Anda di halaman 1dari 7

ANALISA DRAFT PERJANJIAN PERUBAHAN PERJANJIAN PEMBIAYAAN

INVESTASI EKSPOR BERDASARKAN PRINSIP MUSYARAKAH MUTANAQISAH

Bahwa dalam kesempatan kali ini kami akan melakukan Analisa terkait draft perjanjian
perubahan perjanjian pembiayaan investasi ekspor berdasarkan prinsip musyarakah
mutanaqisah yang direncanakan akan merubah perjanjian pembiayaan investasi ekspor
berdasarkan prinsip Wakalah Bi Uljrah wal Murabahah No 16 tertanggal 27 desember 2013.
Untuk melakukan Analisa draft perjanjian tersebut kami akan meninjau dari sudut pandang
penerapan prinsip Syariah yaitu musyarakah mutanaqisah.

Draft Perubahan ini diajukan sehubungan dengan adanya Permohonan relaksasi Fasilitas
Pembiayaan Investasi Ekspor (PIE) yang diajukan PT SMIP sebagaimana surat nomor
:101/VII/SMIP/PB/2018 dan surat kedua pada 8 Agustus 2018 dengan No.
106/VII/SMIP/PB/2018 dan atas permohonan PT SMIP tersebut LPEI memberikan
persetujuan dengan perubahan syarat sesuai dengan surat No.0258/SYR/08/2018 tertanggal
27 Agustus 2018.

Persetujuan tersebut diberikan LPEI dengan syarat salah satunya dengan melakukan
perubahan prinsip semula Wakalah Bi Uljrah wal Murabahah menjadi musyarakah
mutanaqisah, syarat perubahan tersebut di tentukan oleh LPEI sehubungan dengan keadaan
keuangan PT SMIP yang tidak memungkinkan menyelesaikan kewajibannya sesuai dengan
perjanjian pembiayaan investasi ekspor berdasarkan prinsip Wakalah Bi Uljrah wal
Murabahah No 16 tertanggal 27 desember 2013 beserta seluruh perubahannya terakhir
dengan perubahan keenam perjanjian pembiayaan investasi ekspor berdasarkan prinsip
Wakalah Bil Ujrah Wal Murabahah No. 509/ADDPK/03/2018 yang dibuat dibawah tangan
tertanggal 27 -03-2018.

