan per bulan, atau pengeluaran per
bulan atau berdasarkan kepemilikan barang tahan lama. Ketiga proxy pengukuran
status ekonomi tersebut mempunyai kelebihan dan kelemahan. Mengukur status
ekonomi berdasarkan data pengeluaran per bulan mempunyai akurasi yang cukup
baik diantara ketiga cara pengukuran meskipun cukup memakan waktu. Data
pengeluaran perbulan ini masih tingkat rumah tangga sehingga dijadikan sebagai
peubah penduduk miskin dengan satuan rupiah per kapita per bulan sesuai
kategori garis kemiskinan Kabupaten Purwarkata tahun 2017 oleh BPS sebesar
Rp 325.607,-. Tabel 14 menunjukkan sebaran data karakteristik sosio-ekonomi
populasi penelitian.
Tabel 14 Sebaran data menurut karakteristik sosio-ekonomi
Jumlah (N=143)
Variabel
n Persentase
Umur
Dewasa menengah (35-44) 90 62.9
Dewasa lanjut (45-55) 53 37.1
Pengetahuan
Kurang (< 6, Kuartil1) 35 24.5
Cukup (6-8) 29 20.3
Baik (> 8, Kuartil 3) 79 55.2
Lama Pendidikan (th)
Tidak Tamat SD (<6) 33 23.1
Tamat SD (≥6) 110 76.9
Kategori Penduduk Miskin (Rp/kapita/bl)
Di bawah Garis Kemiskinan 26 18.2
Di atas Garis Kemiskinan 117 81.8
N: total subjek
n: jumlah subjek
Variabel pada Tabel 14, bagian kategori penduduk miskin merupakan
variabel yang berkaitan erat dengan akses pangan individu. Hasil sebaran di atas
menunjukkan bahwa dalam populasi penelitian, jumlah penduduk dengan kategori
52
di atas kemiskinan cenderung lebih banyak, padahal dalam sebaran Tabel 12,
terdapat hanya 45.45% yang tidak pernah merasakan rawan pangan sedangkan
sisanya adalah rawan pangan. Badan Pusat Statistik menjelaskan bahwa Garis
Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis Kemiskinan Makanan
(GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk yang memiliki
rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan
dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Hal ini memberikan arti bahwa secara garis besar, kondisi ekonomi
masyarakat di perdesaan dalam kondisi yang baik, sedangkan masih ada separuh
dari populasi penelitian yang merasakan kerawanan pangan atau merasa kesulitan
mengakses pangan dan terjadi hipertensi. Dimensi kerawanan pangan dapat
dirasakan oleh masyarakat melalui tiga pilar, yaitu ketersediaan, akses, dan
pemanfaatan. Pengukuran FIES merupakan pengukuran berdasarkan dimensi
kesulitan akses yang dirasakan oleh responden. Akses dapat dicerminkan
berdasarkan akses ekonomi, fisik, dan juga sosial. Meskipun dalam aspek
ekonomi populasi penelitian terlihat baik, namun preferensi sifat konsumtif
populasi atau tingkat prioritas terhadap pembelanjaan keuangan mengenai
pemenuhan ketersediaan pangan dalam rumah tangga bisa menjadi perancu
terjadinya kerawanan pangan, yang mana kondisi ini tidak tergambarkan dalam
penelitian.. Segi akses fisik, berdasarkan Kecamatan Pondoksalam Dalam Angka
tahun 2017, desa tempat populasi tidak memiliki pasar. Selain itu berdasarkan
observasi peneliti, masyarakat secara garis besar hanya bisa turun ke daerah
perkotaan selama dua minggu sekali, sehingga keberagaman makanan mereka
beresiko kurang beragam. Berdasarkan aspek sosial, kebiasaan makan yang masih
menjadi tradisi dalam wilayah Purwakarta adalah budaya Sunda. Budaya ini
masih terasa dalam populasi penelitian yang tercermin dari cara penyajian
makanan yang asin dan porsi nasi berbumbu (liwet) sebagai karbohidrat yang
banyak. Hal ini tercermin dari data SDT tahun 2014 bahwa Jawa Barat merupakan
wilayah dengan rerata asupan natrium tertinggi di Indonesia.
Kualitas Diet
Kualitas diet diukur dengan menilai seberapa dekat pola makan dengan
pedoman diet yang ada dan seberapa beragam pilihan makanan yang termasuk
dalam kelompok makanan yang dikonsumsi (Wirt dan Collins, 2009). DASH Like
Diet adalah kumpulan dari nilai sasaran zat gizi yang dianjurkan oleh JNC (2006)
untuk mencegah hipertensi, namun nilai sasaran zat gizi tersebut telah disesuaikan
dengan kecukupan gizi masyarakat Indonesia dan nilai sebaran yang ada di
populasi penelitian. Rancangan penilaian semacam ini mengikuti penelitian
sebelumnya berdasarkan Rahadiyanti et al. (2015). Anjuran zat gizi untuk
mencegah hipertensi memiliki nilai sasaran kategori baik, sedang dan buruk (1;
0,5; 0). Nilai “baik” bila asupan responden memenuhi sasaran nilai zat gizi yang
diperlukan, nilai “sedang” merupakan rentang yang disesuaikan dengan referensi
tertentu seperti AKG dan nilai sebaran populasi penelitian, sedangkan nilai
“buruk” bila nilai sasaran pada kategori baik dan sedang tidak terpenuhi.
53
baik karena penilaian langsung merujuk pada kandungan gizi bahan makanan
yang dianggap lebih meyakinkan, bukan lagi porsi kelompok makanan.
