Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Congestive Heart Failure

1. Definisi

Gagal jantung kongestif adalah ketidakmampuan jantung untuk

memompa darah dalam jumlah yang cukup karena adanya kelainan fungsi

jantung sehingga kebutuhan metabolisme jaringan tidak terpenuhi.

(Smeltzer & Bare, 2016)

Gagal jantung, sering disebut juga gagal jantung kongestif, adalah

ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk

memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi. Istilah gagal

jantung kongestif paling sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi

kiri dan sisi kanan (Brunner & Suddarth, 2017).

Congestive Heart Failure (CHF) adalah keadaan ketika jantung

tidak mampu lagi memompakan darah secukupnya dalam memenuhi

kebutuhan sirkulasi tubuh untuk keperluan metabolisme jaringan tubuh

pada kondisi tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke dalam jantung

masih cukup tinggi (Aspiani, 2015).

Gagal jantung juga dapat dinyatakan sebagai kumpulan gejala

yang kompleks berupa : gejala gagal jantung (saat istirahat napas pendek

atau saat melakukan aktifitas kelelahan), tanda retensi cairan (kongesti

8
9

paru atau edema pergelangan kaki), adanya bukti objektif dari gangguan

struktur atau fungsi jantung saat istirahat( Bambang B et al, 2015)

2. Klasifikasi

Congestive Heart Failure (CHF) adalah kondisi ketika jantung

tidak mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme

jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke

dalam jantung masih cukup tinggi (Aspiani, 2015).

Tabel 2.1
Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Gejala

Kelas Gejala Pasien


Tidak ada pembatasan aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa
I
tidak menyebabkan kelelahan yg berarti. Gejala yang mucul:
palpitasi (jantung berdebar tidak teratur) dan dyspnea (sesak
napas).
Sedikit keterbatasan terhadap aktivitas fisik tetapi nyaman
II
saat istirahat. Aktivitas biasa dapat menyebabkan kelelahan,
palpitasi, dan dyspnea
Ditandai dengan pembatasan aktivitas fisik, nyaman saat
III
istirahat. Sedikit aktivitas dapat menyebabkan kelelahan,
palpitasi, dyspnea
Tidak dapat melakukan aktivitas fisik tanpa
IV
ketidaknyamanan. Jika aktivitas fisik dilakukan
ketidaknyamanan akan meningkat.

Sumber: NYHA 2016


10

Tabel 2.2

Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Penilaian Obyektif

Kelas Penilaian obyektif


A Tidak ada tanda obyektif penyakit kardiovaskuler tidak ada

gejala dan batasan aktivitas

B Tanda obyektif minimal gejala ringan dan adanya keterbatasan

sedikit dalam beraktivitas. Nyaman saat istirahat

C Tanda obyektif cukup parah. Gejala meningkat meski hanya

melakukan aktivitas yang minimal. Nyaman hanya pada saat

istirahat

D Tanda obyektif yang berat. Keterbatasan aktivitas yang parah,

bahkan gejala dapat muncul ketika beristirahat

Sumber NYHA 2016

3. Etiologi

Menurut Asikin (2016) mekanisme fisiologis yang dapat

menyebabkan timbulnya gagal jatung yaitu kondisi yang dapat

meningkatkan preload, afterload, atau yang menurunkan kontraktilitas

miokardium. Kondisi yang dapat meningkatkan preload, misalnya cacat

septum ventrikel dan regurgitasi aorta. Sedangkan kondisi yang dapat

meningkatkan afterload yaitu terjadi stenosis aorta atau dilatasi ventrikel.

Kontraktilitas miokardium menurun terjadi pada infrak miokard dan

kardiomiopati,. Terdapat faktor fisiologis lain yang dapat menyebabkan

gagal jantung sebagai pompa, anatara lain adanya gangguan pengisian


11

ventrikel (stenosis katup atrioventrikularis), serta adanya gangguan pada

pengisian dan ejeksi ventrikel (seberapa banyak darah dipompakan keluar

dari ventrikel).

Berdasarkan seluruh penyebab tersebut, diduga yang paling

mungkin terjadi yaitu pada setiap kondisi tersebut menyebabkan gangguan

penghantaran kalsium di dalam sarkomer, atau di dalam sintesis, atau

fungsi protein kontraktil.

Gagal jantung dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:

a. Gagal jantung kiri (gagal jantung kongestif) , dibagi menjadi 2 jenis

yang dapat terjadi sendiri atau bersamaan, diantaranya:

1) Gagal jantung sistolik yaitu ketidakmampuan jantung untuk

menghasilkan output jantung yang cukup untuk perfusi organ

vital.

