Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

Manajemen investasi dan pembiayaan


Diajukan untuk memenuhi tugas terstruktur dalam mata kuliah Manajemen
Operasional Bank Syariah

Disusun oleh
Kelompok 7

Winda Yeliani 3313.119


Wina Yusria 3318.132
Zikra Febriansyah Putra 3318.137

Dosen Pembimbing
ASNAH SE, MM

PROGRAM STUDI S1 PERBANKAN SYARIAH


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) BUKITTINGGI
TAHUN AKADEMIK 2020/2021
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum wr. Wb

Dengan menyebut nama Allah SWT Yang maha pengasih lagi maha
penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadiranya, yang telah
melimpahkan rahmat-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah Kewirausahaan tentang MANAJEMEN INVESTASI DAN
PEMBIAYAAN.

Makalah ini telah kami susun dengan semaksimal mungkin dan


mendapat bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat mempelancar pembuatan
makalah ini.Untuk itu kami menyampaikan banyak terimakasih kepada semua
pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala kritik dan saran dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ini

Wassalamualikum wr. Wb

Bukuiitinggi, 28 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...................................................................................i


DAFTAR ISI ................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN ..............................................................................
1.1 Latar belakang ..................................................................................1
1.2 Rumusan masalah ..............................................................................1
1.3 Tujuan penulisan ................................................................................1

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................


2.1 PEMBIAYAAN MODAL KERJA ....................................................2
2.2 PEMBIAYAAN INVESTASI ...........................................................9
2.3 PEMBIAYAAN KONSUMTIF ......................................................11
2.4 PEMIBIAYAAN MANAJEMAN BANK SYARIAH ....................13

BAB III PENUTUP ........................................................................................


3.1 KESIMPULAN ................................................................................16
3.2 SARAN ............................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................17

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Kunci keberhasilan manajemen bank syari’ah sangat ditentukan oleh
bagaimana bank tersebut dapat merebut hati masyarakat, sehingga peranan
bank syari’ah tersebut sebagai financial intermediary berjalan dengan baik.
Jika peranan bank syari’ah tersebut berjalan dengan baik, barulah bank
syari’ah dapat dikatakan berhasil. Jadi, bagaimana usaha bank melayani
sebaik-baiknya, mereka yang kelebihan uang dan menyimpan uangnya
dalam bentuk giro wadi’ah deposito mudharabah, tabungan wadi’ah
maupun tabungan mudharabah, serta melayani kebutuhan uang
masyarakat, melalui pemberian pembiayaan. Hal demikianlah yang
merupakan kunci keberhasilan dari sebuah bank.
1.2 RUMUSAN MASALAH
A. Apa itu Pembiayaan Modal Kerja?
B. Apa itu Pembiayaan Investasi?
C. Apa itu Pembiayaan Konsumtif?
D. Apa itu Pembiayaan Manajemen Bank Syariah?
1.3 TUJUAN
A. Untuk mengetahui Pembiayaan Modal Kerja
B. Untuk mengetahui Pembiayaan Investasi
C. Untuk mengetahui Pembiayaan konsumtif
D. Untuk mengetahui Pmebiayaan Manajemat Bank Syariah

1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PEMBIYAAN MODAL KERJA SYARIAH
Secara umum, yang dimaksud dengan pembiayaan modal kerja
syariah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada
perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya
berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
Berdasarkan akad yang digunakan dalam produk pembiayaan syariah,
jenis Pembiayaan Modal Kerja (PMK) dapat dibagi menjadi lima macam,
yakni :
a. Pembiayaan Modal Kerja Mudharabah
Pembiayaan mudharabah adalah perjanjian antara peranan
dana dan pengelola dana untuk melakukan kegiatan usaha tertentu,
dengan pembiayaan keuntungan antara kedua belah pihak
berdasarkan nisbah yang telah disepakati sebelumnya.1
b. Pembiayaan Modal Kerja Isthtisna
Istishna adalah perjanjian jual beli dalam bentuk pemesanan
pembuatan barang dengan kriteria dan persyaratan tertentu yang
disepakati antara pemesan dan penjual.
c. Pembiayaan Modal Kerja Salam
Salam adalah perjanjian jual beli barang dengan cara
pemesanan dengan syarat-syarat tertentu dan pembayaran harga
terlebih dahulu.
d. Pembiayaan Modal Kerja Murabahah
Murabahah adalah perjanjian jual beli antara bank dan
nasabah dimana bank syariah membeli barang yang diperlukan
oleh nasabah dan kemudian menjualnya kepada nasabah yang
bersangkutan sebesar harga perolehan ditambah dengan
margin/keuntungan yang disepakati antara bank syariah dan
nasabah.
1
Muhammad Syafi’i Antonio,Bank Syariah dari Teori Ke Praktik, (Jakarta: Gema Insani, 2001), hlm
188.