Tabel 16 Sebaran jumlah responden menurut kualitas diet
Subjek
Kualitas diet
Jumlah %
Kurang 120 83.9
Baik 23 16.1
Total 143 100.0
berat. Maka dari itu, terdapat 65 subjek responden yang tidak masuk dalam
kategori manapun karena memiliki nilai raw score 0, yang artinya tidak ada
kesulitan sama sekali dalam mengakses pangan sehingga tidak merasakan
pengalaman kelaparan apapun. Hasil ini tidak dapat dikatakan sebagai prevalensi,
karena sifat dummy variable yang tidak linier, yang mana seharusnya antar
pertanyaan saling berhubungan satu sama lain (latent trait). Prevalensi estimasi
kerawanan pangan dari olah data FIES tetap mengacu pada standar global
sehingga bersifat comparable.
Tabel 18 Hubungan kerawanan pangan dengan hipertensi
Dummy Variable p OR 95%CI
Indikasi rawan pangan (1-3) 0.675 1.182 0.540-2.589
Indikasi rawan pangan sedang (4-6) 0.424 1.467 0.573-3.756
Indikasi rawan pangan berat (7-8) 0.044* 4.138 1.041-16.444
p: p-value
OR: Odd Ratio
Berdasarkan hasil uji hubungan regresi logistik pada Tabel 18,
memberikan hasil bahwa hanya variabel indikasi rawan pangan parah yang
memiliki nilai p value uji wald (Sig) < 0,05, artinya variabel tersebut mempunyai
pengaruh parsial yang signifikan terhadap status tekanan darah hipertensi.
Berdasarkan hasil tersebut, diketahui bahwa dummy variable indikasi rawan
pangan berat memiliki OR 4.138, maka responden yang merasakan kesulitan
dalam akses terhadap pangan tingkat berat (severe) lebih beresiko mengalami
hipertensi sebanyak 4.138 kali lipat dibandingkan orang yang tidak kesulitan
akses pangan. Lebih terperinci untuk mengetahui secara spesifik perbedaan
kelompok normal dan hipertensi dalam proses kelaparannya, dijelaskan pada
Tabel 19.
Tabel 19 Item pertanyaan FIES
Normal Hipertensi
Item Pertanyaan p
Jumlah % Jumlah %
WORRIED 26 36.6 40 55.6 0.029
HEALTHY 22 31 30 41.7 0.224
FEWFOODS 19 26.8 32 44.4 0.036
SKIPPED 9 12.7 19 26.4 0.057
ATELESS 17 23.9 22 30.6 0.453
RUNOUT 13 18.3 14 19.4 1.000
HUNGRY 6 8.5 15 20.8 0.057
WHLDAY 5 7 10 13.9 0.275
Tabel 20 Perbedaan asupan zat gizi berdasarkan kategori rawan pangan berat
Tidak ada indikasi
Rawan pangan
rawan pangan
Komponen DASH Like Diet berat (n=13) p
berat (n=130)
Rerata SD Rerata SD
Karbohidrat (% total energi) 55.47 11.73 53.57 9.50 0.584
Protein (% total energi) 13.58 3.95 14.11 5.95 0.866
Lemak (% total energi) 31.29 10.04 33.65 13.26 0.315
Lemak jenuh (% total energi) 14.97 6.20 19.41 10.60 0.131
Serat (g) 6.87 3.09 10.29 6.15 0.029*
Natrium (mg) 1155.87 1421.77 978.67 1087.86 0.500
Rasio Na:K 1.44 4.57 0.71 0.68 0.142
Kalsium (mg) 326.99 331.19 290.15 248.45 0.710
Magnesium (mg) 187.55 84.88 212.18 85.30 0.289
Berdasarkan tabel di atas, dapat diketahui bahwa sebagian besar asupan zat
gizi berdasarkan DASH Like Diet tidak ada perbedaan (p>0.05), kecuali untuk
serat (p<0.05), antara kelompok dengan indikasi rawan pangan berat dengan
kelompok tidak ada indikasi rawan pangan berat. Analisis lebih lanjut, dilakukan
uji hubungan antara status rawan pangan dengan kualitas diet pada Tabel 20.
Tabel 21 Hubungan status kerawanan pangan dengan kualitas diet
Dummy Variable p OR 95%CI
Indikasi rawan pangan (1-3) 0.984 0.989 0.350-2.800
Indikasi rawan pangan sedang (4-6) 0.977 1.019 0.291-3.570
Indikasi rawan pangan berat (7-8) 0.413 2.444 0.287-20.788
p: p-value
OR: Odd Ratio
Tabel 21 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status kerawanan
pangan dengan status kualitas diet berdasarkan DASH Like Diet (p>0.05).
Berdasarkan Tabel 21 juga dapat diketahui bahwa tidak ada hubungan antara
kualitas diet berdasarkan DASH Like Diet dengan kejadian hipertensi (p=0.472,
p>0.05).
Tabel 22 Hubungan kualitas diet dengan status hipertensi
Normal Hipertensi
Kualitas Diet p OR 95%CI
n % n %
Baik 13 18.3 10 13.9
0.472 1.390 0.566-3.414
Kurang 58 81.7 62 86.1
p: p-value
OR: Odd Ratio
Umur merupakan prediktor yang dapat memengaruhi hasil uji hubungan
antara kualitas diet dengan status hipertensi, oleh karena itu dilakukan uji
hubungan lanjutan dengan menggunakan Chi Square multi tabel dengan umur
sebagai variabel kontrol. Hubungan antara umur, kualitas diet, dan hipertensi
ditampilkan pada Tabel 23.
