SISTEM PERNAPASAN
Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah dengan judul
“Makalah Pengkajian Keperawatan Medikal Bedah II pada Sistem Pernapasan ”.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Pengkajian
Keperawatan Medikal Bedah 2 pada program Magister Keperawatan Universitas
Muhammadiyah Jakarta dengan tujuan untuk memahami gangguan pernapasan
khususnya pada pasien Kelelahan dan memberikan gambaran keperawatan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan. Hal ini sangat bermanfaat agar asuhan yang
diberikan lebih efektif, efisien, dan dilandasi oleh dasar keilmuan yang kuat, sehingga
dapat dipertanggung jawabkan.
Kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang mendukung
dalampembuatan makalah ini. Kami menyadari bahwa makalah ini masih memiliki
kekurangan,segala kritik dan saran sangat kami harapkan.
Penulis
BAB I
KONSEP DASAR
A. Landasan teori
1. Pengertian sistem pernapasan
Pernafasan secara umum berarti pergerakan oksigen (O2) dari atmosfer menuju ke
sel dan keluarnya karbondioksida (CO2) dari sel ke udara bebas. Pemakaian O2 dan
pengeluaran CO2 diperlukan untuk menjalankan fungsi normal sel dalam tubuh.
Proses pernafasan terdiri dari beberapa langkah dan terdapat peranan yang sangat
penting dari sistem pernafasan, sistem saraf pusat, serta sistem kardiovaskular. Pada
dasarnya, sistem pernafasan terdiri dari suatu rangkaian saluran udara yang
menghantarkan udara luar agar bersentuhan dengan 10 membran kapiler alveoli,
yaitu pemisah antara sistem pernafasan dengan sistem kardiovaskular (Price dan
Wilson, 2006).
2) Thrakea
Trachea berbentuk seperti pipa silindris dengan panjang + 11 cm yang
berbentuk seperti ¾ cincin tulang rawan seperti huruf C. Pada bagian
belakang ke dua ujung huruf C dihubungkan oleh membrane “fibroelastic”
yang menempel pada dinding depan esophagus, sehingga dinding depan
trachea berbentuk oval, sedangkan bagian belakang berbentuk datar.
3) Bronkus
Bagian ini merupakan percabangan trachea, tempat ini dikenal sebagai
carina. Pada dasarnya bronkus kanan lebih pendek, lebih besar, dan lebih
dekat dengan trachea dari pada bronkus kiri. Adapun bagian-bagian
bronkus kanan dan kiri antara lain;
- Bronkus kanan memiliki 3 cabang, yaitu ; lobus superior, lobus medius,
dan lobus inferior.
- Bronkus kiri memiliki 2 cabang, yaitu; lobus superior dan inferior.
c. Alveoli
Pada bagian ini terjadi pertukaran gas antara O2 dan CO2 yang disebut proses
difusi. Alveoli memiliki bagian yang terdiri dari;
1) Small alveolar cell dengan ekstensi ektoplasmik kea rah rongga alveoli
2) Large alveolar cell mengandung inclusion bodies yang menghasilkan
surfactant
3) Anastoming capillary, terdiri dari system vena dan system arterial yang
saling berhubungan langsung, terdiri dari sel endotel dan aliran darah
dalam rongga endotel.
4) Interstitial space merupakan ruang yang dibentuk oleh endotel kapiler,
epitel alveoli, saluran limfe dan jaringan kolagen dengan sedikit serum.
Pada alveoli terjadi proses pertukaran gas yang berlangsung seperti berikut;
Eritrosit Plama
e. Paru-paru
Bagian paru-paru terdiri atas ; bagian salurasi pan nafas atas dan bawah,
alveoli dan sirkulasi paru. Paru-paru sebenarnya merupakan suatu susunan
bronkus, bronchioles terminalis, alveoli, sirkulasi paru, syaraf, system limfatik
dan lain-lain.
f. Rongga pleura
Rongga pleura terbentuk dari dua selaput serosa, yang meliputi dinding dalam
rongga dada yang disebut dnegan pleura parietalis, dan yang meliputi paru-
paru yang disebut dengan pleura viseralis.
ANATOMI PARU-PARU
3. Mekanisme Pernafasan
Sherwhood, (2014) menggambarkan terjadinya proses mekanisme pernafasan
yang terjadi didalam tubuh yang tergantung pada;
1. Tekanan intra pleura
Tekanan intra pleura dipengaruhi oleh dinding dada. Dinding dada yang
merupakan kompartemen tertutup yang melingkupi paru-paru. Dalam keadaan
normal paru seakan melekat pada dinding dada. Hal ini disebabkan adanya
selisih tekanan atmosfir 760 mmHg dan tekanan intra pleura 755mmHg.
Selisih tekanan sebesar 5 mmHg inilah yang mengakibatkan paru seakan
melekat pad dinding dada. Saat terjadinya inspirasi diafragma berkontraksi,
volum rongga dada meningkat, sehingga mengakibatkan tekanan intra pleura
dan intra alveolar turun dibawah tekanan atmosfir, sehingga mengakibatkan
udara dari luar mengalir masuk kedalam paru-paru. Sedangkan dalam saat
terjadi proses ekspirasi maka volum rongga dada mengecil sehingga
mengakibatkan tekanan pleura dan intra alveolar meningkat diatas tekanan
atmosfir, sehingga mengakibatkan udara dalam paru-paru mengalir keluar.
2. Compliance
Compliance merupakan hubungan antara perubahan tekanan dengan
perubahan volum dan aliran. Compliance memilik 2 bentuk yaitu;
1) Static compliance, yaitu perubahan tekanan volum saluran nafas yang
disebut airway pressure, sewaktu paru tidak bergerak. Pada orang dewasa
muda normal besarnya 100ml/cm H2O.
2) Effective compliance, memiliki detail berupa tidal volume maupun peak
pressure selama fase pernafasan terjadi. Dalam kondisi Normal umumnya
memiliki kisaran ±50 ml/cm H2O.
Menurunnya complaince pada proses pernafasan dapat dipengaruhi oleh ;
Pulmonal stiffess contohnya aktelektasis, pneumonia, eodema paru,
fibrosis paru
Space occupying process contohnya efusi pleura dan pneumothorak
Chestwall Undistenbsibility contohnya kifoskolis, obesitas, dan distensi
abdomen.
3. Airway Resistance
Tehanan saluran nafas yang mengakibatkan rasio dari perubahan tekanan
jalan nafas.
Inspeksi juga berguna untuk mencari iktus kordis (punctum maximum). Pada
sebagian orang normal (20-25%) dapat dilihat pulsus gerakan apeks menyentuh
dinding dada saat sistolik pada sela iga 5 di sebelah medial linea midklavikularis
sinistra.
Gambar 3. Inspeksi Thoraks
2. Palpasi
Pemeriksaan palpasi sistem respirasi dapat dilakukan pemeriksaan ; palpasi trakea,
palpasi KGB leher dan supra clavikula, palpasi keseluruhan dinding dada,
pemeriksaan pengembangan dinding thoraks dan pemeriksaan Tactil fremitus
dinding toraks: Selain itu dengan palpasi dapat juga menentukan kelainan di
perifer seperti kondisi kulit; (basah atau kering), adanya demam, arah aliran vena
dikulit pada vena yang terbendung (venaectasi), tumor dll.
Gambar 4. (A) Pemeriksaan trakea, (B) Pemeriksaan Kelenjar Getah Bening
Clavikula
Pemeriksaa fremitus
Pemeriksa menempelkan telapak tangan dan jari jari tangan pada dinding
dada. kemudian pasien disuruh mengucapkan kata kata seperti 77, dengan
nada yang sedang. Bandingkan getaran yang timbul antara hemithorax kiri
dan kanan secara simetris dengan cara menyilangkan tangan pemeriksa secara
bergantian.
Gambar 6. Pemeriksaan palpasi toraks dan lokasi penempatan tangan pada
pemeriksaan fremitus.