Dengan diajukannya syarat persetujuan dan draft perjanjian perubahan perjanjian pembiayaan
investasi ekspor berdasarkan prinsip musyarakah mutanaqisah hal ini dapat diartikan bahwa
akan dilakukan konversi prinsip semula Wakalah Bil Ujrah Wal Murabahah menjadi
musyarakah mutanaqisah. Untuk itu maka dengan ini akan kami sampaikan Analisa atas
pokok-pokok draft perjanjian perubahan perjanjian pembiayaan investasi ekspor berdasarkan
prinsip musyarakah mutanaqisah sebagai berikut :
1. Draft perjanjian perubahan perjanjian pembiayaan investasi ekspor
berdasarkan prinsip musyarakah mutanaqisah menganut prinsip musyarakah
mutanaqisah dengan adanya Ijarah (Perhatikan : Halaman 11 Draft Perjanjian)
2. Didalam Draft perjanjian tersebut juga memuat ketentuan tentang :
a) Penjadwalan Kembali hutang margin PIE murabahah lama yang belum
terbayarkan
b) Penjadwalan Kembali denda PIE Murabahah lama yang belum
dibayarkan.
3. LPEI memberikan Fasilitas pembiayaan PIE sebesar USD 30.759.025,44
dengan jangka waktu 120 Bulan dengan pembayaran pertama untuk bulan Juli
2020
4. LPEI memberikan penjadwalan Kembali hutang margin PIE murabahah lama
yang belum terbayarkan sebesar USD 3.200.673,67 dengan jangka waktu 120
Bulan
5. LPEI memberikan penjadwalan Kembali Denda PIE murabahah lama yang
belum terbayarkan sebesar USD 1.124.735,47 dengan jangka waktu 120 Bulan
6. Adanya pembagian hasil sewa (ijarah) atas asset MMQ.
7. Mekanisme konversi dimana pencairan fasilitas baru PIE sebesar USD
30.759.025,44 wajib langsung dipergunakan PT SMIP untuk melunasi sisa
hutang (Outstanding) perjanjian pembiayaan investasi ekspor berdasarkan
prinsip Wakalah Bi Uljrah wal Murabahah No 16 tertanggal 27 desember
2013 (Perhatikan : draft perjanjian halaman 11)
8. Pencairan fasilitas baru PIE dari LPEI tersebut sebagai harga pengambil alihan
asset PT SMIP dengan perjanjian pengalihan yang akan dilakukan secara
terpisah dibawah tangan atau notarial (Perhatikan halaman 11)
9. Terdapat 4 aset yang kepemilikannya dialikan kepada LPEI yaitu SHGB No
50, SHGB no 51, SHGB No 52 dan SHGB No 53 dengan nilai ke-4 aset
tersebut sebesar Rp.529.287.150.000 (Perhatikan lampiran perjanjian).
10. Ke-4 aset tersebut Sebagian diambil alih LPEI dengan nilai
Rp.452.465.261.151 atau senilai USD 30.759.025,44 atau setara dengan
76,33% dari total nilai asset. Hal tersebut artinya PT SMIP memiliki porsi
kepemilikan sebesar 23,61% atau senilai Rp.139.421.885.859.
11. Bahwa kepemilikan asset bagian LPEI sebesar 76,33% akan berangsur susut
sampai dengan 120 Bulan
12. Selama perjanjian berlangsung porsi kepemilikan LPEI sebesar 76.33%
tersebut disewakan kepada PT SMIP, dan PT SMIP wajib membayar sewa
sesuai harga sewa, pembagian hasil uang sewa sesuai dengan lampiran
perjanjian.
13. Bahwa selain itu PT SMIP juga wajib untuk membeli porsi kepemilikan LPEI
sebesar 76,33% selama 120 Bulan (Perhatikan : Lampiran perjanjian)
14. Kemudian ternyata PT SMIP juga masih diwajibkan untuk membayar hutang