58
Tabel 24 menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan asupan zat gizi pada
kelompok hipertensi dan tekanan darah normal pada semua komponen zat gizi
yang dinilai pada DASH Like Diet (p>0.05). Berdasarkan penelusuran lebih
lanjut, diketahui bahwa responden yang mengalami hipertensi telah melakukan
perubahan pola makan, sehingga tidak adanya perbedaan asupan zat gizi terjadi
karena adanya perubahan pola hidup yang telah dilakukan oleh responden yang
menderita hipertensi, yang mana beberapa diantaranya berkaitan dengan
perubahan diet (Tabel 25).
Tabel 25 Sebaran subjek hipertensi menurut perubahan gaya hidup
Subjek
Melakukan Perubahan Gaya Hidup
Jumlah %
Ya 37 51.4
Tidak 35 48.6
Tabel 27 Uji beda asupan gizi DASH Like Diet berdasarkan kategori hipertensi
yang belum dan sudah melakukan perubahan diet
Hipertensi belum Hipertensi sudah
perubahan diet perubahan diet
Komponen DASH Like Diet p
(n=35) (n=37)
Rerata SD Rerata SD
Karbohidrat (% total energi) 55.55 16.75 57.17 8.67 0.201
Protein (% total energi) 13.98 5.65 12.67 2.72 0.467
Lemak (% total energi) 33.57 12.25 30.30 9.14 0.235
Lemak jenuh (% total energi) 16.39 8.27 14.46 5.93 0.461
Serat (g) 6.64 2.72 7.77 4.36 0.319
Natrium (mg) 1000.00 1114.22 1100.13 844.14 0.205
Rasio Na:K 0.97 1.01 1.13 0.89 0.267
Kalsium (mg) 296.64 265.32 279.69 259.43 0.924
Magnesium (mg) 189.68 110.21 184.85 82.74 0.723
antara kelompok rawan pangan berat dengan kelompok tidak rawan berat yang
sudah dikurangi responden yang telah melakukan perubahan diet (Tabel 28).
Tabel 29 Perbedaan asupan zat gizi berdasarkan kategori rawan pangan berat
Tidak ada indikasi
Rawan pangan berat
rawan pangan berat
Zat gizi (n=5) p
(n=101)
Rerata SD Rerata SD
Energi 1485.79 470.20 1405.71 153.01 0.794
Karbohidrat 203.20 65.15 185.00 31.54 0.470
Protein 50.24 20.69 49.74 12.75 0.806
Lemak 51.44 26.24 55.78 23.09 0.597
Lemak.jenuh 25.19 15.39 29.65 13.25 0.333
Serat 6.98 3.16 15.26 7.43 0.010*
Sodium 1210.85 1505.17 737.90 715.79 0.352
Potassium 1119.41 480.59 1332.07 638.19 0.452
Rasio.NaK 1.57 5.15 0.46 0.33 0.083
Calcium 332.37 345.03 347.20 328.01 0.887
Magnesium 188.29 74.10 220.74 90.24 0.425
Kolesterol 146.67 129.88 117.80 161.53 0.336
Besi 7.23 5.12 7.75 3.25 0.430
Fosfor 707.71 325.36 685.98 283.86 0.887
Seng 5.79 2.83 5.49 1.14 0.864
VitA 1127.89 771.67 1886.48 946.64 0.064
VitB1 0.50 0.24 0.49 0.22 0.976
VitB2 0.52 0.23 0.64 0.26 0.288
VitC 23.24 20.79 31.08 23.54 0.417
VitD 5.36 7.57 4.18 3.86 0.970
Berdasarkan Tabel 29, dapat diketahui bahwa tidak ada asupan zat gizi
yang berbeda signifikan, kecuali terdapat satu asupan gizi yang berbeda signifikan
antara kelompok rawan pangan tingkat berat dan kelompok yang tidak berstatus
rawan pangan tingkat berat, yaitu serat. Meskipun responden hipertensi yang telah
melakukan perubahan diet dikeluarkan, tetap rawan pangan tidak mempengaruhi
kualitas diet dan kualitas diet tidak mempengaruhi kejadian hipertensi. Pada hasil
penelitian ini, didapat konsumsi serat lebih tinggi dikonsumsi oleh responden
yang berstatus rawan pangan berat. Hal ini dapat terjadi diduga karena preferensi
pangan masyarakat di wilayah penelitian terhadap bahan pangan yang mudah
ditemukan dan diakses di wilayah mereka. Jayati et al. (2014) dalam
penelitiannya dengan masyarakat di daerah perdesaan, menemukan bahwa
rendahnya asupan dipengaruhi oleh preferensi makanan yang rendah
mengonsumsi pangan hewani, namun lebih tinggi sayur-sayuran. Preferensi
makanan dapat dikarenakan ketersediaan sayur-sayuran yang lebih mudah
ditemukan daripada jenis kelompok makanan lainnya. Selain itu, tidak adanya
perbedaan antara asupan zat gizi antar kelompok rawan pangan berat dan
kelompok tidak ada indikasi rawan pangan berat dapat terjadi karena perubahan
pola makan masyarakat dalam penelitian yang hampir sama. Letak geografi akan
memengaruhi pola masyarakat bertindak dalam kehidupan sehari-hari, karena
adanya pola kesejahteraan yang meningkat dan arus urbanisasi yang memengaruhi
62
gaya hidup, pola makan, dan obesitas sehingga meningkatkan resiko hipertensi di
semua kalangan (Colhoun et al. 1998; Lima et al. 2013).
penelitian. Koping merupakan proses yang dialami individu berupa pemikiran dan
tindakan atau perilaku-perilaku untuk mengatur atau mengelola ketidaksesuaian
antara tuntutan dari suatu situasi dan sumber yang dimiliki individu dalam menilai
atau menghadapi stres (Taylor 2009).
