Anda di halaman 1dari 33

IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini akan membahas beberapa tentang konsep dasar yang berhubungan

dengan study kasus. Konsep dasar tersebut meliputi 1) Konsep dasar Congestive

Heart Failure, 2) Konsep dasar nyeri akut, 3) Konsep Asuhan keperawatan nyeri

akut pasien Congestive Heart Failure.

2.1 Konsep Dasar Congestive Heart Failure

2.1.1 Pengertian

Menurut McPhee, S.J., & Ganong (2010), Congestive Heart Failure (CHF)

merupakan suatu keadaan patologis pada jantung yang menyebabkan jantung gagal

memompa darah untuk memenuhi kebutuhan tubuh. Darah yang dipompa untuk

dialirkan ke seluruh tubuh mengandung oksigen serta nutrisi yang dibutuhkan

tubuh, dan jantung juga mengangkut zat-zat sisa seperti karbondioksida untuk

dikeluarkan dari tubuh.

Gagal jantung adalah kumpulan gejala yang kompleks dimana seorang

pasien harus memiliki tampilan berupa: Gejala gagal jantung (nafas pendek yang

tipikal saat istrahat atau saat melakukan aktifitas disertai/tidak kelelahan); tanda

retensi cairan (kongesti paru atau edema pergelangan kaki); adanya bukti objektif

dari gangguan struktur atau fungsi jantung saat istrahat (PERKI, 2015).

2.1.2 Etiologi

Etiologi dari penyakit gagal jantung kongestif Menurut Agustina, Afiyanti,

5
LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA
IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
6

& Ilmi (2017), adalah sebagai berikut:

1. Penyakit jantung koroner

Seseorang dengan penyakit jantung koroner (PJK) rentan untuk

menderita penyakit gagal jantung, terutama penyakit jantung koroner

dengan hipertrofi ventrikel kiri. Lebih dari 36% pasien dengan penyakit

jantung koroner selama 7-8 tahun akan menderita penyakit gagal jantung

kongestif.

2. Hipertensi

Peningkatan tekanan darah yang bersifat kronis merupakan

komplikasi terjadinya gagal jantung. Hipertensi menyebabkan gagal jantung

kongestif melalui mekanisme disfungsi sistolik dan diastolik dari ventrikel

kiri. Hipertrofi ventrikel kiri menjadi predisposisi terjadinya infark miokard,

aritmia atrium dan ventrikel yang nantinya akan berujung pada gagal

jantung kongestif.

3. Cardiomiopathy

Merupakan kelainan pada otot jantung yang tidak disebabkan oleh

penyakit jantung koroner, hipertensi, atau kelainan kongenital.

Cardiomiopathy terdiri dari beberapa jenis. Diantaranya ialah dilated

cardiomiopathy yang merupakan salah satu penyebab tersering terjadinya

gagal jantung kongestif. Dilated Cardiomiopathy berupa dilatasi dari

ventrikel kiri dengan atau tanpa dilatasi ventrikel kanan. Dilatasi ini

disebabkan oleh hipertrofi sel miokardium dengan peningkatan ukuran dan

penambahan jaringan fibrosis.

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
7

4. Kelainan katup jantung

Dari beberapa kelainan katup jantung, yang paling sering

menyebabkan gagal jantung kongestif ialah regurgitasi mitral. Regurgitasi

mitral meningkatkan preload sehingga terjadi peningkatan volume di

jantung. peningkatan volume jantung memaksa jantung untuk berkontraksi

lebih kuat agar darah tersebut dapat di distribusi ke seluruh tubuh. Kondisi

ini jika berlangsung lama menyebabkan gagal jantung kongestif.

5. Aritmia

Atrial fibrasi secara independen menjadi pencetus gagal jantung

tanpa perlu adanya faktor concomitant lainnya seperti PJK atau hipertensi.

31% dari pasien gagal jantung ditemukan gejala awal berupa atrial fibrilasi

dan ditemukan 50% pasien gagal jantung memiliki gejala atrial fibrilasi

setelah dilakukan pemeriksaan echocardiografi. Aritmia tidak hanya

sebagai penyebab gagal jantung tetapi juga memperparah prognosis dengan

meningkatkan mordibitas dan mortalitas.

6. Alkohol dan obat-obatan

Alkohol memiliki efek toksik terhadap jantung yang menyebabkan

atrial fibrilasi ataupun gagal jantung akut. Konsumsi alkohol dalam jangka

panjang menyebabkan dilated cardiomiopathy. Didapatkan 2- 3% kasus

gagal jantung kongestif yang disebabkan oleh konsumsi alkohol jangka

panjang. Sementara itu beberapa obat yang memiliki efek toksik terhadap

miokardium.

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
8

7. Lain-lain

Merokok merupakan faktor resiko yang kuat dan independen untuk

menyebabkan penyakit gagal jantung kongestif pada laki-laki sedangkan

pada wanita belum ada fakta yang konsisten. Sementara diabetes merupakan

faktor independen dalam mortalitas dan kejadian rawat inap ulang pasien

gagal jantung kongestif melalui mekanisme perubahan struktur dan fungsi

dari miokardium. selain itu, obesitas menyebabkan peningkatan kolesterol

yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner yang merupakan

penyebab utama dari gagal jantung kongestif.

2.1.3 Klasifikasi

Ada beberapa klasifikasi pada Congestive Heart Failure :

1. Menurut Letaknya

Menurut McPhee, S.J., & Ganong, (2010), Congestive Heart Failure

dibagi menjadi tiga tipe, yaitu Gagal jantung kanan, gagal jantung kiri, dan

gagal jantung campuran atau kongestive. Pada gagal jantung kiri disebabkan

karena ruang ventrikel atau bilik kiri dari jantung tidak berfungsi dengan

baik dan mengakibatkan fungsi bilik kiri tidak berjalan secara optimal.

Maka terjadilah peningkatan tekanan pada serambi kiri dan pembuluh darah

di sekitarnya. Kondisi ini menciptakan penumpukan cairan di paru-paru

(edema paru). Pada gagal jantung kanan disebabkan karena jantung

kesulitan memompa darah ke paru-paru. Akibatnya, darah kembali ke

pembuluh darah balik (vena), hingga menyebabkan penumpukan cairan dan

timbulah bendungan paru, dan vasokontriksi perifer yang mengakibatkan

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
9

penurunan perfusi jaringan.Gagal jantung kanan ditandai dengan adanya

edema perifer, asites dan peningkatan tekanan vena jugularis. Sedangkan

pada gagal jantung campuran atau kongestif adalah gabungan dari

keduanya. Namun demikian, kelainan fungsi jantung kiri maupun kanan

sering terjadi secara bersamaan.