2) Gagal jantung diastolik yaitu kongesti paru meskipun curah

jantung dan output jantung normal.

b. Gagal jantung kanan, merupakan ketidakmampuan ventrikel kanan

untuk memberikan aliran darah yang cukup sirkulasi paru pada tekanan

vena sentral normal


12

Tabel 2.3

Penyebab Gagal Jantung Berdasarkan Jenisnya

Jenis gagal jantung Penyebab


Gagal jantung kanan  Gagal ventrikel kiri

 Penyakit jantung

koroner

 Hipertensi pulmonal

 Stenosis katup

pulmonalis

 Emboli paru

 Penyakit paru kronis

 Penyakit neuromuskular

Gagal jantung kiri Sistolik  Diabetes mellitus

 Hipertensi

 Penyakit katup jantung

 Aritmia

 Infeksi dan

inflamasi(miokarditis)

 Kardiomiopati

peripartum/idiopatik

 Penyakit jantung

koroner
13

Tabel 2.3 ( Lanjutan )

Jenis gagal jantung Penyebab


Gagal jantung kiri Sistolik  Penyakit jantung kongenital

 Penyakit endokrin, kondisi

neuromuskular, dan penyakit

reumatologi

Gagal jantung kiri Diastolik  Penyakit jantung koroner

 Diabetes melitus

 Hipertensi

 Penyakit katup jantung

(stenosis aorta)

 Kardiomiopati

restriktif/hipertrofi

Perikarditis konstriktif

Sumber : Asikin 2016


14

Tabel 2.4

Penyebab Gagal Jantung Berdasarkan Kelainannya

Penyebab Deskripsi
Kelainan miokardium a. Primer

 Presbikardia

 Kardiomiopati

 Miokarditis

 Toksisitas (alkohol dan kobalt)

 Kelainan metabolik

b. Kelainan diskemik sekunder(akibat

kelainan mekanik)

 Penyakit paru obstruktif

kronis(PPOK)

 Deprivasi oksigen (penyakit

jantung koroner)

 Penyakit sistemik

 Kelainan metabolik

 Peradangan

Perubahan irama jantung  Terjadi fibrilasi]

 Arus listrik yang tidak

sinkron(gangguan konduksi

 Takikardi atau bradikardi

ekstrem
15

Tabel 2.4 ( Lanjutan)

Penyebab Deskripsi
Kelainan mekanik a. Peningkatan beban tekanan

 Sentral (stenosis aorta)

 Perifer ( hipertensi sistemik)

b. Disenergi ventrikel

c. Peningkatan beban

volume(regurgitasi katup, pirau,

peningkatan beban awal)

d. Aneurisme ventrikel

e. Tamponade perikardium

f. Obstruksi terhadap pengisian

ventrikel(stenosis mitral atau

trikuspid)

g. Pembatasan miokardium atau

endokardium

Sumber: Asikin, 2016


16

4. Manifestasi Klinis

Gagal jantung kiri disebabkan oleh kongesti paru menonjol

karena ventrikel kiri tidak dapat memompa darah yang datang dari

paru. Tanda dan gejalanya menurut Kasron (2016) sebagai berikut :

1) Dypsnea

Terjadi akibat dari penimbunan cairan pada alveoli dan juga

mengganggu pertukaran gas. Selain itu juga beberapa pasien

dapat mengalami orthopnea pada malam hari atau yang sering

disebut Paroksimal Nokturnal Dipsnea (PND)

2) Batuk

3) Mudah lelah

Terjadi karena kurangnya curah jantung sehingga dapat

menghambat jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen.

Pembuangan sisa hasil metabolisme yang menurun terjadi karena

meningkatnya energi yang digunakan untuk bernapas. Dan

insomnia yang terjadi karena distres pernapasan dan batuk.

4) Kegelisahan atau Kecemasan

Terjadi karena adanya gangguan oksigenasi, kesakitan saat

bernapas dapat membuat stress dan pengetahuannya bahwa

jantung tidak berfungsi dengan baik.

5) Sianosis adalah kurangnya oksigen dalam darah ditandai dengan

jari tangan, kuku dan bibir tampak kebiruan


17

5. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien CHF menurut

Kasron (2012) yaitu :

1) Elektrokardiografi (EKG)

Pada pasien CHF terdapat kelainan pada hasil

pemeriksaan EKG diantaranya yaitu :

a. Sinus takikardi dan bradikardi

b. Atrial takikardia/ futer/ fibrilasi

c. Aritmia ventrikel

d. Iskemia infark

e. Gelombang Q menunjukkan infark dan kelainan pada

segmen ST menunjukkan penyakit jantung iskemik

f. Gelombang T terbalik dan hipertrofi pada ventrikel kiri

menunjukkan hipertensi dan stenosis aorta.

g. Blok atrioventikular dan mikrovoltase

h. Left bunddle branch block (LBBB) kelainan segmen ST/T

menunjukkan adanya disfungsi ventrikel kiri kronis.

i. Deviasi aksis ke kanan, right bundle branch block dan

hipertrofi kanan menunjukkan disfungsi ventrikel kanan.

2) Ekokardografi

Ekokardiografi adalah pemeriksaan yang dilakukan

dengan menggunakan gelombang suara ultra untuk mengamati

struktur dan menilai fungsi jantung, serta mengamati struktur


18

pembuluh darah. Selain itu ekokardiografi dapat menilai ringan

beratnya suatu penyakit.Ekokardiografi dapat digunakan untuk

menilai pergerakan dinding jantung. Hal tersebut dapat menduga

adanya gangguan aliran darah pada arteri.

