Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PENDAHULUAN

KEBUTUHAN OKSIGENASI

Disusun dalam rangka memenuhi


tugas Stase Keperawatan Dasar

Disusun oleh:

NAMA : Mahendra, S.Kep


NIM 14420221024

PRECEPTOR INSTITUSI PRECEPTOR LAHAN

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KESEHATAN
MASYARAKAT UNIVERSITAS MUSLIM
INDONESIA 2022
A. KONSEP KEBUTUHAN OKSIGENASI
1. Definisi
Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia dalam
pemenuhan oksigen yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel
tubuh, mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel (Setiadi
& Irwandi, 2020).
Oksigen adalah gas bening dan tidak berbau yang di hirup dengan
jumlah sekitar 21% .
2. System tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi
System tubuh yang berperan dalam kebutuhan oksigenasi terdiri atas
saluran pernafasan bagian atas, bagian bawah, dan paru-paru (Hidayat, 2021).
a. Saluran Pernapasan Bagian Atas
Saluran pernapasan bagian atas berfungsi menyaring, menghangatkan,
dan melembabkan udara yang terhirup. Saluran pernapasan atas sebagai
berikut:
1) Hidung, terdiri atas nares anterior (saluran dalam lubang hidung) yang
berisi kelenjan sebaseus yang ditiutupi bulu yang kasar dan bermuara
ke ronggga hidung. Dan rongga hidung yang dilapisi oleh selaput
lendir yang mengandung pembuluh darah.
2) Faring, merupakan pipa yang memiliki otot yang memanjang dari
dasar tengkorak sampai esophagus yang terletak dibelakang nasofaring
(dibelakang hidung), dibelakang mulut (orofaring), dan dibelakang
laring (laringo faring).
3) Laring (tenggorokan), merupakan saluran pernapasan setelah faring,
yang terdiri atas bagian dari tulang rawan yang diikat bersama
ligament da membrane, terdiri atas dua lamina yang bersambung di
garis tengah.
4) Epiglottis, merupakan katup tulang rawan yang bertugas membantu
menutup laring pada saat proses menelan.
b. Saluran Pernapasan Bagian Bawah
Saluran Pernapasan bagian bawah berfungsi mengalirkan udara dan
memproduksi surfaktan. Saluran ini terdiri atas:
1) Trakea atau disebut sebagai batang tenggorokan. Trakea tersususn atas
16 sampai 20 lingkaran tidak lengkap berupa cincin, dilapisi selaput
lendir yang terdiri atas epitelium bersilia yang dapat mengeluarkan
debu atau benda asing.
2) Bronkus merupakan bentuk percabangan atau kelanjutan dari trakea
yang terdiri atas dua percabangan kanan dan kiri yang memiliki 3
lobus atas, tengah dan bawah, sedangkan bronkus kiri lebih panjang
dari bagian kanan yang berjalan dari lobus atas dan bawah.
3) Bronkiolus merupakan saluran percabangan setelah bronkus.
c. Paru-paru
Paru merupakan organ utama dalam system pernapasan. Paru terletak
dalam rongga torak setinggi tulang selangka sampai dengan diafragma.
Paru terdiri atas bebrapa lobus yang diseliputi oleh pleura parietalis dan
pleura viseralis, serta dilindungi oleh cairan pleura yang berisi cairan
surfaktan.
Paru sebagai alat pernapasan utama terdiri atas dua bagian yaitu paru
kanan dan kiri. Pada bagian tengah organ ini terdapat organ jantung
beserta pembuluh darah yang berbentuk kerucut, dengan bagian puncak
disebut apeks. Paru memiliki jaringan yang bersifat elastis, berpori, serta
berfungsi sebagai tempat pertukaran gas oksigen dan karbondioksida.
3. Proses Oksigenasi
Proses pemenuhan kebutuhan oksigenasi terdiri atas 3 tahap yaitu
Ventilasi, Difusi Gas, dan Transportasi Gas (Hidayat, 2021).
a. Ventilasi
Ventilasi merupakan proses keluar masuknya oksigen dari atmosfer
kedala alveoli atau dari alveoli ke atmosfer. Proses ventilasi dipengaruhi
oleh beberapa hal, yaitu adanya perbedaan tekanan antara atmosfer
dengan paru, semakin tinggi tempat maka semakin rendah tekanan udara.
Pengaruh proses ventilasi selanjutnya adalah Compliance dan Reciol.
Compliance adalah kemampuan paru untuk mengembang. Kemampuan
ini dipengaruhi oleh berbagai factor, yaitu adanya surfaktan yang terdapat
pada lapisan alveoli yang berfungsi menurunkan tegangan permukaan dan
