Anda di halaman 1dari 32

TATALAKSANA KORBAN

KEKERASAN TERHADAP
PEREMPUAN DAN ANAK,
TERMASUK TINDAK PIDANA
PERDAGANGAN ORANG

KOTA BANDUNG
15 DAN 18 AGUSTUS 2022
Tata laksana penanganan medis korban KtP/A,
termasuk TPPO
Prinsip Layanan Umum

Anamnesis

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan seksual

Pemeriksaan penunjang/laboratorium

Penatalaksanaan medis
2
Suatu kasus patut diduga sebagai KtP/A bila ditemukan adanya:
Memar/jejas di kulit pada daerah yang tidak lazim terkena kecelakaan seperti pipi, lengan atas, paha, bokong
dan genital.

Perlukaan multipel (ganda) dengan berbagai tingkat penyembuhan; tanda dengan konfigurasi sesuai jari
tangan, tali atau kabel, kepalan, ikat pinggang bahkan gigi orang dewasa.

Patah tulang pada anak usia dibawah tiga tahun, patah tulang baru dan lama (dalam penyembuhan) yang
ditemukan bersamaan, patah tulang ganda, patah tulang bentuk spiral pada tulang-tulang panjang lengan
dan tungkai, patah tulang pada kepala, rahang dan hidung serta patahnya gigi.
Luka bakar seperti bekas sundutan rokok, luka bakar pada tangan, kaki, atau bokong akibat kontak bagian-
bagian tubuh tersebut dengan benda panas, bentuk luka yang khas sesuai dengan bentuk benda panas
yang dipakai untuk menimbulkan luka tersebut.

Cedera pada kepala, seperti perdarahan (hematoma) subkutan atau subdural, yang dapat dilihat pada foto
rontgen, bercak/area kebotakan akibat tertariknya rambut, baik yang baru atau berulang.

Lain-lain: dislokasi/lepas sendi pada sendi bahu atau pinggul.


3
PRINSIP UMUM

4
Prinsip Umum Layanan Korban
Hubungan Komunikasikan
Responsif Non- Cepat dan Pemenuhan
setara dan informasi
gender diskriminasi sederhana hak anak
menghormati secara hati-hati

• Semua • Setiap • Pemberian • Pemberian • Berhati- • Memperhati


petugas perempuan layanan bagi layanan hatilah kan hak-hak
pelayanan dan anak korban harus harus dalam anak
harus peka tanpa kecuali dijalankan diberikan memberikan sebagaimana
gender berhak dengan rasa dengan informasi diatur dalam
mendapatka hormat segera tanpa kepada Konvensi
n layanan tanpa penundaan korban Hak Anak
berkaitan membedaka yang tidak
dengan n keyakinan, perlu
kekerasan nilai-nilai
yang dan status
dialaminya sosialnya

5
LANGKAH-LANGKAH PERLINDUNGAN KHUSUS BAGI KORBAN ANAK
Lembaga penyedia layanan harus menjadikan kepentingan terbaik untuk anak sebagai pertimbangan utama.

Korban anak memperoleh hak dan perlindungan yang sama di negara/ daerah asal, transit atau daerah tujuan, yang berkaitan
dengan status, kewarganegaraan, ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, keyakinan, agama, dll.

Korban anak diberikan haknya untuk dengan bebas mengekspresikan pandangannya terhadap semua hal, termasuk yang berkaitan
dengan proses hukum, perawatan dan perlindungan sementara serta identifikasi dan implementasi solusi selanjutnya.

Pandangan anak tersebut diberikan tidak melebihi takaran sehubungan dengan usianya, kematangan, perkembangan kapasitasnya,
dan kepentingan terbaik bagi dirinya.

Korban anak dilengkapi akses terhadap informasi tentang segala hal yang mempengaruhinya termasuk hak-haknya, layanan yang
tersedia dan proses reunifikasi keluarga dan/atau repatriasi.

Informasi yang dapat membahayakan korban anak dan atau keluarganya, tidak diungkap kecuali diperlukan oleh hukum. Semua
langkah diambil untuk melindungi privasi dan identitas korban anak.

Identitas etnis, kultur, kepercayaan dan agama korban anak, dihormati setiap saat dan mendapatkan dukungan untuk menjalankan
ritual tekait.

Selama proses penanganan berlangsung, korban anak perlu mendapatkan hak dasar anak termasuk hak untuk pendidikan dan akses
kepada orang tua.