Salah satu tolak ukur untuk menilai fungsi jantung yaitu

fraksi ejeksi (EF). Fraksi ejeksi adalah persentase darah yang

dikeluarkan oleh ventrikel kiri setiap denyut jantung. EF

memiliki nilai normal yaitu lebih dari 60%. Jika nilainya lebih

rendah misal 40% maka fungsi jantung mengalami penurunan.

3) Rontgen Toraks

Abnormalitas foto toraks yang ditemukan pada pasien

CHF menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskuler

Indonesia (2015) yaitu:

a) Kardiomegali ( Cardio Thorax Ratio> 50%.

Normalnya CTR di proyeksi AP < 56% dan di PA <

50%

b) Efusi pleura

c) Edema intertisial

d) Infiltrat paru

e) Kongesti vena paru

4) Pemeriksaan Laboratorium

a) Enzim hepar : meningkat pada gagal jantung

b) Oksimetri nadi : kemungkinan saturasi oksigen rendah


19

c) Elektrolit : kemungkinan dapat berubah dikarenakan

adanya perpindahan cairan dan penurunan fungsi

ginjal.

d) Albumin : kemungkinan menurun sebagai akibat

penurunan protein

e) Analisa Gas Darah (AGD) : CHF ventrikel kiri

ditandai dengan alkalos hipoksemia dengan

peningkatan CO2 atau respiratorik ringan.

6. Patofisiologi

Mekanisme yang mendasari gagal jantung meliputi menurunnya

kontraktilitas jantung, sehingga darah yang dipompakan menurun dan

menyebabkan penurunan darah ke seluruh tubuh. Apabila suplai darah

tidak lancar pada paru-paru (darah tidak masuk ke jantung),

menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat menurunkan

pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara dan darah di paru-

paru. Sehingga oksigenasi dalam arteri berkurang dan terjadi

peningkatan kadar karbondioksida yang dapat membuat asam di dalam

tubuh. Situasi ini akan memberikan gejala sesak napas (dypsnea) dan

sesak napas saat berbaring (orthopnea). Hal itu dapat terjadi apabila

aliran darah dari ekstremitas meningkatkan aliran balik vena ke

jantung dan paru-paru. Berkurangnya suplai darah di daerah otot dan


20

kulit akan menyebabkan kulit menjadi pucat dan dingin serta timbul

gejala lain seperti lemah, letih, dan lesu (Smelzer & Bare, 2015)

Intoleransi aktivitas adalah diagnosis yang menitikberatkan

respon tubuh yang tidak mampu bergerak terlalu banyak karena tubuh

tidak mampu untuk memproduksi energi yang cukup. Untuk

membentuk energi tubuh memerlukan nutrisi dan oksigen. Tetapi pada

kondisi tertentu dimana suplai nutrisi dan oksigen tidak sampai ke sel,

sehingga tubuh tidak dapat memproduksi energi yang cukup. Hal

tersebut dapat mengakibatkan respon tubuh berupa intoleransi aktivitas

( Wartonah, 2014)

Intoleransi aktivitas pada pasien CHF disebabkan karena jantung

tidak mampu untuk memompa darah dalam jumlah yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrisi dan oksigen. Hal itu

terjadi karena kerusakan sifat kontraktil dari jantung dan curah

jantung kurang dari normal dan juga karena meningkatnya beban kerja

otot jantung. Sehingga bisa melemahkan kekuatan kontraksi otot

jantung dan produksi energi menjadi berkurang (Wartonah, 2014)


21

7. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan CHF menurut Kasron (2016)

a. Non Farmakologis

1) Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan

menurunkan konsumsi oksigen dengan istirahat yang cukup

atau pembatasan aktivitas

2) Diet pembatasan natrium (<4gr/hari) untuk menurunkan edema

3) Pembatasan cairan ( 1200-1500cc/hari)

4) Olahraga secara teratur

5) Menghentikan obat – obatan yang memperparah seperti

NSAIDs (golongan obat-obatan untuk meredakan inflamasi dan

nyeri) karena efek prostaglandim pada ginjal yang

menyebabkan retensi air dan natrium.

b. Farmakologis

1) Diuretic bertujuan untuk mengurangi pada disfungsi sistolik

dan mengurangi kongesti pulmonal pada disfungsi diastolic.

2) ACE inhibitor bertujuan untuk meningkatkan curah jantung dan

menurunkan kerja jantung

a) Digoxin : meningkatkan kontraktilitas

b) Hidralazin : menurunkan afterload pada disfungsi sistolik.

c) Isobarbide dinitrat : mengurangi preload dan afterload

untuk disfungsi sistolik.


22

d) Calsium Channel Blocker : untuk kegagalan diastolic,

meningkatkan relaksasi dan pengisisan ventrikel.

e) Beta Blocker : sering dikontraindikasikan karena menekan

respon miokard. Digunakan pada disfungsi diastolic untuk

mengurangi denyut jantung, mencegah iskemi miocard,

menurunkan tekanan darah, hipertrofi ventrikel kiri.

c. Pendidikan Kesehatan

1) Informasikan pada pasien, keluarga dan pemberi perawatan

tentang penyakit dan penanganannya.

