Klasifikasi Karakteristik
Kelas I Tidak ada batasan aktivitas fisik
Aktivitas fisik yang biasa tidak menyebabkan dispnea napas,
palpitasi, atau keletihan berlebihan
Kelas II Gangguan aktivitas fisik ringan
Merasa nyaman ketika beristirahat
Aktivitas fisik biasa menimbulkan keletihan, dan palpitasi
Kela III Keterbatasan aktivitas fisik yang nyata
Merasa nyaman ketika beristirahat
Aktivitas fisik yang tidak biasanya menyebabkan dispnea napas,
palpitasi, atau keletihan berlebihan
Kelas IV Tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun tanpa merasa tidak
nyaman
Gejala gagal jantung kongestif ditemukan bahkan pada saat
istirahat
Ketidaknyaman semakin bertambah ketika melakukan aktivitas
fisik apapun
Sumber: Aspiani, 2015
3. Etiologi
Menurut Asikin (2016). Mekanisme fisiologis yang dapat
menyebabkan timbulnya gagal jatung yaitu kondisi yang
meningkatkan preload, afterload, atau yang menurunkan
kontraktilitas miokardium. Kondisi yang meningkatkan preload,
misalnya regurgitasi aorta dan cacat septum ventrikel. Afterload
meningkat pada kondisi dimana terjadi stenosis aorta atau dilatasi
ventrikel. Pada infrak miokard dan kardiomiopati, kontraktilitas
miokardium dapat menurun. Terdapat faktor fisiologis lain yang
dapat menyebabkan jantung gagal sebagai pompa, anatara lain
adanya gangguan pengisian ventrikel (stenosis katup
atrioventrikularis), serta adanya gangguan pada pengisian dan
ejeksi ventrikel (perikarditis konstriktif dan tamponade jantung).
Berdasarkan seluruh penyebab tersebut, diduga yang paling
mungkin terjadi yaitu pada setiap kondisi tersebut menyebabkan
gangguan penghantaran kalsium didalam sarkomer, atau didalam
sintesis, atau fungsi protein kontraktil.
Gagal jantung dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
a. Gagal jantung kiri (gagal jantung kongestif) , dibagi menjadi 2
jenis yang dapat terjadi sendiri atau bersamaan, diantaranya:
1) Gagal jantung sistolik yaitu ketidakmampuan jantung
untuk menghasilkan output jantung yang cukup untuk
perfusi organ vital.
2) Gagal jantung diastolik yaitu kongesti paru meskipun
curah jantung dan output jantung normal.
b. Gagal jantung kanan, merupakan ketidakmampuan ventrikel
kanan untuk memberikan aliran darah yang cukup sirkulasi
paru pada tekanan vena sentral normal.
Tabel Penyebab gagal jantung berdasarkan jenisnya
4. Manifestasi Klinik
Menurut Kasron (2012) manifestasi klinik dari CHF tergantung
ventrikel mana yang terjadi.
a. Gagal jantung kiri
Manifestasi kliniknya antara lain:
1) Dispneu
Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan
menganggu pertukaran gas dan dapat mengakibatkan
ortopnea (kesulitan bernafas saat berbaring) yang
dinamakan paroksimal nokturnal dispnea (PND).
2) Mudah lelah
Terjadi karena curah jantung kurang yang menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta
menurunnya pembuangan sisa hasil katabolisme.
3) Sianosis
Terjadi karena kegagalan arus darah ke depan (forwad
failure) pada ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda
berkurangnya perfusi ke organ-organ seperti : kulit, dan
otot-otot rangka
4) Batuk
Batuk bisa kering dan tidak produktif, tetapi yang
tersering adalah batuk basah yaitu batuk yang
menghasilkan sputum berbusa dalam jumlah banyak yang
kadang disertai bercak darah. Batuk ini disebabkan oleh
kongesti cairan yang mengadakan rangsangan pada
bronki.
5) Denyut jantung cepat (Takikardi)
Terjadi karena jantung memompa lebih cepat untuk
menutupi fungsi pompa yang hilang, irama gallop umum
dihasilkan sebagai aliran darah ke dalam serambi yang
distensi.
b. Gagal jantung kanan
Manifestasi kliniknya antara lain :
1) Edema ekstremitas bawah atau edema dependen
2) Hepatomegali, dan nyeri tekan pada kuadran kanan batas
abdomen
3) Anoreksia, dan mual yang terjadi akibat pembesaran vena
dan status vena di dalam rongga abdomen
4) Rasa ingin kencing pada malam hari yang terjadi karena
perfusi renal
5) Badan lemah yang diakibatkan oleh menurunnya curah
jantung, gangguan sirkulasi, dan pembuangan produk
sampah katabolisme yang tidak adekuat dari jaringan.