Strategi koping dibagi menjadi dua, yaitu problem focused coping dan
emotional focused coping. Problem focused coping merupakan usaha yang
dilakukan individu dengan cara menghadapi secara langsung sumber penyebab
masalah, sedangkan emotional focused coping merupakan usaha untuk
mengurangi reaksi emosional negatif terhadap stres dengan mengalihkan
perhatian dari masalah, melakukan relaksasi, atau mencari rasa nyaman dengan
hal-hal tertentu (Lazarus RS 1996 dalam Sadaghiani and Sorkhab 2013). Selye
(1950) dalam Rice menyatakan dalam mengolah suatu stres yang sesuai dengan
berat atau ringan dan lama atau singkatnya stres berlangsung, maka individu akan
mengalami 3 hal, yaitu alarm reaction, stage of resistance, dan exhaustion. Pada
tahap alarm reaction, tubuh akan melakukan fight-or-flight melawan atau lari dari
sumber stres. Reaksi tubuh terhadap stres ini tidak berlangsung lama. Setelah itu
akan masuk ke dalam tahap adaptasi atau resisten, yang mana gejala stres di awal
mulai menghilang dan terjadi penyesuaian dengan perubahan lingkungan.
Individu akan merasa biasa saja ketika stres tersebut datang kembali karena tubuh
sudah terbiasa. Hubungan antara rawan pangan tingkat sedang dengan gangguan
mental emosional dapat terjadi karena hal ini, ketika kondisi rawan pangan tingkat
sedang muncul sebagai stresor pada tahap alarm reaction, sedangkan pada rawan
pangan tingkat berat ada pada tahap stage of resistance.
WHO (2014) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara kesehatan
mental dengan penyakit kronis. Salah satu contohnya adalah keadaan depresi yang
dikaitkan dengan kurang lebih dua kali lipat kejadian berulang dan memicu
terjadinya kematian antara satu dan dua tahun setelah peristiwa depresi awal
terjadi. Memburuknya prognosis ini adalah karena depresi. Autoye (2015)
mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara kepala keluarga dari rumah
tangga rawan pangan dengan status kesehatan mental yang buruk. Stres dan
kecemasan akan ketidakmampuan mempertahankan ketahanan pangan dalam
keluarga menjelaskan alasan kepala keluarga memiliki riwayat kesehatan mental
yang buruk. Begitu pula dengan wanita, berisiko terpapar kesehatan mental yang
buruk karena beban sehari-hari untuk memberikan makan keluarga sehingga
timbul stres dan kecemasan yang lebih besar daripada kepala rumah tangga.
Gangguan mental emosional atau stres psikologis merupakan tanda seseorang
mengalami suatu kondisi yang memerlukan adaptasi, tetapi stres yang
berkepanjangan akan merusak mekanisme fungsional tubuh. Hal ini menjelaskan
bahwa keadaan rawan pangan tingkat berat yang berkepanjangan dapat
memengaruhi kesehatan termasuk hipertensi.
Selanjutnya, dilakukan analisis hubungan antara gangguan mental
emosional dengan kejadian hipertensi dalam populasi penelitian, Tabel 33
menunjukkan gambaran hubungan dan sebaran responden penelitian antara status
gangguan mental emosional dengan status hipertensi.
65
Hasil Tabel 33 menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara stres atau
gangguan mental emosional dengan kejadian hipertensi di wilayah populasi
penelitian (p>0.05). Hasil tetap tidak menunjukkan adanya hubungan antara status
gangguan mental emosional dengan status hipertensi meskipun telah dilakukan uji
Chi-Square multi tabel (p=0.933, p>0.05) (Tabel 34).
Tabel 34 Hubungan gangguan mental emosional dan hipertensi berdasarkan
kelompok umur
Normal Hipertensi
Variabel
n % n % p
Dewasa menengah Tidak gangguan mental emosional 27 38.0 15 20.8
0.457
Gangguan mental emosional 26 36.6 20 27.8
Dewasa lanjut Tidak gangguan mental emosional 8 11.3 21 29.2
0.391
Gangguan mental emosional 10 14.1 16 22.2
SRQ sebagai alat ukur yang digunakan, terdiri dari 20 pertanyaan yang
mengarah pada gangguan mental emosional. Berdasarkan 20 pertanyaan tersebut,
maka dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui perbedaan respon dari kelompok
normal dan hipertensi terhadap pertanyaan-pertanyaan gangguan mental
emosional (Tabel 34).
Tabel 35 Daftar pertanyaan SRQ berdasarkan kategori hipertensi
Normal Hipertensi
No Item Pertanyaan p
n % n %
1 Anda sering menderita sakit kepala? 50 70.4 55 76.4 0.419
2 Anda tidak nafsu makan? 36 50.7 38 52.8 0.804
3 Anda sulit tidur? 34 47.9 40 55.6 0.359
4 Anda mudah takut? 25 35.2 30 41.7 0.428
5 Anda merasa tegang, cemas atau kuatir? 35 49.3 35 48.6 0.935
6 Tangan anda gemetar? 18 25.4 25 34.7 0.222
7 Pencernaan anda terganggu/buruk? 18 25.4 24 33.3 0.295
8 Anda sulit untuk berpikir jernih? 25 35.2 27 37.5 0.776
9 Anda merasa tidak bahagia? 25 35.2 18 25.0 0.186
10 Anda menangis lebih sering? 17 23.9 25 34.7 0.157
Anda merasa sulit untuk menikmati
11 18 25.4 29 40.3 0.057
kegiatan sehari hari?