3. Perkusi
Perkusi adalah jenis pemeriksaan fisik yang berdasarkan interpretasi dari suara
yang dihasilkan oleh ketokan pada dinding toraks. Metoda ini tetap penting
walaupun pemeriksaan radiologi toraks sudah makin berkembang, oleh karena
dengan pemeriksaan fisik yang baik bisa memprediksi kelainan yang ada dalam
rongga toraks sebelum pemeriksaan radiologi dilakukan. Dengan pemeriksaan
perkusi / ketot pada dinding toraks akan menggetarkan udara yang ada dalam
dalam paru. Bunyi yang dihasilkan tergantung dari banyak sedikitnya udara yang
ada dalam rongga dada. Penilaiananya dapat dikelompokan sebagai berikut;
Sonor
Hipersonor
Redup
Pekak
Pada pemeriksaan perkusi penderita bisa dalam posisi tidur dan bisa dalam posisi
duduk. Pemeriksa menggunakan jari tengah tangan kiri yang menempel pada
permukaan dinding toraks, tegak lurus dengan iga atau sejajar dengan iga disebut
sebagai flexi meter. Sementera jari tengah tangan kanan digunakan sebagai
pemukul (pengetok) disebut flexor. Perkusi pada diding toraks depan dapat
dilakukan pada posisi tidur telentang, jika pasien duduk kedua tangan pada paha
dengan flexi pada sendi siku. Perkusi dimulai dari lapangan atas paru menuju ke
lapangan bawah sambil membandingkan bunyi perkusi antara hemi toraks kanan
dan hemi toraks kiri. Pemeriksaan perkusi dinding toraks belakang dilakukan pada
posisi pasien duduk membelakangi pemeriksa, jika pasien tidur oleh karena, tidak
dapat duduk maka untuk perkusi daerah punggung, posisi pasien dimiringkan
kekiri dan kekanan bergantian.
Gambar 7. Teknik Perkusi
4. Auskultasi
Auskultasi paru dilaksanakan secara indirect yaitu dengan memakai stetoskop.
Sebelum ditemukan stetoskop auskultasi dilakukan secara direct dengan
menempelkan telinga pemeriksa pada permukaan tubuh orang sakit. Ada dua tipe
dari stetoskop yaitu Bell type untuk mendengar nada-nada yang lebih rendah dan
Bowel atau membran type untuk nada-nada yang lebih tinggi. Umumnya setiap
stetoskop dilengkapi dengan kedua tipe ini. Posisi penderita sebaiknya duduk
seperti melakukan perkusi. Kalau pasien tidak bisa duduk, auskultasi dapat
dilaksanakan dalam posisi tidur. Pasien sebaiknya disuruh bernapas dengan mulut
tidak melalui hidung. Pemeriksa memberikan contoh bernapas terlebih dulu
sebelum memeriksa pasien. Yang diperiksa pada auskultasi paru adalah :
a. Suara napas utama (breath sounds)
Pada orang sehat dapat didengar dengan auskultasi suara napas :
1) Vesikuler
2) Trakeal
3) Bronkial
4) Bronkovesikuler
Untuk mendengar suara napas perhatikan intensitas, durasi dan pitch (nada)
dari inspirasi dibandingkan dengan ekspirasi.
Gambar 9. Auskultasi dan lokasi pemeriksan auskultasi pada dinding toraks depan
dan belakang
Suara nafas pada normalnya merupakan vesikuler, tetapi selain 4 suara nafas
yang ada terdapat suara nafas lainnya dikarenakan penyakit paru lainnya,
antara lain;
Asmatis
Suara napas asmatik yaitu pernapasan dengan ekspirasi yang memanjang
kadang disertai bunyi yang menciut (mengi) atau wheezing didapat pada
penderita asma bronkial atau penderita PPOK.
Amphoric Sound
Suara napas Amporik dapat berasal dari kavitas atau pneumotoraks
dengan fistel yang terbuka. Bunyinya seperti mendengar botol kosong
yang ditiup.
b. Suara napas tambahan
1) Rhonci
Adalah suara tambahan yang dihasilkan oleh aliran udara melalui saluran
napas yang berisi sekret / eksudat atau akibat saluran napas yang
menyempit atau oleh oedema saluran napas. Ada dua jenis ronchi yaitu ;
a) Rhonci Basah
Ronchi basah adalah suara tambahan disamping suara napas, yaitu
bunyi gelembunggelembung udara yang melewati cairan (gurgling
atau bubling) terutama pada fase inspirasi. Ronchi basah disebabakan
oleh adanya eksudat atau cairan dalam bronkiolus atau alveoli dan
bisa juga pada bronkus dan trakea.
Ada ronki basah nyaring contohnya pada infiltrat paru dan ronchi
basah tak nyaring misalnya pada bendungan paru.
Ada ronki basah kasar, ini biasanya berasal dari cairan yang
berada dibronkus besar atau trakea.
Ada ronki basah sedang dan ada pula ronki basah halus yang
terutama terdengar pada akhir inspirasi, terdengar seperti bunyi
gesekan rambut antara jari telunjuk dengan empu jari.
b) Rhonci Kering
Ronki kering disebabkan lewatnya udara melalui penyempitan
saluran napas, inflamasi atau spasme saluran napas seperti pada
bronchitis atau asma bronchial. Ronchi kering lebih dominant pada
fase expirasi terdengar squeking dan grouning, pada saluran yang
lebih besar adalah deep tone grouning (sonorous) dan pada saluran
yang lebih kecil terdengar squeking dan whistling (sibilant). Ronchi
kering dengan berbagai kwalitas frekwensi pitchnya disebut musical
rales (seperti pada penderita asma bronchial).
2) Pleura Friction
Terjadinya bunyi pergeseran antara pleura parietal dengan pleura viseral
waktu inspirasi disebut Pleura friction. Dapat terjadi pada pleuritis
fribrinosa. Lokasi yang sering terjadi pleura friction adalah pada bagian
bawah dari axilla, namun dapat juga terjadi di bagian lain pada lapangan
paru. Terdengar seperti menggosok ibu jari dengan jari telunjuk dengan
tekanan yang cukup keras pada pangkal telinga kita, terdengar pada fase
inspirasi dan ekspirasi.
3) The Whispered Voice (Suara Berbisik)
Dalam keadaan tidak memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan suara
napas secara memuaskan, misalnya nyeri dada bila bernapas atau keadaan
keletihan, maka dapat dilakukan pemeriksaan suara berbisik (the
whispered voice). Dimana pasien disuruh mengucapkan kata 77 (tujuh
puluh tujuh) secara berbisik sementara pemeriksa mendengarkan dengan
stetoskop pada seluruh lapangan paru. Pada kelainan infiltrat maka suara
berbisik tersebut akan terdengar jelas pada pangkal telinga kita dan disebut
bronchial whispered positif, dapat mendeteksi infiltrat yang kecil /
minimal.
4) Bronchophoni
Vocal sound (suara biasa) bila didengarkan pada dinding thorax (lapangan
paru) akan terdengar kurang keras dan kurang jelas dan terdengar jauh.
Bila terdengar lebih keras, lebih jelas dan pada pangkal telinga
pemeriksaan disebut bronchoponi positif terdapat pada pemadatan
parenkim paru, misal pada infiltrat dan aktelektasis kompresif
5) Eugohoni
Eugophoni yaitu bronchophoni yang terdengar nasal, biasanya disebabkan
oleh kompresif atelektasis akibat dorongan efusi pleura pada parenkim
paru terdengar pada perbatasan cairan dengan parenkim paru
BAB II
KONSEP SESAK NAPAS PADA SISTEM PERNAPASAN
Dispnea adalah istilah yang umumnya diterapkan pada sensasi yang dialami
atau tidak nyaman. Banyak definisi dispnea telah ditawarkan, termasuk: "sulit,
"sensasi merasa sesak atau mengalami airhunger", dan " sensasi tidak nyaman
saat bernapas .
Definisi ini terkadang mencampurkan gejala yang sebenarnya (apa yang pasien
katakan mereka rasakan) dengan tanda fisik (apa yang diamati dokter tentang
Sesak merupakan gejala kompleks yang muncul secara fisiologis gangguan dan
psikogenik.
kelaparan udara, yang disebabkan dengan ventilasi paru yang tidak sesuai
berkenaan dengan tingkat gas darah O2, CO2 dan H +. Di paru-paru, reseptor
peregangan dan ketegangan otot pernapasan. Sinyal eferen adalah sinyal saraf
Tiga komponen utama berkontribusi pada dispnea: sinyal aferen, sinyal eferen,
sinyal aferen dan eferen dan dyspnoea terjadi ketika ketidakcocokan terjadi di
memungkinkan otak untuk menilai apakah eferen atau Perintah motorik ke otot
ventilasi efektif, memenuhi kebutuhan tekanan jalan napas, aliran udara, dan /
atau paru-paru gerakan. Ketika ini menanggapi perintah secara tidak tepat,
Korteks sensorik adalah secara bersamaan diaktifkan ketika sinyal motor dikirim
ke dada dinding, menghasilkan sensasi sadar akan usaha otot dan sesak napas
(Nishino T, 2011).