adanya sisa udara yang menyebabkan tidak terjadinya kolaps serta
gangguan toraks. Surfaktan diproduksi saat terjadi peregangan sel alveoli
dan disekresi saat kita menarik napas. Sedangkan recoil adalah
kemampuan mengeluarkan CO2 atau kontraksi menyempit paru. Apabila
compliance baik namun recoil terganggu maka CO2 tidak dapat keluar
secara maksimal.
Pusat pernapasan yaitu medulla oblongata dan pons, dapat
memengaruhi proses ventilasi, karena CO2 memiliki kemampuan
merangsang pusat pernapasan. Peningkatan CO2 dalam batas 60 mmHg
dapat menyebabkan depresi pusat pernapasan.
b. Disfusi Gas.
Disfusi gas merupakan pertukaran antara oksigen dan alveolidengan
kapiler paru CO2 di kapiler dengan alveoli. Proses pertukaran ini
dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu luasnya prmukaan paru, tebal
membrane respirasi/permeabilitas yang terdiri atas epitel alveoli
interstisial (keduanya dapat memengaruhi proses difusi apabila terjadi
proses penebalan), perbedaan tekanan dan konsentrasi O2, pCO2 dalam
arteri pulmonalis akan berdifusi kedalam alveoli, dan afinitas gas
(kemampuan menembus dan saling mengikat Hemoglobin).
c. Transportasi Gas
Transportasi Gas merupakan proses pendistribusian O2 Kapiler ke
jaringan tubuh dengan CO2 jaringan tubuh ke kapiler. Pada proses
transfortasi, O2 akan berikatan dengan Hb untuk membentuk
Oksihemoglobin (97%) dan larut dalam plasma (3%), sedangkan CO2
akan berikatan dengan Hb membentuk Karbominohemoglobin (30%),
larut daam plasma (5%) dan sebagian menjadi HCO3 yang berada dalam
darah (65%).
Transformasi gas dapat dipengaruhi oleh beberapa factor yaitu curah
jantung, kondisi pembuluh darah, latihan, perbandingan sel darah dengan
darah secara keseluruhan, serta eritrosit dan kadar Hb.
Jenis Pemberian Oksigen
Jenis Maske Aliran Konsentrasi
Nasal Kanul 1-5 24 - 44 %
Simple Mask 5-8 40 – 60 %
Rebreathing Mask 8 - 10 60 – 80 %
Non Rebreathing Mask 10 – 12 90 %
4. Factor Yang mempengaruhu Kebutuhan Oksigenasi.
a. Saraf otonomik
Rangsangan simpatis dan parasimpatis dari saraf otonomik dapat
mempengaruhi kemampuan untuk dilatasi dan konstriksi, hal ini dapat
terlihat simpatis maupun parasimpatis. Ketika terjadi rangsangan, ujung
saraf akan mengeluarkan neurotransmitter karena pada saluran
pernapasan terdapat reseptor adrenergic dan reseptor kolinergik.
b. Hormone dan Obat
Semua hormone termasuk derivate katekolamin dapat melebarkan saluran
pernapasan. Obat yang tergolong parasimpatis sulfas atropine dan ekstrak
belladonna, dapat melebarkan saluran napas, sedangkan obat yang
menghambat adrenergic tipe beta (khususnya beta-2) seperti obat yang
tergolong penyekat beta nonselekti, dapat mempersempit saluran napas
(bronkokonstiksi).
c. Alergi pada saluran Napas
Banyak factor yang dapat menimbulakan alergi, antara lain debu yang
terdapat dalam hawa pernapasan, bulu binatang, serbuk benang sari
bunga, kapuk, makanan, dan lain lain. Factor ini yang menyebabkan
bersin bila terdapat rangsangan di daerah nasal, batuk bila di saluran
pernapasan bagian atas, brokokonstriksi pada asma bronkila, dan rhinitis
bila terdpat saluran pernapasan bagian bawah.
d. Perkembangan.
Tahap perkembangan anak dapat memengaruhi jumlah kebutuhan
oksigenasi, karena usia organ dalam tubuh berkembang seiring
perkembangan.
e. Lingkungan
Kondisi lingkungn dapat memengaruhu kebutuhan oksigenasi seperti
factor alergi, ketinggian tanah, dan suhu. Kondisi tersebut memengaruhi
kemampuan adaptasi.
f. Perilaku
Factor perilaku yang dapat memengaruhi kebutuhan oksgenasi adalah
perilaku dalam mengonsumsi makanan. Contohnya obesitas
mempengaruhi proses perkembangan paru (Hidayat, 2021).
5. Masalah Yang Terkait Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi
Masalah atau gangguan yang terkait pemenuhan kebutuhan oksigenasi
yaitu perubahan fungsii jantung dan perubahan fungsi pernapasan.
Perubahan fungsi jantung yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi yaitu