2) Diet yang sesuai. Pemberian makanan tambahan yang banyak

mengandung kalium seperti pisang, jeruk, dan lain-lain

3) Informasi difokuskan pada monitoring berat badan dan intake

natrium.

4) Teknik konservasi energi dan latihan aktivitas yang dapat

ditoleransi dengan bantuan terapis.

8. Komplikasi

Menurut Kasron (2016) komplikasi yang dapat terjadi yaitu :

a. Syok kardigenik

b. Efusi dan tamponade perikardium

c. Episode tramboemboli karena pembentukan bekuan darah karena

statis darah

d. Toksisitas digitalis akibat pemakaian obat-obatan digitalis


23

B. Konsep Intoleransi Aktivitas

1. Definisi Intoleransi Aktivitas

Intoleransi aktivitas adalah keadaan dimana tubuh kekurangan

energi untuk melakukan kegiatan sehari – hari (Herdman & Kamitsuru,

2015)

2. Penyebab Intoleransi Aktivitas

a. Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen

Terjadi apabila suplai darah tidak lancar di paru-paru

sehingga menyebabkan penimbunan cairan di paru-paru yang dapat

menurunkan pertukaran oksigen dan karbondioksida antara udara

dan darah di paru – paru. Sehingga oksigen pada arteri berkurang

dan mengalami ketidakseimbangan.

b. Kelemahan

Kelemahan yang terjadi pada pasien gagal jantung

disebabkan oleh menurunnya curah jantung, gangguan sirkulasi

dan pembuangan produk sampah katabolisme yang tidak adekuat

dari jaringan ( Smaltzer & Bare, 2013)

c. Imobilitas

Imobilitas pada pasien gagal jantung dapat menyebabkan

hipotensi ortostatik dan meningkatnya kerja jantung. Hal ini

biasanya ditandai dengan sakit kepala ringan, pusing, kelemahan,

kehilangan energi, sesak napas dan pingsan. (Widuri, 2010)


24

d. Gaya Hidup Monoton

Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan

mobilitas pasien karena gaya hidup berdampak pada perilaku atau

kebiasaan sehari- hari (Hidayat, 2012)

3. Tanda dan Gejala Intoleransi Aktivitas

Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), tanda dan gejala

intoleransi aktivitas pada penyakit gagal jantung dibagi menjadi 2

yaitu subjektif dan objektif.

a. Subjektif

1) Mudah lelah

Mudah lelah terjadi karena curah jantung yang berkurang

sehingga menghambat sirkulasi normal dan suplai oksigen ke

jaringan yang menyebabkan pembuangan hasil katabolisme

terhambat. Hal ini juga terjadi akibat meningkatnya energi yang

digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat

distress pernapasan dan batuk (Smeltzer & Bare, 2016)

2) Dypsnea saat atau setelah beraktivitas

Dypsnea dikarakteristikkan dengan pernapasan cepat

dangkal dan keadaan dimana pasien sulit mendapatkan udara

yang cukup (Mutaqqin, 2014). Pada gagal jantung kiri

menunjukkan gejala awal saat beraktivitas seperti kesulitan

bernapas, sesak napas saat berbaring dan bahkan dypsnea dapat


25

terjadi saat istirahat atau dicetuskan oleh gerakan yang minimal

atau sedang (Smeltzer & Bare, 2016).

3) Merasa tidak nyaman saat beraktivitas

Gagal jantung akan menimbulkan gejala gejala seperti

mudah lelah, sesak napas, detak jantung tidak teratur, dan

terkadang sampai menyebabkan nyeri dada. Hal tersebut

membuat penderita gagal jantung merasa tidak nyaman saat

beraktivitas.

b. Objektif

1) frekuensi jantung meningkat > 20% dari kondisi sehat.

2) Tekanan darah berubah > 20% dari kondisi istirahat.

3) Gambaran EKG menunjukkan aritmia saat atau setelah

aktivitas.

4) Gambaran EKG menunjukkan iskemia

5) Sianosis

4. Proses Terjadinya Intoleransi Aktivitas

Menurut Smeltzer & Bare (2016) gangguan kemampuan

kotraktilitas jantung dapat menyebabkan curah jantung menjadi rendah

dari biasanya sehingga darah yang dipompa pada setiap kontraksi

menurun dan menyebabkan penurunan darah ke seluruh tubuh. Apabila

suplai darah pada paru-paru tidak lancar menyebabkan penimbunan

cairan di paru-paru yang dapat menurunkan pertukaran oksigen dan


26

karbondioksida antara udara dan darah di paru-paru. Hal ini kan

mengakibatkan oksigen dalam arteri berkurang dan kadar

karbondioksida dalam darah meningkat, sehingga akan membentuk

asam di dalam tubuh. Situasi ini akan menimbulkan gejala seperti

sesak napas, dan dypsnea saat berbaring (orthopnea) terjadi apabila

aliran darah dari ekstremitas meningkatkan aliran balik vena ke

jantung dan paru-paru. Suplai darah yang kurang di daerah otot dan

kulit menyebabkan kulit menjadi pucat dan dingin serta timbul gejala

seperti lemah, letih dan lesu.