2. Menurut tingkat keparahan

Menurut NYHA (2016), Klasifikasi menurut New York Heart Association

- Kelas 1: Pasien dengan penyakit jantung tetapi tidak ada pembatasan

aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan kelelahan

berlebihan, palpitasi, dispnea atau nyeri angina.

- Kelas 2: Pasien dengan penyakit jantung dengan sedikit pembatasan

aktivitas fisik. Merasa nyaman saat istirahat. Hasil aktivitas normal fisik

kelelahan, palpitasi, dispnea atau nyeri angina.

- Kelas 3: Pasien dengan penyakit jantung yang terdapat pembatasan

aktivitas fisik. Merasa nyaman saat istirahat. Aktifitas fisik ringan

menyebabkan kelelahan, palpitasi, dispnea atau nyeri angina.

- Kelas 4: Pasien dengan penyakit jantung yang mengakibatkan

ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas fisik apapun tanpa

ketidaknyamanan. Gejala gagal jantung dapat muncul bahkan pada saat

istirahat. Keluhan meningkat saat melakukan aktifitas.

2.1.4 Manifestasi Klinis

Menurut Hudak & Gallo (2012), gejala yang muncul sesuai dengan

gejala gagal jantung kiri diikuti gagal jantung kanan dan terjadinya di dada

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
10

karena peningkatan kebutuhan oksigen. Berikut ini adalah perbedaan gejala

yang dialami gagal jantung kiri dan kanan :

GEJALA
Gagal Jantung Kiri Gagal Jantung Kanan

- Gelisah dan cemas - Peningkatan JVP 2.

- Kongesti vaskuler pulmonal - Edema

- Edema - Curah jantung rendah

- Penurunan curah jantung - Disritmia

- Gallop atrial (S3) - S3 dan S4

- Gallop ventrikel (S4) - Hiperresonan pada perkusi

- Crackles paru - Pitting edema

- Disritmia - Hepatomegali

- Bunyi nafas mengi - Anoreksia

- Pulsus alternans - Nokturia

- Pernafasan cheyne-stokes - Kelemahan

- Bukti-bukti radiologi tentang


kongesti pulmonal
- Dyspneu

- Batuk

- Mudah lelah

2.1.5 Patofisiologi

Beberapa mekanisme yang mempengaruhi progresivitas gagal jantung,

antara lain mekanisme neurohomonal yang meliputi aktivasi sistem saraf simpatis,

aktivasi sistem renin-angiotensin dan perubahan vaskuler perifer serta remodeling

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
11

ventrikel kiri, yang semuanya berperan mempertahankan homeostasis (Imaligy,

2014).

1. Aktivasi sistem saraf simpatis

Penurunan curah jantung pada gagal jantung akan mengaktifkan serangkaian

mekanisme adaptasi untuk mempertahankan homeostasis kardiovaskuler,

mekanisme ini merupakan adaptasi yang penting segera setelah terjadi penurunan

curah jantung. Aktivasi sistem saraf simpatik terjadi bersamaan dengan

berkurangnya tonus parasimpatik. Pada keadaan ini, terjadi penurunan inhibisi refl

eks baroreseptor arterial atau kardiopulmoner. Reseptor ini berfungsi menurunkan

tekanan darah. Di sisi lain terjadi peningkatan eksitasi kemoreseptor perifer

nonbarorefl eks dan metaboreseptor otot., akibatnya meningkatkan tonus simpatis

dan pengurangan tonus parasimpatis dengan hasil akhir penurunan denyut jantung

dan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Karena tonus simpatis meningkat, akan

terjadi peningkatan kadar norepinefrin, neurotransmiter adrenergik yang poten, di

sirkulasi seiring berkurangnya ambilankembali norepinefrin dari ujung saraf.

Meskipun demikian, pada gagal jantung stadium lanjut akan terjadi penurunan

norepinefrin miokard karena mekanisme yang masih belum diketahui. Peningkatan

aktivasi reseptor simpatis β-adrenergik meningkatkan denyut jantung dan kekuatan

kontraksi miokard yang berakibat peningkatan curah jantung. Peningkatan aktivitas

ini menyebabkan stimulasi reseptor α-adrenergik miokard yang menyebabkan

inotropik positif dan vasokonstriksi arteri perifer. Meskipun norepinefrin

meningkatkan kontraksi dan relaksasi serta mempertahankan tekanan darah, hal ini

justru menyebabkan kebutuhan energi miokard akan bertambah sehingga

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
12

memperburuk iskemi saat distribusi oksigen terbatas. Penambahan arus adrenergik

dari sistem saraf pusat akan menyebabkan ventricular tachycardia atau sudden

cardiac death. Di sisi lain, peningkatan tonus simpatis renal menyebabkan

vasokonstriksi sehingga aliran darah ginjal berkurang, seiring dengan peningkatan

reabsorpsi Natrium dan air di tubular ginjal. Selain itu, terjadi pula pelepasan

arginin vasopressin (AVP) dari hipofi sis posterior untuk mengurangi ekskresi air

yang akan memperburuk vasokonstriksi perifer. Angiotensin II juga menstimulasi

pusat haus di otak dan menyebabkan pelepasan AVP dan aldosteron, yang keduanya

menyebabkan disregulasi homeostasis garam dan air. Pada pasien gagal jantung,

terjadi pula peningkatan PGE2 dan PGI2 , serta pelepasan atrial natriuretic peptide

(ANP) dan brain natriuretic peptide (BNP). Dalam kondisi fi siologis, keduanya

dilepaskan saat terjadi regangan miokard dan peningkatan asupan Natrium. Setelah

dilepas, keduanya berperan meningkatkan ekskresi air dan garam serta

menghambat pelepasan renin-aldosteron, atau dengan kata lain sebagai

“counterregulatory”. Meskipun demikian, makin parah derajat gagal jantung, efek

ANP dan BNP terhadap ginjal makin berkurang.