2. Penyebab Sesak Nafas
Sesak terutama berasal dari pernafasan atau jantung, dengan hampir 90% dari
semua kasus disebabkan asma, gagal jantung, miokard iskemia, penyakit paru
Selatan (SA) konteksnya, di mana ada beban infeksi HIV yang tinggi, yang
akut bronkiektasis.
di SA, signifikan proporsi pasien yang datang ke pusat gawat darurat mengalami
Dispnea atau sesak napas bisa terjadi dari berbagai mekanisme seperti jika ruang
fisiologi meningkat maka akan dapat menyebab kan gangguan pada pertukaran
meningkat sehingga terjadi sesak napas. Pada orang normal ruang mati ini hanya
Namun pada orang dalam keadaan patologis pada saluran pernapasan maka
ruang mati akan meningkat. Begitu juga jika terjadi peningkatan tahanan jalan
napas sehingga pertukaran gas juga akan terganggu dan dapat menyebabkan
dispnea. Dispnea juga dapat terjadi pada orang yang mengalami penurunan
compliance paru maka makin besar gradient tekanan transmural yang harus
Penyebab menurunnya compliance paru bisa bermacam salah satu nya adalah
digantinya jaringan paru dengan jaringan ikat fibrosa akibat inhalasi asbston
mengalami gangguan jiwa penyebab sesak merupakan tanda khas ini termasuk
stridor, usaha bernafas tanpa gerakan udara, retraksi dinding dada, deviasi
trakea dan bunyi napas unilateral (mendasari pneumotoraks), dan aritmia yang
tidak stabil.
yang utama dalam kategori pasien yaitu mereka yang baru mulai bernapas
dengan onset baru dispnea, riwayat dan fisik pemeriksaan tetap menjadi
Aktivitas motorik pernapasan berasal dari kelompok neuron di medula. Eferen pelepasan
Pernapasan yang dihasilkan mengatur ketegangan oksigen dan karbon dioksida dan
konsentrasi ion hidrogen dalam darah dan jaringan tubuh. Kemoreseptor dalam darah dan
otak juga mekanoreseptor di saluran udara, paru-paru, dan dinding dada terlibat dalam
pengaturan otomatis tingkat dan pola pernafasan. Perubahan Pcoz dan Par dirasakan oleh
pusat kemoreseptor di medula dan kemoreseptor perifer di badan karotis dan aorta .
Kemoreseptor di badan karotis dan medula memberikan informasi berkenaan dengan tingkat
gas darah O2, CO2 dan H +. Di paru-paru, reseptor juxtacapillary sensitif untuk edema
interstitial paru, sementara sinyal reseptor regangan bronkokonstriksi. Otot spindle di dinding
dada menandakan peregangan dan ketegangan otot pernapasan. Sinyal eferen adalah sinyal
saraf motorik turun ke otot pernapasan, yang paling penting adalah diafragma.
Tiga komponen utama berkontribusi pada dispnea: sinyal aferen, sinyal eferen, dan pusat
pemrosesan informasi. Pusat pemrosesan di otak membandingkan sinyal aferen dan eferen
dan dyspnoea terjadi ketika ketidakcocokan terjadi di antara keduanya, seperti saat
dibutuhkan ventilasi (pensinyalan aferen) tidak dipenuhi oleh pernapasan fisik (pensinyalan
eferen). Itu reseptor aferen memungkinkan otak untuk menilai apakah eferen atau Perintah
motorik ke otot ventilasi efektif, memenuhi kebutuhan tekanan jalan napas, aliran udara, dan /
atau paru-paru gerakan. Ketika ini menanggapi perintah secara tidak tepat,intensitas sesak
meningkat. Korteks sensorik adalah secara bersamaan diaktifkan ketika sinyal motor dikirim
ke dada dinding, menghasilkan sensasi sadar akan usaha otot dan sesak napas. Ada juga
komponen psikologis yang kuat sesak, karena beberapa orang mungkin menyadari
pernapasan mereka dalam keadaan seperti itu tetapi tidak mengalami kesusahan yang khas
kondisi.
Impuls aferen dari reseptor vagal di saluran napas dan paru-paru juga memberikan pengaruh
penting pada tingkat dan pola bernapas. Reseptor regangan paru dirangsang sebagai paru-
paru mengembang; reseptor iritan di sekitar sel epitel dinding bronkial diaktifkan oleh
stimulasi taktil di mukosa bronkial, laju aliran udara yang tinggi, dan peningkatan tonus otot
polos bronkial; dan serabut C, ditemukan di interstisium paru di dekat alveoli dan kapiler
Otot pernafasan juga dipersarafi oleh berbagai macam reseptor sensorik. Spindel otot
berlimpah di otot interkostal, dan aktivitas aferen darinya terlibat di dalamnya refleks tulang
Diafragma berisi organ tendon yang menandakan ketegangan otot dan mengerahkan tenaga
pengaruh penghambatan pada aktivitas pernapasan pusat. Umpan balik informasi aferen dari
paru-paru dan dinding dada mechanoreceptors menyediakan motor pernapasan dan pra-
motorik neuron dengan informasi penting mengenai status mekanis pompa ventilasi serta
perubahan panjangnya dan kekuatan kontraksi otot pernafasan. Sinyal ini memungkinkan
penyesuaian dilakukan pada level dan pola aktivitas motorik pernapasan batang otak untuk
Kemoreseptor serta aferen mekanoreseptor paru dan dinding dada juga dapat menjulur ke
pusat otak yang lebih tinggi memberikan penilaian langsung tentang lingkungan kimiawi
tubuh dan status mekanis dari peralatan ventilasi. Selain itu, dan yang paling penting, sinyal
wajar atau eferen salinan keluaran motorik pusat pernapasan batang otak tampak
ditransmisikan ke pusat otak yang lebih tinggi dan menghasilkan kesadaran akan perintah
B. Asuhan Keperawatan
Terapeutik
Edukasi
Jelaskan Tujuan Dan
Prosedur Pemantauan
Informasikan Hasil
Pemantauan, Jika Perlu
Observasi
Terapeutik
Pertahankan Kepatenan
Jalan Napas Dengan Head-
Tilt Dan Chin-Lift (Jaw-
Thrust Jika Curiga Trauma
Cervical)
Posisikan Semi-Fowler
Atau Fowler
Berikan Minum Hangat
Lakukan Fisioterapi Dada,
Jika Perlu
Lakukan Penghisapan
Lendir Kurang Dari 15
Detik
Lakukan Hiperoksigenasi
Sebelum
Penghisapan Endotrakeal
Keluarkan Sumbatan Benda
Padat Dengan Forsepmcgill
Berikan Oksigen, Jika Perlu
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi Pemberian
Bronkodilator, Ekspektoran,
Mukolitik, Jika Perlu.
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi Pemberian
Mukolitik Atau
Ekspektoran, Jika Perlu
Observasi
Terapeutik
Pertahankan Kepatenan
Jalan Napas Dengan
Head-Tilt Dan Chin-Lift
(Jaw-Thrust Jika Curiga
Trauma Cervical)
Posisikan Semi-Fowler
Atau Fowler
Berikan Minum Hangat
Lakukan Fisioterapi
Dada, Jika Perlu
Lakukan Penghisapan
Lendir Kurang Dari 15
Detik
Lakukan
Hiperoksigenasi
Sebelum
Penghisapan Endotrakeal
Keluarkan Sumbatan
Benda Padat Dengan
Forsepmcgill
Berikan Oksigen, Jika
Perlu
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi Pemberian
Bronkodilator,
Ekspektoran,
Mukolitik, Jika Perlu.
PEMANTAUAN RESPIRASI
Observasi
Monitor Frekuensi,
Irama, Kedalaman, Dan
Upaya Napas
Monitor Pola Napas
(Seperti Bradipnea,
Takipnea, Hiperventilasi,
Kussmaul, Cheyne-
Stokes, Biot, Ataksik)
Monitor Kemampuan
Batuk Efektif
Monitor Adanya
Produksi Sputum
Monitor Adanya
Sumbatan Jalan Napas
Palpasi Kesimetrisan
Ekspansi Paru
Auskultasi Bunyi Napas
Monitor Saturasi
Oksigen
Monitor Nilai AGD
Monitor Hasil X-
Ray Toraks
Terapeutik
Edukasi
Terapeutik
Edukasi
TERAPI OKSIGEN
Observasi
Monitor Kecepatan
Aliran Oksigen
Monitor Posisi Alat
Terapi Oksigen
Monitor Aliran Oksigen
Secara Periodic Dan
Pastikan Fraksi Yang
Diberikan Cukup
Monitor Efektifitas
Terapi Oksigen (Mis.