Negara bertanggung jawab untuk membuat korban anak bebas dari stigma yang disebabkan karena perdagangan orang dan anak
6
yang dikandung dan dilahirkan dari seorang korban.
ANAMNESIS

7
Anamnesis

Hal-hal yang sudah ditanyakan pada


Merupakan langkah pertama yang waktu penggalian informasi sebaiknya
bertujuan untuk mendapatkan informasi tidak ditanyakan lagi dalam anamnesis,
lebih dalam tentang kekerasan atau kecuali untuk menegaskan/memastikan
trauma yang dialami dan riwayat kebenarannya. Lakukan dengan cara
kesehatan korban. yang membuat pasien tidak merasa
jenuh atau bosan.

8
HAL PENTING YANG DIPERHATIKAN DALAM ANAMNESIS
BOLEH: TIDAK BOLEH:
Dalam penanganan kasus KtP/A dan TPPO, Berikut ini adalah hal penting yang harus dihindarkan oleh setiap petugas yang
Petugas harus memperhatikan hal-hal sebagai melayani korban:
berikut: 1 Sedapat mungkin tidak melakukan kontak fisik dengan korban kekerasan seksual.
1 Melindungi korban dari pelaku dan upaya 2 Menjanjikan sesuatu kepada korban, keluarganya, saksi maupun sumber informasi
bunuh diri (lihat buku Pedoman Pencegahan lain; ketika memberikan sedikit harapan kepada korban hanya tawarkan apa yang
Tindakan Bunuh Diri (Pegangan bagi petugas mampu diberikan.
kesehatan), Direktorat Kesehatan Jiwa 3 Menggunakan bahan/hasil informasi atau kasus tanpa seizin korban; termasuk ttg
Masyarakat, Departemen Kesehatan RI, Tahun kontak dengan media.
2005).
4 Memanfaatkan posisi sebagai petugas/pengelola unit pelayanan untuk mengambil
2 Melaporkan/memberikan informasi kejadian keuntungan/imbalan dari korban atau keluarganya dalam bentuk apapun;
dugaan kekerasan kepada pihak yang
5 Melakukan kekerasan terhadap korban dalam bentuk apapun; dan
berwenang dengan persetujuan korban
(kecuali yang mengancam keselamatan hidup 6 Membangun hubungan non-profesional dengan korban selama masa pemberian
korban dan kasus dugaaan KtA sesuai pelayanan.
Permenkes No.68 th 2013). 7 Mengungkapkan alamat pribadi kepada korban atau berupaya untuk menampung
di rumah sendiri
3 Menyediakan penanganan medis komprehensif.
8 Mencoba untuk menyelamatkan korban (sendiri) jika tenaga kesehatan belum
4 Merujuk ke jejaring untuk pendampingan
terkait dengan jejaring perlindungan yang sudah ada bagi korban KTP/A dan TPPO
paripurna dan penanganan aspek non-medis.
di daerahnya serta tidak mempunyai, informasi yang cukup tentang jejaring
rujukan yang ada dan pelayanan yang tersedia.
Disamping itu petugas juga harus memperhatikan:
• Selama melakukan anamnesis amati dan observasi perilaku, ekspresi wajah, nada suara,
dan berikan kesempatan seluas-luasnya kepada pasien untuk menceritakan isi hatinya
• Bila pasien masih belum mau berbicara tentang tindak kekerasan yang dialaminya,
petugas kesehatan hendaknya jangan memaksa. Katakanlah bahwa anda dapat
memahami keraguan pasien,
• Menjamin kerahasiaan informasi yang disampaikan pasien. Diperoleh secara cermat, baik
allo maupun autoanamnesa dalam ruangan tersendiri guna menjaga kerahasiaannya.
• Sikap/perilaku pasien dan pengantar dicermati apakah dalam keadaan tertekan atau
terkontrol
• Bila memungkinkan anamnesis dilakukan terpisah antara pasien dan pengantar, untuk
menilai kemungkinan adanya ketidak sesuaian penuturan masing-masing.
• Perhatikan sikap dan perilaku pasien, apakah terlihat takut, cemas, ragu-ragu dan tidak
konsisten dalam memberikan jawaban.
Langkah-langkah melakukan anamnesis:
1. Apabila petugas yang melakukan anamnesis adalah petugas yang sama dengan
penggalian informasi, maka binalah terus rapport (hubungan baik) yang telah terjalin
antara petugas dengan pasien. Apabila petugas yang melakukan anamnesis berbeda
dengan petugas yang melakukan penggalian informasi maka pertama kali adalah
membina hubungan (rapport), antara petugas kesehatan dan pasien, yaitu saling