2. Aktivasi sistem renin-angiotensin (reninangiotensin system, RAS)

Berbeda dengan pengaktifan tonus simpatis, aktivasi sistem renin-

angiotensi terjadi setelah selang waktu yang lebih lama. Mekanisme

aktivasi RAS pada gagal jantung meliputi hipoperfusi renal, penurunan fi ltrasi

Natrium ketika mencapai makula densa, dan peningkatan stimulasi simpatik di

ginjal yang berakibat pelepasan renin dari apparatus jukstaglomerular. Renin ini

kemudian berikatan dengan angiotensinogen yang disintesis di hati untuk

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
13

membentuk angiotensin I. Angiotensin converting enzyme (ACE) berikatan dengan

angiotensin I membentuk angiotensin II. Sebanyak 90% aktivitas ACE terjadi di

jaringan dan 10% sisanya pada interstitial jantung dan pembuluh darah.

Angiotensin II akan meningkatkan efeknya setelah berikatan dengan reseptor AT1

dan AT2 . AT1 banyak berlokasi pada saraf miokard sementara AT2 pada fi broblas

dan interstitial. Aktivasi reseptor AT1 menyebabkan vasokonstriksi, pertumbuhan

sel, sekresi aldosteron, dan pelepasan katekolamin; sementara aktivasi reseptor AT2

menyebabkan vasodilatasi, inhibisi pertumbuhan sel, natriuresis dan pelepasan

bradikinin. Angiotensin II berperan mempertahankan homeostasis sirkulasi dalam

jangka pendek. Meskipun demikian, ekspresi berlebihan angiotensin II

menyebabkan fi brosis pada hati, ginjal, dan organ lainnya. Angiotensin II juga

dapat memperburuk aktivasi neurohormonal dengan meningkatkan pelepasan

norepinefrin dari ujung saraf simpatis. Selain itu, terjadi pula stimulasi korteks

adrenal untuk memproduksi aldosteron yang juga berperan dalam mempertahankan

homeostasis jangka pendek dengan mempengaruhi reabsorpsi Natrium pada

tubulus distal ginjal. Meskipun demikian, ekspresi aldosteron berlebihan

menyebabkan hipertrofi dan fi brosis vaskuler serta miokard yang menyebabkan

berkurangnya compliance vaskuler dan meningkatkan kekakuan ventrikel.

Aldosteron berlebihan juga menyebabkan disfungsi sel endotel, disfungsi

baroreseptor, serta inhibisi ambilan norepinefrin, yang semuanya akan

memperburuk gagal jantung.

3. Perubahan neurohormonal vaskuler perifer

Pada pasien gagal jantung, terjadi interaksi kompleks antara sistem saraf

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
14

otonom dengan mekanisme autoregulasi lokal yang bertujuan mempertahankan

suplai darah ke otak dan jantung, sementara mengurangi suplai ke kulit, otot rangka,

organ splanknik dan ginjal; semua itu akibat pelepasan norepinefrin sebagai

vasokonstriktor yang poten, natriuretic peptides, NO, bradikinin, PGI2 serta PGE2

. Bagi jantung, peningkatan tonus simpatis ini bertujuan mempertahankan tekanan

arteri, sementara stimulasi simpatik pada vena menyebabkan peningkatan tonus

vena untuk mempertahankan venous return dan pengisian ventrikel untuk

mempertahankan hukum Starling. Seharusnya pada keadaan normal, pelepasan NO

terus-menerus akan menyebabkan “counter- response” yakni vasodilatasi, namun

hal ini tidak terjadi pada gagal jantung stadium lanjut.7 Remodeling ventrikel kiri

Pada pasien gagal jantung, terjadi perubahan miosit jantung, yakni berkurangnya

kontraktilitas otot jantung, berkurangnya miofi lamen miosit jantung, perubahan

protein sitoskeleton, serta desensitisasi sinyal β-adrenergik. Selain itu, terjadi pula

pelepasan mediator-mediator radang seperti TNF-α dan IL-1 saat terjadi kerusakan

pada jantung, yang berperan dalam perburukan gagal jantung. Hipertrofi miosit

jantung karena peningkatan tekanan sistolik dinding ventrikel menyebabkan

penambahan sarkomer paralel dan peningkatan ukuran miosit sehingga

menyebabkan penebalan dinding ventrikel kiri (pressure overload menyebabkan

hipertrofi konsentrik). Pada volume overload, peningkatan tekanan diastolik

menyebabkan peningkatan Panjang miosit dan penambahan jumlah sarkomer serial

(hipertrofi eksentrik). Pada gagal jantung terjadi mekanisme kompensasi Frank

Starling. Gagal jantung yang disebabkan oleh penurunan fungsi ventrikel kiri

menyebabkan isi sekuncup (stroke volume) menurun dibandingkan jantung normal.

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
15

Penurunan isi sekuncup menyebabkan pengosongan ventrikel menjadi tidak

adekuat; akhirnya volume darah yang terakumulasi di ventrikel selama fase

diastolik menjadi lebih banyak dibandingkan keadaan normal. Mekanisme Frank-

Starling menyebabkan peningkatan peregangan miofiber sehingga dapat

menginduksi isi sekuncup pada kontraksi berikutnya, sehingga dapat membantu

pengosongan ventrikel kiri dan meningkatkan curah jantung (cardiac output).

Kompensasi ini memiliki keterbatasan. Pada kasus gagal jantung berat dengan

depresi kontraktilitas, curah jantung akan menurun, lalu terjadi peningkatan

enddiastolic volume dan end-diastolic pressure (yang akan ditransmisikan secara

retrograd ke atrium kiri, vena pulmoner dan kapiler) sehingga dapat menyebabkan

kongesti pulmoner dan edema.

2.1.6 Komplikasi

Menurut Le Mone, Burke, & Bauldoff (2016), mekanisme kompensasi yang

dimulai pada gagal jantung dapat menyebabkan komplikasi pada sistem tubuh lain.