Oksimetri, Analisa Gas
Darah ), Jika Perlu
Monitor Kemampuan
Melepaskan Oksigen
Saat Makan
Monitor Tanda-Tanda
Hipoventilasi
Monitor Tanda Dan
Gejala Toksikasi
Oksigen Dan Atelektasis
Monitor Tingkat
Kecemasan Akibat
Terapi Oksigen
Monitor Integritas
Mukosa Hidung Akibat
Pemasangan Oksigen
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi Penentuan
Dosis Oksigen
Kolaborasi Penggunaan
Oksigen Saat Aktivitas
Dan/Atau Tidur
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi Pemberian
Bronchodilator, Jika Perlu
PEMANTAUAN RESPIRASI
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Terapeutik
Minimalkan Stimulus
Dengan Menyediakan
Lingkungan Yang
Tenang
Berikan Posisi Semi
Fowler
Hindari Maneuver
Valsava
Cegah Terjadinya
Kejang
Hindari Penggunaan
PEEP
Hindari Pemberian
Cairan IV Hipotonik
Atur Ventilator Agar
Paco2 Optimal
Pertahankan Suhu Tubuh
Normal
Kolaborasi
Kolaborasi Pemberian
Sedasi Dan
Antikonvulsan, Jika
Perlu
Kolaborasi Pemberian
Diuretic Osmosis, Jika
Perlu
Kolaborasi Pemberian
Pelunak Tinja, Jika Perlu
PEMANTAUAN TEKANAN
INTRAKRANIAL
Observasi
Observasi Penyebab
Peningkatan TIK (Mis.
Lesi Menempati Ruang,
Gangguan Metabolism,
Edema Sereblal,
Peningkatan Tekanan
Vena, Obstruksi Aliran
Cairan Serebrospinal,
Hipertensi Intracranial
Idiopatik)
Monitor Peningkatan TD
Monitor Pelebaran
Tekanan Nadi (Selish
TDS Dan TDD)
Monitor Penurunan
Frekuensi Jantung
Monitor Ireguleritas
Irama Jantung
Monitor Penurunan
Tingkat Kesadaran
Monitor Perlambatan
Atau Ketidaksimetrisan
Respon Pupil
Monitor Kadar CO2 Dan
Pertahankan Dalm
Rentang Yang
Diindikasikan
Monitor Tekanan Perfusi
Serebral
Monitor Jumlah,
Kecepatan, Dan
Karakteristik Drainase
Cairan Serebrospinal
Monitor Efek Stimulus
Lingkungan Terhadap
TIK
Terapeutik
Edukasi
Terapeutik
Edukasi
Kolaborasi Pemberian
Medikasi Sebelum
Makan (Mis. Pereda
Nyeri, Antiemetik), Jika
Perlu
Kolaborasi Dengan Ahli
Gizi Untuk Menentukan
Jumlah Kalori Dan Jenis
Nutrient Yang
Dibutuhkan, Jika Perlu
Observasi
Identifikasi
Kemungkinan Penyebab
BB Kurang
Monitor Adanya Mual
Dan Muntah
Monitor Jumlah
Kalorimyang
Dikomsumsi Sehari-Hari
Monitor Berat Badan
Monitor Albumin,
Limfosit, Dan Elektrolit
Serum
Terapeutik
Berikan Perawatan
Mulut Sebelum
Pemberian Makan, Jika
Perlu
Sediakan Makan Yang
Tepat Sesuai Kondisi
Pasien( Mis. Makanan
Dengan Tekstur Halus,
Makanan Yang
Diblander, Makanan
Cair Yang Diberikan
Melalui NGT Atau
Gastrostomi, Total
Perenteral Nutritition
Sesui Indikasi)
Hidangkan Makan
Secara Menarik
Berikan Suplemen, Jika
Perlu
Berikan Pujian Pada
Pasien Atau Keluarga
Untuk Peningkatan Yang
Dicapai
Edukasi
Terapeutik
Edukasi
MANAJEMEN CAIRAN
Observasi
Terapeutik
Kolaborasi
o Kolaborasi Pemberian
Diuretik, Jika Perlu
Ciptakan Lingkungan
Tenang Dan Tanpa
Gangguan Dengan
Pencahayaan Dan Suhu
Ruangan Nyaman, Jika
Memungkinkan
Berikan Informasi Tertulis
Tentang Persiapan Dan
Prosedur Teknik Relaksasi
Gunakan Pakaian Longgar
Gunakan Nada Suara
Lembut Dengan Irama
Lambat Dan Berirama
Gunakan Relaksasi
Sebagai Strategi
Penunjang Dengan
Analgetik Atau Tindakan
Medis Lain, Jika Sesuai
Edukasi
Edukasi
Kolaborasi
Kolaborasi cairan dan
elektrolit intravena, jika
perlu
REGULASI TEMPERATUR
Observasi
Terapeutik
Edukasi
Jelaskan cara
pencegahan heat
exhaustion,heat stroke
Jelaskan cara
pencegahan hipotermi
karena terpapar udara
dingin
Demonstrasikan teknik
perawatan metode
kangguru (PMK) untuk
bayi BBLR
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
antipiretik jika perlu
Terapeutik
Berikan suntikan
pada pada bayi
dibagian paha
anterolateral
Dokumentasikan
informasi vaksinasi
Jadwalkan
imunisasi pada
interval waktu yang
tepat
Edukasi
Jelaskan tujuan,
manfaat, resiko
yang terjadi, jadwal
dan efek samping
Informasikan
imunisasi yang
diwajibkan
pemerintah
Informasikan
imunisasi yang
melindungiterhadap
penyakit namun saat
ini tidak diwajibkan
pemerintah
Informasikan
vaksinasi untuk
kejadian khusus
Informasikan
penundaan
pemberian
imunisasi tidak
berarti mengulang
jadwal imunisasi
kembali
Informasikan
penyedia layanan
pekan imunisasi
nasional yang
menyediakan vaksin
gratis
Terapeutik
Sediakan
lingkungan nyaman
dan rendah
stimulus (mis.
cahaya, suara,
kunjungan)
Lakukan rentang
gerak pasif
dan/atau aktif
Berikan aktivitas
distraksi yang
menyenangkan
Fasilitas duduk di
sisi tempat tidur,
jika tidak dapat
berpindah atau
berjalan
Edukasi
Anjurkan tirah
baring
Anjurkan
melakukan
aktivitas secara
bertahap
Anjurkan
menghubungi
perawat jika tanda
dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
Ajarkan strategi
koping untuk
mengurangi
kelelahan
Kolaborasi
Kolaborasi dengan
ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan
TERAPI AKTIVITAS
Observasi
Identifikasi deficit
tingkat aktivitas
Identifikasi kemampuan
berpartisipasi dalam
aktivotas tertentu
Identifikasi sumber daya
untuk aktivitas yang
diinginkan
Identifikasi strategi
meningkatkan partisipasi
dalam aktivitas
Identifikasi makna
aktivitas rutin (mis.
bekerja) dan waktu luang
Monitor respon
emosional, fisik, social,
dan spiritual terhadap
aktivitas
Terapeutik
Edukasi
Jelaskan metode
aktivitas fisik sehari-
hari, jika perlu
Ajarkan cara melakukan
aktivitas yang dipilih
Anjurkan melakukan
aktivitas fisik, social,
spiritual, dan kognitif,
dalam menjaga fungsi
dan kesehatan
Anjurka terlibat dalam
aktivitas kelompok atau
terapi, jika sesuai
Anjurkan keluarga untuk
member penguatan
positif atas partisipasi
dalam aktivitas
Kolaborasi
Terapeutik
Fasilitasi aktivitas
ambulasi dengan alat
bantu (mis. tongkat,
kruk)
Fasilitasi melakukan
mobilisasi fisik, jika
perlu
Libatkan keluarga untuk
membantu pasien dalam
meningkatkan ambulasi
Edukasi
Terapeutik
Edukaasi
Kolaborasi
kolaborasi pemberian
antiaritmia, jika perlu
PERAWATAN JANTUNG
AKUT
Observasi
identifikasi karakteristik
nyeri dada
monitor EKG 12 sadapan
monitor aritmia
monitor elektrolit
monitor enzim jantung
monitor saturasi oksigen
pertahankan tirah baring
minimal 12 jam
pasang akses intravena
berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi ansietas
dan stres
sediakan lingkungan yang
kondusif untuk beristirahat
dan pemulihan
berikan dukungan
emosional dan spiritual
Edukasi
Center kemoreseptor yang berada pada medula oblongata berrada dibagian ventral
dan dorsal. Memonitor konsentrasi ion H+ pada cairan cerebrospinal ddan
interstesiel otak. Medula oblongata mengatur sistem ritmis pernapasan dalam
tubuh, terdiri dari sitem inspiratorik dan ekspiratorik. Mena=gatur napas secara
involunter dan berlangsung secara spondatn contohnya pada saat tidur dan
bernapas sehari – hari. Terdapat dua kelompok neuron pada center kemoreseptor
yaitu DRG (Dosral Respiratorik Group) dan VRG (Ventral Respiratorik Grup).