6) Tekanan perfusi ginjal menurun mengakibatkan terjadinya
pelepasan renin dari ginjal yang menyebabkan sekresi
aldosteron, retensi natrium, dan cairan, serta peningkatan
volume intravaskuler
7) Edema paru akibat peningkatan tekanan vena pulmonalis,
sehingga cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli
5. Komplikasi
Menurut LeMone (2016). Mekanisme kompensasi yang dimulai
pada gagal jantung dapat menyebabkan komplikasi pada sistem
tubuh lain. Hepatomegali kongestif dan splenomegali kongestif
yang disebabkan oleh pembengkakkan sistem vena porta
menimbulkan peningkatan tekanan abdomen, asites, dan masalah
pencernaan. Pada gagal jantung sebelah kanan yang lama, fungsi
hati dapat terganggu. Distensi miokardium dapat memicu
disritmia, mengganggu curah jantung lebih lanjut. Efusi pleura dan
masalah paru lain dapat terjadi. Komplikasi mayor gagal jantung
berat adalah syok kardiogenik dan edema paru. Gagal jantung
kongestif dapat menyebabkan komplikasi pada sistem tubuh lain,
yaitu:
a. Sistem kardiovaskuler:
Angina, disritmia, kematian jantung mendadak, dan syok
kardiogenik.
b. Sistem pernapasan:
Edema paru, pneumonia, asma kardiak, efusi pleura, pernapasan
Cheyne-Stokes, dan asidosis respiratorik.
c. Sistem pencernaan:
Malnutrisi, asites, disfungsi hati.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah keputusan pasien mengenai respon
individu (pasien dan masyarakat) tentang masalah kesehatan
aktual atau potensial sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan
untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan sesuai dengan
kewenangan perawat (Nursalam, 2008).
Diagnosa keperawatan pada pasien CHF menurut Asikin (2016),
yaitu:
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan
ketidakmampuan jantung memompakan sejumlah darah untuk
mencukupi kebutuhan jaringan tubuh.
b. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan
membran kapiler alveolus.
c. Volume cairan berlebihan berhubungan dengan menurunnya
curah jantung/ meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium dan air.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan
suplai dan kebutuhan oksigen.
e. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan bed rest
dalam jangka waktu lama, edema, dan penurunan perfusi
jaringan.
f. Kurang pengetahuan tentang proses penyakitnya berhubungan
dengan kurangnya pemahaman terkait fungsi jantung, dan
gagal jantung.
4. Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk
mencapai tujuan yang spesifik. Tahap pelaksanaan dimulai setelah rencana
intervensi disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu
pasien mencapai tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu rencana
intervensi yang spesifik dilaksanakan untuk memodifikasi faktor- faktor
yang mempengaruhi masalah kesehatan klien. Tujuan dari pelaksanaan
adalah membantu pasien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan
yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan
kesehatan, dan memfasilitasi koping. Selama tahap pelaksanaan, perawat
terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan keperawatan yang
paling sesuai dengan kebutuhan pasien (Nursalam, 2008).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan,
rencana asuhan keperawatan, dan pelaksanaan keperawatan. Evaluasi
keperawatan sebagai sesuatu yang direncanakan dan perbandingan yang
sistematik pada status kesehatan pasien. Dengan mengukur perkembangan
pasien dalam mencapai suatu tujuan maka perawat dapat menentukan
efektivitas asuhan keperawatan. Meskipun tahap evaluasi keperawatan
diletakkan pada akhir proses keperawatan tetapi tahap ini merupakan
bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Diagnosa
keperawatan perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan kelengkapannya.
Evaluasi diperlukan pada tahap rencana asuhan keperawatan untuk
menentukan apakah tujuan rencana asuhan keperawatan tersebut dapat
dicapai secara efektif. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan
pasien dalam mencapai tujuan. Hal ini dapat dilakukan dengan melihat
respon pasien terhadap asuhan keperawatan yang diberikan sehingga
perawat dapat mengambil keputusan.