Hepatomegali kongestif dan splenomegali kongestif yang disebabkan oleh

pembengkakkan sistem vena porta menimbulkan peningkatan tekanan abdomen,

asites, dan masalah pencernaan. Pada gagal jantung sebelah kanan yang lama,

fungsi hati dapat terganggu. Distensi miokardium dapat memicu disritmia,

mengganggu curah jantung lebih lanjut. Efusi pleura dan masalah paru lain dapat

terjadi. Komplikasi mayor gagal jantung berat adalah syok kardiogenik dan edema

paru. Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan komplikasi pada sistem tubuh

lain, yaitu:

1. Sistem kardiovaskuler: Angina, disritmia, kematian jantung mendadak, dan

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
16

syok kardiogenik.

2. Sistem pernapasan: Edema paru, pneumonia, asma kardiak, efusi pleura,

pernapasan Cheyne-Stokes, dan asidosis respiratorik.

3. Sistem pencernaan: Malnutrisi, asites, disfungsi hati.

2.1.7 Pathway

Gambar 2.1 Pathway CHF menurut (Estri, L. 2017)

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
17

Pemeriksaan penunjang pada pasien CHF menurut Doenges (2012), yaitu :

1. Elektrokardiogram

Electrocardiogram (ECG) atau elektrokardiogram (EKG) adalah

pemeriksaan sederhana untuk mengukur irama dan aktivitas listrik jantung.

Karena itu, prosedur ini juga sering disebut rekam jantung. Tiap kali

jantung berdetak, aliran listrik akan mengalir dan memicu kontraksi otot

jantung. Kontraksi otot ini menyebabkan jantung mampu memompa darah

ke seluruh tubuh. Pada pemeriksaan EKG, aliran listrik jantung direkam

oleh mesin dan hasilnya akan diperiksa untuk melihat ada tidaknya

gangguan atau kerusakan jantung.

2. CT Scan

Pemeriksaan CT Scan adalah prosedur yang menggunakan sinar X, dengan

hasil yang diolah dengan komputer untuk menghasilkan gambar dalam irisan-

irisan, sehingga dapat melihat masing-masing gambaran irisan yang diambil

dengan lebih detail. Dengan teknik ini, gambar yang dihasilkan jauh lebih detail

dibandingkan rontgen biasa, sehingga dapat membantu diagnosis dengan lebih

akurat.

3. Kateterisasi jantung

Kateterisasi jantung adalah prosedur yang bertujuan mendiagnosis dan

mengobati berbagai kondisi jantung. Caranya yaitu dengan memasukkan

kateter, yakni tabung tipis dan panjang dengan kamera kecil pada ujungnya,

ke dalam pembuluh darah di selangkangan, leher, atau lengan. Tabung ini

kemudian diarahkan ke pembuluh darah jantung. Melalui kateterisasi

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
18

jantung, kondisi pembuluh darah yang menyuplai jantung dapat diketahui

lebih lanjut. Kateterisasi jantung diperlukan untuk mendeteksi masalah

jantung yang dialami oleh pasien sekaligus mengatasinya.

4. Rontgen dada

Rontgen dada dapat menunjukkan adanya perubahan atau masalah dalam

paru-paru yang berasal dari jantung. Misalnya seperti, cairan dalam paru-paru

(pulmonary edema) yang merupakan hasil dari gagal jantung kongestif.

5. Pemeriksaan elektrolit

Pemeriksaan elektrolit atau tes kalium (potasium) dilakukan untuk

mengukur tingkat kalium dalam darah. Kalium merupakan zat elektrolit

yang penting untuk fungsi otot dan saraf. Pemeriksaan elektrolit dapat

digunakan untuk memantau atau mendiagnosis kondisi medis yang

berkaitan dengan tingkat kalium abnormal seperti penyakit ginjal, tekanan

darah tinggi, dan penyakit jantung.

6. Oksimetri nadi

Oksimetri nadi adalah tes untuk mengukur level oksigen dalam darah. Tes

ini juga dapat mendeteksi seberapa efisien oksigen dialirkan ke seluruh tubuh.

Tes dilakukan dengan menjepit jari tangan, jari kaki, atau daun telinga dengan

alat oksimetri nadi.

7. BUN

Tes Blood Urea Nitrogen (BUN) adalah pemeriksaan laboratorium yang

bertujuan untuk menetapkan kadar nitrogen ureum dalam darah. Pemeriksaan

kadar nitrogen ureum darah (BUN) dilakukan dengan cara mengukur

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
19

konsentrasi nitrogen di dalam plasma darah.

2.1.9 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan CHF dibagi 2, yaitu:

1. Penatalaksanaan keperawatan:

Memperbaiki kontraksi miokard sistemik:

a. Istirahat total dalam posisi semi fowler.

b. Memberikan terapi oksigen sesuai dengan kebutuhan.

c. Memberikan terapi medis: digitalis untuk memperkuat kontraksi otot

jantung.

Menurunkan volume cairan yang berlebihan:

a. Memberikan terapi medik: diuretik untuk mengurangi cairan di jaringan.

b. Mencatat asupan dan haluaran.

c. Menimbang berat badan.

d. Restriksi garam/rendah garam.

Mencegah terjadinya komplikasi pascaoperasi:

a. Mengatur jadwal mobilisasi secara bertahap sesuai keadaan pasien.

b. Mencegah terjadinya imobilisasi akibat tirah baring.

c. Mengubah posisi tidur.

d. Memperbaiki efek samping pemberian medika mentosa; keracunan

digitalis.

e. Memeriksa atau mengobservasi EKG.

Pendidikan kesehatan yang menyangkut penyakit, prognosis, obat-obatan serta

pencegahan kekambuhan:

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
20

a. Menjelaskan tentang perjalanan penyakit dan prognosis, kegunaan obat-

obatan yang digunakan, serta memberikan jadwal pemberian obat.

b. Mengubah gaya hidup/ kebiasaan yang salah, seperti: merokok, stress, kerja

berta, minuman alkohol, makanan tinggi lemak dan kolesterol.

c. Menjelaskan tentang tanda dan gejala yang menyokong terjadinya gagal

jantung, terutama yang berhubungan dengan kelelahan, berdebar-

debar, sesak napas, anoreksia, dan keringat dingin.

d. Menganjurkan untuk kontrol semua secara teratur walaupun tanpa gejala.

e. Memberikan dukungan mental; klien dapat menerima keadaan dirinya

secara nyata/ realitas akan dirinya baik.

