Anda di halaman 1dari 30

DETEKSI DINI KORBAN KEKERASAN

TERHADAP PEREMPUAN DAN ANAK


TERMASUK TPPO
upaya yang dilakukan untuk
mengetahui sedini mungkin
apakah seseorang
(perempuan atau anak)
DETEKSI DINI termasuk korban kekerasan,
agar segera dapat dilakukan
tindakan yang tepat untuk
menolong korban

• SKRINING
• PENGGALIAN
INFORMASI
Pokok Bahasan
1. Skrining kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak

2. Penggalian informasi kekerasan terhadap perempuan dan anak


 Faktor risiko kekerasan terhadap perempuan dan anak
termasuk TPPO
 Cara menggali informasi kekerasan terhadap perempuan dan
anak
Pokok Bahasan 1
Skrining Kasus Kekerasan terhadap
Perempuan dan Anak
Korban Orang Dewasa
 Ketidaknyamanan yang terlihat dalam membicarakan
hubungan dalam rumah tangga
 Kehadiran pasangan yang selalu menemani dalam ruang
periksa dan menguasai/mendominasi wawancara, terlalu
perhatian dan tidak meninggalkan korban dengan petugas
kesehatan sedikitpun
 Korban berkali-kali datang dengan keluhan yang tidak jelas
 Korban yang mengeluh masalah kesehatan yang diasosiasikan
dengan kekerasan
 Luka atau memar yang tidak dapat dijelaskan dengan baik dan
tidak konsisten dengan latar belakang kejadian
Korban Orang Dewasa
 Adanyakeluhan subyektif namun tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan fisiknya (keluhan somatik)
 Adanya gejala post traumatic syndrome disorder (PTSD)
 Bisa ditemukan adanya reaksi konversi (Histerical
Convertion/Reaction) yaitu kejang yang diakibatkan bukan karena
adanya gangguan fungsi organ.
 Adanyajeda antara sebuah luka/memar dan datang ke puskesmas
untuk mencari bantuan
 Luka/memar di kepala, leher, dada, payudara, daerah di bawah
perut atau daerah alat kemaluan
 Adanyaluka/memar di beberapa tempat sekaligus dalam kondisi
kesembuhan yang bervariasi
Korban Orang Dewasa
 Luka/memar pada saat hamil, terutama di payudara dan daerah
di bawah perut
 Kesakitan kronis tanpa sebab yang jelas
 Seringnya berkunjung ke Puskesmas, bisa saja ke dokter
spesialis yang berbeda-beda
 Mengalami bermacam-macam Infeksi Menular Seksual (IMS),
hamil, keguguran dan aborsi serta infeksi urin dan vaginal
 Kehamilan yang tidak diinginkan
 Keguguran dan aborsi
 Percobaan bunuh diri
Skrining kasus kekerasan terhadap perempuan
dapat dilakukan dengan menggunakan form
Woman Abuse Screening Tools/WAST (WAST),
namun tidak direkomendasikan dilakukan
secara rutin pada setiap perempuan
Formulir Skrining Kekerasan pada Perempuan
(Woman Abuse Screening Tools/WAST)
No. Responden :

Umur :

Tempat wawancara :

Berilah tanda cek (√) di depan jawaban yang sesuai dengan kondisi Ibu

1. Secara umum, bagaimana Ibu menggambarkan hubungan Ibu dengan

pasangan?

Penuh ketegangan Agak ada ketegangan

Tanpa ketegangan

2. Apakah Ibu dan pasangan Ibu mengatasi pertengkaran mulut dengan

Sangat kesulitan Agak kesulitan Tanpa

kesulitan

3. Apakah pertengkaran mulut mengakibatkan Ibu merasa direndahkan atau

merasa tidak nyaman dengan diri sendiri?

Sering Kadang-kadang Tidak pernah

4. Apakah pertengkaran mulut mengakibatkan pasangan Ibu memukul,

menendang, atau mendorong?

Sering Kadang-kadang Tidak pernah


Korban Anak dan Remaja
Sama dengan korban orang dewasa, ditambah dengan:
 Masalah perkembangan dan tingkah laku seperti
kemunduran perkembangan
 Luka/memar di daerah genital yang tidak sesuai dengan
waktu kejadian
 Masalah psikologis seperti depresi, keinginan/percobaan
bunuh diri, masalah dalam membina kedekatan dengan
orang dewasa (attachment problems), kecemasan, kelainan
tidur atau makan, serangan panik, dan masalah
penyalahgunaan zat adiktif
Tanda-tanda kemungkinan terjadinya
emotional abuse pada anak
 Gejala-gejala fisik dari emotional abuse seringkali tidak sejelas
gejala-gejala kekerasan lainnya

