"MEMAKNAI PILIHAN"
Kejadian 13 : 1 - 18
Pengantar
Ada beberapa hal yang kita tidak bisa memilih, namun ada ratusan atau ribuan hal yang membuat
kita boleh dan harus memilih. Beberapa hal dalam hidup tampaknya tidak dapat dipilih seperti
peristiwa kelahiran: siapa orang tua kita, dilahirkan di mana (RS, Klinik, di rumah, di atas kendaraan,
dll.). Saat kematian pun, kita tidak dapat memilih, apakah seseorang meninggal karena sakit yang
lama, atau tidak sakit tapi tahu-tahu meninggal, atau yang meninggal karena kecelakaan. Karena
kecelakaan pun tidak bisa memilih: jalan kaki, naik motor, naik pesawat, berenang, dll.
Tetapi, ada fenomena berhubungan dengan kematian, yang sampai saat ini masih dianggap tidak
lazim atau tidak popular. Kita tahu bahwa RIP adalah singkatan dari Rest in Peace. Nah, di tangan
Marin Funeral Home, perusahaan jasa kematian dari Chicago, Amerika Serikat , RIP tersebut bisa
diartikan sebagai Rest in Pose alias beristirahat dalam pose. Itu terlihat saat perusahaan tersebut
menggarap atau membuat jenazah biker berpose di atas motor balap Honda CBR600 F4i bernuansa
oranye. Selama tiga hari pula, jenazah David Morales Colon, biker tersebut, harus nungging di atas
motornya dan disambangi pelayat. Pernah pula Marin Funeral Home menggarap jenazah Angel
Pantoja Medina, 24, seperti berdiri di pojok kamar ibunya. Dandanannya dibuat keren, dengan baju
gombor ala rapper dan topi New York Yankee. Sungguh aneh, tetapi itulah manusia dengan segala
macam pilihan yang dimilikinya. Namun, apakah itu pilihan yang bermakna, selain hanya sekadar
mencari sensasi, yang bahkan tidak bisa dia nikmati?
Ada banyak hal yang membuat kita bisa dan harus memilih. Kita tahu bahwa tidak semua pilihan
dalam hidup ini dapat kita pilih dengan mudah. Mulai dari memilih sesuatu yang sangat serius dan
menentukan hidup dan masa depan kita (studi, pekerjaan, pasangan hidup, agama, atau memilih
pemimpin), sampai memilih hal-hal yang sangat terbatas: mode pakaian, memilih makanan, memilih
warna cat rumah, dan lain-lain. Namun, kadang-kadang kita menghadapi situasi pilihan yang sangat
dilematis, yang dapat diibaratkan seperti makan buah simalakama. Untuk itu, melalui Pemahaman
Alkitab ini kita diingatkan untuk melibatkan Tuhan, supaya kita semakin mantap dengan pilihan kita,
serta dijauhkan dari tindakan salah pilih.
David Freemantle dalam bukunya “How to Choose” menulis tiga prinsip pokok dalam memilih, yang
disingkat dengan HOW :
a. Hesitate (pertimbangan): jangan hanya mata, fisik, tapi juga rasional, emosional, sosial, spiritual.
Dalam konteks kita, bagaimana dengan pilihan Lot??
b. Outcome (hasil): apa yang akan kita peroleh kelak? Biasanya yang diharapkan adalah
keuntungan, namun jangan-jangan malah masalah yang bertubi-tubi datang, c. Ways (jalan/cara):
(1) mendengarkan firman Tuhan atau pandangan orang lain (orangtua, guru, pendeta, teman, dll)
(2) mencari informasi yang terpercaya dari sumber-sumber yang membahas soal pilihan yang
sedang kita gumuli, melalui buku, artikel, atau media lain yang terpercaya, bukannya malah hoax
atau menyesatkan kita.
Menceritakan Pengalaman dari Para Peserta
1. Apakah Anda pernah punya pengalaman salah memilih? Dalam hal apa, dan apa akibat dari salah
pilih itu?
2. Bagaimana Anda mencoba untuk menghadapi atau menyelesaikan persoalan karena salah pilih
tersebut?
• Salah potong rambut – menyesal 1 bulan.
Pengalaman penulis: pernah diajak bercukur oleh kakek buyut saat masih SD, dengan diiming-
imingi akan diberikan hadiah. Maka, penulis pun menyambut ajakan itu dengan antusias.