12 Anda sulit untuk mengambil keputusan? 24 33.8 25 34.7 0.908
13 Pekerjaan sehari-hari anda terganggu? 19 26.8 18 25.0 0.811
Anda tidak mampu melakukan hal-hal
14 20 28.2 19 26.4 0.813
yang bermanfaat dalam hidup?
15 Anda kehilangan minat pada berbagai hal? 18 25.4 26 36.1 0.163
66
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Brown, JE. 2011. Nutrition Through the Life Cycle. 4th Edition. Belmont (CA):
Wadsworth Cengage Learning.
Busingye D, Arabshahi S, Subasinghe AK, Evans RG, Riddell MA, Thrift AG.
2014. Do the socioeconomic and hypertension gradients in rural
populations of lowand middle-income countries differ by geographical
region? A systematic review and meta-analysis. Int J Epidemiol.
43(5):1563–77.
Campbell, C.C. 1990. Food insecurity: a nutritional outcome or a predictor
variable?. Journal of Nutrition, 121:408–415.
Castillo DC, Ramsey NLM, Yu SSK, Ricks M, Courville AB, Sumber AE. 2012.
Inconsistent Access to Food and Cardiometabolic Disease: The Effect of
Food Insecurity. Curr Cardiovasc Risk Rep. 6:245–250.
Cole N, Fox MK. 2008. Diet Quality Of Americans By Food Stamp Participation
Status: Data From The National Health And Nutrition Examination Survey
1999 2004. Food And Nutrition Service (US): US Department Of
Agriculture.
Coleman-Jensen M. Rabbitt MP, Gregory C, Singh A. 2015. Household food
security in the United States in 2014. New York (US): US Department of
Agriculture, Economic Research Service.
Colhoun HM, Hemingway H, Poulter NR. 1998. Socio-economic status and blood
pressure : an overview analysis. J Hum Hypertens. 12(2):91–110.
Conlin PR, Chow D, Miller ER, Svetkey LP, Lin P, Harsha DW, Moore TJ, Sacks
FM, Appel LJ. 2000. The effect of dietary patterns on blood pressure
control in hypertensive patients: Results from the dietary approaches to
stop hypertension (DASH) trial. Am J Hyp. 13(9):949-955.
Despres JP. Lemieux I. 2006. Abdominal obesity and metabolic syndrome.
Abstract. Nature. 14;444(7121):881-7.
Dewifianita R, Hidayat N, Setiyobroto I. 2017. Pengaruh Pemberian Konseling
Diet Dash (Dietary Approach To Stop Hypertension) Terhadap Perubahan
Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi Peserta Prolanis Di Puskesmas
Sentolo I Kabupaten Kulon Progo. Naskah Publikasi. Yogyakarta (ID):
Politeknik Kesehatan Kementerian Kesehatan Yogyakarta.
Dickinson HO, Mason JM, Nicolson DJ, Campbell F, Beyer FR, Cook JV,
Williams B, Ford GA. 2006. Lifestyle interventions to reduce raised blood
pressure: a systematic review of randomized controlled trials. Abstract. J
Hypertens. 24(2):215-33.
[FAO, FHI 360]. Food and Agriculture Organization, Family Health
International 360. 2016. Minimum Dietary Diversity for Women: A Guide
for Measurement. Rome (RO): FAO.
[FAO, IFAD, WFP]. Food and Agriculture Organization, International Fund for
Agricultural Development, World Food Programme. 2015. The State of
Food Insecurity in the World 2015. Meeting the 2015 international hunger
targets: taking stock of uneven progress. Rome (RO): FAO.
[FAO] Food and Agriculture Organization. [tanpa tahun]. The Food Insecurity
Experience Scale: Measuring Food Insecurity Through People’s
Experiences. Report. Rome (RO): FAO.
70
Garam, dan Lemak serta Pesan Kesehatan untuk Pangan Olahan dan
Pangan Siap Saji. Jakarta (ID): Sekretariat Negara.
Perdana SM. 2014. Alternatif Indeks Gizi Seimbang untuk Penilaian Mutu Gizi
Konsumsi Pangan Wanita Dewasa Indonesia. J Gizi Pangan. 9(1): 43-50.
Prakash A. 2011. Safeguarding Food Security in Volatile Global Markets. Food
and Agriculture. ISBN 978-92-5-1068038. Rome (RO): FAO.
Preuss HA, Pfeifer H, Schoeneberger H, Gross R. 2000. The Four Dimensions of
Food and Nutrition Security: Definitions and Concepts. Food and
Agriculture Organization: Nutrition and Food Security. Apr:p 3-5.
Rahadiyanti A, Setianto BY, Purba MB. 2015. Asupan makan DASH-like diet
untuk mencegah risiko hipertensi pada wanita prediabetes. J Gizi Klinik
Ind. 11: 115-125.
Rahajeng E, Kristanti D, Kusumawardani N. 2016. Perbedaan Laju Kecepatan
Terjadinya Hipertensi Menurut Konsumsi Natrium: Studi Kohort
Prospektif Di Kota Bogor, Jawa Barat, Indonesia. Penelitian Gizi dan
Makanan. 39(1):45–53.
Rahajeng E, Tuminah S. 2009. Prevalensi Hipertensi dan Determinannya di
Indonesia. Maj Kedokt Indon. 59(12):580-587.