Penurunan kesadaran dapat terjadi pada sistem pernapasan.
a. Gangguan susunan saraf pusaf
Gangguan pada susunan saraf pusat ditandai dengan adanya perdarahan atau
peningkatan TIK dan penggunaan obat – obatan sedasi yang menyebabkan
kerusakan regulasi pernapasan. Ditandai dengan pasien yang mengalami
hipoventilasi, pola napas lambat dan dangkal. Gangguan regulasi pernapasan
perlambatan laju napas atau hipoventilasi. Proses ventilasi terhambat karena
co2 sulit dikeluarkan menyebabkan hiperkapnia dengan nilai co2 yang
meningkat (>50 mmHg), dalam proses pernapasan. Hal ini bila tidak ditangani
dengan cepat dapat menyebabkan vasodilatasi cerebral kemudian depresi pada
susunan saraf pusat secara. Gangguan susunan saraf pusat yang tidak
terkompensasi dengan baik tersebut pada akhirnya mengarah pada penurunan
kesadaran.
PENDAHULUAN
1. Mekanisme Nyeri
Menurut Suriani, (2018) dalam Black dan Hawks (2014), terdapat tiga hal
penting dalam mekanisme nyeri yakni: mekanisme nosisepsi, perilaku nyeri, dan
plastisitas nyeri.
a. Mekanisme nosisepsia.
1) Proses transduksi adalah rangsang noksius dapat berasal dari bahan kimia, seperti
reseptor nyeri. Bisa juga diartikan sebagai pengubahan berbagai stimuli oleh
reseptor menjadi impuls listrik yang mampu menimbulkan potensial aksi akhiran
saraf.
2) Proses transmisi adalah penyaluran impuls saraf sensorik dilakukan oleh serabut
3) Proses modulasi terjadi pada sistem saraf sentral ketika aktivasi nyeri dapat
4) Proses persepsi merupakan hasil akhir proses interaksi yang kompleks, dimulai
sampai pada area primer sensorik korteks serebri dan masukan lain bagian otak
yang pada gilirannya menghasilkan suatu perasaan subyektif yang dikenal
sebagai persepsi nyeri atau disebut dengan kesadaran akan adanya nyeri.
dan sistem limbik. Faktor yang mempengaruhi neuromatrik termasuk faktor genetik,
keadaan fisiologik, faktor psikososial, termasuk masukan aferen primer yang dianggap
dari kerusakan jaringan, sistem imunoendokrin, sistem inhibisi nyeri, tekanan emosi,
persepsi kita terhadap nyeri dan menentukan perilaku nyeri (Sherwood, 2010).
Mekanisme adaptif mendasari konsep nyeri sebagai alat proteksi tubuh, merujuk
kerusakan jaringan pada proses inflamasi dan trauma pada nyeri akut. Pada nyeri
fisiologik, nyeri memiliki tendensi untuk sembuh dan berlangsung terbatas selama
nosisepsi masih ada, serta dianggap sebagai gejala penyakit. Pada nyeri kronik,
fenomena allodinia, hiperalgesia, nyeri spontan bukan saja menjadi gejala tetapi
merupakan penyakit tersendiri. Keadaan nyeri patologik terjadi ketika nosisepsi tetap
timbul setelah penyembuhan usai dan tidak proporsional dengan kelainan fisik yang ada
(Black, 2014).
ektopik termasuk timbulnya tunas-tunas baru di bagian distal lesi dan di ganglion radiks
dorsalissaraf lesi, interaksi antara serabut saraf dan timbulnya reseptor adrenergik alfa-
dengan reseptor glutamat paska sinaps, reorganisasi sentral dari serabut A beta, dan
4. Jalur Nyeri
melalui tiga neuron yang mentransmisikan stimulus noxius dari perifer ke korteks
dekat foramen vertebralis tiap segmen medulla spinalis. Tiap neuron punya satu akson
yang bercabang, satu cabang berakhir di jaringan perifer yang di inervasi dan lainnya di
kornu posterior medulla spinalis. Lalu dikornu posterior, neuron aferen pertama
bersinaps dengan neuron ordo kedua yang mempunyai akson melintasi midline dan
bersinaps di nukleus thalamus dengan neuron ketiga, yang mana akan mengirimkan
proyeksi melewati kapsula interna dan korona radiata ke girus postcentral korteks
serebral.
melalui kornu anterior (motorik), hal ini berdasarkan observasi pada beberapa pasien
yang masih merasakan nyeri setelah dilakukan transeksi radiks posterior (rhizotomi)
dan melaporkan adanya nyeri yang menyertai saat adanya stimulasi kornu ventralis.
Lalu di kornu posterior, selain bersinaps dengan neuron ordo kedua, akson neuron
pertama juga mungkin bersinaps dengan interneuron, neuron simpatis, dan neuron
menyesuaikan ukuran yang tadinya besar dan bermyelin menjadi sedang atau kecil
dan tidak bermyelin. Serabut nyeri mungkin naik atau turun satu hingga tiga segmen
Enam lamina pertama yang berada di kornu dorsalis, menerima semua aktivitas saraf
aferen, dan menunjukkan sisi utama untuk modulasi nyeri melalui jalur ascenden
maupun descenden. Neuron kedua terdiri dari nosiseptif spesifik dan neuron wide
noxius, tapi neuron WDR juga menerima input aferen non-noxius dari serabut Aβ,
Aδ, dan C. Neuron nosiseptif spesifik disusun secara somatotopikal pada lamina I.
Neuron neuron tersebut pada keadaan normal adalah tenang dan hanya berespon
pada stimulasi noxius yang berambang tinggi. Neuron WDR adalah tipe sel yang
paling banyak di kornu posterior. Meskipun WDR ditemukan seluruhnya pada kornu
posterior, WDR ini paling banyak berada di 13 lamina V. Pada stimulasi yang
berulang, neuron WDR secara khas akan meningkatkannya secara eksponensial dan
bertingkat.
pada neuron kedua di lamina I dan II, dan lebih sedikit di lamina V. Sebaliknya,
lamina X. Lamina I merespon secara primer dari stimulus noxius (nosiseptif) dari
jaringan kutaneus dan somatik dalam. Lamina II, yang juga dikenal dengan
pemeran utama dalam proses dan modulasi input nosiseptif dari nosiseptor kutaneus.
Hal ini menjadi menarik karena diketahui sebagai pemeran utama pada aksi opioid.
c. Traktus Spinothalamikus
segmen yang sama (di kommisura anterior) sebelum mereka membentuk traktus
spinothalamikus sebagai jalur utama nyeri, berada pada antero lateral substansia alba
medulla spinalis. Traktus ascending ini bisa dipisah menjadi traktus lateral dan
nyeri, seperti lokasi, intesitas, dan durasi. Sedangkan traktus spinothalamikus medial
jawab untuk memediasi autonom dan persepsi emosional yang tidak menyenangkan
grisea periaqueductal dan demikian mungkin menjadi hubungan yang penting antara
jalur ascenden dan descenden. Serabut kolateral juga memproyeksikan ke sistem
Seperti sensasi epikritik, serabut nyeri naik secara difus, ipsilateral, dan
kolateral. Sehingga jalur ascenden nyeri yang lainnya juga penting. Traktus
serabutnya di kontra lateral thalamus; traktus ini dikenal sebagai traktus alternatif
utama untuk nyeri. Terakhir, beberapa serabut di kolumna dorsalis (yang membawa
serabut untuk rangsang sentuhan ringan dan propioseptif) juga bertanggung jawab
Aferen visceral dan somatic berintegrasi penuh dengan sistem motor skeletal
dan simpatis di medulla spinalis, batang otak, dan pusat yang lebih tinggi. Neuron
aferen kornu dorsalis bersinaps secara langsung dan tidak langsung dengan neuron
refleks otot, yang diasosiasikan dengan nyeri. Sinaps-sinaps antara neuron aferen
simpatis yang memediasi adanya vasokonstriksi, spasme otot polos, dan rilisnya
superior dari fisura sylvii. Persepsi dan lokalisir nyeri berada di area kortikal.