gangguan konduksi jantung seperti disritmia (takikardi/bradikardi),
menurunnya cardiac output seperti pada pasien dekompensi kordis
menimbulkan hipoksia jaringan, kerusakan fungsi katup seperti pada stenosis
obstruksi, infark miokard mengakibatkan kekurangan pasokan darah dari
arteri coroner ke miokardium sedangkan pada perubahan fungsi pernapasan
masalah yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi yaitu
hiperventilasi, hipoventilasi, dan hipoksia (Setiadi & Irwandi, 2020).
Masalah Kebutuhan oksigenasi (Uliyah & Hidayat, 2021) adalah:
a. Hipoksia
Hipoksia merupakan kondisi tidak tercukupinya pemenuhan
kebutuhan oksigen dalam tubuh akibat defisiensi oksigen atau
peningkatan penggunaan oksigen dalam tingkat sel, ditandai dengan
adanya warna kebiruan pada kulit (sianosis). Secara umum, terjadinya
hipoksia disebabkan oleh menurunnya kadar Hb, menurunnya difusi 02
dari alveoli ke dalam darah, menurunnya perfusi jaringan, atau gangguan
ventilasi yang dapat menurunkan konsentrasi oksigen.
b. Perubahan Pola Pernapasan
1) Takipnea, merupakan pernapasan yang memiliki frekuensi lebih dari
24 kali per menit. Proses ini terjadi karena paru dalam keadaan
atelektasis atau terjadinya emboli.
2) Bradipnea, merupakan pola pernapasan yang lambat dan kurang dari
sepuluh kali per menit. Pola ini dapat ditemukan dalam keadaan
peningkatan tekanan intrakranial yang disertai narkotik atau sedatif.
3) Hiperventilasi, merupakan cara tubuh dalam mengompensasi
peningkatan jumlah oksigen dalam paru agar pernapasan lebih cepat
dandalam. Proses ini ditandai dengan adanya peningkatan denyut
nadi, napas pendek, nyeri dada, menurunnya konsentrasi CO2, dan
lain-lain. Keadaan demikian dapat disebabkan oleh adanya infeksi,
keseimbangan asam basa, atau gangguan psikologis. Hiperventilasi
dapat menyebabkan hipokapnia, yaitu berkurangnya CO2 tubuh di
bawah batas normal, sehingga rangsangan terhadap pusat pernapasan
menurun.
4) Pernapasan kusmaul, merupakan pola pernapasan cepat dan dangkal
yang dapat ditemukan pada orang dalam keadaan asidosis metabolik.
5) Hipoventilasi, merupakan upaya tubuh untuk mengeluarkan
karbondioksida dengan cukup yang dilakukan pada saat ventilasi
alveolar serta tidak cukupnya penggunaan oksigen yang ditandai
dengan adanya nyeri kepala, penurunan kesadaran, disorientasi, atau
ketidakseimbangan elektrolit yang dapat terjadi akibat atelektasis,
lumpuhnya otot-otot pernapasan, depresi pusat pernapasan,
peningkatan tahanan jalan udara, penurunan tahanan jaringan paru
dan toraks, serta penurunan compliance paru dan toraks. Keadaan
demikian dapat menyebabkan hiperkapnia, yaitu retensi CO2 dalam
tubuh sehingga pCO2 meningkat (akibat hipoventilasi) dan
mengakibatkan depresi susunan saraf pusat.
6) Dispnea, merupakan perasaan sesak dan berat saat bernapas. Hal ini
dapat disebabkan oleh perubahan kadar gas dalam darah/jaringan,
kerja berat/berlebihan, dan pengaruh psikis.
7) Ortopnea, merupakan kesulitan bernapas kecuali dalam posisi duduk
atau berdiri dan pola ini sering ditemukan pada seseorang yang
mengalami kongestif paru.
8) Cheyne-stokes, merupakan siklus pernapasan yang amplitudonya
mula mula naik, turun, berhenti, kemudian mulai dari siklus baru.
9) Pernapasan paradoksial, merupakan pernapasan yang ditandai dengan
pergerakan dinding paru yang berlawanan arah dari keadaan normal,
sering ditemukan pada keadaan atelektasis.
10) Pernapasan biot, merupakan pernapasan dengan irama yang mirip
dengan cheyne-stokes, tetapi amplitudonya tidak teratur. Pola ini
sering dijumpai pada rangsangan selaput otak, tekanan intrakranial
yang meningkat, trauma kepala, dan lain-lain.
11) Stridor, merupakan pernapasan bising yang terjadi karena
penyempitan pada saluran pernapasan. Pola ini pada umumnya
ditemukan pada kasus spasme trakea atau obstruksi laring.
c. Obstruksi Jalan Napas
Obstruksi jalan napas (bersihan jalan napas) merupakan kondisi
pernapasan yang tidak normal akibat ketidakmampuan batuk secara