Raymond JL, Couch SC. 2011. Chapter 34: Medical Nutrition Therapy for
Cardiovascular Disease. In: Mahan LK, Stump ES, Raymond JL.
Krause’s Food and the Nutrition Care Process 13th edition. Canada (CA):
Saunders Elsevier.
Reddy KS, Naik N, Prabhakaran D. 2006. Hypertension in the developing world:
A consequence of progress. Curr Cardiol Rep. 8(6):399–404.
Rice VH. 2012. Handbook of stress, coping, and health : implications for nursing
research, theory, and practice 2nd edition. Los Angeles (US): Sage
Publications, c2012.
Ridhwan H, Heryudarini, Setiawan B, Effendi I. 2012. An efficacy of the
Indonesian modified dash diet on reducing body weight and blood
pressure. Abstract. Nutr and Diet. 69(1): 121.
Riyadina W, Kodim N, Madanijah S. 2017. Determinan obesitas pada perempuan
pasca-menopause di Kota Bogor tahun 2014. Gizi Indon. 40(1):45-58.
Sadaghiani NSK, Sorkhab MS. The Comparison of Coping Styles in Depressed,
Anxious, Under Stress Individuals and the Normal Ones. Procedia Soc
Behav Sci. 84:615-620.
Saneei P, Abargouei AS, Esmaillzadeh A, Azadbakt L. Influence of Dietary
Approaches to Stop Hypertension (DASH) diet on blood pressure: a
systematic review and meta-analysis on randomized controlled trials.
Nutr, Metab and Card Dis. doi:10.1016/j.numecd.2014.06.008.
Saputri DE. 2010. Hubungan Stres Dengan Hipertensi Pada Penduduk Di
Indonesia Tahun 2007 (Analisis Data Riskesdas 2007) [Tesis]. Jakarta
(ID): Universitas Indonesia.
Savioa and Schiffrin. 2007. Vaskular inflammation in hypertension and diabetes:
molecular mechanisms and therapeutic interventions. Abstract. Clin Sci
(Lond). 112(7):375-84.
Seligman HK, Schillinger D. 2010. Hunger and Socioeconomic Disparities in
Chronic Disease. N Engl J Med. 363;1.
74
Seligman HK, Laraia BA, Kushel MB. 2010. Food insecurity is associated with
chronic disease among low-income NHAHES participants. J Nutr.
140:304-310.
Selye H. 1950. Stress and the general adaptation syndrome. British Med J.
1(4667):1383-1392.
Sihombing . 2017. Faktor yang Berhubungan dengan Hipertensi pada Penduduk
Indonesia yang Menderita Diabetes Melitus (Data Riskesdas 2013).
Buletin Penelitian Kesehatan. 45( 1):53 – 64.
Smith, Lisa, Harold Alderman, and D. Aduayom. 2006. Food Insecurity In Sub-
Saharan Africa: New Estimates From Household Expenditure Surveys.
Research Report 146. Washington DC (US): IFPRI.
Sointia B, Touyz RM. 2007. Role of magnesium in hypertension. Abstract. Arch
Biochem Biophys. 1;458(1):33-9.
Spruill TM. 2010. Chronic Psychosocial Stress and Hypertension. Curr Hypertens
Rep. 12(1): 10–16.
Steptoe A, Kivimaki M. 2012. Stress and Cardiovaskular Disease. Nat Rev
Cardiol. 9:360–370.
Tanziha I, Syarief H, Kusharto CM, Hardinsyah, Sukandar D. 2005. Analisis
Determinan Kelaparan. Med Gizi&Keluarga, Des 2005 29(2):14-23.
Tarigan AR, Lubis Z, Syarifah. 2018. Dukungan Keluarga Terhadap Diet
Hipertensi Di Desa Hulu Kecamatan Pancur Batu Tahun 2016. J
Kesehatan. 11(1):8–16.
Taylor JY, Washington OGM, Artinian NT, Lichtenberg P. 2008. Relationship
Between Depression and Specific Health Indicators Among Hypertensive
African American Parents and Grandparents. Prog Cardiovasc Nurs.
23(2): 68–78.
[US HHS] US Department of Health and Human Services (US). 2006. DASH
Eating Plan: Lower Your Blood Pressure. National Institutes of Health
Publication No 06-4082.
Wahyuni, Susilowati T. 2018. Pola makan dan jenis kelamin dan hubungan
pengetahuan terhadap kejadian hipertensi di kalurahan sambung macan
sragen. Gaster. 16(1):73–82.
Walker RE, Kawachi I. 2012. Use of concept mapping to explore the influence of
food security on food buying practices. J Academy Nutr and Diet. 112:711–
717.
[WHO, FAO] World Health Organization, Food And Agriculture Organization.
1996. Preparation And Use Of Food Based Dietary Guidelines. Report of
a Joint FAO/WHO. Nicosia (VY): FAO/WHO.
[WHO] World Health Organization. 2002. World Health Report 2002: Reducing
Risks, Promoting Healthy Life. Geneva (CH): WHO.
_____. 2011. Noncommunicable Diseases in the South-East Asia Region:
Situation and Response. WHO South-East Asia Region Report. India (IN):
WHO.
_____. 2014. Non Communicable Disease Country Profiles 2014. Geneva (CH):
WHO.
_____. 2014. Noncommunicable Diseases (NCD) Country Profiles: Indonesia.
WHO Report. [diunduh 2017 Okt 11].
http://www.who.int/nmh/countries/idn_en.pdf.