Intoleransi aktivitas pada pasien gagal jantung kongestif

disebabkan karena jantung tidak mampu untuk memompa darah dalam

jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap

nutrisi dan oksigen akibat dari kerusakan sifat kontraktil dari jantung

dan curah jantung kurang dari normal. Hal ini disebabkan karena

meningkatnya beban kerja otot jantung sehingga bisa melemahkan

kekuatan kontraksi otot jantung sehingga produksi energi berkurang

(Wartonah, 2015).

5. Penatalaksanaan Intoleransi Aktivitas

Penatalaksanaan intoleransi aktivitas pada pasien dengan gagal

jantung di antaranya yaitu :

1. Pemberian Aktivitas Bertahap

Menurut penelitian Budiarti (2013) membuktikan bahwa


27

latihan aktivitas bertahap dapat diterapkan sebagai salah satu

bentuk intervensi keperawatan pada pasien CHF dengan masalah

intoleransi aktivitas. Dengan latihan aktivitas diperoleh hasil

bahwa level toleransi pasien dari hari ke hari mengalami

peningkatan. Keluhan sesak napas dan kelelahan berkurang selama

maupun sesudah melakukan aktivitas, pasien mampu berpartisipasi

dalam kegiatan kebutuhan secara mandiri, pasien mampu

melakukan latihan aktivitas secara bertahap sesuai kondisi pasien.

Contoh latihan aktivitas bertahap yaitu pasien berjalan setiap

harinya sesuai kemampuan pasien, jika pasien sudah mengeluh

kelelahan dan sesak napas maka segera dihentikan.

2. Relaksasi napas dalam.

Menurut Sri Utami (2016) tehnik relaksasi nafas dalam

merupakan salah satu bentuk terapi nonfarmakologis yang dimana

perawat mengajarkan kepada pasien bagaimana cara melakukan

napas dalam (breathing exercise), napas lambat (slow breathing

exercise) menahan inspirasi secara maksimal, napas lambat dan

dalam (slow breathing exercise) dan bagaimana menghembuskan

napas secara perlahan. Dengan melakukan latihan relaksasi nafas

dalam (breathing exercise) diharapkan mampu mengalirkan

oksigen ke seluruh jaringan tubuh sehingga tubuh mampu

menghasilkan energi dan mencegah serta menurunkan tingkat

kelelahan (level fatigue) yang umumnya dikeluhkan oleh penderita


28

penyakit jantung (Stanley, 2011). Selain itu juga terdapat pengaruh

pemberian posisi semi fowler dalam menurunkan respirasi pasien

dan juga merupakan salah satu cara efektif dalam menangani

congestive heart failure.

3. Tirah baring

Tirah baring adalah berbaringnya pasien di tempat tidur

dalam waktu yang berkesinambungan. Untuk pasien CHF dengan

intoleransi aktivitas perlu ajarkan cara tirah baring yang benar

untuk mempertahankan jantung dan dapat mengurangi kebutuhan

oksigen. Selain itu juga atur posisi tirah baring yang ideal, kepala

tempat tidur harus dinaikkan 20 sampai 30 cm atau pasien

didudukkan di kursi karena pasien dengan gagal jantung dapat

berbaring dengan posisi kepala yang lebih tinggi untuk

mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi jumlah darah

yang kembali ke jantung sehingga dapat 20 mengurangi kongesti

paru, dan berikan oksigen tambahan dengan nasal kanul sesuai

indikasi untuk meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan

miokardium guna melawan efek hipoksia/iskemia.(Smeltzer &

Bare, 2016). Selain itu untuk pasien CHF dengan edema dapat

ditangani dengan memposisikan kaki lebih tinggi 15o dalam waktu

beberapa jam efektif menurunkan edema pada ekstremitas bawah.

Tujuan utama dari peninggian ini adalah peningkatan suplai darah

arteri ke ekstremitas bawah, pengurangan kongesti vena,


29

mengusahakan vasodilatasi pembuluh darah, pengurangan nyeri,

dan pemeliharaan kulit.(Cipto dkk, 2018)

6. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi yang diakibatkan oleh intoleransi

aktivitas yang tidak ditangani adalah atrofi otot. Atrofi otot adalah

keadaan dimana otot mengecil karena tidak terpakai dan pada

akhirnyaserabut otot akan diinfiltrasi dan diganti dengan jaringan

fibrosa dan lemak( Tarwonto & Wartonah, 2011).

Atrofi otot adalah otot yang tidak dipergunakan dalam waktu

lama maka akan kehilangan sebagian kekuatan atau fungsi normalnya

( Ernawati, 2012)

C. Asuhan Keperawatan pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF) dengan

Masalah Intoleransi Aktivitas

1. Pengkajian

Menurut Lyer et al (1996, dalam Setiadi, 2012) pengkajian adalah

tahap awal dari proses keperawatan dan dengan proses yang sistematis

dalam mengumpulkan data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi

status kesehatan pasien.