2
e. Pembiayaan Modal Kerja Ijarah
Ijarah adalah perjanjian sewa menyewa suatu barang dalam
waktu tertentu melalui pembayaran sewa.

Unsur-unsur modal kerja terdiri atas komponen-komponen alat


sebagai berikut:
1. Pembiayaan Likuiditas (cash financing)
Pembiayaan ini pada umumnya digunakan untuk memenuhi
kebutuhan yang timbul akibat terjadinya ketidak sesuaian
(mismatched) antara cash inflow dan cash outflow pada
perusahaan nasabah. Fasilitas yang biasanya diberikan oleh bank
konvensional adalah fasilitas cerukan (overdraft facilities) atau
yang bisa disebut kredit rekening koran. Atas pemberian fasilitas
ini, bank memperoleh imbalan manfaat berupa bunga atas jumlah
rata-rata pemakaian dana yang disediakan dalam fasilitas tersebut.
Bank syariah dapat menyediakan fasilitas semacam itu
dalam bentuk Qardh timbal balik atau yang disebut compensating
balance. Melalai fasilitas ini,nasabah harus membuka rekening
giro dan bank tidak memberikan bonus atas giro tersebut. Bila
nasabah mengalami situasi mismatched, nasabah dapat menarik
dana melebihi saldo yang tersedia sehingga menjadi negatif
sampai maksimum jumlah yang disepakati dalam akad. Atas
fasilitas ini, bank tidak dibenarkan meminta imbalan apapun
kecuali sebatas biaya administrasi pengelolaan fasilitas tersebut.
2. Pembiayaan utang (Receivable financing)
Kebutuhan ini timbul dalam perusahaan yang menjual
barangnya dengan kredit, tetapi baik jumlah maupun jangka
waktunya melebihi kapasitas modal kerja yang dimilikinya.
Bank konvensional biasanya memberikan fasilitas berupa
hal-hal berikut:

3
a) Pembiayaan piutang (Receivable financing)
Bank memberikan pinjaman dana kepada nasabah untuk
mengatasi kekurangan dana karena masih tertanam dalam
piutang. Atas pinjaman itu, bank meminta cessis atas
tagihan nasabah tersebut. Pada dasarnya, nasabah
berkewajiban untuk menagih sendiri piutangnya. Akan
tetapi, bila bank merasa perlu, dengan menggunakan
cessie tersebut, bank berhak menagih langsung kepada
pihak yang berhutang. Hasil penagihan tersebut pertama-
tama digunakan untuk membayar kembali pinjaman
nasabah berikut biasa bunganya dan selebihnya
dikreditkan kerekening nasabah. Bila ternyata piutang
tersebut tidak tertagih, nasabah wajib membayar kembali
pinjaman tersebut berikut bunganya kepada bank.
b) Anjak piutang (factoring)
Fasilitas ini diberikan oleh bank dalam bentuk
pengambilalihan oleh piutang nasabah. Untuk keperluan
tersebut, nasabah mengeluarkan draf (wesel tagihan) yang
diaksep oleh pihak yang berhutang atau promissory notes
(promes) yang diterbitkan oleh pihak yang berhutang,
kemudian di-endors oleh nasabah. Draf atau promes
tersebut lalu dibeli oleh bank dengan diskon sebesar
tingkat bunga yang berlaku atau disepakati dalam jangka
yang tertera dalam draf atau promes tersebut. Bila pada
saat jatuh tempo draf atau promes tersebut ternyata tidak
tertagih, nasabah wajib membayar kepada bank sebesar
nilai nominal draf tersebut.