5. Nociceptor
Nosiseptor ditandai dengan ambang batas yang tinggi untuk aktivasi dan
komponen: sensasi yang cepat, tajam, dan terlokalisir dengan baik (nyeri pertama),
yang dikonduksi dengan waktu yang pendek (0,1 detik) oleh serabut Aδ; dan sensasi
yang lambat, tumpul, dan tidak terlokalisir dengan baik (nyeri kedua), yang dikonduksi
oleh serabut C. Sebaliknya pada sensasi epikritik, yang mungkin ditransduksi oleh
akhiran tertentu pada neuron aferen (misalnya korpus pacini untuk sentuhan), sensasi
Kebanyakan nosiseptor adalah akhiran saraf bebas yang merasakan panas dan
mekanik serta kerusakan jaringan secara kimiawi. Tipenya terdiri dari (1)
Yang terakhir adalah yang paling sering berespons pada tekanan yang kuat, temperatur
yang ekstrim, dan algogen (substansi yang menghasilkan nyeri). Setidaknya dua
reseptor nosiseptor (kanal ion di akhiran saraf) telah di identifikasi, VR1 dan VRL-1.
Keduanya berespons pada temperatur tinggi. Algogen terdiri dari bradykinin, histamin,
serotonin, H+, K+, beberapa prostaglandin, dan mungkin ATP. Capsaicin merangsang
reseptor VR1. Polymodal nociceptor lambat beradaptasi pada sensitisasi panas dan
Nosiseptor bisa terbagi menjadi tiga yaitu nosiseptor kutaneus, somatik dalam,
dan visceral. Nosiseptor kutaneus terdapat pada kulit. Somatik dalam ada pada otot,
tendon, fascia, dan tulang. Sedangkan yang dimaksud visceral adalah organ-organ
A. Nyeri
1. Pengertian
Nyeri adalah perasaan yang tidak nyaman yang sangat subjektif dan hanya
tersebut. Secara umum nyeri dapat didefenisikan sebagai perasaan tidak nyaman, baik
ringan maupun berat. Faktor yang mempengaruhi reaksi nyeri antara lain: makna nyeri
bagi individu, tingkat persepsi nyeri, pengalaman masa lalu, nilai budaya, harapan
sosial, kesehatan fisik dan mental, sikap orang tua terhadap nyeri, lokasi nyeri, perasaan
takut atau cemas, upaya untuk mengurangi respon terhadap stressor, dan usia
(Mamanda, 2016).
2. Penyebab
Nyeri dada non kardiak pada system respirasi menjadi manifestasi klinis yang
terjadi. Nyeri dada non kardiak dapat berhubungan dengan masalah pulmoner, kardiak,
Tentukan lokasi, durasi, dan intensitas nyeri dada untuk memberikan petunjuk awal
aktivitas, batuk, gerakan) dan apa yang mengurangi nyeri (misalnya nitrogliserin,
respiratory drive, walaupun hipoventilasi segmental mungkin terjadi akibat hasil dari
peningkatan tonus otot atau spasme bronkus. Peningkatan konsumsi oksigen tubuh total
dan karbon dioksida menyebabkan peningkatan kebutuhan ventilasi per menit, yang
kemudian meningkatan kerja napas, khususnya pada pasien dengan penyakit paru yang
Nyeri di daerah dada atau abdomen, menimbulkan peningkatan tonus otot yang
sputum. Penurunan gerakan dinding dada menurunkan volume tidal dan kapasitas sisa
penurunan reflek batuk dan pembersihan sekret. Pasien nyeri yang tirah baring lama
atau imobilisasi dapat mengalami perubahan yang sama pada fungsi paru (Yuliantini,
2017).
Fungsi respirasi, khususnya pada paru, akan terganggu secara signifikan akibat
adanya nyeri yang ditimbulkan. Perubahan fungsi respirasi yang disebabkan oleh
respon stress adalah penurunan functional residual capacity (FRC). FRC adalah jumlah
udara yang tersisa di paru pada akhir ekspirasi normal. Ketika FRC menurun, kondisi
udara di paru menjadi kurang dari closing capacity, yaitu volume udara di paru yang
diperlukan untuk mencegah alveoli kolaps. Ketika FRC kurang dari closing capacity,
seseorang, sehingga batas ambang nyeri setiap individu berbeda-beda. Nyeri dapat
dikarenakan kerusakan jaringan ataupun tanpa disertai dengan kerusakan jaringan yang
nyata.
Terjadinya nyeri pada system pernafasan tidak luput dari reaksi system saraf
dimana stimulasi nyeri (noxious stimulis) yang dikarenakan berbagai macam hal, baik
pada system pernafasan atau system yang lain akan berubah menjadi aktivitas elektrik
pada ujung-ujung saraf eferan yang dapat berupa rangsangan termal, kimia, dan
elektrik. Proses rangsangan itu akan menstimulasi sensory nervus fiber yang dimana
terdapat beta fiber, A delta Fiber, dan C fiber. Pada sensory nervuse fiber terdapat
nociceptor yang merupakan serabut saraf eferen yang tidak berespon terhadap stimulasi
eksternal dan infalami (maksudnya adalah pada nociseptor tanpa adanya factor dari luar
yang menyebabkan trauma atau bengkak individu dapat merasakan nyeri yang hebat)
nociceptor tersebut adalah A delta fiber dan C fiber. Setelah implus elektrik masuk
melalui nociceptor maka akan terjadilah 1st order neuron, dimana proses pertama inilah
yang akan menghantarkan elektrik stimulasi nyeri ke dalam system brain, melalui
spinal cord yang berada pada saraf posterior lalu dari saraf posterior berpindah ke saraf
anterior yang dibantu oleh substance P yang dalam spinotalamic tract (atau jalur
spinotalamic). Setelah masuk ke dalam jalur spinotalamic yang dibantu oleh substance
p maka terjadilah proses 2rd order neuron, dimana jalur dua ini mulai memasuki
medulla, pons dan miobrain dimana ketiga organ ini merupakan brain system. Setelah
implus elektrik stimulasi nyeri masuk ke dalam brain system maka akan dihantarkan ke
thalamus dan terjadilah 3rd order neuron yang akan masuk ke cerebral cortex dan akan
menghasilkan presepsi nyeri pada wajah seseorang. Implus inilah yang menjadi cikal
Sedangkan pada system pernafasan yang di dalam proses stimulasi nyeri 2rd
order neuron dalam brain system terdapat medulla, pada medulla inilah terdapat system
control pernafasan yang terdapat apneustic dan pneumotaxic yang sudah kita bahas
kemarin, dimana mereka yang berperan sebagai untuk menjaga control pernafasan.
Saat tubuh mengalami pross transduksi seperti luka bakar, injuri atau trauma
pada bagian system pernafasan, yaitu area dada atau otot-otot interkostalis dan
E2), histamin yang akan mengakibatkan terjadinya rangsangan atau sensitivtias yang
akan merangsang nociceptor dan terjadilah stimulasi nyeri pada 1st order neuron dan
selanjutnya. Lalu akibat dari terjadinya mekanisme homeostasis dan inflamasi yang
melibatkan PGE2, histamine dan bradykinin yang dimana pada proses terjadinya
Lalu akibat terjadinya injuri atau trauma yang mengakibatkan perdarahan juga
system pernafasan. Darah yang membeku, akan mengakibatkan terjadinya iskemi yang
akan mengakibatkan terjadinya peningkatan ion kalium dan ion hydrogen dalam sel
Tidak hanya itu, injuri atau trauma yang mengakibatkan terjadinya nekrosis,
atau gangguan ventilasi dan difusi yang dapat menyebabkan terjadinya suplai O2 turun
> 50 mmhg, yang dimana jika suplai O2 turun akan mengakibatkan terjadinya hipoksia
jaringan yang akan mengganggung terjadinya siklus krab, sehingga produksi ATP
menurun dan asam laktat meningkat yang akan mengakibatkan terjadinya peningkatan
ion kalium dan hydrogen dalam sel yang akan merangsang terjadinya simulasi nyeri
pada neociceptor.