efektif, dapat disebabkan oleh sekresi yang kental atau berlebihan akibat
penyakit infeksi, imobilisasi, stasis sekresi, dan batuk tidak efektif karena
penyakit persarafan seperti cerebro vascular accident (CVA), efek
pengobatan sedatif, dan lain-lain.
Tanda Klinis
1) Batuk tidak efektif.
2) Tidak mampu mengeluarkan sekresi di jalan napas.
3) Suara napas menunjukkan adanya sumbatan.
4) Jumlah, irama, dan kedalaman pernapasan tidak normal.
d. Pertukaran Gas
Pertukaran gas merupakan kondisi penurunan gas, baik oksigen
maupun karbondioksida antara alveoli paru dan sistem vaskular, dapat
disebabkan oleh sekresi yang kental atau imobilisasi akibat penyakit
sistem saraf, depresi susunan saraf pusat, atau penyakit radang pada paru.
Terjadinya gangguan pertukaran gas ini menunjukkan kapasitas difusi
menurun, antara lain disebabkan oleh penurunan luas permukaan difusi,
penebalan membran alveolar kapiler, terganggunya pengangkutan 02 dari
paru ke jaringan akibat rasio ventilasi perfusi tidak baik, anemia,
keracunan CO2, dan terganggunya aliran darah.
Tanda Klinis
1. Dispnea pada usaha napas.
2. Napas dengan bibir pada fase ekspirasi yang panjang.
3. Agitasi.
4. Lelah, letargi.
5. Meningkatnya tahanan vaskular paru.
6. Menurunnya saturasi oksigen, meningkatnya pCO2.
7. Sianosis.
B. KONSEP ASPEK LEGAL ETIK KEPERAWATAN
Kode etik keperawatan merupakan alat pengambil keputusan yang valid dan
berguna bagi perawat dalam menghadapi masalah etik pada praktik. Tujuannya
adalah sebagai dasar dalam mengatur hubungan antar perawat, klien, teman
sebaya, masyarakat, dan unsur profesi baik dalam profesi keperawatan maupu
dengan profesi lain (Ariga, 2020).
Kata etika berasal dari kata yunani, yaitu ethos, yang berhubunganndengan
pertimbangan pembuat keputusan, benar atau tidaknya suatu perbuatan karena
tidak ada undang-undang atau peraturan yang menegaskan hal yang harus
dilakukan. Maka etika keperawatan (nursing ethics) merupakan bentuk ekspresi
bagaimana perawat seharusnya mengatur diri sendiri dan etika keperawatan
tersebut diatur dalam kode etik keperawatan (Ariga, 2020)
Prinsip-Prinsip Etika dalam Keperawatan
1. Otonomi (Autonomy)
Setelah mendapatkan informasi yang memadai, klien bebas dan berhak
memutuskan apa yang akan dilakukan terhadapnya. Klien berhak untuk
dihormati dan didengarkan pendapatnya; untuk itu perlu adanya persetujuan
tindakan medik (informed consent). Dokter dan perawat tidak boleh
memaksakan suatu tindakan dan pengobatan
2. Berbuat Baik (Beneficience)
Semua tindakan dan pengobatan harus bermanfaat untuk menolong klien.
Untuk itu, dokter atau perawat harus menyadari bahwa tindakan atau
pengobatan yang akan dilakukan benar-benar bermanfaat bagi kesehatan dan
kesembuhan klien. Kesehatan klien senantiasa harus diutamakan oleh
perawat. Risiko yang mungkin timbul dikurangi sampai seminimal mungkin
dan memaksimalkan manfaat bagi klien.
3. Keadilan (Justice)
Dokter dan perawat harus berlaku adil dan tidak berat sebelah.
4. Tidak merugikan (Nonmaleficience)
Tindakan dan pengobatan harus berpedoman pada prinsip primum non
nocere (yang paling utama, jangan merugikan). Risiko fisik, psikologis,
maupun sosial akibat tindakan dan pengobatan yang akan dilakukan
hendaknya seminimal mungkin.
5. Kejujuran (Veracity)
Dokter dan perawat hendaknya mengatakan secara jujur dan jelas apa yang
akan dilakukan serta akibat yang dapat terjadi. Informasi yang diberikan
hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan klien.
6. Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan oleh setiap perawat untuk menghargai janji dan
komitmennya terhadap orang lain.
7. Kerahasiaan (Confidentiality)
Dokter dan perawat harus menghormati privasi dan kerahasiaan klien,
meskipun klien telah meninggal.
8. Akuntabilitas (Accountability)
Akuntabilitas merupakan standar yang pasti bahwa tindakan seorang
profesional dapat dinilai dalam situasi yang tidak jelas atau tanpa terkecuali.

C. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian Keperawatan
Proses pengkajian dapat dilakukan dengan dua cara yaitu wawancara dan
pemeriksaan fisik. Dengan wawancara data riwayat keperawatan untuk
mengkaji kebutuhan oksigenasi mencakup fungsi respirasi dan fungsi kardio
(Patrisia et al., 2020). Pada fungsi respirasi data yang bisa didapatkan adalah
batuk, sesak, dispnea, wheezing, nyeri, paparan lingkungan, infeksi saluran
pemapasan, faktor risiko paru, masalah respirasi sebelumnya, penggunaan
medikasi berulang dan riwayat perokok aktif dan perokok pasif. Pada fungsi
kardio data yang bisa didapatkan adalah nyeri, kelelahan, sirkulasi perifer,
faktor risiko kardiak dan kondisi kardiak saat ini dan sebelumnya.
a. Umur, menunjukkan tahap perkembangan pasien baik secara fisik
maupun psikologis.
b. Jenis kelamin dan pekerjaan, untuk mengetahui hubungan dan
pengaruhnya terhadap terjadinya masalah.
c. Tingkat pendidikan, berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang
masalahnya.
d. Keluhan utama dan riwayat keluhan utama, adalah keluhan yang paling
dirasakan mengganggu oleh klien pada saat perawat mengkaji.
e. Riwayat perkembangan, penggunaan obat-obatan dan alcohol.
f. Riwayat kesehatan keluarga, dikaji apakah ada anggota keluarga yang
mengalami masalah/ penyakit yang sama. Apakah dahulu pasien pernah
mengalami masalah/ penyakit yang sama atau penyakit lain yang dapat
memicu timbulnya masalah lain.
g. Riwayat psikososial, kebiasaan-kebiasaan klien dan keluarganya,
misalnya: pekerjaan, rekreasi, keadaan lingkungan, fakto-faktor allergen
dan lain-lain. Sedangkan psikologinya disini perawat perlu mengetahui
tentang perilaku/ tanggapan klien terhadap masalahnya, misalnya
halusinasi, gangguan proses pikir, konsentrasi, kurangnya koordinasi dan
keseimbangan (Setiadi & Irwandi, 2020).
Tanda dan gejala yang dapat ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fisik
pada klien dengan gangguan kebutuhan oksigenasi (Patrisia et al., 2020)
adalah:
a. Inspeksi:
1) Mata: Xanthelasma, arcus corneal konjungtiva pucat, konjungtiva
2) sianotik, petekiae pada konjungtiva.
3) Mulut dan bibir: membran mukosa sianotik, pursed-lip breathing.
4) Vena leher: distensi.
5) Hidung: pernapasan cuping hidung
6) Dada: retraksi, asimetris
7) Kulit: sianosis periferal, sianosis sentral, penurunan turgor kulit,
edema, edema periorbital
8) Jari dan kuku: sianosis, perdarahan, kuku tabuh (clubbing finger).
Abnormalitas frekuensi napas: bradipnea (frekuensi napas kurang
dari 12 kali/menit) atau takipnea (frekuensi napas lebih dari 20
kali/menit).
9) Asidosis metabolik: peningkatan frekuensi dan kedalaman
10) pernapasan yaitu pernapasan kussmaul. Apnea: tidak adanya
pernapasan dalam jangka waktu tertentu.
11) Periode apnea bisa berlangsung 15 sampai 60 detik.
12) Pernapasan Cheyne-Stokes: terjadi ketika adanya penurunan aliran
dara atau cedera pada batang otak.
13) Barrel Chest: ditemukan pada pasien dengan emfisema, usia lanjut
dan penyakit paru obstruktif kronik (PPOK).
b. Palpasi:
1) Kaki dan tungkai untuk menentukan ada tidaknya edema perifer.
Pasien dengan perubahan fungsi jantung (gagal jantung/hipertensi)
sering mengalami edema ekstremitas bawah. Edema dinilai +1
sampai +4.
2) Palpasi arteri di leher dan ekstremitas untuk menilai aliran darah.
Gunakan skala (tidak adanya denyut nadi) hingga +4 (denyut nadi
penuh dan cepat), +2 (denyut nadi normal) untuk menggambarkan
apa yang dirasakan.
c. Perkusi:
Perkusi dilakukan untuk mendeteksi adalanya cairan atau udara
abnormal pada paru dan menentukan adanya ekskursi diafragma.
d. Auskultasi:
Auskultasi dilakukan untuk mendeteksi suara normal dan abnormal
pada jantung dan paru. S1 dan S2 adalah suara normal jantung, S3 dan S4
suara jantung abnormal. Auskultasi bunyi paru, suara napas yang muncul
atau tidak normal menandakan adanya kolaps atau cairan di segmen paru
atau obstruksi jalan napas.
2. Diagnosa Keperawatan
Berikut merupakan beberapa diagnosis keperawatan yang dapat
dirumuskan pada pasien dengan gangguan oksigenasi (Patrisia et al., 2020)
dan (PPNI Pokja, 2016) diantaranya: bersihan jalan napas tidak efektif,
gangguan pertukaran gas, pola napas tidak efektif, gangguan penyapihan
ventilator, gangguan ventilasi spontan, resiko aspirasi.
3. Intervensi Keperawatan