Bagi bank syariah, untuk kasus pembiayaan piutang tersebut


diatas hanya dapat dilakukan dalam bentuk al-qardh dimana bank
tidak boleh meminta imbalan kecuali hanya administrasi. Untuk

4
kasus anjak piutang, bank dapat memberikan fasilitas
pengambilalihan piutang, yaitu yang disebut hiwalah. Akan tetapi,
untuk fasilitas ini pun bank tidak dibenarkan meminta imbalan
kecuali biaya layanan atau biaya administrasi dan biaya penagihan.
Dengan demikian bank syariah meminjamkan uang (qardh) sebesar
piutang yang tertera dalam dokumen piutang (wesel tagihan atau
promes) yang diserahkan kepada bank tanpa potongan. Hal itu
adalah ternyata pada saat jatuh tempo, hasil tagihan itu digunakan
untuk melunasi hutang nasabah kepada bank. Akan tetapi, bila
ternyata piutang tersebut tidak ditagih, nasabah harus memberikan
jalan keluar berupa pembelian surat utang (bai’ ad-dyn), tetapi
sebagian ulama melarangnya.
3. Pembiayaan persediaan
Pada bank konvensinal dapat kita jumpai adanya kredit
modal kerja yang dipergunakan untuk endanai pengadaan
persediaan (inventory financing). Pola pembiayaan ini pada
prinsipnya sama dengan kredit untuk mendanai komponen modal
kerja lainnya, yaitu memberikan pinjaman dengan bunga.
Bank syariah mempunyai mekanisme tersendiri untuk
memenuhi kebutuhan pendanaan persediaan tersebut, yaitu antara
lain dengan menggunakan prinsip jual-beli (al-bai’) dalam dua
tahap. Tahap pertama, bank mengadakan (membeli dari suplier
secara tunai) barang-barang yang dibutuhkan oleh nasabah. Tahap
kedua, bank menjual kepada nasabah pembeli dengan pembayaran
tangguh dan dengan mengambil keuntungan yang disepakati
bersama antara bank dan nasabah. Ada beberapa skema jual beli
yang dipergunakan untuk meng-approach kebutuhan tersebut,
yaitu sebagai berikut:
a) Bai’ al-Murabahah
Pembiayaan dalam usaha produksi terdiri atas biaya
biaya pengadaan bahan baku dan penolong. Melalui

5
proses produksi, bahan baku tersebut akan menjadi
barang setengah jadi,kemudian jadi barang jadi yang siap
untuk dijual. Bila barang itu dijual dengan kredit, ia
berubah menjadi piutang dan melalui proses collection
akan berubah menjadi kas kembali.
Pembiayaan ini juga dapat diberikan kepada nasabah
yang hanya membutuhkan dana untuk pengadaan bahan
baku dan bahan penolong. Sementara itu, biaya proses
produksi dan penjualan, seperti upah tenaga kerja, biaya
pengepakan, biaya distribusi, serta biaya-biaya lainnya,
dapat ditutup dalam jangka waktu sesuai dengan lamanya
perputaran modal kerja tersebut, yaitu dari pengadaan
persediaan bahan baku sampai terjualnya hasil produksi
dan hasil penjualan diterima dalam bentuk tunai (cash).
b) Bai’ al-Istishna’
Bila nasabah juga membutuhkan pembiayaan untuk
proses produksi sampai menghasilkan barang jadi, bank
dapat memberikan fasilitas bai’ al-istishna’. Melalui
fasilitas ini, bank melakukan pemesanan barang dengan
harga yang disepakati kedua pihak (biasanya sebesar
biaya produksi di tambah keuntungan bagi produsen,
tetapi lebih rendah dari harga jual) dan dengan
pembayaran dimuka secara bertahap, sesuai dengan
tahap-tahap proses produksi. Setiap selesai satu tahap,
bank meneliti spesifikasi dan kualitas work in process
tersebut, kemudian melakukan pembayaran untuk proses
tahap berikutnya, sampai tahap akhir dari proses produksi
tersebut hingga berupa bahan jadi.
Dengan demikian, kewajiban dan tanggung jawab
pengusaha adalah keberhasilan proses produksi tersebut
sampai menghasilkan barang jadi sesuai dengan kuantitas