percaya, saling menghormati, saling menghargai dalam upaya mencari jalan keluar
permasalahan.
2. Lakukan dan minta “informed consent” pasien untuk pemeriksaan dan pembuatan
visum apabila dikemudian hari ada permintaan dari kepolisian untuk dilakukan visum
et repertum. Jelaskan kepada pasien bahwa nanti akan dilakukan pemeriksaan
sehubungan dengan kekerasan yang dialami, dan diperlukan persetujuan pasien.
3. Lengkapi Rekam medis korban. Rekam medis perlu diperlakukan khusus (diberi tanda
khusus dan disimpan sampai 18 tahun), tidak dibuka kecuali untuk yang langsung
berhubungan dengan kasus atas persetujuan tertulis korban atau atas permintaan
pengadilan.
Langkah-langkah melakukan anamnesis:
4. Tanyakan status hubungan pasien dengan pengantar dan sudah berapa lama pasien mengenal
pengantar.
5. Konfirmasi ulang urutan kejadian, apa yang menjadi pemicu, penyiksaan apa yang telah terjadi, oleh
siapa, dimana terjadinya, dengan menggunakan apa, berapa kali dan apa akibatnya terhadap pasien
6. Gali informasi tentang:
• Keadaan kesehatan sebelum trauma
• Adakah riwayat trauma seperti ini sebelumnya
• Adakah riwayat penyakit dan perilaku seperti ini sebelumnya
• Pada anak, diperhatikan apakah ada perubahan perilaku anak setelah mengalami trauma seperti
ngompol, mimpi buruk, susah tidur, menjadi manja, suka menyendiri, murung atau agresif.
• Pernah/tidak mengalami hal seperti ini
• “terlapor adalah orang yang sama/tidak sama
• Keadaan korban lebih berat/ringan/sama dengan keadaan sekarang
• Pernah/tidak pernah mengalami tekanan psikologi oleh pelaku kekerasan
• Ada/tidak ada keluarga korban yang ikut dianiaya
• Ada/tidak ada keluarga korban yang lain ikut menganiaya
Langkah-langkah melakukan anamnesis:
7. Jika ditemukan amnesia (organik atau psikogenik) lakukan konseling atau rujuk jika
memerlukan intervensi psikiatrik.
8. Periksa apakah ada tanda2 penurunan/kehilangan kesadaran yang diakibatkan oleh
pemberian NAPZA
9. Pada kasus kekerasan seksual, ditambah dengan pertanyaan tentang hal-hal sebagai
berikut:
• Waktu dan lokasi kejadian, ada tidaknya kekerasan sebelum kejadian, segala bentuk kegiatan seksual
yang terjadi, termasuk bagian-bagian tubuh yang mengalami kekerasan, ada tidaknya penetrasi, serta
dengan apa penetrasi dilakukan.
• Apa yang dilakukan pasien setelah kejadian kekerasan, apakah pasien mengganti pakaian, buang air
kecil, membersihkan bagian kelamin/dubur, mandi, atau gosok gigi. Pada anak ditanyakan adakah rasa
nyeri, perdarahan dan atau keluarnya sekret dari kemaluan/dubur. Ditanyakan adanya gangguan rasa
nyeri dan gangguan pengendalian BAB/BAK
• Pada pasien kekerasan terhadap perempuan (termasuk remaja) ditanyakan kemungkinan adanya
hubungan seksual dua minggu sebelumnya.
• Riwayat penggunaan kontrasepsi pada kasus KtP
Informed Consent /
Persetujuan Tindakan Medis
• adalah pernyataan persetujuan (consent)
atau izin dari pasien yang diberikan
dengan bebas, rasional, tanpa paksaan
(voluntary) tentang tindakan kedokteran
ya n g a ka n d i l a k u ka n t e r h a d a p ny a
sesudah mendapatkan informasi yang
cukup tentang tindakan kedokteran yang
dimaksud.
• yaitu persetujuan yang diberikan oleh
pasien atau keluarga terdekat setelah
mendapat penjelasan secara lengkap
mengenai tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang akan dilakukan
terhadap pasien.
• Puskesmas/RS dapat menggunakan form
informed consent yang su d a h a d a .
Contoh form Informed consent. 14
Rekam Medis
merupakan berkas berisi catatan dan dokumen penting tentang :
• Identitas pasien
• Pemeriksaan
• Pengobatan
• Tindakan
• Pelayanan lain
• Pada waktu anamnesis isilah rekam medis sesuai dengan hasil anamnesis
• Berikut adalah form Rekam medis kekerasan terhadap perempuan dan anak.
FORM REKAM MEDIS.doc