 Penampilan anak seringkali tidak memperlihatkan derajat


penderitaan yang dialaminya

 Cara berpakaian, keadaan gizi, dan kondisi fisik pada


umumnya cukup memadai, namun ekspresi wajah, gerak-gerik
bahasa tubuh seringkali dapat mengungkapkan adanya
kesedihan, keraguan diri, kebingungan, kecemasan, ketakutan
atau amarah yang terpendam
Tanda-tanda kemungkinan terjadinya
penelantaran (neglect) pada anak
 Gagal tumbuh fisik maupun mental
 Malnutrisi, tanpa dasar organik yang sesuai
 Dehidrasi
 Luka atau penyakit yang dibiarkan tidak diobati
 Kulit kotor tidak terawat, rambut dengan kutu-kutu
 Pakaian lusuh dan kotor
 Keterlambatan perkembangan
 Keadaan umum yang lemah, letargik, lelah berkepanjangan
Kecurigaan adanya kekerasan fisik
 Memar dan bilur
 Luka lecet dan luka robek
 Patah tulang
 Luka bakar
 Cedera pada kepala
 Lain-lain : dislokasi pada sendi bahu atau pinggul dan
tanda-tanda luka yang berulang
Kecurigaan adanya kekerasan seksual
 Adanya gejala/penyakit infeksi menular seksual (IMS)
 Infeksi vagina rekuren pada anak < 12 tahun
 Nyeri/perdarahan/secret dari vagina
 Nyeri /Gangguan pengendalian BAB dan BAK
 Cedera pada buah dada, bokong, perut bagian bawah, paha,
sekitar alat kelamin atau dubur
 Pakaian dalam robek atau bercak darah dalam pakaian dalam
 Ditemukan cairan mani di sekitar mulut, genital,anus atau
pakaian
Kecurigaan adanya kekerasan psikis
 Takut berlebihan
 Siaga berlebihan
 Panik
 Perubahan sikap dari periang menjadi pendiam
 Kemunduran perkembangan ( misal; kembali
ngompol)
Pokok Bahasan 2
Cara Penggalian Informasi Kekerasan
Terhadap Perempuan dan Anak
Faktor risiko kekerasan terhadap perempuan
 Faktor Individu: pernah mengalami kekerasan pada
masa anak-anak, menyaksikan KDRT
 Faktor hubungan atau interaksi dengan pasangan:
konflik dalam perkawinan, tingginya kendali laki-laki
 Faktor lingkungan kecil: kurangnya dukungan sosial
dari lingkungan, pengisolasian perempuan
 Faktor masyarakat luas: pemaksaan konsep gender,
budaya permisif hukuman fisik bagi anak dan
perempuan
Faktor risiko kekerasan terhadap anak
 Faktor masyarakat atau sosial: kemiskinan, kriminalitas
yang tinggi, layanan sosial yang rendah, stress pada
pengasuh anak, budaya pola asuh anak dan hukuman
badan pada anak
 Faktor orang tua atau situasi keluarga: orangtua yang
masih remaja, riwayat orangtua mendapatkan kekerasan,
KDRT, anak yang banyak, kehamilan tidak diinginkan, dll
 Faktor anak: anak dengan disabilitas atau dengan masalah
perilaku/emosi, BBLR karena kecenderungan terjadinya
gangguan pertumbuhan dan perkembangan
Beberapa hal yang harus dicermati pada korban anak:
 Riwayat kecelakaan tidak cocok dengan jenis atau beratnya trauma. Misalnya
distribusi atau jenis lesi tidak sesuai dengan riwayat kejadian yang diceritakan atau
riwayat kejadian menyatakan trauma ringan tetapi dijumpai trauma yang berat.
 Riwayat bagaimana kecelakaan terjadi tidak jelas atau pengasuh (orangtua) tidak
tahu bagaimana terjadinya kecelakaan.
 Riwayat kecelakaan berubah-ubah ketika. diceritakan kepada petugas kesehatan
yang berlainan.
 Orangtua jika ditanya secara terpisah memberi keterangan yang saling
bertentangan.
 Riwayat yang tidak masuk akal. Anak dikatakan mengerjakan sesuatu yang tidak
mugkin untuk tahap perkembangannya. Misalnya, anak dikatakan terjatuh ketika
memanjat, padahal duduk pun belum bisa.
Observasi pada tanda-tanda dugaan kekerasan terhadap anak

Lakukan juga observasi pada tanda-tanda dibawah ini:


 Adanya keterlambatan yang bermakna antara saat kecelakaan dan
saat mencari pertolongan medis.
 Orangtua mungkin tidak memperlihatkan kepedulian yang memadai
sesuai dengan derajat berat trauma.
 Interaksi pengasuh(orangtua)-anak yang patologis. Mungkin
dijumpai terlihat pengharapan yang tidak realistis, keinginan yang
tidak memadai atau perilaku marah yang impulsif yang diperlihatkan
oleh pengasuh (orangtua). Pengasuh (orangtua) sering tidak sadar
akan kebutuhan anak.  
Faktor-faktor Risiko Kekerasan terhadap Anak
Faktor Risiko Tindak Pidana
Perdagangan Orang