6
dan kualitas yang telah diperjanjikan. Bila produksi gagal
pengusaha berkuajiban menggantinya, apakah dengan
cara memproduksi lagi ataupun dengan cara membeli dari
pihak lain.
Setelah barang selesai, produk tersebut statusnya
menjadi milik bank. Tentu saja bank tidak bermaksud
membeli barang itu untuk dimiliki, melainkan untuk
segera dijual kembali dengan mengambil keuntungan.
Pada saat kurang lebih bersamaan dengan proses
pemberian fasilitas bai’ al-Istishna’ tersebut, bank juga
telah mencari potential purchaser dari produk yang
dipesan oleh bank tersebut. Dalam praktiknya, potential
buyer tersebut telah diperoleh nasabah. Kombinasi
pembelian dari nasabah produsen dan penjualan kepada
pihak pembeli itu menghasilkan skema pembiayaan
berupa istishna’ paralel atau istishna’ wal-ijarah. Bank
memperoleh keuntungan dari selisih harga beli (istishna’)
dengan harga jual (murabahah) atau dari hasil sewa
(ijarah).
c) Bai’ as-Salam
Untuk produksi yang prosesnya tidak dapat diikuti,
seperti produksi pertanian, bank dapat memberikan
fasilitas bai’ as-salam. Melalui fasilitas ini, bank
melakukan pemesanan barang kepada nasabah dengan
pembayaran dimuka sekaligus dan nasabah berkewajiban
men-deliver barang tersebut pada tanggal yang disepakati
dalam kontrak. Pada waktu yang bersamaan, bank dapat
mencari pembelian atas produk tersebut.kombinasi ini
disebut salam paralel.
Bila produksi itu dilaukan secara terus-menerus dan
perputaran modal kerja tersebut telah sedemikian

7
secepatnya sehingga nasabah memerlukan pembiayaan
modal kerja secara evergreen, skema yang paling tepat
adalah al-mudharabah.
4. Pembiayaan modal untuk perdagangan
a) Perdagangan umum
Perdagangan umum adalah perdagangan yang
dilakukan dengan target pembeli siapa saja yang datang
membeli barang-barang yang telah disediakan di tempat
penjual, baik pedagang eceran (retailer) maupun pedagang
besar (whole seller).
Pada umumnya, perputaran modal kerja (working
capital turnover) perdagangan semacam ini sangat tinggi,
tetapi pedagang harus mempertahankan sejumlah
persediaan yang cukup karena barang-barang yang dijual
itu sebatas jumlah persediaan yang ada atau telah dikuasai
penjual. Untuk pembiayaan modal kerja perdagangan jenis
ini, skema yang tepat adalah skema mudharabah.
b) Perdagangan berdasarkan pesanan
Perdagangan ini biasanya tidak dilakukan atau
diselesaikan di tempat penjual, yaitu seperti perdagangan
antar kota, perdagangan antar pulau, atau perdagangan
antar negara. Pembeli terlebih dulu memesan barang-
barang yang dibutuhkan kepada penjual berdasarkan
contoh barang atau daftar barang serta harga yang
ditawarkan. Biasanya pembeli hanya akan membayar
apabila barang-barang yang dipesan telah diterimanya. Hal
ini untuk menghindari kemungkinan risiko akibatketidak
mampuan penjual memenuhi peasanan atau ketidak
sesuaian jumlah dan kualitas barang yang dikirim dengan
spesifikasi yang dimaksud dalam surat penawaran atau
pemesanan.

8
Berdasarkan pesanan itu, penjual lalu mengumpulkan
barang-barang yang diminta dengan cara membeli atau
memesan, baik dai produsen maupun dari pedagang
lainnya. Setelah terkumpul, barulah dikirimkan kepada
pembeli sesuai pesanan. Apabila barang telah dikirim,
penjual juga menghadapi kemungkinan risiko tidak
dibayarnya barang yang dikirimkannya itu.
Untuk mengatasi permasalahan yang dihadapi kedua
belah pihak, bank konvensional telah memberikan jalan
keluarnya, yaitu fasiltas letter of credit (L/C). Bank syariah
telah dapat mengadopsi mekanisme L/C itu dengan
menggunakan skema al-wakalah, al-musyarakah, al-
mudharabah, ataupun al-murabahah. Dalam hal al-
wakalah, bank syariah hanya memperoleh pendapatan
berupa fee atas jasa yang diberikanya.2