margin PIE murabahah lama dan Denda PIE murabahah lama yang belum
terbayarkan.
15. Sehingga PT SMIP memiliki kewajiban pembayaran :
1) Membayar Outstanding Pokok PIE murabahah lama dengan dana yang
berasal dari pencairan fasilitas MMQ baru dari LPEI.
2) Membayar Angsuran pembelian Porsi kepemilikan 76.33%
3) Membayar bagi hasil sewa porsi kepemilikan 76,33%
4) Membayar hutang margin PIE murabahah lama
5) Membayar Denda PIE murabahah lama
16. LPEI memiliki kewajiban :
1) Mencairkan Fasilitas PIE MMQ kepada PT SMIP
2) Menjadwalkan kembali hutang margin PIE murabahah lama
3) Menjadwalkan kembali Denda PIE murabahah lama
4) Menjual porsi kepemilikannya kepada PT SMIP
17. Perjanjian tersebut juga menyebutkan bahwa PT SMIP sebagai nasabah
menyerahkan jaminan syarakat adanya jaminan
Eksisting (artinya sudah diikat jaminan hak tanggungan berdasarkan perjanjian
sebelumnya) yaitu :
- SHGB 50 (HT peringkat I) atas nama PT Bangun Harta Mandiri
- SHGB 51 (HT peringkat I) atas nama PT Sumber Mutiaraa Indah
Perdana
- SHGB 52 (HT peringkat I) atas nama PT Jaya Abadi Bersama
- SHGB 53 (HT peringkat I) atas nama PT Sukses Makmur Perdana
- SHM No 8412 (HT peringkat I) atas nama Nyonya Janda Suainie
- Fidusia peralatan produksi senilai USD 35.000.000
- Fidusia persediaan seniali Rp.50.000.000.000
- Jaminan perorangan atas nama Harry Hartono
- Jaminan Perseorangan atas nama Ny. Rosmina Amelia
Tambahan
1) SHGB 50 (HT peringkat II) atas nama PT Bangun Harta Mandiri
2) SHGB 51 (HT peringkat II) atas nama PT Sumber Mutiaraa Indah
Perdana
3) SHGB 52 (HT peringkat II) atas nama PT Jaya Abadi Bersama
4) SHGB 53 (HT peringkat II) atas nama PT Sukses Makmur Perdana
5) SHM No 8412 (HT peringkat II) atas nama Nyonya Janda Suainie
6) Gadai saham PT Sumber Mutiara Indah Perdana milik PT Karya Niaga
Beras Mandiri seluruhnya
7) Gadai saham PT Sumber Mutiara Indah Perdana milik Suainie
seluruhnya.
18. Perjanjian pengikatan perjanjian tersebut akan dilakukan dengan perjanjian
tersendiri setelah perjanjian pembiayaan dibuat, maksimal 6 bulan.
19. LPEI sewaktu-waktu dapat meminta jaminan tambahan selain tersebut diatas
jika jaminan yang ada dirasa tidak mencukupi. (perhatikan: halaman 22)
20. Dalam penerapan prinsip Musyarakah mutanaqisah PT SMIP berperan ganda
yaitu sebagai nasabah (Musyarik) sekaligus sebagai penyewa (Lessee)
(perhatikan Halaman 25).
21. Terdapat ketentuan khusus dimana pabrik milik PT SMIP wajib beroperasi
selambat-lambatnya pada 30 November 2020, jika belum beroperasi maka
LPEI berhak untuk mencari investor baru untuk mengelola, termasuk
pengambil alihan operasional / kepemilikan usaha PT SMIP. (Perhatikan
Halaman 33)
22. Selain itu terdapat ketentuan yang menyatakan perjanjian pembiayaan
investasi ekspor berdasarkan prinsip Wakalah Bi Uljrah wal Murabahah No 16
tertanggal 27 desember 2013 beserta seluruh perubahnnya tetap berlaku
menjadi satu kesatuan dengan perjanjian tersebut (Perhatikan Halaman 35)