Pengkajian pada pasien dengan Congestive Heart Failure (CHF)

dengan masalah intoleransi aktivitas sebagai berikut :


30

a. Identitas pasien

1) Umur

Penyakit CHF meningkat seiring bertambahnya usia, terjadi

pada 6-10% penduduk yang berusia diatas 50 tahun (Loscalzo,2015)

2) Jenis kelamin

Kejadian penyakit CHF pada laki-laki lebih tinggi daripada

pada perempuan ( Loscalzo 2015)

b. Riwayat Kesehatan

1) Keluhan Utama

Pasien CHF dengan intoleransi aktivitas biasanya mengalami

sesak napas, mengalami kelemahan saat beraktivitas, nyeri pada

dada, dan dypsnea saat melakukan aktivitas (Wijaya & Putri,

2013).

2) Riwayat Penyakit saat ini

Pengkajian riwayat pasien saat ini dengan mengajukan

pertanyaan yang mendukung keluhan utama seperti kelemahan

fisik, kelelahan, tidak dapat tidur, sesak napas, dan nyeri

(Wijaya&Putri2013).

Menurut Mutaqqin (2014) pengkajian riwayat penyakit

sekarang yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan

mengajukan pertanyaan mengenai kelemahan fisik pasien secara

PQRST yaitu sebagai berikut :


31

a) Provoking insident : kelemahan fisik terjadi setelah

melakukan aktivitas ringan hingga berat, tergantung

derajat gangguan pada jantung.

b) Quality : seperti apa keluhan kelemahan dalam

melakukan aktivitas yang dirasakan oleh pasien.

Biasanya pasien akan merasakan sesak napas saat

beraktivitas

c) Region : apakah kelemahan fisik bersifat lokal atau

memengaruhi keseluruhan sistem otot rangka atau sering

disertai ketidakmampuan dalan melakukan gerakan.

d) Scale / severety : kaji rentang kemampuan pasien dalam

melakukan aktivitas sehari-hari.

e) Time : lama timbulnya kelemahan saat beraktivitas

biasanya setiap saat, baik saat istirahat maupun

beraktivitas

3) Riwayat penyakit dahulu

Pengkajian riwayat pasien dahulu meliputi keadaan yang

pernah diderita pasien terutama yang berkaitan dengan

meunculnya penyakit CHF. Biasanya pada pasien CHF dengan

masalah intoleransi aktivitas pernah menderita nyeri dada, iskemia

miokardium, diabetes melitus, infark miokardium, hipertensi dan

hipelipidemia. Selain itu juga dilakukan pengkajian tentang obat-

obatan yang pernah dikonsumsi dan masih berkaitan dengan


32

penyakit saat ini. Obat-obatan ini meliputi obat nitrat, diuretic,

antihipertensi dan juga penghambat beta. Dan tanyakan apakah

terdapat efek samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan

reaksi alergi yang timbul (Mutaqqin, 2014)

4) Riwayat Kesehatan Keluarga

Pengkajian riwayat kesehatan dilakukan dengan

menanyakan tentang penyakit yang pernah diderita oleh anggota

keluarga. Keluarga pasien yang menderita CHF meliputi riwayat

keluarga dengan penyakit jantung, DM, infark miokard, stroke

dan hipertensi (Wijaya&Putri2013).

5) Pola Aktivitas dan istirahat

Tabel 2.5

Aktivitas
Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan

Mandi

Eliminasi

Berpindah

Ambulansi

Naik tangga

Mobilisasi di tempat tidur


33

Keterangan :

0 : Mandiri

1 : Dibantu sebagian

2 : Dibantu orang lain

3 : Dibantu orang dan peralatan

4 : Ketergantungan/ tidak mampu

Pada pasien CHF dengan masalah intoleransi aktivitas

biasanya cepat lelah dan kelelahan sepanjang hari,

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sepanjang hari

(misalnya membersihkan tempat tidur dan menaiki tangga),

serta dypsnea saat beraktivitas atau beristirahat.

c. Pemeriksaan Fisik

1) Keadaan Umum

Keadaan umum pasien CHF biasanya memiliki kesadaran

umum yang baik atau composmentis, dengan keadaan pasien

dypsnea, sianosis, dan kelelahan.

2) Sirkulasi

Pengkajian sirkulasi pada pasien CHF dengan intoleransi

aktivitas menurut Asikin, Nuralamsyah, Sulsadi ( 2016) yaitu :

a) Denyut nadi teraba lemah, mengindikasikan penurunan

volume sekuncup ventrikel. Nadi perifer teraba lemah,

nadi sentral teraba kuat.


34

b) Denyut dan irama jantung : takikardi, disritmia misalnya

fibrilasi jantung, blok jantung.

c) Bunyi jantung : S1 dan S2 terdengar lemah, S3 gallop

terdiagnosis gagal jantung kongestif, S4 dengan

hipertensi, murmur sistolik atau diastolik dapat

memperburuk gagal jantung kongestif.

d) Kulit pucat, kuku pucat, sianosis, dengan pengisian,

kapiler lambat.

e) Terdapat distensi vena jugularis.