15
PEMERIKSAAN FISIK

16
Pemeriksaan Fisik
Hal yang perlu diperhatikan:
1. Lakukan pemeriksaan fisik yang menyeluruh dengan ramah dan sopan.
2. Sebelum pemeriksaan fisik, cek apakah sudah dilakukan informed-consent
3. Dipastikan ada yang mendampingi dokter saat melakukan pemeriksaan
4. Pastikan peralatan dan bahan sudah disiapkan sebelum pemeriksaan
5. Selalu beritahu apa yang akan dilakukan dan minta persetujuan kepada pasien sebelum
dilakukan pemeriksaan.
6. Lakukan pemeriksaan keadaan umum, tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital.
7. Selain pemeriksaan fisik umum sebagaimana biasa, lakukan pencatatan khusus pada
rekam medis untuk kekerasan fisik dan seksual.
8. Perhatikan apakah ada luka lama dan baru yang sesuai urutan kejadian peristiwa
kekerasan yang dialami. Catat jenis, lokasi, bentuk, ukuran, dasar dan tepi luka.

17
Perhatian Khusus pada Korban Anak
• Seperti pada pemeriksaan korban dewasa, harus ada pendamping yang dipercaya anak berada di ruang pemeriksaan
dan didapatkan informed-consent dari orang tua atau walinya.
• Jelaskan apa yang akan terjadi selama pemeriksaan dengan menggunakan istilah atau bahasa yang dimengerti anak-
anak.
• Dengan persiapan yang cukup, kebanyakan anak dapat tenang dan mengikuti pemeriksaan. Jika anak tidak dapat
tenang karena nyeri, dapat diberikan parasetamol atau obat nyeri sederhana lainnya.
• Jangan memaksa dengan menakuti anak untuk menyelesaikan pemeriksaan. jika dilakukan akan menambah ketakutan
dan kecemasan anak dan memperburuk dampak psikologis kekerasan.
• Sangat berguna menggunakan boneka tangan untuk mendemonstrasikan prosedur dan posisi. Tunjukan pada anak
perlengkapan pemeriksaan seperti sarung tangan, swab dll.
• Anak kecil dapat diperiksa di pangkuan ibunya, sedangkan yang lebih tua dapat diberikan pilihan duduk di kursi, di
pangkuan ibu atau berbaring di tempat tidur.
• Periksa dan catatlah keadaan gizi (tinggi badan, berat badan dan usianya), higiene dan tumbuh kembang si anak.
Pemeriksaan status tumbuh kembang dan status gizi anak sangat relevan dalam upaya menegakkan ada atau tidaknya
penelantaran.
• Periksa dan catatlah keadaan umum si anak, seperti kesadaran, kooperatif atau non kooperatif, kejang, apnue dan syok.

18
PEMERIKSAAN
SEKSUAL

19
engertian

PERBUATAN CABUL
SEMUA PERBUATAN YG DILAKUKANUTKMENDAPATKAN
KENIKMATAN SEKSUAL DILUAR PERSETUBUHAN DAN TDK
DIKEHENDAKI KORBAN SEKALIGUS MENGANGGU
.
KEHORMATAN / SUSILA

PERSETUBUHAN.
MASUKNYA ALAT KELAMIN PRIA
KE DALAM LIANG VAGINA DGN /
TANPA EYAKULASI
PELECEHAN SEKSUAL :
SEMUA PERLAKUAN SEKSUAL YG TDK DIINGINKAN &
MEMBUAT
SESEORANG MERASA TERHINA, TERTEKAN SERTA
DIRENDAHKAN MARTABATNYA.

