Oleh Kelompok 6 :
Putri Andres Nim: 2130401104
Refaldi R. Ihsan Nim: 2130401114
Dosen Pengampu:
Farid Ahmad Marlion, SE., ME
Shalawat serta salam kami ucapkan kepada nabi junjungan kita umat Islam
yakni nabi besar Muhammad SAW yang mana beliau telah membawa kita dari zaman
jahiliyah sampai ke zaman yang berilmu pengetahuan seperti saat ini.
Kami dari kelompok 6 telah menulis satu makalah dengan judul “Kebijakan
Bagi Hasil (Funding-Financing), Mark-Up Dan Ujrah/Sewa” dibawah bimbingan
bapak Farid Ahmad Marlion, SE., ME. Apabila ada dalam penulisan makalah yang
kami susun terdapat kesalahan yang tidak kami sengaja, maka kami kelompok 6
mengharapkan saran dan kritikan dari peserta diskusi semua yang bersifat
membangun demi menyempurnaan makalah kami ini, atas ide dan gagasan audien
kami ucapkan terima kasih.
Pemakalah Kelompok 6
ii
DAFTAR ISI
A. Kesimpulan ........................................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PPENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
Bertitik tolak dari latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang
dapat dibahas antara lain:
C. Tujuan Masalah
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini
yaitu:
1
BAB II
PEMBAHASAN
1
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 31/Pojk.05/2014 Tentang Penyelenggaraan Usaha
Pembiayaan Syariah
2
B. Penentuan Kebijakan Bagi Hasil (Funding-Financing)
Produk pembiayaan syariah yang di dasarkan dari bagi hasil, terdiri dari 2
bentuk, yaitu:
1. Pembiayaan Musyarakah
3
c. Menjalankan proyek musyarakah dengan pihak lain tanpa izin pemilik
modal lainnya.
d. Memberi pinjaman kepada pihak lain
e. Setiap pemilik modal dianggap mengakhiri kerja sama apabila:
f. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan proyek dan jangka waktu proyek
harus diketahui bersama. Keuntungan dibagi sesuai porsi kesepakatan
sedangkan kerugian dibagi sesuai dengan porsi kontribusi modal.
g. Proyek yang akan dijalankan harus disebutkan dalam akad. Setelah
proyek selesai nasabah mengembalikan dana tersebut bersama bagi hasil
yang telah disepakati untuk bank.
2. Pembiayaan Mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerja sama anatara dua atau lebih pihak di mana
pemilik modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian
pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam paduan
kontribusi 100% modal kas dari shahib al-maal dan keahlian dari mudharib.
Transaksi jenis ini tidak mensyaratkan adanya wakil shahib al-maal dalam
manajemn proyek. Sebagai orang kepercayaan, mudharib harus bertindak hati-
hati dan bertanggung jawab untuk setiap kerugian yang terjadi akibat kelalaian.
Sedangkan sebagai wakil shahib al-maal dia diharapkan untuk mengelola
modal dengan cara tertentu untuk menciptakan laba optimal.6
6
Ibid.
4
Ketentuan umum skema pembiayaan mudharabah adalah sebagai berikut:7
c. Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap
bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal
menanggung seluruh kerugian kecuali akibat kelalaian dan penyimpangan
pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan
dana.
d. Bank berhak melakukan pengawasan terhadap pekerjaan namun tidak
berhak mencampuri urusan pekerjaan/usaha nasabah. Jika nasabah cidera
janji dengan sengaja, misalnya tidak mau membayar kewajiban atau
menunda pembayaran kewajiban, maka ia dapat dikenakan sanksi
administrasi. Jasa Perbankan Syariah
7
Ibid.
5
dilakukan.8 Seringkali bank syariah telah menetapkan persentase margin dari
pembiayaan yang dilakukan, dengan demikian bank syariah telah menetapkan
marginnya, meskipun barang belum tersedia.
1. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
2. Barang yang diperjual belikan tidak diharamkan oleh syariat Islam
3. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah
disepakati kualifikasinya.
4. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan
pembelian ini harus sah dan bebas riba.
5. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian,
misalnya jika pembelian dilakukan secara utang. Bank kemudian menjual
barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga jual senilai harga plus
keuntungannya. Dalam kaitan ini bank harus memberitahu secara jujur harga
pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
6. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka
waktu tertentu yang telah disepakati.
7. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut,
pihak bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
8
Fakhrina, A. (2015). Pengaruh Suku Bunga Kredit Dan Deposito Bank Konvensional
Terhadap Margin Pembiayaan Murabahah Bank Syariah Di Indonesia. Jurnal
Penelitian, 12(1), 47-48.
9
Agustin, H., & Febria, H. (2019). Analisis Perbedaan Pembiayaan Murabahah Bank Syariah
Mandiri Dan Bmt “X” Di Pekanbaru. Jurnal Tabarru': Islamic Banking and Finance, 2(1), 52-
53.
6
8. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang kepada
pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara
prinsip menjadi milik bank.
Aturan yang dikenakan kepada nasabah dalam murabahah ini dalam fatwa
adalah sebagai berikut:10
10
Ibid.
7
D. Penentuan Kebijakan Ujrah/Sewa
Ketentuan kebijakan ujrah/sewa diatur dalam fatwa dewan syariah nasional
Nomor: 56/DSN-MUI/V/2007 tentang ketentuan review ujrah pada lembaga
keuangan syariah, yaitu:11
1. Review Ujrah boleh dilakukan antara para pihak yang melakukan akad Ijarah
apabila memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Terjadi perubahan periode akad Ijarah;
b. Ada indikasi sangat kuat bahwa bila tidak dilakukan review, maka akan
timbul kerugian bagi salah satu pihak;
c. Disepakati oleh kedua belah pihak.
2. Review atas besaran ujrah setelah periode tertentu :
a. Ujrah yang telah disepakati untuk suatu periode akad Ijarah yang telah
berlalu tidak boleh dinaikkan;
b. Besaran ujrah boleh ditinjau ulang untuk periode berikutnya dengan cara
yang diketahui dengan jelas (formula tertentu) oleh kedua belah pihak;
c. Peninjauan kembali besaran ujrah setelah jangka waktu tertentu harus
disepakati kedua pihak sebelumnya dan disebutkan dalam akad.
d. Dalam keadaan sewa yang berubah-ubah, sewa untuk periode akad pertama
harus dijelaskan jumlahnya. Untuk periode akad berikutnya boleh
berdasarkan rumusan yang jelas dengan ketentuan tidak menimbulkan
perselisihan.
11
Dewan Syariah Nasional Nomor: 56/DSN-MUI/V/2007 Tentang Ketentuan Review
Ujrah Pada Lembaga Keuangan Syariah
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penentuan kebijakan bagi hasil (funding-financing) didasarkan atas prinsip
sebagai berikut:
1. Pembiayaan musyarakah
Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah musyarakah (syirkah atau
syarikah). Transaksi musyarakah dilandasi adanya keinginan para pihak yang
bekerja sama untuk meningkatkan nilai aset yang mereka miliki secara
bersama-sama. Semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih di
mana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya
baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
2. Pembiayaan mudharabah
Mudharabah adalah bentuk kerja sama anatara dua atau lebih pihak di mana
pemilik modal kepada pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian
pembagian keuntungan. Bentuk ini menegaskan kerja sama dalam paduan
kontribusi 100% modal kas dari shahib al-maal dan keahlian dari mudharib.
3. Penentuan kebijakan mark-up ditetapkan dengan tujuan tersendiri, yakni untuk
menutup biaya tidak langsung serta laba-rugi usaha.
9
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal:
Agustin, H., & Febria, H. (2019). Analisis Perbedaan Pembiayaan Murabahah Bank
Syariah Mandiri Dan Bmt “X” Di Pekanbaru. Jurnal Tabarru': Islamic
Banking and Finance, 2(1), 52-53.
Fakhrina, A. (2015). Pengaruh Suku Bunga Kredit Dan Deposito Bank Konvensional
Terhadap Margin Pembiayaan Murabahah Bank Syariah Di Indonesia.
Jurnal Penelitian, 12(1), 47-48.
Web:
10