2.2 PEMBIAYAAN INVESTASI SYARIAH


Pembiayaan Investasi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan barang-
barang modal (capital goods) beserta fasilitas-fasilitas yang erat kaitannya
dengan itu. Yang dimaksud dengan investasi adalah penanaman dana
dengan maksud untuk memperoleh imbalan/manfaat/keuntungan
dikemudian hari, mencakup hal-hal berikut antara lain:
a. Imbalan yang diharapkan dari investasi adalah berupa kentungan
dalam bentuk uang.
b. Bahan usaha umumnya bertujuan untuk memperoleh keuntungan
berupa uang, sedangkan badan sosial dan badan-badan pemerintah
lainnya lebih bertujuan memberikan manfaat sosial dibandingkan
dengan keuntungan.

2
Ibid.hlm 189.

9
c. Bahan-bahan usaha yang mendapat pembiyaan investasi dari bank
harus mampu memperoleh keuntungan finansial agar dapat hidup
dan berkembang serta memenuhi kewajiban kepada bank.
Pembiayaan investasi diberikan kepada nasabah untuk keperluan
penambahan modal guna mengadakan rehabilitasi, perluasan usaha
ataupun pendirian proyek baru.
Ciri-ciri pembiayaan investasi adalah:
a) Untuk pengadaan barang-barang modal
b) Mempunyai perencanaan yang matang dan terarah
c) Berjangka waktu menengah dan panjang

Melihat luas aspek yang dikelola dan dipantau, maka untuk


pembiayaan investasi di Bank Syariah menggunakan skema musyarakah
mutanaqishah. Dalam hal ini bank memberikan pembiayaan dengan
prinsip penyertaan, dan secara bertahap bank melepaskan penyertaannya,
dan pemilik perusahaan nasabah akan mengambil alih kembali porsi
penyertaan bank, baik dengan menggunakan dana sendiri sebagai
penambahan setoran modal. Skema lain yang dapat digunakan adalah
ijarah muntahia bi tamlik, yaitu menyewakan barang modal dengan opsi
kepemilikan setelah masa sewa berakhir.3
Pada umumnya pembiayaan investasi diberikan dalam jumlah besar
dan pengendapannya cukup lama. Oleh karena itu, perlu disusun oleh
proyek arus kas (projected cash flow) yang mencangkup semua
komponenbiaya dan pendapatan sehingga akan dapat diketahui berapa
dana yang tersedia setelah semua kewajiban terpenuhi. Setelah itu, barulah
disusun jadwal amortisasi yang merupakan ansuran (pembayaran kembali)
pembiayaan.

Penyususunan proyeksi arus kas ini harus disertai pula dengan


perkiraan keadaan-keadaan pada masa yang akan datang. Mengingat
pembiayaan investasi memerlukan waktu yang cukup panjang. Untuk
3
Adiwarman Karim,Bank Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2010), hlm 234-235

10
memperkirakannya perlu di adakan perhitungan dan penyusunan proyeksi
neraca dan rugi laba, Selama jangka waktu pembiayaan.

Melihat luasnya aspek yang harus dikelola dan dipantau maka untuk
pembiayaan investasi bank syari’ah menggunakan skema musyarakah
mutanaqisshah. Dalam hal ini, bank memberikan pembiayaan dengan
prinsip penyertaan dan secara bertahap bank melepaskan penyertaannya
dan pemilik perusahaan akan mengambil alih kembali , naik dengan
menggunakan surplus cash flow yang tercipta maupun dengan menambah
modal, baik yang berasal dari setoran pemegang saham yang ada maupun
dengan mengundang pemegang saham baru.
Skema lain yang digunakan dalam bank syari’ah adalah al-ijarah al-
muntahia bit-tamlik, yaitu menyewakan barang modal dengan opsi diakhiri
dengan pemilikan. sumber perusahaan untuk pembayaran sewa adalah
amortisasi atas barang modal yang bersangkutan,surplus dan sumber-
sumber lain yang dapat diperoleh perusahaan.