SLKI SIKI
Diagnosa Keperawatan
(Kriteria Hasil) (Intervensi)
Bersihan Jalan Napas Luaran Utama : Manajemen Jalan Napas
Tidak efektif Bersihana jalan napas Observasi
Kriteria : 1. Monitor jalan napas
1. Frekuensi napas dengan (frekuensi, kedalaman,
skala target dipertahankan usaha napas)
pada 1 (memburuk ) 2. Monitor bunyi napas
ditingkatkan ke 5 tambahan
(membaik) 3. (Mis : Gurgling, mengi)
2. Pola napas dengan skala 4. Monitor sputum (jumlah,
target dipertahankan pada 1 warna, aroma)
(memburuk) ditingkatkan ke Teraupetik
5 (membaik) 1. Pertahankan kepatenan
3. Dispnea dari skala 2 (cukup jalan napas dengan head-tilt
meningkat) menjadi skala 4 dan chin-it jaw-thrust jika
(cukup menurun) curiga trauma servikal)
4. Penggunaan otot bantu 2. Posisikan semi-fowler atau
nafas dari skala 2 (cukup fowler
memburuk) menjadi skala 4 3. Berikan oksigen, jika perlu
(cukup membaik) Edukasi
5. Kedalaman napas skala 2 1. Anjurkan asupan cairan
(cukup memburuk) menjadi 2000 ml/hari, jika tidak
skala 4 (cukup membaik) kontraindikasi
2. Ajarkan tehnik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Gangguan Pertukaran Pertukaran Gas. Kriteria Hasil : Pemantauan Resprasi
Gs 1. Pola napas dengan skala Observasi
target dipertahankan pada 1 1. Monitor frekuensi, irama,
(memburuk) ditingkatkan ke kedalaman dan upaya napas
5 (membaik) 2. Monitor pola napas
2. Napas cuping hidung 3. Monitor kemampuan batuk
dengan skala target efektif
dipertahankan pada 1 4. Monitor saturasi oksigen
(meningkat) ditingkatkan ke Teraupetik
5 (menun) 1. Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Informasikan hasil pemantauan
jika perlu.
Pola Napas Tidak Luaran Utama : Manajemen Jalan Napas
Efektif Pola Napas Obsevasi
Kriteria Hasil : 1. Monitor jalan napas
1. Frekuensi napas dengan (krekuensi,kedalaman,
skala target dipertahankan usaha napas)
pada 1 (memburuk) 2. Monitor bunyi napas
ditingkatkan ke 5 tambahan (Mis. Gurgling,
(membaik) mengi)
2. Kedalaman napas dengan 3. Monitor sputum (warna,
skala target dipertahankan jumlah, aroma)
pada 1 (memburuk) Teraupetik
ditingkatkan ke 5 1. Pertahankan kepatenan
(membaik) jalan napas dengan head-tilt
3. Dispnea dari skala 2 (cukup dan chin-it jaw-thrust jika
meningkat) menjadi skala 4 curiga trauma servikal)
(cukup menurun) 2. Posisikan semi-fowler atau
4. Penggunaan otot bantu fowler
nafas dari skala 2 (cukup 3. Berikan oksigen, jika perlu
memburuk) menjadi skala 4 Edukasi
(cukup membaik) 1. Anjurkan asupan cairan
5. Kedalaman napas skala 2 2000 ml/hari, jika tidak
(cukup memburuk) menjadi
skala 4 (cukup membaik) kontraindikasi
2. Ajarkan tehnik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu
Gangguan penyapihan Luaran Utama : Penyapihan Ventilasi Mekanik
Ventilator Penyapihan Vetilator Observasi
Kriteria Hasil : 1. Monitor tanda –tanda
1. Kesinkronan bantuan kelelahan otot pernapasan
ventilator dengan skala (mis: kenaikan PaCO2
target dipertahankan pada 1 mendadak, napas cepat dan
(memburuk) ditingkatkan ke dangkal, gerakan dinding
5 (memnaik) abdomen paradoks),
2. Penggunaan otot bantu hipoksemia, dan hipoksia
napas dengan skala target jaringan saat penypihan.
dipertahankan pada 1 2. Monitor status cairan dan
(menigkat) ditingkatkan ke elektrolit
5 (menurun) Teraupetik
1. Posisikan pasien semi
fowler (30-40 derajat)
2. Lakukan pengisapan jalan
napas, jika perlu
Edukasi
1. Ajarkan cara pengontrolan
napas saat penyapihan
Kolaboras
1. Kolaborasi pemberian obat
yang meningkatkan
kepatenan jalan napas dan
pertukaran gas
Gangguan Ventilasi Luaran Utama : Dukungan Ventilasi
Spontan
Ventilasi Spontan Observasi
Kriteria Hasil : 1. Identifikasi adanya
1. Dispnea dengan skala target kelelahan otot bantu napas
dipertahankan pada 1 2. Monitor status respirasi dan
(meningkat ) ditingkatkan oksigenasi (mis : frekuensi
ke 5 (menurun) dan kedalaman napas,
2. Penggunaan otot bantu penggunaan otot bantu
napas dengan skala target napas, bunyi napas
dipertahankan pada 1 tambahan, saturasi
(meningkat) ditingkatkan ke okseigen )
5 (menurun) Teraupetik
1. Pertahankan kepatenan
jalan napas
2. Berikan posisi semi fowler
atau fowler
3. Berikan oksigenasi sesuai
kebutuhan (mis : nasal
kanul, masker wajah,
masker rebreathing atau
non rebreathing )
Edukasi
1. Ajarkan melakukan tehnik
relaksasi napas dalam
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkhodilator, jika perlu
Resiko Aspirasi Luaran Utama : Manajemen Jalan Napas
Tingkat Aspirasi Obsevasi
Kriteria Hasil : 1. Monitor jalan napas
1. Tingkat kesadaran dengan (krekuensi,kedalaman,
skala target dipertahankan usaha napas)
pada 1 (menurun) 2. Monitor bunyi napas
ditingkatkan ke 5 tambahan (Mis. Gurgling,
(meningkat)
2. Frekuensi napas dengan mengi)
skala target dipertahankan 3. Monitor sputum (warna,
pada 1 (memburuk) jumlah, aroma)
ditingkatkan ke 5 Teraupetik
(membaik) 1. Pertahankan kepatenan
jalan napas dengan head-tilt
dan chin-it jaw-thrust jika
curiga trauma servikal)
2. Posisikan semi-fowler atau
fowler
3. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
1. Anjurkan asupan cairan
2000 ml/hari, jika tidak
kontraindikasi
2. Ajarkan tehnik batuk
efektif
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian
bronkodilator, ekspektoran,
mukolitik, jika perlu