PERKOSAAN :
PERSETUBUHAN DILUAR NIKAH DENGAN
PEMAKSAAN, KEKERASAAN & ATAU ANCAMANAN. PER-ZINAH-AN :
ADALAH PERSETUBUHAN YG
DILAKUKAN OLH PASANGAN DIMANA
SALAH SATU / KEDUANYA TLH TERIKAT DLMPERKAWINAN.
( HANYA DPT DITUNTUT BILA ADA PENGADUAN )
PEMERIKSAAN FORENSIK
KASUS KEJAHATAN SEKSUAL

DITUJUKAN UNTUK MENENTUKAN :

1. TANDA – TANDA PERSETUBUHAN


2. PERKIRAAN UMUR
3. TANDA– TANDA KEKERASAN
4. TANDA – TANDA KEMUNGKINAN
ADANYA KELAINAN PSIKOLOGIS

MENGGUMPULKAN SISA2 PERSETUBUHAN


( TRACE EVIDENCE )
BARANG BUKTI LAIN :

1. CELANA DALAM & BAJU YG DIPAKAI PADA KEJADIAN .


2. RAMBUT KEMALUAN (KORBAN DEWASA )
3. SWAB BEKAS GIGITAN.
4. FOTO BEKAS GIGITAN.
5. JARINGAN BAWAH KUKU.
PENATALAKSANAAN
MEDIS

23
Langkah-Langkah Penatalaksanaan Medis
1. Tangani kegawatdaruratan yang mengancam nyawa terlebih dahulu
2. Pastikan keamanan korban
3. Tangani luka sesuai prosedur
4. Bila dicurigai terdapat patah tulang, lakukan rontgen dan penanganan yang sesuai atau rujuk
5. Bila dicurigai terdapat perdarahan dalam, lakukan USG atau rujuk
6. Bersihkan robekan, irisan dan abrasi, hilangkan kotoran, feses dan jaringan mati atau rusak.
Putuskan apakah luka perlu dijahit. Jika ada luka kotor jangan dijahit, pertimbangkan pemberian
antibiotic dan pereda nyeri
7. Jika ada kulit atau mukosa yang robek, profilaksis tetanus harus diberikan meskipun korban sudah
divaksinasi lengkap. Jika vaksin dan immunoglobulin diberikan pada saat bersamaan, penting
untuk menggunakan suntikan berbeda clan titik suntik berbeda
8. Dengarkan dan dukung korban sesuai manual konseling

24
Langkah-Langkah Penatalaksanaan Medis
9. Pada anak korban KtA, informasikan dengan hati-hati hasil pemeriksaan dan kemungkinan dampak
yang terjadi pada anak dan keluarga serta rencana tindak lanjutnya.
10. Pada kasus kekerasan seksual :
• Segera dirujuk ke Rumah Sakit/dokter kebidanan untuk pemeriksaan lebih lanjut (jika tidak
terbiasa menangani kasus kekerasan seksual);
• Periksa dan cegah kehamilan;
• Periksa, cegah dan obati infeksi menular seksual atau rujuk ke RS;
• Berikan konseling untuk pemeriksaan HIV AIDS dalam 6-8 minggu atau rujuk bila perlu
11. Tanyakan makna temuan bagi korban dan keluarganya serta langkah mereka berkaitan dengan
temuan tersebut, lalu terangkan temuan pemeriksaan dan kosekuensinya dengan hati-hati
12. Jika ditemukan masalah gangguan mental, lakukan konseling atau rujuk jika memerlukan
intervensi psikiatrik
13. Periksa dengan teliti dan lakukan pencatatan serta berikan surat-surat yang diperlukan
14. Setiap korban berhak mendapatkan pelayanan rehabilitasi medis maupun rehabilitasi psikososial.