2. Penatalaksanaan kolaboratif

a. Pemberian diuretik akan menurunkan preload dan kerja jantung.

b. Pemberian morfin untuk mengatasi edema pulmonal akut, vasodilatasi

perifer, menurunkan aliran balik vena dan kerja jantung, menghilangkan

ansietas karena dispnea berat.

c. Reduksi volume darah sirkulasi Dengan metode plebotomi, yaitu suatu

prosedur yang bermanfaat pada pasien dengan edema pulmonal akut karena

tindakan ini dengan segera memindahkan volume darah dari sirkulasi

sentral, menurunkan aliran balik vena dan tekanan pengisian serta

sebaliknya menciptakan masalah hemodinamik segera.

d. Terapi nitrit untuk vasodilatasi perifer guna menurunkan afterload.

e. Terapi digitalis obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas (inotropik),

memperlambat frekuensi ventrikel, peningkatan efisiensi jantung.

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
21

f. Inotropik positif

- Dopamin:Pada dosis kecil 2,5-5 mg/kg akan merangsang alfaadrenergik beta-

adrenergik. Reseptor dopamin ini mengakibatkan keluarnya katekolamin dari

sisi penyimpanan saraf. Memperbaiki kontraktilitas curah jantung isi sekuncup.

Dilatasi ginjal-serebral dan pembuluh koroner. Pada dosis maksimal 10-20

mg/kg BB akan menyebabkan vasokonstriksi dan meningkatkan beban kerja

jantung.

- Dobutamin:Merangsang hanya beta-adrenergik. Dosis mirip dopamin

memperbaiki isi sekuncup, curah jantung dengan sedikit vasokonstriksi dan

takikardia.

2.2 Konsep Dasar Nyeri Akut

2.2.1 Pengertian Nyeri Akut

Menurut Nanda (2015), Nyeri akut didefinisikan sebagai suatu pengalaman

sensori dan emosional yang tidak menyenangkan dan muncul akibat adanya

kerusakan jaringan actual atau potensial atau yang digambarkan sebagai kerusakan

yang tiba-tiba, dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat

diantisipasi atau diprediksi. Sedangkan menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI

(2017), nyeri akut adalah pengalaman sensorik atau emosional yang berkaitan

dengan kerusakan jaringan actual atau fungsional, dengan onset mendadak atau

lambat dan berintensitas ringan hingga berat yang berlangsung kurang dari tiga

bulan.

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
22

2.2.2 Kalsifikasi Nyeri Akut

Nyeri Akut Dibagi Menjadi 2 bagian menurut Potter & Perry (2012), yaitu

sebagai berikut:

a. Nyeri Somatik, jika organ yang terkena adalah organ soma seperti kulit,

otot, sendi, tulang, atau ligament karena di sini mengandung kaya akan

nosiseptor. Terminologi nyeri muskuloskeletal diartikan sebagai nyeri

somatik. Nosiseptor disini menjadi sensitif terhadap inflamasi, yang akan

terjadi jika terluka atau keseleo. Selain itu, nyeri juga bias terjadi akibat

iskemik, seperti pada kram otot. Hal inipun termasuk nyeri nosiseptif.

Gejala nyeri somatik umumnya tajam dan lokalisasinya jelas, sehingga

dapat ditunjuk dengan telunjuk. Jika kita menyentuh atau menggerakan

bagian yang cedera, nyerinya akan bertambah berat.

b. Nyeri viseral, jika yang terkena adalah organ-organ viseral atau organ dalam

yang meliputi rongga toraks (paru dan jantung), serta rongga abdomen

(usus, limpa, hati dan ginjal), rongga pelvis (ovaruim, kantung kemih dan

kandungan). Berbeda dengan organ somatik, yang nyeri kalau diinsisi,

digunting atau dibakar, organ somatik justru tidak. Organ viseral akan terasa

sakit kalau mengalami inflamasi, iskemik atau teregang. Selain itu nyeri

viseral umumnya terasa tumpul, lokalisasinya tidak jelas disertai dengan

rasa mual - muntah bahkan sering terjadi nyeri refer yang dirasakan pada

kulit.

2.2.3 Penyebab Nyeri Akut pada CHF

Nyeri akut yang dialami pasien Congestive Heart Failure timbul secara

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
23

mendadak. Penyebabnya yaitu suplai oksigen ke miokardium mengalami

penurunan yang berakibat pada kematian sel jantung. Gejala klinis nyeri pada kasus

gagal jantung, muncul secara tiba-tiba dan secara terus menerus serta tidak mereda.

Apabila nyeri ini dibiarkan tingkat keparahan nyeri akan menjadi meningkat

sehingga nyeri tidak tertahankan lagi. Nyeri ini disebabkan karena menurunnya

curah jantung sehingga suplai oksigen ke miokardium menurun menyebabkan

perubahan metabolisme miokardium (Muttaqin, 2011).

2.2.4 Faktor yang Mempengaruhi Nyeri

Faktor yang Mempengaruhi Nyeri, menurut Prasetyo (2010), terdapat

berbagai faktor yang dapat mempengaruhi persepsi dan reaksi masing-masing

individu terhadapa nyeri, diantaranya:

1. Usia

Usia merupakan variable yang paling penting dalam mempengaruhi nyeri

pada setiap individu. Sebagai contoh anak-anak kecil yang belum dapat

mengucapkan kata-kata mengalami kesulitan dalam mengungkapkan secara

verbal dan mengekspresikan rasa nyerinya, sementara lansia mungkin tidak

akan melaporkan nyerinya dengan alasan nyeri merupakan sesuatu yang

harus mereka terima.

2. Jenis kelamin

Secara umum pria dan wanita tidak berbeda secara signifikan dalam

berespon terhadapa nyeri. Hanya beberapa budaya yang mengganggap

bahwa seorang anak laki-laki harus lebih berani dan tidak boleh menangis

dibandingkan anak perempuan dalam situasi yang sama ketika merasakan

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
24

nyeri.

3. Makna nyeri

Makna nyeri pada seseorang mempengaruhui pengalaman nyeri dan cara

seseorang beradaptasi terhadap nyeri.

4. Lokasi dan tingkat keparahan nyeri

Nyeri yang dirasakan mungkin terasa ringan, sedang atau bisa jadi

merupakan nyeri yang berat.

5. Perhatian

Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi persepsi

nyeri.