75
_____. 2014. Integrating The Response to Mental Disorders and Other Chronic
Disease in Health Care Systems. WHO Report. [diunduh pada 17 Okt
2018].http://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/112830/9789241506
793_eng.pdf;jsessionid=E3B2F8DB04F8BFB35E16708F68F07100?seque
nce=1.
Widmaier E, Raff H, Strang K. 2006. Vander’s human physiology: the
mechanisms of body function.10 th ed. New York (US): McGraw-Hill.
Wirt A, Collins CE. 2009. Diet quality – what is it and does it matter?. Pub Health
Nutr. 12(12):2473-2492.
76
77
LAMPIRAN
78
79
No Pertanyaan Ya Tidak
1 anda sering menderita sakit kepala?
2 anda tidak nafsu makan?
3 anda sulit tidur?
4 anda mudah takut?
5 anda merasa tegang, cemas atau kuatir?
6 tangan anda gemetar?
7 pencernaan anda terganggu/buruk?
8 anda sulit untuk berpikir jernih?
9 anda merasa tidak bahagia?
10 anda menangis lebih sering?
11 anda merasa sulit untuk menikmati kegiatan sehari hari?
12 anda sulit untuk mengambil keputusan?
13 pekerjaan sehari-hari anda terganggu?
14 anda tidak mampu melakukan hal-hal yang bermanfaat dalam
hidup?
15 anda kehilangan minat pada berbagai hal?
16 anda merasa tidak berharga?
17 anda mempunyai pikiran untuk mengakhiri hidup?
18 anda merasa lelah sepanjang waktu?
19 anda mengalami rasa tidak enak di perut?
20 anda mudah lelah?
Total
83
Apakah makanan kemarin sama seperti makanan yang dimakan 1.Ya 2.Tidak
sehari-hari?
Apakah anda mengonsumsi vitamin/suplemen/obat hari ini 1.Ya 2.Tidak
Apakah makanan kemarin sama seperti makanan yang dimakan 1.Ya 2.Tidak
sehari-hari?
Apakah anda mengonsumsi vitamin/suplemen/obat hari ini 1.Ya 2.Tidak
N complete non-extreme 67
WN complete non-extreme 67
N total 146
N Any Missing 3
WN Any missing 3
N Yes on Perc Yes on WN Yes on WPerc Yes on N Yes on Perc Yes WN Yes WPerc Yes
SE complete non- complete non- complete non- complete non- total on total on total on total
Item Severity severity Infit SE infit Outfit extreme sample extreme sample extreme sample extreme sample sample sample sample sample
WORRIED -2.51269 0.350468 0.959835 0.180451 0.647331 55 82.0895522 55 82.08955 67 45.89041 67 45.89041
HEALTHY -1.38536 0.309653 1.020419 0.146177 0.969926 41 61.1940299 41 61.19403 54 36.9863 54 36.9863
FEWFOOD -1.30972 0.309303 0.897155 0.147286 0.800338 40 59.7014925 40 59.70149 54 36.9863 54 36.9863
SKIPPED 0.58985 0.349188 0.894487 0.193497 0.709669 18 26.8656716 18 26.86567 32 21.91781 32 21.91781
ATELESS -0.4317 0.318626 0.986292 0.172466 0.888211 29 43.2835821 29 43.28358 41 28.08219 41 28.08219
RUNOUT 0.908133 0.364106 0.920131 0.201578 0.772119 15 22.3880597 15 22.38806 27 18.49315 27 18.49315
HUNGRY 1.516963 0.405872 0.939809 0.234173 1.025922 10 14.9253731 10 14.92537 21 14.38356 21 14.38356
WHLDAY 2.624538 0.555808 1.323859 0.395325 6.975425 4 5.97014925 4 5.970149 15 10.27397 15 10.27397
Threshold 213.0137
Raw-score Severity Error N cases W cases -0.431703 2.62453786
0 -3.63895 1.540695 65 65 45.45455 0.0186856 2.3979E-05
1 -2.75421 1.179097 13 13 9.090909 0.0244346 2.5365E-06
2 -1.65361 0.962922 18 18 12.58741 0.1022276 4.4381E-06
3 -0.79787 0.898987 10 10 6.993007 0.3418908 7.0343E-05
4 0.004557 0.883777 8 8 5.594406 0.6892165 0.00151574
85
86
86
5 0.781466 0.899862 9 9 6.293706 0.9111983 0.0202716
6 1.644567 0.969833 7 7 4.895105 0.983857 0.15613916
7 2.769173 1.192195 2 2 1.398601 0.996372 0.54828044
8 3.667585 1.540695 11 11 7.692308 0.9961008 0.75079627
143 100 28.21% 7.44%
Reliab. 0.705302
Reliab. flat 0.756075
Residual correlation
HEALTHY FEWFOOD SKIPPED ATELESS RUNOUT HUNGRY WHLDAY
WORRIED 0.143646 0.205287 0.074792 -0.026 0.037508 -0.022668 -0.4757988
HEALTHY 0.130545 -0.02638 0.041991 -0.00764 -0.125533 -0.3373558
FEWFOOD -0.01152 0.066266 0.098381 -0.116204 -0.3310432
SKIPPED 0.298146 0.000543 0.0280195 -0.1439213
ATELESS -0.10028 0.0168049 -0.4047905
RUNOUT 0.1182801 0.06921127
HUNGRY 0.18413367
1
87
88
Table 1
Normal Hipertensi
a
Test Statistics
Count
Dewasa lanjut 18 37 55
Total 71 72 143
Chi-Square Tests
Linear-by-Linear
10.167 1 .001
Association
b
N of Valid Cases 143
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 27,31.