4. Implementasi
Implementasi merupakan tahapan dari pelaksanaan intervensi setelah
perencanaan dirumuskan. Implementasi yang diberikan adalah promosi
kesehatan, perawatan akut, perawatan restoratiif dan berkelanjutan. Promosi
kesehatan yang dapat diimplementasikan oleh perawat adalah vaksinasi, gaya
hidup sehat, mengurangi paparan terhadap polutan lingkungan. Implementasi
pada perawatan akut dapat dilakukan dengan bermacam cara sebagai berikut:
Manajemen dispnea, Manajemen jalan napas, Mobilisasi sekret pulmoner,
Hidrasi, Humidifikasi, Nebulasi, Batuk dan teknik napas dalam, Fisoterapi
dada, Postural drainase. Teknik suction, Jalan napas buatan, Manajemen dan
promosi ekspansi paru, Manajemen dan promosi oksigenasi, Suplai oksigen,
Metode pemberian oksigen Terapi oksigen di rumah. Restorasi fungsi
kardiopulmonari, Implementasi pada perawatan restoratif dan berkelanjutan
diantaranya pelatihan otot pemapasan dan latihan pernapasan (Patrisia et al.,
2020).
5. Evaluasi Evaluasi tanda dan gejala status oksigenasi klien setelah intervensi
keperawatan seperti tanyakan persepsi klien tentang status oksigenasi
setelah dilakukan intervensi, dan tanyakan apakah harapan klien terpenuhi.
Untuk dapat melakukan evaluasi diperlukan pengetahuan,
pengalaman, standar dan sikap. Pengetahuan mengenai karakteristik dari
status oksigenasi yang adekuat dan memahami harapan kebutuhan klien.
Pengalaman mengenai respon pasien sebelumnya terhadap terapi
keperawatan yang direncanakan untuk gangguan oksigenasi. Pada aspek
standar diperlukan penetapan standar yang jelas, tepat, spesifik dan akurat
untuk dapat dilakukan evaluasi hasil perawatan. Sikap tekun harus
ditunjukkan saat intervensi tidak berhasil dan harus direvisi, sikap disiplin
untuk menilai dan mengevaluasi tanda dan gejala klien untuk menentukan
keberhasilan intervensi (Patrisia et al., 2020).
D. Mind Mapping & Pathway