6. Ansietas (kecemasan)

Hubungan antara nyeri dan ansietas bersifat kompleks, ansietas yang

dirasakan seseorang seringkali meningkatkan persepsi nyeri, akan tetapi

nyeri juga akan menimbulkan ansietas.

7. Keletihan

Keletihan yang dirasakan seseorang akan meningkatkan sensasi nyeri dan

menurunkan kemampuan koping individu.

8. Pengalaman sebelumnya

Seseorang yang terbiasa merasakan nyeri akan lebih siap dan mudah

mengantisipasi nyeri daripada individu yang mempunyai pengalaman

tentang nyeri.

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
25

2.2.5 Penilaian Nyeri Akut

Penilaian nyeri merupakan elemen yang penting untuk menentukan terapi

nyeri yang efektif. Skala penilaian nyeri dan keteranagan pasien digunakan untuk

menilai derajat nyeri.Intensitas nyeri harus dinilai sedini mungkin selama pasien

dapat berkomunikasi dan menunjukkan ekspresi nyeri yang dirasakan.Penilaian

terhadap intensitas nyeri dapat menggunakan beberapa skala menurut Mubarak,

Indrawati, & Susanto (2015), yaitu:

1. Skala Wajah Wong dan Beker

Skala nyeri enam wajah dengan ekspresi yang berbeda, menampilkan wajah

bahagia hingga wajah sedih, digunakan untuk mengekspresikan rasa nyeri. Skala

ini biasanya dipergunakan mulai anak usia 3 tahun.

Gambar 2.2 Skala Wajah Wong dan Beker (Wulandari, 2014)

2. Numerical Rating Scale (NRS)

(Skala numerik angka) Pasien menyebutkan intensitas nyeri berdasarkan angka

0-10. Titik 0 berarti tidak nyeri, 5 nyeri sedang, dan 10 adalah nyeri berat yang

tidak tertahankan.NRS digunakan jika ingin menentukan berbagai perubahan

pada skala nyeri, dan juga menilai respon turunnya nyeri pasien terhadap terapi

yang diberikan (Mubarak et al., 2015).

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
26

Gambar 2.3 Numeric Rating Scale (NRS) (Wulandari, 2014)

3. Visual Analog Scale (VAS)

Visual Analogue Scale (VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili

intensitas nyeri dan memiliki alat keterangan verbal pada setiap ujungnya.

Skala sejenis yang merupakan garis lurus, tanpa angka. Bisa bebas

mengekspresikan nyeri, kea rah kiri menuju tidak sakit, arah kanan sakit tak

tertahankan, dengan tengah kira-kira nyeri yang sedang.

Gambar 2.4 Visual Analogue Scale (VAS) menurut (Wulandari, 2014).

2.2.6 Pemeriksaan Penunjang

Menurut Nugroho (2016), pemeriksaan penunjang pada pasien CHF

meliputi:

1. EKG (elektrokardiogram)

Untuk mengukur kecepatan dan keteraturan denyut jantung. EKG : Hipertrofi

atrial atau ventrikuler, penyimpanan aksis iskemia san kerusakan

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
27

polamungkin terlihat. Disritmia misalnya takhikardia, fibrilasi atrial.

Kenaikan segmen ST/T persistensi 6 minggu atau lebih setelah imfrak

miokrad menunjukkan adanya aneurime ventricular.

2. Echokardiogram: menggunakan gelombang suara untuk mengetahui ukuran

dan bentuk jantung, serta menilaikeadaan ruang jantung dan fungsi katup

jantung. Sangat bermanfaat untuk menegakkan diagnosis gagal jantung.

3. Foto rontgen dada: untuk mengetahui adanya pembesaran jantung,

penimbunan cairan diparu-paru atau penyakit paru lainnya.

4. Tes darah BNP: untuk mengukur kadar hormon BNP (Brype nattruretic

peptide) yang pada gagal jantung akan meningkat.

5. Sonogram: dapat menunjukkan dimensi pembesaran bilik perubahan dalam

fungsi/struktur katub atau are penurunan kontraktilitas ventricular.

6. Scan jantung: Tindakan penyuntikan fraksi san memperkirakan pergerakan

dinding.

7. Katerisasi jantung: tekanan abnormal merupakan indikasi dan membantu

membedakan gagal jantung sisi kanan, sisi kiri, dan stenosis katup atau

insufisiensi, juga mengkaji potensi arteri kororner. Zat kontras disuntikan

kedalam ventrikel menunjukkan ukuran normal dan ejeksi fraksi/perubahan

kontraktilitas.

2.2.6 Penatalaksanaan Nyeri Akut pada CHF

a. Tindakan Farmakologis

1. Agens Anestetik Lokal Anestesi lokal bekerja dengan memblok konduksi

saraf saat diberikan langsung ke serabut saraf. Anestesi lokal dapat

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
28

memberikan langsung ke tempat yang cedera (misalnya, anestesi topikal

dalam bentuk semprot untuk luka bakar akibat sinar matahari) atau cedera

langsung ke serabut saraf melalui suntikan atau saat pembedahan (Brunner

& Suddart, 2006).

2. Opioid Opioid (narkotik) dapat diberikan melalui beragam rute, termasuk

oral, intravena, subkutan, intraspinal, rektal, dan rute transdermal. Faktor-

faktor yang dipertimbangkan dalam menentukan rute, dosis, dan frekuensi

medikasi termasuk karakteristik nyeri pasien, status pasien keseluruhan,

respons pasien terhadap analgesik, dan laporan pasien tentang nyeri.

3. Obat-obat Antiinflamasi Nonsteroid (NSAID) Obat-obat antiinflamasi

nonsteroid (NSAID) diduga dapat menurunkan nyeri dengan menghambat

produksi prostaglandin dari jaringan-jaringan yang mengalami trauma atau

inflamasi, yang menghambat reseptor nyeri untuk menjadi sensitif terhadap

stimulus menyakitkan sebelumnya. Aspirin adalah obat antiinflamasi

nonsteroid yang paling umum. Namun, karena aspirin menyebabkan efek

samping yang berat dan sering, aspirin jarang digunakan untuk mengatasi

nyeri akut atau nyeri kronis. Ibuprofen sekarang digunakan untuk

menghilangkan nyeri ringan sampai sedang, karena ibuprofen efektif dan

mempunyai tingkat insiden efek merugikan yang rendah. Diklofenak

sodium adalah NSAIA/NSAID terbaru yang mempunyai waktu paruh

plasmanya 8-12 jam. Efek analgesik dan antiinflamasinya serupa dengan

aspirin, tetapi efek antipiretiknya minimal atau tidak sama sekali ada.