2.3 PEMBIAYAAN KONSUMTIF SYARIAH


Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk
memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk me-menuhi
kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan
primer (pokok atau dasar) dan kebutuhan sekunder. Kebutuhan primer
adalah kebutuhan pokok, baik berupa barang, seperti makanan, minuman,
pakaian, dan tempat tinggal, maupun berupa jasa, seperti pendidikan dasar
dan pengobatan. Sedangkan kebutuhan sekunder adalah kebutuhan
tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif lebih tingi atau lebih
mewah dari kebutuhan primer, baik berupa barang, seperti makanan dan
minuman, pakaian/ perhiasan, bangunan rumah, kendaraan, dan
sebagainya, maupun berupa jasa seperti pendidikan, pelayanan kesehatan,
pariwisata, hiburan, dan sebagainya.4

4
Ibid, hlm.236-237.

11
Dalam menetapkan akad pembiyaan konsumtif, langkah-langkah
yang perlu dilakukan bank adalah sebagai berikut:
a) Apabila kegunaan pembiayaan yang dibutuhkan nasabah
adalah untuk kebutuhan konsumtif semata, harus dilihat dari
sisi apakah pembiyaan tersebut berbentuk pembiayaan barang
atau jasa.
b) Jika untuk pembelian barang, faktor selanjutnya yang harus
dilihat adalah apakah barang tersebut berebentuk ready stock
atau good in process. Jika ready stock pembiayaan yang
diberikan adalah pembiayaan murabahah. Namun, jika
berbentuk good in process, yang harus dilihat berikutnya
adalah dari sisi apakah proses barang tersebut memerlukan
waktu dibawah enam bulan atau lebih. Jika dibawah enam
bulan, pembiayaan yang diberikan adalah pembiayaan salam.
Jika proses barang tersebut memerlukan waktu lebih dari enam
bulan, pembiayaan yang diberikan adalah istishna.
c) Jika pembiyaan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi
kebutuhan nasabah dibidang jasa, pembiyaan yang diberikan
adalah ijarah.

Pembiayaan konsumtif diperlukan oleh pengguna dana untuk


memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis dipakai untuk memenuhi
kebutuhan tersebut. Kebutuhan konsumsi dapat dibedakan atas kebutuhan
primer (pokok) dan kebutuhan sekunder.
Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok baik berupa barang seperti
makanan, minuman, pakaian, tempat tinggal, maupun berupa jasa, seperti
pendidikan dasar dan pengobatan. Adapun kebutuhan sekunder adalah
kebutuhan kebutuhan tambahan, yang secara kuantitatif maupun kualitatif
lebih tinggi atau lebih mewah dari kebutuhan primer.
Pada umumnya bank konvensional membatasi pemberian kredit untuk
pemenuhan barang tertentu yang dapat disertai dengan bukti kepemilikan

12
yang sah. Seperti rumah dan kendaraan bermotor, dan kemudian menjadi
barang jaminan berupa barang lain yang dapat diikat sebagai collateral.
Sumber pembayaran kembali atas pembiayaan tersebut berasal dari sumber
pendapatan lain dan bukan dari eksploitasi barang yang dibiayai dari
fasilitas ini.
Bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk
pemenuhan kebutuhan barang konsumsi dengan menggunakan skema
berikut:
1) Al-ba’i bi tsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) atau jual
beli dengan angsuran.
2) Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik atau sewa beli.
3) Al-musyarakah mutanaqhishah dimana secara bertahap bank
menurunkan jumblah partisipasinya.
4) Ar-rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.

Pembiayaan di atas lazim digunakan untuk pemenuhan kebutuhan


sekunder. Adapun kebutuhan primer pada umumnya tidak dapat dipenuhi
dengan pembiayaan komersil.seseorang yang belum mampu memenuhi
kebutuhan pokoknya tergolong fakir/miskin. Oleh karena itu ia wajib
diberi zakat atau sedeka, atau maksimal diberikan pinjaman kebajikan
yaitu pinjaman dengan kewajiban pengembalian pinjaman pokoknya saja,
tanpa imbalan apapun.5