Hasil Pemeriksaan Fisik, LAB


Inisial, Jenis
dan Diagnostik
Kelamin, Diagnosa
Medik

Etiologi
Patofisiologi Penyakit

Intervensi
Tanda dan Gejala 1. Monitor pola napas
Analisa Data
DS: 2. Monitor bunyi napas
1. Mengeluh sesak napas tambahan
2. Mengeluh nyeri
dada DO:
1. Napas dengan bibir pada Bersihan Jalan Napas
fase ekspirasi yang Tidak Efektif
panjang. Intervensi
2. Sianosis. 1. Monitor pola napas
3. Nampak cemas 2. Monitor kemampuan
Gangguan Pertukaran
batuk efektif
Gas

Pola Napas Tidak


Efektif Intervensi
1. Posisikan semi-Fowler
atau Fowler
2. Berikan oksigen, jika
perlu
DAFTAR PUSTAKA
Ariga, R. A. (2020). Konsep Dasar Keperawatan (Pertama). CV.BUDI UTAMA.
Hidayat, A. A. (2021). Keperawatan Dasar 1 Untuk Pendidikan Ners (N. A. Aziz
(ed.); Pertama). Health Books Publishing.
Patrisia, I., Juhdeliena, Kartika, L., Siregar, M. P. D., Biantoro, & Khusniyah, Z.
(2020). Asuhan Keperawatan Pada Kebutuhan Dasar Manusia: Untuk
Mahasiswa Keperawatan (I). Yayasan Kita Menulis.
PPNI Pokja, T. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (I). Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
PPNI Pokja, T. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
PPNI Pokja, T. (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia (II). Dewan
Pengurus Pusat PPNI.
Setiadi, & Irwandi, D. (2020). Keperawatan Dasar : Teori dan Aplikasi Praktik Bagi
Mahasiswa dan Perawat Klinis (Pertama). Indomedia Pustaka.
Uliyah, M., & Hidayat, A. A. (2021). Keperawatan Dasar 1: Untuk Pendidikan
Vokasi (I). Health Books Publishing.

Anda mungkin juga menyukai