HASIL ANALISA :

1. Bahwa perubahan prinsip seharusnya mengacu pada fatwa Dewan Syariah Nasional
NO. 49/DSN-MUI/II/2005 :
MEMUTUSKAN

Menetapkan : FATWA TENTANG KONVERSI AKAD MURABAHAH


Pertama : Ketentuan Konversi Akad
LKS boleh melakukan konversi dengan membuat akad (membuat akad
baru) bagi nasabah yang tidak bisa menyelesaikan/ melunasi
pembiayaan murabahahnya sesuai jumlah dan waktu yang telah
disepakati, tetapi ia masih prospektif, dengan ketentuan:

a. Akad murabahah dihentikan dengan cara:


i. Obyek murabahah dijual oleh nasabah kepada LKS
dengan harga pasar;
ii. Nasabah melunasi sisa hutangnya kepada LKS dari
hasil penjualan;
iii. Apabila hasil penjualan melebihi sisa hutang maka
kelebihan itu dapat dijadikan uang muka untuk akad
ijarah atau bagian modal dari mudharabah dan
musyarakah;
iv. Apabila hasil penjualan lebih kecil dari sisa hutang
maka sisa hutang tetap menjadi hutang nasabah yang
cara pelunasannya disepakati antara LKS dan
nasabah.
b. LKS dan nasabah ex-murabahah tersebut dapat membuat akad
baru dengan akad:
i. Ijarah Muntahiyah Bit Tamlik atas barang tersebut di
atas dengan merujuk kepada fatwa DSN No. 27/DSN-
MUI/III/2002 tentang Al Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-
Tamlik;
ii. Mudharabah dengan merujuk kepada fatwa DSN No.
07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh); atau
iii. Musyarakah dengan merujuk kepada fatwa DSN No.
08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan
Musyarakah.
2. Berdasarkan fatwa Dewan Syariah Nasional tersebut diatas, maka draft perjanjian
tersebut bertentangan dengan fatwa Dewan Syariah Nasional karena :
a) Mekanisme seharusnya mengakhiri perjanjian pembiayaan investasi ekspor
berdasarkan prinsip Wakalah Bi Uljrah wal Murabahah No 16 tertanggal 27
desember 2013 bukan dengan merubah.
b) Cara yang seharusnya dilakukan untuk mengakhiri perjanjian pembiayaan
investasi ekspor berdasarkan prinsip Wakalah Bi Uljrah wal Murabahah No 16
tertanggal 27 desember 2013 dengan cara PT SMIP melunasi seluruh
kewajibannya dengan cara menjual obyek murabahah kepada LPEI.
c) Sehingga draft perjanjian seharusnya sepenuhnya adalah perjanjian yang
bersifat baru dengan akad baru dan prinsip yang baru pula, dengan keadaan
baru dimana obyek murabahah yang semula sepenuhnya milik LPEI menjadi
kepemilikan terbagi secara proposional antara LPEI dan PT SMIP.
d) Mengingat Obyek Murabahah sebelumnya adalah pembangunan pabrik gula
kristal putih PT SMIP dan untuk pembayaran atas barang-barang sehubungan
dengan pembangunan pabrik gula (Perhatikan perjanjian 27 desember 2013
halaman 13), maka seharusnya yang dijual PT SMIP kepada LPEI adalah
bangunan pabrik dan seluruh perlengkapannya yang dibeli dari fasilitas L/C
dan SKBDN LPEI milik PT SMIP.
e) Bahwa ternyata didalam Draft perjanjian perubahan perjanjian pembiayaan
investasi ekspor berdasarkan prinsip musyarakah mutanaqisah asset PT SMIP
yang dijual kepada LPEI adalah :
- SHGB 50 atas nama PT Bangun Harta Mandiri
- SHGB 51 atas nama PT Sumber Mutiara Indah Perdana
- SHGB 52 atas nama PT Jaya Abadi Bersama
- SHGB 53 atas nama PT Sukses Makmur Perdana
Yang menjadi perhatian kami adalah ke-3 aset tersebut diatas tercantum bukan
atas nama PT SMIP, sehingga ke-3 aset tersebut bukan milik PT SMIP selaku
calon mitra sebagaimana draft perjanjian baru yang menganut prinsip
musyarakah mutanaqisah.
Kemudian ke-empat asset tersebut diatas ha katas tanahnya masih terdapat
beban hak tanggungan atas kewajiban PT SMIP sebagaimana perjanjian
sebelumnya, sehingga pengalihan asset tidak dapat dilakukan karena 3 aset
bukan milik PT SMIP dan karena masih terdapat beban hak tanggungan diatas
kesemuanya.
f)
3. Tentang Jaminan yang diserahkan PT SMIP kepada LPEI, menurut dewan Syariah
nasional, jaminan sebenarnya dilarang untuk diminta LPEI dikecualikan dapat
diberikan atas inisyatif PT SMIP, oleh karenanya redaksi dalam perjanjian disebutkan
“Jaminan akan diserahkan PT SMIP”, namun jika diperhatikan lebih lanjut beberapa
jaminan kebendaan yang ada tercatat masih menjadi milik pihak-pihak selain PT
SMIP sehingga diperlukan alas hak dari PT. Bangun Harta Mandiri, PT Jaya Abadi
Bersama, PT Sukses Makmur Perdana dan Ny.Suainie untuk menjamin kewajiban PT
SMIP kepada LPEI.
4. Lebih lanjut tentang jaminan ternyata terdapat klausula khusus yang menyatakan
LPEI dapat meminta jaminan tambahan sewaktu-waktu kepada PT SMIP, dan
terdapat klausul jaminan tambahan atas hak tanggungan peringkat II atas obyek yang
sama, dengan adanya ketentuan tersebut menunjukkan eksistensi kewajiban PT SMIP
berdasarkan perjanjian sebelumnya belum diakhiri, hal ini tentu bertentangan dengan
Fatwa DSN.
5. Eksistensi dan urgensi jaminan dalam perjanjian prinsip musyarakah mutanaqisah
sebenarnya tidak terlalu penting, karena LPEI sebagai Kreditur turut memiliki dengan
struktur porsi permodalan sebanyak 76,33%, dengan adanya jaminan menunjukan
bahwa perjanjian tersebut adalah jaminan untuk pembayaran suatu hutang, karena
konsep musyarakah mutanaqisah adalah kerja sama permodalan dengan ijarah
(keuntungan sewa) yang dibagi proposional bukan pembiayaan.
6. Bahwa asset yang dialihkan kepada LPEI adalah 4 aset yang sudah terikat jaminan
sebelumnya kemudian kepemilikannya dialihkan kepada LPEI sebanyak 76.33%
padahal 3 aset tersebut adalah milik subyek hukum selain PT SMIP, bahwa
pengalihan ha katas tanah yang sebelumnya masih terdapat beban hak tanggungan
tidak dimungkinkan secara hukum jaminan.
7. Dari hal-hal tersebut diatas, draft perjanjian perubahan perjanjian pembiayaan
investasi ekspor berdasarkan prinsip Musyarakah Mutanaqishah bertentangan dengan
prinsip musyarakah mutanaqishah karena klausula yang ada didalamnya menunjukan
keadaan ketidak-adilan, ketidak setaraan posisi LPEI dengan PT SMIP karena prinsip
musyarakah mutanaqishah pada pokoknya adalah bentuk hubungan kemitraan yang
berbagi keuntungan dan resiko.

Anda mungkin juga menyukai