Orang-orang yang rentan menjadi target TPPO


adalah:
 Anak-anak
 Perempuan
 Kelompok sosial ekonomi lemah
 Kelompok yang termarginalisasi
 Kelompok berpendidikan rendah
 Orang yang tinggal di daerah dengan instabilitas
politik, perang, konflik, pengungsi terutama
perempuan dan anak-anak
 Perhatikan perilaku dan emosi anak sebagai dampak kekerasan
Kelompok
Usia Reaksi
2-5 Tahun sangat takut terhadap hal-hal nyata dan/atau terhadap hal-hal yang
dibayangkannya.
memberikan reaksi yang berlebihan terhadap semua hal yang mengingatkan
mereka pada pengalaman yang menimbulkan stres tersebut
Perilaku dan reaksi emosi yang harus diamati:
a. Cemas perpisahan,
b. Perilaku regresif, kembali ke tahap perkembangan yang lebih awal,
c. Kehilangan kemampuan lain yang baru dicapainya,
d. Mimpi buruk dan mengigau.
 Perhatikan perilaku dan emosi anak sebagai dampak kekerasan
Kelompok
Usia Reaksi
6-12 tahun • Mampu mengingat kejadian dengan benar dan dapat memahami makna
peristiwa yang telah menimpa mereka
• Berkhayal bahwa mereka mampu menghadapi kejadian buruk
• Setelah melewati pengalaman yang sangat mencekam, anak-anak menjadi
ketakutan terhadap lingkungan sekitarnya dan terhadap orang lain
Perilaku dan reaksi emosi yang harus diamati:
a. Kesulitan belajar, sulit konsentrasi dan kegelisahan
b. Cemas pasca trauma
c. Agresif
d. Depresi
e. Sulit tidur
f. Bertingkah laku seperti anak yang lebih kecil
 Perhatikan perilaku dan emosi anak sebagai dampak kekerasan
Kelompok
Usia Reaksi
13-18 tahun • Lebih mudah terpengaruh oleh kejadian yang penuh stres
• Umumnya tidak mengatasi stres dengan cara berimajinasi atau bermain.
Mereka sudah lebih mampu menceritakan kejadian yang telah menimpa
mereka.
Perilaku dan reaksi emosi yang harus diamati:
a. Merusak diri sendiri,
b. Keluhan fisik yang tidak jelas penyebabnya, kecemasan yang terus
menerus serta kegugupan.
Cara-Cara Penggalian Informasi

Awali dengan:
1. Membina hubungan baik dan kepercayaan dari korban untuk
menjawab pertanyaan yang diajukan
2. Menjaga privasi dan kerahasiaan
3. Memberi rasa aman dan nyaman
Penggalian Informasi Kekerasan Pada Perempuan
Jangan mengungkapkan adanya isu kekerasan kecuali perempuan itu
dalam keadaan sendiri, dan tidak ditemani oleh orang/perempuan
lain. Apabila petugas bertanya tentang kekerasan yang dialaminya,
lakukan dengan empati dan sikap tidak menghakimi. Gunakan Bahasa
yang sesuai dengan budaya setempat. Beberapa perempuan tidak
suka dengan kata-kata kekerasan atau penyalahgunaan. Sangat
penting untuk menggunakan istilah yang biasa dia pakai sehari-hari.
Penggalian Informasi Kekerasan Pada Anak

Tips wawancara pada anak


1. Tanyakan pertanyaan terbuka dan konkrit yang saling berkaitan,
misalnya
 Apa yang kamu rasakan?
 Apa yang kamu lihat?
 Apa yang kamu cium (Kamu membaui apa)?
2. Dalam melakukan wawancara usahakan untuk membantu pasien
agar ia mampu mengingat suatu kejadian
3. Gunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh anak, jangan
gunakan bahasa yang jarang digunakan atau tidak populer
4. Gunakan nama panggilan daripada nama resminya
5. Jika perlu dapat digunakan pertanyaan tertutup
Rangkuman
 Deteksi dini pada kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak
termasuk TPPO dapat dilakukan dengan skrining kasus KtP/A dan menggali
informasi terhadap kecurigaan kasus KtP/A.
 Pada tahap skrining, tenaga kesehatan harus mampu untuk mengenali
tanda-tanda kekerasan pada korban dewasa dan anak, termasuk
eksploitasi seksual.
 Tahap menggali informasi pada kasus KtP/A dilakukan dengan mengetahui
faktor-faktor risiko KtP/A termasuk TPPO serta dampaknya.
TERIMAKASIH

Anda mungkin juga menyukai