Risk Estimate
Missing Cases 0 .0
Unselected Cases 0 .0
Parameter coding
Frequency (1)
Lampiran 9 Hasil uji beda asupan zat gizi berdasarkan kategori rawan pangan
berat
Table 1
Standar Standar
Mean Deviation Mean Deviation
a
Test Statistics
%
% KH Protein % Lemak
pd pd % Lemak Jenuh pd
energi energi pd energi energi Serat Sodium Rasio.NaK Calcium Magnesium
Mann-
Whitney 767.000 821.000 702.000 630.000 535.000 749.000 636.000 792.000 694.000
U
Wilcoxon
858.000 912.000 9217.000 9145.000 9.050E3 840.000 727.000 883.000 9209.000
W
Asymp.
Sig. (2- .584 .866 .315 .131 .029 .500 .142 .710 .289
tailed)
Lampiran 10 Hasil uji hubungan status kerawanan pangan dengan kualitas diet
Missing Cases 0 .0
Unselected Cases 0 .0
Score df Sig.
Count
Total 71 72 143
Chi-Square Tests
Linear-by-Linear
.514 1 .473
Association
b
N of Valid Cases 143
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 11,42.
Risk Estimate
Count
Total 53 35 88
Total 18 37 55
Risk Estimate
N of Valid Cases 88
N of Valid Cases 55
95
Lampiran 13 Hasil uji beda asupan zat gizi komponen DASH Like Diet
berdasarkan status hipertensi
Table 1
Normal Hipertensi
Standar Standar
Mean Deviation Mean Deviation
a
Test Statistics
%
% % Lemak
Protein Lemak Jenuh
% KH pd pd pd pd Rasio.Na Magnesiu
energi energi energi energi Serat Sodium K Calcium m
Mann-
2291.50 2193.00 2519.00 2462.00 2.517E 2.398E 2.205E
Whitney 2527.000 2329.000
0 0 0 0 3 3 3
U
Asymp.
Sig. (2- .286 .143 .881 .704 .875 .522 .907 .156 .359
tailed)
Lampiran 14 Hasil uji hubungan status kerawanan pangan dengan status gangguan
mental emosional
2 22 22.000 19 19.000 41
3 7 7.000 17 17.000 24
4 0 .000 13 13.000 13
95,0% C.I.for
EXP(B)
Step Rawan Pangan Rinagn .456 .407 1.255 1 .263 1.577 .711 3.499
a
1
Rawan Pangan Sedang 1.489 .519 8.248 1 .004 4.435 1.605 12.255
Score df Sig.
Count
Gangguan Mental
36 36 72
Emosional
Total 71 72 143
Chi-Square Tests
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 35,25.
Risk Estimate
Count
Status Tekanan
Darah
Total 53 35 88
Total 18 37 55
Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Kategori Umur Brwon Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Dewasa Pearson Chi-Square a
.552 1 .457
menengah
Continuity
b .276 1 .599
Correction
Likelihood Ratio .554 1 .457
Fisher's Exact Test .517 .300
Linear-by-Linear
.546 1 .460
Association
b
N of Valid Cases 88
Dewasa lanjut Pearson Chi-Square c
.736 1 .391
Continuity
b .325 1 .568
Correction
Likelihood Ratio .737 1 .391
Fisher's Exact Test .566 .284
Linear-by-Linear
.723 1 .395
Association
b
N of Valid Cases 55
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is
16,70.
b. Computed only for a 2x2 table
c. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum
expected count is 8,51.
99
Risk Estimate
N of Valid Cases 88
N of Valid Cases 55
100
Table 1
Lampiran 18 Hasil uji hubungan rawan pangan berat dengan kualitas diet
(kelompok hipertensi belum melakukan perubahan diet)
Count
Kualitas Diet
Total 18 88 106
Chi-Square Tests
a. 2 cells (50,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is ,85.
Risk Estimate
Value 95% Confidence Interval
Lower Upper
Lampiran 19 Uji beda asupan zat gizi kelompok rawan pangan berat dengan kelompok tidak rawan pangan berat (kelompok hipertensi
belum melakukan perubahan diet)
a
Test Statistics
Energ Karbohid Protei Lema Lemak.je Sodiu Potassi Rasio.N Calciu Magnesi Koleste
i rat n k nuh Serat m um aK m um rol Besi Fosfor Seng VitA VitB1 VitB2 VitC VitD
Mann-
235.0 236.0 217.0 80.00 190.0 243.0 188.00 199.5 243.0 241.0 128.0 250.5 181.5 198.0 250.0
Whitne 204.000 187.500 202.000 136.000 199.000
00 00 00 0 00 00 0 00 00 00 00 00 00 00 00
yU
Wilcox 250.0 5.387 5.368 5.231 205.0 5353.00 5.394 5350.00 203.00 5.350 258.0 5.392 5.279 5.402 5.332 5.349 265.0
219.000 5338.500 151.000
on W 00 E3 E3 E3 00 0 E3 0 0 E3 00 E3 E3 E3 E3 E3 00
Z -.261 -.723 -.246 -.529 -.969 -2.571 -.931 -.753 -1.736 -.142 -.797 -.961 -.790 -.142 -.171 -1.855 -.030 -1.062 -.812 -.037
Asymp
. Sig.
.794 .470 .806 .597 .333 .010 .352 .452 .083 .887 .425 .336 .430 .887 .864 .064 .976 .288 .417 .970
(2-
tailed)
101
103
Table 1
Dummy Variabel Rawan Pangan berat
Tidak rawan pangan berat Rawan pangan berat
Mean Standard Deviation Mean Standard Deviation
RIWAYAT HIDUP