Proses yang merangsang A delta dan C fiber akan megakitifasi terjadinya 1st
order neuron menuju ke 2rd order neuron, yang sebelum mengaktifkan 3rd order neuron
dia akan melalui system brain, dimana brain system didalamnya terdapat medulla yang
dapat mengaktifkan terjadinya CCR (central kemoreseptor yang akan merangsang saraf
simpatis, sehingga akan mempengaruhi VRG (ventral) dan DRG (dorsal) yang
menstimulasi terjadinya nyeri. Begitu juga dengan bradikinin. Tetapi bradikinin dapat
memiliki jalur sendiri yang disebabkan karena adanya proses kimia atau obat-obatan,
Angiotensin II, dimana saat proses itu terjadi maka akan melepaskan bradykinin, hal
akan merangsang CCR dan medulla oblongata dan kembali lagi pada VRG dan DRG
proses ini cerebral cortex akan menunjukkan presepsi pada pasiennya adalah batuk
infeksi, salah satunya adalah tanda dari infeksi pernafasan adalah batuk, sama halnya
dengan bradikinin tadi maka batuk yang berlebih akan mengakibatkan nyeri karena
Infeksi pada paru yang dapat mengakibatkan stimulasi terjadinya pathogen yang
meningkat, dan tekanan koloid osmotic paru menurun dan permeabilitas kapiler naik
yang menyebabkan eksudat atau transudate pada paru, yang akan mengakibatkan
terjadinya ketidakseimbangan tekanan pleura yang dimana jika cairan pleura > 20 ml
medulla dan mengaktifasi CCR dan VRG dan DRG yang mengakibatkan terjadinya
ketidakseimbangan kontra isi otot diafragma dan interkostas dalam inspirasi dan
ekspirasi sehingga menstimulasi terjadinya nyeri. Infeksi pada paru juga dapat
diakibatkan oleh adanya injuri atau trauma, hal ini saling berkaitan atau dapat
mempengaruhi satu sama lain berikut juga pada proses penatalaksanaannya yang
berupa tindakan WSD. Dimana tindakan WSD akan mengakibatkan terjadinya injuri
yang disengaja dan mengakibatkan proses inflamasi dan berlanjut seperti proses tadi.
pada satu dinding dada dan meningkat dengan gerakan dinding dada atau pernapasan
Intervensi pada pola napas tidak efektif yang ditandai dengan nyeri saat bernafas antara
lain:
1) Subjektif
a) Dispnea
2) Objektif
1) Subjektif
a) Ortopnea
2) Objektif
a) Pernapasan pursed-lip
Diagnosa keperawatan pada gangguan rasa aman nyaman; nyeri harus aktual
dan potensial berdasarkan pengumpulan data yang selama pengkajian dimana perawat
menyusun strategi keperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya yang dapat
nafas tidak efektif berhubungan dengan hambatan upaya nafas (kelemahan otot
pernafasan, nyeri saat bernafas) yang ditandai dengan dispneu, penggunaan otot bantu
dimana pada tahao ini perawat menentukan suatu rencana yang akan diberikan pada
pasien sesuai dengan masalah yang dialami pasien setelah pengkajian dan perumusan
diagnosis. Menurut SIKI (Tim Pokja SIKI PPNI, 2018) intervensi keperawatan yang
ditetapkan adalah: Pola Nafas Tidak Efektif, Manajemen Jalan Nafas (SIKI, I.01011)
3. Monitor sputum
6. Lakukan fisioterapi
perlu
8. Anjurkan asupan
kontraindikasi
efektif
10. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspectoran,
1. 1.Monitor frekuensi,
irama, kedalaman
(seperti bradipneu,
takipneu,
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
stokes, biotataksik)
3. Monitor kemampuan
batuk efektif
4. Monitor adanya
produksi sputum
5. Auskultasi bunyi
nafas
6. Monitor saturasi
BAB II
KONSEP TEORI
7. Pengertian Kelelahan
Kelelahan otot dapat diartikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi penurunan
kapasitas pembangkitan gaya pada otot akibat aktivitas otot dibawah beban yang dapat
dibalik dengan istirahat. Kelemahan otot adalah suatu kondisi dimana kapasitas otot
yang diistirahatkan untuk menghasilkan gaya adalah terganggu. Tiga keletihan tipe
umum telah dijelaskan: keletihan sentral, keletihan transmisi, dan keletihan kontraktil.
Kelelahan sentral adalah penurunan dorongan pernapasan saraf incentral yang diinduksi
oleh tenaga. Kelelahan transmisi adalah gangguan reversibel yang diinduksi oleh tenaga
Kelelahan kontraktil adalah gangguan yang reversibel dalam respon kontraktil impuls
toneural pada otot yang kelebihan beban. Kelelahan transmisi dan kelelahan kontraktil
2011).
bahkan pada pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik.6 Oleh karena itu, otot
diafragma bisa lelah pada pria normal saat mengalami beban yang cukup tinggi. Dalam
percobaan ini, beban resistif inspirasi digunakan untuk membutuhkan diafragma untuk
menghasilkan target tertentu tekanan dengan setiap napas sampai tugas gagal
batas sedangkan target Pa lebih besar dari 40 persen Pımax menyebabkan kegagalan
tugas. Selanjutnya, ini penulis telah menunjukkan kelelahan baik diafragma dan otot
tulang rusuk dapat dicapai saat subjek menghasilkan tekanan mulut (PM) yang cukup
target Saya kurang dari 60 persen dari tekanan mulut maksimal (diukur saat melakukan
inspirasi maksimal upaya melawan jalan napas yang tersumbat pada saat fungsional
kapasitas sisa) dapat dipertahankan tanpa batas sedangkan target lebih besar dari 60
persen Pmmi menyebabkan kegagalan tugas dalam jangka waktu yang terbatas waktu.
kekuatannya otot inspirasi merupakan penentu penting dari proses yang melelahkan.
dibutuhkan) dan menurun kekuatan otot inspirasi (dengan menurunkan Pmmax) akan
kegagalan tugas lebih besar daripada ketika tekanan target diafragma digunakan (60 vs
40 persen). Tidak ada alasan untuk perbedaan ini sepenuhnya jelas. Dalam percobaan
maksimal melawan oklusi jalan napas dengan kontraksi simultan dari otot perut) (M J
Mador, 2011).
8. Penyebab Kelelahan
Terjadinya fatique dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, baik secara
fisiologi maupun pathofisiologi. Fatique juga bisa karena kita tidak mencukupi gizi
untuk pemenuhan sehari-hari, kurang tidur, stress, hormone, dan aktivitas kita yang
telah kita lakukan. Selain itu, adanya agen pencetus yang menyebabkan munculnya
ekspansi paru serta proses inflamasi maka akan menyebabkan adanya kesulitan pada
saat bernafas yang ditandai dengan perubahan ke dalaman dan atau kecepatan
pernafasan, gangguan perkembangan pada rongga dada, bunyi nafas yang tidak normal.
Hal itu akan mengakibatkan kelelahan pada system pernapasan (Black dan Hawks,
2014).
Fatique atau kelelahan adalah suatu fenomena fisiologis, suatu proses terjadinya
keadaan penurunan toleransi terhadap kerja fisik. Terjadinya fatique dapat disebabkan
oleh berbagai macam hal, baik secara fisiologi maupun pathofisiologi. Fatique juga bisa
karena kita tidak mencukupi gizi untuk pemenuhan sehari-hari, kurang tidur, stress,
Dalam presentasi kali ini kami akan coba menjelaskan kelelahan secara system
respirasi baik secara fisiologis maupun pathologis. Tetapi pada kejadian fatique pada
system respirasi juga tidak dapat dihilangkan dari pengaruh system lain, seperti kardio,
Pada system respirasi, fatique sering terjadi akibat karena terjadinya penurunan
suplai oksigen dalam darah yang akan mengganggu terjadinya produski ATP. Tetapi
perlu kita ketahui ternyata banyak factor selain itu terjadi. Dalam presentasi
sebelumnya kita sudah mengenal dan mempelajari terjadinya dyspnea, nyeri dan
diri seseorang.