Indikasi untuk artritis rematoid, osteoartritis, dan ankilosing spondilitis.

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
29

Reaksi sama seperti obat-obat NSAIA/NSAID lain. Ketorolac adalah agen

antiinflamasi pertama yang mempunyai khasiat analgesik yang lebih kuat

daripada yang lain. Dianjurkan untuk nyeri jangka pendek. Untuk nyeri

pasca bedah, telah terbukti khasiat analgesiknya sama atau lebih dibanding

analgesik opioid.

b. Tindakan Nonfarmakologis Tindakan nonfarmakologis menurut brunner &

Suddart (2006) meliputi stimulasi dan massase kutaneus, terapi es dan

panas, stimulasi saraf elektris transkutan, teknik relaksasi nafas dalam, dan

distraksi imajinasi terbimbing.

c. Teknik Relaksasi Nafas Dalam

Pemberian terapi relaksasi nafas dalam membantu pasien lebih rileks dan

nyaman dalam beristirahat.

2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Nyeri Akut pada Pasien Congestive Heart

Failure

2.3.1 Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan

proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk

mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan pasien (Setiadi, 2012).

Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan

menganalisanya (Manurung, 2011).

Data-data yang perlu untuk dikaji pada pasien yang mengalami nyeri pada

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
30

CHF antara lain : Riwayat hidup; Dalam riwayat hidup yang perlu dikaji antara lain;

umur, jenis kelamin, jenis stres, pola makan (diet), perokok, alkoholik, minum kopi,

penggunaan obat-obatan tertentu (Bachrudin & Najib, 2016).

1. Anamnesa

a. Identitas

Identitas pasien didapatkan melalui wawancara yang meliputi : nama, umur,

jenis kelamin, dan penanggung jawab klien. Penyakit CHF sering terjadi

pada orang yang lanjut usia. Namun CHF juga bisa menyerang orang yang

memiliki pola hidup tidak sehat seperti kegemukan, tekanan darah tinggi,

diabetes, merokok, dan aktivitas fisik yang berat.

b. Keluhan utama

Pasien dengan CHF akan mengeluh nyeri pada dada. Hal ini

dikarenakanproses penyempitan arteri coroner yang mendarahi otot jantung,

maka ketidak cukpan antara kebutuhan dengan suplai, sehingga timbul

kekurangan darah (Iskhemia).

c. Riwayat penyakit sekarang

Riwayat penyakit sekarang ditemukan saat pengkajian yang dijabarkan dari

keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST, yaitu:

P (provokatif) : Pasien mengeluh nyeri pada dada sebelah kiri. Nyeri

terasa saat dibuat bergerak dan berkurang saat dibuat istirahat dan diberi

obat.

Q (quality dan quantity) : Nyeri dirasa seperti terbakar dengan skala (0-10)

menyusahkan pasien untuk beraktivitas.

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
31

R (regional) : Nyeri dirasa pada dada sebelah kiri.

S (severity) :Aktivitas pasien terganggu karena keterbatasan

gerak akibat nyeri.

T (time) :Nyeri dirasa hilang timbul maupun menetap sepanjang

hari

d. Riwayat penyakit terdahulu

CHF dapat kambuh secara tiba-tiba apabila dibuat aktivitas terlalu

berat dan lama.

e. Riwayat penyakit keluarga

Apakah didalam keluarga pasien ada yang mengalami penyakit yang

sama seperti pasien atau ada penyakit yang menular dan menahun.

f. Riwayat psikososiospiritual

Pengkajian psikologi pasien meliputi beberapa dimensi yang

memungkinkan perawat untuk memperoleh persepsi yang jelas mengenai

status emosi, kognitif, dan perilaku pasien. Adanya nyeri akan memberikan

stimulus pada kecemasan dan ketakutan pada setiap pasien. Peran perawat

sangat penting diperlukan untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien

(Muttaqim & Sari, 2011).

Resiko pendapatan ekonomi yang rendah berpengaruh terhadap

kemampuan penderita dalam memenuhu tingkat kesehatannya. Status

pendidikan yang rendah akan memengaruhi perpsepsi pasien dalam

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
32

menanggulangi keadaan sakitnya (Muttaqim & Sari, 2011).

g. ADL (Activity Daily of Life)

ADL (Activity Daily Living) pada adalah sebagai berikut:

1. Pola Nutrisi

Bagaimana menu makanan yang dikonsumsi setiap harinya. Terkadang

pasien CHF merasa mual apabila diberi makan satu porsi, jadi hanya bisa

makan beberapa sendok.

2. Pola Eliminasi

Pasien pada CHF biasanya mengalami penurunan berkemih. Urin berwarna

gelap, mengalami nocturia, diare, dan juga konstipasi.

3. Pola Istirahat

Pada pasien dengan CHF kebutuhan istirahat dapat terganggu karena rasa

nyeri yang timbul.

4. Pola Personal Hygiene

Dalam perawatan dirinya pasien memerlukan bantuan keluarga.

5. Pola Aktivitas

Pada pasien dengan CHF karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak

menyebabkan aktivitas dibantu dengan bantuan keluarga.

2. Pemeriksaan

a. Pemeriksaan umum

Pemeriksaan TTV (tekanan darah, suhu, nadi, respiratori rate). Terjadi

peningkatan nadi apabila pasien mengeluh nyeri.

b. Pemeriksaan fisik

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
33

Kepala : Distribusi rambut merata, tidak ada lesi pada kepala,

rambut bersih, pada saat terjadi komplikasi wajah terlihat

meringis karena menahan nyeri.

Mata : Jika mengalamai komplikasi seperti nyeri maka klien akan

susah beristirahat sehingga mata terlihat cowong, terdapat

gambaran tipis pembuluh darah, konjungtiva pucat, pupil

isokor.

Hidung : Ketika pasien menahan nyeri maka akan terjadi pernafasan

cepat. Tidak ada benjolan, tidak ada benda asing.