3) Neurosensori

Pengkajian neurosensori pada pasien CHF dengan

masalah intoleransi aktivitas menururt Asikin, Nuralamsyah,

Sulsadi (2016) adalah :

a) Kelelahan

b) Pusing

c) Pingsan

4) Pola Bernapas

Pengkajian pola napas pada pasien CHF dengan masalah

intoleransi aktivitas menururt Asikin, Nuralamsyah, Sulsadi

(2016) meliputi frekuensi pernapasan, pola napas, adakah suara

tambahan, penggunaan alat bantu pernapasan, dan berapa SPO2.

Biasanya yang dirasakan pasien :

a) Dypsnea saat beraktivitas


35

b) Tachynea napas dangkal

d. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan yang bisa dilakukan pada masalah intoleransi

aktivitas menurut Kasron (2012) yaitu gambaran EKG menunjukkan

aritmia saat atau setelah melakukan aktivitas, selain itu gambaran EKG

juga menunjukkan iskemia, sianosis, serta sinus takikardi dan

bradikardi.
36

2. Pathway

Disfungsi Beban sistol Kebutuhan metabolisme

miokard
Kontraktilitas Preload meningkat Beban kerja jantung meningkat

Hambatan pengosongan ventrikel

Beban jantung

CHF

Gagal pompa ventrikel

Forward failure

Curah jantung menurun

Suplai darah ke jaringan menurun

Nutrisi & O2 dalam sel menurun

Metabolisme sel menurun

Lemah dan letih

Intoleransi aktivitas : ketidakcukupan energi dalam melakukan aktivitas sehari hari

Pathway CHF ( Hariyanto dan Sulistyowati, 2015)


37

3. Diagnosis keperawatan : Intoleransi Aktivitas

Diagnosis keperawatan adalah keputusan klinik mengenai

respon individu, pasien atau masyarakat mengenai masalah potensial

atau aktual sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk

mencapai tujuan asuhan keperawatan ( Herdman & Kamitsuru, 2015)

Intoleransi aktivitas adalah ketidakcukupan energi untuk

melakukan aktivitas sehari- hari yang disebabkan oleh beberapa

faktor diantaranya yaitu ketidakseimbangan antara suplai dan

kebutuhan oksigen, imobilitas, tirah baring , kelemahan dan gaya

hidup monoton. (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Adapun tanda dan gejala intoleransi aktivitas meliputi gejala

mayor dan minor. Untuk gejala mayor tanda gejalanya secara subjektif

yaitu mengeluh lelah sedangkan secara objektif yaitu meningkatnya

frekuensi jantung >20% dari kondisi istirahat. Untuk tanda dan gejala

minor intoleransi aktivitas terdiri dari subjektif dan objektif. Tanda

subjektifnya yaitu dispnea saat atau setelah aktivitas, merasa tidak

nyaman setelah beraktivitas dan merasa lemah. Sedangkan untuk

tanda objektifnya yaitu tekanan darah berubah >20% dari kondisi

istirahat, gambaran EKG menunjukkan aritmia saat/setelah aktivitas,

gambaran EKG menunjukkan iskemia, serta sianosis.

Diagnosa keperawatan yang ditegakkan pada pasien gagal

jantung kongestif dengan masalah intoleransi aktivitas adalah

intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara


38

suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan mengeluh lelah,

dispnea saat atau setelah aktivitas serta frekuensi jantung dan tekanan

darah berubah >20% dari kondisi istirahat.

(Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017)

4. Intervensi Keperawatan

Intervensi keperawatan adalah bagian dari fase pengorganisasian

dari proses keperawatan yang digunakan sebagai pedoman untuk

melakukan tindakan keperawatan dalam membantu, meringankan,

memecahkan masalah atau memenuhi kebutuhan pasien (Setiadi,

2012)

Menurut Tim Pokja SIKI DPP PNI (2018) yang mengacu pada

Standar Luaran Keperawatan Indonesia dengan tujuan setelah

dilakukan tindakan keperawatan toleransi aktivitas meningkat dengan

kriteria hasil saturasi oksigen meningkat, kemudahan dalam

melakukan aktivitas sehari-hari meningkat, perasaan lemah menurun,

sianosis menurun, tekanan darah frekuensi napas dan EKG iskemia

membaik.

Untuk mencapai hasil yang diharapkan, maka tindakan

keperawatan yang dapat diberikan pada pasien gagal jantung kongesif

dengan masalah intoleransi aktivitas yaitu yang pertama manajemen

energi. Pada tindakan observasi, tindakan yang dapat dilakukan

perawatan di antaranya yaitu identifkasi pembatasan aktivitas fisik


39

pada pasien, monitor kelelahan fisik dan emosional, monitor pola dan

jam tidur, monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan

aktivitas. Selain itu untuk tindakan terapeutik, perawat dapat

melakukan tindakan di antaranya yaitu sediakan lingkungan nyaman

dan rendah stimulus (cahaya, suara, kunjungan), lakukan rentang

gerak pasif dan/atau aktif, berikan aktivitas distraksi yang

menyenangkan, fasilitas duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat

berpindah atau berjalan. Untuk tindakan edukasi, perawat dapat

melakukan tindakan anjurkan tirah baring, melakukan aktivitas secara

bertahap dan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan

tidak berkurang serta ajarkan strategi koping untuk mengurangi

kelelahan. Sedangkan untuk kolaborasi, perawat dapat berkolaborasi

dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan.