Berikut prosesnya;
Secara fisiologi system pernafasan diatur oleh medulla oblogata yang ada pada
otak atau cerebral dimana medulla oblongata akan mengatur system ritmis pernafasan
seseorang dan dibantu juga oleh pneumotaxic dan apneustic sebagai control pernafasan
Sehingga saat kita melakukan aktivitas yang berlebih (type of activity), dan type
muckle fiber, seperti lari, atau olah raga, akan mengaktifkan area CCR, dimana CCR
akan mengaktivasi Pneumotaxic dan apneustix agar dapat melakukan inspirasi dan
ekspirasi lebih cepat agar dapat mencukupi kebutuhan oksigen dalam darah untuk
pergerakan otot-otot pernafasan, apa bila otot-otot pernafasan tidak dapat mengimbangi
kebutuhan oksigen yang diperlukan oleh sel, maka akan mengakibatkan terjadinya
penurunan dari kontraktilitas otot-otot pernafasan, hal itu disebut dengan kelelahan
otot-otot pernafasan. Yang dapat mengakibatkan terjadinya syncope dan gagal nafas,
Tipe aktivitas ini perlu dikaji dari berbagai bidang baik secara fisiologi atau
patofisiologi, terutama pada atlet, karena orang itu tidak mengalami kelelahan tetapi
dapat tiba-tiba terjadi cardiac death saat dia beraktivitas akibat metabolisme anaerob
Terjadinya kenaikan suhu, kenaikan suhu pada tubuh seseorang yang dapat
individu itu sendiri sama halnya seperti kejang pada anak. Pada proses terjadinya
kenaikan suhu akibat suhu ekstrim atau panas ekstrim dari luar akan memberikan
dampak pada tubh untuk melakukan proses metabolisme sehingga tubuh lebih banyak
membutuhkan oksigen sehingga akan merangsang CCR untuk dapat mengaktifasi VRG
dan DRG untuk dapat mencukupi kebutuhan oksigen dalam tubuh. Tidak hanya itu
pada suhu tinggi maka hypothalamus akan merangsang proses pengeluaran keringat
sehingga suhu tubuh akan terjaga, jika keringat yang dikelurkan akan terus-menerus
(dehidrasi) yang akan mengakibatkan terjadinya gangguan difusi, hal ini akan
mengakibatkan kelelahan. Dan suhu yang meningkat diluar juga akan dapat
stroke. Tidak hanya itu kenaikan suhu dari dalam akibat terjadinya infeksi juga dapat
Stimulasi nyeri, hal ini sudah kita pelajari dalam pertemuan minggu kemarin,
dan sekarang kenapa nyeri dapat menyebabkan terjadinya kelelahan, maka disini akan
kami coba jelaskan stimulasi nyeri baik akibat dilihat dari berbagai macam proses
antara inflamasi, blodd cloting, bradykinin, serotonin, dan iskemia akan merespon
medulla oblongata dan CCR sehingga akan mengaktifasi VRG dan DRG yang
pernafasan lambat dan dangkal (dyspnea) sehingga karena terjadinya dyspnea maka
CO2 akan sulit dikeluarkan sehingga terjadi hiperkapniea dimana CO2 > 50 mmHg.
Saat CO2 dalam darah meningkat, maka sumsum tulang akan merespon melalui cairan
cerebro spinal dan merangsang CCR dan hal yang sama akan terjadi seperti tipe
Fatique dalam system pernafasan juga dapat diakibatkan karena gangguan difusi
dimana gangguan difusi ini bisa terjadi karena berbagai banyak hal antara lain karena
emboli. Emboli atau udara yang ada dalam system pernafasan bisa disebabkan karena
sirkulasi sitemik, adanya emboli pada bagian pembuluh darah lain, contohnya vena
maka udara bebas tadi akan masuk ke dalam sirkulasi sistemik dan dari IVC/SVC akan
kelehan begitu saja, tetapi akan mincul terjadinya proses yang perlahan atau yang
volume darah sedikit masuk ke paru untuk di difusi maka disini akan terjadi gangguan
difusi. Begitu juga saat terjadinya blood cloting/ thrombus yang lepas dan masuk
kedalam sirkulasi sitemik dan masuk keparu. Proses gangguan difusi tidak hanya akibat
emboli tetapi juga dapat dikarenakan terjadinya anemia atau ARDS, dimana eritrosit
Dimana jika terjadi gangguan difusi maka O2 tidak dapat didifusikan secara
baik, dan mengakibatkan O2 gagal disirkulasi yang ditandai dengan O2 dalam darah
jaringan dan terjadi gangguan pada metabolisme dari sirklus krab, yang hasilnya ATP
(adenosine Triposopat) turun karena metabolisme anaerob, dimana ATP itu adalah hasil
metabolisme yang digunakan sebagai energy, saat energy turun maka seseorang akan
metabolisme anaerob yang menjadikan produksi ATP dalm sel Turun. Akibat dari
dapat dilihat pada pasien dengan adanya tanda-tanda keringat dingin, SPO2 turun, dan
ATP menurun tetapi juga dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan asam laktat
dalam sel, yang mengakibatkan terjadinya ion hydrogen meningkat sehingga membuat
potensial cell membrane menjadi menurun sehingga terjadi gagal kontraktilitas pada
Na+ turun dimana hal ini dapat mengakibatkan sebagai stimulus nyeri juga dapat
system organ lain seperti jantung yang akan mengakibatkan terjadinya aritmia, dan
kelaian sel otot jantung yang akan berdampak pada kontraktilitas (EF) jika EF turun
masalah yang dapat mengakibatkan karena emboli/ kloting dlm sirkulasi pernafasan
lepas, dan terbawa dalam sirkulasi sitemik dan menyumbat dada bagian pembuluh
darah lain seperti arteri akan mengakibatkan terjadinya Periperal atrial disesase atau
acute limb iskemi yang akan mengakibatkan gangguan difusi dan terjadinya kelelahan
anggota gerak disana, jika terjadi pada vena akan mengakibatkan Deep vain thrombus
Kelelahan karena terjadi gagal kontraktilitas sel otot (Black dan Hawks, 2014).
dan objektif. Subjektif terdiri dari: dispnea (sesak), dan objektif terdiri dari:
penggunaan otot bantu napas meningkat, volume tidal menurun, PCO2 meningkat,
PO2 menurun, SaO2 menurun (Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2018).
subjektif dan objektif. Subjektif dari tanda minor gangguan ventilasi spontan tidak
tersedia sedangkan objektif dari tanda minor gangguan ventilasi spontan yaitu
Diagnosa keperawatan pada gangguan rasa aman nyaman; nyeri harus aktual
dan potensial berdasarkan pengumpulan data yang selama pengkajian dimana perawat
menyusun strategi keperawatan untuk mengurangi atau mencegah bahaya yang dapat
perlu
kontraindikasi
batuk efektif
20. Kolaborasi
pemberian
bronkodilator,
ekspectoran,
Pemantauan respirasi:
7. 1.Monitor frekuensi,
irama, kedalaman
dan upaya nafas
(seperti bradipneu,
takipneu,
hiperventilasi,
kussmaul, cheyne-
stokes, biotataksik)
9. Monitor kemampuan
batuk efektif
produksi sputum
nafas
Black, Joyce M. dan Jane Hokanson Hawks. 2014. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen
Klinis Untuk Hasil Yang Diharapkan Edisi 8 Edisi Bahasa Indonesia. Indonesia: CV
Pentasada Media Edukasi.
Boyars MC, Karnath BM, Mercado AC. (2004). Acute dyspnea: A sign of underlying
disease;:23-27. .HospPhy.
Lucassen WA, et al. Safe exclusion of pulmonary embolism using the Wells rule and
qualitative D dimer testing in primary care: Prospective cohort study. BMJ
2012;345:e6564. [http://dx.doi.org/10.1136/bmj.e6564]
Ntusi NAB, Mayosi BM. (2009). Epidemiology of heart failure in sub-Saharan Africa. Expert
Rev
Parshall MB, Schwartzstein RM, Adams L, et al. (2011). An official American Thoracic
Society Statement: Update on the mechanisms, assessment, and management of dyspnea.
Am J Respir Crit Care Med . [http://dx.doi.org/10.1164/rccm.2011-11 2042ST] Proc Am
Thor Soc .(2007) Pulmonary disease 145-168.
[http://dx.doi.org/10.1513/pats.200611159CC]
Singh B, Mommer SK, Erwin PJ, Mascarenhas SS, Parsaik AK. (2012). Pulmonary
embolism rule-out Criteria (PERC) in pulmonary embolism – revisited: A systematic
review and meta-analysis. Emerg Med J 2013;30:701-706.
[http://dx.doi.org/10.1136/emermed-2012-201730]
Suriani, Yenilis. 2018. Asuhan Keperawatan Pada An. R Dengan Gangguan Ispa (Infeksi
Saluran Pernafasan Akut) Di Wilayah Kerja Puskesmas Air Haji Kecamatan Linggo Sari
Baganti Kabupaten Pesisir Selatan. Padang: Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Perintis
Padang.
Tim Pokja. 2018. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia, Definisi dan Indikator
Diagnostik Edisi 1, Cetakan 2. Jakarta: PPNI
Tim Pokja. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia, Definisi dan Kiteria Hasil
Keperawatan Edisi 1, Cetakan 2. Jakarta: PPNI
Tim Pokja. 2018 Standar Intervensi Keperawatan Indonesia, Definisi dan Tindakan
Keperawatan Edisi 1, Cetakan 2. Jakarta: PPNI
Yuliantini, Ni Nyoman. 2017. Efek Nyeri Terhadap Kardiovaskular dan Respirasi. Sanglah:
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.