25
Pemberian Terapi Pada Korban kekerasan seksual
Terapi dibedakan jika korban datang dalam waktu 72 jam dan lebih dari 72 jam
Korban datang dalam waktu 72 jam setelah kejadian
Ø Pencegahan Infeksi Menular Seksual (IMS):
• Korban perkosaan harus diberi antibiotik untuk infeksi Klamidia, GO dan Sifilis. Jika diketahui IMS
lain sering dijumpai (seperti Trikomoniasis atau Chancroid), beri terapi preventif untuk infeksi ini
juga
• Berikan regimen terpendek yang ada di protokol lokal yang mudah diberikan
• Hati-hati pada wanita yang hamil tidak boleh minum obat antibiotik tertentu dan sesuaikan terapi
• Regimen pencegahan IMS dapat dimulai bersamaan dengan kontrasepsi darurat dan Post-Exposure
Prophylaxis (PEP) untuk HIV, meskipun dosis harus di bagi (dan diminum bersama makanan) untuk
mengurangi efek samping seperti mual
Pencegahan infeksi HIV
• Lakukan tes HIV (Rapid test) dan PEP harus diberikan kepada korban berdasarkan penilaian risiko
dari anamnesis kejadian perkosaan yang dilakukan dokter dan prevalensi HIV di wilayah tersebut.
Risiko HIV meningkat pada kasus-kasus berikut :jika lebih dari satu pelaku, jika korban memiliki kulit
luka atau rusak, jika terjadi sodomi, jika pelaku diketahui HIV positif atau pengguna jarum suntik.
Jika status HIV tidak diketahui, asumsikan mereka HIV positif, terutama di negara dengan prevalensi
HIV tinggi.
• PEP biasanya terdiri dari 2 atau 3 obat antiretroviral (ARV), diminum 2 kali sehari selama 28 hari.
Obat terdiri dari zidovudine (ZDV atau AZT) dan lamivudine (3TC). Tersedia kombinasi obat ini dalam
1 tablet bernama Combivir.
• Jika tidak memungkinkan korban menerima PEP di tempat anda, rujuk secepat mungkin (dalam
waktu 72 jam setelah kejadian) ke tempat yang menyediakan PEP
• Jika korban datang setelah 72 jam PEP tidak diberikan dan korban dirujuk ke fasyankes yang
memiliki layanan konseling tes sukarela (KTS) yang ada di wilayah anda
Pencegahan kehamilan
• Berikan pil kontrasepsi darurat dalam waktu 72 jam (3 hari) akan mengurangi
kemungkinan hamil antara 56%-93% (cek lagi)
• Regimen kontrasepsi darurat tidak merusak kehamilan yang sudah ada dan bukan
metode untuk aborsi
• Pengunaan kontrasepsi darurat adalah.pilihan pribadi korban. Korban harus
diberikan informed consent sebelum memutuskan menggunakan regimen ini.
• Jika korban adalah anak yang sudah menstruasi, diskusikan mengenai kontrasepsi
darurat dengan korban dan pendampingnya, yang dapat menolongnya mengerti
dan mengambil regimen sesuai kebutuhan
PEMERIKSAAN
PENUNJANG/
LABORATORIUM

29
Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan sesuai kebutuhan dan ketersediaan sarana.
a. Pemeriksaan darah rutin dan pemeriksaan darah lainnya
b. Pemeriksaan urin dan fases
c. Rontgen dan USG
d. Pada kasus kekerasan seksual perlu dilakukan tambahan pemeriksaan penunjang antara lain:
1. Penapisan (skrining) penyakit kelamin
• Tes Rapid Plasma Reagen (RPR) untuk sifilis atau jenis tes cepat lainnya,
• Pewarnaan Gram dan kultur untuk Gonorea, Kultur atau Enzym-linked Immunosorbent
Assay (ELISA) untuk Chlamydia atau jenis tes cepat lainnya,
• Sediaan basah untuk Trichomoniasis,
• Tes HIV (hanya berdasar bukti dan setelah konseling).
2. Tes kehamilan untuk mengetahui kemungkinan terjadinya kehamilan apabila terdapat
indikasi.
3. Pengambilan barang bukti dan sampel yang wajib diambil

30
Pengambilan barang bukti dan sampel yang wajib
diambil pada kasus kekerasan seksual
• Barang bukti utama :
1. Swab/bilas vagina untuk pemeriksaan spermatozoa, sel Infeksi Menular Seksual, DNA
2. Urin untuk pemeriksaan kehamilan, Narkotika dan obat-obatan
3. Swab Mukosa mulut untuk pemeriksaan DNA

• Barang bukti penunjang:


1. Darah untuk pemeriksaan Toksikologi dan Keayahan (apabila telah terjadi kehamilan)
2. Foto dan swab bekas gigitan, untuk pencocokan cetak gigi pelaku dengan gambaran/pola bekas
gigitan
3. Ambil jaringan dibawah kuku apabila ada riwayat korban melawan dengan mencakar untuk
pemeriksaan DNA
4. Sisiran rambut kemaluan bila korban sudah dewasa untuk pemeriksaan DNA
5. Pakaian yang dipakai waktu kejadian (Celana dalam, BH, baju, rok/celana) untuk menemukan sisa
– sisa kejadian (trace evidence) baik berupa sperma, cairan sperma maupun sisa dari pelaku,
rambut pelaku, tanah, rumput dan lain-lain

31
TERIMA KASIH

32

Anda mungkin juga menyukai