Ternyata yang terjadi, tanpa penulis sadar, rambut dicukur habis, mentang-mentang kakek
buyut saya itu suka cukur gundul… Awalnya penulis sangat malu saat ke sekolah karena
teman-teman pasti mengejek, dan memang itu yang terjadi. Kemudian mencoba menutupi
dengan memakai topi, kecuai ketika berada di dalam kelas. Jadi, meskipun selama berharihari
penulis mengalami ejekan dari teman-teman, namun setelah itu, akhirnya mereka diam dan
bosan sendiri.
• Salah memilih jurusan di sekolah ➔ menyesal beberapa tahun.
• Salah memilih pekerjaan ➔ menyesal bertahun-tahun.
• Salah memilih pasangan hidup ➔ menyesal seumur hidup.
Abraham (nama Abram diubah menjadi Abraham tertulis dalam Kejadian 17:5) dan keluarganya
menetap di tanah Kanaan yang tidak subur. Konsekuensi yang ditanggung Abram jelas ada, yaitu
harus tetap menempuh perjalanan dari satu tempat ke tempat lain yang lebih subur, ada air dan
rumput untuk ternak, dst. Abram, orang yang lebih tua malah harus lebih bersusah-payah. Namun,
Tuhan memberkati Abram dan keluarganya.
Pilihan Lot, jika ditinjau dari teori HOW David Freemantle, maka aspek Hesitate (pertimbangan) Lot
hanya didasarkan pada apa yang dilihat mata, yaitu tanah yang subur dan penuh air, tapi tidak
memerhatikan aspek lain seperti aspek sosial. Lot juga hanya memikirkan tentang Outcome (hasil),
bahwa ternaknya akan cepat bertambah banyak karena mendapatkan sumber makanan dan air
yang melimpah, namun tidak memikirkan hasil apa yang dia akan alami ketika berinteraksi dengan
orang-orang Sodom dan Gomora. Lot pun tidak memerhatikan aspek Ways, dengan tidak
melibatkan Tuhan atau mencari tahu terlebih dulu tentang keadaan dan penduduk di lembah
Yordan tersebut. Mungkin saja cerita tentang Sodom dan Gomora sudah terdengar di manamana,
tetapi Lot lebih memperhatikan aspek yang dianggapnya menguntungkan secara finansial.
Apakah tindakan Lot yang memanfaatkan tawaran Abram untuk memilih terlebih dulu itu salah?
Bukankah Abram juga tidak menyalahkannya ketika Lot memilih berdasarkan tawaran yang
diberikan Abram? Di sini pertimbangan yang matang dengan memerhatikan semua aspek diperlukan
ketika kita harus memilih sesuatu yang sangat penting. Jangan lupa untuk melibatkan Tuhan dalam
proses memilih kita, juga mengetahui kekuatan atau kelemahan kita. Pernahkah kita
membayangkan jika Abram memilih lebih dulu sebagai pihak yang lebih tua, apakah risiko ketika
Abram memilih daerah lembah Yordan yang subur? Abram akan tetap berhadapan dengan fakta
bahwa dia harus berinteraksi dengan penduduk Sodom dan Gomora, akan terjadi saling
mempengaruhi dan mengubah di antara mereka, dan hal-hal lainnya. Kita hanya bisa
membayangkan hal tersebut, tetapi kita dapat mengetahui secara pasti tentang Lot, bahwa
meskipun dia tetap hidup dalam iman, namun dia tidak bisa membawa pengaruh positif di dalam
kehidupan masyarakat Sodom dan Gomora. Bisa saja bahwa Lot dan keluarganya akhirnya menjadi
sosok yang menutup diri, eksklusif, dan bersikap masa bodoh dengan keadaan di sekitarnya. Pilihan
yang tidak matang, grusagrusu dari Lot itu pada akhirnya berakibat fatal. Seluruh harta bendanya
pada akhirnya musnah seiring dengan dihancurkannya kota Sodom dan Gomora.
Memperbarui Hidup
Dengan mencoba menerapkan teori HOW dari David Freemantle, bagaimana sikap kita (sebagai
orangtua) ketika diperhadapkan dengan persoalan:
a. Mencari/mendapatkan seorang menantu (atau bagi pemuda/pemudi: mencari pasangan hidup)?
b. Anak-anak hendak meneruskan studi di Perguruan Tinggi?
Pada bagian penutup, tegaskan tentang bagaimana kita dapat memaknai pilihan secara bijak dengan
memanfaatkan teori HOW dari David Freemantle. [SK]