Untuk intervensi yang kedua yaitu terapi aktivitas. Pada

observasi tindakan yang dapat dilakukan oleh perawat di antaranya

yaitu identifikasi defisit tingkat aktivitas, identifikasi kemampuan

berpartisipasi dalam aktivitas tertentu, identifikasi sumber daya untuk

aktivitas yang diinginkan, identifikasi strategi meningkatkan

partisipasi dalam aktivitas dan monitor respon emosional, fisik, social,

dan spiritual terhadap aktivitas. Untuk tindakan terapeutik, perawat

dapat melakukan tindakan memfasilitasi fokus pada kemampuan,

sepakati komitmen untuk meningkatkan frekuensi dan rentang

aktivitas, fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan tujuan aktivitas


40

yang konsisten sesuai kemampuan fisik, psikologis, dan sosial,

fasilitasi pasien dan keluarga dalam menyesuaikan lingkungan untuk

mengakomodasikan aktivitas yang dipilih, fasilitasi aktivitas fisik

rutin (ambulansi, mobilisasi, dan perawatan diri) sesuai kebutuhan,

tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas rekreasi dan diversifikasi

untuk menurunkan kecemasan ( mis. vocal group, bola voli, tenis

meja, jogging, berenang, tugas sederhana, permainan sederhana, tugas

rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri, dan teka-teki dan kart),

jadwalkan aktivitas dalam rutinitas sehari-hari, serta berikan

penguatan positif atas partisipasi dalam aktivitas. Selain itu perawat

juga dapat memberi edukasi kepada pasien dan keluarga di antaranya

yaitu jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari, jika perlu, ajarkan

cara melakukan aktivitas yang dipilih, anjurkan melakukan aktivitas

fisik, social, spiritual, dan kognitif, dalam menjaga fungsi dan

kesehatan,dan anjurkan keluarga untuk member penguatan positif atas

partisipasi dalam aktivitas. Untuk kolaborasi perawat dapat

berkolaborasi dengan terapi okupasi dalam merencanakan dan

memonitor program aktivitas, jika sesuai serta rujuk pada pusat atau

program aktivitas komunitas, jika perlu


41

5. Implementasi Keperawatan

Implementasi merupakan tindakan yang dilakukan berdasarkan

rencana keperawatan yang telah dibuat. Tindakan yang dilakukan

berupa tindakan mandiri ataupun kolaborasi (Tarwonto& Wartonah,

2015)

Pada pasien gagal jantung kongestif dengan masalah

keperawatan intoleransi aktivitas, tahap persiapan dilakukan dengan

cermat dan efisien pada situasi yang tepat dengan memperhatikan

keamanan fisik dan psikologis pasien. Selanjutnya implementasi

keperawatan yang dilakukan pada pasien CHF dengan masalah

keperawatan intoleransi aktivitas berdasarkan intervensi keperawatan

yaitu terapi aktivitas ( ambulansi, mobilisasi dan perawatan diri)

sesuai kebutuhan serta manajemen energi yang dapat dilakukan seperti

menganjurkan tirah baring, dan menganjurkan melakukan aktivitas

secara bertahap.

Sebelum melaksanakan tindakan yang telah direncanakan

perawat perlu memvalidasi apakah rencana tersebut masih sesuai untuk

dilakukan atau dibutuhkan oleh pasien. Perawat juga perlu menilai

dirinya sendiri, apakah dirinya memiliki kemampuan dan teknik yang

sesuai dengan tindakan yang akan dilakukan. (Effendy, 2016)


42

6. Evaluasi

Evaluasi adalah proses keperawatan dimana tahap keberhasilan

dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai untuk memodifikasi

tujuan atau intervensi keperawatan yang ditetapkan (Herdman dan

Kamitsuru,2018).

Ada tiga kemungkinan hasil dari evaluasi yang berhubungan

dengan pencapaian tujuan adalah :

a. Tujuan tercapai : jika pasien menunjukkan perubahan

sesuai dengan standar yang ditetapkan.

b. Tujuan tercapai sebagian : jika pasien menunjukkan

perubahan pada sebagian kriteria yang telah ditetapkan

c. Tujuan tidak tercapai : jika pasien hanya menunjukkan

sedikit perubahan dan tidak ada kemajuan sama sekali

serta timbul masalah baru

Diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan

pasien gagal jantung kongestif dengan masalah intoleransi aktivitas

menurut Tim Pokja SIKI DPP PNI (2018) toleransi aktivitas pasien

meningkat dengan kriteria hasil saturasi oksigen meningkat,

kemudahan dalam melakukan aktivitas sehari-hari meningkat,

perasaan lemah menurun, sianosis menurun, tekanan darah frekuensi

napas dan EKG iskemia membaik.

Anda mungkin juga menyukai