Mulut : Apabila terjadi komplikasi akan timbul sianosis pada bibir

gusi dan lidah.

Telinga : Telinga relative bersih, tidak ada serumen, tidak ada lesi.

Leher : Tidak ada pembesaran getah bening, tidak ada pembesaran

kelenjar tyroid dan tidak ada bendungan vena jugularis.

Thorak

1. Inspeksi :Pada pasien dengan CHF tidak ada masalah pada inpeksi

thorak. Bentuk normal chest, tidak ada retraksi otot bantu

pernafasan.

2. Perkusi :Suara paru sonor dan suara jantung pekak.

3. Palpasi :Pada pasien dengan CHF terdapat nyer tekan pada

bagian kiri.

4. Auskultasi : Bunyi nafas vesikuler dan bunyi jantung S1-S2 tunggal.

Abdomen

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
34

1. Inspeksi : Pada pasien dengan CHF abdomen teraba keras

2. Auskultasi : Bising usus normal.

3. Palpasi :Tidak terdapat nyeri tekan

4. Perkusi :Bunyi abdomen timpani.

Genetalia : Pada pasien dengan CHF tidak ada masalah pada genetalia.

Ekstermitas : Tidak ada masalah dalam pergerakan.

c. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk pasien dengan

Congestive Heart Failure adalah pemeriksaan elektrokardiogram (EKG),

pemeriksaan scan jantung, kateterisasi jantung, rontgen dada, dan juga

Analisa Gas Darah (AGD).

2.3.2 Diagnosa

Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

pasien terhadap suatu masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya

baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosis keperawatan bertujuan

untuk megidentifikasi respon pasien individu, keluarga atau komunitas terhadap

situasi yang berkaitan dengan kesehatan (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017).

Diagnosa keperawatan pada SDKI untuk pasien Congestive Heart Failure yang

mengalami nyeri dada adalah : Nyeri akut b/d pencedera fisiologis (D.0077)

2.3.3 Intervensi

Intervensi merupakan bagian dari tahap proses keperawatan yang meliputi tujuan

keperawatan, penetapan kriteria hasil, penetapan rencana tindakan yang akan

diberikan pada klien untuk memecahkan masalah yang dialami klien serta rasional

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
35

dari masing-masing rencana tindakan yang dilakukan (Nursalam, 2011).

Diagnosa : Nyeri akut b/d pencedera fisiologis (D.0077)

Tujuan : Setelah dilakukan Asuhan Keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan

nyeri berkurang dan hilang.

Kriteria Hasil (L.08063) :

- Kemampuan mengontrol nyeri meningkat. (5)

- Kemampuan mengenali onset nyeri meningkat. (5)

- Kemampuan mengenali penyebab nyeri meningkat. (5)

- Kemampuan menggunakan Teknik non-farmakologi meningkat. (5)

- Dukungan orang terdekat meningkat. (5)

- Penggunaan analgesic menurun. (5)

Intervensi Keperawatan (Manajemen Nyeri I.08238) :

- Jelaskan penyebab, dan pemicu nyeri

Rasional : Klien dan keluarga paham dan mampu menjelaskan kembali tentang

penyebab nyeri

- Jelaskan strategi meredakan nyeri.

Rasional : Klien dan keluarga mengerti strategi meredakan nyeri

- Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas dan intensitas nyeri

Rasional : Mengidentifikasi untuk menentukan tingkat kenyamanan klien serta

untuk menentukan perawatan yang tepat.

- Identifikasi skala nyeri

Rasional : Mengetahui tingkat nyeri

- Observasi TTV

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
36

Rasional : Mengetahui keadaan umum klien

- Identifikasi faktor yang memperberat dan memperingan nyeri.

Rasional : Istirahat atau posisi yang tepat mampu memperingan nyeri, dan

terlalu banyak beraktifitas memperberat nyeri

- Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri.

Rasional : Melakukan penanganan nyeri nonfarmakologis dapat membantu

mengurangi dalam kebutuhan obat-obat analgesik.

- Kolaborasi pemberian analgetik

Rasional : Untuk proses penyembuhan

2.3.4 Implementasi

Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana intervensi

untuk mencapai tujuan yang spesifik. Implementasi keperawatan dilakukan

setelahintervensi disusun nursing order’s untuk membantu klien mencapai

tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2011).

2.3.5 Evaluasi

Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana taraf keberhasilan

dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai dan dibutuhkan untuk memodifikasi

tujuan atau intervensi keperawatan ditetapkan (Nursalam, 2012).

Menurut (Alimul & Hidayat, 2010), kualitas asuhan keperawatan dapat

dievaluasi pada saat proses (formatif) dan dengan melihat hasilnya (sumatif).

1. Evaluasi Proses

Fokus pada evaluasi proses (formatif) adalah aktivitas dari proses

keperawatan dan hasil kualitas pelayanan asuhan keperawatan. Evaluasi proses

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA


IR - PERPUSTAKAAN UNIVERSITAS AIRLANGGA
37

harus dilaksanakan segera setelah perencanaan keperawatan diimplementasikan

untuk membantu menilai efektivitas intervensi tersebut. Evaluasi proses harus

terus-menerus dilaksanakan hingga tujuan yang telah ditentukan tercapai. Metode

pengumpulan data dalam evaluasi proses terdiri atas analisis rencana asuhan

keperawatan, open-chart audit, pertemuan kelompok, wawancara, observasi klien,

dan menggunakan form evaluasi. Sistem penulisan pada tahap evaluasi ini dapat

menggunakan sistem SOAP atau dokumentasi lainnya.

2. Evaluasi Hasil

Evaluasi pada dasarnya adalah membandingkan status keadaan kesehatan

klien dengan tujuan kriteria hasil yang telah ditetapkan. Evaluasi yang diharapkan

dalam keluhan nyeri yang dirasakan klien adalah berdasarkan dengan kriteri hasil

yaitu nyeri menurun, wajah tampak ceria, kemampuan aktivitas meningkat,

kesulitan tidur menurun, pola tidur membaik, tidur tercukupi dan bisa tidur nyenyak

(SLKI, 2017)

LAPORAN TUGAS AKHIR ASUHAN KEPERAWATAN NYERI... FATKHIYATUL FITRIA

Anda mungkin juga menyukai