2.4 PEMBIAYAAN MANAJEMEN BANK SYARIAH


Penentuan sektor-sektor pembiayaan Bank Syariah ditetapkan
bersama oleh Dewan Komisaris, Direksi (termasuk Komite Kebijakan
Pembiayaan) serta Dewan Pengawas Syari’ah, baik mengenai jenis
maupun besarnya (nilai rupiahnya) sehingga pilihan yang ditentukan
diharapkan memenuhi aspek syar’i disamping aspek ekonomisnya.
Proses pemberian pembiayaan meliputi:
a. Surat permohonan pembiayaan
5
http://shariahlife.wordpress.com/2007/01/16/pembiayaan-bank-syariah/

13
Dalam surat permohonan, berisikan jenis pembiayaan yang
diminta nasabah, untuk berapa lama, berapa limit yang diminta,
serta sumber pelunasan pembiayaan berasal dari mana.
Disamping itu, surat diatas dilampiri dengan dokumen
pendukung, antara lain: identitas pemohon, legalitas (akta
pendirian atau perubahan, surat keputusan menteri, perizinan-
perizinan), bukti kepemilikan agunan (jika diperlukan).
b. Proses evaluasi
Dalam penilaian suatu permohonan, bank syariah tetap
berpegang pada prinsip kehati-hatian serta aspek lainnya,
sehingga diharapkan dapat diperoleh hasil analisis yang cermat
dan akurat.
Langkah pengamanan yang dilakukan bank syariah untuk
mengendalikan terjadinya pembiayaan bermasalah dapat dilakukan sebagai
berikut:
1) Sebelum realisasi pembiayaan
Dalam tahapan ini, bank melakukan penutupan asuransi dan/atau
pengikatan agunan (jika diperlukan). Setelah ini selesai, baru
pembiayaan dapat dicairkan.
2) Setelah realisasi pembiayaan

Dalam tahap awal pencairan, dana diarahkan pada pembiayaan


sebagaimana diajukan dalam permohonan atau persetujuan bank, dan
jangan sampai “bocor” dalam arti lari ke hal-hal diluar kesepakatan.
Selanjutnya, bank melakukan pembinaan dan kontrol atas aktivitas bisnis
nasabah. 6

6
http://shariahlife.wordpress.com/2007/01/16/pembiayaan-bank-syariah/

14
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Pembiayaan berdasarkan prinsip syariah adalah penyediaan uang atau
tagihan yang dipersamakn dengan itu berdasarkan persetujuan atas
kesepakatan antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak yang
dibiayai untuk mengembalikan uang atau tagihan tersebut setelah jangka

15
eaktu tertentu dengan imbalan bagi hasil. Dalam melakukan pembiayaan
maka Bank Syariah memerlukan analisis pembiayaan agar bank syariah
memperoleh keyakinan bahwa pembiayaan yang diberikan dapat
dikembalikan oleh nasabahnya. Namun realisasi pembiayaan bukanlah
tahap terakhir dari proses pembiayaan. Setelah realisasi pembiayaan, maka
pejabat bank syariah perlu melakukan pemantauan dan pengawasan
pembiayaan supaya memajukan efisiensi di dalam pengelolaan tata
laksana usaha di bidang peminjaman dan sasaran pencapaian yang
ditetapkan sehingga tujuan daripada adanya pembiayaan bisa tercapai.
3.2 SARAN
Dalam menyampaikan suatu pesan, terkadang kita sering salah baik
dalam penyampaian maupun pemakaian kata-kata yang sulit dicerna oleh
komunikan. Dalam bisnis seorang pemimpin harus dapat menyampaikan
pesan secara tegas dan jelas baik secara lisan maupun tulisan.
Untuk itu, sangatlah penting pengorganisasian dan revisi dalam
penulisan pesan-pesan bisnis yang selalu diikuti dengan latihan-latihan
atau praktek-praktek dalam kehidupan sehari-hari.

DAFTAR PUSTAKA

Antonio,Muhammad Syafi’i.Bank Syariah dari Teori Ke Praktik.Jakarta: Gema


Insani.2001.
Karim,Adiwarman.Bank Islam.Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.2010.
http://shariahlife.wordpress.com/2007/01/16/pembiayaan-bank-syariah/
http://shariahlife.wordpress.com/2007/01/16/pembiayaan-bank-syariah/

16
17

Anda mungkin juga menyukai